HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
METODOLOGI PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

VII. ANALISIS FINANSIAL

HASIL DAN PEMBAHASAN

Mulai. Merancang bentuk alat. Menggambar dan. menentukan dimensi. Memilih bahan. Diukur bahan yang akan digunakan

III. METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE. Penelitian inidilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan Oktober 2016

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Wilayah Kabupaten Lampung Barat pada bulan Januari

LAMPIRAN. Mulai. Merancang bentuk alat. Menggambar dan menentukan dimensi alat. Memilih bahan. Mengukur bahan yang akan digunakan

Lampiran 2. Flowchart perencanaan penelitian. Mulai iii. Menimbang Biji Kedelai. Menyiapkan 2 jenis Mata Pisau yang Akan.

Lampiran 1. Impor Ikan Asap Dunia Tahun 2008

BAB VI ASPEK KEUANGAN. investasi dari perusahaan Saru Goma. Proyeksi keuangan ini akan dibuat dalam

BAHAN DAN METODE. Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tulang

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

Mulai. Merancang bentuk alat. Menggambar dan menentukan dimensi alat. Memilih bahan. Mengukur bahan yang akan digunakan

METODOLOGI PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

METODOLOGI PENELITIAN

Mulai. Merancang bentuk alat. - Menentukan dimensi alat - Menghitung daya yang diperlukan - Menghitung kecepatan putaran alat Menggambar alat

VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL

VIII. ANALISIS FINANSIAL

MESIN PENGGORENG VAKUM (VACUUM FRYER)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Mulai. Merancang bentuk alat. Menggambar dan menentukan dimensi alat. Memilih bahan. Diukur bahan yang akan digunakan

PEMBUATAN MENTEGA BUAH NAGA (KAJIAN EKSTRAK BUAH NAGA : KONSENTRASI SORBITOL) SKRIPSI. Oleh : IRA HERU PURWANINGSIH NPM :

LAPORAN HASIL LITBANG

BAB V ANALISIS BIAYA PENGERINGAN GABAH MENGUNAKAN PENGERING RESIRKULASI

VII ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

VII. ANALISIS ASPEK FINANSIAL

Mulai. Merancang bentuk alat. Menggambar dan menentukan dimensi alat. Memilih bahan. Diukur bahan yang akan digunakan

Mulai. Merancang bentuk alat. Menggambar dan menentukan dimensi alat. Memilih bahan. Memotong bahan yang digunakan sesuai dengan dimensi pada gambar

Mulai. Merancang bentuk alat. - Menentukan dimensi alat - Menghitung daya yang diperlukan. Menggambar alat. Memilih bahan yang akan digunakan

Kajian Rekayasa Proses Penggorengan Hampa dan Kelayakan Usaha Produksi Keripik Pisang

1. PENDAHULUAN. buah dan sayur termasuk produk yang cepat rusak (perishable).

1. Formulasi mellorin serta analisa sifat fisik dan proksimat.

Mulai. Perancangan bentuk alat. Menggambar dan menentukan dimensi alat. Memilih bahan. Pengukuran bahan yang akan digunakan

Mulai. Merancang bentuk alat. Menggambar dan menentukan dimensi alat. Memilih bahan. Diukur bahan yang akan digunakan

LAMPIRAN Lampiran 1. Flow chart pelaksanaan penelitian

VII. KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL

PEMANFAATAN KARAGENAN DAN ASAM SITRAT UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS TAHU

IV. DESKRIPSI USAHA PENGOLAHAN TEPUNG UBI JALAR

Mulai. Merancang bentuk alat. Menggambar dan menentukan dimensi alat. Memilih bahan. Mengukur bahan yang akan digunakan

Pengujian alat. Pengukuran parameter. Analisis data. selesai

Mulai. Dirancang bentuk alat. Digambar dan ditentukan ukuran alat. Dipilih bahan. Diukur bahan yang akan digunakan. dirangkai alat.

METODE PERBANDINGAN EKONOMI. Pusat Pengembangan Pendidikan - Universitas Gadjah Mada

VII ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. METODE PENELITIAN. Pasca Panen Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMBUATAN TEPUNG BENGKUANG DENGAN KAJIAN KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT (Na 2 S 2 O 5 ) DAN LAMA PERENDAMAN SKRIPSI

VII. ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PELAKSANAAN. bulan April 2013 sampai dengan pertengahan Juni 2013.

VII. PEMBAHASAN ASPEK FINANSIAL

VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL

ANALISIS SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK KERIPIK BUAH MANGGA (Mangifera indica L.) PRODUK OLAHAN VACUUM FRYING

VII ANALISIS ASPEK FINANSIAL

6 ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN SURIMI

RENCANA OPERASIONAL PENGKAJIAN PERTANIAN (ROPP)

VII ANALISIS ASPEK FINANSIAL

KUISIONER PENELITIAN MI JAGUNG Pengrajin Mi

OPTIMASI SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN HAMPA (VACUUM FRYING) DALAM PRODUKSI KERIPIK UBI JALAR MENTAWAI NI MADE CITTA ISWARI

Proceeding Lokakarya Nasional Pemberdayaan Potensi Keluarga Tani Untuk Pengentasan Kemiskinan, 6-7 Juli 2011

BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2011 sampai bulan Mei 2011 bertempat

Lampiran 2. Jumlah kamar hotel berbintang dan melati yang terjual di kota Semarang Kamar terjual

VIII. ANALISIS FINANSIAL

Analisis usaha alat tangkap gillnet di pandan Kabupaten Tapanuli 28. Tengah Sumatera Utara

Biaya pokok produksi kangkung : ,91 Rp/kg

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH PROPORSI TEPUNG TERIGU : PISANG TANDUK KUKUS DAN PENAMBAHAN TELUR TERHADAP KUALITAS CAKE SKRIPSI. Oleh :

usaha dari segi keuntungan. Analisis finansial dilakukan dengan menggunakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar Air dan Aktivitas Air

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Mulai. Merancang bentuk alat. Menggambar dan menentukan dimensi alat. Memilih bahan. Mengukur bahan yang

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB XVI KEGIATAN AGRIBISNIS

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

UJI SUHU PENGGORENGAN KERIPIK SALAK PADA ALAT PENGGORENGAN VAKUM (VACUUM FRYING) TIPE VACUUM PUMP

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

VII. ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

C.3. AGROINDUSTRI TEPUNG CABE I. PENDAHULUAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG [1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini

MODUL 2 NUGGET IKAN. Indikator Keberhasilan: Mutu nugget ikan yang dihasilkan memiliki tekstur yang kenyal dan rasa khas ikan.

