VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6. 1 Latar Belakang Penjual Lahan yang Melakukan Transaksi Lahan 6. 1. 1 Jenis Kelamin Responden berdasarkan jenis kelamin lebih didominasi oleh laki-laki sebanyak 25 orang (62,5 persen) dibandingkan dengan perempuan sebanyak 15 orang (37,5 persen). Hal ini terjadi karena laki-laki adalah kepala keluarga yang bertindak sebagai pengambil keputusan. Responden perempuan yang melakukan transaksi jual lahan disebabkan karena lahan yang dijual atas nama perempuan dan juga yang bertindak sebagai kepala keluarga karena suami yang sudah meninggal atau sudah cerai. Hasil perhitungan tabulasi silang antara jenis kelamin dan pendidikan responden adalah sebanyak 25 persen yang berpendidikan tamat SD dengan jenis kelamin laki-laki. Sebanyak 17,5 persen tamat SD dengan jenis kelamin perempuan. Selanjutnya tamat SLTA sebanyak 17,5 persen dengan jenis kelamin laki-laki. Hasil tabulasi silangnya dapat dilihat pada Gambar 6. 25 persentase (%) 20 15 10 5 0 Laki-laki Perempuan Tidak tamat SD Tamat SD Tamat SLTP Tamat SLTA Sarjana Jenis Kelamin Gambar 6 Diagram Tabulasi Silang antara Jenis Kelamin dan Pendidikan Responden
57 6. 1. 2 Status Penjual Transaksi jual lahan di 12 kelurahan di Kecamatan Cibinong dilakukan oleh penjual lahan yang sudah menikah. Dari 40 responden yang diwawancarai, 39 orang berstatus sudah menikah sedangkan yang belum menikah hanya 1 orang. Hal ini terjadi karena pada umumnya responden mempunyai alasan tanggungan yang lebih besar dari yang belum menikah. Dari hasil tabulasi silang antara status dengan umur responden, maka diketahui bahwa sebesar 30 persen responden yang sudah menikah dengan umur 50-59 tahun. Responden yang belum menikah sebesar 2,5 persen dengan umur 29 tahun. Gambar 7 di bawah menunjukkan hasil tabulasi silang antara jenis kelamin dengan umur responden. 30 Persentase (%) 25 20 15 10 5 0 Menikah Belum 29 tahun 30-39 tahun 40-49 tahun 50-59 tahun 60-69 tahun 70 tahun Status Responden Gambar 7. Diagram Tabulasi Silang antara Jenis Kelamin dan Umur Responden 6. 1. 3 Umur Umur penjual lahan yang menjadi responden yang telah melakukan transaksi jual lahan adalah antara 21-88 tahun. Responden terbanyak dari kelompok umur 50-59 tahun sebanyak 12 orang (30 persen) sedangkan kelompok umur yang paling sedikit melakukan transaksi jual lahan adalah dari kelompok
58 umur 29 tahun sebanyak 4 orang (10 persen). Dilihat dari kelompok usia kerja, kelompok umur mendekati tidak produktif kerja yang paling banyak melakukan transaksi jual lahan. Data responden yang melakukan transaksi jual lahan berdasarkan kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Umur Selang Umur Jumlah (orang) Persentase (%) 29 4 10 30-39 5 12,5 40-49 8 20 50-59 12 30 60-69 6 15 70 5 12,5 Jumlah 40 100 Tabulasi silang antara umur dengan jumlah tanggungan responden dapat dilihat pada Gambar 8. Dari gambar tersebut diketahui bahwa responden yang berumur 40-49 tahun dan 50-59 tahun dengan jumlah tanggungan keluarga 3-5 orang sebesar 17,5 persen. Responden yang berumur 29 tahun dan 70 tahun dengan jumlah tanggungan masing-masing pada selang 0-2 orang sebanyak 10 persen. Persentase (%) 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 29 30-39 40-49 50-59 60-69 70 0-2 orang 3-5 orang 6 orang Selang Umur (tahun) Gambar 8 Diagram Tabulasi Silang antara Umur Dan Jumlah Tanggungan Keluarga Responden
59 6. 1. 4 Suku Bangsa Responden yang melakukan penjualan lahan pada umumnya adalah masyarakat yang berasal dari suku bangsa asli di daerah tersebut yaitu suku sunda sebanyak 36 orang (90 persen) sehingga masyarakat asli menjadi terpinggirkan. Kebanyakan masyarakat asli sekarang tinggal di daerah yang jauh dari pusat keramaian Kecamatan Cibonong. Masyarakat yang tinggal di pusatnya adalah suku bangsa lain seperti Jawa, Batak dan lainnya. 6. 1. 5 Jumlah Tanggungan Keluarga Tabel 7 Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan Keluarga Jumlah Tanggungan Jumlah (orang) Persentase (%) 0-2 16 40 3-5 20 50 6 4 10 Jumlah 40 100 Pada umumnya responden yang melakukan transaksi jual lahan adalah yang sudah menikah seperti penjelasan sebelumnya. Responden yang menjual lahan paling banyak berasal dari keluarga yang mempunyai jumlah tanggungan 3-5 orang sebesar 20 orang (50 persen). Jumlah responden yang paling rendah berasal dari keluarga yang mempunyai tanggungan sebanyak 6 orang (10 persen). Tanggungan keluarga yang dimasukkan dalam penelitian ini adalah jumlah anggota keluarga baik anak kandung maupun saudara yang menjadi tanggungan rumah tangga reponden. Jumlah responden berdasarkan jumlah tanggungan keluarga dapat dilihat pada Tabel 7. Jumlah tanggungan keluarga yang ditabulasisilangkan dengan jenis pekerjaan responden menghasilkan Gambar 9. Jenis pekerjaan wiraswasta dengan
