HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian"

Transkripsi

1 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Lokasi penelitian mempunyai topografi lahan datar dengan tekstur tanah yang remah dengan jenis tanah inseptisol. Pohon aren yang terseleksi untuk sampel penelitian mempunyai ukuran yang tidak seragam, walaupun rata-rata sudah berumur sekitar 15 tahun, karena jarak tanam yang tidak beraturan dan bahkan ada tanaman muda yang tumbuh disela-sela tanaman tua. Jarak tanam yang tidak beraturan membentuk populasi dengan kepadatan tidak merata. Pada area yang padat dan rimbun penetrasi cahaya kurang optimal sehingga memengaruhi pertumbuhan. Pengecambahan benih aren yang telah diskarifikasi dilakukan pada dua tempat berbeda yaitu empat minggu pertama pengecambahan dilakukan pada ruang dengan RH 89% dan suhu 25 o C pada pagi hari, RH 85% dan suhu 27 o C pada siang hari dan RH 87% dan suhu 26 o C sore hari. Minggu selanjuya pengecambahan dilanjutkan di rumah plastik Laboratorium Ilmu dan Teknologi Leuwikopo IPB, Bogor dengan RH 99% dan suhu 25 o C pada pagi hari, RH 85% dan suhu 30 o C pada siang hari dan RH 92% dan suhu 27 o C sore hari. Perpindahan tempat disebabkan terjadi kerusakan lokasi pengecambahan pertama. Keadaan kecambah sampai lima bulan setelah pengecambahan menunjukkan pertumbuhan yang sehat, sebagaimana ditunjukkan oleh daun tanaman tetap utuh. Pengamatan terhadap media tumbuh ditemukan jamur yang diduga berasal dari kompos akan tetapi tidak mengganggu pertumbuhan dan perkembangan bibit aren, karena setelah beberapa hari jamur tersebut pada umumnya mati. Secara visual pohon aren yang disadap tidak berbeda dengan yang tidak disadap. Menurut informasi dari petani, benih umumnya diambil dari biji yang telah jatuh atau bahkan yang sudah berkecambah. Karakter pohon aren yang disadap maupun tidak disadap ditunjukkan pada Tabel 1.

2 22 Tabel 1 Rataan jumlah bunga betina, jumlah buah dan panjang spikel pohon aren yang disadap dan tidak disadap. Variabel Disadap Tidak disadap Uji T Jumlah bunga betina/spikel Tandan pertama Tandan ketiga Tandan kelima Jumlah buah/spikel Tandan pertama Tandan ketiga Tandan kelima Panjang spikel (cm) Tandan pertama Tandan ketiga Tandan kelima Jumlah tandan/pohon ( 84.8%) (79.8%) (60.6%) (86.7%) 544.8(89.2%) 507.8(90.0%) Keterangan: rata-rata dari empat pohon pada masing-masing perlakuan penyadapan, angka dalam kurung adalah persentase bunga menjadi buah * : nyata pada uji T dan : tidak nyata pada uji T. Hasil uji T menunjukkan bahwa jumlah bunga betina pada pohon yang disadap tidak berbeda nyata dengan pohon yang tidak disadap. Walaupun demikian pohon yang disadap memiliki kecenderungan jumlah bunga betina lebih tinggi jika dibandingkan pohon yang tidak disadap. Jumlah bunga per tandan tidak ditentukan oleh posisi tandan, bahkan tidak ada pola tertentu terkait dengan posisi tandan. Pada pohon yang disadap dari semua posisi tandan, posisi tandan kelima memiliki jumlah bunga betina tertinggi (994.5) dan terendah pada tandan ketiga (694.3) sedangkan pohon yang tidak disadap, posisi tandan ketiga tertinggi (610.8) dan terendah pada tandan kelima (564). Hasil uji T menunjukkan bahwa perlakuan penyadapan memengaruhi jumlah buah. Persentase bunga yang berkembang menjadi buah per tandan pada pohon yang disadap mencapai sekitar %, sementara pada pohon yang tidak disadap sekitar %. Rendahnya pembentukan buah pada pohon yang disadap dapat disebabkan oleh tingginya kerontokan bunga atau kerontokan buah muda. Hasil penelitian ini mempertegas penelitian Maliangkay (2007) yang menyatakan bahwa penyadapan tandan bunga jantan secara terus menerus dapat menyebabkan bunga betina tidak berkembang sehingga menghasilkan benih yang mengerut. * * *

3 23 Penyadapan menghasilkan buah dengan ukuran lebih kecil sehingga ukuran benih yang dihasilkan juga berukuran kecil (Gambar 1A). Sebaliknya perlakuan tanpa penyadapan, secara visual menghasilkan ukuran buah yang besar dan ukuran benih yang lebih besar dibanding benih disadap (Gambar 1B). A A Buah Benih B B Buah Benih Gambar 1 Buah dan benih aren dari pohon yang disadap (A) dan tidak disadap (B) Perkecambahan Benih Aren Perkecambahan benih aren diawali dengan proses imbibisi yang dikuti oleh pertumbuhan apokol. Sebelum dikecambahkan benih aren diberi perlakuan deoperkulasi. Deoperkulasi dilakukan dengan lebih dulu mengamati posisi embrio yang umumnya ditandai dengan adanya tonjolan kecil disebut operkulum. Operkulum tersebut diamplas (skarifikasi) untuk memudahkan imbibisi. Posisi embrio tidak sama pada semua benih aren, terkadang disisi kanan, kiri atau ditengah bagian punggung (Gambar 2A).

4 24 Proses imbibisi pada benih aren tidak menyebabkan benih mengalami pembengkakan karena endosperm yang sangat keras. Proses perkecambahan benih aren, diawali dengan munculnya jaringan yang menonjol keluar dari permukaan benih pada operkulum lalu jaringan tersebut akan membentuk lingkaran seperti cincin (Gambar 2B). Jaringan bentuk cincin ini muncul sekitar 5-10 hari setelah semai (HSS) yang kemudian merupakan tempat munculnya apokol, dan akan terus menempel pada daerah operkulum. A B C D E F G H Gambar 2 Tahapan perkecambahan benih aren menjadi bibit: benih yang telah dideoperkulasi (A); apokol yang mulai muncul dari daerah operkulum 5-10 HSS (B); apokol yang sudah memanjang,15-30 HSS (C), akar primer mulai muncul dari ujung apokol HSS (D), akar sekuder terbentuk dari akar primer HSS (E); daun pertama mucul di permukaan tanah HSS (F); apokol masih bertahan dan menempel pada benih HSS (G); daun pertama yang sudah membuka penuh HSS (H). Tipe perkecambahan benih aren adalah epigeal. (Nurhasybi et al. 2003) karena embrio terangkat ke permukaan tanah. Posisi embrio benih aren terletak pada sisi kanan atau kiri punggung benih, sehingga perkecambahan dimulai dari salah satu sisi tersebut.

5 25 Perkecambahan benih aren diawal dengan perkembangan kecambah yang spesifik setelah 10 HSS, diawali dari daerah operkulum yang telah dideoperkulasi akan keluar jaringan yang berbentuk tabung dinamakan apokol berwarna putih. Didalamnya berisi calon plumula dan akar primer (Gambar 2C). Hasil ini didukung oleh penelitian Asikin dan Puspitaningtyas (2000) yang menyatakan bahwa apokol embrio aren pada media MS tanpa zat pengatur tumbuh mulai terinisiasi pada hari ke 10 dan terus mengalami perpanjangan. Apokol akan keluar dari tengah jaringan yang berbentuk cincin dan terus berkembang dan memanjang. Bagian endosperma yang diskarifikasi biasanya tumbuh jamur. Jamur ini akan menempel dipermukaan endosperma yang dideoperkulasi. Munculnya jamur mungkin disebabkan media arang sekam lembab dan kondisi lingkungan yang lembab. Namun keberadaan jamur ini tidak menganggu pertumbuhan dan perkembangan apokol. Apokol akan terus memanjang. Umumnya apokol tidak lurus tetapi bengkok yang mungkin disebabkan oleh wadah perkecambahan yang terlalu pendek dan media perkecambahan yang porous. Pada HSS jaringan apokol bagian bawah akan membesar, karena embrio didalam jaringan apokol mulai berkembang. Menurut Masano (1980) benih aren yang diperoleh dari kotoran musang, pada 54 hari setelah semai akan tumbuh akar-akar lateral. Batas antara ujung apokol dan akar primer sangat jelas terlihat (Gambar 2D). Pada HSS, plumula akan terus berkembang, akar primer akan terus memanjang yang disertai pembentukan akar sekunder disekitar akar primer dan ujung apokol (Gambar 2E). Sepanjang akar primer tumbuh bulu-bulu akar yang banyak. Benih yang tidak berkembang secara sempurna sampai 90 HSS akan membentuk kecambah abnormal. Bibit yang telah dipindahkan ke media tumbuh dalam polibag akan berkembang dan tumbuh ditandai dengan perkembangan daun (Gambar 2F). Benih yang terangkat ke permukaaan tanah tetap menempel pada apokol (Gambar 2G) bahkan ketika daun sudah terbuka sempurna pada HSS (Gambar 2H). Terbukanya daun secara sempurna menggantikan peran endosperma untuk menyediakan nutrisi bagi pertumbuhan tanaman, sebagaimana terlihat dari benih yang melunak karena diduga endosperma telah dirombak untuk menyediakan nutrisi yang diperlukan untuk perkecambahan.