BAB VII KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL

III. METODE PENELITIAN. Proses produksi kopi luwak adalah suatu proses perubahan berbagai faktor

KAJIAN PENGGUNAAN PATI DARI UBI KAYU SEBAGAI BAHAN EDIBLE COATING UNTUK MEMBUAT KERIPIK NENAS RENDAH LEMAK

SKRIPSI. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN HAMPA TERHADAP SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK KERIPIK BENGKUANG (Pachyrhizus erosus L.

SKRIPSI. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN HAMPA TERHADAP SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK KERIPIK BENGKUANG (Pachyrhizus erosus L.

SKRIPSI. Oleh : Roseria Anggiarini Lestari NPM

VII. RENCANA KEUANGAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Analisis kelayakan teknis meliputi : aspek bahan baku, aspek peralatan dan

Transkripsi:

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN LAMA PENGGORENGAN HAMPA TERHADAP MUTU DAN ORGANOLEPTIK KERIPIK IKAN LEMURU Penelitian tahap satu ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh suhu dan lama penggorengan terhadap parameter mutu dan organoleptik, serta menentukan suhu dan waktu penggorengan yang optimal dilihat dari uji fisikokimia dan pembobotan. Hasil produk keripik ikan lemuru dapat dilihat pada gambar dibawah ini. Gambar 10. Hasil produk keripik ikan lemuru dalam berbagai tingkatan suhu dan waktu penggorengan 25

1.Rendemen Gambar 11.Grafik hubungan pengaruh suhu dan waktu penggorengan terhadap Rendemen keripik ikan lemuru Dilihat dari grafik, rendemen rata-rata keripik ikan lemuru yang dihasilkan berkisar antara 37 % - 49.5%. Nilai rendemen terkecil diperoleh pada perlakuan suhu penggorengan 100 o C dengan waktu penggorengan 60 menit. Hubungan antara pengaruh perlakuan penggorengan dengan rendemen dapat dilihat pada gambar 11. Secara umum, dari gambar 11 dapat dilihat bahwa semakin tinggi suhu dan waktu penggorengan, nilai rendemen yang dihasilkan cenderung menurun. Hasil uji statistik (lampiran 7a) menunjukkan bahwa faktor suhu dan waktu penggorengan berpengaruh nyata terhadap turunnya nilai rendemen keripik ikan lemuru (p<0.05). Sedangkan interaksi antara faktor suhu dan waktu penggorengan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai rendemen keripik ikan lemuru (p>0.05). Hasil uji lanjut Duncan (lampiran 7b) memperlihatkan bahwa keripik ikan lemuru yang digoreng pada suhu 80 o C menghasilkan keripik dengan rendemen terbesar dan berbeda nyata dengan semua produk yang digoreng pada suhu 90 o C dan 100 o C. Sedangkan produk yang digoreng pada suhu 100 o C memiliki nilai rendemen terkecil dan tidak berbeda nyata dengan produk yang digoreng pada suhu 90 o C. Sedangkan menurut uji lanjut Duncan (lampiran 7c), produk yang digoreng selama 30 menit menghasilkan rendemen terbesar namun tidak berbeda nyata dengan waktu 45 menit tetapi berbeda nyata dengan 60 menit. Sedangkan yang waktu 60 menit memiliki rendemen terkecil namun tidak berbeda nyata dengan waktu penggorengan 45 menit. Penurunan nilai rendemen ini disebabkan karena sejumlah air yang terkandung dalam bahan mengalami penguapan akibat panas dari minyak goreng. Semakin lama waktu penggorengan maka nilai rendemen akan semakin menurun (Winarti,2000). Saat terjadi kenaikan suhu, kapasitas pengikatan air akan menurun dan air akan menguap (Hallstrom,1980). Dan kehilangan air paling banyak jumlahnya akan semakin bertambah dengan meningkatnya suhu penggorengan (Irawan, 1992). 26

2. Kadar Air Gambar 12.Grafik hubungan pengaruh suhu dan waktu penggorengan terhadap Kadar air keripik ikan lemuru Nilai kadar air rata-rata berkisar antara 1.465%-24.56% basis basah. Dari gambar 12 terlihat bahwa kadar air terkecil terdapat pada perlakuan penggorengan dengan suhu 100 o C dan waktu penggorengan 60 menit sedangkan yang terbesar suhu 80 o C dan waktu 30 menit. Gambar 12 menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu dan waktu penggorengan maka nilai kadar air akan cenderung menurun. Hasil analisis sidik ragam (lampiran 8a) menunjukkan bahwa faktor suhu dan waktu penggorengan berpengaruh nyata terhadap nilai kadar air (p<0.05). Begitu juga dengan interaksi antara faktor suhu dan waktu penggorengan berpengaruh nyata terhadap nilai kadar air (p<0.05). Uji lanjut Duncan (lampiran 8b) menunjukkan bahwa nilai kadar air terkecil terdapat pada perlakuan penggorengan dengan suhu 100 o C namun tidak berbeda nyata dengan suhu penggorengan 90 o C. Nilai kadar air terbesar terdapat pada perlakuan penggorengan dengan suhu 80 o C dan berbeda nyata dengan semua suhu penggorengan yaitu 90 o C dan 100 o C. Sementara uji lanjut Duncan (lampiran 8c) memperlihatkan bahwa perlakuan penggorengan dengan waktu 60 menit memiliki kadar air terkecil dan berbeda nyata dengan semua perlakuan waktu penggorengan. Sedangkan nilai kadar air terbesar terdapat pada perlakuan penggorengan dengan waktu 30 menit dan berbeda nyata dengan semua perlakuan waktu penggorengan. Menurut uji lanjut Duncan (lampiran 8d), nilai kadar air terkecil terdapat pada perlakuan penggorengan dengan kombinasi suhu 100 o C dan waktu 60 menit namun tidak berbeda nyata dengan kombinasi 90 o C selama 45 menit dan 90 o C selama 60 menit. Sementara kadar air terbesar terdapat pada kombinasi suhu 80 o C selama 30 menit dan berbeda nyata dengan semua perlakuan kombinasi antara suhu dan waktu penggorengan. Penyebab dari menurunnya kadar air adalah akibat panas dari minyak goreng yang menguapkan sejumlah kadar dari bahan. Peningkatan suhu dan waktu penggorengan akan menurunkan nilai kadar air 27