60 jumlah tanggungan sebesar 3-5 orang merupakan yang paling banyak sebesar 15 persen. Jenis pekerjaan IRT menyusul dengan jumlah tanggungan 0-2 orang dan 3-5 orang mendapat persentase yang sama yaitu 10 persen. Persentase (%) 16 14 12 10 8 6 4 2 0 0-2 3-5 6 Petani P. Negeri P.Swasta Pensiunan IRT Wiraswasta Buruh Jumlah Tanggungan Keluarga (orang) Gambar 9 Diagram Tabulasi Silang antara Jumlah Tanggungan Keluarga dengan Jenis Pekerjaan Responden 6. 1. 6 Pendidikan Ditinjau dari segi latar belakang pendidikan responden sebanyak 40 orang, responden dengan latar belakang pendidikan tamat SD yang paling banyak melakukan transaksi jual lahan. Responden yang paling banyak dengan latar belakang SD tidak dapat bekerja sebagai PNS maupun pegawai swasta, responden ini hanya sebagai petani, buruh, dan wiraswasta yang gajinya relatif rendah. Hal ini juga didukung oleh jumlah penduduk yang tamat SD di Kecamatan Cibinong sebanyak 31.177 jiwa yang merupakan angka terbanyak kedua setelah tamat SLTP sebanyak 32.880 jiwa (BPD Kabupaten Bogor, 2006) Responden yang menjual lahan paling sedikit adalah responden dengan latar belakang pendidikan tidak tamat SD. Hal ini bisa diterima karena jumlah
61 penduduk Kecamatan Cibinong yang tidak tamat SD relatif sedikit yaitu hanya sebanyak 3.927 jiwa (BPD Kabupaten Bogor, 2006). Tabel 8 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%) Tidak Tamat SD 2 5 Tamat SD 17 42,5 Tamat SLTP 9 22,5 Tamat SLTP 9 22,5 Sarjana/Akademi 3 7,5 Jumlah 40 100 Dari hasil tabulasi silang antara pendidikan dengan pendapatan responden, maka diketahui bahwa responden berpendidikan tamat SD dengan pendapatan 300.001-500.000 per bulan adalah yang paling besar yaitu 17,5 persen. Responden dengan pendidikan yang sama yang berpendapatan 300.000 per bulan menyusul sebesar 10 persen. Hasil tabulasi silangnya dapat dilihat pada Gambar 10. Persentase (%) 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 Tidak tamat SD Tamat SLTP Pendidikan Responden Sarjana 300.000 300,001-500,000 500,001-700,000 700,001-900,000 900,001-6. 1. 7 Pekerjaan Gambar 10 Diagram Tabulasi Silang antara Pendidikan dan Pendapatan Responden Responden yang dilihat dari jenis pekerjaan lebih banyak bekerja sebagai wiraswasta sebanyak 9 orang (22,5 persen) sedangkan yang rendah adalah
62 responden yang bekerja sebagai petani, pegawai negeri, pegawai swasta sebanyak masing-masing 4 orang (10 persen). Responden lebih banyak yang bekerja sebagai wiraswasta karena hasil penjualan lahan mereka diperuntukkan mendukung usaha mereka baik sebagai bengkel, pedagang, pebunga uang. Mata pencaharian responden di wilayah ini lebih cenderung berwiraswasta karena wilayah Kecamatan Cibinong selain sebagai daerah pusat pemerintahan juga sebagai perdagangan dan jasa. Hal ini sesuai dengan visi organisasi Kecamatan Cibinong. Secara lebih rinci untuk distribusi responden berdasarkan jenis pekerjaan dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan Jenis Pekerjaan Jumlah (orang) Persentase (%) Petani 4 10 Pegawai Negeri 4 10 Pegawai Swasta 4 10 Pensiunan 6 15 IRT 8 20 Wiraswasta 9 22,5 Buruh 5 12,5 Jumlah 40 100 Hasil tabulasi silang antara pekerjaan dengan pendapatan menghasilkan responden yang bekerja sebagai pegawai negeri dengan pendapatan 1.100.001 per bulan sebesar 10 persen. Besar tersebut sama dengan responden yang sudah pensiun dengan pendapatan 700.001-900.000 per bulan. Secara lebih lengkap dapat dilihat pada Gambar 11.
63 Persentase (%) 10 8 6 4 2 0 A B C D E F Pendapatan Responden Petani P. Negeri P.Swasta Pensiunan IRT Wiraswasta Buruh A = 300.000 B= 300.001-500.000 C = 500.001-700.000 D= 700.001-900.000, E= 900.001-1.100.000 F = 1.100.001 Gambar 11 Diagram Tabulasi Silang antara Pendapatan dan Jenis Pekerjaan Responden 6. 1. 8 Pendapatan Tabel 10 Distribusi Responden Berdasarkan Pendapatan Selang Pendapatan/bulan (Rp) Jumlah (orang) Persentase (%) 300.000 5 12,5 300.001-500.000 8 25 500.001-700.000 7 17,5 700.001-900.000 7 17,5 900.001-1.100.000 7 17,5 1.100.001 6 15 Jumlah 40 100 Responden yang dilihat dari pendapatan tidak terlalu berbeda jauh perbedaannya antara satu selang pendapatan dengan selang pendapatan yang lain, selang pendapatan mulai dari Rp. 300.000,00 sampai dengan Rp. 1.100.001,00 menyebar secara merata berkisar pada 5, 6, 7, dan 8 orang dengan persentase 12,5, 15, 17,5, dan 25 persen. Hal ini menunjukkan dengan latar belakang pendapatan tidak mempengaruhi keputusan mereka untuk menjual lahan.