6 26 Embrio terletak di dalam apokol dan pada saat apokol berkembang selama perkecambahan dan embrio di dalamnya juga berkembang. Pada 10 HSS embrio berupa jaringan membulat di dalam rongga embrio (Gambar 3A), yang berkembang memanjang pada 20 HSS (Gambar 3B). Pada 30 HSS (Gambar 3C) plumula sudah berkembang dan terlihat jelas dan pada 40 HSS plumula semakin memanjang dan radikula mulai terbentuk. Pada fase ini perkembangan orous embrio terjadi sangat cepat (Gambar 3D). Pada umur semai 10 HSS, embrio di dalam apokol memiliki ukuran panjang µm dan diameter apokol µm. Gambar 3 memperlihatkan bahwa pada daerah embrio, apokol berongga sehingga embrio dapat berkembang. Pada umur semai 20 HSS ukuran panjang embrio µm diameter apokol µm. A B C D Gambar 3 Perkembangan embrio di dalam apokol pada 10 HSS (bar = 200 µm) (3A), 20 HSS (bar = 1 mm) (3B), 30 HSS (bar = 200 µm) (3C) dan 40 HSS (bar = 500 µm) (3D). Struktur yang pertama muncul di permukaan tanah adalah koleoptil yang berfungsi sebagai pelingdung plumula dan merupakan struktur yang menembus apokol untuk perkembangan plumula. Koleoptil dan plumula sudah berkembang pada umur semai 30 HSS dengan ukuran panjang embrio µm dan

7 27 diameter µm dan pada umur semai 40 HSS ukuran panjang embrio µm dan diameter µm. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa endosperma menyuplai nutrisi bagi perkembangan apokol pada HSS. Apokol yang sudah berkembang berfungsi mengabsorbsi air untuk perkembangan embrio di dalam apokol. Pada 40 HSS endosperma masih berperan sebagai cadangan makanan untuk perkembangan dan pertumbuhan embrio. Percobaan 1 : Pengaruh penyadapan dan posisi tandan terhadap mutu benih aren. Hasil analisis ragam beberapa peubah pengaruh penyadapan dan posisi tandan disajikan dalam Lampiran 1 sampai 14. Rekapitulasi hasil analisis ragam ditunjukkan pada Tabel 2. Tabel 2 Rekapitulasi sidik ragam pengaruh penyadapan tandan bunga jantan dan posisi tandan bunga betina terhadap peubah yang diamati Peubah Penyadapan Posisi T X P KK (T) tandan (P) (%) Kadar air Benih (%) Daya berkecambah (%) Potensi tumbuh maksimum (%) Berat buah (g) Bobot basah benih (g) Bobot kering benih (g) * Diameter benih (cm) 4.65 Panjang benih (cm) 4.32 Waktu keluar apokol 2 cm (hari) Panjang apokol pada 30 HSS (cm) Panjang apokol pada 60 HSS (cm) 9.73 Panjang apokol pada 90 HSS (cm) Panjang akar primer 90 HSS (cm) Panjang plumula 90 HSS (cm) Keterangan: kk = koefesien keragaman, = tidak nyata, = nyata pada taraf 5%. Tabel 2 menunjukkan tidak terdapat interaksi antar perlakuan penyadapan tandan bunga jantan dan posisi tandan bunga betina pada peubah yang diamati kecuali bobot basah dan bobot kering benih. Faktor tunggal perlakuan penyadapan tandan bunga jantan dari hasil pengujian statistik menunjukkan pengaruh sangat nyata pada peubah bobot basah benih, berpengaruh nyata pada diameter benih, panjang benih, waktu keluarnya apokol panjang 2 cm, pada 30 HSS dan panjang akar primer 90 HSS dan tidak nyata terhadap kadar air benih, daya berkecambah,

8 28 potensi tumbuh maksimum (PTM), berat buah, bobot kering benih, panjang apokol 60 dan 90 HSS serta panjang plumula, demikian halnya pada pengaruh faktor tunggal posisi tandan tidak berpengaruh pada semua peubah yang diamati. Daya berkecambah yang merupakan salah satu tolok ukur viabilitas benih menggambarkan kemampuan benih untuk tumbuh dan berkembang menjadi tanaman baru pada kondisi optimum. Daya berkecambah benih aren pada perlakuan penyadapan tertinggi (84%) dibandingkan dengan tanpa penyadapan (79.77%), sedangkan berdasarkan perlakuan posisi tandan, ada kecenderungan tandan kelima mempunyai daya berkecambah tertinggi (82%), diikuti tandan ketiga dan pertama (81.75%), namun secara statistik tidak menunjukkan adanya perbedaan. Suatu lot benih dikategorikan mempunyai viabilitas tinggi jika daya berkecambahnya diatas 80%. Perlakuan posisi tandan memberikan nilai daya berkecambah diatas 80% (Tabel 3). Hal ini menunjukkan bahwa posisi tandan tidak berpengaruh terhadap viabilitas benih. Tidak adanya perbedaan daya berkecambah disebabkan karena benih yang digunakan masih baru sehingga mutu benih aren yang digunakan masih tinggi dan lingkungan perkecambahan yang optimum serta penggunaan media arang sekam yang mampu menjaga kelembaban serta memiliki porositas yang baik sebagai media perkecambahan sangat ideal untuk perkecambahan benih aren. Hasil penelitian ini memberi indikasi bahwa benih yang dipanen dari pohon yang disadap maupun tidak disadap serta semua posisi tandan bunga betina dapat digunakan sebagai sumber benih karena perlakuan penyadapan dan posisi tandan tidak memengaruhi daya berkecambah benih. Hasil penelitian ini mendukung/membenarkan tindakan yang dilakukan oleh petani. Umumnya petani mengumpulkan benih dan menggunakan sumber benih berasal dari pohonpohon yang disadap sehingga dapat dikatakan perlakuan penyadapan tidak memberikan dampak negatif terhadap viabilitas benih.

9 29 Tabel 3 Kadar air, daya berkecambah dan potensi tumbuh maksimum benih aren pada perlakuan penyadapan dan posisi tandan Perlakuan Penyadapan : Tanpa penyadapan Penyadapan Kadar air benih (%) Daya berkecambah (%) Potensi tumbuh maksimum (%) Posisi tandan : Pertama Ketiga Kelima Ket : Angka yang diikuti huruf yang sama dan pada kolom yang sama tidak berbeda nyata dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%. Benih yang normal mengandung bahan makanan yang cukup untuk menyediakan kebutuhan energi pada saat perkecambahan, hal ini ditunjukkan dari peubah potensi tumbuh maksimum (PTM). PTM menunjukkan potensi benih untuk tumbuh, walaupun terdapat benih yang tumbuh tidak normal. Benih yang digunakan dalam penelitian ini memiliki potensi tumbuh sangat baik yaitu 100 % dapat tumbuh (Tabel 3). Nilai PTM yang tinggi dari benih aren dalam penelitian ini, diduga disebabkan oleh teknik deoperkulasi yang baik untuk perkecambahan aren, kondisi dan media perkecambahan yang optimum. Penelitian Setyanigrum (2006) menunjukkan hasil yang berbeda, perlakuan skarifikasi pada bagian punggung dekat posisi embrio menghasilkan nilai PTM yang sangat rendah < 20% yang diduga karena perlakuan skarifikasi yang tidak tepat baik dari posisi maupun intensitas yang mengkikis jaringan pada operkulum sampai melukai embrio. Pengikisan jaringan yang terlalu banyak akan menyebabkan imbibisi terjadi dengan cepat dan mengakibatkan benih membusuk. Hal ini didukung oleh Widyawati et al (2009) yang menyatakan bahwa pengemplasan pada seluruh permukaan benih aren akan menyebabkan embrio membusuk. Hasil penelitian ini memberikan indikasi bahwa perlakuan penyadapan dan posisi tandan tidak memengaruhi potensi tumbuh maksimum benih aren. Benih aren termasuk benih rekalsitran. Salah satu sifat benih rekalsitran adalah kadar air yang tinggi pada saat panen (Quan et al. 2003). Tabel 3 menunjukkan kadar air panen benih aren yang cukup tinggi berkisar 30-31% dengan daya berkecambah sekitar 80-84% dan potensi tumbuh maksimum 100%.

10 30 Kadar air yang tinggi dan daya berkecambah yang tinggi setelah panen merupakan salah satu karakter benih rekalsitran. Hasil penelitian ini mendukung Rabaniyah (1997) yang menyatakan penurunan kandungan air benih aren dapat menurunkan daya berkecambahnya. Berdasarkan perlakuan posisi tandan, semua tandan mempunyai kadar air tinggi diatas 30% dan tidak berbeda nyata. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kematangan benih pada semua posisi tandan tidak berbeda. Benih yang digunakan dalam penelitian ini telah mencapai masak fisiologis yang ditandai endosperma keras dan kulit benih hitam mengkilap. Menurut Widyawati et al (2009) benih aren yang telah mencapai masak fisiologi mempunyai kandungan lignin dan tanin yang lebih tinggi sehingga menyebabkan benih bersifat impermeable terhadap air. Bobot basah dan kering benih Peubah bobot basah dan kering benih dipengaruhi secara nyata oleh interaksi perlakuan penyadapan dan posisi tandan (Tabel 4). Perlakuan tanpa penyadapan dengan posisi tandan kelima memiliki nilai bobot kering dan basah benih berkisar 3.44 g dan 4.64 g sedangkan perlakuan penyadapan dengan posisi tandan kelima memiliki bobot kering dan basah berkisar 2.38 g dan 3.10 g. Tabel 4 Pengaruh interaksi penyadapan dan posisi tandan terhadap bobot basah dan kering benih aren Perlakuan Posisi tandan Pertama Ketiga Kelima Bobot basah benih (g) Tanpa penyadapan 3.71 b 3.94 b 4.64 a Penyadapan 4.01 b 3.62 bc 3.10 c Bobot kering benih (g) Tanpa Penyadapan 2.66 bc 2.81 bc 3.44 a Penyadapan 3.01 abc 2.86 ab 2.38 c Ket : Angka yang diikuti huruf yang sama dan pada baris yang sama tidak berbeda nyata dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%. Tabel 4 menunjukkan bahwa ada interaksi antara perlakuan penyadapan dan posisi tandan. Pada tanaman yang tandan bunga jantannya tidak disadap, semakin rendah posisi tandan bunga betina (kelima) semakin tinggi bobot basah maupun

11 31 bobot kering benih. Sebaliknya pada pohon yang tandan bunga jantannnya disadap, semakin rendah posisi tandan bunga betina (kelima) semakin rendah bobot basah dan bobot kering benih. Posisi tandan bunga betina kelima berdekatan dengan tandan bunga jantan. Pada pohon yang disadap (tandan bunga jantan) terjadi kompetisi asimilat yang tinggi antara benih yang sedang berkembang dengan pembentukan nira. Oleh karena itu bobot benih menurun. Pada pohon yang tidak disadap, bunga jantan akan segera gugur setelah mekar dan tidak memerlukan asimilat lagi sehingga tandan kelima memperoleh cukup banyak asimilat yang ditranslokasikan ke tandan bunga betina dan menghasilkan benih dengan bobot basah dan bobot kering benih lebih tinggi daripada tandan pertama dan ketiga. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan penyadapan mengurangi bobot basah dan bobot kering benih yang dihasilkan, khususnya pada posisi tandan kelima. Diameter dan panjang benih Tabel 5 menunjukkan bahwa peubah diameter dan panjang benih dipengaruhi oleh faktor tunggal perlakuan penyadapan tandan bunga jantan. Diameter dan panjang benih merupakan salah satu parameter ukuran benih. Diameter dan panjang benih dari pohon yang tidak disadap masing-masing sebesar 1.60 cm dan 2.33 cm lebih tinggi daripada benih dari pohon yang disadap masing-masing sebesar 1.54 cm dan 2.05 cm. Penyadapan tandan bunga jantan menurunkan diameter benih 0.06 cm dan panjang benih 0.28 cm. Tabel 5 Diameter dan panjang benih pada perlakuan penyadapan dan posisi tandan Perlakuan Diameter benih (cm) Panjang benih (cm) Penyadapan : Tanpa penyadapan 1.60 a 2.33 a Penyadapan 1.54 b 2.05 b Posisi tandan : Pertama Ketiga Kelima Ket : Angka yang diikuti huruf yang sama dan pada kolom yang sama tidak berbeda nyata dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%.

