HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2009 sampai Oktober Suhu rata-rata harian pada siang hari di rumah kaca selama penelitian C, dengan kelembaban udara rata-rata pada siang hari 66.58%. Suhu yang tinggi menyebabkan media tanaman cepat kering. Kelembaban yang cukup tinggi menyebabkan kondisi yang cocok untuk pertumbuhan organisme pengganggu tanaman. Pada 8 MST sampai 12 MST, terdapat serangan hama Antonina graminis dari ordo Hemiptera, famili Pseudococcidae. Hama tersebut menyerang pertanaman di bagian crown (Gambar 2). Hama Antonina graminis banyak menyerang pertanaman dengan frekuensi penyiraman yang tinggi, namun serangan tersebut tidak mempengaruhi kondisi pertumbuhan rumput. Pada 8 MST sampai 12 MST, persentase penutupan tajuk terus meningkat (Gambar 3). Hal itu menunjukan bahwa serangan Antonina graminis tidak mengganggu kondisi pertanaman rumput. Pengendaliannya menggunakan insektisida berbahan aktif Dimehipo 400 g/l dengan konsentrasi 0.2% sehingga serangan Antonina graminis tidak mengganggu pelaksanaan penelitian. Pertumbuhan rumput bermuda selama penelitian secara umum cukup baik. Gulma yang terdapat pada penelitian ini adalah Imperata cylindrica, Amaranthus sp, Cyperus sp, dan Portulca olerace. Karena gulma ini muncul secara spot, dan tidak terlalu banyak, maka pengendalian gulma cukup dengan mencabut gulma menggunakan tangan. Dalam penelitian ini, rumput ditanam menggunakan pot, sehingga gulma yang tumbuh tidak banyak.

2 17 Gambar 2. Serangan Antonina graminis pada Rumput Bermuda Persentase Penutupan Tajuk Aksesi berpengaruh terhadap persentase penutupan tajuk (Lampiran 4). Tajuk rumput bermuda lokal aksesi Cianjur 3 menutup 91.5% pada 16 MST. Rumput Tifdwarf 96.2% dan Cianjur 4 tajuknya menutup 95.5%. Gambar 3 menunjukan semua aksesi rumput bermuda menutup 100% permukaan pada 20 MST. Pada satu sampai lima MST rumput Cianjur 3, Cianjur 4 dan Tifdwarf memiliki kecepatan penutupan tajuk yang rendah. Kecepatan penutupan tajuk meningkat terjadi pada lima sampai 15 MST. 120 Persentase Penutupan Tajuk C3 C4 C5 T Minggu Setelah Tanam Gambar 3. Grafik Pengaruh Aksesi terhadap Persentase Penutupan Tajuk

3 18 Frekuensi irigasi memberikan pengaruh terhadap persentase penutupan tajuk. Gambar 4 menunjukkan bahwa perlakuan frekuensi tiap 1 hari tajuknya menutup 100% pada 11 MST, dan persentase penutupan tajuk paling rendah ditunjukkan oleh perlakuan frekuensi tiap 5 hari yang menutup pada 20 MST. Frekuensi irigasi tiap 2 hari menutup pada 15 MST. Frekuensi irigasi tiap 3 hari menutup pada 18 MST. Frekuensi irigasi tiap 4 hari menutup pada 19 MST. 120 Persentase Penutupan Tajuk F1 F2 F3 F Minggu Setelah Tanam F5 Gambar 4. Grafik Pengaruh Frekuensi Irigasi terhadap Persentase.Penutupan Tajuk Terdapat interaksi antara aksesi dan frekuensi irigasi pada 6 MST sampai ke 10 MST. Interaksi antara aksesi dengan frekuensi irigasi dapat dilihat pada Tabel 4. Kombinasi perlakuan aksesi rumput Cianjur 3 dengan frekuensi irigasi tiap 1 hari dan rumput Tifdwarf dengan frekuensi irigasi tiap 1 hari mencapai penutupan tajuk 100% pada 9 MST. Penutupan tajuk tersebut menutup 100% lebih cepat dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Kombinasi perlakuan aksesi rumput Cianjur 4 dengan frekuensi irigasi tiap 5 hari, rumput Tifdwarf dengan frekuensi irigasi tiap 4 dan 5 hari mencapai penutupan tajuk 100% pada 20 MST, kombinasi perlakuan menghasilkan penutupan tajuk yang paling lambat dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya. Pada 9 MST, respon positif ditunjukan oleh tiap aksesi terhadap frekuensi irigasi yang semakin sering.

4 19 Tabel 4. Interaksi Aksesi dan Frekuensi Irigasi terhadap Persentase Penutupan Tajuk Aksesi Frekuensi Cianjur 3 Tiap 1 hari Cianjur 4 Tiap 1 hari Tifdwarf Tiap 1 hari 6 MST 7 MST 8 MST 9 MST 10 MST 73.0a 63.5a 33.8bc 25.8bc 22.9c 24.6bc 26.3bc 33.8bc 24.8bc 24.6bc 64.9a 36.7b 34.7bc 30.1bc 28.0bc 88.2a 75.0b 39.8de 27.1ef 24.4f 32.2def 32.5def 36.0def 27.4ef 26.5f 78.8ab 61.1c 42.3d 39.4de 32.2def 94.9a 88.2a 56.0c 35.1def 30.9f 47.7cd 42.0def 45.2cde 32.6ef 31.8f 92.0a 68.8b 46.1cd 43.5cdef 37.7def 98.7a 91.1a 60.3cd 48.9ef 39.3g 65.0c 61.9cd 55.1de 48.0efg 41.1fg 97.9a 76.8b 65.6c 58.3cd 46.5efg 100.0a 94.5ab 69.0de 54.4f 41.8g 85.6bc 84.4c 62.8ef 58.9f 54.3f 100.0a 86.5bc 72.5d 70.1de 55.4f Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT taraf 5% Panjang Akar Aksesi tidak berpengaruh terhadap panjang akar. Frekuensi irigasi berpengaruh terhadap panjang akar (Lampiran 5). frekuensi irigasi tiap 1 hari memiliki panjang akar paling pendek (44.5 cm). frekuensi irigasi tiap 3 hari memiliki panjang akar paling panjang (57.2 cm). Panjang akar rumput tifdwarf ialah 49.4 cm, sedangkan rumput Cianjur 4 memiliki panjang akar paling panjang yaitu 55.2 cm (Tabel 5). Pada Gambar 5 dapat dilihat perbedaan panjang akar dari tiap perlakuan. Tidak terdapat interaksi antara aksesi dan frekuensi irigasi terhadap panjang akar. Turgeon (2004) menyatakan bahwa pertumbuhan akar yang bagus mendukung pertumbuhan tajuk. Rumput yang bagus memiliki jumlah akar yang banyak agar dapat mendukung pertumbuhan tajuk.

5 20 Tabel 5. Pengaruh terhadap Panjang Akar Frekuensi Tiap 1 hari Aksesi Cianjur 3 Cianjur 4 Tifdwarf Panjang Akar (cm) 44.5b 54.4a 57.2a 54.9a 53.0a 53.8a 55.2a 49.4a Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama pada tiap faktor tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT taraf 5% Gambar 5. Pengaruh Aksesi dan.frekuensi Irigasi terhadap Panjang Akar Kepadatan Pucuk Kerapatan/Density pada turgrass ditunjukkan dengan jumlah pucuk per satuan luas. Frekuensi irigasi berpengaruh sangat nyata terhadap kepadatan pucuk pada 21 MST. Tidak terdapat pengaruh interaksi antara aksesi dan frekuensi irigasi terhadap kepadatan pucuk (Lampiran 6).