keripik (Winarti,2000). Semakin tinggi suhu dan waktu penggorengan maka semakin banyak air yang akan menguap sehingga semakin tebal renyahan yang terbentuk yang secara otomatis akan diisi dengan penyerapan minyak (Block, 1964) 3. Kadar Lemak Gambar 13.Grafik hubungan pengaruh suhu dan waktu penggorengan terhadap Kadar lemak keripik ikan lemuru Nilai kadar lemak rata-rata berkisar antara 30.89%- 40.34%. Dari grafik terlihat bahwa kadar lemak terbesar terdapat pada perlakuan penggorengan dengan suhu 90 o C dan waktu penggorengan 60 menit sedangkan yang terkecil terdapat pada kombinasi suhu 80 o C selama 30 menit. Gambar 13 menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu dan waktu penggorengan maka nilai kadar lemak akan cenderung naik. Namun berdasarkan hasil analisis sidik ragam (lampiran 9a) menunjukkan bahwa hanya faktor waktu penggorengan saja yang berpengaruh nyata terhadap nilai kadar lemak (p<0.05). Sedangkan faktor suhu dan interaksi antara faktor suhu dan waktu penggorengan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai kadar air (p>0.05). Uji lanjut Duncan (lampiran 9b) menunjukkan bahwa nilai kadar lemak terkecil terdapat pada perlakuan penggorengan dengan waktu 30 menit dan berbeda nyata dengan semua perlakuan waktu penggorengan yaitu waktu 45 menit dan 60 menit. Sedangkan nilai kadar lemak terbesar terdapat pada perlakuan penggorengan dengan waktu 60 menit namun tidak berbeda nyata dengan waktu penggorengan 45 menit. Penyebab dari naiknya kadar lemak ini adalah banyaknya ruang kosong pada produk gorengan yang diisi oleh minyak akibat tingginya suhu dan lamanya waktu penggorengan (Muchtadi, 2008). Hal ini 28

juga dibuktikan oleh Rosyanti (2000), yang membuktikan bahwa semakin meningkatnya suhu dan lama penggorengan maka kadar lemak keripik akan semakin besar. 4.Kekerasan Gambar 14.Grafik hubungan pengaruh suhu dan waktu penggorengan terhadap Kekerasan keripik ikan lemuru Nilai kekerasan berkisar antara 5.44 N-10.45 N. Berdasarkan gambar 14, terlihat bahwa perlakuan penggorengan dengan suhu 80 o C dan waktu penggorengan 60 menit memiliki nilai kekerasan yang paling tinggi. Sedangkan yang paling terkecil terdapat pada perlakuan penggorengan dengan suhu 80 o C dan waktu penggorengan 30 menit. Jika dilihat dari grafik, semakin lama penggorengan maka nilai kekerasannya akan semakin besar. Sedangkan semakin meningkatnya suhu terlihat bahwa grafik cenderung meningkat juga, walaupun ada sebagian nilai kekerasan yang justru menurun tapi penurunan nilai tersebut tidak signifikan. Hal ini diduga disebabkan karena sebagian ketebalan sampel keripik ikan lemuru yang kurang seragam. Hasil analisis sidik ragam (lampiran 10a) menunjukkan bahwa hanya faktor waktu penggorengan saja yang berpengaruh nyata terhadap nilai kekerasan (p<0.05). Sedangkan faktor suhu dan interaksi antara faktor suhu dan waktu penggorengan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai kekerasan (p>0.05). Uji lanjut Duncan (lampiran 10b) menunjukkan bahwa nilai kekerasan terbesar terdapat pada perlakuan penggorengan dengan waktu 60 menit namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan waktu penggorengan yaitu waktu 45 menit. Sedangkan nilai kekerasan terkecil terdapat pada perlakuan penggorengan dengan waktu 30 menit dan berbeda nyata dengan semua waktu penggorengan. Jika dilihat secara subjektif dan penilaian organoleptik, semakin tinggi nilai kekerasan maka nilai kerenyahannya akan semakin meningkat. Hal ini Berbeda dengan pernyataan Sudjud (2000) yang menyatakan bahwa semakin tinggi suhu dan lama penggorengan maka nilai kekerasan keripik cempedak 29

akan semakin rendah yang berarti keripik semakin renyah. Namun nilai kekerasan keripik ikan lemuru justru semakin naik ketika suhu dan waktu penggorengan semakin meningkat. Hal ini sama dengan penelitian Wijayanti (2011), yang menyatakan bahwa terjadi peningkatan nilai kekerasan keripik pisang ketika suhu dan waktu penggorengan semakin meningkat. Peningkatan nilai kekerasan keripik ikan lemuru ini berkaitan dengan karakteristik dari protein ikan yang bersifat tidak stabil dan mempunyai sifat dapat berubah (denaturasi) dengan berubahnya kondisi lingkungan. Apabila protein tersebut dipanaskan seperti penggorengan, protein ikan tersebut akan menggumpal atau terkoagulasi (Junianto,2003). Sehingga semakin tinggi suhu dan waktu penggorengan maka kekerasan keripik ikan lemuru akan semakin meningkat. 5. Warna Gambar 15.Grafik hubungan pengaruh suhu dan waktu penggorengan terhadap Nilai L keripik ikan lemuru Pengukuran warna pada penelitian ini menggunakan alat Chromameter. Nilai L (Lightness) adalah nilai yang menyatakan tingkat kecerahan bahan dan berkisar antara 0 (hitam) sampai 100 (putih). Rata-rata nilai kecerahan keripik ikan lemuru ini berkisar antara 51.453-60.595. Dilihat dari gambar 15 grafik kecerahan keripik dari suhu 90 o C selama 30 menit ke suhu 100 o C selama 30 menit menurun secara significan. Begitu juga dengan nilai kecerahan yang digoreng selama 30 menit, 45 menit dan 60 menit pada suhu penggorengan 90 o C grafiknya cenderung menurun. Jika dilihat secara subjektif, warna dari keripik ikan lemuru ini dari semua perlakuan tidak kelihatan adanya perbedaan kecerahan yang nyata seperti pada warna keripik mangga hasil penelitian Winarti (2000) dimana terjadi penurunan kecerahan yang disebabkan oleh reaksi pencoklatan non- enzimatis yang dipercepat prosesnya oleh panas. Hal ini terlihat dari berfluktuasinya nilai kecerahan keripik ikan lemuru ini. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam 30

