KEBERHASILAN REPRODUKSI DAN SISTEM PERKAWINAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas Linn.) : AKSESI LAMPUNG, BANTEN, JAWA BARAT, DAN JAWA TENGAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KEBERHASILAN REPRODUKSI DAN SISTEM PERKAWINAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas Linn.) : AKSESI LAMPUNG, BANTEN, JAWA BARAT, DAN JAWA TENGAH"

Transkripsi

1 KEBERHASILAN REPRODUKSI DAN SISTEM PERKAWINAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas Linn.) : AKSESI LAMPUNG, BANTEN, JAWA BARAT, DAN JAWA TENGAH Oleh: Ade Sukma Ahmad A PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

2 KEBERHASILAN REPRODUKSI DAN SISTEM PERKAWINAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas Linn.) : AKSESI LAMPUNG, BANTEN, JAWA BARAT, DAN JAWA TENGAH Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh: Ade Sukma Ahmad A PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

3 i RINGKASAN ADE SUKMA AHMAD. Keberhasilan Reproduksi dan Sistem Perkawinan Jarak Pagar (Jatropha curcas Linn.) : Aksesi Lampung, Banten, Jawa Barat, dan Jawa Tengah. (Dibimbing oleh ENDAH RETNO PALUPI dan ENNY RANDRIANI) Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari tingkat keberhasilan reproduksi dan sistem perkawinan empat aksesi tanaman jarak pagar yaitu aksesi Lampung, Banten, Jawa Barat, dan Jawa Tengah. Penelitian dilaksanakan di Kebun Induk Jarak Pagar Pakuwon, Sukabumi, Jawa Barat pada bulan April Juli Penelitian terdiri atas dua percobaan yaitu keberhasilan reproduksi dan sistem perkawinan. Percobaan keberhasilan reproduksi menggunakan rancangan acak lengkap satu faktor yaitu faktor aksesi yang terdiri atas aksesi Lampung, Banten, Jawa Barat, dan Jawa Tengah. Pada percobaan sistem perkawinan, persentase pembentukan buah hasil penyerbukan buatan dianalisis dengan rancangan kelompok lengkap teracak satu faktor yaitu tipe penyerbukan yang terdiri atas penyerbukan dalam satu malai, dalam satu tanaman, dalam satu aksesi, dan antar aksesi, sedangkan viabilitas dan vigor benih hasil penyerbukan buatan dianalisis menggunakan rancangan split-plot dua faktor yaitu faktor aksesi sebagai petak utama dan faktor tipe penyerbukan sebagai anak petak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor aksesi berpengaruh nyata terhadap tingkat keberhasilan reproduksi dengan nilai tertinggi sebesar 0.73 pada aksesi Jawa Tengah, atau 73% dari potensi reproduksinya, dan terendah sebesar 0.53 pada aksesi Banten. Potensi reproduksi dipengaruhi oleh bunga dan ovul per tanaman sehingga dapat ditingkatkan melalui perbaikan sifat tanaman menggunakan tehnik pemuliaan. Keberhasilan reproduksi ditentukan oleh jumlah buah dan biji sehingga diduga dapat ditingkatkan melalui perbaikan teknik budidaya seperti pemupukan, pengendalian hama dan penyakit, serta peningkatan efisiensi penyerbukan. Faktor tipe penyerbukan tidak berpengaruh nyata terhadap persentase pembentukan buah dan benih. Rataan persentase pembentukan buah sebesar 68% sedangkan pembentukan biji sebesar 50%. Penghitungan indeks inkompatibilitas menghasilkan nilai sebesar 0.98 yang menunjukkan bahwa polen dan pistil hanya bersifat inkompatibel sebagian. Interaksi antara aksesi dengan tipe penyerbukan berpengaruh sangat nyata terhadap viabilitas dan vigor benih. Viabilitas dan vigor benih tertinggi pada aksesi Banten dan terendah pada aksesi Jawa Tengah. Untuk produksi benih pada aksesi Lampung, Jawa Barat, dan Jawa Tengah persilangan dalam satu aksesi akan lebih menguntungkan sedangkan pada aksesi Banten persilangan antar aksesi akan lebih menguntungkan. i

4 ii Judul : KEBERHASILAN REPRODUKSI DAN SISTEM PERKAWINAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas Linn.) : AKSESI LAMPUNG, BANTEN, JAWA BARAT, DAN JAWA TENGAH Nama : Ade Sukma Ahmad NRP : A Program Studi : Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih Menyetujui, Pembimbing I Pembimbing II Dr Ir Endah Retno Palupi, MSc. Ir Enny Randriani NIP: NIP: Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian Prof. Dr Ir Didy Sopandie, MAgr. NIP: Tanggal Lulus : ii

5 iii RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Aek Bamban, Asahan, Sumatera Utara pada tanggal 28 Januari Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara pasangan Bapak Ahmad dan Ibu Suryati. Tahun 1990 penulis mengikuti pendidikan dasar di SD Negeri Aek Bamban dan lulus pada tahun 1996, kemudian pada tahun 1999 lulus pendidikan lanjutan tingkat pertama di MTs Daerah Aek Songsongan. Pada tahun 2002 penulis lulus pendidikan lanjutan tingkat atas di SMU Negeri 1 Kisaran dan pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih, Fakultas Pertanian, melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). iii

6 iv KATA PENGANTAR Alhamdulillah, sujud syukur dihadapan Allah SWT cinta sejatiku yang telah memberikan rahmat dan hidayah-nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya. Skripsi yang berjudul Keberhasilan Reproduksi dan Sistem Perkawinan Jarak Pagar (Jatropha curcas Linn.) : Aksesi Lampung, Banten, Jawa Barat, dan Jawa Tengah ini ditulis untuk memenuhi tugas akhir sebagai salah satu syarat dalam memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini terdorong oleh keinginan untuk mempelajari tingkat keberhasilan reproduksi serta sistem perkawinan beberapa aksesi jarak pagar sebagai upaya untuk menambah informasi tentang aksesi-aksesi jarak pagar yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai penghasil benih unggul atau sebagai informasi dasar untuk pengembangan jangka panjang melalui teknik pemuliaan tanaman. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih sedalam-dalamnya untuk Ayah dan Mamak serta adik-adikku tersayang, Alwis, Astri, Arvin atas doa, motivasi, dan nasihat untuk selalu menjadi pribadi yang jujur, rendah hati, sabar, bertanggungjawab, dan pantang menyerah. Ungkapan terimakasih kepada Dr Ir Endah Retno Palupi, MSc. sebagai dosen pembimbing dan Ir Enny Randriani sebagai pembimbing lapangan atas kesabaran dan pengabdian yang tak ternilai sehingga memberikan pengaruh yang besar atas terselesaikannya skripsi ini. Kepada segenap staf KIJP Pakuwon, Balittri atas kesempatan dan kerjasama yang solid sehingga penelitian ini dapat terlaksana sebagaimana mestinya. Kepada sahabat-sahabat terbaikku, Hardiyanto nyot, Ahmad mamak Syahibullah, Khotimah reog, Firman galuh Fajar, Firmansyah per Darussalam, Panji je Sukma, Bambang kitri Priyo Utomo, Misnen, Saifullah cipluk, serta seluruh rekan-rekan mahasiswa Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih angkatan 39 atas inspirasi, semangat, dan motivasi dalam ikatan kekeluargaan yang begitu hangat. Tak lupa terimakasih untuk Rita bul atas dukungan dan doa dalam balutan kasih yang lembut. Semoga segala kebaikan yang telah diberikan menjadi suatu ladang ibadah untuk dituai dikemudian hari. iv

7 v Akhirnya, tanpa mengurangi segala kekurangan yang ada, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat khususnya dalam program pengembangan jarak pagar di Indonesia. Semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat dan hidayah-nya kepada kita semua dalam berfikir, bersikap, dan bertindak ke arah yang lebih baik. Amin. Bogor, Januari 2008 Penulis v

8 vi DAFTAR ISI Halaman PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Tanaman Jarak Pagar... 3 Pembungaan Jarak Pagar... 5 Penyerbukan dan Pembuahan... 6 Perkecambahan Jarak Pagar... 8 Keberhasilan Reproduksi dan Sistem Perkawinan... 9 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Percobaan Keberhasilan Reproduksi Sistem Perkawinan Pelaksanaan Percobaan Keberhasilan Reproduksi Sistem Perkawinan Pengamatan Tingkat Keberhasilan Reproduksi Indeks Incompatibiitas Sendiri Daya Berkecambah Potensi Tumbuh Maksimum Kecepatan Tumbuh HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Keberhasilan Reproduksi Jarak Pagar Sistem Perkawinan Jarak Pagar KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN vi

9 vii Nomor DAFTAR TABEL Teks Halaman 1. Pengaruh Aksesi terhadap Beberapa Peubah Pengamatan Keberhasilan Reproduksi Pengaruh Perlakuan Tipe Penyerbukan terhadap Persentase Pembentukan Buah dan Benih serta kerontokan buah Pengaruh Interaksi Faktor Aksesi dan Tipe Penyerbukan terhadap Diameter Benih (cm) Pengaruh Interaksi Faktor Aksesi dan Tipe Penyerbukan terhadap Persentase Daya Berkecambah (%) dan Kecambah Abnormal (%) Pengaruh Interaksi Faktor Aksesi dan Tipe Penyerbukan terhadap Potensi Tumbuh Maksimum (%) Pengaruh Interaksi Faktor Aksesi dan Tipe Penyerbukan terhadap Kecepatan Tumbuh (%/etmal) Lampiran 1. Kondisi Lapang Kebun Induk Jarak Pagar Pakuwon Data Curah Hujan di Kebun Percoban Pakuwon Tahun Sidik Ragam Pengaruh Aksesi Terhadap Jumlah Malai per Tanaman (Transformasi) Data Jumlah Malai per Tanaman Aksesi Lampung, Banten, Jabar, dan Jateng Sidik Ragam Pengaruh Aksesi Terhadap Jumlah Bunga Betina per Malai (Transformasi) Sidik Ragam Pengaruh Aksesi Terhadap Jumlah Ovul per Bunga Betina Sidik Ragam Pengaruh Aksesi Terhadap Jumlah Buah per Malai (Transformasi) Sidik Ragam Pengaruh Aksesi Terhadap Jumlah Biji per Buah Sidik Ragam Pengaruh Aksesi Terhadap Rasio Buah/Bunga Betina Sidik Ragam Pengaruh Aksesi Terhadap Rasio Biji/Ovul Sidik Ragam Pengaruh Aksesi Terhadap Tingkat Keberhasilan Reproduksi (Transformasi) vii

