BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut ASHRAE (American Society of Heating, Refrigerating and

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

KAJIAN KENYAMANAN TERMAL RUANG KULIAH PADA GEDUNG SEKOLAH C LANTAI 2 POLITEKNIK NEGERI SEMARANG

EVALUASI KENYAMANAN TERMAL RUANGAN KELAS DI SDN BERDASARKAN INDEKS PMV DAN PPD SKRIPSI OLEH MELIANA

BAB I PENDAHULUAN. Bagian ini terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah dan sistematika penulisan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PREDIKSI KENYAMANAN TERMAL DENGAN PMV DI SMK 1 WONOSOBO

EVALUASI KENYAMANAN TERMAL RUANG KELAS MAHASISWA (STUDI KASUS RUANG KELAS 303 JURUSAN TEKNIK MESIN UNS)

BAB I PENDAHULUAN. Annis & McConville (1996) dan Manuaba (1999) dalam Tarwaka (2004)

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisi latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, serta sistematika penulisan laporan.

Seminar Nasional IENACO ISSN:

EVALUASI KENYAMANAN TERMAL RUANG SEKOLAH SMA NEGERI DI KOTA PADANG

Gambar 1.1 Suhu dan kelembaban rata-rata di 30 provinsi (BPS, 2014)

BAB V KESIMPULAN UMUM

STUDI TINGKAT KENYAMANAN TERMAL RUANG TAMU KOMPLEK PERUMAHAN SERDANG RESIDENCE MEDAN SKRIPSI OLEH HENDRA

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

PMV (PREDICTED MEAN VOTE) SEBAGAI THERMAL INDEX

Pathologi Bangunan dan Gas Radon Salah satu faktor paling populer penyebab terganggunya kesehatan manusia yang berdiam

KAJIAN KENYAMANAN TERMAL PADA BANGUNAN STUDENT CENTER ITENAS BANDUNG

BAB II LANDASAN TEORITIS. Kenyamanan dan perasaan nyaman adalah penilaian komprehensif

KENYAMANAN TERMAL GEDUNG SETDA KUDUS

NILAI PREDICTED MEAN VOTE (PMV) PADA BANGUNAN DENGAN SISTEM PERKONDISIAN UDARA CAMPURAN (Studi Kasus: Gereja Katedral Semarang)

PENGHAWAAN DALAM BANGUNAN. Erick kurniawan Harun cahyono Muhammad faris Roby ardian ipin

Identifikasi Pengaruh Material Bangunan Terhadap Kenyamanan Termal (Studi kasus bangunan dengan material bambu dan bata merah di Mojokerto)

Cut Nuraini/Institut Teknologi Medan/

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Sebagai strategi passive cooling dengan prinsip ventilasi, strategi night

KENYAMANAN TERMAL SELAMA PERSALINAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Seiring dengan semakin meningkatnya jumlah populasi manusia di Jakarta,

Bab 14 Kenyamanan Termal. Kenyaman termal

KARAKTER KENYAMANAN THERMAL PADA BANGUNAN IBADAH DI KAWASAN KOTA LAMA, SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

ANALISIS KENYAMANAN TERMAL PADA BANGUNAN HIJAU GEDUNG KEMENTRIAN PEKERJAAN UMUM

Pengaruh Desain Fasade Bangunan terhadap Kondisi Pencahayaan Alami dan Kenyamanan Termal

Seminar Nasional IENACO ISSN:

BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA

RESORT DENGAN FASILITAS MEDITASI ARSITEKTUR TROPIS BAB III TINJAUAN KHUSUS. 3.1 Latar Belakang Pemilihan Tema. 3.2 Penjelasan Tema

INFO TEKNIK Volume 9 No. 1, Juli 2008 (36-42)

BAB III KAJIAN PUSTAKA. Kajian yang akan dilakukan pada pemahaman judul Desain Arsitektur. Tropis dalam Kaitannya dengan Kenyamanan Thermal pada Rumah

PENGARUH PEMASANGAN EXHAUST FAN DI RUANG KELAS 3.8 FAKULTAS TEKNIK UNTIRTA TERHADAP KENYAMANAN THERMAL YANG DIHASILKAN

Iklim, karakternya dan Energi. Dian P.E. Laksmiyanti, S.T, M.T

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

REDESAIN RUSUNAWA MAHASISWA PADA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO DENGAN PENDEKATAN KENYAMANAN TERMAL

PENERUSAN PANAS PADA DINDING GLAS BLOK LOKAL

ASPEK SAINS ARSITEKTUR PADA PRINSIP FENG SHUI

PENGARUH LUASAN BUKAAN TERHADAP KENYAMANAN TERMAL RUANG KELAS SISWA PADA BANGUNAN SD NEGERI SUDIRMAN 1 KOTA MAKASSAR

PEMANFAATAN POTENSI ANGIN BAGI VENTILASI ALAMI GEDUNG BARU FAKULTAS KEDOKTERAN UMS

Pengaruh Bukaan terhadap Kenyamanan Termal Siswa pada Bangunan SMP N 206 Jakarta Barat

Kuliah Terbuka Jurusan Arsitektur, Universitas Soegrijapranata, Semarang, 9 Nopember 1996

