HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

dokumen-dokumen yang mirip
BAHAN DAN METODE. Metode Percobaan Penelitian ini terdiri atas dua percobaan yaitu pengamatan tingkat keberhasilan reproduksi dan sistem perkawinan.

KEBERHASILAN REPRODUKSI DAN SISTEM PERKAWINAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas Linn.) : AKSESI LAMPUNG, BANTEN, JAWA BARAT, DAN JAWA TENGAH

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Jarak Pagar

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

KEBERHASILAN REPRODUKSI JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.): PENYERBUKAN ALAMI DAN BUATAN

Jumlah Hari Hujan Gerimis Gerimis-deras Total September. Rata-rata Suhu ( o C) Oktober '13 23,79 13,25 18, November

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. panennya menunjukkan bahwa ada perbedaan yang nyata (hasil analisis disajikan

Lampiran 1 Pengaruh perlakuan terhadap pertambahan tinggi tanaman kedelai dan nilai AUHPGC

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tipe perkecambahan epigeal

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Studi Fenologi Pembungaan

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil Percobaan I. Pengaruh Suhu Air dan Intensitas Perendaman terhadap Perkecambahan Benih Kelapa Sawit

Makalah Seminar Departement Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Posisi Biji pada Tongkol terhadap Viabilitas Biji Jagung (Zea

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) berasal dari benua Amerika Selatan,

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian ± 32 meter di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. yang berbeda menunjukkan bahwa ada perbedaan yang nyata (hasil analisis disajikan

VI. UBI KAYU. Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 41

II. TINJAUAN PUSTAKA. wilayah beriklim sedang, tropis, dan subtropis. Tanaman ini memerlukan iklim

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MUTU BENIH. Faktor Genetik/ Faktor Lingkungan/ Eksternal

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pengamatan Buah per Tandan. Perkembangan ini dapat dilihat dari beberapa indikator seperti jumlah buah,

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Kedelai Varietas Argomulyo VARIETAS ARGOMULYO

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ulangan ANALISIS SIDIK RAGAM Sumber variasi db jk kt F hitung

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Sebaran Jumlah Telur S. manilae Per Larva Inang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 2. Kondisi Pols (8 cm) setelah Penyimpanan pada Suhu Ruang

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN. Hasil analisis statistika menunjukkan adaptasi galur harapan padi gogo

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut :

II. TINJAUAN PUSTAKA. terutama India dan Birma. Terung dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH KEMASAKAN BUAH TERHADAP MUTU BENIH JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.)

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

Ketahanan Pada Penyakit : Toleran Penyakit bercak daun dan embun tepung : M.M.Anwari, Soehadi.Hadi. I.A, Supeno dan Ismanto

PENAMPILAN GALUR-GALUR JAGUNG BERSARI BEBAS DI LAHAN KERING KALIMANTAN SELATAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

BAHAN METODE PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Posisi Biji Padi pada Malai Terhadap Kematangan dan Viabilitas

BAB I PENDAHULUAN. Biji merupakan perkembangan lanjut dari bakal biji yang telah dibuahi dan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

SELEKSI POTENSI HASIL BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI GOGO DI DESA SIDOMULYO KABUPATEN KULON PROGO

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daryanto ( 2013 ) mengemukakan bahwa Sistematika tanaman (taksonomi)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1. Deskripsi Varietas Tembakau (Nicotiana tabacum)

TINJAUAN PUSTAKA. Botani dan Morfologi Kacang Tanah

METODE MAGANG. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai

Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Kedelai Varietas Argomulyo VARIETAS ARGOMULYO

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida,

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Morfologi dan Agroekologi Tanaman Kacang Panjang. Kacang panjang merupakan tanaman sayuran polong yang hasilnya dipanen

BAB II. PEMBENTUKAN DAN PERKEMBANGAN BENIH SECARA GENERATIF

PENGARUH WAKTU TANAM INDUK BETINA TERHADAP PRODUKTIVITAS DAN MUTU BENIH JAGUNG HIBRIDA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

FENOLOGI PEMBUNGAAN DAN PEMBUAHAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.)