6 21 Pada 21 MST, perlakuan frekuensi irigasi tiap 1 hari memiliki jumlah pucuk terbanyak, yaitu sebanyak pucuk/100cm 2. Secara statistik kepadatan frekuensi irigasi tiap 1 hari (147.8 pucuk/100cm 2 ) sama dengan frekuensi irigasi tiap 2 hari (141.9 pucuk/100cm 2 ). Perlakukan frekuensi irigasi tiap 4 (74.9 pucuk/100cm 2 ) dan 5 hari (73.4 pucuk/100 cm 2 ) memiliki jumlah pucuk terendah (Tabel 6). Aksesi tidak berpengaruh terhadap kepadatan pucuk. Pada 21 MST, rumput Cianjur 3 memiliki 103 pucuk/100 cm 2, rumput Cianjur 4 memiliki pucuk/100 cm 2, sedangkan rumput Tifdwarf memiliki pucuk/100 cm 2. Beard (1973) mengkategorikan kepadatan berdasarkan jumlah pucuk (Tabel 2). Rumput Cianjur 3, Cianjur 4, dan Tifdwarf dapat dimasukkan ke dalam kategori kepadatan sedang. Tabel 6. Pengaruh terhadap Kepadatan Pucuk Frekuensi Tiap 1 hari Aksesi Cianjur 3 Cianjur 4 Tifdwarf Kepadatan Pucuk 21MST 22MST 23MST 24MST Pucuk/100cm a 141.9ab 118.6b 74.9c 73.4c 103.0a 118.4a 112.6a 193.3a 179.2a 124.7b 113.5b 112.1b 137.0a 146.3a 150.6a 153.0a 151.8a 143.9a 124.7ab 108.3b 126.2a 137.6a 145.2a 155.0a 142.0a 131.3a 124.8a 117.5a 131.8a 137.8a 132.7a Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama pada tiap faktor tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT taraf 5% Panjang Daun Aksesi dan interaksi antara aksesi dan frekuensi irigasi tidak berpengaruh terhadap panjang daun (Lampiran 7). Frekuensi irigasi berpengaruh terhadap peubah panjang daun pada 24 MST. frekuensi tiap 5 hari sama dengan perlakuan frekuensi tiap 3 hari memiliki nilai rataan panjang daun paling tinggi dari pada perlakuan yang lain yaitu 1.7 cm. Nilai terendah didapat pada perlakuan Frekuensi tiap 1 hari yaitu 1.5 cm (Tabel 7). Untuk golf green, pengguna lapangan

7 22 golf lebih menyukai panjang daun yang pendek daripada daun yang panjang (Emmons, 2000). Tabel 7. Pengaruh terhadap Panjang Daun Frekuensi Tiap 1 hari Aksesi Cianjur 3 Cianjur 4 Tifdwarf Panjang Daun (cm) 21MST 22MST 23MST 24MST 2.4ab 2.2b 2.1b 2.4ab 2.7a 8.2a 7.5a 6.9a 1.9a 1.9a 4.1a 4.4a 4.5a 1.5c b 1.6bc 1.8ab 1.9a 3.5a 3.4a 3.4a 1.5b 1.6ab 2.3a 2.1a 2.0a Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama pada tiap faktor tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT taraf 5% Lebar Daun Berdasarkan Tabel 8, frekuensi irigasi berpengaruh terhadap peubah lebar daun. Pada 23 MST perlakuan frekuensi tiap 5 hari memiliki lebar daun dengan nilai tertinggi yaitu 1.9 mm. Nilai terendah terdapat pada perlakuan frekuensi tiap 1 hari yaitu 1.5 mm. Aksesi tidak berpengaruh terhadap lebar daun. Rumput Cianjur 3 memiliki lebar daun yang sama dengan Cianjur 4, yaitu 2.4 mm, sedangkan rumput Tifdwarf memiliki lebar daun 23 mm. Tidak ada interaksi antara aksesi dan frekuensi irigasi terhadap peubah lebar daun (Lampiran 7). Pada 23 MST, lebar daun hasil penelitian ini dapat digolongkan kedalam kategori tekstur halus. Beard (1973) menggolongkan tekstur rumput berdasarkan lebar daun (Tabel 1). Pengguna lapangan golf menginginkan tekstur rumput yang halus di green dan tee box. Sulit untuk membedakan lebar daun pada tiap kombinasi perlakuan secara kasat mata. Hal itu diakibatkan oleh perbedaan lebar daun berkisar 0.1 mm 0.9 mm.

8 23 Tabel 8. Pengaruh terhadap Lebar Daun Frekuensi Tiap 1 hari Aksesi Cianjur 3 Cianjur 4 Tifdwarf Lebar Daun (mm) 21MST 22MST 23MST 24MST 2.4ab 2.2b 2.1b 2.4ab 2.7a 2.4a 2.4a 2.3a 1.9a 1.9a 1.8a 1.8a 1.8a 1.5c b 1.6bc 1.8ab 1.9a 1. 7a 1.5b 1.6ab 1.8a 1.6a Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama pada tiap faktor tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT taraf 5% Skor Warna Pada peubah warna, frekuensi tiap dua hari memberikan warna hijau yang lebih gelap dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Aksesi serta interaksi antara aksesi dan frekuensi irigasi tidak berpengaruh pada peubah skor warna. Frekuensi irigasi berpengaruh pada peubah skor warna pada 24 MST (Lampiran 8). Pada 24 MST, perlakuan frekuensi tiap 2 hari memberikan skor warna paling tinggi dengan skor 4.4, sedangkan skor warna paling rendah dihasilkan perlakuan frekuensi irigasi tiap 5 hari dengan skor 2.9 (Tabel 9). Secara statistik, perlakuan frekuensi irigasi tiap 1 hari tidak berbeda dengan perlakuan frekuensi irigasi tiap 5 hari. Dengan skor warna yang lebih rendah dari perlakuan lainnya, hal itu berarti terlalu banyak dan kekurangan air akan menghasilkan kualitas warna yang kurang bagus. Rumput Cianjur menghasilkan skor warna 3.5. Rumput Cianjur 4 menghasilkan skor warna 3.7. Rumput Tifdwarf menghasilkan skor warna 3.5. Pada Gambar 6, warna yang dihasilkan oleh tiap aksesi terlihat tidak berbeda satu dengan yang lainnya. Untuk perlakuan frekuensi irigasi tiap 2 hari menghasilkan warna hijau paling gelap.