EFEKTIVITAS VENTILASI BAWAH TERHADAP KENYAMANAN DAN PMV (PREDICTED MEAN VOTE) PADA GEREJA KATEDRAL, SEMARANG

berfungsi sebagai tempat pertukaran udara dan masuknya cahaya matahari. 2) Cross Ventilation, yang diterapkan pada kedua studi kasus, merupakan sistem

ANTISIPASI ARSITEK DALAM MEMODIFIKASI IKLIM MELALUI KARYA ARSITEKTUR

ASPEK KENYAMANAN TERMAL PADA PENGKONDISIAN RUANG DALAM

PERSEPSI TINGKAT KENYAMANAN TERMAL RUANG LUAR PADA RUANG PUBLIK (STUDI KASUS : TAMAN KOTA I GUSTI NGURAH MADE AGUNG)

DEPARTEMEN TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Hermawan Dosen Teknik Arsitektur Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer UNSIQ Wonosobo

LAMPIRAN 1 PERAN ENERGI DALAM ARSITEKTUR

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung di dalam kelas merupakan usaha sadar dan terencana untuk

ANALISIS KENYAMANAN TERMAL PADA RUMAH DIATAS PANTAI TROPIS LEMBAB Studi Kasus Rumah Atas Pantai Desa Kima Bajo, Kabupaten Minahasa Utara

BAB IV ANALISA STUDI KASUS

STUDI KENYAMANAN TERMAL RUANG KELAS TK TUNAS MUDA X IKKT JAKARTA BARAT

Pengaruh Bukaan Terhadap Kenyamanan Termal Pada Ruang Hunian Rumah Susun Aparna Surabaya

SAINS ARSITEKTUR II Iklim (Tropis Basah) & Problematika Arsitektur

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar pekerja dan yang

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia terletak pada 6 08 LU sampai LS sehingga memiliki

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi tingkat kenyamanan termal manusia terhadap ruang (Frick, 2007:

Kenyamanan Termal Ruang Kelas di Sekolah Tingkat SMA Banjarmasin Timur

BAB III PERMASALAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN. menurunkan nilai koefisien kecepatan udara (blocking effect) dalam ruang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Kenyamanan dan Lingkungan Termal pada Ruang Kuliah dengan Ventilasi Alami (Studi Kasus: Kampus II Fakultas Teknik Unhas Gowa)

Indeks Suhu Bola Basah (ISBB)/WBGT (Wet Bulb Globe Temperature Index)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. 4.1 Evaluasi atap bangunan studi kasus terhadap nilai RTTV

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS TEMPERATUR DAN ALIRAN UDARA PADA SISTEM TATA UDARA DI GERBONG KERETA API PENUMPANG KELAS EKONOMI DENGAN VARIASI BUKAAN JENDELA

PMV (PREDICTED MEAN VOTE) SEBAGAI THERMAL INDEX

9/17/ KALOR 1

PENGARUH IKLIM DALAM PERANCANGAN ARSITEKTUR

BAB I PENDAHULUAN. manfaat, daya kerja) dari sesuatu, kecil dengan bentuk (rupa) persis seperti yang ditiru,

BAB 1 PENDAHULUAN. letaknya ini, matahari dapat bersinar di wilayah Indonesia selama 12 jam per

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering

BAB III PERANCANGAN.

BAB I PENDAHULUAN. ruangan. Untuk mencapai kinerja optimal dari kegiatan dalam ruangan tersebut

lib.archiplan.ugm.ac.id

Adaptasi Gedung Museum Kota Makassar Terhadap Iklim Tropis Lembab

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAGIAN III PRINSIP-PRINSIP ESTIMASI BEBAN PENDINGIN TATA UDARA

BAB I PENDAHULUAN. daerah perkotaan adalah efek dari kondisi iklim artifisial, yang terjadi pada

BAB III PERENCANAAN, PERHITUNGAN BEBAN PENDINGIN, DAN PEMILIHAN UNIT AC

SIMULASI PENERANGAN ALAM BANGUNAN PENDIDIKAN

Perbandingan Perhitungan OTTV dan RETV Gedung Residensial Apartement.

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kenyamanan Termal 2.1.1 Definisi Kenyamanan Termal Kenyamanan termal merupakan suatu kondisi dari pikiran manusia yang menunjukkan kepuasan dengan lingkungan termal (Nugroho, 2011). Menurut Karyono (2001), kenyamanan dalam kaitannya dengan bangunan dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana dapat memberikan perasaan nyaman dan menyenangkan bagi penghuninya. Kenyamanan termal merupakan suatu keadaan yang berhubungan dengan alam yang dapat mempengaruhi manusia dan dapat dikendalikan oleh arsitektur (Snyder, 1989). Sementara itu, menurut Mclntyre (1980), manusia dikatakan nyaman secara termal ketika ia tidak merasa perlu untuk meningkatkan ataupun menurunkan suhu dalam ruangan. Olgyay (1963) mendefinisikan zona kenyamanan sebagai suatu zona dimana manusia dapat mereduksi tenaga yang harus dikeluarkan dari tubuh dalam mengadaptasikan dirinya terhadap lingkungan sekitarnya. Menurut ASHRAE (2009), kenyamanan termal adalah suatu kondisi dimana ada kepuasan terhadap keadaan termal di sekitarnya. 2.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kenyamanan Termal Menurut Fanger (1982), kenyamanan termal mengacu pada tingkat metabolisme manusia yang dipengaruhi oleh kegiatan, insulasi pakaian, temperatur udara, kelembaban, kecepatan angin, dan intensitas cahaya. Sementara itu menurut Humphreys dan Nicol (2002), ada dua kelompok variabel yang mempengaruhi kenyamanan termal, yaitu yang pertama adalah variabel fisiologis atau pribadi manusia itu sendiri yang meliputi metabolisme tubuh, pakaian yang dikenakan, dan aktivitas yang dilakukan, dan yang kedua adalah variabel iklim yang meliputi temperatur udara, kecepatan angin, kelembaban, dan radiasi. 5