10 viii 12. Sidik Ragam Pengaruh Tipe Penyerbukan terhadap Persentase Pembentukan Buah Sidik Ragam Pengaruh Tipe Penyerbukan terhadap Persentase Pembentukan Benih Sidik Ragam Pengaruh Tipe Penyerbukan terhadap Persentase kerontokan Buah Sidik Ragam Pengaruh Aksesi dan Tipe Penyerbukan terhadap Diameter Benih Sidik Ragam Pengaruh Aksesi dan Tipe Penyerbukan terhadap Panjang Benih Sidik Ragam Pengaruh Aksesi dan Tipe Penyerbukan terhadap Daya Berkecambah Sidik Ragam Pengaruh Aksesi dan Tipe Penyerbukan terhadap Potensi Tumbuh Maksimum Sidik Ragam Pengaruh Aksesi dan Tipe Penyerbukan terhadap Kecepatan Tumbuh viii

11 ix DAFTAR GAMBAR Nomor Teks Halaman 1. Tahap-tahap penyerbukan buatan jarak pagar. Pembungkusan malai (A), mengoleskan antera yang sudah pecah ke kepala putik dengan bantuan pinset (B), dan pelabelan (C) Malai bunga Tipe I (A) dan malai bunga Tipe II(B). Panah biru: bunga betina, merah: jantan, dan hitam: hermaprodit Buah siap panen (A) dan benih saat panen (B) Bunga jantan (A), bunga betina (B), dan bunga hermaprodit (C) Bunga betina dengan tiga ovul (A) dan empat ovul (B) Kecambah normal 14 HSP (A), kecambah kormal dalam polybag 14 HSP (B), kecambah bbnormal 14 HSP (C), dan kecambah normal 21 HSP ix

12 PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan sumber energi yang selama ini digunakan berupa energi fosil atau bahan bakar minyak (BBM), semakin meningkat sekitar 60 juta kiloliter/tahun yang berarti subsidi 136 triliun rupiah/tahun (Anonim, 2006a). Masalah ini akan semakin serius ketika cadangan minyak dunia semakin menipis, ditambah lagi dengan kelangkaan BBM karena harganya yang terus meningkat. Terjadinya krisis energi ini telah membuat Indonesia perlu mencari sumber energi alternatif sebagai substitusi BBM (solar), salah satunya adalah pengembangan bioenergi jarak pagar (biodiesel) karena memiliki keunggulan tersendiri dibandingkan sumber bioenergi lainnya, antara lain relatif mudah dibudayakan oleh petani kecil, dapat tumbuh di lahan marjinal sehingga cocok sebagai tanaman konservasi lahan, dan proses pengolahan minyak jarak sangat sederhana dan tidak memerlukan teknologi tinggi sehingga biaya investasinya relatif lebih murah (Mahmud, 2006a). Selain sebagai substitusi BBM, penanaman jarak pagar di lahan marjinal dapat dimanfaatkan untuk memberdayakan 22 juta lahan kritis, serta memberikan lapangan kerja baru sehingga diharapkan mampu mengurangi 54 juta jiwa penduduk miskin di Indonesia (Anonim, 2005). Dalam rangka penyediaan bahan tanaman, pemerintah melalui Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan sejak tahun 2005 telah melakukan eksplorasi ke beberapa provinsi di Indonesia yaitu Sumatera Barat, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi. Bahan tanaman hasil eksplorasi tersebut telah ditanam di kebun induk jarak pagar (KIJP) seluas 50 ha di tiga lokasi yaitu 30 ha di Pakuwon, Jawa Barat; 10 ha di Muktiharjo, Jawa Tengah; dan 10 ha di Asembagus, Jawa Timur (Hasnam, 2006a). Evaluasi potensi produksi pada tanaman yang berumur tujuh bulan di KIJP Asembagus menunjukkan hasil yang variatif yaitu g biji kering per tanaman atau g/ha (Sudarmo, 2006). Saat ini, Puslitbang Perkebunan telah mengeluarkan tiga populasi komposit yaitu IP-1 A, IP-1 M, dan IP-1 P yang baru dapat mencukupi kebutuhan

13 2 benih untuk pertanaman seluas 6 ribu hektar pada tahun 2006 (Anonim, 2006b). Angka tersebut sangat kecil mengingat pada tahun 2006 saja, pemerintah menargetkan penanaman jarak pagar seluas 100 ribu hektar, dan akan meningkat pada tahun 2009 menjadi 10 juta hektar (Anonim, 2005). Salah satu penyebab rendahnya produksi biji jarak pagar adalah persentase bunga betina yang rendah, serta bunga yang relatif mudah gugur. Hal ini dapat disebabkan faktor genetik yaitu potensi tanaman membentuk bunga betina memang rendah, faktor fisiologis yaitu umur tanaman yang belum optimal untuk produksi benih, atau faktor lingkungan yaitu kekurangan unsur hara dan iklim yang tidak optimal (Hartati, 2006). Beberapa upaya yang telah dilakukan untuk mengatasi hal tersebut diantaranya adalah melakukan seleksi negatif dan memperbaiki kondisi lingkungan agar optimal untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Disamping itu, program pengembangan jarak pagar secara komersial di Indonesia masih relatif baru dimulai yang membuat teknologi budidaya dan produksi jarak pagar masih sangat sedikit, sehingga penelitianpenelitian jarak pagar dipandang sangat penting dalam upaya pengembangan teknologi kearah yang lebih baik. Pengembangan jarak pagar perlu diarahkan pada peningkatan potensi produksi biji. Akan tetapi saat ini belum tersedia informasi keberhasilan reproduksi beberapa aksesi yang berpotensi produksi tinggi. Informasi tentang sistem perkawinan jarak pagar juga perlu dipelajari untuk dapat digunakan dalam pemuliaan jarak pagar pada masa yang akan datang. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari tingkat keberhasilan reproduksi dan sistem perkawinan empat aksesi jarak pagar (Jatropha curcas Linn.) yaitu aksesi Lampung, Banten, Jawa Barat, dan Jawa Tengah. 2

14 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Jarak Pagar Jarak pagar (Jatropha curcas Linn.) adalah tanaman perdu (semak) famili Euphorbiaceae yang berasal dari Amerika Selatan. Dari berbagai pustaka disebutkan bahwa jarak pagar berasal dari Amerika Tengah dan Meksiko, kemudian menyebar ke Afrika dan Asia. Di Indonesia, tanaman ini diperkenalkan oleh Jepang pada tahun 1942 sebagai tanaman pekarangan. Beberapa nama daerah jarak pagar adalah jarak kosta atau jarak budeg (Sunda), jarak gundul atau jarak pager (Jawa), kalekhe paghar (Madura), jarak pager (Bali), lulu mau, paku kase, dan jarak pageh (Nusatenggara), kuman nema (Alor), jarak kosta, jarak wolanda, bindalo, bintalo, dan tondo utomene (Sulawesi), serta ai huwa kamala, balacai, dan kadoto (Maluku). Di Indonesia dikenal beberapa jenis tanaman jarak seperti jarak kepyar (Ricinus communis), jarak bali (Jatropha podagrica), jarak ulung (Jatropha gossypifolia), dan jarak pagar (Jatropha curcas). Diantara jenis tanaman jarak tersebut yang memiliki potensi sebagai penghasil minyak bakar (biofuel) adalah jarak pagar (Hariyadi, 2005). Variasi jarak pagar di Indonesia disebabkan oleh perbedaan wilayah yang melahirkan ekotipe-ekotipe tertentu. Eksplorasi yang dilakukan Puslitbang Perkebunan di Sumatera Barat, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi Selatan menunjukkan adanya variasi jarak pagar seperti kulit batang keperak-perakan dan hijau kecoklatan, warna daun hijau muda dan hijau tua, pucuk dan tangkai daun kemerahan dan kehijauan, bentuk buah agak elips dan bulat, serta jumlah biji per kapsul 1 sampai 4 butir (Hasnam, 2006b). Tanaman jarak pagar adalah tanaman perdu dengan tinggi 1-7 meter dengan sistem perakaran berupa akar tunggang berwarna putih kecoklatan. Batang berwarna putih kotor, berkayu, silindris, dan bergetah (Hariyadi, 2005) dengan percabangan tidak teratur yang terdiri atas cabang primer, cabang sekunder, dan cabang terminal. Cabang primer merupakan batang utama dan percabangan yang pertama kali terbentuk. Cabang yang terbentuk pada cabang primer disebut

15 4 sebagai cabang sekunder yang merupakan tempat tumbuh dari cabang terminal. Cabang terminal adalah cabang tempat tumbuhnya daun, bunga, dan buah. Oleh karena itu, jumlah cabang terminal ditentukan oleh jumlah cabang primer dan sekunder. Dalam budidaya, jumlah cabang primer dibatasi 3-5 cabang/tanaman, dan tiap cabang primer dibatasi tiga cabang sekunder. Jumlah cabang terminal dalam satu tanaman lebih dari cabang akan menyebabkan produksi menurun, sehingga setiap cabang sekunder hanya dibatasi tiga cabang terminal (Ferry, 2006). Daun berwarna hijau dengan lebar daun 6-16 cm dan panjang tangkai daun 4-15 cm. Struktur daun berupa daun tunggal, berbentuk bulat telur (elips), berlekuk, bersudut tiga atau lima, dan tulang daun menjari dengan 5-7 tulang utama (Hariyadi, 2005). Jarak pagar adalah tanaman monosius dengan bunga berkelamin satu (uniseksual) dan jarang yang biseksual. Bunga tersusun dalam malai (inflorescence) dengan lima kelopak bunga (sepal) dan lima mahkota bunga (petal) yang berwarna hijau-kekuningan atau coklat-kekuningan. Bunga jantan mempunyai 10 tangkai sari (stamen) dengan pola tersusun dalam dua lingkaran (whorl) masing-masing terdiri atas lima tangkai sari yang menyatu membentuk tabung. Bunga betina berukuran lebih besar dari bunga jantan terdiri atas bakal buah (ovarium) dengan lima lokus (ruang) yang masing-masing berisi satu bakal biji (ovulum). Tangkai putik (stilus) melekat pada pangkal bunga dengan kepala putik (stigma) terpecah tiga (Hasnam, 2006c). Akan tetapi Hariyadi (2005) menyatakan bahwa dalam satu bunga umumnya terdapat tiga ovul/ovarium. Buah (dalam praktek agribisnis disebut kapsul) merupakan buah kotak berbentuk lonjong atau bulat telur dengan diameter 2-4 cm tersusun pada tandan buah, berwarna hijau ketika masih muda dan kuning setelah masak (Hariyadi, 2005). Buah akan masak hari setelah pembuahan (penyerbukan), sedikit berdaging ketika muda, berwarna hijau kemudian menjadi kuning dan mengering lalu pecah saat masak, dan biasanya berisi tiga biji berwarna hitam (Hasnam, 2006c). Tandan buah dalam satu tanaman berjumlah 3-4 tandan yang terdiri atas tandan dengan buah yang sudah mulai kuning, buah yang masih hijau tapi 4