9 Gambar 6. Pengaruh Aksesi dan Frekuensi Irigasi terhadap Skor Warna 24

10 25 Tabel 9. Pengaruh terhadap Skor Warna Frekuensi Tiap 1 hari Aksesi Cianjur 3 Cianjur 4 Tifdwarf Skor Warna 21 MST 22MST 23MST 24MST 4.7a 4.7a 4.2ab 4.0ab 3.6b 3.9a 4.3a 4.5a 4.2a 4.8a 4.6a 4.1a 3.1b 3.8a 4.4a 4.3a 3.4b 4.4a 3.6b 3.6b 3.3b 3.7a 3.7a 3.6a 3.0c 4.4a 3.7b 3.9ab 2.9c 3.5a 3.7a 3.5a Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama pada tiap faktor tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT taraf 5% Bobot Kering Tajuk Aksesi, frekuensi irigasi serta interaksi antara aksesi dan frekuensi irigasi tidak berpengaruh terhadap bobot kering tajuk (Lampiran 9). frekuensi irigasi tiap 1 hari menghasilkan bobot kering tajuk seberat 18.7 gram/pot. frekuensi irigasi tiap 2 hari menghasilkan bobot kering tajuk seberat 17 gram/pot. frekuensi irigasi tiap 3 hari menghasilkan 16.5 gram/pot. frekuensi irigasi tiap 4 hari menghasilkan 15.1 gram/pot. frekuensi irigasi tiap 5 hari menghasilkan bobot kering tajuk sebanyak 14.4 gram/pot. Rumput Cianjur 3 menghasilkan bobot kering sebanyak 15.4 gram/pot, rumput Cianjur 4 menghasilkan 16.4 gram/pot, sedangkan rumput Tifdwarf menghasilkan 17.2 gram/pot (Tabel 10). Bobot Kering Akar Aksesi, frekuensi, serta interaksi antara aksesi dan frekuensi irigasi tidak berpengaruh pada bobot kering akar (Lampiran 9). Rumput Cianjur 3 menghasilkan bobot kering akar seberat 7.1 gram/pot, rumput Cianjur 4 menghasilkan 7.8 gram/pot, sedangkan rumput Tifdwarf menghasilkan 8.5 gram/pot. frekuensi irigasi tiap 3 dan 5 hari menghasilkan bobot kering akar paling banyak, yaitu 8.6 gram/pot. frekuensi irigasi tiap 1 hari menghasilkan bobot kering akar paling sedikit, yaitu 5.8 gram/pot (Tabel 10).

11 26 Frekuensi Tiap 1 hari Aksesi Cianjur 3 Cianjur 4 Tifdwarf Tabel 10. Pengaruh terhadap Bobot Kering Tajuk, Bobot Kering Akar, dan Rasio Bobot Kering Tajuk dan Akar Bobot kering Tajuk (gram/pot) Akar (gram/pot) 18.7a 17.0a 16.5a 15.1a 14.4a 15.4a 16.4a 17.2a 5.8a 8.3a 8.6a 7.8a 8.6a 7.1a 7.8a 8.5a Rasio Bobot Kering Tajuk dan Akar 3.40a 2.50b 2.20b 1.98b 1.78b 2.43a 2.19a 2.47a Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama pada tiap faktor tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT taraf 5% Rasio Bobot Kering Tajuk dan Akar Aksesi tidak berpengaruh terhadap rasio bobot kering tajuk dan akar. Frekuensi irigasi memberikan pengaruh sangat nyata pada taraf 1%. Tidak terjadi interaksi antara aksesi dan frekuensi irigasi pada peubah ini. frekuensi tiap 1 hari memiliki nilai rataan tertinggi yaitu Sedangkan nilai terendah pada perlakuan frekuensi tiap 5 hari yaitu 1.78 (Tabel 10). Rumput Cianjur 3 memiliki rasio bobot kering tajuk dan akar paling rendah yaitu 7.1, sedangkan rumput Tifdwarf memiliki rasio bobot kering tajuk dan akar paling tinggi yaitu 8.5 (Tabel 10). Hal itu berarti produksi bobot kering tajuk lebih banyak daripada produksi bobot kering akar. Berdasarkan data rasio bobot kering tajuk dan akar pada Tabel 10 menunjukan bahwa hasil fotosintesis lebih banyak digunakan untuk pertumbuhan tajuk tanaman. Bobot Hasil Pangkasan Aksesi tidak berpengaruh terhadap bobot pangkasan. Tidak terjadi interaksi antara aksesi dengan frekuensi irigasi terhadap peubah bobot pangkasan (Lampiran 10). Frekuensi irigasi berpengaruh terhadap bobot hasil pangkasan pada 23 MST. Tiap minggu, terjadi penurunan bobot pangkasan. Pada 23 MST perlakuan Frekuensi tiap 2 hari memiliki nilai bobot pangkasan tertinggi yaitu 44.1 gram. Sedangkan nilai terendah terdapat pada perlakuan Frekuensi tiap 1 hari 27 gram (Tabel 11).

12 27 Tabel 11. Pengaruh terhadap Bobot Pangkasan Frekuensi Tiap 1 hari Aksesi Cianjur 3 Cianjur 4 Tifdwarf Bobot Hasil Pangkasan (gram/pot) 21MST 22MST 23MST 24MST 62.2b 63.3b 8b 78.1ab 90.6a 37.3a 33.5a 33.0a 40.0a 48.7a 40.9a 46.4a 40.3a 23.6a 23.5a 23.1a 27.0c 41.1a 36.6abc 38.8ab 27.4bc 23.1a 23.9a 22.6a 15.8b 21.8ab 22.9a 24.0a 21.4ab 16.5a 17.0a 16.1a Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama pada tiap faktor tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT taraf 5% Efisiensi Penggunaan Air Aksesi tidak memberikan pengaruh terhadap efisiensi penggunaan air. Rumput Cianjur 3 dan Cianjur 4 memproduksi gram bobot kering setiap 1 ml air. Rumput Tifdwarf memproduksi gram bobot kering setiap 1 ml air. frekuensi irigasi berpengaruh nyata terhadap efisiensi penggunaan air. Frekuensi 5 hari memproduksi gram bobot kering/ml air, sedangkan frekuensi 1 hari memproduksi bobot kering paling banyak yaitu gram bobot kering/ml air. Interaksi antara aksesi dan frekuensi irigasi tidak berpengaruh terhadap efisiensi penggunaan air. Tabel 12. Pengaruh terhadap Efisiensi Penggunaan Air Frekuensi Tiap 1 hari Aksesi Cianjur 3 Cianjur 4 Tifdwarf Bobot Pangkasan (gram/pot) Bobot Total (gram/pot) Jumlah Air (ml) ml Gram Bobot Kering/ml air Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama pada tiap faktor tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT taraf 5% a b c d e a a a