12 32 Data ini memberikan indikasi bahwa perlakuan penyadapan memengaruhi ukuran benih. Hal ini dipertegas oleh Maliangkay (2007) yang menyatakan bahwa penyadapan memengaruhi ukuran buah aren yang terbentuk sehingga benih terlihat kisut. Penelitian Masano (1989) menyatakan ukuran diameter benih aren cm dan panjang benih cm. Perbedaan ini diduga disebabkan sumber benih yang digunakan berbeda dan faktor lingkungan seperti kandungan hara dan air tanah juga memengaruhi proses pembentukan dan perkembangan benih pada pohon induk. Perlakuan posisi tandan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap peubah diameter dan panjang benih. Diameter benih yang tertinggi (1.61 cm) pada perlakuan posisi tandan ketiga, demikian halnya dengan respon panjang benih tertinggi pada posisi tandan ketiga (2.21 cm) namun tidak berbeda nyata dengan posisi lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada posisi tandan tertentu yang memengaruhi ukuran benih. Penyadapan dilakukan pada saat seluruh tandan benih mencapai fase pengisian biji. Oleh karena itu pengurangan hasil fotositesis untuk pengisian biji karena penyadapan dialami oleh seluruh tandan benih. Penyadapan tandan bunga jantan menurunkan diameter benih sebesar 0.06 cm dan panjang benih sebesar 0.28 cm. Data ini memberikan indikasi bahwa perlakuan penyadapan memegaruhi mutu fisik benih. Penelitian ini memberikan indikasi bahwa perlakuan penyadapan pengaruh nyata terhadap ukuran benih akan tetapi berdasarkan Tabel 3, menunjukkan adanya kecenderungan benih dari perlakuan tanpa penyadapan mempunyai daya berkecambah yang paling rendah (79.99%) dari perlakuan penyadapan (84%) tetapi tidak berbeda nyata. Fakta pada penelitian ini menunjukkan bahwa ukuran benih tidak memengaruhi viabilitas benih. Fenomena seperti ini juga terjadi pada beberapa tanaman kehutanan sebagaimana dikemukakan Bonner (1987) yang menyatakan bahwa pada kondisi tertentu ukuran benih tidak berpengaruh nyata terhadap viabilitas dan vigor bibit sehingga mengutamakan penggunaan benihbenih ukuran besar daripada benih-benih ukuran kecil tidak berlaku umum. Hal ini didukung oleh penelitian Kartikasari (1999) menyatakan ukuran besar dan kecil benih mente tidak berpengaruh terhadap viabilitas potensial dan vigor benih. Walaupun menurut Schmidt (2002) ukuran benih berkorelasi dengan viabilitas

13 33 dan vigor benih, dimana benih yang memiliki bobot yang berat cenderung mempunyai vigor yang lebih baik. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa ukuran benih tidak dapat dijadikan patokan dalam pemilihan benih. Ukuran benih dalam satu jenis tidak terlalu besar, dibandingkan dengan benih yang berbeda jenis. Panjang Apokol Tabel 6 menunjukkan tidak terdapat interaksi antara perlakuan penyadapan dan posisi tandan terhadap panjang apokol 30, 60 dan 90 HSS. Masing-masing perlakuan juga tidak memberikan pengaruh yang nyata, kecuali perlakuan penyadapan pada 30 HSS. Tabel 6 Panjang apokol (cm) pada perlakuan penyadapan dan posisi tandan Perlakuan 30 HSS 60 HSS 90 HSS Penyadapan : Tanpa penyadapan Penyadapan 5.55 b 6.39 a Posisi tandan : Pertama Ketiga Kelima Ket : Angka yang diikuti huruf yang sama dan pada kolom yang sama tidak berbeda nyata dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%. Munculnya apokol menandakan dimulai proses perkecambahan. Munculnya apokol pada benih aren berbeda-beda. Hal ini terlihat pada penelitian ini, perlakuan penyadapan menghasilkan benih dengan ukuran lebih kecil tetapi lebih cepat pertambahan apokolnya pada awal perkecambahan. Pada pengamatan 60 HSS dan 90 HSS, peubah panjang apokol tidak berbeda nyata secara statistik. Meskipun tidak berbeda nyata, namun ada kecenderungan bahwa benih pada perlakuan tanpa penyadapan mempunyai panjang apokol yang terbaik sampai akhir pengamatan. Salah satu faktor yang memengaruhi panjang apokol yang terbentuk adalah ukuran benih yaitu panjang dan diameter benih. Ukuran benih yang terbesar diperoleh pada perlakuan tanpa penyadapan. Perlakuan posisi tandan menunjukkan tidak berpengaruh terhadap peubah panjang apokol pada masing-masing tahap pengamatan. Posisi tandan kelima mempunyai panjang apokol yang terpendek

14 34 sejak awal pengamatan sampai akhir pengamatan berkisar cm. Munculnya apokol pada benih aren dapat dijadikan patokan untuk melihat potensi benih yang mampu untuk tumbuh. Tabel 6 menunjukkan bahwa pertambahan panjang apokol dari HSS sebesar 7.44 cm pada benih dari pohon yang tandan bunga jantannya disadap dan 7.95 cm pada benih dari pohon yang tandan bunga jantannya tidak disadap. Sedangkan pada HSS terjadi penambahan panjang apokol 0.59 cm pada benih dari pohon yang tandan bunga jantannya disadap dan 0.58 cm pada benih dari pohon yang tandan bunga jantannya tidak disadap. Data tersebut memberi indikasi bahwa laju pertambahan panjang apokol yang tertinggi terjadi pada HSS. Sedangkan HSS, laju pertambahan panjang apokol kecil karena terjadi pembesaran apokol pada ujung, adanya inisiasi dan pemanjang plumula serta terbentuknya akar primer. Hasil penelitian Rofik dan Murniati (2008) menunjukkan hasil yang sama bahwa pertambahan panjang apokol benih aren dari HSS 6.34 cm dan melambat menjadi 2.16 cm dari HSS. Waktu keluar apokol panjang 2 cm Tabel 7 menunjukkan tidak terdapat interaksi antar perlakuan penyadapan dan posisi tandan terhadap peubah waktu benih menghasilkan panjang apokol 2 cm. Perlakuan faktor tunggal yaitu penyadapan berpengaruh nyata terhadap waktu benih menghasilkan panjang apokol 2 cm tetapi tidak berbeda nyata pada faktor tunggal perlakuan posisi tandan. Tabel 7 Waktu (hari) keluar apokol 2 cm pada perlakuan penyadapan dan posisi tandan Perlakuan Penyadapan : Tanpa penyadapan Penyadapan Posisi tandan : Pertama Ketiga Kelima Jumlah hari b a Ket : Angka yang diikuti huruf yang sama dan pada kolom yang sama tidak berbeda nyata dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%.

15 35 Waktu yang tercepat untuk menghasilkan panjang apokol 2 cm yang terbaik (18.91) pada perlakuan penyadapan tandan. Penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan penyadapan memengaruhi waktu yang diperlukan untuk membentuk apokol sepanjang 2 cm. Jika hal ini dihubungkan dengan Tabel 5, maka menunjukkan bahwa pembentukan apokol sangat dipengaruhi oleh perlakuan penyadapan, ukuran benih dari perlakuan penyadapan lebih kecil dibandingkan dengan benih dari perlakuan tanpa penyadapan. Ukuran benih yang kecil lebih cepat untuk merombak cadangan makanan sehingga lebih cepat menghasilkan panjang apokol sepanjang 2 cm. Menurut Saleh (2003) menyatakan bahwa benih aren yang mampu untuk cepat membentuk apokol akan memungkinkan membentuk kecambah normal. Terbentuknya kecambah normal aren diawali dari pembentukaan apokol. Perlakuan posisi tandan tidak berpengaruh terhadap waktu yang diperlukan untuk mencapai panjang apokol dua cm. Penelitian ini menunjukkan bahwa semua posisi tandan untuk menghasilkan panjang apokol 2 cm memerlukan waktu yang sama. Panjang akar primer Perlakuan secara tunggal yaitu penyadapan tandan bunga jantan berpengaruh secara nyata terhadap peubah panjang akar primer pada akhir pengamatan (90 HSS) sedangkan perlakuan posisi tandan tidak berpengaruh nyata terhadap peubah yang diamati dan kedua perlakuan tersebut tidak terjadi interaksi (Tabel 8). Panjang akar primer yang terpanjang pada perlakuan penyadapan dimiliki oleh perlakuan tanpa penyadapan (13.08 cm) dan terpendek pada perlakuan penyadapan (11.15 cm), sedangkan perlakuan posisi tandan, panjang akar primer terpanjang pada posisi tandan ketiga (12.42 cm) lalu pertama (11.97 cm) dan kelima (11.95 cm). Selama proses perkecambahan, akar primer akan terus berkembang secara memanjang dengan menggunakan energi yang berasal dari dalam benih aren. Perkembangan akar primer pertama erat hubunganya dengan kondisi internal benih (cadangan makan).

16 36 Tabel 8 Panjang akar primer pada perlakuan penyadapan dan posisi tandan Perlakuan Penyadapan : Tanpa penyadapan Penyadapan Posisi tandan : Pertama Ketiga Kelima Panjang akar (cm) a b Ket : Angka yang diikuti huruf yang sama dan pada kolom yang sama tidak berbeda nyata dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%. Hasil percobaan ini berbeda dengan Rofik (2006), panjang akar primer benih aren pada 90 HSS sebesar cm dengan media perkecambahan arang sekam. Perbedaan ini diduga karena asal sumber benih yang digunakan dan kondisi lingkungan perkecambahan yang beda. Berdasarkan Tabel 6, menunjukkan bahwa benih yang berasal dari perlakuan tanpa penyadapan, memiliki ukuran (diameter dan panjang) lebih besar sehingga memiliki cadangan makanan yang besar pula. Hasil uji korelasi antara ukuran benih (diameter dan panjang benih) dengan panjang akar menunjukkan nilai korelasi positif. Dimana diameter memiliki nilai korelasi dan panjang benih nilai korelasi terhadap panjang akar primer. Nilai tersebut menurut Nugroho (2005) memiliki kekuatan korelasi tergolong kuat, hal ini menunjukkan bahwa makin besar ukuran benih aren maka makin panjang akar primer yang terbentuk. Panjang akar berpengaruh terhadap kemampuan tanaman untuk menyerap unsur hara. Menurut Saleh (2010) terbatasnya akar pada bibit aren dapat menyebabkan keterbatasan dalam menyerap air sehingga kebutuhan air ke daun terbatas. Kriteria kecambah normal dan abnormal pada benih aren Proses perkecambahan merupakan tahap awal dari proses terbentuknya kecambah untuk menjadi tanaman baru. Kondisi lingkungan yang sesuai untuk perkecambahan meliputi air, udara, cahaya dan suhu akan menghasilkan kecambah normal. Menurut BPMBTPH (2005) kecambah normal adalah kecambah yang berpotensi untuk tumbuh menjadi tanaman baru normal apabila ditanam pada lingkungan yang baik seperti tanah, kelembapan, suhu dan cahaya.