16 5 besarnya sudah sempurna, buah masih hijau dengan ukuran buah masih kecil, dan tandan yang masih berbentuk bunga atau malai bunga (Ferry, 2006). Biji berbentuk elips dan berwarna coklat kehitaman (Anonim, 2001). Biji inilah yang banyak mengandung minyak dengan rendemen sekitar % (Hariyadi, 2005). Jumlah biji kering yang berkualitas baik adalah biji/kg, sedangkan yang kurang baik dapat mencapai biji/kg (Ferry, 2006). Tanaman jarak pagar tumbuh pada 50 LU 40 LS, dengan ketinggian mdpl, suhu udara C, tanah dengan drainase baik, tidak tergenang, dan ph tanah (Hariyadi, 2005). Di Indonesia, daerah yang optimal untuk pertumbuhan dan produksi jarak pagar adalah daerah dengan ketinggian mdpl, suhu harian C, curah hujan mm/tahun, dan hari hujan hari/tahun (Wahid, 2006). Pembungaan Jarak Pagar Tanaman jarak pagar mulai berbunga setelah berumur 3-4 bulan, sedangkan pembentukan buah mulai pada umur 4-5 bulan (Hariyadi, 2005). Pembungaan dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik yang mempengaruhi diantaranya potensi tanaman membentuk bunga jantan dan betina, sedangkan faktor lingkungan diantaranya ketersediaan air, suhu udara, cahaya, dan kesuburan tanah (Hartati, 2006). Sebelum membentuk cabang, umumnya dua cabang, tanaman jarak pagar yang berasal dari biji maupun setek terlebih dahulu akan membentuk daun. Waktu pembentukan daun adalah tiap 2-3 hari sehingga dibutuhkan waktu selama 4-5 bulan. Pada tiap cabang akan terbentuk 8-10 daun sebelum keluar malai dan seterusnya, diperlukan 8-10 daun keluar sebelum malai kedua terbentuk sehingga selang pembentukan malai berkisar hari. Umur daun hari, setelah masa tersebut daun akan gugur atau gugur karena kekeringan. Jika kondisi tumbuh baik, biasanya tiap cabang akan terbentuk 3-4 malai atau setelah terbentuk tiga malai akan terbentuk cabang baru. Sedangkan jika kondisi kurang baik, kapsul atau malai akan gugur (Hasnam, 2006d). 5

17 6 Dalam satu malai biasanya terdapat 100 bunga atau lebih dengan persentase bunga betina 5-10 %. Bunga betina mekar 1-2 hari lebih awal dari bunga jantan dengan masa berbunga selama 3-4 hari, berbeda dengan bunga jantan yaitu hanya 1-2 hari. Lama pembungaan malai adalah hari. Puncak pembungaan di Thailand terjadi dua kali yaitu pada awal dan akhir musim hujan atau pada bulan April dan November (Hasnam, 2006c). Penyerbukan dan Pembuahan Penyerbukan adalah proses jatuhnya polen kepermukaan stigma dengan bantuan angin, air, hewan, atau manusia. Pada tanaman jarak pagar, penyerbukan umumnya dilakukan oleh serangga seperti lalat, lebah (Mahmud, 2006b), dan beberapa serangga famili Apidae (Rumini, 2006a). Polen yang jatuh diatas stigma akan berkecambah dan membentuk tabung polen. Dalam tabung polen terdapat dua inti sperma (inti generatif) dan satu inti vegetatif. Tabung polen akan terus memanjang masuk ke dalam saluran tangkai putik (canalis stylinus) menuju ke ovarium dan kantung embrio. Kedua inti sperma akan melakukan peleburan terhadap satu inti sel telur dan dua inti polar dalam kantung embrio menghasilkan zigot dan endosperm. Peleburan dua inti sperma dengan satu inti sel telur dan dua inti polar disebut pembuahan. Selanjutnya zigot yang terbentuk akan tumbuh menjadi embrio, sedangkan endosperm akan menjadi jaringan yang berisi zat makanan untuk pertumbuhan embrio. Sebelum tumbuh menjadi embrio, umumnya zigot akan beristirahat selama beberapa waktu sehingga dalam 1-2 minggu pertama setelah penyerbukan belum dapat diketahui apakah penyerbukan tersebut gagal atau akan berlangsung dengan pembuahan. Kegagalan penyerbukan dapat disebabkan oleh polen dan sel telur yang steril serta inkompatibilitas polen dan stigma (Darjanto dan Satifah, 1990). Pada penyerbukan buatan, bagian terpenting yang harus diperhatikan adalah cara meletakkan polen dari bunga jantan kepermukaan stigma bunga betina dan menjaga stigma tersebut tidak diserbuki oleh polen dari tanaman lain yang tidak dikehendaki. Secara umum teknik penyerbukan buatan meliputi persiapan, kastrasi, pengumpulan polen, dan penyerbukan (Darjanto dan Satifah, 1990). 6

18 7 Persiapan penyerbukan dilakukan beberapa hari sebelum kegiatan penyerbukan buatan dilakukan meliputi pengamatan pembungaan, pemilihan bunga jantan dan betina, serta persiapan alat. Kriteria pemilihan bunga betina meliputi bunga yang telah dewasa, tidak rusak, dalam keadaan baik, dan belum mengalami penyerbukan sendiri. Bunga yang telah diseleksi kemudian dilakukan emaskulasi dan ditutup dengan kantong plastik untuk mencegah terjadinya penyerbukan dan gangguan dari luar. Emaskulasi merupakan kegiatan pembuangan semua benang sari (bunga jantan) sebelum antera pecah untuk menghindarkan terjadinya penyerbukan sendiri. emaskulasi dilakukan 1-2 hari sebelum bunga betina mekar (Darjanto dan satifah, 1990). Pengumpulan benang sari dari bunga jantan dilakukan beberapa jam sebelum bunga jantan tersebut mekar karena pada saat tersebut, kepala sari (anther) masih penuh berisi polen dengan viabilitas yang tinggi. Polen yang telah dikemas kemudian disimpan dalam lemari es dengan suhu 2-8 C dan RH 10-50%. Polen tanaman karet (Hevea brasiliensis) dapat disimpan selama 2 minggu dalam ruang bersuhu 6 C. Penyerbukan dapat dilakukan setelah polen dan alat-alat pendukung disiapkan dengan baik. Polen dilekatkan (dijatuhkan) pada stigma dengan menggunakan pinset atau kapas kemudian dibungkus dengan kantong plastik dan diberi label (Darjanto dan Satifah, 1990). Suhu optimum untuk penyerbukan dan pembuahan jarak pagar adalah C (Soenardi, 2000). Pada suhu rendah (<18 C) akan menghambat proses respirasi dan pembentukan buah, sedangkan pada suhu tinggi (>35 C) akan menyebabkan gugur daun, bunga, dan polen akan cepat mengering (Hariyadi, 2005). Curah hujan tinggi (>1.500mm/tahun) dapat mengganggu proses penyerbukan dan pembuahan, sedangkan pada curah hujan rendah (<500 mm/tahun) akan menyebabkan tanaman kekurangan air (Hariyadi, 2005). Pada fase penyerbukan idealnya mendapat cahaya penuh selama 10 jam per hari. Kondisi tanah yang cukup lembab sangat baik bagi pertumbuhan dan pembuahan, sehingga kuantitas dan kualitas biji yang dihasilkan dapat optimal (Soenardi, 2000). 7

19 8 Perkecambahan Jarak Pagar Benih jarak pagar termasuk benih ortodoks karena daya berkecambah yang tetap tinggi yaitu sebesar 80 % setelah disimpan selama tiga bulan dalam kondisi kadar air rendah yaitu 6-8 % (Sudjindro, 2006). Benih jarak pagar yang baik adalah yang berasal dari kebun induk atau populasi berproduksi tinggi. Beberapa kriteria tanaman yang berproduksi tinggi adalah tanaman berumur lebih dari 5 tahun dengan pertumbuhan seragam dalam satu ekosistem, bebas dari serangan hama dan penyakit, dalam satu tanaman terdapat tandan bunga, tandan buah muda, tandan buah masak, dan tandan buah kering, serta produktivitas tanaman lebih dari 2 kg/tanaman/tahun. Benih yang baik untuk perkecambahan adalah benih yang berasal dari buah yang dipanen setelah berwarna kuning dan dikeringanginkan di tempat yang teduh, tidak retak, tergores, atau terinfeksi jamur, dan mengeluarkan minyak jika ditekan dengan kuku (Mahmud, 2006c). Pengecambahan jarak pagar dilakukan dalam kantong plastik polietilen dengan menggunakan media pasir dan penyiraman 3 kali seminggu. Tiap kantong plastik berisi 1 benih yang ditanam dengan kedalaman 3 cm. Perkecambahan akan berlangsung 10 hari setelah penanaman (HSP). Kecambah akan tumbuh sepanjang 7-9,5 cm setelah 4 minggu, dan akan meningkat menjadi 8-14 cm setelah 8 minggu (Jepsen, 2003). Perkecambahan dimulai dengan pecahnya kulit benih diikuti dengan munculnya radikula. Setelah pembentukan daun pertama, kotiledon layu kemudian gugur (Heller, 1996). Prawitasari (2007) menjelaskan metode persemaian benih jarak pagar, seperti yang telah diterapkan di Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi, yaitu metode pengecambahan pada media kertas. Bahan yang digunakan dalam metode ini adalah bak plastik berukuran 36 x 27.5 x 5 cm, kertas merang, dan air. Dua lembar kertas merang lembab digunakan sebagai alas dan diletakkan pada bak plastik, kemudian benih sebanyak 88 butir disusun diatasnya. Selanjutnya pada bagian atas benih dilapisi dengan selembar kertas merang yang telah dibasahi. Benih dikecambahkan selama 7-10 hari dengan melakukan evaluasi kecambah pada 3-10 HSP. Dalam literatur lain dijelaskan bahwa pengujian daya berkecambah pada benih jarak kepyar (Ricinus communis) dilakukan menggunakan substrat kertas 8