64 Jumlah dan persentase responden dengan latar belakang pendapatan dapat dilihat pada tabel 10. Dari hasil tabulasi silang antara pendapatan dengan jenis kelamin didapat bahwa responden dengan berbagai pendapatan yang berjenis kelamin laki-laki menyebar secara merata yaitu 12,5 persen. Reponden berjenis kelamin perempuan yang berpendapatan Rp. 300.000 per bulan sebesar 10 persen. Hasil tabulasi silang secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 12. Persentase (%) 14 12 10 8 6 4 2 0 A B C D E F Laki-laki Perempuan Pendapatan Responden A = 300.000 B= 300.001-500.000 C = 500.001-700.000 D= 700.001-900.000, E= 900.001-1.100.000 F = 1.100.001 Gambar 12 Diagram Tabulasi Silang antara Pendapatan dan Jenis Kelamin 6. 2 Motivasi Penjual Lahan, Proses Transaksi Jual Lahan dan Peruntukan Hasil Penjualan Lahan 6. 2. 1 Motivasi Sebagai organisasi perangkat daerah di Kabupaten Bogor, Kecamatan Cibinong dituntut untuk dapat menjabasrkan kebijakan pembangunan daerah sebagaimana tertuang dalam Perda Kabupaten Bogor No. 6 tahun 2002 tentang program pembangunan daerah sesuai dengan potensi wilayah pendukung pembangunannya. Dalam Rencana Strategis Kecamatan Cibinong disebutkan
65 tentang visi dan misi kecamatan yaitu tercapainya pelayanan prima demi terwujudnya Kecamatan Cibinong sebagai daerah pusat pemerintahan, perdagangan dan jasa Visi dan misi tersebut mempengaruhi permintaan lahan baik dari masyarakat Cibinong maupun non-cibinong yang mengadu nasib di Kecamatan Cibinong. Jumlah permintaan lahan yang tinggi ini juga ditanggapi penduduk setempat yang memiliki lahan baik lahan sawah, kebun, kosong dan pemukiman. Dalam wawancara yang dilakukan terhadap penduduk yang melakukan transaksi jual lahan, ada responden yang lebih dulu mendirikan bangunan, hal ini terjadi karena adanya permintaan yang mau membeli lahan yang di atasnya ada bangunan. Penjual lahan meyakini, lahan sudah ada bangunan harga lahannya akan meningkat. Lahan yang dijual oleh responden tidak semua awalnya berasal dari perumahan jadi, responden awalnya membeli lahan untuk penggunaan yang lain tetapi responden mendirikan bangunan perumahan di atas lahan tersebut kemudian dijual. Dari 40 responden yang menjadi sumber informasi didapat 17 responden (42,5 persen) yang menjawab perumahan awalnya adalah lahan kosong, 10 responden (25 persen) yang menjawab lahannya memang sudah perumahan jadi, 8 responden (20 persen) yang menjawab lahannya berasal dari lahan kebun, dan 5 responden (12,5 persen) yang menjawab lahannya berasal dari sawah. Hal ini dapat dilihat dari Tabel 11.
66 Tabel 11. Pemanfaatan Lahan Sebelum Proses Transaksi Pemanfaatan Lahan Sebelum Jumlah(Orang) Persentase (%) Transaksi Perumahan 10 25 Kosong 17 42,5 Kebun 8 20 Sawah 5 12,5 Jumlah 40 100 Bermacam-macam motivasi penjual melakukan transaksi jual lahan baik karena adanya faktor pendorong maupun faktor penarik. Setiap responden mempunyai alasan yang berbeda melakukan transaksi jual lahan. Dilihat dari faktor pendorong, sebanyak 16 responden (40 persen) menjual lahannya karena faktor ketidakmampuan secara ekonomis. Kemudian karena faktor ingin berwiraswasta dan tentu saja untuk berwiraswasta diperlukan modal usaha. Dari 40 responden tersebut, alasan inilah yang paling banyak timbul yaitu sebanyak 18 responden (45 persen). Responden yang menjual lahan karena alasan faktor pendorong rumah tidak layak dihuni sebanyak 6 responden (15 persen). Faktor pendorong responden melakukan transaksi jual lahan dapat dilihat secara lebih jelas pada Tabel 12. Responden yang memilih untuk mejual lahannya juga karena kondisi responden pada saat melakukan transaksi jual lahan. Sebanyak 25 responden (62,5 persen) mejual lahannya karena keadaan yang mendesak dan sebanyak 15 responden (37,5 persen) dalam kondisi tidak mendesak. Kondisi mendesak tersebut karena hasil penjualan lahannya untuk biaya berobat, naik haji, dan memperbaiki rumah.
67 Tabel 12 Faktor Pendorong Responden Melakukan Transaksi Jual Lahan Faktor Pendorong Jumlah (orang) Persentase (%) Memenuhi kebutuhan ekonomi 16 40 Modal Usaha 18 45 Rumah Tidak Layak Huni 6 15 Jumlah 40 100 Hasil tabulasi silang antara faktor pendorong dengan pendapatan menunjukkan responden yang berpendapatan Rp. 300.001-500.000 per bulan dengan faktor pendorong ingin memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari sebesar 17,5 persen. Responden berpendapatan Rp. 700.001-900.000 per bulan kemudian menyusul dengan faktor pendorongnya karena memerlukan modal usaha sebesar 15 persen. Lebih lengkap dapat dilihat pada Gambar 13. Pesentase (%) 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 Memenuhi Kebutuhan Ekonomi Modal Usaha Rumah Tidak Layak 300.000 300,001-500,000 500,001-700,000 700,001-900,000 900,001-1,100,000 1.100.001 Faktor Pendorong Bertransaksi Gambar 13 Diagram Tabulasi Silang antara Faktor Pendorong Bertransaksi dan Pendapatan Responden Jika dilihat dari faktor penarik, responden melakukan transaksi jual lahan karena 3 alasan, dengan alasan untuk tabungan yang paling besar yaitu 20 responden (50 persen), dan alasan peluang bisnis yang tinggi sebanyak 7 responden (17,5 persen). Faktor penarik lainnya dapat dilihat pada Tabel 13. Jika dihubungkan dengan Tabel 12, responden yang memilih karena faktor ekonomi