6 Menurut Auliciems dan Szokolay (2007), kenyamanan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni temperatur udara, pergerakan angin, kelembaban udara, radiasi, faktor subyektif, seperti metabolisme, pakaian, makanan dan minuman, bentuk tubuh, serta usia dan jenis kelamin. Faktor faktor yang mempengaruhi kenyamanan termal yaitu, temperatur udara, temperatur radiant, kelembaban udara, kecepatan angin, insulasi pakaian, serta aktivitas. a. Temperatur udara Temperatur udara merupakan salah satu faktor yang paling dominan dalam menentukan kenyamanan termal. Satuan yang digunakan untuk temperatur udara adalah Celcius, Fahrenheit, Reamur, dan Kelvin. Manusia dikatakan nyaman apabila suhu tubuhnya sekitar 37%. Temperatur udara antara suatu daerah dengan daerah lainnya sangat berbeda. Hal ini disebabkan adanya beberapa faktor, seperti sudut datang sinar matahari, ketinggian suatu tempat, arah angin, arus laut, awan, dan lamanya penyinaran. b. Temperatur radiant Temperatur radiant adalah panas yang berasal dari radiasi objek yang mengeluarkan panas, salah satunya yaitu radiasi matahari. c. Kelembaban udara Kelembaban udara merupakan kandungan uap air yang ada di dalam udara, sedangkan kelembaban relatif adalah rasio antara jumlah uap air di udara dengan jumlah maksimum uap air dapat ditampung di udara pada temperatur tertentu. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kelembaban udara, yakni radiasi matahari, tekanan udara, ketinggian tempat, angin, kerapatan udara, serta suhu. d. Kecepatan angin Kecepatan angin adalah kecepatan aliran udara yang bergerak secara mendatar atau horizontal pada ketinggian dua meter di atas tanah. Kecepatan angin dipengaruhi oleh karakteristik permukaan yang dilaluinya. Adapun faktorfaktor yang mempengaruhi kecepatan angin (Resmi, 2010), antara lain berupa gradien barometris, lokasi, tinggi lokasi, dan waktu.

7 e. Insulasi Pakaian Jenis dan bahan pakaian yang dikenakan juga dapat mempengaruhi kenyamanan termal. Salah satu cara manusia untuk dapat beradaptasi dengan keadaan termal di lingkungan sekitarnya adalah dengan cara berpakaian. Misalnya, mengenakan pakaian tipis di musim panas dan pakaian tebal di musim dingin. Pakaian juga dapat mengurangi pelepasan panas tubuh. f. Aktivitas Aktivitas yang dilakukan manusia akan meningkatkan metabolisme tubuhnya. Semakin tinggi intensitas aktivitas yang dilakukan, maka semakin besar pula peningkatan metabolisme yang terjadi di dalam tubuh, sehingga makin besar energi dan panas yang dikeluarkan. Adapun faktor-faktor lain yang mempengaruhi kenyamanan termal ruangan dari segi arsitektural (Latifah, N.L., Harry Perdana, Agung Prasetya, dan Oswald P.M. Siahaan, 2013), yakni : a. Desain Bangunan Pada iklim tropis, fasad bangunan yang berorientasi Timur-Barat merupakan bagian yang paling banyak terkena radiasi matahari (Mangunwijaya, 1980). Oleh karena itu, bangunan dengan orientasi ini cenderung lebih panas dibandingkan dengan orientasi lainnya. Selain orientasi terhadap matahari, orientasi terhadap arah angin juga dapat mempengaruhi kenyamanan termal, karena orientasi tersebut dapat mempengaruhi laju angin ke dalam ruangan (Boutet, 1987) (Gambar 2.1). Dimensi dan bentuk dari suatu bangunan juga dapat mempengaruhi lebar bayangan angin (Boutet, 1987) (Gambar 2.2). Gambar 2.1 Orientasi bangunan persegi terhadap arah angin (Boutet, 1987 dalam Latifah, Latifah, N.L., Harry Perdana, Agung Prasetya, dan Oswald P.M. Siahaan, 2013)

