HASIL DAN PEMBAHASAN. Studi Fenologi Pembungaan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN. Studi Fenologi Pembungaan"

Transkripsi

1 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Studi Fenologi Pembungaan Studi fenologi pembungaan jarak kepyar dilaksanakan di Kebun Raya Bogor, dengan ketinggian lahan ± 260 m di atas permukaan laut (Subarna 2003). Curah hujan bulanan selama tahun 2011 (Januari-Juni) rata-rata sebesar mm. Selama dua bulan pengamatan studi fenologi pembungaan suhu (T) dan kelembaban udara (RH) harian berfluktuasi, masing-masing berkisar o C dan 34-80% (Tabel 5). Tabel 5. Suhu rata-rata (T) dan kelembaban udara rata-rata (RH) harian selama periode pengamatan studi fenologi pembungaan (Maret-Juni) Waktu Pengamatan T (ºC) RH (%) Tmin Tmax RHmin Rhmax Pagi Siang Sore Suhu udara pagi, siang dan sore hari memiliki kisaran yang luas, yaitu masing-masing antara 25-32ºC, 29-39ºC, dan 25-32ºC. Demikian juga dengan kelembaban udara (RH) pagi, siang dan sore hari, masing-masing berkisar antara 51-80%, 34-75%, dan 52-80%. Tanaman untuk pengamatan fenologi mengalami etiolasi karena tidak mendapat penyinaran matahari sepanjang hari. Akibatnya pertumbuhan dan perkembangan tanaman relatif lambat, sehingga pembungaan pun lambat. Jenis serangga yang menghampiri malai ataupun individu bunga yaitu beberapa jenis tabu-tabuan, lebah, semut, dan kupu-kupu (Gambar 5). Jenis tabutabuan dan lebah banyak ditemukan pada bunga betina dan bunga jantan yang sedang mekar, terutama pada pagi hari, sekitar pukul pagi, sementara kupu-kupu tidak menunjukkan pola kunjungan yang tertentu. Semut ditemukan sepanjang waktu di sekitar benjolan pada tangkai daun atau pada batang (gland =kelenjar). Seperti pada tanaman mangrove Aegialitis ataupun pisang, bagian gland dapat mengeluarkan sekresi yang mengandung gula ataupun metabolit sekunder (Luttge 1971). Tabu-tabuan dan lebah diduga merupakan serangga yang membantu penyerbukan.

2 22 Gambar 5. Serangga yang mengunjungi bunga betina dan bunga jantan jarak kepyar: tabu-tabuan (a), lebah (b); semut (c); kupu-kupu (d) Perkembangan Malai Jarak kepyar merupakan tanaman monoecious, dengan bunga jantan dan betina terdapat dalam satu malai. Pucuk generatif dapat dibedakan dari pucuk vegetative secara visual. Pucuk generatif lebih membulat dan padat, sedangkan pucuk vegetatif lebih lonjong berujung runcing dan kurang padat. Tipe malai tanaman jarak kepyar genotipe Pro sesuai dengan tipe pertama (gradient monoecism) menurut Shifriss dalam William et al. (1967), yaitu bunga betina terdapat pada bagian distal dan bunga jantan terdapat pada bagian proksimal. Genotipe yang sama yang ditanam di kebun Citeureup menunjukan pola malai yang sama. Tipe malai tersebut memberi indikasi bahwa penyerbukan (menempelnya serbuk sari ke kepala putik, yang letaknya lebih tinggi daripada antera pada satu malai) memerlukan vektor serbuk sari. Serangga diduga merupakan vektor serbuk sari yang potensial. Jika penyerbukan dibantu oleh angin, diduga kepala putik (bunga betina) akan mendapatkan serbuk sari dari bunga jantan malai yang lain. Malai bunga jarak kepyar dikategorikan telah mekar setelah kuncup individu bunga mulai muncul. Pertumbuhan malai ditandai dengan pertambahan panjang malai (Gambar 6). Saat malai bunga muncul, pertumbuhan vegetatif tetap berjalan sehingga pola pembungaan tanaman ini termasuk indeterminate. Namun demikian, saat masa pembungaan, pucuk vegetatif tetap tumbuh dan tidak muncul pucuk yang baru. Pucuk vegetatif akan muncul kembali setelah masa pembungaan dari bagian samping (aksilar).

3 23 Gambar 6. Pertumbuhan panjang malai jarak kepyar Gambar 6 menunjukkan bahwa pertumbuhan panjang malai terjadi pada 8-19 hari setelah malai mekar (HSMM). Pada kisaran waktu ini, individu-individu bunga bermunculan. Malai tidak bertambah panjang setelah hari ke 18 sampai buah masak pada hari ke 43 setelah malai mekar. Penyerbukan mulai terjadi pada kisaran 6-8 hari setelah malai mekar (HSMM), yaitu saat antera pecah dan bunga betina mekar. Penyerbukan terjadi saat bunga betina pada 0 hari setelah anthesis (HSA). Jika dikonversikan, rata-rata 7 HSMM adalah sama dengan 0 HSA. Pola mekar bunga dalam satu malai tidak beraturan, tidak selalu bunga paling ujung mekar lebih dulu daripada bunga pada pangkal. Bunga mulai mekar rata-rata sekitar empat hari setelah malai mekar. Lama mekar malai yang dimulai sejak bunga pertama mekar (bunga betina) sampai bunga terakhir (bunga jantan) rata-rata berlangsung sekitar 16 hari. Bunga betina dalam satu malai mekar selama 4 hari, sedangkan bunga jantan mekar selama 15 hari. Akan tetapi overlapping antar mekar bunga betina dan jantan dalam satu malai hanya berlangsung selama dua hari, yang berpeluang terjadinya penyerbukan sendiri. Secara visual, perkembangan malai dapat dibedakan menjadi 5 fase (Gambar 7), yaitu: a) saat pucuk mulai dapat diidentifikasi sebagai pucuk

4 24 generatif (fase 1, umur 0 hari), b) saat banyak kuncup individu bunga muncul (fase 2, umur 5-7 hari setelah fase 1), c) saat individu bunga mekar (fase 3, umur 9-11 hari setelah fase 1), d) saat semua bunga betina berkembang menjadi buah (fase 4, umur hari setelah fase 1), dan saat buah mulai masak (fase 5, umur hari setelah fase 1). Gambar 7. Fase perkembangan malai: fase 1 (a); fase 2 (b); fase 3 (c); fase 4 (d); fase 5 (e) Pada fase 1 pucuk generatif (malai) masih terbungkus kuncup daun. Kuncup malai baru mekar satu hari kemudian pada saat kuncup individu bunga betina bagian distal muncul. Saat ini disebut saat malai mekar (Gambar 7a). Kuncupkuncup individu bunga, baik bunga betina ataupun bunga jantan mulai muncul pada lima sampai tujuh hari setelah malai mekar (Gambar 7b). Bunga betina dan jantan mulai mekar sekitar sembilan sampai 11 hari setelah malai mekar. Stigma (kepala putik) bunga betina yang berwarna kuning kemerahan tampak menjulur dan kelopak bunga jantan terbuka memperlihatkan benang sarinya (Gambar 7c). Bunga betina dalam satu malai mekar dalam 3-6 hari yang disusul dengan fase perkembangan buah. Semua ovarium bunga betina terlihat semakin besar (Gambar 7d). Buah pertama matang pada umur hari setelah malai mekar. Buah yang sudah masak umumnya merekah (Gambar 7e) sehingga bji dapat terlempar ke luar. Jumlah bunga betina dalam satu malai rata-rata 20, sedangkan jumlah bunga jantan rata-rata 52, sehingga rasio seks betina dan jantan adalah sekitar 1:2.5. Penelitian Shifriss (1956) terhadap beberapa varietas jarak kepyar juga menunjukkan hal yang sama, yaitu rasio seks betina dan jantan adalah 1:2.

5 25 Morfologi dan Perkembangan Bunga Bunga jarak kepyar adalah bunga tidak lengkap. Satu individu bunga hanya memiliki organ generatif betina atau jantan saja. Dalam satu malai bunga, bunga hermaprodit ataupun rudimenter tidak ditemukan. Sejak awal pucuk malai mekar, kuncup bunga betina dapat dibedakan dari kuncup bunga jantan. Kuncup bunga betina lonjong dan meruncing ujungnya, sedangkan bunga jantan lebih membulat dan juga meruncing ujungnya (Gambar 8.1 dan Gambar 8.2). Selain itu, individu bunga jarak kepyar baik bunga jantan ataupun bunga betina adalah bunga tidak sempurna karena tidak memiliki organ perhiasan bunga yang lengkap seperti mahkota bunga. Bunga betina jarak kepyar hanya terdiri atas pistil, dengan ovarium yang berduri dan kelopak bunga, tidak memiliki mahkota dan stamen (organ jantan). Pistil terdiri dari stigma (kepala putik) yang berwarna kuning kemerahan. Kepala putik berjumlah tiga dan masing-masing kepala putik terbelah dua hingga mencapai kepala putik, sehingga seolah-olah kepala putik bercabang lima atau enam dan cukup besar untuk menangkap serbuk sari. Pada saat bunga betina mekar kelopak bunga terbuka (mekar) dan kepala putik yang berwarna kuning kemerahan mulai menjulur (Gambar 8.1b). Ovarium memiliki tiga ruang yang masing-masing mengandung satu ovul (Gambar 8.1c). Bunga jantan terdiri atas kelopak bunga, filamen (tangkai sari) dan kotak sari yang berwarna kuning, tanpa mahkota bunga dan pistil (organ betina). Benang sari terdiri dari tiga tipe, yaitu tipe 1, tipe 2, dan tipe 3 (Gambar 8.2b). Tipe 1 memiliki dua cabang, tiap cabang memiliki dua ranting, dan tiap ranting memiliki delapan kotak sari. Tipe 2 memiliki dua cabang dan salah satu cabangnya memiliki dua ranting, dan tiap ranting memiliki delapan kotak sari. Tipe 3 memiliki dua cabang dan tiap cabang memiliki delapan kotak sari. Tipe 1 dan tipe 2 terletak di bagian tengah (aksilar) dalam bunga jantan, sedangkan tipe 3 terletak di bagian samping (peripheral). Tipe 3 mendominasi benang sari dalam satu bunga. Satu bunga jantan rata-rata memiliki 17 benang sari. Jika dalam satu bunga jantan, semua benang sari bertipe 1 maka jumlah kotak sari yang terdapat dalam satu bunga jantan berkisar 272, sedangkan jika semua benang sari bertipe 3 maka jumlah kotak sari mencapai 544 dalam satu bunga jantan.

6 26 Gambar 8. Morfologi individu bunga. Bunga betina (8.1-atas); Kuncup bunga betina (a); Bunga betina yang sedang mekar, kepala putik bercabang lina dan berwarna kuning kemerahan (b); Bunga diiris melintang (c). Bunga jantan (8.2-bawah): Kuncup bunga jantan (a); Tiga tipe benang sari (b); diagram tiga tipe benang sari (c) Bunga betina pertama mekar rata-rata pada 4 hari setelah pucuk malai mekar. Saat mekar, kelopak bunga membuka dan kepala putik bunga betina menjulur keluar (Tabel 6). Bunga jantan rata-rata baru mekar 6 hari setelah pucuk malai mekar. Periode mekar keseluruhan bunga betina dalam satu malai adalah sekitar empat hari, sedangkan periode mekar keseluruhan bunga jantan dalam satu malai adalah sekitar 15 hari. Kepala putik diduga reseptif sehari setelah bunga betina mekar, yang ditandai dengan warna kepala putik bagian dalam yang kemerahan yang berlangsung 1-2 hari. Individu bunga betina mekar selama 3-6 hari, sedangkan individu bunga jantan selama 1-2 hari. Kepala sari pecah pada hari yang sama bunga jantan mekar, dan pada keesokan harinya berubah menjadi kecoklatan sebagai indikasi bahwa serbuk sari sudah tidak viabel (Tabel 7).