II. TINJAUAN PUSTAKA

PEMBAHASAN. Posisi PPKS sebagai Sumber Benih di Indonesia

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan

Tabel Lampiran 1. Pengaruh Suhu dan Kelembaban terhadap Resistensi Kulit Buah Manggis

HASIL DAN PEMBAHASAN

USULAN PELEPASAN VARIETAS KENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam :

UJI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.) HIBRIDA PADA TINGKAT POPULASI TANAMAN YANG BERBEDA. Oleh. Fetrie Bestiarini Effendi A

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum

II. TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH SUHU DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP MUTU BENIH JAGUNG MANIS (Zea Mays Sachaarata Strurt) DI PT. SANG HYANG SERI (PERSERO) SUKAMANDI

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai

BAB VI PRODUKSI BENIH (SEED) TANAMAN

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Pepaya

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili

Transkripsi:

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian dilakukan dari April Juli 2007 bertepatan dengan akhir musim hujan, yang merupakan salah satu puncak masa pembungaan (Hasnam, 2006c), sehingga waktu penelitian dianggap tepat karena masa pembungaan yang baik sangat penting dalam penelitian ini. Tanaman contoh dipilih dari tanaman induk jarak pagar yang ditanam di daerah dengan ketinggian ±450 m di atas permukaan laut, jenis tanah Latosol, tipe iklim B1, jumlah curah hujan 2667.7 mm/tahun, dan jumlah hari hujan 105 hari/tahun (Lampiran 1 dan 2). Wahid (2006) menyatakan bahwa jarak pagar tidak dapat berproduksi optimal ketika ditanam di daerah dengan curah hujan di atas 1500 mm/tahun. Hal ini karena hujan yang banyak biasanya disertai dengan tingkat per-awanan yang tinggi sehingga akan mengurangi intensitas radiasi energi surya. Jumlah malai per tanaman merupakan jumlah malai baru yang muncul pada tiap tanaman contoh dengan umur relatif sama. Bentuk malai bunga jarak pagar adalah dikasium berganda (dichasium compositum). Pada tangkai utama bunga (poros bunga) akan terbentuk dua cabang saling berhadapan. Umumnya percabangan akan terus terjadi sampai percabangan ketiga pada masing-masing tangkai bunga. Bunga mulai muncul pada percabangan kedua tiap tangkai bunga. Pada ujung masing-masing tangkai bunga akan terbentuk satu bunga betina. Berdasarkan jenis bunga yang menyusun malai, terdapat dua kecenderungan jenis malai bunga yang dibedakan menjadi dua tipe yaitu malai yang tersusun atas bunga jantan dan bunga betina saja (Tipe I), dan malai yang tersusun atas bunga jantan dan bunga hermaprodit saja (Tipe II). Dari pengamatan dilapang, dalam satu tanaman hanya terdapat satu tipe malai bunga dan umumnya malai bunga yang terbentuk pada tanaman jarak pagar adalah malai bunga Tipe I. Aksesi dengan malai bunga tipe II terbanyak adalah aksesi Jateng, dari 20 tanaman contoh tercatat 17 tanaman menghasilkan malai bunga tipe II. Tipe-tipe malai bunga jarak pagar dapat dilihat pada Gambar 2 di bawah ini.

19 Gambar 2. Malai bunga Tipe I (A) dan malai bunga Tipe II (B). Panah biru: bunga betina, merah: jantan, dan hitam: hermaprodit. Buah jarak pagar dipanen setelah terjadi perubahan warna dan penampilan pada buah yaitu setelah buah berwarna kuning dan kulit buah mulai keriput (Gambar 3A). Pada percobaan sistem perkawinan diketahui bahwa buah siap panen pada 50-54 hari setelah penyerbukan buatan, sedikit lebih lama dari yang disarankan Hasnam (2006c) bahwa buah jarak pagar dapat dipanen 40-50 hari setelah pembuahan (penyerbukan) namun sejalan dengan hasil penelitian Utomo (2008). Hasil pengamatan pada buah hasil panen menunjukkan bahwa benih sudah berwarna hitam (Gambar 3B). Gambar 3. Buah siap panen (A) dan benih saat panen (B). Keberhasilan Reproduksi Jarak Pagar Bunga jarak pagar terdiri atas bunga jantan, bunga betina, dan bunga hermaprodit. Masing-masing bunga memiliki lima sepala dan lima petala dengan rambut-rambut halus. Bunga jantan memiliki 10 stamen yang tersusun melingkar dalam dua tingkat (Gambar 4A), sedangkan bunga betina memiliki satu ovarium berbentuk elips yang umumnya berisi tiga ovul, tiga stilus yang melekat pada ujung ovarium, dan dua stigma yang tersusun pada tiap ujung stilus sehingga terdapat enam stigma (Gambar 4B). Sepala bunga betina berukuran lebih besar 19