8 Gambar 2.2 Pengaruh dimensi dan bentuk dari bangunan terhadap ukuran bayangan angin (Boutet, 1987 dalam Latifah, N.L., Harry Perdana, Agung Prasetya, dan Oswald P.M. Siahaan, 2013) Radiasi panas matahari masuk melalui proses konduksi pada material bangunan (Latifah, N.L., Harry Perdana, Agung Prasetya, dan Oswald P.M. Siahaan, 2013). Panas tersebut dapat masuk ke dalam ruangan melalui dinding, atap, ataupun kaca jendela (Tabel 2.1). Perletakan massa bangunan yang berpola seperti papan catur akan membuat aliran udara lebih merata. Perletakan massa bangunan yang berpola sejajar akan menciptakan pola lompatan aliran udara yang tidak biasa dengan kantung turbulensinya(boutet, 1987 dalam Latifah, N.L., Harry Perdana, Agung Prasetya, dan Oswald P.M. Siahaan, 2013) (Gambar 2.3). Tabel 2.1 Transmitan konstruksi pada dinding bangunan (Latifah, N.L., Harry Perdana, Agung Prasetya, dan Oswald P.M. Siahaan, 2013) Transmitan, U NO. Tipe Konstruksi (W/m 2 Deg o C) 1. Batu bata diplester kedua sisi, tebal 144 mm 3,24 2. Batu bata tidak diplester, tebal 228 mm 2,67 3. Batu bata diplester kedua sisi, tebal 228 mm 2,44 4. Beton padat biasa, tebal 152 mm 3,58

9 Gambar 2.3 Pengaruh perletakan massa bangunan terhadap aliran udara (Boutet, 1987 dalam Latifah, Latifah, N.L., Harry Perdana, Agung Prasetya, dan Oswald P.M. Siahaan, 2013) b. Desain Bukaan Perletakan dan orientasi inlet berada pada zona bertekanan positif, sedangkan outlet berada pada zona bertekanan negatif. Inlet dapat mempengaruhi kecepatan dan pola aliran udara di dalam ruangan, sedangkan pengaruh outlet hanya pengaruh kecil saja (Mclaragno, Michele, 1982 dalam Latifah, N.L., Harry Perdana, Agung Prasetya, dan Oswald P.M. Siahaan, 2013) (Gambar 2.4). Bukaan berfungsi untuk mengalirkan udara ke dalam ruangan dan mengurangi tingkat kelembaban di dalam ruangan. Bukaan yang baik harus terjadi cross ventilation, sehingga udara dapat masuk dan keluar ruangan (Gambar 2.5). Gambar 2.4 Pengaruh perletakan dan orientasi bukaan terhadap angin(sumber: Melaragno, Michele, 1982, dalam Latifah, Latifah, N.L., Harry Perdana, Agung Prasetya, dan Oswald P.M. Siahaan, 2013) Gambar 2.5 Pengaruh lokasi bukaan terhadap pola aliran udara dalam ruang (Sumber: Melaragno, Michele, 1982, dalam Latifah, Latifah, N.L., Harry Perdana, Agung Prasetya, dan Oswald P.M. Siahaan, 2013) Semakin besar perbandingan luas outlet terhadap inlet, maka kecepatan angin di dalam ruangan lebih tinggi sehingga ruangan lebih sejuk (Latifah, N.L.,

10 Harry Perdana, Agung Prasetya, dan Oswald P.M. Siahaan, 2013). Tipe bukaan yang berbeda akan memberikan sudut pengarah yang berbeda pula dalam menentukan arah gerak udara dalam ruang (Gambar 2.6). Gambar 2.6 Tipe bukaan (Sumber: Beckett, 1974 dalam Latifah, Latifah, N.L., Harry Perdana, Agung Prasetya, dan Oswald P.M. Siahaan, 2013) c. Pengaruh Luar Perletakan vegetasi di area sekitar bangunan dapat mengurangi radiasi panas matahari ke bangunan baik secara langsung maupun tidak langsung. Menurut White R.F (dalam Egan, 1975 dalam Latifah, N.L., Harry Perdana, Agung Prasetya, dan Oswald P.M. Siahaan, 2013), semakin jauh jarak pohon dari suatu bangunan, maka pergerakan udara di dalam bangunan yang tercipta akan menjadi lebih baik (Gambar 2.7). Gambar 2.7 Jarak pohon terhadap bangunan dan pengaruhnya terhadap ventilasi alami (Sumber: Egan, 1975 dalam Latifah, Latifah, N.L., Harry Perdana, Agung Prasetya, dan Oswald P.M. Siahaan, 2013) d. Pelindung Terhadap Radiasi Matahari Apabila orientasi bangunan harus Timur Barat, maka jendela-jendela yang berada di sisi ini harus dilindungi dari radiasi panas dan dari efek silau yang muncul pada saat sudut matahari rendah yang dapat mengganggu aktivitas di dalam ruangan. Berikut ini adalah elemen arsitektur yang sering digunakan sebagai pelindung terhadap radiasi matahari (solar shading devices) (Gambar 2.8).