68 sebagai faktor pendorongnya tetapi pada Tabel 13 faktor penariknya yang paling banyak karena ingin menabung. Hal ini terjadi karena responden tidak menggunakan hasil penjualan semuanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari tetapi sebagian hasil penjualan lahan untuk ditabung. Responden sudah memikirkan untuk jangka panjang bukan hanya jangka pendek yaitu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tabel 13 Faktor Penarik Responden Melakukan Transaksi Jual Lahan Faktor Penarik Jumlah (orang) Persentase (%) Tabungan 20 50 Peluang Bisnis Tinggi 7 17,5 Harga Tinggi 13 32,5 Jumlah 40 100 Dengan mentabulasisilangkan data antara faktor penarik dengan pendapatan responden didapatkan hasil bahwa responden yang berpendapatan Rp. 900.001-1.100.000 per bulan dengan faktor penarik menjual lahan ingin menabung sebesar 15 persen. Responden yang berpendapatan Rp. 500.001-700.000 per bulan dengan faktor penariknya peluang bisnis tinggi adalah sebesar 12,5 persen. Hasil tabulasi silang secara lebih lengkap dapat dilihat pada Gambar 14. Persentase (%) 16 14 12 10 8 6 4 2 0 Tabungan Peluang Bisnis Tinggi Harga Tinggi 300000 300,001-500,000 500,001-700,000 700,001-900,000 900,001-1,100,000 1.100.001 Faktor Penarik Bertransaksi Gambar 14 Diagram Tabulasi Silang antara Faktor Penarik Bertransaksi dan Pendapatan
69 6. 2. 2 Proses Transaksi Lahan Kecamatan Cibinong yang berbatasan langsung dengan Kota Depok sudah cukup maju dilihat dari kondisi sosial budaya (keagamaan, kesehatan, pendidikan) dan kondisi ekonomi (jaringan trasportasi, jaringan air bersih, jaringan listrik, jaringan telekomunikasi, utilitas umum lainnya, perekonomian masyarakat). Kemajuan daerah ini juga ditunjukkan dalam proses penjualan lahan. Penjualan lahan pada umumnya melalui kelembagaan formal yaitu sebanyak 22 transaksi (55 persen) melalui PPAT Kecamatan dan 10 transaksi (25 persen) melalui Notaris. Proses penjualan lahan melalui kelembagaan non-formal sebanyak 8 transaksi dengan 6 transaksi (15 persen) melalui calo dan 2 transaksi (5 persen) secara langsung. Dua transaksi secara langsung karena adanya pembuatan kompleks perumahan, jadi developer bertransaksi langsung ke penjual lahan tersebut. Sedangkan transaksi penjualan lahan melalui calo disebabkan oleh penjual lahan tersebut kurang pengetahuan tentang transaksi penjualan lahan tersebut. Lebih lengkap dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14 Proses Transaksi Jual Lahan. Kelembagaan Jumlah (orang) Persentase (%) PPAT Kecamatan 22 55 Notaris 10 25 Calo 6 15 Langsung 2 5 Jumlah 40 100 Dari hasil tabulasi silang antara pendidikan dan proses bertransaksi, maka diketahui bahwa 30 persen responden adalah tamat SD dengan melakukan transaksi melalui PPAT Kecamatan. Sebanyak 15 persen responden tamat SLTA dengan melakukan transaksi melalui PPAT Kecamatan juga. Hasil perhitungan tabulasi silang dapat dilihat pada Gambar 15.
70 30 Persentase (%) 25 20 15 10 5 0 PPAT Kec Notaris Calo Langsung TIDAK TAMAT SD TAMAT SD TAMAT SLTP TAMAT SLTA SARJANA Proses Transaksi Gambar 15 Diagram Tabulasi Data Antara Pendidikan Responden dan Proses Transaksi Tabulasi silang antara pekerjaan responden dan proses transaksi jual lahan didapatkan responden yang bekerja sebagai wiraswasta melakukan transaksi melalui PPAT Kecamatan sebesar 15 persen. Responden yang melalui Notaris sebesar 7,5 persen. Responden yang bekerja sebagai pegawai swasta dan melakukan transaksi melalui 10 persen. Lebih lengkap dapat dilihat pada Gambar 16. Persentase (%) 16 14 12 10 8 6 4 2 0 PPAT Kec. Notaris Calo Langsung Petani P. Negeri P. Swasta Pensiunan IRT Wiraswasta Buruh Proses Transaksi Gambar 16 Diagram Tabulasi Data Antara Pekerjaan dan Proses Transaksi Tabulasi silang yang lain yaitu antara umur dan proses transaksi jual lahan dihasilkan responden yang berumur 50-59 tahun melakukan transaksi melalui
71 PPAT Kecamatan sebesar 20 persen. Umur 40-49 tahun melalui Notaris sebesar 10 persen. Lebih jelas dapat dilihat melalui Gambar 17. 20 persentase (%) 15 10 5 0 PPAT Kec. Notaris Calo Langsung 29 tahun 30-39 tahun 40-49 tahun 50-59 tahun 60-69 tahun 70 tahun Proses Transaksi Gambar 17 Diagram Tabulasi Data Antara Umur dengan Proses Transaksi 6. 2. 3 Peruntukan Hasil Penjualan Lahan Sebanyak tujuh jenis peruntukan hasil penjualan lahan. Peruntukan hasil penjualan lahan untuk modal usaha adalah yang paling banyak sebesar 17 responden (42,5 persen). Biaya berobat dan untuk membangun rumah di lokasi yang berbeda yang paling rendah dengan masing-masing 2 responden (5 persen). Peruntukan berupa modal usaha karena peluang usaha yang tinggi karena wilayah Kecamatan Cibinong sebagaimana disebutkan pada pembahasan sebelumnya sebagai daerah diperuntukkan untuk perdagangan dan jasa. Jika dihunbungkan peruntukan hasil dengan faktor pendorong responden melakukan transaksi jual lahan dimana yang paling tinggi adalah karena kebutuhan sehari-hari, responden menjual lahan awalnya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari tetapi tidak semua hasil penjualan tersebut itu. Sisa hasil penjualan lahan diperuntukkan untuk modal usaha karena kebanyakan responden yang menjual lahan tersebut tidak mempunyai pekerjaan menetap. Responden memilih untuk berwiraswata.