20 dan lebih panjang daripada bunga jantan. Bunga hermaprodit memiliki struktur mirip dengan bunga betina namun dengan ukuran yang lebih besar dari pada bunga betina dan memiliki 10 stamen yang tersusun melingkar (Gambar 4C). Dalam percobaan ini, bunga hermaprodit dihitung sebagai bunga betina karena memiliki ovarium sehingga berpotensi menghasilkan buah dan benih sama seperti bunga betina. Gambar 4. Bunga jantan (A), bunga betina (B), dan bunga hermaprodit (C). Selama pengamatan, bunga jantan sangat mudah rontok dibandingkan dengan bunga betina dan hermaprodit pada 1-2 hari setelah mekar. Dari 1481 bunga betina yang diamati hanya 71 bunga betina yang rontok atau sekitar 5% dari seluruh bunga betina yang terbentuk. Hasil pengamatan ini tidak sama dengan pernyataan Hartati (2006) bahwa bunga betina jarak pagar mudah gugur. Kerontokan bunga betina umumnya terjadi pada 5-10 hari setelah mekar. Hal ini dapat disebabkan oleh serangan hama karena hama utama jarak pagar adalah kepik lembing (Chrysochoris javanus) yang menyerang pada fase pembungaan, menjelang pembentukan buah, dan pemasakan buah (Rumini, 2006b dan Karmawati 2006), atau rontok secara alami ketika tidak terjadi fertilisasi pada bunga betina karena masa pembungaan bunga betina maksimal hanya 4 hari (Hasnam 2006c). Pengamatan terhadap jumlah ovul per bunga betina menunjukkan bahwa dalam tiap bunga betina umumnya terdapat tiga ovul (Gambar 5A) dan sangat sedikit dengan empat ovul (Gambar 5B). 20

21 Gambar 5. Bunga betina dengan tiga ovul (A) dan empat ovul (B) Perlakuan aksesi berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah malai per tanaman namun tidak berngaruh nyata terhadap jumlah bunga betina per malai, ovul per bunga betina, bunga betina per malai, dan benih per buah (Lampiran 3). Jumlah malai per tanaman berada pada kisaran 2-10 malai/tanaman (Lampiran 4). Rataan malai per tanaman tertinggi sebesar 5.02 pada aksesi Banten dan terendah sebesar 2.58 pada aksesi Jabar (Tabel 1). Perbedaan jumlah malai per tanaman antar aksesi dapat disebabkan oleh faktor genetik seperti kemampuan tanaman untuk membentuk malai bunga, dan faktor lingkungan seperti kondisi iklim (curah hujan dan intensitas penyinaran) di lokasi pertanaman. Jumlah malai per tanaman yang tinggi tidak secara langsung menentukan tingginya produksi benih, namun juga dipengaruhi oleh jumlah bunga betina per malai, ovul per bunga betina, dan buah per malai. Jumlah bunga betina per malai dan ovul per bunga betina menunjukkan bahwa potensi reproduksi keempat aksesi yang diuji adalah sama yaitu sebesar 5 bunga betina/malai dan 3 ovul/bunga (Tabel 1). Rataan jumlah ovul sejalan dengan pernyataan Hariyadi (2005) bahwa dalam satu bunga betina jarak pagar umumnya terdapat tiga ovul. Perlakuan aksesi tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah buah per malai dan benih per buah (Lampiran 7 dan 8) yang berarti bahwa keberhasilan reproduksi keempat aksesi yang diuji adalah sama yaitu sebesar 4 buah/malai dan 2 benih/buah (Tabel 1). Keberhasilan reproduksi lebih rendah dari potensinya yang mengindiksikan bahwa tidak semua bunga betina dan ovul yang terbentuk berhasil berkembang menjadi buah yang masak dan benih yang viabel. Hal ini dapat terjadi antara lain karena kerontokan bunga betina dan buah, atau kegagalan 21