11 Gambar 2.8 Jenis - jenis solar shading devices sebagai pelindung terhadap radiasi matahari (Sumber: http://www.bembook.ibpsa.us/index.php?title=solar_shading) 2.1.3 Standar Kenyamanan Termal Lippsmeier (1997) menyatakan bahwa batas kenyamanan untuk kondisi khatulistiwa berkisar antara 19 C TE-26 C TE dengan pembagian berikut: Suhu 26 C TE : Umumnya penghuni sudah mulai berkeringat. Suhu 26 C TE 30 C TE : Daya tahan dan kemampuan kerja penghuni mulai menurun. Suhu 33,5 C TE 35,5 C TE : Kondisi lingkungan mulai sukar. Suhu 35 C TE 36 C TE : Kondisi lingkungan tidak memungkinkan lagi. Temperatur dalam ruangan yang sehat berdasarkan MENKES NO.261/MENKES/SK/II/1998 adalah temperatur ruangan yang berkisar antara 18 C-26 C. Selain itu, berdasarkan standar yang ditetapkan oleh SNI 03-6572- 2001, ada tingkatan temperatur yang nyaman untuk orang Indonesia atas tiga bagian yang dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut.

12 Tabel 2.2 Batas kenyamanan termal menurut SNI 03-6572-2001 Temperatur Efektif (TE) Kelembaban / RH (%) Sejuk Nyaman Ambang Atas 20,5 C TE 22,8 C TE 24 C TE 50% 80% Nyaman Optimal Ambang Atas 22,8 C TE 25,8 C TE 28 C TE 70% Hangat Nyaman Ambang Atas 25,8 C TE 27,1 C TE 31 C TE 60% Temperatur Efektif tidak sama dengan Suhu Tabung Kering yang ditunjukkan oleh termometer. Temperatur Efektif (TE) sudah menggabungkan faktor faktor berupa temperatur udara, kelembaban udara relatif (RH), kecepatan udara (V) serta radiasi yang didapat dengan menggunakan panduan diagram psikometrik (Gambar 2.9). Gambar 2.9 Diagram Psikometrik (Sumber: Lippsmeier, 1997)

13 2.2 Kenyamanan Termal di Dalam Ruangan Kelas 2.2.1 Standar Ruangan Kelas untuk Tingkat Pendidikan Dasar Berdasarkan Permendiknas No. 24 Tahun 2007, ada beberapa ketentuan untuk ruangan kelas untuk tingkat pendidikan dasar, yaitu kapasitas maksimum siswa di dalam kelas adalah 28 orang, dimana rasio minimum luas ruang kelas adalah 2 m 2 /siswa. Namun, menurut aplikasi Dapodik yang terbaru, kapasitas maksimum siswa di dalam kelas adalah 32 orang dan minimumnya adalah 20 orang. Hal ini mungkin terjadi karena beberapa ruang kelas sudah mengalami perluasan dan pertimbangan mengenai sirkulasi siswa di dalam ruangan. 2.2.2 Hubungan Antara Kenyamanan Termal di Dalam Kelas dengan Kinerja Belajar Siswa Menurut Karimpanah (2007) dalam Foong (2008), kenyamanan termal dan kualitas udara dalam ruangan kelas yang baik dapat memberi pengaruh positif tidak hanya pada kesehatan para siswa di dalamnya tetapi juga dapat membantu meningkatkan konsentrasi dan kinerja belajar siswa. Ketidakpuasan secara termal seperti ruangan kelas yang terasa panas atau dingin dapat diasosiasikan ke dalam stress fisik (secara termal) dan dapat menyebabkan para siswa di dalamnya menjadi sakit atau kurang berkonsentrasi (Paulo, 2004 dalam Foong, 2008). Oleh karena itu, kenyamanan termal di dalam kelas penting untuk diperhatikan karena kepadatan siswa yang tinggi di dalam kelas dapat memberi pengaruh negatif terhadap kinerja belajar siswa (Foong, 2008). 2.3 Kenyamanan Termal Pada Manusia 2.3.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kenyamanan Termal Pada Manusia Menurut Levin (1995), tingkat kenyamanan termal pada manusia berbedabeda, sehingga tidak mungkin membuat semua orang merasa nyaman sesuai dengan tingkat kenyamanan termal masing-masing orang. Hal ini merupakan tantangan bagi arsitek, insinyur, dan operator bangunan adalah untuk merancang dan memelihara bangunan dengan kondisi kenyamanan termal yang hanya

14 sebagian kecil saja penghuni yang merasa tidak nyaman. Para desainer harus menentukan rentang kondisi termal yang dapat diterima dan kemudian memutuskan bagaimana untuk mempertahankan kondisi tersebut. Dalam menentukan rentang yang dapat diterima, penting untuk mengetahui berapa banyak penghuni yang akan merasa tidak nyaman pada setiap suhu tertentu dan berapa banyak akan merasa tidak nyaman bahkan pada suhu optimal. Faktorfaktor yang mempengaruhi kenyamanan termal pada manusia dibagi menjadi tiga faktor utama (Auliciems dan Szokolay, 2007), yaitu : a. Lingkungan Kenyamanan termal di lingkungan sekitar manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu temperatur udara, pergerakan angin, kelembaban, serta radiasi. Temperatur udara merupakan faktor lingkungan yang paling penting. Temperatur ini merupakan temperatur udara kering (dry bulb temperature) yang akan menentukan penyaluran panas bersama dengan pergerakan udara. Pergerakan udara yang diukur dengan kecepatannya (v, dalam m/s) dapat membantu agar permukaan tubuh dapat beradaptasi terhadap kenaikan suhu lebih cepat dan mempengaruhi penguapan air dari kulit, sehingga memberikan efek pendinginan. Kelembaban udara juga mempengaruhi tingkat penguapan. Hal ini dapat dinyatakan dengan kelembaban relatif (RH,%). Pertukaran radiasi akan bergantung pada suhu rata-rata dari permukaan sekitarnya, yang disebut sebagai suhu radiasi rata-rata (MRT) atau adanya radiasi satu arah yang kuat, misalnya dari matahari. b. Individu Setiap manusia mengeluarkan panas. Panas yang keluar dari dalam tubuh manusia dipengaruhi oleh tingkat metabolisme tubuh dan jenis pakaian yang dikenakan. Tingkat metabolisme merupakan panas yang dihasilkan di dalam tubuh selama beraktivitas. Semakin banyak melakukan aktivitas fisik, semakin banyak panas yang dihasilkan. Semakin banyak panas yang dihasilkan tubuh, semakin banyak panas yang perlu dihilangkan agar tubuh tidak mengalami overheat. Metabolisme diukur dalam MET (dimana 1 MET=58 W/m 2 ). Manusia dewasa normal memiliki luas permukaan tubuh 1,7 m 2, dan orang