(lampiran 11),faktor suhu, waktu dan interaksi antara suhu dan waktu penggorengan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai kecerahan (p>0.05). Gambar 16.Grafik hubungan pengaruh suhu dan waktu penggorengan terhadap Nilai a keripik ikan lemuru Parameter warna selanjutnya adalah nilai a, yang mana nilai a ini berkisar antara 0 sampai +100 (intensitas warna kemerahan) dan 0 sampai -80 (intensitas kehijauan). Nilai a keripik ikan lemuru ini berkisar antara 0.892 hingga 2.467. Hal ini menunjukkan bahwa keripik ikan lemuru cenderung kemerahan. Namun berdasarkan hasil analisis sidik ragam (lampiran 12a) yang berpengaruh secara nyata terhadap nilai a hanya faktor waktu penggorengan (p<0.05) sedangkan faktor suhu penggorengan dan interaksi antara suhu dan waktu penggorengan tidak berpengaruh secara nyata terhadap nilai a (p>0.05). Hasil uji lanjut Duncan (lampiran 12b) memperlihatkan bahwa nilai a terkecil terdapat pada perlakuan dengan waktu penggorengan 45 menit namun tidak berbeda nyata dengan waktu penggorengan 60 menit. Sedangkan nilai a terbesar terdapat pada suhu penggorengan 30 menit namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan waktu penggorengan selama 60 menit. 31

Gambar 17.Grafik hubungan pengaruh suhu dan waktu penggorengan terhadap Nilai b keripik ikan lemuru Parameter warna yang terakhir adalah nilai b. Nilai b menunjukkan warna kekuningan atau kebiruan. Dimana nilai b berkisar antara 0 sampai +70 menyatakan intensitas warna kuning dan 0 sampai - 80 menyatakan intensitas warna biru. Dalam penelitian ini nilai b keripik ikan lemuru berkisar antara 2.43 hingga 6.823 yang menunjukkan intensitas warna kuning lebih dominan. Namun berdasarkan hasil analisis sidik ragam (lampiran 13a), hanya faktor waktu yang berpengaruh nyata terhadap nilai b (p<0.05) sedangkan faktor suhu dan interaksi antara suhu dan waktu penggorengan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai b (p>0.05). Hasil uji lanjut duncan (lampiran 13b) memperlihatkan bahwa keripik dengan perlakuan waktu penggorengan 30 menit, memiliki nilai b terbesar namun tidak berbeda nyata dengan waktu penggorengan 60 menit. Sedangkan waktu penggorengan 45 menit memiliki nilai b terkecil namun tidak berbeda nyata dengan waktu penggorengan 60 menit. 32

6.Uji Organoleptik Gambar 18.Grafik hubungan pengaruh suhu dan waktu penggorengan terhadap Penerimaan rasa keripik ikan lemuru Gambar 19.Grafik hubungan pengaruh suhu dan waktu penggorengan terhadap Penerimaan kerenyahan keripik ikan lemuru 33

Gambar 20. Grafik hubungan pengaruh suhu dan waktu penggorengan terhadap Penerimaan aroma keripik ikan lemuru Gambar 21. Grafik hubungan pengaruh suhu dan waktu penggorengan terhadap Penerimaan warna keripik ikan lemuru Uji organoleptik pada penelitian ini menggunakan 15 orang panelis dengan 4 parameter mutu yaitu aroma, rasa, kerenyahan, dan warna. Dapat dilihat pada gambar 19, bahwa produk dengan penerimaan panelis tertinggi untuk rasa terdapat pada perlakuan 100 o C selama 60 menit sedangkan yang terendah terdapat pada produk dengan perlakuan suhu 80 o C selama 30 menit. Semakin tinggi suhu dan 34

waktu penggorengan maka penilaian panelis untuk rasa keripik semakin tinggi. Jika dilihat dari nilai kadar lemak, semakin tinggi nilai kadar lemak maka penilaian panelis untuk rasa juga semakin tinggi. Dan untuk parameter aroma, nilai tertinggi juga terdapat pada produk dengan perlakuan penggorengan 100 o C selama 60 menit, dan yang terendah terdapat pada produk dengan perlakuan penggorengan pada suhu 80 o C selama 30 menit. Sedangkan untuk warna, dapat dilihat pada grafik bahwa nilai untuk semua perlakuan tidak jauh beda. Hal ini sesuai dengan analisis sidik ragam untuk uji objektif yaitu warna dengan alat chroma meter, dimana baik suhu, waktu, dan interaksi antara suhu dan waktu penggorengan tidak berpengaruh nyata terhadap warna. Dimana jika dilihat secara subjektif, semua produk memiliki kecerahan warna yang hampir sama yaitu kehitam-hitaman pada bagian punggung dan putih pada bagian bawah. Dan untuk kerenyahan, nilai tertinggi terdapat pada produk dengan perlakuan penggorengan pada suhu 100 o C selama 60 menit. Sedangkan yang terendah terdapat pada perlakuan dengan suhu 80 o C selama 30 menit. Jika dilihat dari grafiknya, semakin tinggi suhu dan waktu penggorengan maka penilaian panelis terhadap kerenyahan semakin tinggi juga. Hal ini sesuai dengan nilai kadar air. Dimana semakin rendah kadar air, panelis semakin menyukai produk tersebut. Artinya semakin rendah kadar air, maka produk tersebut semakin renyah dan semakin banyak ruang kosong yang akan diisi oleh minyak. Begitu juga dengan uji kekerasan. Semakin tinggi nilai kekerasannya, maka produk tersebut semakin renyah. Hal ini dapat terlihat pada produk dengan perlakuan 80 o C selama 30 menit. Dimana nilai kekerasannya juga yang paling terendah, sehingga penilaian panelis untuk kerenyahannya juga yang paling terendah. Sedangkan panelis lebih menyukai kerenyahan produk yang waktu penggorengannya selama 60 menit. Hal ini disebabkan nilai kekerasan produk dengan perlakuan 60 menit, memiliki rata-rata yang paling tinggi dan nilai kekerasannya juga hampir sama. Begitu juga nilai kerenyahan untuk semua produk dengan perlakuan penggorengan selama 60 menit, hampir tidak jauh beda. 6.Uji Pembobotan Penentuan perlakuan suhu dan waktu penggorengan yang terbaik dari hasil uji organoleptik dengan uji pembobotan. Panelis diberi kuesioner mengenai parameter organoleptik keripik yaitu warna, rasa, kerenyahan, dan aroma. Lalu panelis diminta untuk mengurut tiap parameter berdasarkan tingkat kepentingannya. Pengurutannya mulai dari 4= sangat penting, 3= penting, 2= agak penting, dan 1= tidak penting. Hasil kuisioner menunjukkan bahwa panelis cenderung mengurutkan kerenyahan pada urutan pertama (33.33%), rasa pada urutan kedua (26.67%), warna pada urutan ketiga (24.67%), dan aroma pada urutan keempat (15.33%). Selanjutnya nilai rata-rata kesukaan tiap parameter dikalikan dengan bobotnya masing-masing. Hasil perhitungannya dapat dilihat pada lampiran 6. Pada lampiran tersebut, dapat dilihat bahwa produk yang tertinggi adalah perlakuan penggorengan 100 o C selama 60 menit. Dan yang terendah adalah 80 o C selama 30 menit. Hal ini erat dengan kerenyahan dan rasa keripik ikan lemuru pada perlakuan 100 o C selama 60 menit yaitu kerenyahan 6.13 (suka) dan rasa 5.73 (hampir rsuka). Sedangkan pada perlakuan 80 o C selama 30 menit adalah tidak suka untuk kerenyahan dan rasa. 35