22 pembentukan benih. Kerontokan terjadi diduga karena serangan hama atau perkembangan embrio yang tidak memadai yang akan menyebabkan benih tidak terbentuk atau menghasilkan benih yang tidak viabel, sedangkan kegagalan pembentukan benih diduga karena kerusakan beberapa bagian bunga akibat serangan hama yang relatif tinggi serta penyerbukan alami yang tidak sempurna karena terbatasnya serangga penyerbuk atau efisiensi yang rendah dalam membantu penyerbukan. Tabel 1. Pengaruh Aksesi terhadap Beberapa Peubah Pengamatan Keberhasilan Reproduksi Aksesi M/T Bg/M Bh/M O/Bg B/Bh R:Bh/Bg R:B/O KR Lampung 3.75 b 4.93 3.80 3.01 2.36 0.77 ab 0.78 0.61 b Banten 5.02 a 5.33 3.69 3.00 2.27 0.69 b 0.76 0.53 b Jabar 2.58 c 3.50 2.62 3.01 2.28 0.75 b 0.76 0.59 b Jateng 3.26 bc 4.63 3.98 3.02 2.57 0.86 a 0.85 0.73 a Tanda huruf yang sama pada kolom yang sama di akhir tiap nilai rataan menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata berdasarkan Uji Jarak Ganda Duncan pada α = 0.05. M/T: jumlah malai per tanaman, Bg/M: jumlah bunga betina per malai, Bh/M: jumlah buah per malai, O/Bg: jumlah ovul per bunga betina, B/Bh: jumlah benih per buah, R:Bh/Bg: rasio buah/bunga betina, R:B/O: rasio benih/ovul, KR: tingkat keberhasilan reproduksi. Tingkat keberhasilan reproduksi ditentukan oleh rasio buah/bunga betina dan rasio benih/ovul. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan aksesi berpengaruh nyata terhadap rasio buah/bunga betina namun tidak berpengaruh nyata terhadap rasio benih/ovul (Lampiran 9 dan 10). Rasio buah/bunga betina tertinggi sebesar 0.86 pada aksesi Jateng dan terendah sebesar 0.69 pada aksesi Banten (Tabel 1). Rasio buah/bunga betina merupakan proporsi bunga betina yang berhasil berkembang menjadi buah yang masak, sehingga semakin rendah rasionya maka semakin banyak bunga betina yang rontok, begitu juga sebaliknya. Hal ini menunjukkan bahwa kerontokan bunga betina tidak sama antar aksesi. Berdasarkan rasio buah/bunga betina pada aksesi Jateng, maka dari 100 bunga betina yang terbentuk hanya 86 bunga betina mampu berkembang menjadi buah yang masak. Rasio benih/ovul merupakan proporsi ovul yang berhasil berkembang menjadi benih yang viabel. Rataan rasio benih/ovul sebesar 0.79 (Tabel 1) yang berarti bahwa dari 100 ovul yang terbentuk hanya 79 ovul yang berhasil 22

23 berkembang menjadi benih yang viabel. Rataan rasio benih/ovul jarak pagar menunjukkan nilai yang relatif tinggi dibandingkan pada Acacia yaitu sebesar 0.58 (Owens, 1995). Hasil pengujian sidik ragam menunjukkan perlakuan aksesi berpengaruh sangat nyata terhadap tingkat keberhasilan reproduksi tanaman jarak pagar (Lampiran 11). Tingkat keberhasilan reproduksi tertinggi sebesar 0.73 pada aksesi Jateng atau sekitar 73% dari potensinya (Tabel 1). Upaya peningkatan produksi benih dapat dilakukan dengan meningkatkan keberhasilan reproduksi melalui perbaikan teknik budidaya seperti pemupukan, perawatan tanaman, pengendalian hama dan penyakit, serta peningkatan efisiensi penyerbukan dengan meningkatkan populasi serangga penyerbuk, atau meningkatkan potensi reproduksi melalui perbaikan sifat-sifat tanaman salah satunya dengan teknik pemuliaan tanaman. Sistem Perkawinan Jarak Pagar Pada percobaan sistem perkawinan jarak pagar, kegagalan penyerbukan buatan terjadi pada setiap taraf perlakuan yang diterapkan. Kegagalan penyerbukan buatan umumnya diakibatkan oleh kerontokan bunga betina dan kerontokan buah. Sebelum rontok, stigma akan layu dan mengering beberapa hari setelah penyerbukan buatan. Kerontokan bunga betina dapat terjadi antara lain karena pelukaan pada salah satu bagian bunga akibat emaskulasi atau akibat viabilitas polen dan fertilitas stigma yang rendah, sedangkan kerontokan buah dapat terjadi karena serangan hama yang relatif tinggi pada setiap tanaman contoh. Perlakuan tipe penyerbukan buatan tidak berpengaruh nyata terhadap persentase pembentukan buah dan benih, serta kerontokan buah (Lampiran 12, 13, dan 14) yang mengindikasikan keberhasilan pembentukan buah dan benih jarak pagar tidak disebabkan perbedaan sumber polen, namun karena faktor lain seperti suhu udara, curah hujan, atau serangan hama dan penyakit. Rataan persentase pembentukan buah sebesar 68 % dan pembentukan benih sebesar 50% (Tabel 2). 23