7 27 Tabel 6. Perkembangan bunga betina Fase Keterangan Kuncup bunga Bunga mulai mekar (sebelum putik mencapai reseptif) Panjang mm, diameter mm, berwarna hijau, bentuk bulat lonjong dan berujung runcing. Panjang tangkai sekitar 3-5 mm. Fase ini berlangsung selama 1-2 hari (Gambar 9a). Kelopak bunga mulai membuka, kepala putik yang berwarna hijau kekuningan atau kuning mulai menjulur, dengan panjang 1-3 mm. Kelopak bunga terpisah, ovarium berduri, kepala putik menjulur semakin panjang, sekitar 1-3 cm. Fase ini berlangsung selama 2-4 hari (Gambar 9b). Mekar reseptif Kelopak bunga terpisah, ovarium terlihat seluruhnya, kepala putik menjulur panjang sekitar 8-9 mm, berwarna kuning dan kemerahan di bagian tengah. Fase ini berlangsung selama 1-2 hari (Gambar 9c). Pasca reseptif Kepala putik berwarna kuning kemerahan dengan ujung layu dan menghitam, ovarium mulai membesar (Gambar 9d). Tabel 7. Perkembangan bunga jantan Fase Keterangan Kuncup bunga Panjang mm, diameter 3-4 mm, berwarna hijau, bentuk bulat dan berujung runcing. Panjang tangkai bunga sekitar 3-5 mm. Fase ini berlangsung selama 2-4 hari (Gambar 10a). Bunga mulai mekar (sebelum antera pecah) Kelopak bunga mulai membuka dan terpisah saat mekar, tangkai sari berwarna kuning, kumpulan tangkai sari yang banyak tampak padat berkelompok. Kepala sari berwarna kuning mengkilat. Fase ini berlangsung selama ½ hari Mekar anthesis (Gambar 10b) Kelopak bunga terpisah. Tangkai sari yang berwarna kuning mulai renggang satu sama lain. Kepala sari pecah dan polen keluar. Fase ini berlangsung selama 1 hari (Gambar 10c). Pasca anthesis Kepala sari berwarna kuning kecoklatan, kelompok filamen tampak renggang. Lamakelamaan bunga jantan mengering dan menghitam, bahkan sebagian mulai rontok. Fase ini dimulai sejak 1 hari setelah mekar anthesis (Gambar 10d).

8 28 28 Gambar 9. Fase perkembangan bunga betina Gambar 10. Fase perkembangan bunga jantan

9 29 Perkembangan Buah Perkembangan buah dimulai sejak bunga betina mekar dan mengalami penyerbukan (1 hari setelah anthesis/hsa). Pasca penyerbukan, ujung kepala putik layu dan menghitam, sedangkan bunga jantan mengering, menghitam dan rontok. Perkembangan buah yang ditandai dengan mulai membesarnya bakal buah hingga buah matang dan biji mencapai masak fisiologis berlangsung sekitar 43 hari (Gambar 11). Panjang dan diameter buah digunakan sebagai parameter yang menggambarkan perkembangan buah. Gambar 11. Perkembangan ukuran buah jarak kepyar Perkembangan buah paling pesat terjadi pada 7 HSA hingga 17 HSA (Gambar 11), pada saat panjang dan diameter bertambah. Pada fase ini diduga pembentukan dan perkembangan embrio terjadi, kadar air dan berat basah biji meningkat pesat, sebagai akibatnya ukuran buah bertambah. Hal ini berlangsung sampai biji mencapai matang morfologi. Matang morfologi diduga terjadi pada 17 HSA karena ukuran buah mencapai maksimum. Pada 18 HSA sampai 32 HSA pertumbuhan sangat lamban, yang merupakan indikasi fase penumpukan cadangan makanan. Pada fase ini umumnya berat kering buah meningkat. Pada 32

10 30 HSA sampai 43 HSA ukuran buah sedikit menurun, yang menunjukkan terjadinya penurunan kadar air buah, sebagai indikasi akhir perkembangan buah yaitu benih mencapai masak fisiologi. Berat kering mencapai maksimum karena kadar air menurun saat pemasakan embrio (Kermode 1990; Utomo 2008). Buah masak ratarata pada umur 40 HSA yang ditandai dengan warna kulitnya yang coklat kehitaman dan telah mengering (Tabel 8). Tabel 8. Perkembangan buah Umur Keterangan 10 HSA Warna rambut hijau muda, warna kepala putik yang menjulur masih sedikit merah di bagian dalam sedangkan bagian ujungnya coklat, cangkang biji melekat pada ruang (carpel). Biji sudah terbentuk berwarna putih dan lunak, kulit biji lunak dan berwarna putih kekuningan. (Gambar 12a). 19 HSA Warna rambut buah hijau, warna kepala putik yang menjulur masih sedikit merah di bagian dalam sedangkan bagian ujung berwarna coklat. Cangkang biji melekat pada ruang (carpel) dan menempel dengan biji, agak keras, dan berwarna kuning, kulit biji agak keras dan berwarna coklat kehitaman. Biji berwarna putih, bagian tengah biji (embrio) masih lunak dan transparan (Gambar 12b). 30 HSA Warna rambut buah hijau tua, warna kepala putik yang menjulur masih sedikit merah di bagian dalam sedangkan bagian ujung berwarna coklat, cangkang biji menempel pada ruang (carpel), keras, dan berwarna kuning terang, kulit biji agak keras dan berwarna coklat kehitaman. Biji berwarna putih, bagian tengah biji (embrio) sedikit transparan (Gambar 12c). 40 HSA Warna rambut buah hijau tua kecoklatan, warna kepala putik sebagian besar berwarna coklat, cangkang biji menempel pada ruang (carpel), keras, dan berwarna putih kekuningan. Kulit biji keras dan berwarna hitam, warna biji putih. Kulit buah mulai pecah (Gambar 12d). Keterangan: HSA= Hari Setelah Anthesis Pembentukan buah secara alami mencapai 100%. Jumlah buah per malai yang terbentuk rata-rata 20. Panjang tangkai buah berkisar antara cm. Warna kulit buah berangsur-angsur berubah dari hijau, hijau tua, hingga coklat kehitaman sesuai dengan perkembangan buah (Gambar 12). Saat buah berwana coklat kehitaman diduga sebagai ciri buah telah mencapai masak fisiologis.

11 31 Gambar 12. Penampang melintang buah jarak kepyar; umur 10 HSA (a); umur 19 HSA (b); umur 30 HSA (c); umur 40 HSA (d) Identifikasi Hubungan Kemiripan Genetik Berdasarkan Marka Morfologi Penelitian karakterisasi morfologi dilaksanakan di kebun penelitian Citeureup dengan ketinggian lahan ± 168 m di atas permukaan laut. Curah hujan rata-rata per bulan, suhu udara rata-rata, suhu tanah, radiasi matahari rata-rata dan kadar air tanah selama penelitian berlangsung berturut-turut adalah 349 mm, 24.19ºC, ºC, (W/m 2 ), dan 0.22 (m 3 /m 3 ). Pada bulan pertama setelah dipindahtanam, banyak tanaman yang pertumbuhannya terganggu sehingga menjadi kerdil karena curah hujan yang tinggi (Gambar 13). Curah hujan tinggi menyebabkan sungai di samping pertanaman jarak kepyar meluap. Luapan air sungai menyebabkan sebagian pertanaman terendam sehingga ada beberapa tanaman yang mati. Meskipun demikian, terdapat sekitar 80-90% tanaman mampu hidup dan terlihat tumbuh dengan baik pada 4 bulan setelah tanam (Gambar 14). Gambar 13. Kondisi per tanaman umur 1 bulan setelah dipindahtanam: sehat (a); rebah (b); kerdil (c); mati (d)

12 32 Gambar 14. Kondisi tanaman umur 4 bulan setelah dipindahtanam Gangguan hama terjadi ketika memasuki musim panas dan saat tanaman mulai berbunga. Hama yang menyerang terdiri atas ulat dan keong (Gambar 15). Teknik pengendalian mekanis (manual) dilakukan untuk mengatasi serangan hama-hama tersebut. Gambar 15. Hama yang menyerang pada tanaman jarak kepyar: ulat bulu (a); ulat jengkal (b); keong (c) Keragaman Genotipe Berdasarkan Karakter Morfologi Keragaman morfologi 14 genotipe jarak kepyar yang diamati terdiri atas karakter kuantitatif dan kualitatif. Keragaan karakter kuantitatif 14 genotipe jarak kepyar dan hasil analisis ANOVA karakter kuantitatif pada 14 genotipe jarak kepyar masing-masing disajikan pada Tabel 9 dan Tabel 10.

13 33 Tabel 9. Keragaan karakter kuantitatif 14 genotipe jarak kepyar Karakter Rata-rata Std Min. Maks. Kisaran Tinggi tanaman (cm) Diameter batang (cm) Panjang ruas batang muda (cm) Panjang ruas batang tua (cm) Panjang tangkai daun (cm) Panjang daun (cm) Lebar daun (cm) Jumlah jari daun Jumlah buah per pohon Bobot 100 butir biji Panjang biji (cm) Lebar biji (cm) Tebal biji (cm) Keterangan: Std: simpangan baku; Min: nilai minimum; Maks: nilai maksimum Hasil perhitungan statistik deskriptif meliputi nilai rata-rata, simpangan baku, nilai maksimum, nilai minimum, dan kisaran dari ke-14 genotipe jarak kepyar yang diamati (Tabel 9). Dari 13 karakter yang diamati, tinggi tanaman memiliki kisaran yang paling luas, yaitu dengan nilai minimum cm dan nilai maksimum cm. Namun demikian, varietas yang telah dilepas pemerintah (Asembagus 22, Asembagus 60, dan Asembagus 81) adalah tanaman yang tinggi lebih tinggi daripada semua genotipe yang diamati karena memiliki nilai minimum dan maksimum yang lebih tinggi ( cm) (Tabel Lampiran 1). Bobot (berat) 100 butir biji ke-14 genotipe jarak kepyar yang diamati memiliki kisaran berat 100 biji g. Berbeda dengan ketiga varietas yang dilepas oleh Balittas (Asembagus 22, Asembagus 60, dan Asembagus 81) yang memiliki kisaran berat 100 biji g. Diduga terdapat genotipe yang lebih unggul diantara 14 genotipe jarak pagar yang diamati dalam karakter bobot biji ataupun karakter yang berkaitan dengan bobot biji dibanding ketiga varietas yang telah dilepas oleh pemerintah.

14 34 Tabel 10. Rekapitulasi hasil analisis ANOVA pada karakter kuantitatif 14 genotipe jarak kepyar Karakter KTgenotipe KTgalat KK Pr>F Tinggi tanaman * Diameter batang Panjang ruas batang muda Panjang ruas batang tua Panjang tangkai daun * Panjang daun * Lebar daun * Jumlah jari daun Jumlah buah per pohon Bobot 100 butir biji <.0001** Panjang biji <.0001** Lebar biji <.0001** Tebal biji <.0001** Keterangan: KK: Koefisien keragaman; *=nyata pada taraf kepercayaan 95%; **=sangat nyata pada taraf kepercayaan 95% Nilai koefisien keragaman (KK) pada Tabel 10 menunjukkan seberapa baik keadaan percobaan yang beragam tergantung jenis percobaan, tanaman, dan karakter yang diukur (Gomez dan Gomez 1995). Berdasarkan Tabel 9 terlihat bahwa nilai KK tinggi (KK>30%) dimiliki oleh karakter diameter batang, panjang ruas batang muda, panjang ruas batang tua, panjang tangkai daun, dan jumlah buah per pohon. Transformasi data pada karakter dengan nilai KK yang tinggi tidak dilakukan karena semua karakter sudah menyebar normal (Tabel Lampiran 2). Koefisien keragaman yang tinggi disebabkan oleh kondisi lingkungan yang tidak stabil. Pertanaman yang sempat mengalami kondisi stres karena terendam saat musim hujan di awal pertumbuhannya diduga menyebabkan respon pertumbuhan tiap genotipe berbeda-beda. Beberapa genotipe diduga mungkin tumbuh dan berkembang tidak sebaik potensi genotipenya. Secara statistik karakter tinggi tanaman, panjang tangkai daun, panjang daun, dan lebar daun berbeda nyata (0.01>F>0.05) pada genotipe jarak kepyar, sedangkan bobot 100 butir biji, panjang biji, lebar biji, dan tebal biji berbeda sangat nyata (0.01<F) (Tabel 9). Hal ini menunjukkan bahwa genotipe berpengaruh nyata pada karakter vegetatif yang terdiri atas tinggi tanaman, panjang tangkai daun, panjang daun, dan lebar daun. Selain itu genotipe

15 35 berpengaruh sangat nyata pada karakter generatif yang terdiri atas bobot 100 butir biji, panjang biji, lebar biji, dan tebal biji. Sesuai dengan hasil penelitian pada tanaman jarak pagar (tanaman yang sefamili dengan jarak kepyar) bahwa perbedaaan genotipe berpengaruh nyata pada panjang tangkai daun (Nisya 2010), dan panjang biji serta bobot 100 biji (Arisanti 2010). Karakter kualitatif yang diamati secara visual baik karakter vegetatif ataupun karakter generatif beragam. Keragaman terlihat di dalam populasi secara keseluruhan, bahkan di dalam genotipe itu sendiri. Hasil penelitian mengenai karakterisasi dan evaluasi plasma nutfah jarak kepyar dari berbagai daerah yang dilakukan oleh Balittas (1994), terlihat ada keragaman karakter vegetatif pada tanaman ini diantaranya meliputi warna batang dan tangkai daunnya. Hal ini tampak pada warna batang dan tangkai daun 14 genotipe jarak kepyar yang diamati, yaitu baik pada bagian tanaman yang masih muda ataupun sudah tua (Tabel 11). Warna dan bentuk biji, serta tipe malai jarak kepyar yang diamati juga beragam (Tabel 12). Tingkat keragaman pada jarak kepyar tinggi karena tanaman ini merupakan tanaman menyerbuk silang (Shifriss 1956, Mardjono 2000). Namun demikian, keragaman yang tampak ini (fenotipe) selain dikendalikan oleh ragam genetik, masih dikendalikan oleh ragam lingkungan dan ragam interaksi dan lingkungan.