20 atau pasir pada suhu C dengan evaluasi kecambah normal pada hari ke-7 dan ke-14 setelah pengecambahan (ISTA, 1999). 9 Keberhasilan Reproduksi dan Sistem Perkawinan Keberhasilan reproduksi pada tanaman diartikan sebagai jumlah ovul yang berkembang sempurna menjadi biji yang viabel dan mampu terus bertahan hidup di lingkungan dalam batas waktu tertentu (Wiens et. al, 1987 dan Palar dan Rialdi, 1993). Keberhasilan reproduksi pada tanaman sangat mungkin untuk dianalisa karena tanaman memiliki jumlah dan jenis yang berlimpah dengan penyebaran yang luas dan menghasilkan banyak modul reproduktif seperti bunga dan buah yang dapat menghasilkan progeni yang relatif banyak berupa benih dan relatif mudah untuk dianalisa tanpa mengorbankan tanaman tersebut (Wiens et. al, 1987). Penentuan keberhasilan reproduksi suatu tanaman meliputi penghitungan rasio buah/bunga dan rasio benih/ovul. Tingkat keberhasilan reproduksi pada tanaman sangat bervariasi yang umumnya berkisar antara Faktor pembatas dari keberhasilan reproduksi antara lain adalah faktor lingkungan, efisiensi penyerbukan, serta pola kecenderungan tanaman dalam bereproduksi. Keberhasilan reproduksi suatu tanaman sangat penting diketahui dalam upaya menentukan dan meninjau tingkat adaptivitas tanaman dengan lingkungannya. Hal ini berarti penentuan pengaruh lingkungan tempat tanaman tersebut ditanam terhadap kemampuan tanaman tersebut untuk bereproduksi dan menghasilkan biji yang viabel (Wiens et. al, 1987). Sistem perkawinan diartikan sebagai pola pembentukan pasangan dan perkawinan yang terdapat dalam suatu populasi tanaman (Palar dan Rialdi, 1993). Hal ini berarti bahwa sistem perkawinan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan pola reproduksi tanaman termasuk tipe fertilisasi, tingkat fertilisasi, dan bagaimana struktur genetik yang mendukung terjadinya perkawinan antar jenis tanaman. Boshier (1992) menyatakan bahwa informasi tentang sistem perkawinan sangat baik digunakan untuk mempelajari populasi genetik suatu tanaman dalam ekosistem tropis, dan merupakan terapan yang sangat penting dalam keberhasilan program pemuliaan melalui persilangan. 9

21 10 Informasi tentang kompatibilitas organ reproduktif antar tanaman juga diperlukan untuk menentukan sistem perkawinan tanaman tersebut. Untuk menentukan tingkat kompatibilitas tersebut, dapat dilakukan dengan menghitung indeks inkompatibilitas-sendiri (index of self-incompatibility) seperti yang diutarakan oleh Zapata dan Arroyo (1987) yaitu perbandingan persentase antara buah yang dihasilkan dari penyerbukan sendiri (selfing) dengan buah yang dihasilkan dari penyerbukan silang (crossing). Nilai yang dihasilkan dari persamaan tersebut menunjukkan tingkat kompatibilitas antar polen dengan pistil yang viabel dan fertil yaitu nilai IIS=0 mengindikasikan inkompatibel penuh (total self-compatibility), nilai 0<ISI<0,2 mengindikasikan sangat inkompatibel (mostly self-incompatibility), nilai 0,2<ISI<1 mengindikasikan inkompatibel sebagian (partially self incompatible), dan nilai ISI 1 mengindikasikan kompatibel (compatible). Tanaman dikatakan bersifat kompatibel apabila polen yang viabel yang mewakili organ reproduktif jantan dapat membuahi pistil yang merupakan organ reproduksi betina dari bunga yang sama atau bunga dari tanaman yang sama, atau disebut juga tanaman tersebut mampu membentuk biji yang viabel dari hasil penyerbukan sendiri dan dari penyerbukan silang (Cronn, 2007). 10

22 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 30 Maret sampai 21 Juli 2007 di Kebun Induk Jarak Pagar (KIJP), Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Aneka Tanaman Industri, Pakuwon, Sukabumi, Jawa Barat. Bahan dan Alat Bahan tanaman yang digunakan adalah 200 tanaman induk berumur ±1 tahun yang terbagi dalam empat aksesi yaitu Lampung, Banten, Jawa Barat (Jabar), dan Jawa Tengah (Jateng). Bahan-bahan lain yang digunakan adalah benang dan plastik berwarna untuk pelabelan, kantung plastik transparan, polybag ukuran 5x20 cm, tanah dan pupuk kandang, serta alkohol 70%. Sedangkan alatalat yang digunakan antara lain pinset, gunting, pisau, kaca pembesar, nampan bambu dan rak pengeringan. Metode Percobaan Penelitian ini terdiri atas dua percobaan yaitu pengamatan tingkat keberhasilan reproduksi dan sistem perkawinan. 1. Keberhasilan Reproduksi Percobaan ini menggunakan metode sampling yaitu dengan melakukan pengamatan terhadap 80 tanaman contoh. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap satu faktor yaitu aksesi yang terdiri atas empat taraf perlakuan yaitu Lampung, Banten, Jabar, dan Jateng. Setiap perlakuan diulang sebanyak 20 kali sehingga percobaan ini terdiri atas 80 satuan percobaan. Menurut Mattjik (2002) model linier dari rancangan acak lengkap adalah: Υ ij = μ + τ i + ε ij dimana, i = 1, 2,, t dan j = 1, 2,, r Υ ij = Pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j μ = Rataan umum τ i = Pengaruh perlakuan ke-i ε ij = Pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

23 12 Apabila perlakuan menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap hasil pengamatan, maka dilakukan perbandingan antara rataan perlakuan dengan uji jarak ganda Duncan pada α = 0.05 (Gomez dan Gomez, 1995). 2. Sistem Perkawinan Percobaan dilaksanakan dengan melakukan penyerbukan buatan pada 140 bunga betina yang terbagi dalam empat aksesi. Persentase buah hasil penyerbukan buatan digunakan untuk menentukan indeks inkompatibilitas sendiri (IIS). Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan kelompok lengkap teracak satu faktor yaitu tipe penyerbukan yang terdiri atas empat taraf perlakuan yaitu penyerbukan antar bunga dalam satu malai, penyerbukan antar bunga dari malai yang berbeda dalam satu tanaman, penyerbukan antar bunga dari tanaman yang berbeda dalam satu aksesi, dan penyerbukan antar bunga dari aksesi yang berbeda. Setiap perlakuan diulang sebanyak empat kali sehingga percobaan ini terdiri atas 16 satuan percobaan. Menurut Mattjik (2002) model linier dari rancangan kelompok lengkap teracak adalah: Υ ij = μ + β i + τ j + ε ij dimana, i = 1, 2,, r dan j = 1, 2,, t Υ ij = Pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j μ = Rataan umum β j = Pengaruh kelompok ke-i τ i = Pengaruh perlakuan ke-j ε ij = Pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j Benih hasil penyerbukan buatan dikecambahkan untuk menentukan viabilitas dan vigor benih. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan petak terbagi (split-plot design) dua faktor yaitu aksesi sebagai petak utama dan tipe penyerbukan sebagai anak petak. Faktor aksesi terdiri atas empat taraf perlakuan yaitu Lampung, Banten, Jabar, dan Jateng. Faktor tipe penyerbukan juga terdiri atas empat taraf perlakuan yaitu penyerbukan antar bunga dalam satu malai, Penyerbukan antar bunga dari malai yang berbeda dalam satu tanaman, penyerbukan antar bunga dari tanaman yang berbeda dalam satu aksesi, dan penyerbukan antar bunga dari aksesi yang berbeda. Setiap perlakuan diulang sebanyak tiga kali sehingga terdiri atas 48 satuan percobaan. 12

24 13 Menurut Mattjik (2002) model linier dari rancangan petak terbagi adalah: Υ ijk = μ + α i + δ ik + β j + (αβ) ij + ε ijk dimana, i = 1, 2,, t dan j = 1, 2,, r Υ ijk = Nilai pengamatan pada faktor aksesi taraf ke-i, faktor tipe penyerbukan taraf ke-j, dan ulangan ke-k μ = Rataan umum α i = Pengaruh utama faktor aksesi β j = Pengaruh utama faktor tipe penyerbukan δ ik = Komponen acak dari petak utama yang menyebar normal (αβ) ij = Komponen interaksi dari faktor aksesi dan faktor tipe penyerbukan = Pengaruh acak dari anak petak yang menyebar normal. ε ijk Apabila perlakuan menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap hasil pengamatan, maka dilakukan perbandingan antara rataan perlakuan dengan uji jarak ganda Duncan pada α = 0.05 (Gomez dan Gomez, 1995). Pelaksanaan Percobaan 1. Keberhasilan Reproduksi Percobaan dimulai dengan melakukan pemilihan secara acak 80 tanaman contoh yang terbagi dalam empat aksesi. Pelabelan pada masing-masing tanaman contoh terpilih dilakukan menggunakan benang rajut dan plastik mika dengan menuliskan beberapa keterangan yaitu jenis percobaan (keberhasilan reproduksi), aksesi, dan nomor tanaman contoh. Selanjutnya dilakukan pemilihan malai pada masing-masing tanaman contoh dan ditandai dengan benang berwarna. Untuk memudahkan pengamatan selanjutnya, masing-masing malai terpilih dalam satu tanaman contoh diberi tanda dengan warna benang yang berbeda. Pengamatan dilakukan pada masing-masing tanaman contoh meliputi pengamatan jumlah bunga betina per malai (Bg/M), ovul per bunga betina (O/Bg), buah per malai (Bh/M), dan benih per buah (B/Bh). Pengamatan Bg/M dilakukan dengan menghitung jumlah bunga betina tiap malai terpilih pada masing-masing tanaman contoh. Bunga betina dihitung sebelum mekar karena bunga betina dapat dikenali berdasarkan ukuran bunga lebih besar dan kelopak bunga lebih panjang daripada bunga jantan. 13