B. ANALISIS KELAYAKAN USAHA KERIPIK IKAN LEMURU DENGAN PENGGORENGAN HAMPA (VACUUM FRYING) Adapun tujuan dari analisis kelayakan usaha ini bertujuan untuk menentukan kelayakan usaha pembuatan keripik ikan lemuru dengan menggunakan penggorengan hampa ( Vacuum Frying). Analisis ini memberikan gambaran usaha keripik ikan lemuru apakah layak dijalankan atau tidak ditinjau dari kapasitas masuknya per prosesnya yaitu 8 kg, 6kg, 5 kg dan 4 kg serta keuntungan dari usaha ini. Indikator yang digunakan berupa Net Present Value, tingkat pengembalian internal (Internal Rate of Return), dan perbandingan jumlah nilai manfaat dan nilai biaya (Benefit Cost Ratio) yang terdiri dari Net B/C dan Gross B/C. Adapun biaya yang diperlukan dalam usaha keripik ikan lemuru ini terdiri dari biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap terdiri dari biaya penyusutan, pajak, dan biaya bunga modal. Sedangkan biaya tidak tetap terdiri dari biaya operasional, biaya khusus, dan biaya perawatan/pemeliharaan. 1. Biaya Investasi Biaya investasi adalah biaya yang dikeluarkan pada saat usaha belum berproduksi. Untuk usaha keripik ikan lemuru diperlukan biaya investasi seperti biaya bangunan, mesin Vacuum Frying, Freezer, sealer injak, alat perlengkapan, genset, dan meja kerja stainless steal. Tabel 6. Biaya investasi usaha keripik ikan lemuru Uraian volume biaya satuan (Rp) Biaya investasi (Rp) Umur Ekonomis (Tahun) Bangunan 1 25000000 25000000 10 Mesin Vacuum frying 1 23600000 23600000 5 Motor (transportasi) 1 6000000 6000000 5 Sealer injak 1 3500000 3500000 5 alat perlengkapan (pisau talenan, keranjang plastik) 3 100000 300000 5 freezer 1 8000000 8000000 5 Pompa 1 1000000 1000000 5 Genset 1 10000000 10000000 5 Meja kerja stainless steel 1 6000000 6000000 5 Timbangan 2 80000 160000 5 Ember dan wadah tempat ikan yang telah dicuci 5 140000 700000 5 Total Biaya investasi 84260000 36

2. Biaya Tetap Biaya tetap adalah jenis-jenis biaya yang selam satu periode kerja tetap jumlahnya. Biaya ini tidak tergantung pada jumlah produk yang dihasilkan (jumlah jam kerja suatu alat/mesin). Adapun biaya tetap yang untuk usaha keripik ikan lemuru ini adalah biaya penyusutan, pajak, dan bunga modal. Perhitungan biaya penyusutan menggunakan metode garis lurus, dengan rumus : D P S L Dimana : D = Biaya penyusutan tiap tahun P= Harga awal (Rp) S= Harga akhir (Rp) L= Perkiraan umur ekonomis (tahun) Total biaya penyusutan untuk usaha keripik ikan lemuru ini adalah Rp. 12636800,-/tahun. Perhitungan biaya penyusutan dapat dilihat pada tabel 6. Bunga modal dari nvestasi diperhitungkan sebagai biaya karena uang yang diperhitungkan untuk membeli alat tidak bisa dipergunakan untuk usaha yang lain. Karena metode yang digunakan untuk menghitung biaya penyusutan adalah metode garis lurus yang belum memperhitungkan bunga modal maka perlu dihitung sendiri. Dalam hal ini, digunakan persamaan berikut untuk menghitung bunga modal : I ixp( N 1) 2N Dimana : I=Bunga modal i= Tingkat bunga modal (%/tahun) P= Harga awal mesin (Rp) N = Umur ekonomis mesin (tahun) Total bunga modal untuk usaha keripik ikan lemuru ini adalah Rp. 7395900,-/tahun dengan asumsi tingkat suku bunga 15%/tahun. Perhitungan bunga modal dapat dilihat pada tabel 7. Sedangkan pajak yang termasuk dalam biaya tetap usaha keripik ikan lemuru ini ada dua yaitu Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebesar Rp.105000,-/tahun dan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) sebesar Rp.200000,-/tahun. Maka total pajak adalah Rp.305000,-/tahun. 37