15 dalam kenyamanan termal dengan tingkat aktivitas 1 MET akan memiliki heat loss kira-kira 100 W. Untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat, pengukuran tingkat metabolisme tubuh sebaiknya dilakukan paling lama 1 jam terakhir. Berikut adalah tingkat metabolisme dari beberapa aktivitas berdasarkan ASHRAE (2009) (Gambar 2.10). Gambar 2.10 Nilai MET berbagai aktivitas untuk orang dewasa, dimana luas permukaan tubuh orang dewasa 70 kg = 1,7 m 2 (Sumber: ASHRAE, 2009) Pakaian merupakan salah satu faktor dominan yang mempengaruhi pembuangan panas. Satuan nilai insulasi pakaian yang dipakai dalam studi kenyamanan termal adalah Clo. Hal ini terkait dengan penutup isolasi seluruh tubuh dari transmitansi (U-value) sebesar 6,45 W/m²K (yaitu resistensi dari 0.155 m² K /W). 1 clo adalah nilai isolasi dari setelan bisnis normal dan pakaian dalam dari kapas. Berikut adalah nilai insulasi pakaian berdasarkan ASHRAE (2009) (Gambar 2.11).

16 Gambar 2.11 Nilai insulasi pakaian (Sumber: ASHRAE, 2009) Adapun tingkat metabolisme (nilai MET) untuk aktivitas belajar di dalam kelas adalah 1.2 met dengan luas permukaan tubuh manusia 1.7 m 2. Namun, menurut ter Mors, S., Hensen J. L. M., Loomans, M., dan Boerstra, A. (2011) nilai met untuk aktivitas belajar adalah 1.789 met. Angka ini didapat dari penyesuaian terhadap luas permukaan tubuh anak umur 7-10 tahun yakni 1.14 m 2. Sedangkan, untuk nilai insulasi pakaian di dalam kelas (seragam sekolah) mengacu pada ASHRAE (2009) (Tabel 2.3). Tabel 2.3 Nilai insulasi pakaian di dalam kelas (ASHRAE, 2009) Jenis Pakaian Nilai Insulasi Pakaian Celana dalam 0.06 clo Baju dalam 0.06 clo Baju 0.09 clo Celana dan rok 0.11 clo Kaos kaki 0.03 clo Sepatu 0.01 clo Total 0.43 clo c. Faktor lain yang turut berkontribusi Tingkat metabolisme tubuh manusia selain dipengaruhi oleh aktivitas dan pakaiannya, ada faktor-faktor lain yang turut berkontribusi dalam meningkatkan metabolisme tubuh, yaitu makanan dan minuman, aklimatisasi

17 (adaptasi tubuh terhadap lingkungan sekitar), bentuk tubuh, tingkat kegemukan, umur dan jenis kelamin, serta kondisi kesehatan tubuh. Makanan dan minuman yang sehat dan bergizi dapat meningkatkan metabolisme tubuh. Aklimatisasi menyebabkan tubuh bekerja lebih keras untuk menyesuaikan dengan lingkungan sekitar, sehingga metabolisme tubuh menjadi meningkat. Teori Sheldon dalam Polinggapo (2013) membagi bentuk tubuh manusia menjadi tiga, yaitu endomorph, mesomorf, dan ektomorf. Endomorf adalah manusia yang bentuk tubuhnya bulat dan biasanya bertubuh besar. Tingkat metabolisme dalam tubuh dengan bentuk seperti ini sangat rendah. Mesomorf adalah manusia yang bentuk tubuhnya ideal. Tingkat metabolisme dalam tubuhnya cenderung normal. Ektomorf adalah manusia yang bentuk tubuhnya kurus. Tingkat metabolisme dalam tubuh dengan bentuk seperti ini sangat tinggi. Umur dan jenis kelamin yaitu tingkat metabolisme anak-anak lebih tinggi daripada orang dewasa dan tingkat metabolisme laki-laki lebih tinggi daripada perempuan. Dari segi kondisi kesehatan, orang yang sakit lebih tinggi daripada orang sehat. 2.3.2 Tindakan Kenyamanan Termal Pada Manusia Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Fanger (1982) yang dikutip di dalam Susanti dan Aulia (2013) adalah pengukuran tingkat kenyamanan termal pada manusia menggunakan dua metode statistik yaitu skala PMV (Predicted Mean Vote) dan PPD (Predicted Percentage Dissatisfied). Berikut adalah grafik PMV-PPD berdasarkan ASHRAE (2009) (Gambar 2.12). Gambar 2.12 Grafik hubungan antara PMV dan PPD (Sumber: ASHRAE, 2009)