25 14 Pengamatan O/Bg dilakukan dengan mengambil 3 bunga betina per malai pada masing-masing tanaman contoh, kemudian dipotong melintang pada bagian tengah dengan pisau dan dihitung jumlah ovulnya menggunakan kaca pembesar. Pengamatan O/Bg dilakukan pada malai yang berbeda dari pengamatan Bg/M karena malai pada pengamatan Bg/M akan digunakan untuk pengamatan Bh/M dan B/Bh, dengan catatan jumlah malai yang diamati harus sama dengan jumlah malai terpilih pada masing-masing tanaman contoh. Pengamatan Bh/M dilakukan dengan menghitung seluruh buah siap panen yang terbentuk dalam tiap malai terpilih. Buah siap panen setelah buah berwarna kuning dan kulit buah mulai keriput. Pengamatan B/Bh dilakukan dengan menghitung jumlah benih dari tiap buah hasil pengamatan Bh/M. 2. Sistem Perkawinan Tahap awal percobaan ini adalah pemilihan malai bunga dengan kriteria pertumbuhan baik, bebas dari hama dan penyakit, mudah dijangkau, serta memiliki sedikitnya dua bunga betina menjelang mekar. Emaskulasi dilakukan pada malai terpilih dengan menggunting semua bunga jantan belum mekar kemudian dibungkus dengan kantong plastik transparan dan diikat dengan karet gelang (Gambar 1A). Emaskulasi dan pembungkusan malai diharapkan dapat mencegah terjadinya penyerbukan diluar perlakuan yang diterapkan. Penyerbukan buatan dilakukan pukul 08:00 10:00 pada hari bunga betina mekar dengan cara mengusapkan antera yang sudah pecah ke kepala putik secara perlahan dengan bantuan pinset (Gambar 1B). Penyerbukan dilakukan pada 35 bunga betina tiap kombinasi perlakuan aksesi dengan tipe penyerbukan sehingga total adalah 560 penyerbukan. Polen berasal dari malai yang berbeda-beda sesuai dengan perlakuan sehingga dapat berasal dari malai yang sama dengan bunga betina (P1), dari malai yang berbeda namun pada tanaman yang sama (P2), dari tanaman yang berbeda namun pada aksesi yang sama (P3), dan dari aksesi yang berbeda (P4). Untuk perlakuan P4, polen diambil dari aksesi selain aksesi Lampung, Banten, Jabar, dan Jateng yaitu aksesi Sulawesi Selatan. Aksesi ini merupakan tanaman koleksi KIJP dan dipilih karena memiliki jumlah malai baru lebih banyak dari tanaman koleksi lain sehingga diharapkan dapat mencukupi 14

26 15 kebutuhan polen untuk perlakuan P4. Bunga yang telah diserbuk kemudian diberi label (Gambar 1C) dan dibungkus lagi dengan kertas sampai 1 hari setelah penyerbukan kemudian dibuka untuk menghindari pembusukan. Gambar 1. Tahap-tahap penyerbukan buatan jarak pagar. Emaskulasi dan pembungkusan malai (A), mengoleskan antera yang sudah pecah ke kepala putik dengan bantuan pinset (B), pelabelan (C). Pemanenan buah dilakukan serentak pada tiap perlakuan tipe penyerbukan buatan setelah buah berwarna kuning. Benih hasil ekstraksi buah diletakkan pada nampan bambu dan disusun pada rak pengeringan untuk dikeringanginkan selama 4-5 hari atau setelah KA benih mencapai 7-8%, benih siap untuk dikecambahkan. Pengecambahan benih dilakukan pada polibag ukuran 5x20 cm selama 14 hari dengan melakukan penyiraman setiap harinya. Media perkecambahan adalah tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1. Pengamatan 1. Tingkat Keberhasilan Reproduksi Tingkat keberhasilan reproduksi dihitung setelah diperoleh data akhir dari percobaan keberhasilan reproduksi. Wiens et. al. (1987) menjelaskan persamaan untuk menentukan tingkat keberhasilan reproduksi tanaman yaitu: KR = rasio buah/bunga x rasio biji/ovul dimana, rasio buah/bunga dan biji/ovul diperoleh dari: jumlah buah/malai rasio buah/bunga =, dan jumlah bunga betina/mal ai jumlah biji/buah rasio biji/ovul = jumlah ovul/bungabetina 15

27 16 2. Indeks Inkompatibilitas Sendiri Penghitungan indeks inkompatibilitas-sendiri (IIS) dilakukan setelah diperoleh data persentase buah dari perlakuan penyerbukan buatan pada percobaan sistem perkawinan. Menurut Zapata dan Arroyo (1978) persamaan untuk menentukan IIS adalah: IIS = IIS = persentasebuah daripenyerbuka n sendiri persentasebuah daripenyerbuka n silang persentasebuah dariperlakuan P1dan P2 persentasebuah dariperlakuan P3dan P4 3. Daya Berkecambah Daya berkecambah (DB) merupakan tolok ukur parameter viabilitas potensial benih dan dilakukan dengan menghitung persentase kecambah normal (KN) yang tumbuh setelah pengecambahan selama 14 hari terhadap seluruh benih yang dikecambahkan. Evaluasi kecambah normal dilakukan pada 7 dan 14 hari setelah pengecambahan (HSP). Persamaan yang digunakan untuk menghitung DB adalah: DB (%) = KNharike-7 KN harike-14 benih yangdikecambahkan Kriteria kecambah normal adalah: x 100 % Hipokotil berkembang dengan baik (lurus), berwarna hijau, atau dengan kerusakan terbatas seperti agak berubah warna dan atau terpilin ringan. Kotiledon berkembang dengan baik, berjumlah dua atau minimal satu kotiledon tanpa kerusakan pada titik tumbuh atau jaringan di sekitarnya, dan berwarna hijau atau terdapat sedikit bercak nekrotik. Terdapat satu daun primer berwarna hijau dengan panjang minimal 1 cm Sedangkan kriteria kecambah abnormal adalah: Hipokotil pendek, mengkerut, atau melengkung Kotiledon keriting, berubah warna, atau rusak akibat infeksi primer Pertumbuhan daun lambat (<1 cm), berubah warna, cacat, atau rusak akibat infeksi primer 16

28 4. Potensi Tumbuh Maksimum Potensi tumbuh maksimum (PTM) merupakan tolok ukur dari parameter viabilitas total benih dan dilakukan dengan menghitung persentase total benih yang berkecambah, baik kecambah normal ataupun abnormal, dari 0-14 HSP terhadap jumlah benih yang dikecambahkan. PTM dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: PTM = benih yangberkecambah sampaiharike-14 benih yangdikecambahkan x 100 % Kecepatan Tumbuh Kecepatan tumbuh (K CT ) merupakan tolok ukur dari parameter vigor kekuatan tumbuh dengan menghitung persentase kecambah normal per hari (etmal). Evaluasi kecambah normal dilakukan setiap hari mulai 0-14 HSP. K CT dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: K CT = tn i 0 N/t Keterangan: K CT = persentase kecambah normal/etmal tn = waktu akhir pengamatan N = persentase kecambah normal tiap waktu pengamatan t = waktu pengamatan etmal = waktu pengamatan (jam)/24 jam 17

29 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian dilakukan dari April Juli 2007 bertepatan dengan akhir musim hujan, yang merupakan salah satu puncak masa pembungaan (Hasnam, 2006c), sehingga waktu penelitian dianggap tepat karena masa pembungaan yang baik sangat penting dalam penelitian ini. Tanaman contoh dipilih dari tanaman induk jarak pagar yang ditanam di daerah dengan ketinggian ±450 m di atas permukaan laut, jenis tanah Latosol, tipe iklim B1, jumlah curah hujan mm/tahun, dan jumlah hari hujan 105 hari/tahun (Lampiran 1 dan 2). Wahid (2006) menyatakan bahwa jarak pagar tidak dapat berproduksi optimal ketika ditanam di daerah dengan curah hujan di atas 1500 mm/tahun. Hal ini karena hujan yang banyak biasanya disertai dengan tingkat per-awanan yang tinggi sehingga akan mengurangi intensitas radiasi energi surya. Jumlah malai per tanaman merupakan jumlah malai baru yang muncul pada tiap tanaman contoh dengan umur relatif sama. Bentuk malai bunga jarak pagar adalah dikasium berganda (dichasium compositum). Pada tangkai utama bunga (poros bunga) akan terbentuk dua cabang saling berhadapan. Umumnya percabangan akan terus terjadi sampai percabangan ketiga pada masing-masing tangkai bunga. Bunga mulai muncul pada percabangan kedua tiap tangkai bunga. Pada ujung masing-masing tangkai bunga akan terbentuk satu bunga betina. Berdasarkan jenis bunga yang menyusun malai, terdapat dua kecenderungan jenis malai bunga yang dibedakan menjadi dua tipe yaitu malai yang tersusun atas bunga jantan dan bunga betina saja (Tipe I), dan malai yang tersusun atas bunga jantan dan bunga hermaprodit saja (Tipe II). Dari pengamatan dilapang, dalam satu tanaman hanya terdapat satu tipe malai bunga dan umumnya malai bunga yang terbentuk pada tanaman jarak pagar adalah malai bunga Tipe I. Aksesi dengan malai bunga tipe II terbanyak adalah aksesi Jateng, dari 20 tanaman contoh tercatat 17 tanaman menghasilkan malai bunga tipe II. Tipe-tipe malai bunga jarak pagar dapat dilihat pada Gambar 2 di bawah ini.

30 19 Gambar 2. Malai bunga Tipe I (A) dan malai bunga Tipe II (B). Panah biru: bunga betina, merah: jantan, dan hitam: hermaprodit. Buah jarak pagar dipanen setelah terjadi perubahan warna dan penampilan pada buah yaitu setelah buah berwarna kuning dan kulit buah mulai keriput (Gambar 3A). Pada percobaan sistem perkawinan diketahui bahwa buah siap panen pada hari setelah penyerbukan buatan, sedikit lebih lama dari yang disarankan Hasnam (2006c) bahwa buah jarak pagar dapat dipanen hari setelah pembuahan (penyerbukan) namun sejalan dengan hasil penelitian Utomo (2008). Hasil pengamatan pada buah hasil panen menunjukkan bahwa benih sudah berwarna hitam (Gambar 3B). Gambar 3. Buah siap panen (A) dan benih saat panen (B). Keberhasilan Reproduksi Jarak Pagar Bunga jarak pagar terdiri atas bunga jantan, bunga betina, dan bunga hermaprodit. Masing-masing bunga memiliki lima sepala dan lima petala dengan rambut-rambut halus. Bunga jantan memiliki 10 stamen yang tersusun melingkar dalam dua tingkat (Gambar 4A), sedangkan bunga betina memiliki satu ovarium berbentuk elips yang umumnya berisi tiga ovul, tiga stilus yang melekat pada ujung ovarium, dan dua stigma yang tersusun pada tiap ujung stilus sehingga terdapat enam stigma (Gambar 4B). Sepala bunga betina berukuran lebih besar 19