16 36 36 Tabel 11. Beberapa keragaman karakter kualitatif pada fase vegetatif pada 14 genotipe jarak kepyar Kode Warna tangkai Warna tangkai Warna batang Warna batang Warna daun Warna daun muda genotipe daun tua muda tua muda tua PLAM-1 Merah muda Hijau Abu-abu Hijau kemerahan Hijau kemerahan Hijau Hijau kemerahan Hijau Merah keunguan Hijau Merah kehijauan Hijau LAB-1 Hijau Hijau Abu kehijauan Hijau Hijau Hijau tua Merah muda Hijau muda Merah Merah keunguan Hijau Hijau keunguan kekuningan Hijau kemerahan Merah kehijauan BAG-1 Merah tua Merah kehijauan Abu-abu Merah keunguan Hijau kemerahan Hijau tua Coklat Hijau THAI-101 Merah tua Merah kehijauan Abu-abu Merah keunguan Merah kehijauan Hijau tua Merah Hijau Merah kehijauan PHIL-2 Hijau Hijau Hijau Hijau kekuningan Hijau Hijau Hijau muda Abu-abu Hijau Merah kehijauan TAN-1 Merah tua Hijau kemerahan Ungu muda Merah keunguan Merah kehijauan Hijau tua Merah kehijauan Hijau kemerahan Hijau CIB-1 Merah tua Hijau kemerahan Abu-abu Merah keunguan Hijau kemerahan Hijau Merah kehijauan Merah tua Merah kehijauan Hijau tua PHIL-4 Merah tua Merah Abu-abu Merah keunguan Merah kehijauan Hijau Hijau kemerahan PHIL-5 Merah tua Merah kehijauan Abu-abu Merah keunguan Hijau kemerahan Hijau tua Merah Merah kehijauan Hijau Merah muda

17 37 Lanjutan Tabel 11 Kode genotipe Warna tangkai daun tua Warna tangkai muda Warna batang tua Warna batang muda Warna daun muda Warna daun tua PHIL-13 Merah tua Merah Ungu Merah Merah kehijauan Hijau tua Merah muda Hijau Abu-abu Hijau Hijau Hijau Kuning kehijauan PON-2 Merah tua Merah kehijauan Coklat Merah kehijauan Hijau kemerahan Hijau Hijau kemerahan Abu-abu Merah Hijau tua Kehijauan GRE Merah tua Merah kehijauan Abu-abu Merah keunguan Hijau kemerahan Hijau Hijau kemerahan Merah kehijauan Hijau tua PRO Merah tua Hijau kemerahan Abu-abu Merah kehijauan Hijau kemerahan Hijau tua Merah kehijauan Coklat Merah kehijauan Hijau SUR Merah tua Merah Abu-abu Merah keunguan Hijau kemerahan Hijau tua Merah kehijauan Merah kehijauan 37

18 38 38 Tabel 12. Beberapa keragaman karakter kualitatif pada fase generatif pada 14 genotipe jarak kepyar Kode genotipe Warna bunga betina Warna putik Warna rambut buah Bentuk biji Warna biji Tipe malai bunga PLAM-1 Merah muda Putih kehijauan Hijau muda Elips Coklat muda blirik A kuning LAB-1 Kuning Putih Hijau Elips Coklat muda belirik A kekuningan membulat hitam BAG-1 Merah muda Putih kehijauan Hijau Elips Coklat blirik abu-abu C THAI-101 Merah Putih Hijau kemerahan Elips Coklat blirik coklat D kekuningan muda PHIL-2 - TAN-1 Merah Putih Hijau muda Elips Coklat blirik coklat A, C kekuningan muda CIB-1 Merah Putih Hijau Elips Coklat tua blirik abuabu C kekuningan membulat PHIL-4 - PHIL-5 Merah Putih Hijau Elips Hitam blirik abu-abu A kekuningan PHIL-13 Hijau tua Elips Coklat blirik putih kemerahan membulat PON-2 Merah Putih Hijau Elips Hitam blirik abu-abu C kekuningan GRE Merah Putih Hijau Elips Hitam blirik abu-abu A kekuningan PRO Merah Putih Hijau Elips Coklat tua blirik abu- A SUR kekuningan Merah kekuningan kekuningan Putih kekuningan abu Hijau muda Elips Coklat blirik hitam A

19 39 Batang Tinggi tanaman, diameter batang, panjang ruas batang muda, panjang ruas batang tua, warna batang muda, dan warna batang tua termasuk karakter pada batang yang diamati. Diantara keempat karakter kuantitatif (tinggi tanaman, diameter batang, panjang ruas batang muda, dan panjang ruas batang tua), hanya karakter tinggi tanaman yang memperlihatkan perbedaan nyata pada 14 genotipe yang diamati (Tabel 13). Semua genotipe jarak kepyar yang diamati memiliki lapisan lilin yang tebal. Tabel 13. Nilai tengah karakter kuantitatif batang 14 genotipe jarak kepyar pada umur 6 bulan setelah dipindahtanam Tinggi Ukuran batang Kode tanaman Genotipe Diameter Panjang ruas Panjang ruas (cm) batang (cm) batang muda (cm) batang tua (cm) PLAM cd LAB bcd BAG bcd THAI a PHIL bcd TAN bcd CIB ab PHIL d PHIL cd PHIL d PON abc GRE 63.50bcd PRO 83.67abcd SUR 51.00bcd Keterangan: angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5% Tabel 13 menunjukkan bahwa tinggi tanaman tertinggi dimiliki oleh genotipe THAI-101 ( cm), sedangkan tinggi tanaman terendah dimiliki oleh genotipe PHIL-4 (18.85 cm). Meski demikian, tinggi tanaman pada genotipe THAI-101 tidak berbeda nyata dengan tinggi tanaman pada genotipe CIB-1, PON- 2, dan PRO. Tinggi tanaman pada genotipe PHIL-4 juga tidak berbeda nyata dengan tinggi tanaman pada genotipe PLAM-1, LAB-1, BAG-1, PHIL-2, TAN-1, PHIL-5, PHIL-13, GRE, PRO, dan SUR. Genotipe CIB-1 dan PHIL-4 secara berturut-turut memiliki diameter batang dan panjang ruas batang muda terbesar

20 40 dan terkecil. Ukuran panjang ruas batang tua terbesar dan terkecil secara berturutturut dimiliki oleh PHIL-13 dan BAG-1. Warna batang muda terdiri atas warna hijau, hijau kemerahan, hijau kekuningan, merah keunguan, merah muda, merah tua, merah, dan merah kehijauan. Merah keunguan mendominasi warna batang muda diantara beberapa genotipe yang diamati. Namun demikian, variasi warna batang muda di dalam satu genotipe tetap terjadi, kecuali pada BAG-1, THAI-101, TAN-1, PHIL-4, PHIL-5, GRE, dan PRO. Hampir semua genotipe tersebut batang mudanya berwarna merah keunguan di dalam satu populasi pengamatan 3 tanaman, kecuali PRO yang berwarna merah kehijauan. Genotipe PLAM 1 memiliki variasi warna yaitu merah keunguan, hijau kemerahan, dan hijau. LAB-1 memiliki variasi warna merah keunguan dan hijau. PHIL-2 memiliki variasi warna hijau kekuningan dan hijau. CIB-2 memiliki variasi warna merah keunguan dan merah tua. PHIL-13 memiliki variasi warna merah, hijau dan kuning kehijauan. Kemudian, SUR dan PON-2 sama-sama memiliki variasi merah keunguan dan merah kehijauan dalam satu genotipenya. Batang tua berwarna hijau, abu-abu, abu kehijauan, merah keunguan, coklat, ungu, dan ungu muda. Abu-abu adalah warna kebanyakan dari batang tua jarak kepyar yang diamati di tengah variasi warna di dalam genotipe yang ada. THAI- 101, CIB-1, PHIL-4, PHIL-5, GRE, SUR, dan TAN-1 hanya memiliki satu warna. Batang tua THAI-101, CIB-1, PHIL-4, PHIL-5, GRE, dan SUR, masing-masing berwarna abu-abu, sedangkan TAN-1 berwarna ungu muda. PLAM-1 dan PHIL-2 memiliki variasi warna abu-abu dan hijau di dalam satu genotipe. BAG-1, PON-2, dan PRO memiliki variasi warna abu-abu dan coklat. LAB-1 memiliki variasi warna abu kehijauan dan merah keunguan. Sementara itu, PHIL-13 memiliki variasi warna ungu dan abu-abu. Daun Panjang tangkai daun, panjang daun, lebar daun, jumlah jari daun, warna daun tua, bulu daun, tekstur daun, ujung daun, warna daun muda, warna tangkai daun tua, dan warna tangkai daun muda termasuk karakter pada karakter daun yang diamati. Semua karakter kuantitatif yang diamati (panjang tangkai daun,

21 41 panjang daun, lebar daun, dan jumlah jari daun) memperlihatkan perbedaan nyata pada 14 genotipe yang diamati (Tabel 14). Berdasarkan Tabel 16 dapat diketahui bahwa genotipe PON-2 memiliki keragaan daun yang ukurannya paling besar. Ukuran panjang tangkai daun, panjang daun, lebar daun, dan jumlah jari daun dari genotipe PON-2 secara berturut-turut adalah cm, cm, cm, dan Namun demikian, karakter panjang tangkai daun pada genotipe PON-2 tidak berbeda nyata dengan panjang tangkai daun pada genotipe LAB-1, BAG-1, THAI-101, TAN-1, CIB-1, GRE, PRO, dan SUR. Karakter panjang daun pada genotipe PON-2 tidak berbeda nyata dengan panjang daun pada genotipe LAB-1, BAG-1, THAI-101, TAN-1, CIB-1, PHIL-13, GRE, PRO, dan SUR. Karakter lebar daun pada genotipe PON-2 tidak berbeda nyata dengan lebar daun pada genotipe LAB-1, BAG-1, THAI-101, TAN-1, CIB-1, GRE, PRO, dan SUR. Meskipun paling besar dalam karakter jumlah jari daun, genotipe PON-2 hanya berbeda nyata dengan genotipe PHIL-4. Tabel 14. Nilai tengah karakter kuantitatif daun 14 genotipe jarak kepyar yang diamati pada 6 bulan setelah dipindahtanam Ukuran daun Kode Panjang tangkai Jumlah jari Genotipe daun (cm) Panjang daun Lebar daun daun (cm) (cm) (cm) PLAM d 14.47cd 15.37cd 8.00ab LAB abcd 33.50ab 35.07ab 9.00ab BAG abc 25.05abcd 23.75abcd 9.00ab THAI abcd 29.33abcd 30.40abcd 8.33ab PHIL bcd 13.60cd 15.20cd 7.50ab TAN abcd 28.50abcd 31.55abcd 8.50ab CIB ab 30.87abc 33.47abc 8.67ab PHIL cd 11.60d 13.20d 7.00b PHIL bcd 17.17bcd 21.30bcd 7.67ab PHIL bcd 25.33abcd 16.83bcd 7.33ab PON a 39.50a 41.13a 9.33a GRE 28.17abc abcd 32.33abcd 8.67ab PRO 27.27abcd 30.73abc 31.90abcd 8.67ab SUR 22.83abcd 25.47abcd 29.10abcd 9.00ab Keterangan: angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5% Panjang tangkai daun terendah dimiliki oleh PLAM-1 sebesar 8.00 cm dan berbeda nyata dengan genotipe LAB-1, THAI-101, PHIL-2, TAN-1, PHIL-4,

22 42 PHIL-5, PHIL-13, PRO, dan SUR. PHIL-4 memiliki panjang daun, lebar daun, dan jumlah jari daun terendah, secara berturut-turut yaitu sebesar cm, cm, dan Panjang daun PHIL-4 yang terendah tidak berbeda nyata dengan panjang daun pada genotipe PLAM-1, BAG-1, THAI-101, PHIL-2, TAN-1, PHIL-5, PHIL-13, GRE, dan SUR. Lebar daun PHIL-4 yang terendah tidak berbeda nyata dengan lebar daun pada genotipe PLAM-1, BAG-1, THAI-101, PHIL-2, TAN-1, PHIL-5, PHIL-13, GRE, PRO, dan SUR. Jumlah jari daun pada genotipe PHIL-4 berbeda nyata dengan semua genotipe lain. Ukuran daun tiap genotipe yang diamati hampir semua tidak berbeda nyata. Hal ini berarti diduga kemampuan fotosintesis pun tidak berbeda nyata. Fotosintesis dilakukan tumbuhan untuk menyediakan bahan makanan untuk ia tumbuh dan berkembang. Kemampuan daun untuk menghasilkan produk fotosintat ditentukan oleh produktivitas per satuan luas daun dan total luas daun (Fahn l995). Selain ukuran panjang dan lebar daunnya tidak berbeda nyata, ke-9 genotipe tersebut memiliki panjang tangkai daun dan jumlah jari daun yang tidak berbeda nyata pula. Daun jarak kepyar pada semua genotipe yang diamati tidak memiliki bulu daun, bertekstur licin, dan berujung runcing. Warna daun tua dan daun muda berbeda-beda pada genotipe yang diamati. Warna daun tua terdiri atas warna hijau dan hijau tua (Gambar 16). Warna daun muda terdiri atas warna hijau, hijau kemerahan, merah kehijauan, dan hijau kekuningan (Gambar 17). Warna hijau tua lebih mendominasi pada karakter warna daun tua. Hampir semua genotipe memiliki variasi warna hijau dan hijau tua dalam satu populasi pengamatan, kecuali PLAM-1, PHIL-2, PHIL-4, dan SUR. Daun tua PLAM- 1,PHIL-2, dan PHIL-4 berwarna hijau, sementara SUR berwarna hijau tua. Genotipe lainnya (LAB-1, BAG-1, THAI-101, TAN-1, CIB-1, PHIL-5, PHIL-13, PON-2, GRE, dan PRO) berwarna hijau dan hijau tua dalam masing-masing populasi pengamatan.