24 Tabel 2. Pengaruh Perlakuan Tipe Penyerbukan terhadap Persentase Pembentukan Buah dan Benih serta kerontokan buah Perlakuan Pembentukan Kerontokan Buah (%) Biji (%) Buah (%) P1 75 54 26 P2 60 47 41 P3 64 45 33 P4 73 55 27 Rataan 68 50 32 IIS 0.98 P1: penyerbukan dalam satu malai, P2: penyerbukan dalam satu tanaman, P3: penyerbukan tanaman, P4: penyerbukan antar aksesi, dan IIS: indeks inkompatibilitas-sendiri. Persentase pembentukan buah digunakan untuk menentukan indeks inkompatibilitas-sendiri (IIS) yang menunjukkan kompatibilitas antara pistil dengan polen yang viabel dan fertil sehingga fertilisasi dapat terjadi. Penghitungan menghasilkan nilai IIS sebesar 0.98 yang menunjukkan bahwa polen dan pistil tanaman jarak pagar bersifat inkompatibel sebagian (Zapata dan Arroyo, 1978). Hal ini berarti sebagian besar pistil akan mampu membentuk buah dari penyerbukan sendiri baik dengan polen yang berasal dari malai bunga yang sama maupun dari malai yang berbeda tetapi pada tanaman yang sama. Heller (1996) menyatakan bahwa jarak pagar adalah tanaman yang menyerbuk silang, yaitu tanaman yang sebagian besar benihnya dihasilkan dari penyerbukan silang. Kenyataan bahwa jarak bersifat inkompatibel sebagian tidak dapat diasumsikan bahwa benih yang terbentuk merupakan hasil penyerbukan sendiri karena vektor yang membantu penyerbukan adalah serangga yang cenderung berpindah-pindah. Penelitian lebih lanjut untuk mengamati efisiensi penyerbukan dan konstitusi genetik biji yang dihasilkan perlu dilakukan untuk mengklarifikasi masalah ini. Tipe perkecambahan benih jarak pagar adalah tipe epigeal. Kecambah normal akan terbentuk setelah 9-14 hari. Mula-mula testa akan retak diikuti dengan pertumbuhan hipokotil dan radikula yang akan terus mendorong endosperm bersama kotiledon muncul ke permukaan tanah. Selanjutnya endosperm akan mengering dan terlepas dari kotiledon diikuti dengan pertumbuhan kotiledon yang membuka seperti sepasang daun. Proses perkecambahan seperti ini sama seperti pada perkecambahan tanaman jarak kepyar (Bewley dan Black, 1986). Daun primer akan muncul 1-3 hari setelah 24