17 37 Benih yang digunakan dalam penelitian ini, telah diseleksi secara fisik dan diberi perlakuan berupa sterilisasi permukaan benih, namun tetap masih ada benih yang berkecambah abnormal sampai batas akhir pengamatan yaitu 90 hari. Hal ini mungkin disebabkan oleh mikroorganisme yang telah menginfeksi benih sehingga secara fisik tidak terlihat oleh mata. Akibat infeksi mikroorganisme ini menyebabkan benih berkecambah abnormal dan mungkin disebabkan viabilitas benih yang jelek. A B A Kecambah normal B Kecambah abnormal Gambar 4 Kriteria kecambah aren pada umur 90 hari Menarik untuk diperhatikan bahwa benih aren yang telah menjadi bibit (90 HSS) dan siap untuk ditransplanting, benih tetap melekat pada apokol. Pada persemaian 90 HSS ada plumula yang tidak muncul diatas permukaan media perkecambahan sehingga perkembangan plumula terjadi di dalam media arang sekam sehingga warna plumula menjadi putih. Warna putih pada plumula disebabkan tidak terkena secara langsung cahaya matahari sedangkan plumula yang terkena cahaya matahari berwarna hijau. Ciri-ciri morfologi kriteria kecambah normal pada benih aren hari ke 90 adalah adanya akar primer dengan panjang melebihi panjang plumula, memiliki akar sekunder yang berkembang secara sempurna diujung apokol dan akar serabut yang banyak pada akar primer serta tinggi plumula dua kali dari ukuran benih (Gambar 4a). Kriteria kecambah normal menurut Rofik (2006) jika sudah terdapat apokol, plumula dan radikula. Namun dalam penelitian ini terdapat benih yang

18 38 memiliki apokol, plumula yang pendek kurang dari dua kali panjang benih, memiliki radikula kurang berkembang, sehingga masih diperlukan kriteria yang tepat untuk menentukkan kecambah normal aren. Ciri-ciri morfologi kriteria kecambah abnormal pada benih aren adalah tidak adanya plumula yang menembus jaringan apokol, kalau ada ukurannya tidak lebih dari dua kali ukuran benih, tidak ada akar primer. Apokol membusuk yang ditandai jika ditekan dengan tangan, apokol lembek dan berwarna hitam dan tidak ada akar primer dan sekunder yang berkembang secara sempurna serta tinggi plumula tidak lebih dari dua kali ukuran benih (Gambar 5b). Biasanya terdapat cendawan yang menempel pada daerah endosperma benih aren yang dideoperkulasi. Percobaan 2 : Pengaruh teknik dan lama konservasi terhadap pertumbuhan bibit aren Hasil analisis ragam beberapa peubah pengaruh teknik dan lama konservasi disajikan dalam Lampiran 15 sampai 26. Rekapitulasi hasil analisis ragam pada Tabel 9 menunjukkan terdapat interaksi antar perlakuan teknik dan lama konservasi pada peubah yang diamati. Faktor tunggal berupa perlakuan teknik konservasi hasil pengujian statistik menunjukkan berpengaruh sangat nyata pada peubah jumlah kecambah yang hidup, tinggi tanaman, panjang akar, diameter batang semu, luas daun, bobot kering pucuk, bobot kering akar dan ratio pucuk:akar. Demikian halnya pada perlakuan faktor tunggal teknik konservasi dan lama konservasiserta interaksi kedua faktor berpengaruh sangat nyata pada semua peubah yang diamati. Berdasarkan hasil penelitian tahap I diketahui bahwa viabilitas benih aren tidak dipengaruhi oleh perlakuan penyadapan dan posisi tandan, oleh karena itu pada tahap II benih yang digunakan berasal dari pohon yang disadap karena umumnya dilakukan pada tingkat petani.

19 39 Tabel 9 Rekapitulasi sidik ragam pengaruh teknik dan lama konservasi terhadap kecambah yang hidup dan karakter morfologi bibit aren Karakter morfologi Kecambah yang hidup (%) Tinggi bibit (cm) Panjang akar (cm) Diameter batang semu (mm) Luas daun (cm 2 ) Bobot kering pucuk (g) Bobot kering akar (g) Ratio pucuk akar 6.33 Ket : kk= koefesien keragaman, = sangat nyata pada taraf 5%, semua data ditransformasi dengan (Y+0.5) 0.5 Persentase kecambah yang hidup Teknik konservasi (M) Lama konservasi (L) M x L KK(%) Tabel 10 menunjukkan bahwa perlakuan interaksi teknik konservasi dan lama konservasi kecambah berpengaruh sangat nyata terhadap respon persentase jumlah kecambah yang hidup. Respon kecambah hidup yang tertinggi dicapai pada perlakuan media arang sekam dengan kadar air (KA) 20% dan 30% pada perlakuan konservasi selama satu dan dua minggu. Perlakuan konservasi selama satu minggu persentase kecambah hidup yang tertinggi terdapat pada perlakuan media arang sekam dengan KA 20% dan 30% dan serbuk gergaji KA 30%, namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan plastik. Perlakuan serbuk gergaji dengan KA 10% dan 20% memiliki persentase kecambah hidup paling rendah (0%). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan serbuk gergaji dengan KA 10% dan 20% tidak efektif untuk digunakan sebagai teknik konservasi kecambah, demikian juga halnya pada perlakuan konservasi dua minggu serbuk gergaji memiliki persentase kecambah hidup paling rendah (0%). Hal ini diduga serbuk gergaji mengandung unsur-unsur gas yang dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kecambah dan kemampuan serbuk gergaji KA 20% untuk mempertahankan kelembapan serbuk gergaji dengan cara mengikat air sangat rendah dalam jangka waktu lama, hal ini terlihat dari serbuk gergaji KA 20% dengan konservasi selama dua minggu, tidak terdapat kecambah yang bertahan hidup

20 40 Perlakuan serbuk gergaji KA 10% dan 20% dengan konservasi satu minggu, terlihat secara visual apokol aren mengalami kekeringan dan pada ruas apokol menjadi kisut, kering dan berwarna hitam dan jika ditekan akan lembek yang menandakan apokol mati (Gambar 5B dan Gambar 5C). Penggunaan serbuk gergaji juga dilaporkan oleh Kusdi dan Muslimin (2008) bahwa serbuk gergaji memberikan respon kurang baik untuk pertumbuhan dan perkembangan semai rotan manau. Perlakuan media kontrol (plastik) (Gambar 5A) dengan lama konservasi satu minggu, ada kecambah mati yang ditandai apokol berwarna hitam, kering dan lembek jika ditekan serta ujung apokol cenderung melengkung. Tabel 10 Pengaruh interaksi antara teknik dan lama konservasi terhadap jumlah kecambah yang hidup (%) Lama konservasi (minggu) Teknik konservasi Kontrol(plastik) Arang sekam KA 10% Arang sekam KA 20% Arang sekam KA 30% Serbuk gergaji KA 10% Serbuk gergaji KA 20% Serbuk gergaji KA 30% ab c 100 a 100 a 0.00 d 0.00 d 100 a 100 a 100 a 100 a 100 a 100 a 100 a 100 a 0.00 d 0.00 d 100 a 100 a 0.00 d 0.00 d bc Ket : Angka yang diikuti huruf yang sama dan pada kolom yang sama tidak berbeda nyata dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%. Perlakuan konservasi satu minggu dengan perlakuan kontrol (plastik) menyebabkan kecambah mati sebesar 13.24%. Penurunan daya simpan kecambah diduga lingkungan konservasi yang memiliki suhu dan RH yang sangat bervariasi pada pagi hari, siang dan sore hari. Pada perlakuan serbuk gergaji KA 30% dengan lama konservasi 1 minggu, kecambah tetap hidup (100%) yang ditandai warna apokol tetap putih, tidak kering ruas-ruas apokol, jika ditekan tetap keras namun pada ujung apokol melengkuk keatas (Gambar 5D). Hasil ini mengindikasikan bahwa penggunaan serbuk gergaji dapat digunakan dengan KA 30% dengan lama konservasi satu minggu dapat mempertahankan kelembapan serbuk gergaji. Perlakuan arang sekam KA 10% dengan lama konservasi satu minggu berbeda sangat nyata dengan perlakuan lainnya.

21 41 Terjadi penurunan kecambah yang hidup dari 0 minggu ke satu minggu sebesar 26.67% yang ditandai apokol berwarna coklat keputihan, ujung apokol hitam dan melengkung (gambar 5E) sehingga arang sekam KA 10% tidak efektif digunakan sebagai teknik konservasi selama satu minggu.perlakuan interaksi antar teknik dan lama konservasi satu minggu pada arang sekam KA 20 % (Gambar 5F) dan 30% (Gambar 5G) dan serbuk gergaji KA 30% yang mempunyai nilai terbaik (100%). Perlakuan konservasi dua minggu dengan perlakuan arang sekam KA 20 % dan 30% (Gambar 6F dan Gambar 6G) memberikan nilai yang tertinggi (100%) dan berbeda sangat nyata dengan perlakuan lainnya. Pengamatan secara visual menunjukkan ada indikasi selama konservasi dua minggu ukuran apokol pada perlakuan arang sekam KA 20% dan 30% mengalami pertambahan panjang. Perlakuan serbuk gergaji KA 30% (Gambar 6D) memiliki nilai persentase kecambah yang hidup sebesar 76.67% sedangkan perlakuan lainnya memiliki nilai sebesar 0%. Rendahnya perlakuan lainnya disebabkan tidak ada kecambah yang bertahan hidup selama konservasi dua minggu. Pada perlakuan plastik (Gambar 6A), arang sekam KA 10% (Gambar 6E), serbuk gergaji 10% (Gambar 6B) dan serbuk gergaji KA 20% (Gambar 6C) semua kecambah mati ditandai warna apokol semuanya hitam, kering, membusuk, jika ditekan apokol lembek sehingga tidak ada kecambah yang bertahan hidup. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan plastik, arang sekam sekam KA 10%, serbuk gergaji KA 10-30% tidak dapat digunakan sebagai teknik konservasi selama dua minggu. Pada perlakuan serbuk gergaji KA 30%, terjadi penurunan persentase kecambah hidup sebesar 23.33% dan berbeda dengan perlakuan lainnya. Penurunan ini terjadi diduga serbuk gergaji tidak mampu untuk mempertahankan kelembapan yang dibutuhkan oleh kecambah selama dua minggu.