23 43 Gambar 16. Keragaman warna daun tua pada 14 genotipe jarak kepyar yang diamati; hijau (a); hijau tua (b) Warna daun muda merah kehijauan adalah paling banyak dibandingkan dengan warna yang lain. Hampir semua genotipe memiliki variasi warna pada daun mudanya (Gambar 17), kecuali BAG-1, THAI-101, dan PHIL-13. BAG-1 memiliki warna hijau kemerahan, sedangkan THAI-101 dan PHIL-13 berwarna merah kehijauan. Dalam satu populasi pengamatan, genotipe TAN-1, CIB-1, PHIL-4, PHIL-5, PON-2, GRE, PRO, dan SUR sama-sama memiliki variasi warna merah kehijauan dan hijau kemerahan pada daun mudanya. PLAM-1 memiliki warna daun muda hijau kemerahan dan hijau. LAB-1 memiliki warna daun muda hijau, hijau kekuningan, dan merah kehijauan. Sementara itu, PHIL-2 memiliki warna daun muda hijau dan merah kehijauan. Gambar 17. Keragaman warna daun muda pada 14 genotipe jarak kepyar yang diamati; hijau (a); hijau kemerahan (b); merah kehijauan (c); hijau kekuningan (d) Warna tangkai daun tua yang diamati terdiri atas hijau muda, hijau, merah muda, dan merah tua (Gambar 18). Umumnya tangkai daun tua berwarna merah tua. Genotipe yang memiliki warna tersebut adalah BAG-1, THAI-101, TAN-1, CIB-1, PHIL-4, PHIL-5, PHIL-13, PON-2, GRE, PRO, dan SUR. Merah muda adalah warna tangkai daun tua dari genotipe PLAM-1, PHIL-2, dan SUR. Warna hijau dimiliki oleh LAB-1, PHIL-2, dan PHIL-13. Genotipe yang memiliki warna

24 44 daun tua hijau muda adalah PHIL-2. Berdasarkan pengamatan pada karakter ini diketahui bahwa LAB-1, PHIL-2, PHIL-13, dan SUR memiliki ragam warna pada tangkai tuanya. Hal ini berarti keragaman di dalam genotipe terjadi karena heterozigot. Gambar 18. Keragaman warna tangkai daun tua pada 14 genotipe jarak kepyar yang diamati; hijau muda (a); hijau (b); merah muda (c); merah tua (d) Warna tangkai daun muda terdiri atas warna hijau muda, hijau, hijau kemerahan, merah, merah muda, merah kehijauan (Gambar 19). Merah kehijauan adalah warna tangkai daun muda dominan dari populasi jarak kepyar yang diamati. Tidak setiap genotipe memiliki variasi warna tangkai daun muda di dalam genotipenya. BAG-1, PHIL-2, PHIL-4, dan PRO hanya memiliki satu warna tangkai daun muda dalam satu genotipenya, yaitu secara berturut-turut warnanya merah kehijauan, hijau, merah, dan hijau kemerahan. PLAM-1 memiliki warna tangkai daun muda hijau, hijau kemerahan, dan merah kehijauan. LAB-1 memiliki warna tangkai daun muda hijau, hijau muda, dan hijau kemerahan. THAI-101 memiliki warna tangkai daun muda merah kehijauan dan merah. TAN- 1, CIB-1, GRE, dan PON-2 sama-sama memiliki warna tangkai daun muda hijau kemerahan, dan merah kehijauan. PHIL-5 memiliki warna tangkai daun muda merah kehijauan, merah, dan merah muda. Sementara itu, SUR memiliki warna tangkai daun muda merah dan merah kehijauan.

25 45 Gambar 19. Keragaman warna tangkai daun muda pada jarak kepyar: hijau muda (a); hijau (b); hijau kemerahan (c); merah (d); merah muda (e); merah kehijauan (f) Karakter Morfologi pada Fase Generatif Bunga, buah dan biji adalah organ yang muncul pada fase generatif. Jumlah buah per pohon, bobot 100 butir biji, panjang biji, lebar biji, tebal biji, warna bunga betina (pistil), warna bunga jantan, warna bakal buah, tipe malai, warna rambut buah, bentuk biji, dan motif biji termasuk karakter pada fase generatif yang diamati. Biji jarak kepyar berbentuk lonjong dan diameternya bukan merupakan lingkaran sempurna, sehingga pengukuran dilakukan pada panjang, lebar, dan tebal biji. Hampir semua karakter kuantitatif yang diamati (bobot 100 butir biji, panjang biji, lebar biji, tebal biji) memperlihatkan perbedaan nyata pada 14 genotipe yang diamati, kecuali jumlah buah per pohon (Tabel 15). Genotipe PHIL-2 dan PHIL-4 belum berbuah selama masa pengamatan. Tabel 15 menunjukkan bahwa genotipe PHIL-13 memiliki hampir semua keragaan karakter pada fase generatif daun yang berbeda nyata dan paling besar nilainya, kecuali jumlah buah per pohon. Bobot 100 butir biji, panjang biji, lebar biji, dan tebal biji dari genotipe PHIL-13 berturut-turut adalah 63.5 g, 1.61 cm, 1.32 cm, dan 0.72 cm. Jumlah buah per pohon terbanyak dimiliki oleh genotipe PON-2 (69 buah), sedangkan yang terendah dimiliki oleh LAB-1 (29.50 buah). Meskipun demikian, seberapa banyak jumlah buah per pohon tidak menunjukkan perbedaan diantara semua genotipe yang diamati. Bobot buah yang terendah diantara genotipe lain yang diamati dimiliki oleh genotipe PLAM-1 (4.00 gr), tapi

26 46 tidak berbeda nyata dengan bobot buah pada genotipe THAI-101, TAN-1, dan PHIL-5. Tabel 15. Nilai tengah karakter kuantitatif pada fase generatif 14 genotipe jarak kepyar yang diamati Ukuran biji Kode Jumlah buah Bobot 100 Genotipe per pohon butir biji (g) Panjang Lebar Tebal biji biji (cm) biji (cm) (cm) PLAM g 1.12cd 0.58e 0.44d LAB b 1.22b 0.70cd 0.47d BAG f 1.11cd 0.69cd 0.48d THAI ef 1.07d 0.60de 0.46d PHIL TAN ef 1.11cd 0.59de 0.44d CIB c 1.13cd 0.90b 0.60bc PHIL PHIL def 1.24b 0.74c 0.49d PHIL a 1.61a 1.32a 0.73a PON cd 1.23b 0.73c 0.48d GRE c 1.12cd 0.53e 0.64ab PRO c 1.56bcd 0.69cd 0.49d SUR de 1.19bc 0.76c 0.53cd Keterangan: angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%; Tanda (-) menunjukkan nilai pengamatan tidak ada karena tidak ada karakter yang diamati pada genotipe tersebut Genotipe PLAM-1 memiliki bobot 100 biji terendah diduga karena ada sebagian bijinya yang tidak berisi (kopong). Pada tanaman jarak pagar, biji kopong disebabkan oleh faktor genetik, lingkungan dan interaksi diantara genetik dan lingkungan dapat pula sebagai penyebab terjadinya biji kopong pada jarak pagar. Eliminasi alami pada biji hasil persilangan sendiri pada tanaman jarak pagar adalah faktor genetik (Heliyano 2007). Pengaruh lingkungan dapat dikarenakan musim kemarau, yaitu bila pada fase pengisian karbohidrat pada polong terjadi kekurangan nutrisi esensial air (Heliyano 2007; Purlani 2007). Meski demikian berdasarkan Gambar 20 dapat diketahui bahwa pengaruh genetik yang lain dapat terjadi pada jarak kepyar, yaitu morfologi bunga betina PLAM-1 memiliki kepala putik yang lebih pendek dan lebih tertutup daripada genotipe lainnya. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa persilangan yang terjadi tidak sempurna sehingga biji yang terbentuk pada akhirnya kopong. Selain itu, diduga

27 47 karena bobot 100 butir biji yang ditimbang bukan merupakan data aktual, melainkan hasil konversi perhitungan dari 10 butir biji, Panjang biji yang terpendek diantara 14 genotipe yang diamati dimiliki oleh genotipe THAI-101 (1.07 cm), tapi tidak berbeda nyata dengan panjang biji dari genotipe PLAM-1, BAG-1, TAN-1, CIB-1, GRE, dan PRO. Lebar biji dan tebal biji yang terendah diantara genotipe lain dimiliki oleh PLAM-1, dengan nilai secara berturut-turut 0.58 cm dan 0.44 cm. Karakter lebar biji yang rendah pada PLAM-1 tidak berbeda nyata dengan genotipe THAI-101, TAN-1, dan GRE. Karakter tebal biji yang rendah pada PLAM-1 juga tidak berbeda nyata pada genotipe LAB-1, BAG-1, THAI-101, TAN-1, PHIL-5, PON-2, PRO dan SUR (Tabel 15). Kadar minyak biji jarak berkorelasi positif nyata dengan jumlah buah panen per tanaman (pohon), bobot per biji, dan diameter biji (Nisya 2010). PHIL-13 memiliki potensi berkadar minyak yang tinggi karena memiliki bobot 100 butir biji, panjang biji, lebar biji, dan tebal biji tertinggi. Dengan demikian, PHIL-13 berpotensi untuk dikembangkan lebih lanjut dalam kegiatan pemuliaan tanaman. Warna bunga betina sangat bervariasi pada genotipe-genotipe yang diamati (Gambar 20). Satu genotipe hanya memiliki satu warna bunga betina. Gambar 20 secara berturut-turut menunjukkan bunga betina genotipe PLAM-1, LAB-1, THAI-101, dan SUR. Warna bunga betina (pistil) yang beragam terdiri atas kuning, merah muda, merah, dan merah kekuningan. Meski demikian, warna merah adalah warna kebanyakan dari seluruh warna bunga betina yang diamati. Warna bunga betina yang merah dimiliki oleh genotipe THAI-101, TAN-1, CIB- 1, PHIL-5, PON-2, dan GRE. Warna merah kekuningan dimiliki oleh genotipe PRO dan SUR. Warna merah muda dimiliki oleh genotipe PLAM-1 dan BAG-1. Warna kuning hanya dimiliki oleh genotipe PLAM-1. Sementara itu, tidak ada variasi pada warna bunga jantan. Setiap genotipe yang diamati hanya memiliki warna bunga jantan kuning.