31 20 dan lebih panjang daripada bunga jantan. Bunga hermaprodit memiliki struktur mirip dengan bunga betina namun dengan ukuran yang lebih besar dari pada bunga betina dan memiliki 10 stamen yang tersusun melingkar (Gambar 4C). Dalam percobaan ini, bunga hermaprodit dihitung sebagai bunga betina karena memiliki ovarium sehingga berpotensi menghasilkan buah dan benih sama seperti bunga betina. Gambar 4. Bunga jantan (A), bunga betina (B), dan bunga hermaprodit (C). Selama pengamatan, bunga jantan sangat mudah rontok dibandingkan dengan bunga betina dan hermaprodit pada 1-2 hari setelah mekar. Dari 1481 bunga betina yang diamati hanya 71 bunga betina yang rontok atau sekitar 5% dari seluruh bunga betina yang terbentuk. Hasil pengamatan ini tidak sama dengan pernyataan Hartati (2006) bahwa bunga betina jarak pagar mudah gugur. Kerontokan bunga betina umumnya terjadi pada 5-10 hari setelah mekar. Hal ini dapat disebabkan oleh serangan hama karena hama utama jarak pagar adalah kepik lembing (Chrysochoris javanus) yang menyerang pada fase pembungaan, menjelang pembentukan buah, dan pemasakan buah (Rumini, 2006b dan Karmawati 2006), atau rontok secara alami ketika tidak terjadi fertilisasi pada bunga betina karena masa pembungaan bunga betina maksimal hanya 4 hari (Hasnam 2006c). Pengamatan terhadap jumlah ovul per bunga betina menunjukkan bahwa dalam tiap bunga betina umumnya terdapat tiga ovul (Gambar 5A) dan sangat sedikit dengan empat ovul (Gambar 5B). 20

32 21 Gambar 5. Bunga betina dengan tiga ovul (A) dan empat ovul (B) Perlakuan aksesi berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah malai per tanaman namun tidak berngaruh nyata terhadap jumlah bunga betina per malai, ovul per bunga betina, bunga betina per malai, dan benih per buah (Lampiran 3). Jumlah malai per tanaman berada pada kisaran 2-10 malai/tanaman (Lampiran 4). Rataan malai per tanaman tertinggi sebesar 5.02 pada aksesi Banten dan terendah sebesar 2.58 pada aksesi Jabar (Tabel 1). Perbedaan jumlah malai per tanaman antar aksesi dapat disebabkan oleh faktor genetik seperti kemampuan tanaman untuk membentuk malai bunga, dan faktor lingkungan seperti kondisi iklim (curah hujan dan intensitas penyinaran) di lokasi pertanaman. Jumlah malai per tanaman yang tinggi tidak secara langsung menentukan tingginya produksi benih, namun juga dipengaruhi oleh jumlah bunga betina per malai, ovul per bunga betina, dan buah per malai. Jumlah bunga betina per malai dan ovul per bunga betina menunjukkan bahwa potensi reproduksi keempat aksesi yang diuji adalah sama yaitu sebesar 5 bunga betina/malai dan 3 ovul/bunga (Tabel 1). Rataan jumlah ovul sejalan dengan pernyataan Hariyadi (2005) bahwa dalam satu bunga betina jarak pagar umumnya terdapat tiga ovul. Perlakuan aksesi tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah buah per malai dan benih per buah (Lampiran 7 dan 8) yang berarti bahwa keberhasilan reproduksi keempat aksesi yang diuji adalah sama yaitu sebesar 4 buah/malai dan 2 benih/buah (Tabel 1). Keberhasilan reproduksi lebih rendah dari potensinya yang mengindiksikan bahwa tidak semua bunga betina dan ovul yang terbentuk berhasil berkembang menjadi buah yang masak dan benih yang viabel. Hal ini dapat terjadi antara lain karena kerontokan bunga betina dan buah, atau kegagalan 21

33 22 pembentukan benih. Kerontokan terjadi diduga karena serangan hama atau perkembangan embrio yang tidak memadai yang akan menyebabkan benih tidak terbentuk atau menghasilkan benih yang tidak viabel, sedangkan kegagalan pembentukan benih diduga karena kerusakan beberapa bagian bunga akibat serangan hama yang relatif tinggi serta penyerbukan alami yang tidak sempurna karena terbatasnya serangga penyerbuk atau efisiensi yang rendah dalam membantu penyerbukan. Tabel 1. Pengaruh Aksesi terhadap Beberapa Peubah Pengamatan Keberhasilan Reproduksi Aksesi M/T Bg/M Bh/M O/Bg B/Bh R:Bh/Bg R:B/O KR Lampung 3.75 b ab b Banten 5.02 a b b Jabar 2.58 c b b Jateng 3.26 bc a a Tanda huruf yang sama pada kolom yang sama di akhir tiap nilai rataan menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata berdasarkan Uji Jarak Ganda Duncan pada α = M/T: jumlah malai per tanaman, Bg/M: jumlah bunga betina per malai, Bh/M: jumlah buah per malai, O/Bg: jumlah ovul per bunga betina, B/Bh: jumlah benih per buah, R:Bh/Bg: rasio buah/bunga betina, R:B/O: rasio benih/ovul, KR: tingkat keberhasilan reproduksi. Tingkat keberhasilan reproduksi ditentukan oleh rasio buah/bunga betina dan rasio benih/ovul. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan aksesi berpengaruh nyata terhadap rasio buah/bunga betina namun tidak berpengaruh nyata terhadap rasio benih/ovul (Lampiran 9 dan 10). Rasio buah/bunga betina tertinggi sebesar 0.86 pada aksesi Jateng dan terendah sebesar 0.69 pada aksesi Banten (Tabel 1). Rasio buah/bunga betina merupakan proporsi bunga betina yang berhasil berkembang menjadi buah yang masak, sehingga semakin rendah rasionya maka semakin banyak bunga betina yang rontok, begitu juga sebaliknya. Hal ini menunjukkan bahwa kerontokan bunga betina tidak sama antar aksesi. Berdasarkan rasio buah/bunga betina pada aksesi Jateng, maka dari 100 bunga betina yang terbentuk hanya 86 bunga betina mampu berkembang menjadi buah yang masak. Rasio benih/ovul merupakan proporsi ovul yang berhasil berkembang menjadi benih yang viabel. Rataan rasio benih/ovul sebesar 0.79 (Tabel 1) yang berarti bahwa dari 100 ovul yang terbentuk hanya 79 ovul yang berhasil 22

BAHAN DAN METODE. Metode Percobaan Penelitian ini terdiri atas dua percobaan yaitu pengamatan tingkat keberhasilan reproduksi dan sistem perkawinan.

BAHAN DAN METODE. Metode Percobaan Penelitian ini terdiri atas dua percobaan yaitu pengamatan tingkat keberhasilan reproduksi dan sistem perkawinan. BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 30 Maret sampai 21 Juli 2007 di Kebun Induk Jarak Pagar (KIJP), Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Aneka Tanaman Industri, Pakuwon,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian dilakukan dari April Juli 2007 bertepatan dengan akhir musim hujan, yang merupakan salah satu puncak masa pembungaan (Hasnam, 2006c), sehingga waktu penelitian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Jarak Pagar

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Jarak Pagar TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Jarak Pagar Jarak pagar (Jatropha curcas Linn.) adalah tanaman perdu (semak) famili Euphorbiaceae yang berasal dari Amerika Selatan. Dari berbagai pustaka disebutkan bahwa jarak

Lebih terperinci

KEBERHASILAN REPRODUKSI JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.): PENYERBUKAN ALAMI DAN BUATAN

KEBERHASILAN REPRODUKSI JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.): PENYERBUKAN ALAMI DAN BUATAN KEBERHASILAN REPRODUKSI JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.): PENYERBUKAN ALAMI DAN BUATAN Oleh: Rofiq Afandi A34404029 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Jarak

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Jarak TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Jarak Tanaman jarak (Jatropha curcas L.) mulai banyak dibicarakan di Indonesia pada tahun 2005 dan dikenal dengan sebutan jarak pagar, karena umumnya tanaman jarak ditanam dipagar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Deskripsi Jarak Pagar (Jatropha curcas L.)

TINJAUAN PUSTAKA. Deskripsi Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Jarak pagar merupakan jenis tanaman yang berasal dari Amerika Latin dan sekarang tersebar di daerah arid dan semi arid di seluruh dunia (Rachmawati,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA Analisis Keragaan Pengaruh Tingkat Kemasakan Terhadap Daya Berkecambah Benih Jarak Pagar (Jatropha curcas L) Oleh : Badrul Munir, S.TP, MP (PBT Ahli Pertama BBPPTP Surabaya) I. PENDAHULUAN Jarak pagar

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di UPTD Pengembangan Teknologi Lahan Kering Desa Singabraja, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Waktu pelaksanaan penelitian mulai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Ciri Morfologi Jarak Pagar

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Ciri Morfologi Jarak Pagar TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Ciri Morfologi Jarak Pagar Jarak pagar termasuk ke dalam kingdom Plantae, subkingdom Tracheobionta (tumbuhan vasikular), divisi Spermatophyta, ordo Euphorbiales, famili Euphorbiaceae,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Margahayu Lembang Balai Penelitian Tanaman Sayuran 1250 m dpl mulai Juni 2011 sampai dengan Agustus 2012. Lembang terletak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Hubungan viabilitas diperlukan untuk menduga keberhasilan proses fertilisasi atau viabilitas suatu polen yang ditunjukkan oleh diameter polen pepaya, daya berkecambah polen pepaya,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar Hasil Uji t antara Kontrol dengan Tingkat Kematangan Buah Uji t digunakan untuk membandingkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Kualitatif Karakter kualitatif yang diamati pada penelitian ini adalah warna petiol dan penampilan daun. Kedua karakter ini merupakan karakter yang secara kualitatif berbeda

Lebih terperinci

FENOLOGI PEMBUNGAAN DAN PEMBUAHAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.)