13 28 Pembahasan Pertumbuhan Turfgrass Kecepatan penutupan tajuk ialah fungsi dari pertumbuhan memanjang pucuk lateral dan pembentukan stolon serta rhizome baru. Dilihat dari segi kecepatan penutupan tajuk, pertumbuhan tumbuh pesat apabila sering mendapatkan air. Dilihat dari Gambar 4, perlakuan frekuensi irigasi tiap satu hari memiliki garis yang paling miring, hal itu berarti perlakuan frekuensi irigasi tiap satu hari memiliki percepatan yang paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Pada penelitian ini, rumput bermuda hibrid Tifdwarf memiliki persentase penutupan tajuk yang tinggi, sama dengan rumput bermuda lokal aksesi Cianjur 4. Penutupan tajuk dan warna merupakan hal yang sangat penting bagi turf manager/superintendent (Qian et. al., 2000). Hal itu juga dilaporkan oleh Zakaria (2006) bahwa aksesi Cianjur 4 memiliki kecepatan penutupan yang paling cepat diantara aksesi rumput bermuda lokal yang lain. Diduga karena faktor genetik dan kemampuan adaptasi tiap aksesi rumput bermuda lokal yang berbeda beda. Panjang akar pada perlakuan frekuensi tiap 1 hari lebih pendek dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal tersebut terjadi karena pada perlakuan frekuensi tiap 1 hari, banyak air tersedia untuk tanaman pada media tanam, sehingga akar tanaman mendangkal. Beard (1973) menuliskan bahwa pemberian air yang terlalu sering dapat mengakibatkan kerusakan terhadap vigor dan kualitas turfgrass seperti tidak diberi air dengan cukup. Pemberian air yang optimal akan menjaga ketersediaan air dalam tanah lebih dari 50%. Emmons (2000) menambahkan bahwa tidak dianjurkan untuk melakukan pemberian air yang terlalu sering, karena hal tersebut dapat mengakibatkan rumput membentuk akar hanya di dekat permukaan tanah. Jika tanah dibuat sedikit kering, hal itu memaksa rumput untuk menumbuhkan akar lebih dalam lagi. Pada perlakuan frekuensi tiap 3 hari, diduga rumput mengalami adaptasi morfologis terhadap lingkungan yang kekurangan air dengan memanjangkan akarnya. Pada hasil penelitian menunjukan terjadi penurunan bobot pangkasan ditiap minggunya. Diduga terjadi kompetisi intra species sesama turfgrass seiring dengan meningkatnya jumlah pucuk. Pada frekuensi irigasi 1 hari, panjang

14 29 akarnya lebih pendek dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Diduga, hal tersebut terjadi karena pada frekuensi irigasi 1 hari, banyak air tersedia untuk tanaman pada media tanam, sehingga akar tanaman mendangkal. Beard (1973) menuliskan bahwa pemberian air yang terlalu sering dapat mengakibatkan kerusakan terhadap vigor dan kualitas turfgrass seperti tidak diberi air dengan cukup. Pemberian air yang optimal akan menjaga ketersediaan air dalam tanah lebih dari 50%. Huang dan Gao (1999) menyatakan bahwa kekeringan ialah salah satu faktor pembatas pertumbuhan turfgrass. Emmons (2000) menambahkan bahwa tidak dianjurkan untuk melakukan pemberian air yang terlalu sering, karena hal tersebut dapat mengakibatkan rumput membentuk akar hanya di dekat permukaan tanah. Jika tanah dibuat sedikit kering, hal itu memaksa rumput untuk menumbuhkan akar lebih dalam lagi. Pada frekuensi irigasi 3 hari, diduga rumput mengalami adaptasi morfologis terhadap lingkungan yang kekurangan air dengan memanjangkan akarnya. Schaan et.al. (2003) menyatakan untuk penanaman dengan areal yang luas dapat menggunakan irigasi siklik. Untuk panjang akar didapat persamaan Y=-2,05157X 2 +14,0594X+33,189. Dari turunan persamaan kita bisa mendapatkan frekuensi irigasi yang optimal untuk panjang akar-dalam hal panjang akar, frekuensi tiap 3 hari ialah frekuensi yang optimal. Untuk perlakuan frekuensi tiap 4 hari dan frekuensi tiap 5 hari diduga rumput tidak bisa melakukan adaptasi morfologis karena kekurangan air untuk proses pembelahan dan pembentukan sel. Namun untuk perlakuan frekuensi tiap 4 hari dan frekuensi tiap 5 hari, rumput tidak mampu lagi untuk menumbuhkan akar lebih dalam lagi. Hal ini disebabkan karena air menjadi faktor pembatas pertumbuhan. Turgeon (2004) menyatakan berdasarkan hukum minimum Leibig, jika tanaman kekurangan salah satu elemen dan elemen lainnya cukup, pertumbuhan akan terhambat oleh elemen tersebut. Cattani dan Struik (2001) menyatakan bahwa bobot pangkasan bukan merupakan suatu peubah yang diharapkan untuk sebagian besar turf managers/superintendent dikarenakan tidak menunjukan komponen kualitas, yield/hasil tidak selalu diharapkan dalam penelitian turfgrass. Kopp dan Guillard (2002) menyatakan pada umumnya bobot pangkasan diambil/dibuang dari pekarangan rumah dan areal turfgrass yang dikelola. Turgeon (2004) menyatakan

15 30 bobot pangkasan ialah indikator dari pertumbuhan turfgrass yang dipengaruhi oleh teknik budidaya dan faktor lingkungan. Namun pengukuran hasil pangkasan tidak memberikan hasil yang komprehensif untuk menilai kualitas turf. Pada hasil penelitian menunjukan terjadi penurunan bobot pangkasan di tiap minggunya. Hal ini diduga terjadi kompetisi intra spesies sesama turfgrass seiring dengan meningkatnya jumlah pucuk. Barton et.al. (2009) menyatakan bahwa pengukuran bobot pangkasan dapat digunakan untuk menilai pertumbuhan turfgrass. Yield pada turfgrass dapat diketahui dengan mengukur bobot kering tajuk dan bobot kering akar. Industri turf lebih mengutamakan kualitas turfgrass daripada yield yang dihasilkan oleh turf itu sendiri. Alshammarya et.al. (2004) menyatakan bahwa yield yang diproduksi oleh turfgrass dapat apabila air yang digunakan untuk irigasi memiliki tingkat salinitas tinggi. Christians (2004) menyatakan bahwa rumput bermuda lokal memiliki kemampuan toleran terhadap kekeringan dan memiliki kebutuhan air minimal yang lebih rendah dibandingkan rumput bermuda hibrid. Secara statistik, pada hasil penelitian ini rumput bermuda lokal membutuhkan jumlah air yang sama dengan rumput bermuda hibrida (Tifdwarf). Pada penelitian sebelumnya (Kurniasari, 2005), rumput Cianjur 3 yang mendapatkan penyiraman tiap hari mempunyai nilai efisiensi penggunaan air gram bobot kering/ml air, sedangkan pada penelitian ini rumput Cianjur 3 memiliki nilai gram bobot kering/ml air. Rumput Cianjur 4 memiliki nilai efisiensi penggunaan air gram bobot kering/ml air, sedangkan pada penelitian ini rumput Cianjur 4 memiliki nilai gram bobot kering/ml air. Rumput Tifdwarf memiliki nilai efisiensi penggunaan air gram bobot kering/ml air, sedangkan pada penelitian ini gram bobot kering/ml air. Namun Christians (2004) menyatakan bahwa rumput Bermuda local memiliki kebutuhan penggunaan air yang lebih rendah dan lebih toleran kekeringan dibandingkan dengan varietas hibrida. Kualitas Visual Kepadatan atau kerapatan merupakan salah satu indikator penentu kualitas visual. Semakin banyak jumlah rumput dalam satu luasan, maka tekstur visualnya