28 48 Gambar 20. Warna bunga betina (pistil) yang beragam dan bunga jantan pada 14 genotipe jarak kepyar yang diamati; kuning (a); merah muda (b); merah(c); merah kekuningan (d); warna bunga jantan yang kuning (e) Bakal buah bunga dari 14 genotipe yang diamati terdiri atas warna putih kehijauan dan putih kekuningan (Gambar 21a-b). Hampir semua genotipe memiliki warna bakal buah putih kekuningan, kecuali PLAM-1 dan BAG-1. Kedua genotipe tersebut berwarna putih kehijauan. Di samping warna bakal buah, ukuran bakal buah pun beragam (Gambar 21c). Kisaran diameter ukuran bakal buah adalah 1,5-3 mm. Diasumsikan semakin besar ukuran bakal buah akan semakin besar pula ukuran buahnya. Gambar 21. Keragaman warna bakal buah dan ukurannya pada 14 genotipe jarak kepyar yang diamati; putih kehijauan (a); putih kekuningan (b); keragaman ukuran putik (c) Berdasarkan hasil penelitian Shifriss (1966 dalam William et al. 1967), malai jarak kepyar yang diamati memiliki empat tipe pola diferensiasi seks yang berbeda, yaitu distribusi apical dari bunga betina (gradient monoecism), seluruhnya betina, terselingi bunga jantan di wilayah bunga betina apical, dan jantan betina selang-seling. Dalam hal ini, tidak terdapat malai yang seluruhnya (pola kedua) betina pada 14 genotipe jarak kepyar yang diamati (Gambar 22). Pola malai tipe pertama (distribusi apical dari bunga betina) dimiliki oleh genotipe PLAM-1, LAB-1, TAN-1, CIB-1, PHIL-5, GRE, PRO, dan SUR. Pola malai yang memiliki susunan jantan betina selang-seling dimiliki oleh TAN-1 dan CIB-3. Sementara itu, pola malai yang susunannya terselingi bunga jantan di wilayah

29 49 bunga betina apical hanya dimiliki oleh THAI-101. Berdasarkan pengamatan di lapang, diketahui bahwa pola pertama dan ketiga sama-sama dimiliki oleh genotipe TAN-1 dan CIB-1. Gambar 22. Keragaman tipe malai 14 genotipe jarak kepyar yang diamati; distribusi apical dari bunga betina (gradient monoecism) (a); terselingi bunga jantan di wilayah bunga betina apical (b); jantan betina selang-seling (c); panah menunjukkan posisi bunga jantan Warna rambut buah terdiri atas hijau muda, hijau, hijau kemerahan, dan hijau tua kemerahan pada beberapa genotipe jarak kepyar yang diamati (Gambar 23). Warna rambut buah hijau mendominasi warna diantara warna rambut buah genotipe lainnya. Warna rambut ini dimiliki oleh genotipe LAB-1, BAG-1, CIB-1, PHIL-5, PON-2, GRE, dan PRO. Warna hijau muda dimiliki oleh P genotipe LAM-1, TAN-1, dan SUR. Warna hijau kemerahan dan warna hijau tua kemerahan masing-masing (secara berturut-turut) hanya dimiliki oleh genotipe THAI-101 dan PHIL-13. Semua rambut buah (termasuk kulit buah) akan menghitam saat menjadi buah tua. Gambar 23. Keragaman warna rambut buah pada 14 genotipe jarak kepyar yang diamati; hijau muda (a); hijau (b); hijau kemerahan (c); hijau tua kemerahan (d); warna buah tua yang hitam (e)

30 50 Bentuk biji dan motif pada tiap genotipe jarak kepyar yang diamati sangat bervariasi (Gambar 24). Hampir semua bentuk biji pada 14 genotipe jarak kepyar yang diamati terdiri atas elips, kecuali genotipe LAB-1, CIB-1, dan PHIL-13 (elips membulat). Motif biji terdiri atas coklat muda blirik kuning (9); coklat muda blirik hitam (11); coklat blirik abu-abu (12); coklat blirik coklat muda (13,24); coklat tua blirik abu-abu (30); hitam blirik abu-abu (57); coklat tua blirik kuning (65); hitam blirik abu-abu (74,76); coklat tua blirik abu-abu (78); coklat blirik hitam (84). Gambar 24. Keragaman bentuk dan motif biji jarak kepyar yang diamati Korelasi antar Karakter Morfologi yang Diamati Hubungan antara karakter kuantitatif dianalisis dengan pendekatan analisis korelasi (Tabel 16). Korelasi tertinggi dan sangat nyata (97%) terdapat pada

31 51 karakter lebar daun dan panjang daun. Korelasi yang tinggi dan juga sangat nyata (>80%) juga terdapat pada karakter tinggi tanaman dan diameter batang (86%), panjang tangkai daun dan panjang daun (90%), serta panjang tangkai daun dan lebar daun (88%) (Tabel 16). Semua karakter tersebut yang saling berkorelasi tinggi terletak pada satu dimensi (daun) sehingga tepat jika hubungannya paling erat jika dikorelasikan. Tabel 16. Korelasi antara karakter kuantitatif pada 14 genotipe jarak kepyar db prbm prbt ptd pd ld Jjd Jbp tt 0.86** 0.67** ** 0.64** 0.60** db 0.61** ** 0.64** 0.59** prbm ** 0.58** 0.61** prbt ptd 0.90** 0.88** 0.55** 0.12 pd 0.97** 0.58* ld 0.45* jjd * dan ** = nyata pada tingkat signifikansi 5% dan 1% Keterangan: tt: Tinggi tanaman (cm); db: Diameter batang (cm); prbm: Panjang ruas batang muda (cm); prbt: Panjang ruas batang tua (cm); ptd: Panjang tangkai daun (cm); pd: Panjang daun (cm); ld: Lebar daun (cm); jbp: Jumlah jari daun; jbp: Jumlah buah per pohon Karakter lain yang berkorelasi sangat nyata dengan nilai korelasi berkisar antara 50%-70% diantaranya tinggi tanaman dan panjang ruas batang muda (67%), diameter batang dan panjang tangkai daun (67%), dan panjang tangkai daun dan jumlah jari daun (55%). Disamping itu, terdapat karakter yang berkorelasi nyata yaitu panjang daun dan jumlah jari daun (58%) dan lebar daun dengan jumlah jari daun (45%). Sementara itu, tidak ada karakter yang berkorelasi nyata dengan jumlah buah per pohon, sehingga diduga dari semua karakter kuantitatif yang diamati tidak ada yang dapat menggambarkan produksi (jumlah buah per pohon). Hubungan antara dua karakter yang dapat diamati secara langsung adalah korelasi fenotipe (Falconer 1981). Tanda negatif atau positif pada r menunjukkan arah perubahan pada satu peubah secara nisbi terhadap perubahan yang lainnya. Nilai r negatif apabila perubahan positif pada satu peubah berhubungan dengan perubahan negatif pada peubah lainnya. dan positif apabila kedua peubah berubah ke arah yang sama (Gomez & Gomez 1995).

32 52 Hubungan Kemiripan Diantara Genotipe yang Diamati Berdasarkan dendrogam hubungan kemiripan genotipe berdasarkan karakter morfologi terbentuk 6 kelompok pada nilai koefisien kemiripan 0.85 (Gambar 25). Masing-masing koefisien kemiripan antar genotipe disajikan pada Tabel Lampiran 3, sedangkan keenam kelompok yang terbentuk adalah kelompok 1 (BAG-1, PHIL-5, GRE, THAI-101, CIB-1, SUR, dan PHIL-4), kelompok 2 (PLAM-1, PHIL-2, dan LAB-1), kelompok 3 (PHIL-13), kelompok 4 (PON-2), kelompok 5 (PRO), dan kelompok 6 (TAN-1). Gambar 25. Dendrogram berdasarkan hasil analisis karakter morfologi (kualitatif) pada 14 genotipe jarak kepyar dengan nilai koefisien kemiripan 85.00%. Keempatbelas genotipe bersatu pada koefisien kemiripan 75.00%. Koefisien kemiripan 75.00% adalah sama dengan koefisien ketidakmiripan 25.00%, sehingga menggambarkan keragaman berdasarkan karakter morfologi kualitatif kecil. Hal ini berarti, secara garis besar keragaman genotipe diantara populasi kecil walaupun secara visual tampak keragaman fenotipe di dalam genotipenya besar.

33 53 Kelompok 1 yang terdiri atas genotipe BAG-1, PHIL-5, GRE, THAI-101, CIB-1, SUR, dan PHIL-4 terbentuk pada koefisien kemiripan 87.95%, sedangkan kelompok 2 yang terbentuk dari genotipe PLAM-1, PHIL-2, dan LAB-1terbentuk pada koefisien kemiripan 87.96%. Koefisien kemiripan yang dimiliki kelompok 1 berkisar antara 87.95% %. Kelompok ini terdiri atas 2 cabang besar yang terpisah pada koefisien kemiripan 89.84% dan 89.09%. Genotipe BAG-1, PHIL-5, GRE, dan THAI-101 berkumpul pada cabang yang terbentuk pada koefisien kemiripan 89.84%. Genotipe CIB-1, SUR, dan PHIL-4 berkumpul pada cabang dengan koefisien kemiripan 89.09%. Semua anggota kelompok 1 dan anggota kelompok 2 memiliki koefisien kemiripan yang sama, yaitu 79.82%. Kelompok 3 (PHIL-13) dan kelompok 4 (PON-2) memiliki koefisien kemiripan 84.87%. Kedua kelompok ini bertemu dengan kelompok 5 (PRO) pada koefisien kemiripan 79.83%. Kelompok 3, 4, dan 5 memiliki koefisien kemiripan yang sama (76.88%) dengan kelompok 6 (TAN-1). Semua kelompok bertemu pada koefisien kemiripan 74.84%. Pada kelompok 1, GRE dan SUR serta PHIL-5 dan PHIL-4 berturut-turut berasal dari daerah yang sama, yaitu Jawa Timur dan Filipina, sementara genotipe yang lain berasal dari Thailand (THAI-1), BAG-1 (Nusa Tenggara Barat/NTB), dan Jawa Barat (CIB-1). PLAM-1 dan LAB-1 merupakan 2 genotipe yang berasal dari daerah yang sama, propinsi NTB. Genotipe BAG-1 dan PHIL-5 paling erat hubungan kemiripannya (dengan koefisien kemiripan 97.94%), padahal berasal dari daerah yang berbeda (NTB dan Filipina). Hal ini menunjukkan bahwa kemungkinan besar jarak kepyar yang berasal dari Indonesia, Filipina, dan Thailand berasal dari daerah yang sama karena memiliki keragaman genetik yang tidak dibedakan oleh asal daerahnya. Asal daerah tidak menggambarkan keragaman genetik dari jarak kepyar yang diamati. Hal ini diduga dikarenakan genotipe-genotipe yang diamati berasal dari wilayah yang sama, yaitu merupakan tanaman introduksi dari suatu daerah Afrika (Weiss 1971; Heyne 1987; Chevallier 2001). Selain itu, berdasarkan hasil penelitian Hartati et al. (2007) pada tanaman pulai diketahui bahwa pengelompokan tidak berhubungan dengan letak geografis disebabkan karena

34 54 dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan. Indonesia, Thailand, dan Filipina masih dalam berada kondisi iklim yang sama. Berdasarkan hasil analisis komponen utama (AKU) dapat diketahui karakter-karakter yang dominan mempengaruhi pengelompokkan. Analisis Komponen Utama (AKU/Principal Component Analysis) digunakan untuk (1) identifikasi peubah baru yang mendasari data peubah ganda, (2) mengurangi banyaknya dimensi peubah yang banyak dan berkorelasi menjadi peubah baru yang tidak berkorelasi dengan mempertahankan keragaman pada himpunan data dan (3) menghilangkan peubah asal yang mempunyai sumbangan informasi yang relatif kecil. Banyaknya komponen utama yang dipilih yaitu apabila persentase keragaman kumulatif minimum 70% (Supranto 2004). Keragaman pada warna batang muda, warna tangkai daun muda, dan warna batang tua dapat mengelompokkan genotipe sebesar 74.3% ke dalam suatu dendrogam (Tabel Lampiran 5 dan Tabel Lampiran 6). Warna batang muda terdiri atas warna hijau, hijau kemerahan, hijau kekuningan, merah keunguan, merah muda, merah tua, merah, dan merah kehijauan. Warna tangkai daun muda terdiri atas warna hijau muda, hijau, hijau kemerahan, merah, merah muda, merah kehijauan. Sementara warna batang tua terdiri atas warna hijau, abu-abu, abu kehijauan, merah keunguan, coklat, ungu, dan ungu muda. Gambar 26. Hasil analisis komponen utama (AKU) dalam dua dimensi pada karakter morfologi pada 14 genotipe jarak kepyar