25 kotiledon membuka sempurna. Waktu dari kecambah muncul ke permukaan sampai kotiledon membuka sempurna adalah 2-3 hari. Tinggi kecambah normal pada 14 HSP adalah 10-15 cm, kotiledon telah berkembang sempurna berwarna hijau, sepasang daun pertama telah tumbuh sepanjang 1-2 cm berwarna hijau-kemerahan (Gambar 6A dan 6B). Kecambah abnormal setelah 14 HSP umumnya ditandai oleh perkembangan kotiledon tidak sempurna (jaringan efektif < 50%), pertumbuhan lambat dengan tinggi 5-10 cm (Gambar 6C). Pertumbuhan jarak pagar relatif cepat dari 14-21 HSP, daun sudah bertambah menjadi 4-6 daun dengan ukuran daun pertama sudah lebih besar dari kotiledon yang berbentuk elips (Gambar 6D). Gambar 6. Kecambah normal 14 HSP (A), kecambah kormal dalam polybag 14 HSP (B), kecambah bbnormal 14 HSP (C), dan kecambah normal 21 HSP. Perlakuan aksesi, tipe penyerbukan buatan, dan interaksinya dapat mempengaruhi viabilitas dan vigor benih (Lampiran 17, 18, dan 19). Viabilitas benih ditunjukkan oleh persentase daya berkecambah (DB) dan potensi tumbuh maksimum (PTM) sedangkan vigor benih ditentukan oleh kecepatan tumbuh (K CT ). Kedua perlakuan dan interaksinya juga mempengaruhi diameter benih 25

26 (Lampiran 15). Penyerbukan dalam satu malai pada aksesi Jabar (Jabar x P1) dan penyerbukan antar tanaman pada aksesi jabar (Jabar x P3) menghasilkan nilai tertinggi yaitu 1.04 cm (Tabel 3). Namun uji korelasi menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan linier antara peubah diameter benih dengan peubah DB, PTM, dan K CT yang mengindikasikan bahwa diameter benih tidak berkaitan dengan viabilitas dan vigor benih. Diduga diameter benih ini dapat mempengaruhi kandungan minyak karena semakin besar diameter benih maka akan berpengaruh terhadap besarnya jaringan aktif benih tersebut sehingga kandungan minyaknya juga diduga akan semakin tinggi. Tabel 3. Pengaruh Interaksi Faktor Aksesi dan Tipe Penyerbukan terhadap Diameter Benih (cm) Perlakuan P1 P2 P3 P4 Lampung 1.003 bcde 1.032 ab 0.995 cdef 0.965 fg Banten 0.991 cdefg 0.996 cdef 0.961 gh 0.985 efg Jabar 1.037 a 0.935 h 1.037 a 1.018 abcd Jateng 1.022 abc 0.982 efg 0.981 efg 0.990 defg P1: penyerbukan dalam satu malai, P2: penyerbukan dalam satu tanaman, P3: penyerbukan antar tanaman dalam satu aksesi, P4: penyerbukan antar aksesi. Penyerbukan sendiri (P1 dan P2) dan penyerbukan silang dalam satu aksesi (P3) menghasilkan viabilitas potensial benih yang sama pada aksesi Lampung, dan Jateng, sedang pada aksesi Jabar penyerbukan silang dalam satu aksesi menghasilkan benih dengan viabilitas potensial yang lebih tinggi daripada penyerbukan sendiri (Tabel 4). Sebaliknya aksesi Banten menghasilkan benih dengan viabilitas potensial yang tinggi apapun tipe penyerbukannya, bahkan ada kecenderungan penyerbukan viabilitas potensial lebih tinggi. antar aksesi (P4) menghasilkan benih dengan Penyerbukan sendiri baik polen berasal dari malai yang sama (P1) atau dari malai yang berbeda tetapi masih dalam satu tanaman (P2) menghasilkan viabilitas potensial benih yang sama. Persilangan dalam satu aksesi menghasilkan benih dengan viabilitas potensial yang tidak berbeda antar aksesi. Hal ini mengindikasikan bahwa penyerbukan silang lebih stabil dalam menghasilkan benih, sebagaimana dinyatakan oleh Heller (1996) bahwa jarak pagar adalah 26

