Bab VII HASIL DAN ANALISIS Sintesis populasi dengan simulasi Monte Carlo memberikan sekitar 220.000 percobaan untuk 1300 sistem bintang ganda progenitor. Sistem bintang progenitor sebelumnya telah diseleksi dengan memperhatikan batasan m 1, m 2, q dan R L,1 agar dapat dievolusikan. Batasan ini diberikan untuk menjamin sistem tidak akan memiliki massa terlalu kecil, menjadi terlalu tua, ataupun mengalami supernova serta masih bisa berevolusi dalam roche lobe-nya. Hasil seleksi tersebut memberikan sejumlah model yang siap dievolusikan dengan Program STAR. Setelah evolusi selesai hingga tahap horizontal branch, sistem akhir akan diperiksa untuk mengetahui sistem mana yang mengalami fase CE dan berhasil melewatinya. Pemeriksaan fase CE dilakukan dengan menghitung perubahan P orb terhadap waktu serta perbandingan R L,1 /R 1. Sistem dinyatakan mengalami CE jika terjadi penurunan drastis pada P orb dan R L,1 = R 1. Kemudian sistem ini akan diperiksa lagi untuk mengetahui berapa dari jumlah tersebut yang berhasil melewati fase CE dan menjadi sistem post-ce. Perbandingan R L,2 /R 2 adalah parameter yang akan ditinjau untuk menentukan keberhasilan sistem menjadi post-ce binary. Apabila setelah fase CE bintang sekunder belum memenuhi roche lobe-nya maka sistem tersebut dikatakan selamat menjadi sistem PCEB. Sistem-sistem ini yang akan dianalisis parameternya untuk memperoleh distribusi m core, P orb dan a f. VII.1 Karakteristik Hasil Evolusi Hasil akhir dari seluruh sistem yang dievolusikan dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis sistem yaitu sistem yang tidak mengalami CE karena flash (indeks 0 dan 3), sistem yang mengalami CE (indeks 1), dan sistem yang terlalu tua (indeks 2). Besar angin bintang yang digunakan mempengaruhi hasil akhir sintesis populasi dimana semakin besar angin bintang yang digunakan maka semakin sedikit sistem yang mengalami CE. 37
VII.2 Parameter Sistem Post-CE Pada bagian ini akan ditinjau distribusi dari berbagai parameter sistem post- CE untuk ketiga nilai parameter angin yang digunakan. Beberapa parameter yang akan ditinjau adalah distribusi posisi sistem post-ce pada diagram HR, distribusi m core bintang primer, distribusi separasi akhir untuk tiap metode, distribusi roche lobe bintang sekunder, distribusi massa sekunder dan distribusi parameter λ. Dari ketiga nilai parameter angin, model tanpa angin bintang memberikan jumlah sistem post-ce yang paling banyak. Hasil seleksi untuk sistem post-ce dari 1000 model yang dievolusikan berbeda-beda untuk parameter angin yang berbeda. Selain itu sistem juga ditinjau dengan menggunakan nilai parameter α dan γ yang berbeda. Jumlah sistem post-ce yang diperoleh untuk masing-masing nilai α dan γ adalah sebagai berikut: 1. untuk α = 0.3 ada 339 sistem (wind = 0), 222 sistem (wind = 0.3), 146 sistem (wind = 0.5) 2. untuk α = 0.5 ada 508 sistem (wind = 0), 392 sistem (wind = 0.3), 313 sistem (wind = 0.5) 3. untuk α = 0.5 ada 753 sistem (wind = 0), 629 sistem (wind = 0.3), 536 sistem (wind = 0.5) 4. untuk γ = 1.5 ada 765 sistem (wind = 0), 650 sistem (wind = 0.3), 562 sistem (wind = 0.5) 5. untuk γ = 1.6 ada 734 sistem (wind = 0), 639 sistem (wind = 0.3), 535 sistem (wind = 0.5) 6. untuk γ = 1.7 ada 718 sistem (wind = 0), 608 sistem (wind = 0.3), 511 sistem (wind = 0.5) 38