35 55 Kelompok yang terbentuk berdasarkan AKU dalam dua dimensi pada karakter morfologi (Gambar 26) 14 genotipe jarak kepyar terdiri atas 6 kelompok, yaitu kelompok 1(LAB-1 dan PHIL-2), kelompok 2 (PLAM-1), kelompok 3 (BAG-1, THAI-101, PHIL-4, PHIL-5, PON-2 dan GRE), kelompok 4 (TAN-1 dan PHIL-13), kelompok 5 (CIB-1) dan kelompok 6 (PRO dan SUR). Pengelompokan yang mencerminkan 74.3% dari keseluruhan data hasil pengamatan ini sesuai dengan pengelompokan berdasarkan 100% data dapat ditunjukan oleh dendrogram (Gambar 25). Genotipe LAB-1 dan PHIL-2 tetap dalam kelompok yang sama seperti hasil yang ditunjukan oleh dendrogram, tetapi genotipe PLAM-1 memisah menjadi kelompok kedua. Kelompok ketiga tersusun atas genotipe BAG-1, THAI-101, PHIL-4, PHIL-5, dan GRE yang merupakan kelompok yang sama. Genotipe PON-1 yang semula merupakan kelompok yang berbeda turut bergabung ke dalam kelompok 3 ini. Genotipe TAN-1 dan PHIL-13 yang semula terpisah di dua kelompok yang berbeda, kini bersatu di kelompok 4, sedangkan genotipe CIB-1 dan SUR yang semula bersatu, kini berpisah di dua kelompok yang berbeda, yaitu berturut-turut masuk ke kelompok 5 dan 6. Di kelompok 6, genotipe SUR disatukan dengan genotipe PRO. Keragaman Genetik Berdasarkan Karakter Morfologi Genotipe berpengaruh nyata terhadap karakter tinggi tanaman, panjang tangkai daun, panjang daun, lebar daun, bobot 100 butir biji, panjang biji, lebar biji, dan tebal biji. Karakter tinggi tanaman, panjang tangkai daun, panjang daun, dan lebar daun memiliki nilai heritabilitas dalam arti luas yang sedang (20%<h 2 <50%), sedangkan bobot 100 butir biji, panjang biji, lebar biji, dan tebal biji memiliki nilai heritabilitas dalam arti luas yang tinggi (h 2 >50%) (Stansfield 1983). Nilai koefisien keragaman genetik (KKG) pada hampir semua karakter berkriteria luas (>20%), kecuali pada karakter panjang biji dan tebal biji dengan nilai KKG dengan kriteria sedang (10%-20%) (Alnopri 2004). Sementara itu, karakter yang diduga pengaruh genotipe tidak berpengaruh nyata juga memiliki nilai duga heritabilitas dan KKG, kecuali karakter jumlah buah per pohon yang masing-masing nilainya 0 (Tabel 17). Nilai heritabilitas dan

36 56 KKG pada karakter-karakter ini tidak tinggi; panjang ruas batang muda (sedangluas), panjang ruas batang tua (rendah-sedang), jumlah jari daun (rendah-sempit), dan jumlah buah per pohon (rendah-sempit). Tabel 17. Pendugaan nilai ragam genetik (Vg), ragam fenotipe (Vp), heritabilitas dalam arti luas (h 2 bs) dan koefisien keragaman genetik (KKG) karakter morfologi 14 genotipe jarak kepyar Karakter Ve Vg Vp H 2 bs (%) Kriteria H 2 bs KKG Kriteria KKG tinggi tanaman sedang Luas diameter batang rendah Sedang panjang ruas batang muda sedang Luas panjang ruas batang tua rendah Sedang panjang tangkai sedang Luas daun panjang daun sedang Luas lebar daun sedang Luas jumlah jari daun rendah 4.58 Sempit jumlah buah per pohon rendah 0 Rendah bobot 100 butir biji tinggi Luas panjang biji tinggi Sedang lebar biji tinggi Sedang tebal biji tinggi Sedang Keterangan :Ve= KT galat Hasil penelitian yang berbeda, pada tanaman jarak pagar (Nisya 2010), menunjukkan bahwa karakter panjang tangkai daun, panjang daun, lebar daun, lebar biji dan panjang biji memiliki nilai heritabilitas dalam arti luas dan nilai KKG yang rendah dan sempit. Hal ini dikarenakan pada tanaman jarak pagar, genotipe tidak berpengaruh pada semua karakter tersebut. Semua karakter tersebut memiliki kemiripan (tidak berbeda nyata) pada genotipe yang berbeda. Hal ini berbeda dengan tanaman jarak kepyar. Semua karakter tersebut memang berbeda nyata diantara genotipe-genotipe yang diamati. Kegiatan seleksi dalam program pemuliaan tanaman akan efektif jika nilai duga heritabilitas karakter tersebut cukup tinggi (Falconer 1981). Heritabilitas tinggi menunjukkan bahwa pengaruh faktor genetik lebih besar terhadap penampilan fenotipe daripada pengaruh lingkungan. Sementara itu, jika suatu

37 57 karakter memiliki nilai KKG luas maka seleksi terhadap genotipe berdasarkan karakter tersebut akan efektif dilakukan, jika sebaliknya maka seleksi sebaiknya tidak dilakukan karena populasi relatif seragam sehingga perlu dilakukan upaya untuk memperbesar keragaman genetik (Poespodarsono 1988). Dengan demikian, dari 8 karakter yang dapat diketahui nilai heritabilitas dan KKG, hanya karakter bobot 100 butir biji merupakan karakter yang tepat untuk digunakan dalam kegiatan seleksi karena memiliki nilai heritabilitas tinggi dan nilai KKG luas. Identifikasi Hubungan Kemiripan Berdasarkan Marka Molekuler Daun pertama kecambah jarak kepyar sebagai bahan untuk ekstraksi DNA diperoleh pada umur bibit 4-6 minggu setelah penyemaian. Mengecambahkan benih jarak kepyar tidak mudah. Hal ini terkait dengan kualitas benih dan kondisi persemaian yang terlalu lembab. Benih yang ditanam berasal dari eksplorasi langsung setahun lalu, sehingga diduga viabilitas benih menurun dan daya berkecambah benih yang ditanam tidak 100%. Kebun Raya Bogor yang memiliki kondisi lembab turut mendorong hama penyakit menyerang bibit yang baru berkecambah. Penyemaian benih yang berhasil menumbuhkan bibit adalah persemaian yang menggunakan bahan media tanam yang sudah disterilisasi. Sterilisasi bahan dilakukan dengan merendam benih di dalam bakterisida dan fungisida. Sterilisasi media tanam dilakukan dengan menyiram media tanam yang terdiri dengan kompos dan pasir (1:1) dengan air panas. DNA yang telah diekstraksi dari bahan tanaman (daun pertama kecambah) diuji kualitasnya. Kualitas DNA tiap sampel diuji dengan proses amplifikasi langsung dengan primer OPH-13. Primer OPH-13 telah banyak mengamplifikasi beberapa spesies dengan baik di Laboratorium RGCI. Berdasarkan hasil elektroforesis dengan primer OPH-13 diketahui bahwa kualitas DNA dari tiap genotipe jarak kepyar yang diamati baik. Skrining primer untuk RAPD pada tanaman jarak kepyar tidak dilakukan. Beberapa primer yang digunakan pada tanaman sefamili (jarak pagar) pada penelitian Nisya (2010) dapat mengamplifikasi DNA jarak kepyar. Sementara itu, primer OPH-13 telah digunakan pertama kali dalam menguji kualitas DNA.

38 58 Keragaman Genotipe Berdasarkan Karakter Molekuler Amplifikasi primer terhadap 14 genotipe jarak kepyar menghasilkan 49 pita yang terdiri atas pola pita polimorfik sebanyak 36 pita atau sebesar 73.47% dan pita monomorfik sebanyak 13 pita atau sebesar 26.53% (Tabel 18). Pita-pita yang dihasilkan tersebar pada 18 lokus, pada posisi bp, 200 bp, 300 bp, bp, 400 bp, bp, 500 bp, 600 bp, 700 bp, 800 bp, 900 bp, bp, 1000 bp, bp, 1200 bp, bp, 1500 bp, dan bp (Tabel Lampiran 9). Tabel 18. Rekapitulasi jumlah amplifikasi pita DNA 14 genotipe jarak kepyar pada 8 primer RAPD No Primer Jumlah pita Jumlah pita polimorfik Jumlah pita monorfik 1 OPE OPE OPE OPH OPH OPM OPM OPM Total (73.47%) 13 (26.53%) Pita polimorfik dan monomorfik paling banyak terbentuk pada lokus dengan posisi 200 bp dan 600 bp. Terbentuk 5 lokus pada kedua posisi tersebut. Lokus 200 bp dibentuk oleh OPE-3, OPE-20, OPM-2, OPM-5, dan OPH-13, sedangkan lokus 600 bp dibentuk oleh OPE-3, OPH-13, OPH-14, OPM-2, dan OPM-5. M Gambar 27. Karakter pola pita DNA skematik 14 genotipe jarak kepyar (tanda panah menunjukkan pita polimorfik); DNA ladder (M)

39 59 Hubungan Kemiripan Diantara Genotipe yang Diamati Berdasarkan hasil analisis komponen utama (AKU) dapat diketahui karakter molekuler (digambarkan dengan pola pita pada primer yang terbentuk) yang dominan mempengaruhi pengelompokkan. Keragaman pada primer OPH-14 dapat mengelompokkan genotipe sebesar 63.1% ke dalam suatu dendrogam (Tabel Lampiran 7 dan Tabel Lampiran 8). Tidak ada satu karakter pun yang bisa mengelompokkan genotipe hingga 70% keragaman. Berdasarkan dendrogam hubungan kemiripan genotipe berdasarkan karakter molekuler, terbentuk 5 kelompok pada nilai koefisien kemiripan 85% (Gambar 28). Kelompok tersebut yaitu kelompok 1 (PLAM-1, PRO, GRE, CIB-1, LAB-1, BAG-1, PHIL-4, PHIL-5, dan PON-2), kelompok 2 (THAI-101 dan TAN-1), kelompok 3 (PHIL-13), kelompok 4 (PHIL-2), dan kelompok 5 (SUR). Masingmasing koefisien kemiripan berdasarkan karakter molekuler antar genotipe disajikan pada Tabel Lampiran Koefisien Kemiripan Gambar 28. Dendrogram berdasarkan analisis karakter molekuler (DNA) pada 14 genotipe jarak kepyar dengan nilai koefisien kemiripan 85.00%. PLAM-1 PRO GRE CIB-1 LAB-1 BAG-1 PHIL-4 PHIL-5 PON-2 PHIL-13 Phil-2 THAI-101 TAN-1 SUR

40 60 Hasil yang serupa dengan dendogram berdasarkan karakter morfologi (kualitatif) ditunjukkan oleh dendogram berdasarkan karakter molekuler (Gambar 29). Keempatbelas genotipe bersatu pada koefisien kemiripan 76.00%. Koefisien kemiripan 76.00% adalah sama dengan koefisien ketidakmiripan 24.00%, sehingga menggambarkan keragaman genetik kecil pada genotipe-genotipe yang diamati. Kelompok 1 yang terdiri atas genotipe PLAM-1, PRO, GRE, CIB-1, LAB- 1, BAG-1, PHIL-4, PHIL-5, dan PON-2 terbentuk pada koefisien kemiripan 86.70%, sedangkan kelompok 2 yang terbentuk dari genotipe THAI-101 dan TAN-1 terbentuk pada koefisien kemiripan 86.60%. Koefisien kemiripan yang dimiliki kelompok 1 berkisar antara 98.60% %. Kelompok ini terdiri atas 2 cabang besar yang terpisah pada koefisien kemiripan 87.20% dan 88.50%. Genotipe PLAM-1, PRO, GRE, CIB-1, LAB-1, dan BAG-1 berkumpul pada cabang yang terbentuk pada koefisien kemiripan 87.20%. Genotipe PHIL-4, PHIL-5, dan PON-2 berkumpul pada cabang dengan koefisien kemiripan 88.50%. Genotipe PHIL-4 dan PHIL-5 paling erat hubungan kemiripannya, yang dapat dilihat dari nilai koefisien kemiripannya terbesar yaitu 98.60%. PHIL-4 dan PHIL-5 sama-sama berasal dari satu daerah dengan kondisi lingkungan yang sama, yaitu Filipina. PLAM-1 yang berasal dari NTB dan PRO berasal yang dari Jawa Timur memiliki koefisien kemiripan terbesar kedua, yaitu sebesar 92.70%. Genotipe SUR yang berasal dari Jawa Timur paling kecil hubungan kemiripannya diantara genotipe yang berasal dari Jawa Timur, bahkan dengan semua genotipe yang diamati (75.00%). Hubungan kemiripan diantara dua genotipe yang diduga rendah karena tanaman jarak kepyar merupakan tanaman introduksi dari Afrika (Weiss 1971; Heyne 1987; Chevallier 2001) dan hasil pengelompokan tidak berhubungan dengan letak geografis (Hartati et al. 2007). Kelompok yang terbentuk berdasarkan AKU dalam dua dimensi menggunakan penanda molekuler (Gambar 29) membentuk jumlah kelompok yang sama seperti dendogram hasil analisis marka molekuler. 14 genotipe jarak kepyar terdiri atas kelompok 1 (PHIL-4 dan PHIL-5), kelompok 2 (PLAM-1,

41 61 LAB-1, BAG-1, CIB-1, PON-2, GRE, dan PRO), kelompok 3 (PHIL-2, PHIL-13, dan SUR), kelompok 4 (THAI-101), dan kelompok 5 (TAN-1). Gambar 29. Hasil analisis komponen utama 14 genotipe jarak kepyar yang digambarkan ke dalam gambar dua dimensi, menggunakan penanda molekuler pada jarak kepyar Kelompok 1 berdasarkan dendrogram berdasarkan marka molekuler terpecah menjadi 3 kelompok, yaitu kelompok 1, 2, dan 3. Genotipe PHIL-2, PHI- 13, dan SUR yang semula terpisah, bersatu ke dalam kelompok 4. Sementara itu, genotipe THAI-1 dan TAN-1 yang semula bersatu, kini terpisah ke dalam kelompok 4 dan kelompok 5. Pengelompokan berdasarkan hasil AKU dengan 63.1% karakter berpengaruh juga sesuai dengan analisis kemiripan pada karakter molekuler.