Tabel 7. Analisis biaya penyusutan keripik ikan lemuru Uraian Volume biaya satuan (Rp) Harga Awal (Rp) Umur Ekonomis (Tahun) Harga Akhir (Rp) Biaya Penyusutan Bangunan 1 25000000 25000000 10 2500000 2250000 Mesin Vacuum 1 23600000 23600000 2360000 4248000 frying 5 Motor (transportasi) 1 6000000 6000000 5 2000000 800000 Sealer injak 1 3500000 3500000 5 350000 630000 alat perlengkapan (pisau talenan, 3 100000 300000 5 30000 54000 keranjang plastik) freezer 1 8000000 8000000 5 800000 1440000 Pompa 1 1000000 1000000 5 100000 180000 Genset 1 10000000 10000000 5 1000000 1800000 Meja kerja 1 6000000 6000000 stainless steel 5 600000 1080000 Timbangan 2 80000 160000 5 16000 28800 Ember dan wadah tempat ikan 5 140000 700000 5 70000 126000 yang telah dicuci Total Biaya Penyusutan 12636800 38

Tabel 8. Analisis bunga modal keripik ikan lemuru Uraian volume biaya satuan (Rp) Harga Awal (Rp) Umur Ekonomis (Tahun) Bunga Modal Bangunan 1 25000000 25000000 10 2062500 Mesin Vacuum 1 23600000 23600000 2124000 frying 5 Motor (transportasi) 1 6000000 6000000 5 540000 Sealer injak 1 3500000 3500000 5 315000 alat perlengkapan (pisau talenan, keranjang 3 100000 300000 5 27000 plastik) freezer 1 8000000 8000000 5 720000 Pompa 1 1000000 1000000 5 90000 Genset 1 10000000 10000000 5 900000 Meja kerja stainless 1 6000000 6000000 540000 steel 5 Timbangan 2 80000 160000 5 14400 Ember dan wadah tempat ikan yang telah dicuci 5 140000 700000 5 63000 Total bunga modal 7395900 Total biaya tetap/ tahun = biaya penyusutan + bunga modal + pajak = Rp.12636800,- + Rp. 7395900,- + Rp.305000,- =Rp. 20337700,-/tahun 3. Biaya Tidak Tetap (Variable Cost) Biaya tidak tetap adalah biaya-biaya yang dikeluarkan pada saat alat/mesin beroperasi dan jumlahnya tergantung pada jam kerja pemakaian atau perubahan volume produksi. Yang termasuk biaya tidak tetap untuk usaha keripik ikan lemuru ini adalah biaya operasional, biaya khusus, dan biaya pemeliharaan/perawatan. a. Biaya bahan baku Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan keripik ikan lemuru adalah ikan lemuru (ikan tamban). Harga pembelian ikan lemuru ini adalah Rp.10000/kg. Kebutuhan ikan segar untuk pembuatan keripik ikan lemuru ini tergantung dari kapasitas per prosesnya. Untuk kapasitas 8 kg per proses diperlukan waktu 120 menit per proses, untuk kapasitas 6 kg adalah 100 menit dan 96 menit untuk kapasitas 5 kg dan 90 menit untuk 4 kg. Kapasitas per proses 8 kg dengan bahan baku per hari sebesar 30 kg memerlukan bahan baku 8640 kg/tahun untuk dan asumsi jumlah hari produksi per tahun 288 hari. Sehingga besar biaya bahan baku adalah Rp. 86400000,-/tahun. Sedangkan untuk kapasitas 6 kg dengan bahan baku per hari 25 kg, kebutuhan bahan bakunya sebesar 7200 kg/tahun dengan biaya bahan baku per 39

tahun Rp. 72000000,-. Untuk kapasitas 5 kg dengan bahan baku per hari 22 kg, kebutuhan bahan bakunya adalah 6336 kg/tahun sehingga besar biaya bahan baku per tahunnya adalah Rp. 63360000,-. Sedangkan Untuk kapasitas 4 kg dengan bahan baku per hari 20 kg, kebutuhan bahan bakunya adalah 5760 kg/tahun sehingga besar biaya bahan baku per tahunnya adalah Rp.57600000,-. b. Biaya pengolahan Untuk proses pengolahan keripik ikan lemuru dimulai dari sortasi dan pencucian ikan, setelah itu dimasukkan ke dalam wadah tempat ikan yang telah dicuci, kemudian dilakukan penggorengan dengan alat Vacuum Frying dengan kapasitas optimal 8 kg/proses. Semua tahap itu membutuhkan biaya tenaga kerja, bahan bakar gas, biaya listrik, minyak goreng, dan kemasan. Total biaya tenaga kerja untuk usaha ini adalah Rp.34560000,- dengan jumlah tenaga kerja tiga orang dan gaji per orang selama satu hari adalah Rp.40000,-. Total biaya gas untuk bahan bakar penggorengan adalah Rp.8835840,- /tahun untuk kapasitas per proses 8 kg. sedangkan untuk kapasitas 6 kg, 5 kg dan 4 kg adalah Rp.8547840,-/tahun, Rp. 8835840,- dan Rp.8640000,-/tahun. Sedangkan biaya listrik untuk kapasitas 8 kg, 6 kg, 5kg dan 4 kg adalah Rp. 3735088.5,-/tahun, Rp. 3685431.8,-/tahun, Rp. 3736787.6,- dan Rp. 3704680,-/tahun. Kemudian total biaya kemasan untuk kapasitas 8 kg, 6 kg, 5 kg dan 4 kg masing-masing adalah Rp. 48276000,-/tahun, Rp.40230000,-/tahun, Rp. 35401500,-dan Rp. 32184000,-/tahun. Sedangkan untuk minyak goreng dibutuhkan 75 liter untuk 60 kali penggorengan, dan setiap 8 kali penggorengan dilakukan penambahan minyak sekitar 2.5 liter. Sehingga total biaya kebutuhan minyak goreng untuk 8 kg, 6 kg, 5 kg dan 4 kg dengan harga Rp.15000,-/liter masing-masing adalah Rp.27000000,-/tahun, Rp.33750000,- /tahun, Rp.33750000,-/tahun dan Rp.33750000,-/tahun. Untuk kebutuhan bensin dengan harga Rp.6000,- /liter diperlukan sebesar Rp.5184000,-/tahun. Penggunaan bensin adalah asumsi 8 liter/minggu untuk motor. Dan 10 liter/minggu untuk kebutuhan genset dimana sering terjadi mati listrik dalam satu minggu sebanyak 10 jam. Dan kebutuhan bensin untuk genset adalah 1 liter/jam. Sedangkan penggunaan pelumas genset per tahun adalah sebesar Rp.60000,- dengan harga Rp.30000/liter. Asumsi penggantian pelumas adalah setelah 500 jam pemakaian dimana sekali ganti dibutuhkan 2 liter pelumas.untuk analisis perhitungan kebutuhan gas, listrik, minyak goreng dan kemasan dapat dilihat pada tabel di bawah ini Tabel 9. Analisis biaya kebutuhan gas Kapasitas produksi/proses Lama kerja Vacuum Frying per hari (jam/hari) Lama kerja Vacuum Frying (jam/tahun) Kebutuhan gas/jam (kg/jam) Total kebutuhan gas (kg/tahun) Harga per tabung LPG (15 kg/tabung) (RP) Total biaya gas 8 kg 7.67 2208.96 0.5 1104.48 120000 8835840 6 kg 7.42 2136.96 0.5 1068.48 120000 8547840 5 kg 7.67 2208.96 0.5 1104.48 120000 8835840 4 kg 7.5 2160 0.5 1080 120000 8640000 40