72 Responden ternyata juga melihat hal tersebut dan menganggapnya sebagai peluang berusaha baik usaha fotokopi, bengkel, maupun berdagang eceran. Sedangkan responden yang menjual lahan yang hasilnya diperuntukan bangun rumah karena responden berpindah tempat tinggal di daerah yang lain dan juga karena daerah lahan yang dimilikinya terlalu jauh dari tempat kerja. Responden yang menjual lahan yang hasilnya diperuntukkan biaya berobat karena kondisi responden pada saat sebelum melakukan transaksi jual lahan dalam kondisi sakit parah. Ketujuh peruntukan hasil penjualan lahan dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15 Peruntukan Hasil Penjualan Lahan Peruntukan Hasil Penjualan Lahan Jumlah (orang) Persentase (%) Bangun Rumah di Lokasi Lain 2 5 Biaya Sekolah 7 17,5 Naik Haji 4 10 Modal Usaha 17 42,5 Biaya Berobat 2 5 Beli Tanah 3 7,5 Biaya Hidup Sehari-hari 5 12,5 Jumlah 40 100 6. 3. Pendugaan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Lahan. 6. 3. 1 Hasil dengan Model Liniear dan Model Double-log Model yang digunakan dalam menduga faktor-faktor yang mempengaruhi harga lahan pemukiman dan nilai lahan pemukiman adalah regresi persamaan Linear dan double-log dengan metode OLS (Ordinary Least Square). Model ini menggunakan model double-log karena adanya ketimpangan data yang terlalu besar antara dependent variable dengan enam independent variable lain. Data dengan nilai-nilai besar pada variabel nilai lahan dan harga lahan (Y) sebagai dependent variable dan pada variabel luas lahan (X 1 ), jarak lahan ke jalan (X 2 ),
73 kepadatan penduduk (X 3 ), jarak lahan ke pasar (X 4 ), jarak lahan ke kantor pemerintah kabupaten (X 5 ) dan NJOP (X 11 ). Lima variabel independent yang lain angkanya kecil hanya berkisar antara angka 1 dan 0. Terlihat pada variabel fasilitas air (D 6 ), status lahan (D 7 ), jalan bersapal (D 8 ), sumber lahan (D 9 ) dan variabel ancaman bajir (D 10 ). Dipilihnya model double-log untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Hasil pengolahan data dengan menggunakan model Regresi Linear dan model double-log dengan bantuan software Minitab for Windows Release 14, hasil olahannya dapat dilihat pada Tabel 16 dan 17.
74 Tabel 16. Hasil Analisis Regresi Model Regresi Linear Model Regresi Linear No Variabel Notasi Nilai Lahan (Rp/persil) Harga Lahan (Rp/m 2 ) p- Koefisien VIF Koefisien p-value VIF value 1 Intersep -6631146 0,751-196588 0,015 * - 2 Luas Lahan X 1 32958 0,005 * 1,6-52,39 0,501 1,3 3 Jarak Lahan ke Jalan X 2-2354 0,828 1,9-44,53 0,282 3,2 4 Kepadatan X Penduduk 3 9689 0,008 * 2,6 12,62 0,334 1,5 5 Jarak Lahan ke Pasar X 4 1508 0,693 1,5-11,49 0,426 2,4 6 Jarak Lahan ke Pemda X 5-8414 0,051 * 2,6-14,74 0,340 3,8 7 Fasilitas Air D 6 13263730 0,324 3,3 71109 0,085 * 1,4 8 Status Lahan D 7-20541852 0,054 * 1,3-9226 0,802 1,5 9 Jalan Bersapal D 8 789774 0,947 1,5-25331 0,570 2,1 10 Sumber Lahan D 9 17440854 0,101 * 2,1 25971 0,517 1,3 11 Ancaman Bajir D 10-2828014 0,799 1,2 50301 0,231 1,6 12 NJOP X 11 198 0,001 * 1,6 0,6014 0,002 * 2,0 Keterangan Nilai Lahan/persil Keterangan Harga Lahan/m 2 R 2 : 70,8 % R 2 : 71,9 % R 2 adjust : 59,3 % R 2 adjust : 60,9 % Uji-F : 6,17 p-value : 0,000 Uji-F : 6,52 p-value : 0,000 Durbin-Watson statistic = 1,72648 Durbin-Watson statistic = 1,03739 Ket : * = berpengaruh nyata dengan taraf nyata 15 %
75 Tabel 17. Hasil Analisis Regresi Model Regresi double-log Model Regresi double-log No Variabel Notasi Nilai Lahan (Rp/persil) Harga Lahan (Rp/m 2 ) p- p- Koefisien VIF Koefisien VIF value value 1 Intersep 4,712 0,149 * - 6,038 0,018 * - 2 Luas Lahan X 1 0,7130 0,000 * 1,7-0,26860 0,002 * 1,7 3 Jarak Lahan ke Jalan X 2-0,10956 0,221 3,2-0,10111 0,138 * 3,2 4 Kepadatan Penduduk X 3 0,5596 0,017 * 1,4 0,3172 0,069 * 1,4 5 Jarak Lahan ke Pasar X 4 0,0745 0,642 2,9 0,0522 0,667 2,9 6 Jarak Lahan ke 3,0 X Pemda 5-0,1575 0,287 3,0-0,1584 0,160 7 Fasilitas Air D 6 0,2705 0,227 1,4 0,2754 0,108 * 1,4 8 Status Lahan D 7 0,0385 0,843 2,0-0,0137 0,925 2,0 9 Jalan Bersapal D 8-0,0067 0,974 2,3-0,0353 0,822 2,3 10 Sumber Lahan D 9 0,0384 0,835 1,4 0,0068 0,961 1,4 11 Ancaman Bajir D 10 0,1938 0,351 2,1 0,2076 0,190 2,1 12 NJOP X 11 0,4738 0,008 * 2,8 0,5301 0,000 * 2,8 Keterangan ln Nilai Lahan/persil Keterangan ln Harga Lahan/m 2 R 2 : 85 % R 2 : 82 % R 2 adjust : 79,1 % R 2 adjust : 75 % Uji-F : 14,41 p-value : 0,000 Uji-F : 11,63 p-value : 0,000 Durbin-Watson statistic = 1,86443 Durbin-Watson statistic = 1,43090 Ket : * = berpengaruh nyata dengan taraf nyata 15 % Hasil olahan data dengan dua model memberikan hasil yang berbeda, pada model linear memberikan hasil nilai koefisien determinasi (goodness of fit) atau sering disingkat dengan R 2 yang lebih kecil dibanding dengan menggunakan model double-log baik dengan dependent variablenya adalah nilai lahan maupun harga lahan. Dengan model linear menggunakan dependent variablenya nilai lahan dihasilkan R 2 sebesar 70,8 % dibanding pada model double-log dihasilkan R 2 sebesar 85 % (dapat dilihat pada Tabel 16). Pada model linear dengan menggunakan variable terikatnya adalah harga lahan R 2 yang dihasilkan adalah