VII.2.1 Posisi Sistem Post-CE di Diagram HR Jumlah dan distribusi dari sistem yang mengalami CE serta sistem yang selamat menjadi post-ce pada diagram HR akan di-plot untuk tiap parameter angin yang ditinjau seperti pada gambar VII.1 untuk wind = 0, VII.2 untuk wind = 0.3 dan VII.3 untuk wind = 0.5. Posisi dari sistem-sistem post-ce akan dibandingkan terhadap jejak evolusi bintang tunggal dengan massa antara 1 8 M. Karena sintesis populasi dilakukan untuk tiga nilai angin bintang yang berbeda maka posisi sistem post-ce pada diagram HR juga di-plot untuk masing-masing nilai tersebut. Hal ini disebabkan karena jejak evolusi bintang akan berbeda jika menggunakan parameter angin yang berbeda. Dari kedua metode yang ditinjau, metode α menunjukkan kecenderungan jumlah yang semakin meningkat seiring membesarnya nilai α. Sedangkan metode γ menunjukkan kecenderungan sebaliknya walaupun pebedaannya hanya sedikit. Selain itu, untuk tiap nilai α atau γ, pemakaian angin bintang untuk sintesis populasi berdampak pada pengurangan jumlah sistem yang berhasil menjadi post-ce. Semakin besar angin maka semakin sedikit jumlah sistem yang selamat. 39
Gambar VII.1: Pada diagram HR di atas diberikan plot distribusi sistem yang selamat dari fase CE yang dievolusikan tanpa menggunakan angin bintang. Titik biru menunjukkan sistem yang mengalamice tetapi tidak selamat sedangkan titik merah adalah letak sistem yang berhasil melewati fase CE. Tiga buah grafik di sebelah kiri adalah seleksi sistem post-ce menggunakan α dan tiga grafik di sebelah kanan merupakan hasil seleksi dengan γ. 40
Gambar VII.2: Sama seperti pada gambar VII.1 tetapi dengan parameter angin sebesar 0.3 41
Gambar VII.3: Sama seperti pada gambar VII.1 tetapi dengan parameter angin sebesar 0.5 42
Selain posisi sistem post-ce pada diagram HR, frekuensi m core juga akan di-plot untuk melihat pengaruh tinjauan metode yang digunakan terhadap jumlah sistem yang selamat dari fase CE. Sebagai perbandingan hasil yang diperoleh Ginanjar (2006) diberikan pada gambar VII.4. Dalam melakukan sintesis populasi Ginanjar (2006) tidak menggunakan angin bintang dan sistem post-ce diseleksi dengan menggunakan α sebesar 1.0. Distribusi m core yang dihasilkan menunjukkan profil double-peak dengan satu puncak 0.4 M dan satu puncak lagi sekitar 0.6 M. Gambar VII.4: Distribusi m core yang diperoleh dari sintesis populasi untuk sistem post-ce. tanpa angin bintang dan ditinjau dengan nilai α = 1.0 (Ginanjar 2006) Berbeda dengan hasil yang diperoleh Ginanjar (2006), sintesis populasi pada tesis ini berhasil memperoleh distribusi single-peak terutama untuk nilai α = 0.3. Penggunaan angin bintang membuat puncak tergeser ke kiri ke arah m core lebih kecil. Ini terlihat pada grafik distribusi m core untuk masing-masing nilai α dan γ yang diberikan pada gambar VII.5. 43
Gambar VII.5: Distribusi m core dengan enam buah nilai α dan γ. Pada grafik sebelah kiri dari atas ke bawah: α = 0.3, 0.5 dan 1.0. Grafik sebelah kanan dari atas ke bawah: γ = 1.5, 1.6 dan 1.7. Pada tiap grafik, garis merah menunjukkan evolusi tanpa angin bintang, garis hijau menggunakan angin 0.3 dan garis biru menggunakan angin 0.5 44