22 42 A B C D E F G Ket : Plastik (A), serbuk gergaji KA : 10% (B), 20% (C), 30% (D), media arang sekam KA : 10% (E), 20% (F) dan 30% (G). Gambar 5 Keragaan apokol yang mengalami konservasi selama 1 minggu pada teknik konservasi yang berbeda- beda. Penelitian ini memberikan indikasi bahwa dengan penggunaan arang sekam KA 20% dan 30% sangat baik digunakan sebagai teknik konservasi kecambah aren selama dua minggu sedangkan serbuk gergaji KA 30 % dapat mempertahankan kecambah yang hidup dibawah 80% sehingga tidak efektif digunakan sebagai teknik konservasi selama dua minggu. Kemampuan arang sekam menjaga kelembapan agar stabil untuk penyimpanan kecambah dapat dihubungkan dengan sifat lengas media ini. Arang sekam padi memiliki tingkat lengas 8.88% sehingga mampu untuk mengikat dan menyimpan air sedangkan serbuk gergaji 8.42 % (Soemeinaboedhy & Tejowulan 2009).

23 43 A B C D E F G Ket : Plastik (A), serbuk gergaji KA : 10% (B), 20% (C), 30% (D), arang sekam KA : 10% (E), 20% (F) dan 30% (G). Gambar 6 Keragaan apokol yang mengalami konservasi selama 2 minggu pada teknik konservasi yang berbeda- beda. Tinggi bibit Tabel 11 menunjukkan bahwa peubah tinggi tanaman pada konservasi 0 minggu berbeda nyata antara perlakuan teknik dan lama konservasi hanya pada pengamatan 10 HST sedangkan tahap pengamatan lain tidak berbeda. Pada pengamatan 10 HST, peubah tinggi bibit yang memberikan nilai terbaik pada perlakuan arang sekam KA 30% (3.03 cm) dan yang paling rendah pada perlakuan serbuk gergaji KA 20% (1.01 cm). Hal ini diduga adanya penyesuaian awal kecambah pada media tanam, namun pengamatan selanjuya memperlihatkan tinggi bibit tidak berbeda nyata pada setiap tahap pengamatan.

24 44 Tabel 11 Tinggi tanaman pada konservasi 0 minggu pada teknik konservasi yang berbeda Tinggi tanaman (cm) pada minggu ke.. Teknik konservasi Kontrol (plastik) Arang sekam KA 10% Arang sekam KA 20% Arang sekam KA 30% Serbuk gergaji KA 10% Serbuk gergaji KA 20% Serbuk gergaji KA 30% 10 MST 12 MST 14 MST 16 MST 18 MST 2.42 ab 3.68 ab 8.77 a-c a-d a-c 1.77 a-c 4.13 ab 8.50 a-c b-d a-c 1.82 a-c 3.12 b 6.91 bc d bc 3.03 a 4.64 ab 9.39 a-c cd a-c 1.99 abc 4.16 ab 9.89 a-c a-d a-c 1.01 cd 3.33 ab 7.76 bc b-d a-c 1.82 abc 2.63 b 5.13 c 9.78 d c Ket : Angka yang diikuti huruf yang sama dan pada kolom yang sama tidak berbeda nyata dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5% Perlakuan serbuk gergaji KA 20% memiliki tinggi bibit paling rendah pada awal pengamatan, namun bila dilihat dari pertambahan tinggi bibit sampai akhir pengamatan sekitar cm. Hal ini mungkin disebabkan media tanam berupa tanah topsoil dan pupuk kompos mampu menyediakan hara yang dibutuhkan oleh bibit sehingga mengalami pertambahan tinggi bibit dan juga vigor bibit yang digunakan tinggi. Tabel 12 menunjukkan respon tinggi bibit dipengaruhi oleh interaksi antara teknik konservasi dan lama konservasi. Respon tinggi bibit pada pengamatan 10 HST yang terbaik pada perlakuan media arang sekam KA 20% (2.83 cm) dan berbeda nyata dengan perlakuan serbuk gergaji KA 10-30%. Perlakuan konservasi satu minggu pada perlakuan serbuk gergaji KA 10% dan 20% menunjukkan tidak terjadi pertambahan tinggi tanaman dari awal pengamatan sampai akhir pengamatan karena tidak ada kecambah yang bertahan hidup selama konservasi. Pada setiap tahap pengamatan terlihat bahwa pertambahan tinggi bibit yang tertinggi selalu terjadi pada media sekam KA 20%. Pada pengamatan 14 HST, terlihat tinggi bibit yang terbaik (15.14 cm) pada media arang sekam KA 20% dan berbeda nyata pada perlakuan media serbuk gergaji KA10-30%. Tabel 12 menunjukkan bahwa ada kecenderungan perlakuan media arang sekam KA 20% menghasilkan tinggi bibit yang tertinggi pada setiap tahap pengamatan sampai akhir pengamatan, sebaliknya perlakuan media serbuk gergaji

25 45 KA 10 dan 20% menghasilkan tinggi bibit yang terendah dari awal pengamatan sampai akhir pengamatan. Tabel 12 Tinggi tanaman pada konservasi satu minggu pada teknik konservasi yang berbeda Tinggi tanaman(cm) pada minggu ke.. Teknik konservasi Kontrol (plastik) Arang sekam KA 10% Arang sekam KA 20% Arang sekam KA 30% Serbuk gergaji KA 10% Serbuk gergaji KA 20% 10 MST 12 MST 14 MST 16 MST 18 MST 2.62 ab 4.37 ab 8.80 a-c a-c 34.67ab 1.59 a-c 5.22 ab ab a-c ab 2.83 ab 6.22 a a a a 1.72 a-c 5.09 ab ab ab a Serbuk gergaji KA 30% 0.97 cd 3.52 ab 6.72 bc a-d a-c Ket : Angka yang diikuti huruf yang sama dan pada kolom yang sama tidak berbeda nyata dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%, : semua benih mati selama konservasi. Pada akhir pengamatan (18 HST) tinggi bibit tidak berbeda nyata pada perlakuan kontrol (plastik), arang sekam KA 10-30% dan serbuk gergaji KA 30%. Hal ini mungkin disebabkan pembelahan, pembesaran dan pemanjang sel sudah berjalan dengan baik serta media tanam yang mengandung unsur hara sehingga menunjang pertumbuhan dan perkembangan bibit. Fakta ini menunjukkan bahwa perlakuan kontrol (plastik), arang sekam KA 10-30% serta serbuk gergaji KA 30% dapat digunakan sebagai teknik konservasi kecambah aren selama satu minggu. Tabel 13 menunjukkan bahwa respon tinggi bibit dipengaruhi oleh interaksi perlakuan teknik konservasi dan lama konservasi. Pada perlakuan konservasi dua minggu, kecambah pada perlakuan kontrol (plastik), arang sekam KA 10%, serbuk gergaji KA 10% dan 20% tidak mengalami pertambahan tinggi tanaman mulai dari awal sampai akhir pengamatan, hal ini disebabkan tidak ada kecambah yang bertahan hidup sehingga ke empat teknik tersebut tidak dapat digunakan sebagai teknik konservasi selama dua minggu. Tinggi bibit yang terbaik (2.06 cm) pada pengamatan 10 HST pada perlakuan arang sekam KA 30%, tidak berbeda dengan perlakuan arang sekam KA 20% dan serbuk gergaji 30% tetapi berbeda nyata dengan perlakuan media lainnya.

26 46 Tabel 13 Tinggi tanaman pada konservasi dua minggu pada teknik konservasi yang berbeda Tinggi tanaman (cm) pada minggu ke.. Teknik konservasi Kontrol (plastik) Arang sekam KA 10% Arang sekam KA 20% Arang sekam KA 30% Serbuk gergaji KA 10% Serbuk gergaji KA 20% 10 MST 12 MST 14 MST 16 MST 18 MST 1.98 a-c 4.17 ab 8.33 a-c a-d a-c 2.06 a-c 5.13 ab a-c a-d a-c Serbuk gergaji KA 30% 1.28 bc 3.11 ab 7.33 bc a-d a-c Ket : Angka yang diikuti huruf yang sama dan pada kolom yang sama tidak berbeda nyata dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%, : semua benih mati selama konservasi. Pertambahan tinggi bibit tidak bervariasi pada perlakuan media arang sekam KA 20%, 30% dan serbuk gergaji KA 30% dari awal pengamatan sampai akhir pengamatan. Penelitian ini menunjukkan bahwa pertambahan tinggi bibit tidak mengalami hambatan setelah dilakukan perlakuan konservasi selama dua minggu dengan menggunakan arang sekam KA 20%, 30% dan serbuk gergaji KA 30%. Pertambahan tinggi bibit yang tertinggi (21.40 cm) dari awal pengamatan sampai akhir pengamatan pada perlakuan serbuk gergaji KA 30% lalu diikuti perlakuan arang sekam KA 20% (20.28 cm) dan perlakuan arang sekam KA 30% (19.67 cm). Walaupun pertambahan tinggi bibit tidak berbeda nyata pada ke tiga teknik tersebut, namun jumlah kecambah yang hidup pada masing-masing berbeda. Berdasarkan Tabel 10, menunjukkan bahwa perlakuan arang sekam KA 20% dan 30% memiliki persentase kecambah hidup yang tertinggi (100%) dibandingkan serbuk gergaji KA 30% (76.67%) dengan lama konservasi dua minggu. Hal ini memberikan indikasi bahwa perlakuan arang sekam KA 20% dan 30% sangat baik digunakan sebagai teknik konservasi kecambah aren selama dua minggu karena mampu mempertahankan kelembapan media sehingga tidak menimbulkan dampak buruk terhadap pertumbuhan bibit. Kecambah yang dikonservasi selama dua minggu pada arang sekam tetap memiliki vigor yang tinggi sehingga pertumbuhan bibit dipolibag juga baik yang dapat dilihat pada karakter pertambahan tinggi bibit. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan arang sekam KA 20% dan 30% memiliki potensi yang besar untuk mendukung