76 sebesar 71,9 % dibanding pada model double-log R 2 nya sebesar 82 %. Dilihat dari R 2 -adjustnya, model linear yang menggunakan variabel terikatnya harga lahan adalah model yang lebih baik dibanding dengan variabel terikatnya nilai lahan karena memberikan R 2 -adjust yang lebih tinggi yaitu sebesar 60,9 % sedangkan variabel terikatnya nilai lahan menghasilkan R 2 -adjust hanya sebesar 59,3 %. Dengan model double-log dengan variabel terikatnya nilai lahan, nilai R 2 - adjust yang didapat adalah sebesar 79,1 %. Dilihat dari banyaknya variabel yang berpengaruh nyata dengan menggunakan dependent variabel-nya harga lahan, ada dua variabel yang berpengaruh nyata ( = 0,15) dengan model regresi linear, yaitu variabel fasilitas air dan NJOP. Dengan menggunakan model double-log ada lima variabel yaitu luas lahan, jarak lahan ke jalan, kepadatan penduduk, fasilitas air, NJOP. Dengan dependent variabel nilai lahan ada enam variabel yaitu luas lahan, kepadatan penduduk, jarak lahan ke kantor pemerintahan Kabupaten Bogor, status lahan, sumber lahan, NJOP yang berpengaruh nyata padamodel regresi linear. Pada model double-log ada tiga variabel yang berpengaruh yaitu luas lahan, kepadatan penduduk, dan NJOP. Untuk menguji kelinearan model yang digunakan, dilakukan uji-f. Kedua model memberikan hasil F hitung yang lebih besar dari F tabelnya. Hal itu menunjukkan variabel-variabel bebas secara bersamaan mempunyai pengaruh nyata terhadap variabel tidak bebasnya. Dalam tabel dapat dilihat bahwa besarnya F hitung yaitu 6,52 dengan variabel terikat harga lahan dengan menggunakan model regresi linear dan 11,63 untuk model double-log. Untuk variabel terikat nilai lahan, F hitungnya adalah 6,17 dengan model regresi linear dan 14,41 dengan
77 model double-log. P-value semuanya bernilai nol, lebih kecil dari taraf nyata 15 persen. Uji F yang dilakukan untuk melihat secara bersamaan variabel bebas mempunyai pengaruh nyata terhadap variabel terikatnya sebagai syarat untuk melakukan uji masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikatnya atau disebut dengan uji t. Berdasarkan uji Marquat dapat diduga terjadi atau tidak multikolinearitas. Uji Marquat menggunakan nilai VIF (Variance Inflation factor) sebagai penduga terjadi tidaknya multikolinearitas. Dari hasil data olahan tidak terdapat satupun nilai VIF > 10. Nilai VIF yang dihasilkan paling besar adalah 3,3. Artinya pada model tersebut tidak terjadi multikolinearitas. Sedangkan untuk melihat terjadi atau tidak autokorelasi pada model dilihat dari nilai Durbin-Watson statistic. Dari semua model tersebut didapat nilai Durbin-Watson statistic pada daerah tidak ada kesimpulan. Artinya tidak terjadi autokorelasi pada model tersebut. Penjelasan kedua model lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 18 Tabel 18. Hasil Kedua Model dengan Dua Variabel Terikat Pembanding Harga Lahan Nilai Lahan Regresi Linear Double-log Regresi Linear Double-log R 2 71,9% 82% 70,8% 85% R 2 -adjust 60,9% 75% 59,3% 79,1% Uji-F 6,52 11,63 6,17 14,41 Durbin 1,03739 1,43090 1,72648 1,86443 Watson Signifikasi Ya Ya Tidak Ya Intersep Signifikasi Variabel 2 5 6 3
78 6. 3. 2 Faktor-Faktor yang Berpengaruh Nyata dan Tidak Berpengaruh Nyata Dengan Menggunakan Model Linear dan Duouble-Log Luas Lahan Luas lahan mempunyai pengaruh nyata terhadap nilai lahan baik pada model linear maupun model double-log dengan menggunakan variabel terikat nilai lahan. P-value pada model linear adalah 0,005 dibanding dengan taraf nyata yang digunakan sebesar 15 persen ( = 0,15). Sedangkan dengan model doublelog didapat p-value sebesar 0,000. Koefisien luas lahan yang dihasilkan oleh model linear adalah sebesar + 32.958. Nilai tersebut menunjukkan hubungan yang positif antara luas lahan dengan nilai lahan, yang artinya adalah bahwa setiap kenaikan luas lahan sebesar 1 meter persegi diduga akan meningkatkan nilai lahan sebesar Rp. 32.958,00 per meter perseginya. Koefisien yang didapat dengan menggunakan model double log adalah sebesar + 0,7130. Nilai tersebut menunjukkan hubungan yang positif antara luas lahan dengan nilai lahan. Tetapi berbeda interpretasinya dengan menggunakan model linear. Koefisien yang dihasilkan oleh model double-log menunjukkan nilai elastisitas. Setiap kenaikan 1 persen luas lahan yang dijual maka diduga akan meningkatkan nilai lahan sebesar 0,7130 persen per meter perseginya. Berbeda hasilnya ketika menggunakan variabel yang dijelaskan adalah harga lahan. Pada model linear, tidak berpengaruh nyata dengan menghasilkan p- value sebesar 0,501 dan koefisiennya sebesar 52,39, sedangkan dengan menggunakan model double-log berpengaruh nyata yang dapat dilihat dari p-value yang lebih besar dari taraf nyatanya, p-value-nya sebesar 0,002 dengan koefisien 0,26860. Pengitepretasian seperti pada penjelasan di atas tetapi peubah terikatnya diganti dengan harga lahan.