16 31 semakin halus. Beard (1973) membagi tekstur berdasarkan lebar daun ke dalam 5 kategori, yaitu sangat halus, halus, sedang, kasar dan sangat kasar (Tabel 1). Berdasarkan hasil penelitian, pada 24 MST rumput aksesi Cianjur 3, Cianjur 4 dan Tifdwarf memiliki tekstur yang halus. Pada 22 MST, semakin jarang rumput mendapatkan air, maka jumlah pucuknya pun lebih sedikit jika dibandingkan dengan rumput yang sering mendapatkan air. Terdapat korelasi antara kepadatan dengan tekstur. Korelasi antara kepadatan dengan tekstur didapat nilai korelasi (Lampiran 12). Dalam hal ini tingkat kedekatan antara kepadatan dengan tekstur sangat dekat, karena mendekati satu, hanya saja korelasi ini memiliki nilai negatif. Jadi apabila ada salah satu peubah meningkat nilainya, peubah lainnya nilainya menurun. Semakin banyak jumlah pucuk/makin tinggi kepadatan, maka lebar daun semakin sempit. Turgeon (2004) menyatakan bahwa kepadatan dan tekstur sering berhubungan, meningkatnya kepadatan, tekstur semakin halus. Chen et.al. (2009) menyatakan bahwa jumlah pucuk pada turfgrass dapat menurun ketika air yang digunakan memiliki tingkat salinitas tinggi. Setelah 21 MST, berdasarkan lebar daun, hasil penelitian menunjukkan bahwa tekstur rumput Cianjur 3, Cianjur 4 dan Tifdwarf, aksesi dan frekuensi irigasi menghasilkan tekstur halus. Emmons (2000) menyatakan bahwa semakin sempit lebar daun, maka tekstur rumput tersebut semakin halus secara visual dan memberikan penampilan yang menarik. Kemudian Turgeon (2004) menambahkan bahwa lebar daun mengindikasikan suatu rumput memiliki tekstur yang halus atau kasar. Nilai pada peubah panjang daun dan lebar daun mengalami penurunan, hal itu disebabkan oleh pemangkasan yang dilakukan terhadap rumput bermuda. Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 8), warna daun rumput bermuda dipengaruhi oleh frekuensi irigasi. Pengukuran warna dilakukan dengan cara skoring warna menggunakan Munsell Color Chart for Plant Tissue. Emmons (2000) menyatakan bahwa sebagian besar orang lebih menyukai warna hijau gelap daripada warna hijau terang (hijau kekuningan), tetapi orang Eropa lebih menyukai warna lebih hijau muda. Nasrullah dan Tunggalini (2000) menyatakan bahwa kualitas warna bisa ditingkatkan dengan memberikan dosis pemupukan pupuk 13,5 g N/m 2 /aplikasi. Warna dan pertumbuhan turfgrass dapat ditingkatkan

17 32 dengan pemberian Fe (Xu dan Marcino, 2001). Pathan et. al. (2004) menyatakan bahwa irigasi tiap 4 hari dapat menurunkan kualitas warna dan pertumbuhan turf.

PENGARUH FREKUENSI IRIGASI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KUALITAS VISUAL RUMPUT BERMUDA LOKAL (Cynodon dactylon L)

PENGARUH FREKUENSI IRIGASI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KUALITAS VISUAL RUMPUT BERMUDA LOKAL (Cynodon dactylon L) PENGARUH FREKUENSI IRIGASI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KUALITAS VISUAL RUMPUT BERMUDA LOKAL (Cynodon dactylon L) OLEH ARIE EKA PRASETIA RIZKI A24052120 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Percobaan ini dilakukan mulai bulan Oktober 2007 hingga Februari 2008. Selama berlangsungnya percobaan, curah hujan berkisar antara 236 mm sampai dengan 377 mm.

Lebih terperinci

PENGARUH MEDIA PASIR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KUALITAS AKSESI RUMPUT BERMUDA

PENGARUH MEDIA PASIR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KUALITAS AKSESI RUMPUT BERMUDA Makalah Seminar Departemen Agronomi dan Hortikultura PENGARUH MEDIA PASIR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KUALITAS AKSESI RUMPUT BERMUDA (Cynodon dactylon. L.) The Effect of Sand Media on Visual and Fungsional

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Keadaan tanaman cabai selama di persemaian secara umum tergolong cukup baik. Serangan hama dan penyakit pada tanaman di semaian tidak terlalu banyak. Hanya ada beberapa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Media Terhadap Drainase Lapangan Sepakbola Sebelum tahun 1940an media tanam rumput dalam lapangan sepakbola terdiri dari media campuran yang banyak mengandung liat.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 Gambar 8 Kuadran 10 cm x 10 cm dari stik es krim digunakan saat pengamatan kepadatan pucuk dan pengambilan bobot pangkasan 4. Verdure dihitung dari bobot kering seluruh bagian rumput selain akar, yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan data dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah Dramaga, keadaan iklim secara umum selama penelitian (Maret Mei 2011) ditunjukkan dengan curah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penanaman dilakukan pada bulan Februari 2011. Tanaman melon selama penelitian secara umum tumbuh dengan baik dan tidak ada mengalami kematian sampai dengan akhir penelitian

Lebih terperinci

BAHAN METODE PENELITIAN

BAHAN METODE PENELITIAN BAHAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan penelitian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl, dilaksanakan pada

Lebih terperinci

PENGARUH KETEBALAN MEDIA PASIR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KUALITAS AKSESI RUMPUT BERMUDA (Cynodon dactylon L.)

PENGARUH KETEBALAN MEDIA PASIR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KUALITAS AKSESI RUMPUT BERMUDA (Cynodon dactylon L.) PENGARUH KETEBALAN MEDIA PASIR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KUALITAS AKSESI RUMPUT BERMUDA (Cynodon dactylon L.) Oleh Chika Seriulina Ginting A34304064 PROGRAM STUDI HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENELITIAN

PELAKSANAAN PENELITIAN PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Lahan Disiapkan lahan dengan panjang 21 m dan lebar 12 m yang kemudian dibersihkan dari gulma. Dalam persiapan lahan dilakukan pembuatan plot dengan 4 baris petakan dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Keadaan Umum Penelitian Tanah yang digunakan pada penelitian ini bertekstur liat. Untuk mengurangi kelembaban tanah yang liat dan menjadikan tanah lebih remah, media tanam

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. (a)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. (a) 19 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian mengenai ini dilakukan di tiga lokasi lapangan bola yang dipakai dalam Kompetisi Liga Super (Gambar 10) yaitu Stadion Singaperbangsa yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Turfgrass Kualitas Turfgrass

TINJAUAN PUSTAKA Turfgrass Kualitas Turfgrass TINJAUAN PUSTAKA Turfgrass Menurut Emmons (2000) tufgrass ialah tanaman penutup tanah dalam fase vegetatif yang dapat menahan pengunaan yang keras dan menyediakan permukaan yang ideal untuk lapangan olah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar Hasil Uji t antara Kontrol dengan Tingkat Kematangan Buah Uji t digunakan untuk membandingkan

Lebih terperinci

PENGARUH AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI

PENGARUH AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI PENGARUH AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI ABSTRAK Aksesi gulma E. crus-galli dari beberapa habitat padi sawah di Jawa Barat diduga memiliki potensi yang berbeda