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian dilakukan dari April Juli 2007 bertepatan dengan akhir musim hujan, yang merupakan salah satu puncak masa pembungaan (Hasnam, 2006c), sehingga waktu penelitian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Kualitatif Karakter kualitatif yang diamati pada penelitian ini adalah warna petiol dan penampilan daun. Kedua karakter ini merupakan karakter yang secara kualitatif berbeda

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Keadaan tanaman cabai selama di persemaian secara umum tergolong cukup baik. Serangan hama dan penyakit pada tanaman di semaian tidak terlalu banyak. Hanya ada beberapa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lahan penelitian yang digunakan merupakan lahan yang selalu digunakan untuk pertanaman tanaman padi. Lahan penelitian dibagi menjadi tiga ulangan berdasarkan ketersediaan

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENELITIAN

PELAKSANAAN PENELITIAN PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Lahan Disiapkan lahan dengan panjang 21 m dan lebar 12 m yang kemudian dibersihkan dari gulma. Dalam persiapan lahan dilakukan pembuatan plot dengan 4 baris petakan dan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian Tanaman salak yang digunakan pada penelitian ini adalah salak pondoh yang ditanam di Desa Tapansari Kecamatan Pakem Kabupaten Sleman Yogyakarta.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Curah hujan harian di wilayah Kebun Percobaan PKBT IPB Tajur 1 dan 2 pada Februari sampai Juni 2009 berkisar 76-151 mm. Kelembaban udara harian rata-rata kebun tersebut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum 26 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, Institut Pertanian Bogor yang berada pada ketinggian 216 m di atas permukaan laut, 06.55 LS dan 106.72 BT pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penanaman dilakukan pada bulan Februari 2011. Tanaman melon selama penelitian secara umum tumbuh dengan baik dan tidak ada mengalami kematian sampai dengan akhir penelitian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani

TINJAUAN PUSTAKA Botani TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman apel berasal dari Asia Barat Daya. Dewasa ini tanaman apel telah menyebar di seluruh dunia. Negara penghasil utama adalah Eropa Barat, negaranegara bekas Uni Soviet, Cina,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar Hasil Uji t antara Kontrol dengan Tingkat Kematangan Buah Uji t digunakan untuk membandingkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Sifat Botani

TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Sifat Botani 3 TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Pepaya (Carica papaya) merupakan tanaman buah-buahan tropika. Pepaya merupakan tanaman asli Amerika Tengah, tetapi kini telah menyebar ke seluruh dunia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.)

TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.) 4 TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.) Setelah perkecambahan, akar primer awal memulai pertumbuhan tanaman. Sekelompok akar sekunder berkembang pada buku-buku pangkal batang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) berasal dari benua Amerika Selatan,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) berasal dari benua Amerika Selatan, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Kacang Tanah Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) berasal dari benua Amerika Selatan, diperkirakan dari lereng pegunungan Andes, di negara-negara Bolivia, Peru, dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN UMUM Latar Belakang

I. PENDAHULUAN UMUM Latar Belakang I. PENDAHULUAN UMUM Latar Belakang Pepaya merupakan salah satu komoditi buah penting dalam perekonomian Indonesia. Produksi buah pepaya nasional pada tahun 2006 mencapai 9.76% dari total produksi buah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian dimulai bulan November 2009 sampai dengan bulan Mei 2010. Kondisi curah hujan selama penelitian berlangsung berada pada interval 42.9 mm sampai dengan 460.7

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai jenis liar Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini berlangsung di kebun manggis daerah Cicantayan Kabupaten Sukabumi dengan ketinggian 500 700 meter di atas permukaan laut (m dpl). Area penanaman manggis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis 16 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Ada 2 tipe akar ubi jalar yaitu akar penyerap hara di dalam tanah dan akar lumbung atau umbi. Menurut Sonhaji (2007) akar penyerap hara berfungsi untuk menyerap unsur-unsur

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Taksonomi dan Morfologi Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman pangan dari famili Leguminosae yang berumur pendek. Secara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di Indonesia. Daerah utama penanaman kedelai

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Kedelai Varietas Argomulyo VARIETAS ARGOMULYO

Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Kedelai Varietas Argomulyo VARIETAS ARGOMULYO Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Kedelai Varietas Argomulyo VARIETAS ARGOMULYO Asal : Introduksi dari Thailand oleh PT. Nestle Indonesia tahun 1988 dengan nama asal Nakhon Sawan I Nomor Galur : - Warna hipokotil

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan dilakukan di Desa Dukuh Asem, Kecamatan Majalengka, Kabupaten Majalengka pada tanggal20 April sampai dengan 2 Juli 2012. Lokasi percobaan terletak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkecambahan Benih Penanaman benih pepaya dilakukan pada tray semai dengan campuran media tanam yang berbeda sesuai dengan perlakuan. Kondisi kecambah pertama muncul tidak seragam,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. panennya menunjukkan bahwa ada perbedaan yang nyata (hasil analisis disajikan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. panennya menunjukkan bahwa ada perbedaan yang nyata (hasil analisis disajikan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Air Berdasarkan analisis varian satu jalur terhadap variabel kadar air biji sorgum yang berasal dari posisi yang berbeda pada malai sorgum disetiap umur panennya menunjukkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan 10 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan Percobaan dilakukan di Kebun Percobaan Babakan Sawah Baru, Darmaga Bogor pada bulan Januari 2009 hingga Mei 2009. Curah hujan rata-rata dari bulan Januari

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. wilayah beriklim sedang, tropis, dan subtropis. Tanaman ini memerlukan iklim

II. TINJAUAN PUSTAKA. wilayah beriklim sedang, tropis, dan subtropis. Tanaman ini memerlukan iklim 15 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Tanaman Buncis Buncis berasal dari Amerika Tengah, kemudian dibudidayakan di seluruh dunia di wilayah beriklim sedang, tropis, dan subtropis. Tanaman ini memerlukan

Lebih terperinci

Jumlah Hari Hujan Gerimis Gerimis-deras Total September. Rata-rata Suhu ( o C) Oktober '13 23,79 13,25 18, November

Jumlah Hari Hujan Gerimis Gerimis-deras Total September. Rata-rata Suhu ( o C) Oktober '13 23,79 13,25 18, November BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang disajikan dalam bab ini adalah pengamatan selintas dan utama. 4.1. Pengamatan Selintas Pengamatan selintas merupakan pengamatan yang hasilnya tidak diuji

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Bawang merah telah dikenal dan digunakan orang sejak beberapa ribu tahun yang lalu. Dalam peninggalan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deskripsi Varietas TM 999 F1. mulai panen 90 hari

Lampiran 1. Deskripsi Varietas TM 999 F1. mulai panen 90 hari Lampiran 1. Deskripsi Varietas TM 999 F1 Golongan Bentuk tanaman Tinggi tanaman Umur tanaman : hibrida : tegak : 110-140 cm : mulai berbunga 65 hari mulai panen 90 hari Bentuk kanopi : bulat Warna batang

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di Kelurahan Gedung Meneng Kecamatan Raja

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di Kelurahan Gedung Meneng Kecamatan Raja 13 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di Kelurahan Gedung Meneng Kecamatan Raja Basa Bandar Lampung pada bulan Agustus tahun 2015. 3.2 Bahan dan Alat

Lebih terperinci

6. Panjang helaian daun. Daun diukur mulai dari pangkal hingga ujung daun. Notasi : 3. Pendek 5.Sedang 7. Panjang 7. Bentuk daun

6. Panjang helaian daun. Daun diukur mulai dari pangkal hingga ujung daun. Notasi : 3. Pendek 5.Sedang 7. Panjang 7. Bentuk daun LAMPIRAN Lampiran 1. Skoring sifat dan karakter tanaman cabai 1. Tinggi tanaman : Tinggi tanaman diukur mulai dari atas permukaan tanah hingga ujung tanaman yang paling tinggi dan dinyatakan dengan cm.

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 35 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Indeks Panen dan Produksi Tanaman Indeks panen menunjukkan distribusi bahan kering dalam tanaman yang menunjukkan perimbangan bobot bahan kering yang bernilai ekonomis dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 12 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Ragam Analisis ragam dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap karakter-karakter yang diamati. Hasil rekapitulasi analisis ragam (Tabel 2), menunjukkan adanya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah Naga

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah Naga II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Buah Naga Buah naga ( Dragon Fruit) merupakan salah satu tanaman hortikultura yang baru dibudidayakan di Indonesia dengan warna buah merah yang menyala dan bersisik hijau

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Hubungan viabilitas diperlukan untuk menduga keberhasilan proses fertilisasi atau viabilitas suatu polen yang ditunjukkan oleh diameter polen pepaya, daya berkecambah polen pepaya,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan Kebun Percobaan BPTP Natar,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan Kebun Percobaan BPTP Natar, 17 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan Kebun Percobaan BPTP Natar, Lampung Selatan mulai Maret 2013 sampai dengan Maret 2014. 3.2 Bahan dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Kelapa sawit termasuk tanaman keras (tahunan) yang mulai menghasilkan pada umur 3 tahun dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang terdiri dari akar tunggang, akar sekunder yang tumbuh dari akar tunggang, serta akar cabang yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Percobaan ini dilakukan mulai bulan Oktober 2007 hingga Februari 2008. Selama berlangsungnya percobaan, curah hujan berkisar antara 236 mm sampai dengan 377 mm.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistematika dan Botani Tanaman Jagung Manis Tanaman jagung manis termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays saccharata Sturt. Dalam Rukmana (2010), secara

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan lapangan dilaksanakan pada bulan Oktober 2009 hingga Maret 2010 di kebun percobaan Pusat Kajian Buah Tropika (PKBT) IPB, Tajur dengan elevasi 250-300 m dpl

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Perlakuan kadar air media (KAM) dan aplikasi paclobutrazol dimulai pada saat tanaman berumur 4 bulan (Gambar 1a) hingga tanaman berumur 6 bulan. Penelitian yang dilakukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom :

TINJAUAN PUSTAKA. dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom : TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Berdasarkan klasifikasi taksonomi dan morfologi Linneus yang terdapat dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom : Plantae, Divisio : Spermatophyta,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) berasal dari Afrika dan termasuk famili Aracaceae (dahulu: Palmaceae). Tanaman kelapa sawit adalah tanaman monokotil

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Cabai merah (Capsicum annuum L.) termasuk kedalam famili Solanaceae. Terdapat sekitar 20-30 spesies yang termasuk kedalam genus Capsicum, termasuk diantaranya

Lebih terperinci

PENANGANAN PANEN DAN PASCA PANEN

PENANGANAN PANEN DAN PASCA PANEN PENANGANAN PANEN DAN PASCA PANEN Perbaikan mutu benih (fisik, fisiologis, dan mutu genetik) untuk menghasilkan benih bermutu tinggi tetap dilakukan selama penanganan pasca panen. Menjaga mutu fisik dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung Jagung merupakan tanaman semusim yang menyelesaikan satu siklus hidupnya selama 80-150 hari. Bagian pertama dari siklus tersebut merupakan tahap pertumbuhan vegetatif

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Parameter. (cm) (hari) 1 6 0, , , Jumlah = 27 0, Rata-rata = 9 0,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Parameter. (cm) (hari) 1 6 0, , , Jumlah = 27 0, Rata-rata = 9 0, 4.1 Hasil BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan yang dilakukan pada kedua galur murni G.180 dan menunjukkan hasil yang optimal pada berbagai pertumbuhan tanaman, dengan parameter pengamtan seperti

Lebih terperinci

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida,

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida, PEMBAHASAN PT National Sago Prima saat ini merupakan perusahaan satu-satunya yang bergerak dalam bidang pengusahaan perkebunan sagu di Indonesia. Pengusahaan sagu masih berada dibawah dinas kehutanan karena

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Cabai ditemukan pertama kali oleh Columbus pada saat menjelajahi Dunia Baru. Tanaman cabai hidup pada daerah tropis dan wilayah yang bersuhu hangat. Selang beberapa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut : II. TINJAUAN PUSTAKA.1 Kacang Panjang.1.1 Klasifikasi Tanaman Kacang Panjang Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut : Kerajaan Divisi Kelas Sub kelas Ordo Famili Genus : Plantae : Spermatophyta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Kacang Hijau Kacang hijau (Vigna radiata L.) merupakan salah satu komoditas tanaman kacang-kacangan yang banyak dikonsumsi rakyat Indonesia. Kacang hijau termasuk