79 Jarak Lahan ke Jalan Dengan menggunakan variabel terikat nilai lahan, baik dengan menggunakan model linear maupun model double-log, variabel jarak lahan ke jalan tidak berpengaruh nyata. P-value pada model linear adalah 0,828 dan model double-log sebesar 0,221. Kedua p-value dibandingkan dengan taraf nyata yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sebesar 15 %. Kemudian dengan variabel terikatnya harga lahan, variabel jarak lahan ke jalan yang sering dilalui kendaraan roda empat mempunyai pengaruh nyata pada model double-log dengan p-value 0,138. Sedangkan dengan menggunakan model linear tidak berpengaruh nyata, p- value-nya 0,282. Koefisien yang didapat pada model double-log tersebut adalah -0,10111, koefisien menunjukkan hubungan yang negatif dengan harga lahan. Setiap kenaikan jarak lahan ke jalan yang sering dilalui kendaraan roda empat sebesar 1 persen maka akan terjadi penurunan harga lahan sebesar 0,10111 persen. Jarak lahan ke jalan yang sering dilalui kendaraan roda empat tidak berpengaruh nyata karena pada umumnya jaringan trasportasi yang ada di Kecamatan Cibinong cukup baik, kondisi jalan relatif baik dan seluruh wilayah dapat dilalui kendaraan roda empat sepanjang tahun. Cibinong mempunyai jalan dengan luas 223,04 hektar (sumber : Potensi Kecamatan Cibinong, 2007). Kepadatan Penduduk Nilai p-value sebesar 0,008 dan 0,017 dengan menggunakan variable bebasnya nilai lahan pada masing-masing model linear dan model double-log menunjukkan pengaruh yang nyata kepadatan penduduk terhadap penentuan nilai
80 lahan per persilnya. Koefisien sebesar + 9869 menunjukkan hubungan yang positif antara nilai lahan dengan kepadatan penduduk dengan menggunakan model liniear. Setiap kenaikan kepadatan penduduk sebesar 1 jiwa/km 2 menunjukkan nilai lahan yang diduga naik sebesar Rp. 9.869,00 per persilnya. Pada model double-log, koefisien yang didapat adalah sebesar + 0,5596 artinya setiap kenaikan kepadatan penduduk sebesar 1 persen diduga nilai lahan akan mengalami peningkatan sebesar 0,5596 persen. Dengan menggunakan variabel harga lahan sebagai variabel terikatnya didapat p-value sebesar 0,069 dan koefisen sebesar 0,3172 pada model double-log artinya kepadatan penduduk mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap harga lahan dan hubungan kedua variabel berbanding lurus atau positif. Penjelasan mengenai besarnya pengaruh kepadatan penduduk terhadap harga lahan seperti pada penjelasan dengan model double-log di atas. Model linear dengan variabel terikatnya adalah harga lahan tidak mempunyai pengaruh nyata terhadap harga lahan dengan taraf nyata yang digunakan dalam penelitian ini15 %. Hal ini dapat dilihat dengan besarnya p-value pada data olahannya yaitu sebesar 0,334. Kepadatan penduduk diduga mempunyai pengaruh yang nyata dan positif terhadap nilai lahan karena penduduk yang padat akan lebih ramai dan mempunyai aktifitas perekonomian yang lebih besar jika dibandingkan dengan wilayah dengan kepadatan penduduk yang kecil. Aktifitas ekonomi yang besar akan memberikan dampak yang positif terhadap lahan karena semakin banyaknya orang yang ingin mendapatkan lahan tersebut dengan harga tawaran yang tinggi.
81 Jarak Lahan ke Pasar P-value yang cukup besar yang dihasilkan dari pengolahan data baik pada model linear maupun double-log menunjukkan tidak berpengaruhnya variabel bebasnya dalam penentuan nilai lahan dengan taraf kepercayaan sebesar 85 %. Masing-masing model menghasilkan nilai p-value sebesar 0,693 dan 0,642. Sebesar 0,426 dan 0,667 nilai p-value pada masing-masing model secara berurutan dengan variabel terikatnya harga lahan. Variabel tersebut akan berpengaruh nyata dengan menggunakan tingkat kepercayaan 30 %. Pasar Cibinong menjadi pasar kontrol dalam penelitian ini. Pemilihan Pasar Cibinong karena pasar yang layak dan cukup besar di kecamatan tersebut Ketidaknyataan pengaruh jarak lahan terhadap variabel tidak bebasnya disebabkan oleh banyaknya pasar yang dengan mudah dapat dijangkau oleh masyarakat. Jaringan transportasi yang ada di Kecamatan Cibinong juga cukup baik, kondisi jalan yang relatif baik, sebagian sudah beraspal dan seluruh wilayah dapat dijangkau. Angkutan umum yang menghubungkan Kecamatan Cibinong dengan daerah-daerah lain baik dalam maupun di luar Kabupaten Bogor banyak rutenya. Angkutan umum terdiri dari berbagai jenis kendaraan meliputi Bus, Metromoni, dan Angkutan Kota. Trayek angkutan umum yang melalui kecamatan tersebut juga banyak seperti trayek Pasar Citereup-Anyar, Bogor-Depok, Bubulak- Cibinong, Cibinong-kampung Rambutan, Jonggol-Cibinong, Cibinong- Bojonggede, Cibinong-Senen, dan Cibinong-Kalideres.
82 Jarak Lahan ke Kantor Pemerintahan Daerah Kabupaten Bogor Variabel ini hanya berpengaruh nyata pada model linear dengan variabel terikatnya nilai lahan, p-value yang dihasilkan sebesar 0,051. Sedangkan dengan variabel terikat harga lahan memberikan p-value yang besar yaitu 0,340 yang artinya tidak mempunyai pengaruh nyata dengan tingkat kepercayaan 85 %. Pada model double-log, variabel bebas tersebut tidak memberikan hasil yang berpengaruh nyata baik terhadap nilai lahan maupun terhadap harga lahan. P- value adalah 0,287 pada nilai lahan dan 0,160 pada harga lahan. Variabel bebas tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap harga lahan karena bukan hanya di sekitar kantor pemerintahan daerah pusat perekonomian. Wilayah-wilayah kecil sudah cukup ramai dan mempunyai aktivitas perekonomian tersendiri. Walaupun secara nyata aktivitas perekonomian tersebut lebih kecil jika dibandingkan dengan di kabupatennya. Fasilitas Air Hasil regresi dengan Minitab menunjukkan harga lahan dipengaruhi secara nyata pada taraf nyata 15 % dengan dua model yang berbeda. Nilai P-value sebesar 0,085 dan 0,108 secara berurutan pada masing-masing model. Koefisiennya sebesar + 71.109 pada model linear dan + 0,2754 pada model double-log menunjukkan pengaruh yang positif variabel bebas tersebut terhadap harga lahannya. PDAM yang merupakan kontrol yang digunakan dalam penelitian ini memberikan dampak yang positif terhadap harga lahan. Hal ini dapat diterima karena masih jarangnya penduduk menggunakan PDAM sebagai sumber airnya.