18 Predicted Mean Vote (PMV) merupakan skala untuk mengindikasikan rasa dingin dan hangat yang dirasakan oleh manusia. Nilai PMV (Predicted Mean Vote) menentukan rentang sensasi temperatur yang dirasakan orang terhadap lingkungan di sekitarnya. Indeks PMV ini berkisar dari -3 (sangat dingin) sampai dengan +3 (sangat panas). Nilai nol adalah netralitas termal, bukan kenyamanan termal. Setelah faktor lingkungan dan faktor subyektif diukur, maka untuk sensasi termal untuk tubuh secara keseluruhan dapat diprediksi dengan cara menghitung indeks PMV (Susanti dan Aulia, 2013), yang didasarkan pada keseimbangan panas dari tubuh manusia, yang diberikan oleh persamaan di bawah ini: PMV = 0,303e -0,036 M + 0.028x [(M W) 3.05 x 10-3 {5733 6.99 (M-W)- Pa} 0.42 {(M-W) 58.15 1.7 x 10-5 M(5867-P a ) 0.0014 M (34-t a ) 3.96 X 10-8 f cl {t cl + 273) 4 (tr +273) 4 } f cl h c (t cl t a )] t cl = 35.7 0.028 (M W) 0.155 I cl [3.96 x 10-8 f cl {t cl + 273)4 [(tr + 273)4} + f cl h c (t cl t a )] h c = max (2.38 (t cl t a ) 0.25, 12.1 V) f c = 1.0+0.2 I cl untuk I cl <0,5 clo 1.05+0.1 I cl untuk I cl >0,5 clo Dimana, M : Tingkat aktivitas (W/m2) W : Aktivitas luar (W/m2), 0 untuk sebagian besar aktivitas f cl : Rasio permukaan tubuh orang ketika berpakaian dan tidak berpakaian t cl : Temperatur permukaan pakaian ( o C) tr : Temperatur radiasi ( o C) h c : Konvektif heat transfer dalam (W/m2 K) t a : Temperatur udara ( o C) P a : Kelembaban udara (Pa) I cl : Nilai insulasi pakaian (clo) V : Kecepatan aliran udara (m/s) Sedangkan, PPD (Predicted Percentage Dissatisfied) merupakan banyaknya orang (dalam persentase) yang tidak puas terhadap keadaan termal di lingkungan sekitar. Orang diasumsikan tidak puas terhadap keadaan termal

19 apabila indeks PMV yang dirasakannya adalah -3 (sangat dingin), -3 (dingin), +2 (panas), dan +3 (sangat panas). Semakin besar persentase PPD, maka semakin banyak penghuni yang merasa tidak puas. Fanger (1982) di dalam Susanti dan Aulia (2013), menghubungkan nilai PMV dan PPD seperti yang diberikan oleh persamaan di bawah ini: PPD = 100 95 exp (10.03353PMV 4 + 0,2179 PMV 2 ) Dalam menyelesaikan persamaan PMV dan PPD membutuhkan program komputer karena nilai h c dan t cl saling bergantung (Satwiko, 2009). Salah satu program tersebut yaitu CBE Thermal Comfort Tool for ASHRAE-55 (Gambar 2.13). Program ini menghasilkan nilai PMV dan PPD berdasarkan data-data yang dimasukkan. Data-data tersebut berupa temperatur udara, temperatur radiant, kecepatan angin, kelembaban relatif, nilai insulasi pakaian (clo), serta nilai metabolisme (met). PMV dan PPD yang dihasilkan mengacu pada ASHRAE-55. Gambar 2.13 CBE Thermal Comfort Tool for ASHRAE-55 (Sumber: http://smap.cbe.berkeley.edu/comforttool)