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan 10 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan Percobaan dilakukan di Kebun Percobaan Babakan Sawah Baru, Darmaga Bogor pada bulan Januari 2009 hingga Mei 2009. Curah hujan rata-rata dari bulan Januari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkecambahan Benih Penanaman benih pepaya dilakukan pada tray semai dengan campuran media tanam yang berbeda sesuai dengan perlakuan. Kondisi kecambah pertama muncul tidak seragam,

Lebih terperinci

Lampiran 1 Pengaruh perlakuan terhadap pertambahan tinggi tanaman kedelai dan nilai AUHPGC

Lampiran 1 Pengaruh perlakuan terhadap pertambahan tinggi tanaman kedelai dan nilai AUHPGC LAMPIRAN 38 38 Lampiran 1 Pengaruh perlakuan terhadap pertambahan tinggi tanaman kedelai dan nilai AUHPGC Perlakuan Laju pertambahan tinggi (cm) kedelai pada minggu ke- a 1 2 3 4 5 6 7 AUHPGC (cmhari)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Tanaman Caisin Tinggi dan Jumlah Daun Hasil uji F menunjukkan bahwa perlakuan pupuk hayati tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun caisin (Lampiran

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Hasil analisis tanah sebelum perlakuan dilakukan di laboratorium Departemen Ilmu Tanah Sumberdaya Lahan IPB. Lahan penelitian tergolong masam dengan ph H O

Lebih terperinci

PENGARUH KETEBALAN MEDIA PASIR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KUALITAS AKSESI RUMPUT BERMUDA (Cynodon dactylon L.)

PENGARUH KETEBALAN MEDIA PASIR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KUALITAS AKSESI RUMPUT BERMUDA (Cynodon dactylon L.) PENGARUH KETEBALAN MEDIA PASIR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KUALITAS AKSESI RUMPUT BERMUDA (Cynodon dactylon L.) Oleh Chika Seriulina Ginting A34304064 PROGRAM STUDI HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Upaya peningkatan produksi ubi kayu seringkali terhambat karena bibit bermutu kurang tersedia atau tingginya biaya pembelian bibit karena untuk suatu luasan lahan, bibit yang dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Data penelitian yang diperoleh pada penelitian ini berasal dari beberapa parameter pertumbuhan anakan meranti merah yang diukur selama 3 bulan. Parameter yang diukur

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Perlakuan kadar air media (KAM) dan aplikasi paclobutrazol dimulai pada saat tanaman berumur 4 bulan (Gambar 1a) hingga tanaman berumur 6 bulan. Penelitian yang dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Benih Indigofera yang digunakan dalam penelitian ini cenderung berjamur ketika dikecambahkan. Hal ini disebabkan karena tanaman indukan sudah diserang cendawan sehingga

Lebih terperinci

KAJIAN PRODUKSI UBI DAN ACI TANAMAN UBIKAYU (Manihot esculenta CRANTZ) AKIBAT PEMANGKASAN TAJUK

KAJIAN PRODUKSI UBI DAN ACI TANAMAN UBIKAYU (Manihot esculenta CRANTZ) AKIBAT PEMANGKASAN TAJUK KAJIAN PRODUKSI UBI DAN ACI TANAMAN UBIKAYU (Manihot esculenta CRANTZ) AKIBAT PEMANGKASAN TAJUK Sunyoto *, R. Murtopo, dan M. Kamal Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Lampung Bandar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Secara umumm planlet anggrek Dendrobium lasianthera tumbuh dengan baik dalam green house, walaupun terdapat planlet yang terserang hama kutu putih Pseudococcus spp pada

Lebih terperinci

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida,

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida, PEMBAHASAN PT National Sago Prima saat ini merupakan perusahaan satu-satunya yang bergerak dalam bidang pengusahaan perkebunan sagu di Indonesia. Pengusahaan sagu masih berada dibawah dinas kehutanan karena

Lebih terperinci

E-JURNAL ARSITEKTUR LANSEKAP ISSN: VOL. 3, NO. 1, APRIL 2017

E-JURNAL ARSITEKTUR LANSEKAP ISSN: VOL. 3, NO. 1, APRIL 2017 Pengaruh Jenis dan Dosis Pupuk ZA, NPK, Urea terhadap Pertumbuhan Rumput Bermuda (Cynodon dactylon) pada Industri Pembibitan Tanaman Lansekap di Kelurahan Kesiman, Kecamatan Denpasar Timur I PUTU MERTAYASA

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Konidisi Umum Penelitian Berdasarkan hasil Laboratorium Balai Penelitian Tanah yang dilakukan sebelum aplikasi perlakuan didapatkan hasil bahwa ph H 2 O tanah termasuk masam

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENELITIAN

PELAKSANAAN PENELITIAN sehingga terdapat sembilan kombinasi perlakuan yang diberikan pada petakan rumput dengan tiga blok. Perlakuan tersebut dirinci sebagai berikut: M1 : pupuk NPK dosis 2.5 gram N/m 2 /aplikasi M2 : pupuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilakukan dalam dua tahapan pelaksanaan, yaitu tahap kultur in vitro dan aklimatisasi. Tahap kultur in vitro dilakukan di dalam Laboratorium Kultur Jaringan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di lahan kering dengan kondisi lahan sebelum pertanaman adalah tidak ditanami tanaman selama beberapa bulan dengan gulma yang dominan sebelum

Lebih terperinci

BAB II TELAAH TEORI Kajian Teoritis

BAB II TELAAH TEORI Kajian Teoritis 2.1. Kajian Teoritis BAB II TELAAH TEORI 2.1.1. Lapangan Sepakbola Sepakbola adalah permainan bola kaki yang dimainkan antar dua tim dengan jumlah 11 orang pemain per tim. Dalam permainan ini pemain kecuali

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Pendahuluan Pengujian pendahuluan dengan tujuan mencari metode yang dapat membedakan antara genotipe toleran dan peka yang diamati secara visual menunjukkan bahwa dari 65

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 36 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Media Tanam Lapangan Media tanam yang digunakan pada ketiga lapangan berbeda. Perbedaan dan ciri masing-masing media tanam lapangan ini dapat terlihat pada Tabel 9. Tabel

Lebih terperinci

Jumlah Hari Hujan Gerimis Gerimis-deras Total September. Rata-rata Suhu ( o C) Oktober '13 23,79 13,25 18, November

Jumlah Hari Hujan Gerimis Gerimis-deras Total September. Rata-rata Suhu ( o C) Oktober '13 23,79 13,25 18, November BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang disajikan dalam bab ini adalah pengamatan selintas dan utama. 4.1. Pengamatan Selintas Pengamatan selintas merupakan pengamatan yang hasilnya tidak diuji

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Perbanyakan tanaman cabai secara in vitro dapat dilakukan melalui organogenesis ataupun embriogenesis. Perbanyakan in vitro melalui organogenesis dilakukan dalam media MS dengan penambahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari China dan telah dibudidayakan setelah abad ke-5 secara luas di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari China dan telah dibudidayakan setelah abad ke-5 secara luas di 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pakchoy (Brassica rapa L.) Pakchoy (Sawi Sendok) termasuk tanaman sayuran daun berumur pendek yang berasal dari China dan telah dibudidayakan setelah abad ke-5 secara luas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lahan penelitian yang digunakan merupakan lahan yang selalu digunakan untuk pertanaman tanaman padi. Lahan penelitian dibagi menjadi tiga ulangan berdasarkan ketersediaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama penelitian berlangsung suhu udara rata-rata berkisar antara 25.1-26.2 o C dengan suhu minimum berada pada bulan Februari, sedangkan suhu maksimumnya