VII.2.2 Distribusi λ Distribusi nilai λ memperlihatkan kecenderungan yang berbeda untuk tiap parameter. Hasil dari Ginanjar (2006) adalah distribusi dengan puncak di sekitar 0.4 seperti pada gambar VII.6. Puncak distribusi λ yang diperoleh dalam tesis ini berada di sekitar 0.3 dan semakin bergeser ke kiri dengan nilai α yang mengecil. Sedangkan pada metode γ besarnya nilai γ yang digunakan tidak terlalu berpengaruh pada λ dan dengan hasil yang lebih kecil dengan pekerjaan sebelumnya (de Kool 1992, Willem & Kolb 2004) dimana nilai λ yang digunakan adalah 0.5. Gambar VII.6: Distribusi λ dari hasil sintesis populasi oleh Ginanjar (2006) Pada gambar VII.7 terlihat bahwa nilai λ bergeser ke kanan seiring kenaikan nilai α hingga akhirnya distribusi antara α dan γ sesuai untuk nilai α besar. 45
Gambar VII.7: Distribusi λ untuk dua metode yang berbeda. Sebelah kiri adalah metode α sedangkan sebelah kanan untuk metode γ. Ke arah bawah menunjukkan nilai parameter yang semakin besar, yaitu 0.3, 0.5 dan 1.0 untuk α, 1.5, 1.6 dan 1.7 untuk γ. Pada tiap grafik, garis merah menunjukkan evolusi tanpa angin bintang, garis hijau menggunakan angin 0.3 dan garis biru menggunakan angin 0.5. 46
VII.2.3 Distribusi M core vs Usia Berbeda dengan hasil yang diperoleh Ginanjar (2006), distribusi m core yang diperoleh melalui sintesis populasi dengan evolusi horizontal branch berhasil menambah jumlah m core di sekitar massa inti 0.6 M. Walaupun demikian masih terlihat adanya gap pada massa 0.5 M yang disebabkan oleh perbedaan massa inti bintang ketika meneruskan evolusi dari giant branch menuju horizontal branch. Gambar VII.8 menunjukkan plot distribusi m core terhadap usia CE yang diperoleh Ginanjar (2006). Gambar VII.8: Hubungan mcore dengan usia sistem pada saat terjadi CE. Ada gap disekitar m core = 0.5 M (Ginanjar 2006) Hasil yang diperoleh melalui tesis ini juga menunjukkan adanya gap di sekitar m core 0.5 M, sesuai dengan hasil yang diperoleh Ginanjar (2006), Politano (1996) dan de Kool (1992). Politano (1996) dan de Kool (1992) menjelaskan keberadaan gap tersebut disebabkan karena diskontinuitas massa inti bintang primer antara giant branch dan horizontal branch. Untuk parameter 47
angin yang sama, metode α dan γ memperlihatkan profil yang mirip hanya pada nilai α besar yaitu 1.0, sama seperti pada m core dan λ. Ini disebabkan karena nilai α kecil akan mengurangi sistem dengan m core kecil. Sedangkan semakin besar angin yang digunakan terlihat bahwa jumlah sistem di sebelah kanan gap semakin berkurang. Hal ini berarti angin bintang mengurangi jumlah sistem dengan m core besar. Pengurangan jumlah ini konsisten untuk kedua metode yang digunakan seperti yang ditunjukkan pada gambar VII.9, VII.10, dan VII.11. Diperkirakan munculnya profil double-peak pada distribusi m core bukan karena jumlah sistem dengan m core kecil bertambah tetapi justru sebaliknya. Sistem dengan m core besar semakin berkurang dengan membesarnya angin, karena angin menjadi semakin berpengaruh untuk bintang dengan massa besar. 48
Gambar VII.9: Distribusi m core terhadap usia pada saat terjadinya CE untuk dua metode yang berbeda. Sebelah kiri adalah metode α sedangkan sebelah kanan untuk metode γ. Ke arah bawah menunjukkan nilai parameter yang semakin besar, yaitu 0.3, 0.5 dan 1.0 untuk α, 1.5, 1.6 dan 1.7 untuk γ. 49
Gambar VII.10: Sama seperti pada gambar VII.9 tetapi dengan angin 0.3 50
Gambar VII.11: Sama seperti pada gambar VII.9 tetapi dengan angin 0.5 Jika ditinjau dari usia, sistem yang selamat memiliki usia maksimal sekitar 10 milyar tahun, tidak jauh berbeda dari hasil yang diperoleh Ginanjar (2006). Ini berarti pengubahan limitasi usia dari 10 milyar tahun menjadi 12 milyar tahun tidak terlalu berpengaruh pada hasil. 51