FENOLOGI PEMBUNGAAN DAN PEMBUAHAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) FENOLOGI PEMBUNGAAN DAN PEMBUAHAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) Oleh : Bambang Priyo Utomo A34403054 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. panennya menunjukkan bahwa ada perbedaan yang nyata (hasil analisis disajikan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. panennya menunjukkan bahwa ada perbedaan yang nyata (hasil analisis disajikan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Air Berdasarkan analisis varian satu jalur terhadap variabel kadar air biji sorgum yang berasal dari posisi yang berbeda pada malai sorgum disetiap umur panennya menunjukkan

Lebih terperinci

TEKNIK PERSILANGAN BUATAN

TEKNIK PERSILANGAN BUATAN MODUL II TEKNIK PERSILANGAN BUATAN 2.1 Latar Belakang Keragaman genetik merupakan potensi awal di dalam perbaikan sifat. Salah satu upaya untuk memperluas keragaman genetik ialah melalui persilangan buatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) berasal dari benua Amerika Selatan,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) berasal dari benua Amerika Selatan, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Kacang Tanah Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) berasal dari benua Amerika Selatan, diperkirakan dari lereng pegunungan Andes, di negara-negara Bolivia, Peru, dan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat. Tabel 1. Keterangan mutu label pada setiap lot benih cabai merah

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat. Tabel 1. Keterangan mutu label pada setiap lot benih cabai merah 11 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari - Agustus 2012 di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian Tanaman salak yang digunakan pada penelitian ini adalah salak pondoh yang ditanam di Desa Tapansari Kecamatan Pakem Kabupaten Sleman Yogyakarta.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani tanaman karet Menurut Sianturi (2002), sistematika tanaman karet adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Jarak Pagar

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Jarak Pagar 3 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Jarak Pagar Indonesia memiliki berbagai jenis tanaman jarak antara lain jarak kepyar (Ricinus communis), jarak bali (Jatropha podagrica), jarak ulung (Jatropha gossypifolia L.),

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani

TINJAUAN PUSTAKA Botani TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman apel berasal dari Asia Barat Daya. Dewasa ini tanaman apel telah menyebar di seluruh dunia. Negara penghasil utama adalah Eropa Barat, negaranegara bekas Uni Soviet, Cina,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Kelapa sawit termasuk tanaman keras (tahunan) yang mulai menghasilkan pada umur 3 tahun dengan

Lebih terperinci

METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

METODE. Lokasi dan Waktu. Materi METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2005 sampai dengan Januari 2006. Penanaman dan pemeliharaan bertempat di rumah kaca Laboratorium Lapang Agrostologi, Departemen Ilmu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. wilayah beriklim sedang, tropis, dan subtropis. Tanaman ini memerlukan iklim

II. TINJAUAN PUSTAKA. wilayah beriklim sedang, tropis, dan subtropis. Tanaman ini memerlukan iklim 15 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Tanaman Buncis Buncis berasal dari Amerika Tengah, kemudian dibudidayakan di seluruh dunia di wilayah beriklim sedang, tropis, dan subtropis. Tanaman ini memerlukan

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian Sumber Benih

3. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian Sumber Benih 13 3. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Benih Departemen Agronomi dan Hortikultura, Kebun Percobaan Leuwikopo Institut Pertanian Bogor dan Kebun Percobaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Jarak Pagar

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Jarak Pagar 4 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Jarak Pagar Tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.) berasal dari Amerika Tengah. Menurut Priyanto (2007) tanaman jarak pagar termasuk famili Euphorbiaceae dan masih satu keluarga

Lebih terperinci

PENGARUH KEMASAKAN BUAH TERHADAP MUTU BENIH JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.)

PENGARUH KEMASAKAN BUAH TERHADAP MUTU BENIH JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) Pengaruh Kemasakan Buah (Sri Adikadarsih dan Choirul Anam) 125 PENGARUH KEMASAKAN BUAH TERHADAP MUTU BENIH JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) Sri Adikadarsih Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Aneka Tanaman

Lebih terperinci

PENGARUH MEDIA TANAM DAN BAHAN STEK TERHADAP PERTUMBUHAN STEK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.)

PENGARUH MEDIA TANAM DAN BAHAN STEK TERHADAP PERTUMBUHAN STEK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) PENGARUH MEDIA TANAM DAN BAHAN STEK TERHADAP PERTUMBUHAN STEK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DIDIK HERIAWAN SETIABUDI A34403028 SKRIPSI PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Botani Tanaman Bayam Bayam (Amaranthus sp.) merupakan tanaman semusim dan tergolong sebagai tumbuhan C4 yang mampu mengikat gas CO 2 secara efisien sehingga memiliki daya adaptasi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 15 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca dan laboratorium silvikultur Institut Pertanian Bogor serta laboratorium Balai Penelitian Teknologi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan dilakukan di Desa Dukuh Asem, Kecamatan Majalengka, Kabupaten Majalengka pada tanggal20 April sampai dengan 2 Juli 2012. Lokasi percobaan terletak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Caisim (Brassica juncea L.) Caisim merupakan jenis sayuran yang digemari setelah bayam dan kangkung (Haryanto dkk, 2003). Tanaman caisim termasuk dalam famili Cruciferae

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis 16 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Ada 2 tipe akar ubi jalar yaitu akar penyerap hara di dalam tanah dan akar lumbung atau umbi. Menurut Sonhaji (2007) akar penyerap hara berfungsi untuk menyerap unsur-unsur

Lebih terperinci

BAB II. PEMBENTUKAN DAN PERKEMBANGAN BENIH SECARA GENERATIF

BAB II. PEMBENTUKAN DAN PERKEMBANGAN BENIH SECARA GENERATIF BAB II. PEMBENTUKAN DAN PERKEMBANGAN BENIH SECARA GENERATIF PEMBUNGAAN: Struktur Bunga: Bunga merupakan modifikasi dari tunas vegetatif/batang dengan bagian daun khusus yang berubah fungsi menjadi alat

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu 14 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Balai Penelitian Tanaman Hias (Balithi) Segunung dengan ketinggian 1 100 m dpl (di atas permukaan laut). Penelitian dilakukan pada Februari

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE

III. MATERI DAN METODE III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Agronomi dan lahan percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian ± 32 meter di

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian ± 32 meter di 14 BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Benih, Fakultas Pertanian,, Medan dengan ketinggian ± 32 meter di atas permukaan laut, pada

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Posisi PPKS sebagai Sumber Benih di Indonesia

PEMBAHASAN. Posisi PPKS sebagai Sumber Benih di Indonesia 57 PEMBAHASAN Posisi PPKS sebagai Sumber Benih di Indonesia Hasil pertemuan yang dilakukan pengusaha sumber benih kelapa sawit yang dipimpin oleh Direktur Jenderal Perkebunan pada tanggal 12 Februari 2010,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di dua tempat, yaitu pembibitan di Kebun Percobaan Leuwikopo Institut Pertanian Bogor, Darmaga, Bogor, dan penanaman dilakukan di

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. terutama India dan Birma. Terung dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian

II. TINJAUAN PUSTAKA. terutama India dan Birma. Terung dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terung Ungu 2.1.1 Klasifikasi Tanaman Terung Ungu Terung merupakan tanaman asli daerah tropis yang diduga berasal dari Asia, terutama India dan Birma. Terung dapat tumbuh dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Sifat Botani

TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Sifat Botani 3 TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Pepaya (Carica papaya) merupakan tanaman buah-buahan tropika. Pepaya merupakan tanaman asli Amerika Tengah, tetapi kini telah menyebar ke seluruh dunia

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman, III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dari Oktober 2013 sampai dengan Januari

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Riau Jalan H.R Subrantas Km 15 Simpang Baru Panam. Penelitian ini berlangsung

MATERI DAN METODE. Riau Jalan H.R Subrantas Km 15 Simpang Baru Panam. Penelitian ini berlangsung III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Agronomi dan di lahan Percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Manjung, Kecamatan Sawit, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Kecamatan Sawit memiliki ketinggian tempat 150 m dpl. Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB, Cikarawang, Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan Oktober 2010 sampai dengan Februari 2011.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan lapangan dilaksanakan pada bulan Oktober 2009 hingga Maret 2010 di kebun percobaan Pusat Kajian Buah Tropika (PKBT) IPB, Tajur dengan elevasi 250-300 m dpl

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Benih Fakultas Pertanian,, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai dari bulan April 2016 hingga Mei

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat 8 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan November 2008 hingga Maret 2009 di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

lingkungan, dalam penggunaannya tidak berkompetisi dengan pangan (non edible

lingkungan, dalam penggunaannya tidak berkompetisi dengan pangan (non edible II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Morfologi dan Biologi Tanaman Jarak Pagar. Tanaman jarak pagar telah lama dikenal masyarakat Indonesia, yaitu sejak masa penjajahan oleh bangsa Jepang pada tahun 1942. Pada masa

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor. Sejarah lahan sebelumnya digunakan untuk budidaya padi konvensional, dilanjutkan dua musim

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei s/d September 2012 di lahan kering Kabupaten Bone Bolango dan bulan Oktober 2012 di Laboratorium Balai Karantina

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Jagung (Zea Mays L.) Jagung (Zea mays L) adalah tanaman semusim dan termasuk jenis rumputan/graminae yang mempunyai batang tunggal, meski terdapat kemungkinan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Mangga berakar tunggang yang bercabang-cabang, dari cabang akar ini tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Mangga berakar tunggang yang bercabang-cabang, dari cabang akar ini tumbuh TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Mangga berakar tunggang yang bercabang-cabang, dari cabang akar ini tumbuh cabang lagi kecil-kecil, cabang kecil ini ditumbuhi bulu-bulu akar yang sangat halus. Akar tunggang

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman, III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dari bulan Oktober 2013 sampai bulan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkecambahan Benih Penanaman benih pepaya dilakukan pada tray semai dengan campuran media tanam yang berbeda sesuai dengan perlakuan. Kondisi kecambah pertama muncul tidak seragam,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lahan penelitian yang digunakan merupakan lahan yang selalu digunakan untuk pertanaman tanaman padi. Lahan penelitian dibagi menjadi tiga ulangan berdasarkan ketersediaan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Mei 2013 sampai Maret 2014 di

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Mei 2013 sampai Maret 2014 di 16 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Mei 2013 sampai Maret 2014 di Lahan BPTP Unit Percobaan Natar, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistematika dan Botani Tanaman Jagung Manis Tanaman jagung manis termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays saccharata Sturt. Dalam Rukmana (2010), secara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai jenis liar Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Benih Indigofera yang digunakan dalam penelitian ini cenderung berjamur ketika dikecambahkan. Hal ini disebabkan karena tanaman indukan sudah diserang cendawan sehingga

Lebih terperinci

DUNIA TUMBUHAN. Plant 1. 1/24

DUNIA TUMBUHAN. Plant 1. 1/24 DUNIA TUMBUHAN CIRI-CIRI TUMBUHAN PENGELOMPOKAN TUMBUHAN A.TUMBUHAN TIDAK BERPEMBULUH B.TUMBUHAN BERPEMBULUH B.1.TIDAK BERBIJI B.2.BERBIJI B.2.1.GYMNOSPERMAE B.2.2.ANGIOSPERMAE Plant 1. 1/24 CIRI-CIRI

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca gedung Hortikultura Universitas Lampung

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca gedung Hortikultura Universitas Lampung III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di rumah kaca gedung Hortikultura Universitas Lampung pada bulan Juni November 2014. 3.2 Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 Maret 2012. Persemaian dilakukan di rumah kaca Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian,