Tabel 10. Analisis biaya listrik untuk kapasitas 8 kg/proses Alat/mesin Kebutuhan (watt) Lama pemakaian alat (jam/tahun) Total Kwh/tahun Harga/kwh (Rp/kwh) Total biaya listrik/tahun Pompa air 1012 60 60.72 650 39468 Vacuum fryer 1000 2208.96 2208.96 650 1435824 Sealer 300 44.7 13.41 650 8716.5 Spinner 300 24 7.2 650 4680 Freezer 1500 2304 3456 650 2246400 Total biaya 3735088.5 Tabel 11. Analisis biaya listrik untuk kapasitas 6 kg/proses Alat/mesin Kebutuhan (watt) Lama pemakaian alat (jam/tahun) Total Kwh/tahun Harga/kwh (Rp/kwh) Total biaya listrik/tahun Pompa air 1012 60 60.72 650 39468 Vacuum fryer 1000 2136 2136 650 1388400 Sealer 300 37.25 11.175 650 7263.75 Spinner 300 20 6 650 3900 Freezer 1500 2304 3456 650 2246400 Total biaya 3685431.8 Tabel 12. Analisis biaya listrik untuk kapasitas 5 kg/proses Alat/mesin Kebutuhan (watt) Lama pemakaian alat (jam/tahun) Total Kwh/tahun Harga/kwh (Rp/kwh) Total biaya listrik/tahun Pompa air 1012 69 69.83 650 45389.5 Vacuum fryer 1000 2208.96 2208.96 650 1435824 Sealer 300 32.78 9.834 650 6392.1 Spinner 300 17.6 5.28 650 3432 Freezer 1500 2304 3456 650 2246400 Total biaya 3736787.6 41

Tabel 13. Analisis biaya listrik untuk kapasitas 4kg/proses Alat/mesin Kebutuhan (watt) Lama pemakaian alat (jam/tahun) Total Kwh/tahun Harga/kwh (Rp/kwh) Total biaya listrik/tahun Pompa air 1012 69 69.828 650 45388.2 Vacuum fryer 1000 2160 2160 650 1404000 Sealer 300 29.8 8.94 650 5811 Spinner 300 16 4.8 650 3120 Freezer 1500 2304 3456 650 2246400 Total biaya 3704680 Tabel 14. Analisis biaya minyak goreng Kapasitas/proses Jumlah minyak goreng yang diperlukan/tahun (liter/tahun) Harga minyak goreng per liter Total biaya minyak goreng 8 kg 1800 15000 27000000 6 kg 2250 15000 33750000 4 kg 2250 15000 33750000 5 kg 2250 15000 33750000 Tabel 15. Analisis biaya kemasan Kapasitas/proses Jumlah kemasan yang diperlukan/tahun (lembar/tahun) Harga kemasan per lembar (Rp/lembar) Total biaya kemasan 8 kg 32184 1500 48276000 6 kg 26820 1500 40230000 5 kg 23601.6 1500 35401500 4 kg 21456 1500 32184000 c. Biaya khusus Biaya khusus adalah biaya pergantian suatu bagian atau suku cadang yang mempunyai nilai yang tinggi (harganya mahal), tetapi memerlukan penggantian yang relatif sering karena pemakaian. Pada usaha ini yang termasuk biaya khusus adalah biaya penggantian pengatur suhu dan lampu pengintai pada mesin Vacuum Frying. Harga penggantian pengatur suhu dan lampu pengintai adalah Rp.1725000,-/tahun. 42

d. Biaya pemeliharaan/perawatan Biaya pemeliharaan/perawatan ini digunakan untuk menjaga mesin atau alat agar berfungsi dengan baik. Biaya yang dibutuhkan untuk pemeliharaan/perawatan mesin adalah asumsi 1.2 % dari harga awal, sedangkan untuk bangunan 1 % dari harga awal bangunan tersebut. Berdasarkan hasil perhitungan maka diperoleh total biaya tidak tetap untuk kapasitas 8 kg, 6 kg, 5 kg dan 4 kg adalah Rp. 216809128.5,-/tahun, Rp. 200775471.8-/tahun, Rp. 187646327.6,-/tahun, dan Rp. 178440880,-/tahun. Hasil perhitungan biaya tidak tetap untuk kapasitas 8 kg, 6 kg, 5 kg dan 4 kg dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 16. Analisis biaya tidak tetap untuk kapasitas produksi 8 kg/proses Uraian Biaya Operasional Biaya Tidak Tetap untuk 8 kg sekali proses Bahan baku ikan lemuru 86400000 Kemasan 48276000 Gas untuk penggorengan hampa 8832000 Bensin 5184000 Tenaga kerja (3 orang) 34560000 Biaya listrik 3735088.5 Pelumas genset 60000 Minyak goreng 27000000 Biaya Khusus Box kontrol suhu 1700000 Lampu pengintai 25000 Biaya Perawatan dan Pemeliharaan Pemeliharaan bangunan 250000 Pemeliharaan/perawatan motor 500000 Perawatan mesin 283200 Total biaya tidak tetap 216809128.5 43