27 47 perkembangan bibit kearah siap tanam di lapang, dengan parameter pertambahan tinggi bibit sebagai salah satu kriteria morfologi bibit. Panjang akar Akar merupakan bagian terpenting tanaman untuk memperoleh nutrisi dari dalam media tanam bagi perkembangan dan pertumbuhan tanaman selain penopang tanaman. Tabel 14 menunjukkan bahwa respon panjang akar dipengaruhi oleh perlakuan interaksi teknik konservasi dan lama konservasi. Perlakuan arang sekam KA 10% memiliki panjang akar terpanjang (18.32 cm) dengan lama konservasi 0 minggu lalu diikuti media arang sekam 30% (16.33 cm) dan berbeda nyata dengan serbuk gergaji KA 30% yang memiliki akar terpendek (12.54 cm). Perlakuan konservasi satu minggu menunjukkan ada indikasi perlakuan teknik konservasi menghambat pertambahan panjang akar. Hal ini terlihat pada perlakuan plastik, arang sekam KA 10%, 20% dan 30% dan menyebabkan kematian kecambah pada perlakuan media serbuk gergaji KA 10% dan 20% sehingga tidak ada bibit yang tumbuh. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa respon panjang akar pada perlakuan arang sekam KA 30% tidak berbeda nyata dengan perlakuan arang sekam KA 10% tanpa konservasi. Fakta ini membuktikan bahwa arang sekam KA 30% mampu mempertahankan viabilitas kecambah aren selama satu minggu. Hal ini dapat terlihat pada pertumbuhan bibit aren tidak berbeda nyata secara visual sampai akhir pengamatan pada perlakuan konservasi satu minggu. Pada perlakuan konservasi satu minggu dengan perlakuan plastik tidak berbeda nyata dengan perlakuan arang sekam 10% tanpa konservasi, sehingga dapat dijelaskan bahwa perlakuan plastik dapat juga digunakan sebagai teknik konservasi kecambah aren selama satu minggu. Pada perlakuan lama konservasi dua minggu menunjukkan bahwa arang sekam KA 30% menghasilkan peubah panjang akar yang terpanjang (16.66 cm) lalu diikuti arang sekam KA 20% (14.03 cm) dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa semakin lama konservasi kecambah maka ada kecenderungan akan menghambat pertambahan panjang akar dan menyebabkan kematian kecambah pada perlakuan serbuk gergaji sebaliknya pada

28 48 arang sekam KA 20% dan 30% konservasi dua minggu tidak mempelihatkan adanya penghambatan pertambahan panjang akar bibit aren Tabel 14 Pengaruh interaksi antara teknik dan lama konservasi terhadap panjang akar, diameter batang semu dan luas daun pada akhir pengamatan 18 MST Teknik konservasi Lama konservasi (minggu) Panjang akar (cm) Kontrol (plastik) abc abc Arang sekam KA 10% a abc Arang sekam KA 20% bc bc abc Arang sekam KA 30% abc abc ab Serbuk gergaji KA 10% abc Serbuk gergaji KA 20% bc Serbuk gergaji KA 30% bc bc c Diameter batang semu (mm) Kontrol (plastik) 7.06 a 7.35 a Arang sekam KA 10% 7.85 a 7.30 a Arang sekam KA 20% 7.42 a 7.46 a 7.09 a Arang sekam KA 30% 7.70 a 7.70 a 7.49 a Serbuk gergaji KA 10% 7.73 a Serbuk gergaji KA 20% 7.61 a Serbuk gergaji KA 30% 7.32 a 7.21 a 7.38 a Luas daun (cm 2 ) Kontrol (plastik) a a Arang sekam KA 10% a a Arang sekam KA 20% a a a Arang sekam KA 30% a a a Serbuk gergaji KA 10% a Serbuk gergaji KA 20% a Serbuk gergaji KA 30% a a a Ket : Angka yang diikuti huruf yang sama dan pada kolom yang sama tidak berbeda nyata dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%, : semua benih mati selama konservasi. Pada akhir penelitian ini terlihat bahwa penggunaan arang sekam KA 20%, 30% dan serbuk gergaji KA 30% menghasilkan panjang akar yang lebih tinggi dibanding teknik lain. Namun jumah kecambah yang bertahan hidup pada arang sekam KA 20% dan 30% lebih tinggi (100%) dibandingkan serbuk gergaji KA 30% (76.67%). Menurut Saleh (2010) menyatakan bahwa terbatasnya akar bibit aren dapat menyebabkan keterbatasan dalam menyerap air sehingga kebutuhan air ke daun juga terbatas. Perlakuan arang sekam KA 20% dan 30% mampu menjaga kelembapan media dan mengikat air. Disamping itu arang sekam mengandung

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar Hasil Uji t antara Kontrol dengan Tingkat Kematangan Buah Uji t digunakan untuk membandingkan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Penelitian Penelitian dilaksanakan di rumah kaca C Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian ini dilakukan selama kurun waktu 4 bulan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Benih Indigofera yang digunakan dalam penelitian ini cenderung berjamur ketika dikecambahkan. Hal ini disebabkan karena tanaman indukan sudah diserang cendawan sehingga

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 24 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Propagul Rhizophora mucronata dikecambahkan selama 90 hari (3 bulan) dan diamati setiap 3 hari sekali. Hasil pengamatan setiap variabel pertumbuhan dari setiap

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Percobaan 1. Pengujian Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Viabilitas Benih Padi Gogo Varietas Towuti dan Situ Patenggang

HASIL DA PEMBAHASA. Percobaan 1. Pengujian Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Viabilitas Benih Padi Gogo Varietas Towuti dan Situ Patenggang HASIL DA PEMBAHASA 21 Percobaan 1. Pengujian Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Viabilitas Benih Padi Gogo Varietas Towuti dan Situ Patenggang Tabel 1 menunjukkan hasil rekapitulasi sidik ragam pengaruh

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Benih Fakultas Pertanian,, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai dari bulan April 2016 hingga Mei

Lebih terperinci

I. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. HASIL DAN PEMBAHASAN digilib.uns.ac.id 21 I. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perkecambahan Biji 1. Kecepatan Kecambah Viabilitas atau daya hidup biji biasanya dicerminkan oleh dua faktor yaitu daya kecambah dan kekuatan tumbuh. Hal

Lebih terperinci

METODE MAGANG. Tempat dan Waktu

METODE MAGANG. Tempat dan Waktu 10 METODE MAGANG Tempat dan Waktu Kegiatan magang dilaksanakan di Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), Unit Usaha Marihat, Provinsi Sumatera Utara selama 4 bulan yang dimulai dari tanggal 1 Maret 2010

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Tanaman Jengkol Klasifikasi tanaman jengkol dalam ilmu tumbuh-tumbuhan dimasukkan dalam klasifikasi sebagai berikut (Pitojo,1992). Divisi : Spermatophyta Kelas : Dicotyledonae

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian ± 32 meter di

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian ± 32 meter di 14 BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Benih, Fakultas Pertanian,, Medan dengan ketinggian ± 32 meter di atas permukaan laut, pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil Percobaan I. Pengaruh Suhu Air dan Intensitas Perendaman terhadap Perkecambahan Benih Kelapa Sawit

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil Percobaan I. Pengaruh Suhu Air dan Intensitas Perendaman terhadap Perkecambahan Benih Kelapa Sawit 20 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Percobaan I. Pengaruh Suhu Air dan Intensitas Perendaman terhadap Perkecambahan Benih Kelapa Sawit Berdasarkan rekapitulasi hasil sidik ragam pada Tabel 1 menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkecambahan Benih Penanaman benih pepaya dilakukan pada tray semai dengan campuran media tanam yang berbeda sesuai dengan perlakuan. Kondisi kecambah pertama muncul tidak seragam,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi 11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Viabilitas Benih 2.1.1 Viabilitas benih Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi kecambah. Istilah lain untuk viabilitas benih adalah daya kecambah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Kualitatif Karakter kualitatif yang diamati pada penelitian ini adalah warna petiol dan penampilan daun. Kedua karakter ini merupakan karakter yang secara kualitatif berbeda

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Posisi PPKS sebagai Sumber Benih di Indonesia

PEMBAHASAN. Posisi PPKS sebagai Sumber Benih di Indonesia 57 PEMBAHASAN Posisi PPKS sebagai Sumber Benih di Indonesia Hasil pertemuan yang dilakukan pengusaha sumber benih kelapa sawit yang dipimpin oleh Direktur Jenderal Perkebunan pada tanggal 12 Februari 2010,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Hubungan viabilitas diperlukan untuk menduga keberhasilan proses fertilisasi atau viabilitas suatu polen yang ditunjukkan oleh diameter polen pepaya, daya berkecambah polen pepaya,

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENELITIAN

PELAKSANAAN PENELITIAN PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Lahan Disiapkan lahan dengan panjang 21 m dan lebar 12 m yang kemudian dibersihkan dari gulma. Dalam persiapan lahan dilakukan pembuatan plot dengan 4 baris petakan dan

Lebih terperinci

PENGARUH PERLAKUAN PENGAMPLASAN TERHADAP KECEPATAN BERKECAMBAH BENIH AREN

PENGARUH PERLAKUAN PENGAMPLASAN TERHADAP KECEPATAN BERKECAMBAH BENIH AREN PENGARUH PERLAKUAN PENGAMPLASAN TERHADAP KECEPATAN BERKECAMBAH BENIH AREN (Arenga pinnata) Kamaludin Fakultas pertanian Universitas Kapuas Sintang e-mail : kamaludinkamal27@yahoo.co.id Abstrak: Tanaman

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. panennya menunjukkan bahwa ada perbedaan yang nyata (hasil analisis disajikan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. panennya menunjukkan bahwa ada perbedaan yang nyata (hasil analisis disajikan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Air Berdasarkan analisis varian satu jalur terhadap variabel kadar air biji sorgum yang berasal dari posisi yang berbeda pada malai sorgum disetiap umur panennya menunjukkan

Lebih terperinci

Tipe perkecambahan epigeal

Tipe perkecambahan epigeal IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya ukuran dan jumlah sel tanaman sedangkan perkembangan tanaman merupakan suatu proses menuju kedewasaan. Parameter pertumbuhan meliputi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat 8 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan November 2008 hingga Maret 2009 di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Muhammadiyah Yogyakarta dalam suhu ruang. Parameter penelitian di. normal di akhir pengamatan (Fridayanti, 2015).