Lebih terperinci

PENENTUAN KRITERIA KECAMBAH NORMAL YANG BERKORELASI DENGAN VIGOR BIBIT JARAK PAGAR (Jatropha curcas Linn.) Oleh Arifani Wulandari A

PENENTUAN KRITERIA KECAMBAH NORMAL YANG BERKORELASI DENGAN VIGOR BIBIT JARAK PAGAR (Jatropha curcas Linn.) Oleh Arifani Wulandari A PENENTUAN KRITERIA KECAMBAH NORMAL YANG BERKORELASI DENGAN VIGOR BIBIT JARAK PAGAR (Jatropha curcas Linn.) Oleh Arifani Wulandari A34403040 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian bertempat di Laboratorium Fisiologi Hewan

BAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian bertempat di Laboratorium Fisiologi Hewan 28 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan penelitian bertempat di Laboratorium Fisiologi Hewan Jurusan Biologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. Penelitian ini

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Kelapa Sawit 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Kelapa sawit adalah tanaman perkebunan/industri berupa pohon batang lurus dari famili Arecaceae. Tanaman tropis ini dikenal sebagai penghasil minyak sayur yang berasal

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Kelapa sawit adalah tanaman perkebunan berupa pohon batang lurus dari famili Palmae yang berasal dari Afrika. Kelapa sawit pertama kali diintroduksi ke Indonesia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman ubi kayu diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae,

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman ubi kayu diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae, TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman: Tanaman ubi kayu diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae, Divisi : Spermatophyta, Subdivisi : Angiospermae, Kelas : Dicotyledonae, Ordo : Euphorbiales, Famili

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboraturium Benih dan Pemuliaan Tanaman

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboraturium Benih dan Pemuliaan Tanaman 13 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboraturium Benih dan Pemuliaan Tanaman Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dari bulan September 2013 sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan nama latin Syzygium aromaticum atau Eugenia aromaticum. Tanaman

BAB I PENDAHULUAN. dengan nama latin Syzygium aromaticum atau Eugenia aromaticum. Tanaman BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Cengkeh adalah tumbuhan asli Maluku, Indonesia. Cengkeh dikenal dengan nama latin Syzygium aromaticum atau Eugenia aromaticum. Tanaman asli Indonesia ini tergolong

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Mentimun Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : Divisi :

Lebih terperinci

Lampiran 1 : Deskripsi Varietas Kedelai

Lampiran 1 : Deskripsi Varietas Kedelai Lampiran 1 : Deskripsi Varietas Kedelai VARIETAS ANJASMORO KABA SINABUNG No. Galur MANSURIAV395-49-4 MSC 9524-IV-C-7 MSC 9526-IV-C-4 Asal Seleksi massa dari populasi Silang ganda 16 tetua Silang ganda

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode 23 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret Agustus 2012. Perbanyakan benih dilakukan pada bulan Maret-Juni 2012 di KP Leuwikopo. Pengujian benih dilakukan pada bulan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi dan Pemuliaan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi dan Pemuliaan 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi dan Pemuliaan Tanaman Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro pada tanggal 27 Maret 2017-23 Mei

Lebih terperinci

Laboratorium Teknologi Benih Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Jawa Barat, dengan ketinggian 725 m di atas permukaan laut.

Laboratorium Teknologi Benih Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Jawa Barat, dengan ketinggian 725 m di atas permukaan laut. 25 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Percobaan Pelaksanaan percobaan berlangsung di Kebun Percobaan dan Laboratorium Teknologi Benih Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Jawa

Lebih terperinci

Penelitian ini dilaksanakan di Lahan BPTP Unit Percobaan Natar, Desa Negara

Penelitian ini dilaksanakan di Lahan BPTP Unit Percobaan Natar, Desa Negara III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Lahan BPTP Unit Percobaan Natar, Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan dan di Laboratorium Benih

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom :

TINJAUAN PUSTAKA. dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom : TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Berdasarkan klasifikasi taksonomi dan morfologi Linneus yang terdapat dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom : Plantae, Divisio : Spermatophyta,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan 10 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan Percobaan dilakukan di Kebun Percobaan Babakan Sawah Baru, Darmaga Bogor pada bulan Januari 2009 hingga Mei 2009. Curah hujan rata-rata dari bulan Januari

Lebih terperinci

PENENTUAN SAAT PANEN BENIH JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) BERDASARKAN TINGKAT KEMASAKAN BUAH

PENENTUAN SAAT PANEN BENIH JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) BERDASARKAN TINGKAT KEMASAKAN BUAH PENENTUAN SAAT PANEN BENIH JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) BERDASARKAN TINGKAT KEMASAKAN BUAH Dibyo Pranowo dan Saefudin Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Aneka Tanaman Industri ABSTRAK Penelitian untuk

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. = 0 minggu = 1 minggu = 2 minggu = 3 minggu = 4 minggu = 5 minggu = 6 minggu = 7 minggu = 8 minggu P 1 P 2 P 3 P 4 P 5 P 6 P 7 P 8

MATERI DAN METODE. = 0 minggu = 1 minggu = 2 minggu = 3 minggu = 4 minggu = 5 minggu = 6 minggu = 7 minggu = 8 minggu P 1 P 2 P 3 P 4 P 5 P 6 P 7 P 8 III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium dan lahan percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri sultan Syarif Kasim Riau, Jalan H.R

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Cabai ditemukan pertama kali oleh Columbus pada saat menjelajahi Dunia Baru. Tanaman cabai hidup pada daerah tropis dan wilayah yang bersuhu hangat. Selang beberapa

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Balitsa) Lembang (ketinggian tempat 1250 m di atas permukaan laut/dpl) dan di Kebun Percobaan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk 12 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai Februari-Agustus 2009 dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, Dramaga, Bogor. Areal penelitian bertopografi datar dengan jenis tanah

Lebih terperinci

Teknologi Praktis : Agar Populasi Tanaman Pepaya Bisa 100 Persen Berkelamin Sempurna (Hermaprodit) dan Seragam

Teknologi Praktis : Agar Populasi Tanaman Pepaya Bisa 100 Persen Berkelamin Sempurna (Hermaprodit) dan Seragam iptek hortikultura Teknologi Praktis : Agar Populasi Tanaman Pepaya Bisa 100 Persen Berkelamin Sempurna (Hermaprodit) dan Seragam Buah pepaya telah menjadi buah trend setter sejak beredarnya beberapa varietas

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan Kebun Percobaan BPTP Natar,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan Kebun Percobaan BPTP Natar, 17 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan Kebun Percobaan BPTP Natar, Lampung Selatan mulai Maret 2013 sampai dengan Maret 2014. 3.2 Bahan dan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di dua tempat yaitu, di Laboratorium PKHT IPB, Baranangsiang untuk pengujian kadar air dan penyimpanan dengan perlakuan suhu kamar dan suhu rendah.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di lahan di Desa Jatimulyo, Kecamatan Jati Agung,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di lahan di Desa Jatimulyo, Kecamatan Jati Agung, III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di lahan di Desa Jatimulyo, Kecamatan Jati Agung, Kabupaten Lampung Selatan dan Laboratorium Pemuliaan Tanaman dan Produksi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Cabai merah (Capsicum annuum L.) termasuk kedalam famili Solanaceae. Terdapat sekitar 20-30 spesies yang termasuk kedalam genus Capsicum, termasuk diantaranya

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pengamatan Buah per Tandan. Perkembangan ini dapat dilihat dari beberapa indikator seperti jumlah buah,

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pengamatan Buah per Tandan. Perkembangan ini dapat dilihat dari beberapa indikator seperti jumlah buah, 20 IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Pengamatan Buah per Tandan Salah satu ciri perkembangan pada buah yang baik yaitu ditentukan bertambahnya volume dan biomassa selama proses tersebut berlangsung.

Lebih terperinci

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida,

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida, PEMBAHASAN PT National Sago Prima saat ini merupakan perusahaan satu-satunya yang bergerak dalam bidang pengusahaan perkebunan sagu di Indonesia. Pengusahaan sagu masih berada dibawah dinas kehutanan karena

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Manggis

TINJAUAN PUSTAKA Botani Manggis 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Manggis Tanaman manggis (Garcinia mangostana L.) termasuk famili Clusiaceae yang diperkirakan berasal dari Asia Tenggara khususnya di semenanjung Malaya, Myanmar, Thailand, Kamboja,

Lebih terperinci

METODE MAGANG. Tempat dan Waktu

METODE MAGANG. Tempat dan Waktu 10 METODE MAGANG Tempat dan Waktu Kegiatan magang dilaksanakan di Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), Unit Usaha Marihat, Provinsi Sumatera Utara selama 4 bulan yang dimulai dari tanggal 1 Maret 2010

Lebih terperinci

UJI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.) HIBRIDA PADA TINGKAT POPULASI TANAMAN YANG BERBEDA. Oleh. Fetrie Bestiarini Effendi A

UJI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.) HIBRIDA PADA TINGKAT POPULASI TANAMAN YANG BERBEDA. Oleh. Fetrie Bestiarini Effendi A UJI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.) HIBRIDA PADA TINGKAT POPULASI TANAMAN YANG BERBEDA Oleh Fetrie Bestiarini Effendi A01499044 PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani dan Morfologi Kacang Tanah

TINJAUAN PUSTAKA. Botani dan Morfologi Kacang Tanah TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Kacang Tanah Kacang tanah tergolong dalam famili Leguminoceae sub-famili Papilinoideae dan genus Arachis. Tanaman semusim (Arachis hypogaea) ini membentuk polong dalam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 24 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Propagul Rhizophora mucronata dikecambahkan selama 90 hari (3 bulan) dan diamati setiap 3 hari sekali. Hasil pengamatan setiap variabel pertumbuhan dari setiap

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini berlangsung di kebun manggis daerah Cicantayan Kabupaten Sukabumi dengan ketinggian 500 700 meter di atas permukaan laut (m dpl). Area penanaman manggis

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai dari bulan Februari 2012 sampai Mei 2012. Penderaan fisik benih, penyimpanan benih, dan pengujian mutu benih dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Lahan Kebun salak dalam penelitian ini terletak di Desa Tapansari, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Umur pohon salak yang digunakan sekitar 2 tahun

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jarak pagar berupa perdu dengan tinggi 1 7 m, daun tanaman

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jarak pagar berupa perdu dengan tinggi 1 7 m, daun tanaman TINJAUAN PUSTAKA A. Morfologi Tanaman Jarak Pagar Tanaman jarak pagar termasuk famili Euphorbiaceae, satu famili dengan karet dan ubi kayu. Klasifikasi tanaman jarak pagar sebagai berikut (Hambali, dkk.,

Lebih terperinci