20 2.4 Penelitian Terkait dengan Kenyamanan Termal di Sekolah Penelitian mengenai kenyamanan termal di sekolah sudah dilakukan di beberapa tahun terakhir. Sekolah yang diteliti pun cukup beragam baik dari segi tingkat pendidikan, lokasi sekolah, serta tujuan di balik penelitian tersebut. Penelitian tersebut ada yang memaparkan kondisi kenyamanan termal ruangan kelas di suatu sekolah dan ada pula yang membandingkan kenyamanan termal ruang kelas di sekolah yang satu dengan yang lainnya. Metode penelitian yang digunakan pun berbeda-beda, yakni melalui pengukuran dan atau pembagian kuesioner. Adapun beberapa penelitian mengenai kenyamanan termal di sekolah adalah sebagai berikut. a. Field study on thermal comfort in a UK primary school (Teli, Jentsch, James, dan Bahaj, 2012) Penelitian mengenai kenyamanan termal ini dilakukan di sekolah dasar di Southampton, UK. Penelitian ini dilakukan mulai dari bulan April sampai Juli 2011. Penelitian ini dilakukan di semua kelas di sekolah dasar tersebut yakni delapan kelas dengan total jumlah siswa sekitar 230 orang. Metode penelitian ini menggunakan metode pengukuran dan kuesioner kenyamanan termal. Pengukuran dilakukan dengan meletakkan alat di tengah-tengah ruangan kelas dan jauh dari sumber-sumber panas. Kemudian, hasil PMV dan PPD dari kuesioner penelitian tersebut dibandingkan dengan standar ISO 773O dan EN 15251 yang mengacu pada tingkat kenyamanan orang dewasa. Hasil dari penelitian ini yaitu anak-anak memiliki tingkat kenyamanan yang berbeda dengan orang dewasa. Anak-anak umumnya merasakan sensasi termal yang lebih hangat dari orang dewasa. Hal ini mungkin disebabkan tingkat metabolisme tubuh yang lebih tinggi, kesempatan untuk beradaptasi dengan kondisi termal yang terbatas, anak-anak juga melakukan aktivitas di luar kelas yakni bermain, berbeda dengan orang dewasa yang hanya berada di dalam ruangan saja, serta dari segi adaptasi termal melalui pakaian, tindakan yang dilakukan anak-anak lebih terbatas karena ada ketentuan pakaian seragam dari sekolah.

21 b. Evaluasi kenyamanan termal ruang sekolah SMA negeri di kota Padang (Susanti dan Aulia, 2013) Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kondisi dan sensasi kenyamanan termal di sekolah SMA negeri di kota Padang. Penelitian ini dilakukan di sebelas sekolah dimana masing-masing sekolah mewakili sebelas daerah di kota Padang. Dalam menentukan tingkat kenyamanan termal di sekolah tersebut, metode penelitian yang digunakan yaitu melalui pengukuran dan kuesioner. Pengukuran menggunakan alat yang diletakkan di tengah-tengah ruangan dan di setiap ujung ruangan. Pengukuran dilakukan untuk mendapatkan data mengenai temperatur udara, temperatur radiant, kecepatan angin, serta kelembaban relatif. Kemudian, hasil pengukuran dihitung untuk mendapatkan nilai PMV dan PPD. PMV dan PPD dari pengukuran akan dibandingkan dengan PMV dan PPD dari individual vote kuesioner kenyamanan termal. Kesimpulan dari penelitian ini adalah para siswa dari kesebelas sekolah SMA negeri di kota Padang merasa tidak nyaman secara termal, sehingga perlu adanya pengkondisian udara buatan atau penambahan elemen arsitektur untuk mengurangi radiasi panas di dalam kelas. c. Adaptive thermal comfort in primary school classrooms: Creating and validating PMV-based comfort charts (ter Mors, S., Hensen J. L. M., Loomans, M., dan Boerstra, A., 2011) Penelitian ini dilakukan di ketiga sekolah yang berbeda di Belanda. Penelitian ini dilakukan selama 24 hari di ketiga musim, yaitu di musim dingin, musim semi, dan musim panas tahun 2010. Metode penelitian yang digunakan yaitu melalui pengukuran dan kuesioner. Pengukuran menggunakan alat yang diletakkan di tengah-tengah ruangan. Pengukuran dilakukan untuk mendapatkan data mengenai temperatur udara, temperatur radiant, kecepatan angin, serta kelembaban relatif. Kemudian, hasil pengukuran dihitung untuk mendapatkan nilai PMV dan PPD. PMV dan PPD dari pengukuran akan dibandingkan dengan PMV dan PPD dari kuesioner kenyamanan termal. Kesimpulan dari penelitian ini adalah hasil kalkulasi dari PMV model tidak dapat memprediksikan sensasi termal yang dirasakan anak-anak secara akurat.

22 Hasil dari kuesioner menunjukkan bahwa anak-anak umumnya menginginkan temperatur yang lebih rendah dari temperatur yang diprediksikan PMV model. 2.5 Sintesa Tinjauan Pustaka Berdasarkan tinjauan pustaka di atas, dijelaskan bahwa kenyamanan termal di dalam ruangan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni temperatur udara, kecepatan angin, kelembaban, radiasi, dan dari penghuninya sendiri. Kenyamanan termal juga dipengaruhi oleh faktor-faktor dari arsitektural, seperti desain bangunan, desain bukaan, shading devices, dan faktor eksternal seperti vegetasi. Tingkat kenyamanan termal dalam suatu ruangan seperti ruang kelas dapat ditentukan dari indeks PMV dan PPD. Kriteria ruangan kelas ditentukan dalam standar Permendiknas No. 24 Tahun 2007. Evaluasi kenyamanan termal terhadap ruangan kelas yang ada penting untuk dilakukan untuk mengetahui apakah ruang kelas tersebut sudah nyaman atau tidak. Hal ini dikarenakan dalam meningkatkan kualitas pendidikan, kondisi lingkungan di dalam kelas haruslah diperhatikan, terutama dari segi kenyamanan termal. Sebab, kenyamanan termal dapat mempengaruhi kinerja siswa dan guru di dalam kelas.