Lebih terperinci

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun 16 1. Tinggi Tanaman (cm) I. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman Hasil sidik ragam tinggi tanaman ( lampiran 6 ) menunjukkan perlakuan kombinasi limbah cair industri tempe dan urea memberikan pengaruh

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. dengan ketinggian tempat ± 25 di atas permukaan laut, mulai bulan Desember

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. dengan ketinggian tempat ± 25 di atas permukaan laut, mulai bulan Desember BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan di desa Cengkeh Turi dengan ketinggian tempat ± 25 di atas permukaan laut, mulai bulan Desember sampai

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2009 hingga bulan Mei 2010 di rumah kaca Kebun Percobaan IPB Cikabayan, Kampus Dramaga, Bogor dan Balai Penelitian Tanaman

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 16 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Electric Furnace Slag, Blast Furnace Slag dan Unsur Mikro terhadap Sifat Kimia Tanah 4.1.1. ph Tanah dan Basa-Basa dapat Dipertukarkan Berdasarkan Tabel 3 dan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm IPB Darmaga Bogor pada ketinggian 240 m dpl. Uji kandungan amilosa dilakukan di

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pertumbuhan bibit saninten

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pertumbuhan bibit saninten BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara perlakuan pemberian pupuk akar NPK dan pupuk daun memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Rumah Kaca Kebun Percobaan Cikabayan, Institut Pertanian Bogor, pada bulan April 2009 sampai dengan Agustus 2009. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan

Lebih terperinci

Kualitas Visual dan Fungsional Turfgrass pada Beberapa Waktu Awal dan Frekuensi Aplikasi Pupuk Hayati

Kualitas Visual dan Fungsional Turfgrass pada Beberapa Waktu Awal dan Frekuensi Aplikasi Pupuk Hayati Kualitas Visual dan Fungsional Turfgrass pada Beberapa Waktu Awal dan Frekuensi Aplikasi Pupuk Hayati Visual and Functional Quality of Turfgrass on Several First Application Times and Frequencies of Biofertilizer

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 14 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tinggi Tanaman Tinggi tanaman jagung manis nyata dipengaruhi oleh jarak tanam. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 2 sampai 8 dan rataan uji BNT 5% pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang ditampilkan pada bab ini terdiri dari hasil pengamatan selintas dan pengamatan utama. Pengamatan selintas terdiri dari curah hujan, suhu udara, serangan

Lebih terperinci

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang disajikan dalam bab ini adalah pengamatan selintas dan pengamatan utama. 1.1. Pengamatan Selintas Pengamatan selintas merupakan pengamatan yang hasilnya

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman. antara pengaruh pemangkasan dan pemberian ZPT paklobutrazol. Pada perlakuan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman. antara pengaruh pemangkasan dan pemberian ZPT paklobutrazol. Pada perlakuan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman Dari (tabel 1) rerata tinggi tanaman menunjukkan tidak ada interaksi antara pengaruh pemangkasan dan pemberian ZPT paklobutrazol. Pada perlakuan pemangkasan menunjukan

Lebih terperinci

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Muhammadiyah Yogyakarta dalam suhu ruang. Parameter penelitian di. normal di akhir pengamatan (Fridayanti, 2015).

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Muhammadiyah Yogyakarta dalam suhu ruang. Parameter penelitian di. normal di akhir pengamatan (Fridayanti, 2015). IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Invigorasi Terhadap Viabilitas dan Vigor Penelitian dilakukan di Laboratorium Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dalam suhu ruang. Parameter

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN

TATA CARA PENELITIAN III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Tamantirto, Kasihan, Kabupaten Bantul, D.I.Y.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kacang hijau merupakan salah satu tanaman kacang-kacangan yang sangat

I. PENDAHULUAN. Kacang hijau merupakan salah satu tanaman kacang-kacangan yang sangat 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kacang hijau merupakan salah satu tanaman kacang-kacangan yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat karena kaya kandungan gizi. Putri dkk., (2014) menyatakan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 35 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Indeks Panen dan Produksi Tanaman Indeks panen menunjukkan distribusi bahan kering dalam tanaman yang menunjukkan perimbangan bobot bahan kering yang bernilai ekonomis dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1Tinggi Tanaman Tinggi tanaman caisin dilakukan dalam 5 kali pengamatan, yaitu (2 MST, 3 MST, 4 MST, 5 MST, dan 6 MST). Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan Umum Penelitian Pada penelitian ini semua jenis tanaman legum yang akan diamati (Desmodium sp, Indigofera sp, L. leucocephala dan S. scabra) ditanam dengan menggunakan anakan/pols

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Penelitian ini menggunakan kompos yang terbuat dari limbah kulit buah jarak. Bahan baku ini didekomposisikan dengan menggunakan empat jenis biodekomposer yaitu

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Percobaan 1. Pengujian Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Viabilitas Benih Padi Gogo Varietas Towuti dan Situ Patenggang

HASIL DA PEMBAHASA. Percobaan 1. Pengujian Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Viabilitas Benih Padi Gogo Varietas Towuti dan Situ Patenggang HASIL DA PEMBAHASA 21 Percobaan 1. Pengujian Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Viabilitas Benih Padi Gogo Varietas Towuti dan Situ Patenggang Tabel 1 menunjukkan hasil rekapitulasi sidik ragam pengaruh

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di Unit Lapangan Pasir Sarongge, University Farm IPB yang memiliki ketinggian 1 200 m dpl. Berdasarkan data yang didapatkan dari Badan Meteorologi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Fisik Buah Kualitas fisik buah merupakan salah satu kriteria kelayakan ekspor buah manggis. Pada penelitian ini dilakukan pengamatan terhadap kualitas fisik buah meliputi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Lahan 4. 1. 1. Sifat Kimia Tanah yang digunakan Tanah pada lahan penelitian termasuk jenis tanah Latosol pada sistem PPT sedangkan pada sistem Taksonomi, Tanah tersebut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat

I. PENDAHULUAN. Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat kedua setelah beras. Bahkan di beberapa daerah di Indonesia, jagung dijadikan sebagai

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deskripsi Padi Varietas Ciherang

Lampiran 1. Deskripsi Padi Varietas Ciherang Lampiran 1. Deskripsi Padi Varietas Ciherang Nama Varietas : Ciherang Kelompok : Padi Sawah Nomor Seleksi : S3383-1d-Pn-41 3-1 Asal Persilangan : IR18349-53-1-3-1-3/IR19661-131-3-1//IR19661-131- 3-1///IR64

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Pemberian Kotoran Kambing Terhadap Sifat Tanah. Tabel 4.1. Karakteristik Tanah Awal Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Pemberian Kotoran Kambing Terhadap Sifat Tanah. Tabel 4.1. Karakteristik Tanah Awal Penelitian IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Pemberian Kotoran Kambing Terhadap Sifat Tanah. Pemberian dosis kotoran kambing pada budidaya secara tumpang sari antara tanaman bawang daun dan wortel dapat memperbaiki

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. diameter 12 cm dan panjang 28 cm, dan bahan-bahan lain yang mendukung

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. diameter 12 cm dan panjang 28 cm, dan bahan-bahan lain yang mendukung BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat lebih kurang 25 meter di atas permukaan laut.