Tabel 17. Analisis biaya tidak tetap untuk kapasitas produksi 6 kg/proses Uraian Biaya Operasional Biaya Tidak Tetap untuk 6 kg sekali proses Bahan baku ikan lemuru 72000000 Kemasan 40230000 Gas untuk penggorengan hampa 8294400 Bensin 5184000 Tenaga kerja (3 orang) 34560000 Biaya listrik 3685431.8 Pelumas genset 60000 Minyak goreng 33750000 Biaya Khusus Box kontrol suhu 1700000 Lampu pengintai 25000 Biaya Perawatan dan Pemeliharaan Pemeliharaan bangunan 250000 Pemeliharaan/perawatan motor 500000 Perawatan mesin 283200 Total biaya tidak tetap 200775471.8 44

Tabel 18. Analisis biaya tidak tetap untuk kapasitas produksi 5 kg/proses Uraian Biaya Operasional Biaya Tidak Tetap untuk 5 kg sekali proses Bahan baku ikan lemuru 63360000 Kemasan 35401500 Gas untuk penggorengan hampa 8716800 Bensin 5184000 Tenaga kerja (3 orang) 34560000 Biaya listrik 3736787.6 Pelumas genset 60000 Minyak goreng 33750000 Biaya Khusus Box kontrol suhu 1700000 Lampu pengintai 25000 Biaya Perawatan dan Pemeliharaan Pemeliharaan bangunan 250000 Pemeliharaan/perawatan motor 500000 Perawatan mesin 283200 Total biaya tidak tetap 187646327.6 45

Tabel 19. Analisis biaya tidak tetap untuk kapasitas produksi 4 kg/proses Uraian Biaya Operasional Biaya Tidak Tetap untuk 4 kg sekali proses Bahan baku ikan lemuru 57600000 Kemasan 32184000 Gas untuk penggorengan hampa 8294400 Bensin 5184000 Tenaga kerja (3 orang) 34560000 Biaya listrik 3704680 Pelumas genset 60000 Minyak goreng 33750000 Biaya Khusus Box kontrol suhu 1700000 Lampu pengintai 25000 Biaya Perawatan dan Pemeliharaan Pemeliharaan bangunan 250000 Pemeliharaan/perawatan motor 500000 Perawatan mesin 283200 Total biaya tidak tetap 178440880 Tabel 20. Hasil perhitungan total biaya tetap dan biaya tidak tetap Kapasitas (kg/proses) Total bahan baku produksi (kg/tahun) Biaya tetap Biaya tidak tetap Total biaya 8 8640 20337700 216809128.5 237146828 6 7200 20337700 200775471.8 221113171.8 5 6336 20337700 187646327.6 207984027.6 4 5760 20337700 178440880 198778580 4. Analisis Biaya Pokok Berdasarkan hasil perhitungan maka diperoleh besar biaya pokok produksi keripik ikan lemuru untuk kapasitas 8 kg, 6 kg, 5kg dan 4 kg adalah Rp. 73684.69674,-/kg, Rp. 82443.39,-/kg, Rp. 88122.85,-/kg dan Rp. 92644.75,-/kg. 46

Tabel 21.Analisis biaya pokok dan keuntungan keripik pada berbagai kapasitas produksi Kapasitas (kg/proses) Total bahan baku produksi (kg/tahun) Hasil produksi (kg/ tahun) Total biaya Biaya pokok (Rp/kg) Asumsi harga penjuala n (Rp/kg) Pendapatan Keuntungan 8 8640 3218.4 237146828 73684.69674 85000 273567400 36417172 6 7200 2682 221113172 82443.39 85000 227970000 6856828 5 6336 2360.16 207984028 88122.85 85000 200613600-7370428 4 5760 2145.6 198778580 92644.75 85000 182376000-16402580 Dari tabel diatas, diperoleh pendapatan sebesar Rp. 273567400,-/tahun untuk kapasitas produksi 8 kg, Rp. 227970000,-/tahun untuk kapasitas 6 kg, Rp. 200613600,-/tahun untuk 5kg dan Rp. 182376000,- /tahun untuk kapasitas 4 kg dengan asumsi semua produk terjual habis. Berdasarkan keuntungan yang diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa UKM akan mendapatkan keuntungan apabila kapasitas minimal masuk per prosesnya adalah 6 kg, hal ini bisa dilihat dari nilai keuntungan untuk 8kg dan 6 kg yang positif. Sedangkan untuk5 kg dan 4 kg mengalami kerugian sebesar Rp. 7370428,-/tahun dan Rp. 16402580,-/tahun yang artinya UKM akan merugi jika kapasitas masuk per prosesnya sebesar 5 kg dan 4 kg. 5. Analisis Kelayakan Usaha Tabel 22. Nilai NPV, IRR,Net B/C, dan Gross B/C pada berbagai kapasitas Kapasitas (kg) NPV (Rp) Net B/C GrossB/C IRR (%) 8 122294700.8 2.451 1.152 73.07% 6 23203845.32 1.275 1.031 35.72% 5-24488122.74 0.709 0.965 4.42% 4-55200081.06 0.345 0.918 - Dari tabel 21 dapat dilihat bahwa usaha keripik ikan lemuru layak diusahakan apabila kapasitas minimal per prosesnya adalah 6 kg. Hal ini dapat dilihat dari nilai NPV untuk kapasitas 8 kg dan 6 kg lebih besar dari nol. Sedangkan yang kapasitas 5 kg dan 4 kg, nilai NPV ny lebih kecil dari nol sehingga tidak layak diusahakan. Begitu juga dengan nilai IRR, dimana nilai IRR untuk kapasitas 8 kg dan 6 kg yang lebih besar dari tingkat suku bunga (15%). Berarti usaha tersebut masih layak dengan kapasitas 8 kg dan 6 kg. Sedangkan untuk kapasitas 5 kg nilai IRR nya lebih kecil dari 15% dan 4 kg nilai IRR nya tidak ditemukan. Hal ini memperlihatkan bahwa usaha dengan kapasitas 5 kg dan 4 kg tidak layak untuk dijalankan. Dan untuk nilai Net B/C dan Gross B/C yang lebih besar dari satu, hanya terdapat pada kapasitas 8 kg dan 6 kg. Sedangkan kapasitas 5 kg dan 4 kg, nilai Net B/C dan Gross B/C nya masih lebih kecil dari satu. Hal ini memperlihatkan bahwa, usaha layak dijalankan pada kapasitas 8 kg dan 6 kg. Cashflow untuk kapasitas 8 kg, 6 kg, 5 kg dan 4 kg dapat dilihat pada lampiran 14,15, 16, dan 17. 47