83 PDAM yang ada di Kecamatan Cibinong sebesar 4.051 unit merupakan sumber air terkecil yang ada di daerah tersebut. Sumur gali sebesar 5.540 unit dan sumur pompa sebesar 17.904 unit. Faktor tersebutlah yang membuat harga lahan turut dipengaruhi secara nyata oleh PDAM, dan pengaruhnya positif terhadap harga lahan. Besarnya pengaruh tersebut dapat dilihat melalui koefisiennya. Nilainya + 71.109 yang berarti apabila fasilitas air yang digunakan adalah PDAM maka harga lahan akan dihargai lebih tinggi dari penggunaan sumber air lain sebesar Rp. 71.109,00 dan nilai + 0,2574 berarti apabila fasilitas air yang digunakan adalah PDAM akan dihargai lebih tinggi sebesar 0,2574 persen dibanding dengan penggunaan sumber air lain yang digunakan. Status Lahan Hanya dengan menggunakan variabel bebas nilai lahan variabel tersebut berpengaruh nyata pada model linear. P-value yang dihasilkan adalah sebesar 0,051 lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan dengan koefisien yang dihasilkan sebesar 20.541.852, artinya mempunyai pengaruh yang negatif terhadap nilai lahan. Hubungan yang negatif antara status lahan dengan nilai lahan karena pada lahan yang bernilai tinggi pada umumnya belum memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM) dibanding dengan lahan yang memiliki SHM. Harga lahan tidak dipengaruhi secara nyata oleh variabel status lahan baik dengan menggunakan model linear maupun dengan model doule-log. Ketidaknyataan tersebut dapat dilihat pada nilai p-valuenya yaitu secara berturutturut sebesar 0,802 dan 0,925. Ketidaknyataan variabel ini dipengaruhi oleh
84 kemajuan daerah tersebut, penduduk rata-rata sudah tidak mau mengambil resiko dalam hal hak lahan, untuk menghindarkan diri dari sengketa mereka sudah mengurus SHM (Sertifikat Hak Milik). Kondisi Jalan Variabel ini tidak mempunyai pengaruh nyata pada semua model yang dipakai baik dengan nilai lahan maupun harga lahan pada tingkat kepercayaan 15 %. Nilai p-value yang dihasilkan oleh model regresi sangat besar yaitu 0,974 dan 0,570 sedangkan dengan model double-log besarnya adalah 0974 dan 0,822. Variabel boneka kondisi jalan tersebut tidak berpengaruh nyata karena sebagian besar jalan yang ada di Kecamatan Cibinong mulai dari perkotaan sampai perdesaan sudah beraspal. Kondisi ini dipandang tidak mempengaruhi pembeli memberikan penilaian yang lebih tinggi. Sumber Lahan Dependent variable nilai lahan pada model linear saja yang dipengaruhi secara nyata dengan tingkat kepercayaan 85 %. Koefisiennya adalah +17.440.854, artinya apabila lahannya bersumber dari lahan warisan yang merupakan dummy control-nya, maka nilainya lebih tinggi sebesar Rp. 17.440.854,00 per persilnya dibanding dengan sumber lahan lainnya. Tanah warisan yang dijual tersebut pada umumnya dalam skala yang besar. Berbeda dengan apa yang didapat dengan variabel terikatnya adalah harga lahan, model linear dan model double-log tidak membuat variabel boneka ini mempunyai pengaruh secara nyata terhadap harga lahan. Nilai p-value masing-
85 masing model adalah 0,517 dan 0,961. Nilai tersebut lebih besar dari taraf nyata yang digunakan yaitu sebesar 15 persen. Variabel tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap harga lahan karena lahan tersebut sama harganya baik untuk lahan warisan maupun dari sumber lahannya. Ancaman Banjir Pada dua model dengan menggunakan variabel terikatnya harga lahan dan nilai lahan menunjukkan variabel ancaman banjir tidak mempengaruhi harga dan nilai lahan secara nyata dengan tingkat kepercayaan 15 %. Nilai p-value yang didapat dari hasil analisis lebih besar dari taraf nyata yang digunakan. P-value masing-masing model dengan variabel terikat harga lahan adalah 0,231dan 0,190 sedangkan dengan variabel terikat nilai lahan adalah 0,799 dan 0,351. Posisi Kecamatan Cibinong yang terletak pada 120 M-140 M di atas permukaan laut menunjukkan daerah ini tidak terancam banjir apabila hujan turun dalam jangka waktu yang cukup lama. Wilayah di kecamatan ini hanya mengalami penggenangan air, itupun dalam waktu tidak lama air akan teresap ke dalam tanah. Kondisi ini membuat ancaman banjir tidak terlalu berpengaruh dalam menentukan harga lahan di Kecamatan Cibinong. NJOP Nilai Jual Objek Pajak merupakan variabel satu-satunya yang berpengaruh nyata dengan dua model yang berbeda dengan variabel terikatnya nilai dan harga lahan. P-valuenya, dengan variabel terikatnya nilai dan harga lahan, sangat kecil yaitu 0,001 dengan koefisien + 198 dan 0,008 dengan koefisien + 0,4738 pada
86 model linear. Pada model double-log menghasilkan nilai p-value sebesar 0,002 dengan koefisien + 0,601 dan 0,000 dengan koefisien + 0,5301. Nilai p-value yang sangat kecil ini menunjukkan NJOP sangat berpengaruh nyata terhadap harga dan nilai lahan dengan taraf nyata 15 % bahkan sampai pada taraf nyata 0, 3 %. Koefisiennya menunjukkan hubungan yang positif antara NJOP dengan harga dan nilai lahan. Artinya jika NJOP naik maka harga dan nilai lahan juga diduga akan meningkat. NJOP yang merupakan harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jualbeli dan harus dibayar oleh pemilik lahan kepada pemerintah. NJOP yang dikenakan pemerintah mempunyai banyak kelas. Berdasarkan sumber informasi yang didapat dari kantor kecamatan dan data dari kuisioner, lahan di wilayah penelitian tersebut cenderung dibebankan ke dalam kelas menengah ke atas, paling rendah NJOP-nya adalah Rp. 48.000,00 dan paling tinggi adalah Rp. 394.000,00. Dalam bertransaksi jual-beli lahan baik pembeli sangat memperhatikan betul NJOP tersebut. Harga yang ditetapkan tidak jauh berbeda dari NJOP-nya. Ada yang berada di bawah NJOP tetapi hanya beberapa saja dan paling banyak di atas NJOP-nya. Hal tersebut yang membuat NJOP mempunyai pengaruh sangat nyata dan positif dengan variabel bebasnya.