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Muhammadiyah Yogyakarta dalam suhu ruang. Parameter penelitian di. normal di akhir pengamatan (Fridayanti, 2015). IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Invigorasi Terhadap Viabilitas dan Vigor Penelitian dilakukan di Laboratorium Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dalam suhu ruang. Parameter

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Data Iklim Lahan Penelitian, Kelembaban Udara (%)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Data Iklim Lahan Penelitian, Kelembaban Udara (%) HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Hasil analisis kondisi iklim lahan penelitian menurut Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika setempat menunjukkan bahwa kondisi curah hujan, tingkat kelembaban,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. wilayah beriklim sedang, tropis, dan subtropis. Tanaman ini memerlukan iklim

II. TINJAUAN PUSTAKA. wilayah beriklim sedang, tropis, dan subtropis. Tanaman ini memerlukan iklim 15 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Tanaman Buncis Buncis berasal dari Amerika Tengah, kemudian dibudidayakan di seluruh dunia di wilayah beriklim sedang, tropis, dan subtropis. Tanaman ini memerlukan

Lebih terperinci

47 Tabel 3. Rata-rata Persentase kecambah Benih Merbau yang di skarifikasi dengan air panas, larutan rebung dan ekstrak bawang merah Perlakuan Ulangan

47 Tabel 3. Rata-rata Persentase kecambah Benih Merbau yang di skarifikasi dengan air panas, larutan rebung dan ekstrak bawang merah Perlakuan Ulangan BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Hasil Pengamatan Pengamatan dilakukan dengan mengamati kecambah benih merbau yang hidup yaitu dengan cara memperhatikan kotiledon yang muncul ke permukaan tanah. Pada tiap perlakuan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Perlakuan kadar air media (KAM) dan aplikasi paclobutrazol dimulai pada saat tanaman berumur 4 bulan (Gambar 1a) hingga tanaman berumur 6 bulan. Penelitian yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang disajikan dalam bab ini adalah pengamatan selintas dan pengamatan utama. 1.1. Pengamatan Selintas Pengamatan selintas merupakan pengamatan yang hasilnya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian bertempat di Laboratorium Fisiologi Hewan

BAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian bertempat di Laboratorium Fisiologi Hewan 28 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan penelitian bertempat di Laboratorium Fisiologi Hewan Jurusan Biologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. Penelitian ini

Lebih terperinci

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida,

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida, PEMBAHASAN PT National Sago Prima saat ini merupakan perusahaan satu-satunya yang bergerak dalam bidang pengusahaan perkebunan sagu di Indonesia. Pengusahaan sagu masih berada dibawah dinas kehutanan karena

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Penyimpanan Suhu Rendah Pepaya Varietas Sukma Rekapitulasi sidik ragam pada pepaya Varietas Sukma baik pada faktor tunggal maupun interaksinya dilihat pada Tabel 1. Faktor

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 21 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Intensitas Serangan Hama Penggerek Batang Padi (HPBP) Hasil penelitian tingkat kerusakan oleh serangan hama penggerek batang pada tanaman padi sawah varietas inpari 13

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Biji Buru Hotong Gambar biji buru hotong yang diperoleh dengan menggunakan Mikroskop Sterio tipe Carton pada perbesaran 2 x 10 diatas kertas millimeter blok menunjukkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan data dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah Dramaga, keadaan iklim secara umum selama penelitian (Maret Mei 2011) ditunjukkan dengan curah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian dilakukan dari April Juli 2007 bertepatan dengan akhir musim hujan, yang merupakan salah satu puncak masa pembungaan (Hasnam, 2006c), sehingga waktu penelitian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Pertumbuhan dan perkembangan stek pada awal penanaman sangat dipengaruhi oleh faktor luar seperti air, suhu, kelembaban dan tingkat pencahayaan di area penanaman stek.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penanaman dilakukan pada bulan Februari 2011. Tanaman melon selama penelitian secara umum tumbuh dengan baik dan tidak ada mengalami kematian sampai dengan akhir penelitian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Keadaan tanaman cabai selama di persemaian secara umum tergolong cukup baik. Serangan hama dan penyakit pada tanaman di semaian tidak terlalu banyak. Hanya ada beberapa

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi dan Pemuliaan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi dan Pemuliaan 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi dan Pemuliaan Tanaman Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro pada tanggal 27 Maret 2017-23 Mei

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. diameter 12 cm dan panjang 28 cm, dan bahan-bahan lain yang mendukung

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. diameter 12 cm dan panjang 28 cm, dan bahan-bahan lain yang mendukung BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat lebih kurang 25 meter di atas permukaan laut.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di dua tempat yaitu, di Laboratorium PKHT IPB, Baranangsiang untuk pengujian kadar air dan penyimpanan dengan perlakuan suhu kamar dan suhu rendah.

Lebih terperinci

Konservasi Kecambah Aren dan Dampaknya Terhadap Pertumbuhan Bibit Aren

Konservasi Kecambah Aren dan Dampaknya Terhadap Pertumbuhan Bibit Aren Konservasi Kecambah Aren dan Dampaknya Terhadap Pertumbuhan Bibit Aren YULIANUS R. MATANA 1) DAN ENDAH R. PALUPI 2) 1) Balai Penelitian Tanaman Palma Jalan Raya Mapanget, Kotak Pos 1004 Manado 95001 E-mail:

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilakukan dalam dua tahapan pelaksanaan, yaitu tahap kultur in vitro dan aklimatisasi. Tahap kultur in vitro dilakukan di dalam Laboratorium Kultur Jaringan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Benih kedelai dipanen pada dua tingkat kemasakan yang berbeda yaitu tingkat kemasakan 2 dipanen berdasarkan standar masak panen pada deskripsi masing-masing varietas yang berkisar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lahan penelitian yang digunakan merupakan lahan yang selalu digunakan untuk pertanaman tanaman padi. Lahan penelitian dibagi menjadi tiga ulangan berdasarkan ketersediaan

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1.

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1. IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahapan, yakni perbanyakan inokulum cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1. Perbanyakan inokulum

Lebih terperinci

Lampiran 1. Data persentase hidup (%) bibit A. marina dengan intensitas naungan pada pengamatan 1 sampai 13 Minggu Setelah Tanam (MST)

Lampiran 1. Data persentase hidup (%) bibit A. marina dengan intensitas naungan pada pengamatan 1 sampai 13 Minggu Setelah Tanam (MST) Lampiran 1. Data persentase hidup (%) bibit A. marina dengan intensitas naungan pada pengamatan 1 sampai 13 Minggu Setelah Tanam (MST) Perlakuan Persentase Hidup (%) 0% 100 25% 100 50% 100 75% 100 Total

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 15 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca dan laboratorium silvikultur Institut Pertanian Bogor serta laboratorium Balai Penelitian Teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman kakao (Theobroma cacao L) merupakan salah satu tanaman perkebunan yang sampai sekarang ini semakin meningkat, baik dari segi pengembangan maupun permintaan pasar.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman srikaya memiliki bentuk pohon yang tegak dan hidup tahunan.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman srikaya memiliki bentuk pohon yang tegak dan hidup tahunan. 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Srikaya (Annona squamosa L.). 2.1.1 Klasifikasi tanaman. Tanaman srikaya memiliki bentuk pohon yang tegak dan hidup tahunan. Klasifikasi tanaman buah srikaya (Radi,1997):

Lebih terperinci

I. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif. Hasil sidik ragam variabel pertumbuhan vegetatif tanaman yang meliputi tinggi

I. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif. Hasil sidik ragam variabel pertumbuhan vegetatif tanaman yang meliputi tinggi I. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Vegetatif Hasil sidik ragam variabel pertumbuhan vegetatif tanaman yang meliputi tinggi tanaman dan jumlah anakan menunjukkan tidak ada beda nyata antar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 2. Kondisi Pols (8 cm) setelah Penyimpanan pada Suhu Ruang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 2. Kondisi Pols (8 cm) setelah Penyimpanan pada Suhu Ruang HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Bahan Tanam Setelah Penyimpanan Penyimpanan bahan tanam dilakukan pada kondisi suhu yang berbeda dengan lama simpan yang sama. Kondisi yang pertama ialah suhu ruang yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daryanto ( 2013 ) mengemukakan bahwa Sistematika tanaman (taksonomi)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daryanto ( 2013 ) mengemukakan bahwa Sistematika tanaman (taksonomi) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taksonomi Tanaman Jagung Daryanto ( 2013 ) mengemukakan bahwa Sistematika tanaman (taksonomi) diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Sub

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Kondisi lingkungan tumbuh yang digunakan pada tahap aklimatisasi ini, sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan planlet Nepenthes. Tjondronegoro dan Harran (1984) dalam

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat 10 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilakukan di lahan sawah Desa Situgede, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor dengan jenis tanah latosol. Lokasi sawah berada pada ketinggian tempat 230 meter

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Sifat Fisik dan Mekanik Media Tanam Hasil pengujian sifat fisik dan mekanik media tanam pada penelitian ini berupa densitas partikel, kerapatan lindak dan porositas, tahanan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol (Gladiolus hybridus) berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol (Gladiolus hybridus) berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani dan Morfologi Tanaman Gladiol Gladiol (Gladiolus hybridus) berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti pedang sesuai dengan bentuk daunnya yang meruncing dan memanjang.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Rancangan Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Rancangan Percobaan 14 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di kebun percobaan Leuwikopo dan Laboratorium Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODA. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini hlaksanakan di Laboratorium Agronomi Fakultas Pertanian

BAHAN DAN METODA. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini hlaksanakan di Laboratorium Agronomi Fakultas Pertanian BAHAN DAN METODA Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini hlaksanakan di Laboratorium Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura Pontianak, dimulai pada tanggal 10 April 200 1 sampai dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Keadaan Umum Penelitian Tanah yang digunakan pada penelitian ini bertekstur liat. Untuk mengurangi kelembaban tanah yang liat dan menjadikan tanah lebih remah, media tanam

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE 10 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor dan Rumah Kaca Instalasi

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deskripsi Varietas TM 999 F1. mulai panen 90 hari

Lampiran 1. Deskripsi Varietas TM 999 F1. mulai panen 90 hari Lampiran 1. Deskripsi Varietas TM 999 F1 Golongan Bentuk tanaman Tinggi tanaman Umur tanaman : hibrida : tegak : 110-140 cm : mulai berbunga 65 hari mulai panen 90 hari Bentuk kanopi : bulat Warna batang

Lebih terperinci

Kata kunci : Umur pertumbuhan, Dipterocarpaceae, mersawa, Anisoptera costata Korth

Kata kunci : Umur pertumbuhan, Dipterocarpaceae, mersawa, Anisoptera costata Korth PERTUMBUHAN BIBIT MERSAWA PADA BERBAGAI TINGKAT UMUR SEMAI 1) Oleh : Agus Sofyan 2) dan Syaiful Islam 2) ABSTRAK Degradasi hutan Indonesia meningkat dari tahun ke tahun dalam dekade terakhir. Degradasi

Lebih terperinci

Hasil dan pembahasan. A. Pertumbuhan tanaman. maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan

Hasil dan pembahasan. A. Pertumbuhan tanaman. maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan IV. Hasil dan pembahasan A. Pertumbuhan tanaman 1. Tinggi Tanaman (cm) Ukuran tanaman yang sering diamati baik sebagai indikator pertumbuhan maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu mempunyai banyak nama daerah, di antaranya adalah ketela pohon,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu mempunyai banyak nama daerah, di antaranya adalah ketela pohon, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Ubi kayu: Taksonomi dan Morfologi Ubi kayu mempunyai banyak nama daerah, di antaranya adalah ketela pohon, singkong, ubi jenderal, ubi inggris, telo puhung, kasape, bodin,

Lebih terperinci

Dalam suatu tumbuhan yang mengalami perkecambahan terdapat: Planula : ujung batang yang akan menjadi sepasang daun, daun lembaga kotiledon kotiledon

Dalam suatu tumbuhan yang mengalami perkecambahan terdapat: Planula : ujung batang yang akan menjadi sepasang daun, daun lembaga kotiledon kotiledon PERKECAMBAHAN 1. Pengertian Perkecambahan merupakan proses metabolism biji hingga dapat menghasilkan pertumbuhan dari komponen kecambah (plumula dan radikal). Definisi perkecambahan adalah jika sudah dapat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Perkecambahan benih kopi A. Hasil Untuk mengetahui pengaruh media tanam terhadap perkecambahan benih kopi, dilakukan pengamatan terhadap dua variabel yaitu daya berkecambah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 21 hari setelah tanam. Sedangkan analisis pengaruh konsentrasi dan lama perendaman

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 21 hari setelah tanam. Sedangkan analisis pengaruh konsentrasi dan lama perendaman BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman Ektrak Bawang Merah (Allium cepa L.) Terhadap Persentase Daya Berkecambah Benih Kakao (Theobroma cacao L.) Pengamatan persentase

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Margahayu Lembang Balai Penelitian Tanaman Sayuran 1250 m dpl mulai Juni 2011 sampai dengan Agustus 2012. Lembang terletak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pohon merbau darat telah diklasifikasikan secara taksonomi sebagai berikut

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pohon merbau darat telah diklasifikasikan secara taksonomi sebagai berikut 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Merbau Darat 1. Deskripsi Ciri Pohon Pohon merbau darat telah diklasifikasikan secara taksonomi sebagai berikut (Martawijaya dkk., 2005). Regnum Subregnum Divisi Kelas Famili

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Darmaga pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan hasil analisis tanah di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Institut Pertanian Bogor, tanah yang digunakan sebagai media tumbuh dikategorikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di lokasi pembibitan CV. TAIDU Kecamatan Alor

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di lokasi pembibitan CV. TAIDU Kecamatan Alor 33 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di lokasi pembibitan CV. TAIDU Kecamatan Alor Barat Daya, Kab. Alor-NTT. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Oktober 2011 sampai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tomat termasuk tanaman semusim Ordo Solanales, family solanaceae,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tomat termasuk tanaman semusim Ordo Solanales, family solanaceae, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Tanaman Tomat Tanaman tomat termasuk tanaman semusim Ordo Solanales, family solanaceae, genus Lycopersicon, spesies Lycopersicon esculentum Mill. Tomat sangat bermanfaat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Penelitian dilakukan pada bulan April sampai dengan Juli 2013. Pada awal penanaman sudah memasuki musim penghujan sehingga mendukung pertumbuhan tanaman. Penyiraman

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4.1. Tinggi Tanaman BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Data hasil analisis ragam dan uji BNT 5% tinggi tanaman disajikan pada Tabel 1 dan Lampiran (5a 5e) pengamatan tinggi tanaman dilakukan dari 2 MST hingga

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 13 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB, Dramaga, Bogor untuk pengujian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Kelapa sawit termasuk tanaman monokotil yang secara taksonomi diklasifikasikan ke dalam ordo Palmales, Famili Palmae, Subfamili Cocoidae,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih serta Laboratorium Pasca Panen, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian

Lebih terperinci

Lampiran 4. Deskripsi Varietas TM 999 F1. mulai panen 90 HST

Lampiran 4. Deskripsi Varietas TM 999 F1. mulai panen 90 HST Lampiran 4. Deskripsi Varietas TM 999 F1 Golongan : hibrida Bentuk tanaman : tegak Tinggi tanaman : 110-140 cm Umur tanaman : mulai berbunga 65 HST mulai panen 90 HST Bentuk kanopi : bulat Warna batang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian berlangsung dari bulan Mei 2011 sampai bulan Juli 2011 di lahan Pembibitan Kebun Percobaan Cikabayan, IPB Darmaga. Penelitian diawali dengan pemilihan pohon

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Data penelitian yang diperoleh pada penelitian ini berasal dari beberapa parameter pertumbuhan anakan meranti merah yang diukur selama 3 bulan. Parameter yang diukur

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENELITIAN. dan produksi kacang hijau, dan kedua produksi kecambah kacang hijau.

PELAKSANAAN PENELITIAN. dan produksi kacang hijau, dan kedua produksi kecambah kacang hijau. 21 PELAKSANAAN PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan dengan 2 (dua) tahap, pertama pertumbuhan dan produksi kacang hijau, dan kedua produksi kecambah kacang hijau. Tahap I. Pengujian Karakter Pertumbuhan

Lebih terperinci

HIDROPONIK SUBSTRAT TOMAT DENGAN BERAGAM UKURAN DAN KOMPOSISI SERAT BATANG AREN. Dwi Harjoko Retno Bandriyati Arniputri Warry Dian Santika

HIDROPONIK SUBSTRAT TOMAT DENGAN BERAGAM UKURAN DAN KOMPOSISI SERAT BATANG AREN. Dwi Harjoko Retno Bandriyati Arniputri Warry Dian Santika HIDROPONIK SUBSTRAT TOMAT DENGAN BERAGAM UKURAN DAN KOMPOSISI SERAT BATANG AREN Dwi Harjoko Retno Bandriyati Arniputri Warry Dian Santika LIMBAH SERAT BATANG AREN SEBAGAI SUBSTRAT ORGANIK PADA HIDROPONIK

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian Pengaruh Lot Benih dan Kondisi Tingkat Kadar Air Benih serta Lama Penderaan pada PCT terhadap Viabilitas

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian Pengaruh Lot Benih dan Kondisi Tingkat Kadar Air Benih serta Lama Penderaan pada PCT terhadap Viabilitas 16 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Laboratorium Hortikultura dan rumah kaca Kebun Percobaan Cikabayan, IPB Darmaga. Penelitian ini

Lebih terperinci

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan di Laboratorium dan Lahan Percobaan Fakultas

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan di Laboratorium dan Lahan Percobaan Fakultas III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium dan Lahan Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan dilaksanakan pada bulan Juli

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. setelah beras. Selain itu juga digunakan sebagai pakan ternak dan bahan baku

I. PENDAHULUAN. setelah beras. Selain itu juga digunakan sebagai pakan ternak dan bahan baku I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung di Indonesia merupakan bahan pangan penting sumber karbohidrat kedua setelah beras. Selain itu juga digunakan sebagai pakan ternak dan bahan baku industri.

Lebih terperinci

Lampiran 1. Bagan Penelitian. Letak tanaman dalam plot. Universitas Sumatera Utara P3M2. P0M2 1,5 m P2M0 P0M3 P1M1 P2M2 P0M3. 1,5 m P3M1 P0M1 P2M0

Lampiran 1. Bagan Penelitian. Letak tanaman dalam plot. Universitas Sumatera Utara P3M2. P0M2 1,5 m P2M0 P0M3 P1M1 P2M2 P0M3. 1,5 m P3M1 P0M1 P2M0 57 Lampiran 1. Bagan Penelitian P3M3 P2M3 P3M2 Letak tanaman dalam plot P1M0 P1M2 P0M2 1,5 m P2M1 P3M3 P2M0 P2M2 P0M3 P1M1 P3M2 P3M2 P0M3 P2M0 P3M1 P0M1 1,5 m P3M0 P0M0 P2M3 P3M1 P1M1 P2M1 P0M2 P2M1 P1M0

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per

HASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa kombinasi pupuk Urea dengan kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per tanaman, jumlah buah per tanaman dan diameter

Lebih terperinci

MENGAMATI PERTUMBUHAN BIJI KACANG HIJAU

MENGAMATI PERTUMBUHAN BIJI KACANG HIJAU MENGAMATI PERTUMBUHAN BIJI KACANG HIJAU 05115011 Rodiyah TUGAS TIK UNIVERSITAS NAROTAMA SURABAYA 2015 http://narotama.ac.id PERCOBAAN PERTUMBUHAN PERKECAMBAHAN Tujuan : Untuk membandingkan pertumbuhan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini berlangsung di kebun manggis daerah Cicantayan Kabupaten Sukabumi dengan ketinggian 500 700 meter di atas permukaan laut (m dpl). Area penanaman manggis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kingdom : Plantae, Divisio : Spermatophyta, Subdivisio : Angiospermae,

TINJAUAN PUSTAKA. Kingdom : Plantae, Divisio : Spermatophyta, Subdivisio : Angiospermae, TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman aren menurut klasifikasi tanaman dimasukkan dalam Kingdom : Plantae, Divisio : Spermatophyta, Subdivisio : Angiospermae, Kelas : Monocotyledonae, Ordo : Spadicitlorae,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Konsentrasi Air Kelapa (Cocos nucifera) terhadap Viabilitas Rosella Merah (Hibiscus sabdariffa var. sabdariffa) Berdasarkan hasil analisis (ANAVA) pada lampiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan nama latin Syzygium aromaticum atau Eugenia aromaticum. Tanaman

BAB I PENDAHULUAN. dengan nama latin Syzygium aromaticum atau Eugenia aromaticum. Tanaman BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Cengkeh adalah tumbuhan asli Maluku, Indonesia. Cengkeh dikenal dengan nama latin Syzygium aromaticum atau Eugenia aromaticum. Tanaman asli Indonesia ini tergolong

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Padi Tanaman padi merupakan tanaman tropis, secara morfologi bentuk vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun berbentuk pita dan berbunga

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Greenhouse Jurusan Bioloi Fakultas Sains dan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Greenhouse Jurusan Bioloi Fakultas Sains dan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Greenhouse Jurusan Bioloi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, pada bulan Maret

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Alat dan Bahan Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Alat dan Bahan Metode Percobaan 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di Kebun Jagung University Farm IPB Jonggol, Bogor. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Tanah, Departemen Tanah, IPB. Penelitian

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pertumbuhan bibit saninten

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pertumbuhan bibit saninten BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara perlakuan pemberian pupuk akar NPK dan pupuk daun memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE

III. MATERI DAN METODE III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Agronomi dan lahan percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan kering, Desa Gading PlayenGunungkidul Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian Tanaman salak yang digunakan pada penelitian ini adalah salak pondoh yang ditanam di Desa Tapansari Kecamatan Pakem Kabupaten Sleman Yogyakarta.

Lebih terperinci