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 9 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. Karakteristik Lokasi Penelitian Luas areal tanam padi adalah seluas 6 m 2 yang terletak di Desa Langgeng. Secara administrasi pemerintahan Desa Langgeng Sari termasuk dalam

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Kedelai Varietas Argomulyo VARIETAS ARGOMULYO

Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Kedelai Varietas Argomulyo VARIETAS ARGOMULYO Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Kedelai Varietas Argomulyo VARIETAS ARGOMULYO Asal : Introduksi dari Thailand oleh PT. Nestle Indonesia tahun 1988 dengan nama asal Nakhon Sawan I Nomor Galur : - Warna hipokotil

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Stabilitas Galur Sidik ragam dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap karakter pengamatan. Perlakuan galur pada percobaan ini memberikan hasil berbeda nyata pada taraf

Lebih terperinci

Lampiran 1. Gambar Bagan Lahan Penelitian

Lampiran 1. Gambar Bagan Lahan Penelitian Lampiran 1. Gambar Bagan Lahan Penelitian Cabai Merah Cabai Merah + Bawang Merah Cabai Merah Cabai Merah + Bawang Merah Cabai Merah Cabai Merah + Bawang Merah Cabai Merah Cabai Merah + Bawang Merah Cabai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Percobaan studi populasi tanaman terhadap produktivitas dilakukan pada dua kali musim tanam, karena keterbatasan lahan. Pada musim pertama dilakukan penanaman bayam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Botani Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Botani Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Botani Cabai Cabai merupakan tanaman yang berasal dari Amerika Selatan. Cabai dikenal di Eropa pada abad ke-16, setelah diintroduksi oleh Colombus saat perjalanan pulang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Stroberi

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Stroberi 3 TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Stroberi Stroberi merupakan tanaman herba tahunan. Batang utama tanaman ini sangat pendek. Daun stroberi merupakan daun majemuk beranak daun tiga (trifoliate) dengan tepi daunnya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Morfologi dan Syarat Tumbuh Tanaman Kedelai. Kedelai merupakan tanaman asli subtropis dengan sistem perakaran terdiri dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Morfologi dan Syarat Tumbuh Tanaman Kedelai. Kedelai merupakan tanaman asli subtropis dengan sistem perakaran terdiri dari 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Syarat Tumbuh Tanaman Kedelai Kedelai merupakan tanaman asli subtropis dengan sistem perakaran terdiri dari sebuah akar tunggang yang terbentuk dari calon akar,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang disajikan dalam bab ini terdiri dari pengamatan selintas dan pengamatan utama. Data pengamatan selintas dan utama disajikan berbentuk tabel pengamatan beserta

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Cabai (Capsicum annuum L.) termasuk dalam genus Capsicum yang spesiesnya telah dibudidayakan, keempat spesies lainnya yaitu Capsicum baccatum, Capsicum pubescens,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Upaya peningkatan produksi ubi kayu seringkali terhambat karena bibit bermutu kurang tersedia atau tingginya biaya pembelian bibit karena untuk suatu luasan lahan, bibit yang dibutuhkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Padi Tanaman padi merupakan tanaman tropis, secara morfologi bentuk vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun berbentuk pita dan berbunga

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai 3 2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) bukanlah tanaman asli Indonesia. Kedelai diduga berasal dari daratan China Utara atau kawasan subtropis. Kedelai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan data dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah Dramaga, keadaan iklim secara umum selama penelitian (Maret Mei 2011) ditunjukkan dengan curah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Manjung, Kecamatan Sawit, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Kecamatan Sawit memiliki ketinggian tempat 150 m dpl. Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Desa Serang merupakan salah satu desa di Kecamatan Karangreja,

I. PENDAHULUAN. Desa Serang merupakan salah satu desa di Kecamatan Karangreja, I. PENDAHULUAN Desa Serang merupakan salah satu desa di Kecamatan Karangreja, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah. Desa Serang terletak pada ketinggian 800-1200 dpl dan memiliki curah hujan bulanan mencapai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Kelapa sawit adalah tanaman perkebunan berupa pohon batang lurus dari famili Palmae yang berasal dari Afrika. Kelapa sawit pertama kali diintroduksi ke Indonesia

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Lokasi Penelitian. B. Perancangan Penelitian. C. Teknik Penentuan Sampel. D. Jenis dan Sumber Data

III. METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Lokasi Penelitian. B. Perancangan Penelitian. C. Teknik Penentuan Sampel. D. Jenis dan Sumber Data 16 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2015 s/d Januari 2016. Lokasi penelitian berada di Desa Giriharjo, Kecamatan Ngrambe, Kabupaten Ngawi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Mentimun Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : Divisi :

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani tanaman karet Menurut Sianturi (2002), sistematika tanaman karet adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae

Lebih terperinci

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang disajikan dalam bab ini adalah pengamatan selintas dan pengamatan utama. 1.1. Pengamatan Selintas Pengamatan selintas merupakan pengamatan yang hasilnya

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di UPTD Pengembangan Teknologi Lahan Kering Desa Singabraja, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Waktu pelaksanaan penelitian mulai

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 8 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di lahan petani di Dusun Pabuaran, Kelurahan Cilendek Timur, Kecamatan Cimanggu, Kotamadya Bogor. Adapun penimbangan bobot tongkol dan biji dilakukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat Tomat (Lycopersicum esculantum MILL.) berasal dari daerah tropis Meksiko hingga Peru. Semua varietas tomat di Eropa dan Asia pertama kali berasal dari Amerika Latin

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakterisasi secara morfologi beberapa kultivar cabai di Yogyakarta

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakterisasi secara morfologi beberapa kultivar cabai di Yogyakarta BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi secara morfologi beberapa kultivar cabai di Yogyakarta dilakukan pada bulan Januari-Juni 2016 di lahan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP Yogyakarta).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Jagung (Zea Mays L.) Jagung (Zea mays L) adalah tanaman semusim dan termasuk jenis rumputan/graminae yang mempunyai batang tunggal, meski terdapat kemungkinan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama penelitian berlangsung suhu udara rata-rata berkisar antara 25.1-26.2 o C dengan suhu minimum berada pada bulan Februari, sedangkan suhu maksimumnya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Data penelitian yang diperoleh pada penelitian ini berasal dari beberapa parameter pertumbuhan anakan meranti merah yang diukur selama 3 bulan. Parameter yang diukur

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Trustinah (1993) sistematika (taksonomi) kacang tanah diklasifikasikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Trustinah (1993) sistematika (taksonomi) kacang tanah diklasifikasikan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi dan Morfologi Menurut Trustinah (1993) sistematika (taksonomi) kacang tanah diklasifikasikan sebagai berikut. Kingdom Divisi Sub-divisi Class Ordo Famili Genus Spesies

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman ubi kayu diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae,

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman ubi kayu diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae, TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman: Tanaman ubi kayu diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae, Divisi : Spermatophyta, Subdivisi : Angiospermae, Kelas : Dicotyledonae, Ordo : Euphorbiales, Famili

Lebih terperinci

A. Struktur Akar dan Fungsinya

A. Struktur Akar dan Fungsinya A. Struktur Akar dan Fungsinya Inti Akar. Inti akar terdiri atas pembuluh kayu dan pembuluh tapis. Pembuluh kayu berfungsi mengangkut air dari akar ke daun. Pembuluh tapis berfungsi mengangkut hasil fotosintesis

Lebih terperinci

BAGIAN-BAGIAN BUNGA DAN FUNGSINYA

BAGIAN-BAGIAN BUNGA DAN FUNGSINYA BAGIAN-BAGIAN BUNGA DAN FUNGSINYA Bunga sangat penting untuk perkembangbiakkan tumbuhan karena pada bunga terdapat alat-alat reproduksi, yaitu putik dan benangsari. 1. Bagian-bagian Bunga Meskipun bentuk

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang disajikan dalam bab ini antara lain pengamatan selintas dan pengamatan Utama 4.1. Pengamatan Selintas Pengamatan selintas merupakan pengamatan yang hasilnya

Lebih terperinci

Pedoman Penilaian dan Pelepasan Varietas Hortikultura (PPPVH) 2004

Pedoman Penilaian dan Pelepasan Varietas Hortikultura (PPPVH) 2004 Pedoman Penilaian dan Pelepasan Varietas Hortikultura (PPPVH) 2004 KENTANG (Disarikan dari PPPVH 2004) Direktorat Perbenihan Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura I. UJI ADAPTASI 1. Ruang Lingkup

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tunggak (Vigna unguiculata (L.)) merupakan salah satu anggota dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tunggak (Vigna unguiculata (L.)) merupakan salah satu anggota dari II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taksonomi dan Morfologi Kacang Tunggak Kacang tunggak (Vigna unguiculata (L.)) merupakan salah satu anggota dari genus Vignadan termasuk ke dalam kelompok yang disebut catjangdan

Lebih terperinci

MORFOLOGI TANAMAN KEDELAI

MORFOLOGI TANAMAN KEDELAI MORFOLOGI TANAMAN KEDELAI TANAMAN KEDELAI {Glycine max (L.) Merrill} Klasifikasi Verdcourt genus Glycine tdr 3 sub genera: Glycine Willd, Bracteata Verde, Soja (Moench) F.J. Herm. Subgenus Soja merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Manggis

TINJAUAN PUSTAKA Botani Manggis 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Manggis Tanaman manggis (Garcinia mangostana L.) termasuk famili Clusiaceae yang diperkirakan berasal dari Asia Tenggara khususnya di semenanjung Malaya, Myanmar, Thailand, Kamboja,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian

III. METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2015 sampai bulan Januari 2016 di kebun salak Tapansari, Candibinangun, Pakem, Sleman, Yogyakarta. Luas

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini berlangsung sejak bulan September 2013 sampai dengan Juli 2014 di Desa Sotol Kecamatan Langgam Kabupaten Pelalawan. 3.2. Bahan dan Alat Bahan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Tanaman

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Tanaman TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Tanaman Morfologi tanaman kedelai ditentukan oleh komponen utamanya, yaitu akar, daun, batang, polong, dan biji. Akar kedelai muncul dari belahan kulit biji yang muncul di sekitar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Ubijalar

TINJAUAN PUSTAKA Botani Ubijalar TINJAUAN PUSTAKA Botani Ubijalar Menurut Sarwono (2005) ubijalar tergolong tanaman palawija. Tanaman ini membentuk umbi di dalam tanah. Umbi itulah yang menjadi produk utamanya. Ubijalar digolongkan ke

Lebih terperinci

HASIL. Gambar 1 Permukaan atas daun nilam Aceh. Gambar 2 Permukaan atas daun nilam Jawa.

HASIL. Gambar 1 Permukaan atas daun nilam Aceh. Gambar 2 Permukaan atas daun nilam Jawa. 6 3 lintas, ada tiga hal yang harus diperhatikan yaitu: 1. Apabila koefisien korelasi antara peubah hampir sama dengan koefisien lintas (nilai pengaruh langsung) maka korelasi tersebut menjelaskan hubungan

Lebih terperinci

TEKNIK PERSILANGAN BUATAN

TEKNIK PERSILANGAN BUATAN MODUL II TEKNIK PERSILANGAN BUATAN 2.1 Latar Belakang Keragaman genetik merupakan potensi awal di dalam perbaikan sifat. Salah satu upaya untuk memperluas keragaman genetik ialah melalui persilangan buatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Vegetatif Dosis pupuk kandang berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman (Lampiran 5). Pada umur 2-9 MST, pemberian pupuk kandang menghasilkan nilai lebih

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Sistem perakaran tanaman bawang merah adalah akar serabut dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Sistem perakaran tanaman bawang merah adalah akar serabut dengan TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Rukmana (2005), klasifikasi tanaman bawang merah adalah sebagai berikut: Divisio Subdivisio Kelas Ordo Famili Genus : Spermatophyta : Angiospermae : Monocotyledonae

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Posisi Biji pada Tongkol terhadap Viabilitas Biji Jagung (Zea

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Posisi Biji pada Tongkol terhadap Viabilitas Biji Jagung (Zea BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Posisi Biji pada Tongkol terhadap Viabilitas Biji Jagung (Zea mays L.) Berdasarkan hasil analisa varian (ANAVA) 5% tiga jalur menunjukkan bahwa posisi biji pada

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) divisi spermatophyta, subdivisi angiospermae, kelas monocotyledonae,

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) divisi spermatophyta, subdivisi angiospermae, kelas monocotyledonae, TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Tanaman bawang merah diklasifikasikan sebagai berikut, divisi spermatophyta, subdivisi angiospermae, kelas monocotyledonae, ordo liliales,

Lebih terperinci