tanaman yang menyerbuk silang. Namun demikian perlu dicatat bahwa persilangan antar aksesi justru tidak menjamin viabilitas benih yang dihasilkan. 27 Tabel 4. Pengaruh Interaksi Faktor Aksesi dan Tipe Penyerbukan terhadap Persentase Daya Berkecambah (%) dan Kecambah Abnormal (%) Perlakuan P1 P2 P3 P4 DB Kab DB Kab DB Kab DB Kab Lampung 97 a 0 b 82 abcde 7 b 82 abcde 3 b 70 e 8 ab Banten 90 ab 0 b 92 ab 0 b 91 ab 6 b 97 a 0 b Jabar 72 de 18 a 73 cde 10 ab 90 abc 4 b 77 bcde 4 b Jateng 96 a 0 b 89 abcd 0 b 86 abcde 12 b 40 f 2 b P1: penyerbukan dalam satu malai, P2: penyerbukan dalam satu tanaman, P3: penyerbukan antar tanaman dalam satu aksesi, P4: penyerbukan antar aksesi. Interaksi antara penyerbukan sendiri dan penyerbukan silang dalam satu aksesi (P1, P2, dan P3) dengan aksesi tidak berpengaruh nyata terhadap viabilitas total benih sebagaimana ditunjukkan oleh potensi tumbuh maksimum (Tabel 5). Sama seperti pada peubah DB, viabilitas total benih yang dihasilkan aksesi Banten cenderung meningkat bila dilakukan persilangan antar aksesi sedangkan pada aksesi Jateng justru akan menurunkan viabilitas total benih. Persentase PTM tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan dibanding persentase DB, sehingga dapat dikatakan bahwa pada umumnya benih jarak pagar yang mampu berkecambah kemungkinan besar akan mampu membentuk kecambah normal. Tabel 5. Pengaruh Interaksi Faktor Aksesi dan Tipe Penyerbukan terhadap Potensi Tumbuh Maksimum (%) Perlakuan P1 P2 P3 P4 Lampung 97 a 89 abc 85 abc 78 c Banten 90 abc 92 ab 97 a 97 a Jabar 90 abc 83 abc 94 ab 81 bc Jateng 96 a 89 abc 88 abc 43 d P1: penyerbukan dalam satu malai, P2: penyerbukan dalam satu tanaman, P3: penyerbukan antar tanaman dalam satu aksesi, P4: penyerbukan antar aksesi. Seperti pada peubah DB, penyerbukan sendiri dan persilangan dalam satu aksesi akan menghasilkan vigor benih yang relatif sama, sedangkan persilangan antar aksesi pada aksesi Banten akan meningkatkan vigor benih, dan sebaliknya pada aksesi Jateng akan menurunkan vigor benih (Tabel 6). 27

28 Tabel 6. Pengaruh Interaksi Faktor Aksesi dan Tipe Penyerbukan terhadap Kecepatan Tumbuh (%/etmal) Perlakuan P1 P2 P3 P4 Lampung 8.5 ab 7.5 bcd 7.4 bcd 6.6 cd Banten 8.0 abc 8.2 ab 8.1 ab 9.3 a Jabar 6.6 cd 6.4 d 8.3 ab 7.2 bcd Jateng 8.3 ab 8.0 abc 8.2 ab 3.5 e P1: penyerbukan dalam satu malai, P2: penyerbukan dalam satu tanaman, P3: penyerbukan antar tanaman dalam satu aksesi, P4: penyerbukan antar aksesi. Berdasarkan Tabel 6, 7, dan 8, dapat dilihat bahwa penyerbukan sendiri (P1 dan P2) dan penyerbukan silang dalam satu aksesi (P3) cenderung akan menghasilkan benih dengan viabilitas dan vigor yang relatif sama. Persilangan antar aksesi dapat menurunkan viabilitas dan vigor benih yang dihasilkan, khususnya pada aksesi Jateng, kecuali aksesi Banten yang justru menghasilkan benih dengan viabilitas dan vigor benih yang tinggi bila disilangkan dengan aksesi lain. Data ini mengindikasikan bahwa untuk produksi benih aksesi Lampung, Jabar, dan Jateng, persilangan dalam satu aksesi akan lebih menguntungkan daripada antar aksesi, sedangkan untuk aksesi Banten persilangan antar aksesi justru lebih menguntungkan. Oleh karena itu seleksi massa negatif untuk perbaikan tanaman jarak pagar secara umum merupakan salah satu langkah yang efektif dan mudah. Disamping itu, aksesi Banten sangat potensial untuk dikembangkan dalam rangka perbaikan tanaman karena memiliki potensi reproduksi yang relatif lebih tinggi dibandingkan aksesi lain seperti telah dijelaskan diatas. 28