Lebih terperinci

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh 45 4.2 Pembahasan Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan memperhatikan syarat tumbuh tanaman dan melakukan pemupukan dengan baik. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian 22 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung mulai bulan Oktober 212 sampai dengan Januari

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pada musim tanam pertama penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai

BAHAN DAN METODE. Pada musim tanam pertama penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Pada musim tanam pertama penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai September 2012 oleh Septima (2012). Sedangkan pada musim tanam kedua penelitian dilakukan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian 10 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penanaman caisim dilaksanakan di lahan kebun percobaan IPB Pasir Sarongge, Cipanas dengan ketinggian tempat 1 124 m dpl, jenis tanah Andosol. Penelitian telah dilaksanakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Percobaan studi populasi tanaman terhadap produktivitas dilakukan pada dua kali musim tanam, karena keterbatasan lahan. Pada musim pertama dilakukan penanaman bayam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Selama percobaan berlangsung curah hujan rata-rata yaitu sebesar 272.8 mm per bulan dengan jumlah hari hujan rata-rata 21 hari per bulan. Jumlah curah hujan tersebut

Lebih terperinci

PENGARUH JARAK TANAM TERHADAP HASIL PADI VARIETAS UNGGUL

PENGARUH JARAK TANAM TERHADAP HASIL PADI VARIETAS UNGGUL 99 PENGARUH JARAK TANAM TERHADAP HASIL PADI VARIETAS UNGGUL Effect of Plant Spacing on Yield of Various Types of Rice Cultivars Abstrak Penelitian yang bertujuan mempelajari pengaruh jarak tanam terhadap

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Vegetatif Dosis pupuk kandang berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman (Lampiran 5). Pada umur 2-9 MST, pemberian pupuk kandang menghasilkan nilai lebih

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Kualitatif Karakter kualitatif yang diamati pada penelitian ini adalah warna petiol dan penampilan daun. Kedua karakter ini merupakan karakter yang secara kualitatif berbeda

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian telah dilaksanakan di Green House Fakultas Pertanian UMY dan

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian telah dilaksanakan di Green House Fakultas Pertanian UMY dan III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan di Green House Fakultas Pertanian UMY dan Laboratorium Penelitian pada bulan Januari sampai April 2016. B. Bahan dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Bio-slurry dan tahap aplikasi Bio-slurry pada tanaman Caisim. Pada tahap

HASIL DAN PEMBAHASAN. Bio-slurry dan tahap aplikasi Bio-slurry pada tanaman Caisim. Pada tahap IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian yang dilakukan terbagi menjadi dua tahap yaitu pengambilan Bio-slurry dan tahap aplikasi Bio-slurry pada tanaman Caisim. Pada tahap pengambilan Bio-slurry dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. jumlah bunga, saat berbunga, jumlah ruas, panjang ruas rata-rata, jumlah

HASIL DAN PEMBAHASAN. jumlah bunga, saat berbunga, jumlah ruas, panjang ruas rata-rata, jumlah III. HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter yang diamati terdiri dari tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah bunga, saat berbunga, jumlah ruas, panjang ruas rata-rata, jumlah buku, dan panjang tangkai bunga. Hasil

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Benih kedelai dipanen pada dua tingkat kemasakan yang berbeda yaitu tingkat kemasakan 2 dipanen berdasarkan standar masak panen pada deskripsi masing-masing varietas yang berkisar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Viabilitas yang tinggi ditunjukkan dengan tolok ukur persentase daya berkecambah yang tinggi mengindikasikan bahwa benih yang digunakan masih berkualitas baik. Benih kedelai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Suhu min. Suhu rata-rata

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Suhu min. Suhu rata-rata BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengamatan Selintas 4.1.1. Keadaan Cuaca Lingkungan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman sebagai faktor eksternal dan faktor internalnya yaitu genetika

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa 1. Tinggi tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Hasil Uji

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian Tanjung Selamat, Kecamatan Tuntungan, Kabupaten Deli Serdang

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian Tanjung Selamat, Kecamatan Tuntungan, Kabupaten Deli Serdang BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di UPT Balai Benih Induk (BBI) Palawija Dinas Pertanian Tanjung Selamat, Kecamatan Tuntungan, Kabupaten Deli Serdang Medan,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Lapangan Terpadu Kampus Gedung Meneng Fakultas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Lapangan Terpadu Kampus Gedung Meneng Fakultas 19 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Lapangan Terpadu Kampus Gedung Meneng Fakultas Pertanian, Universitas Lampung Kampus Gedung Meneng, Bandar Lampung dan

Lebih terperinci

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan di Laboratorium dan Lahan Percobaan Fakultas

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan di Laboratorium dan Lahan Percobaan Fakultas III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium dan Lahan Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan dilaksanakan pada bulan Juli

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kandungan Hara Tanah Analisis kandungan hara tanah pada awal percobaan maupun setelah percobaan dilakukan untuk mengetahui ph tanah, kandungan C-Organik, N total, kandungan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil dan pembahasan penelitian sampai dengan ditulisnya laporan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil dan pembahasan penelitian sampai dengan ditulisnya laporan 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dan pembahasan penelitian sampai dengan ditulisnya laporan kemajuan ini belum bias penulis selesaikan dengan sempurna. Adapun beberapa hasil dan pembahasan yang berhasil

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca gedung Hortikultura Universitas Lampung

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca gedung Hortikultura Universitas Lampung III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di rumah kaca gedung Hortikultura Universitas Lampung pada bulan Juni November 2014. 3.2 Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk 12 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai Februari-Agustus 2009 dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, Dramaga, Bogor. Areal penelitian bertopografi datar dengan jenis tanah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 13 4.1 Tinggi Tanaman BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan analisa sidik ragam untuk parameter tinggi tanaman pada 1, 2, 3 dan 4 minggu setelah tanam (MST) yang disajikan pada Lampiran 3a, 3b, 3c dan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE 10 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor dan Rumah Kaca Instalasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 21 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Intensitas Serangan Hama Penggerek Batang Padi (HPBP) Hasil penelitian tingkat kerusakan oleh serangan hama penggerek batang pada tanaman padi sawah varietas inpari 13

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lahan Kering Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret tepatnya di desa Sukosari, Kecamatan Jumantono,

Lebih terperinci

Hasil dan pembahasan. A. Pertumbuhan tanaman. maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan

Hasil dan pembahasan. A. Pertumbuhan tanaman. maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan IV. Hasil dan pembahasan A. Pertumbuhan tanaman 1. Tinggi Tanaman (cm) Ukuran tanaman yang sering diamati baik sebagai indikator pertumbuhan maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tanah Inceptisol Indramayu Inceptisol Indramayu memiliki tekstur lempung liat berdebu dengan persentase pasir, debu, liat masing-masing 38%,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pertambahan Tinggi Bibit (cm) Hasil sidik ragam parameter tinggi tanaman menunjukkan bahwa interaksi pupuk kompos TKS dengan pupuk majemuk memberikan pengaruh yang tidak nyata

Lebih terperinci