BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Sebagai strategi passive cooling dengan prinsip ventilasi, strategi night

Transkripsi

1 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Sebagai strategi passive cooling dengan prinsip ventilasi, strategi night ventilative cooling masih kurang dikenal di Indonesia. Dalam riset-riset terdahulu, strategi ini lebih banyak dilakukan serta direkomendasikan untuk kasus-kasus bangunan di belahan dunia dengan tipe iklim yang bersifat hot-dry. Namun beberapa riset yang dilakukan pada negara-negara dengan wilayah beriklim tropis yang bersifat hot-humid menunjukkan potensi keberhasilan dari strategi night ventilative cooling tersebut. Demikian pula hasil yang ditunjukkan oleh riset yang telah dilakukan terhadap data iklim kota Bogor ini. Strategi night ventilative cooling berpotensi sebagai strategi passive cooling yang efektif untuk diterapkan di iklim Kota Bogor. Strategi tersebut menunjukkan potensi keunggulan dalam mengurangi suhu indoor pada siang hari dibandingkan dua strategi ventilasi lainnya yakni full day ventilation dan daytime ventilation. Penurunan suhu indoor terhadap suhu outdoor pada siang hari dapat tercapai hingga 47% dari keseluruhan total jam kerja dalam satu tahun. Selain itu, penerapan strategi night ventilative cooling berpotensi mengurangi suhu indoor di siang hari hingga 5,2 o C dan menurunkan suhu thermal mass pada malam hari hingga 18,13 o C. Meskipun demikian, strategi night ventilative cooling sangat tergantung pada kondisi iklim setempat. Strategi tersebut tidak dapat diterapkan secara 105

2 merata pada suatu daratan meski memiliki tipe iklim yang sejenis. Walaupun strategi night ventilative cooling berpotensi berhasil diterapkan di kota Bogor, namun strategi tersebut kurang berpotensi untuk diterapkan di kota Jakarta yang memiliki jarak cukup dekat terhadap kota Bogor. Hal ini dipengaruhi oleh karakter termal pada kondisi iklimnya yang memiliki suhu malam hari berkisar antara o C. Beberapa kota dengan karakter termal yang sesuai untuk diterapkannya strategi night ventilative cooling selain kota Bogor antara lain adalah kota Bukittinggi, kota Bandung, dan kota Malang. Sementara kota-kota lain dengan temperatur minimal harian yang lebih tinggi dari 22 o C seperti kota Jakarta, kota Surabaya, kota Semarang maupun kota Makassar tidak sesuai untuk diterapkannya strategi night ventilative cooling (lihat Tabel 24). Beberapa faktor arsitektural berpengaruh yang perlu diperhatikan untuk mencapai keberhasilan dalam menerapkan strategi night ventilative cooling adalah sebagai berikut: 1. Ground adalah merupakan elemen pendukung thermal mass yang baik dalam fungsinya sebagai heat sink. Sehingga strategi night ventilative cooling lebih direkomendasikan untuk diterapkan di lantai dasar yang menempel langsung pada tanah dan besar kemungkinannya tidak sesuai untuk diterapkan pada bangunan bertipe panggung. 2. Dalam penerapan strategi night ventilative cooling, thermal mass merupakan salah satu faktor utama kontrol perilaku termal udara indoor. Dari kasus Bogor, material yang lazim ditemukan di lapangan yakni balok hebel, sudah cukup dapat memenuhi syarat untuk keberhasilan strategi night ventilative cooling. Berikut ini 106

3 adalah daftar beberapa material konstruksi bangunan yang lazim digunakan beserta karakter termalnya: Tabel 25. Karakter termal beberapa material bangunan yang umum sumber: The Concrete Center 3. Ventilation rate yang diperlukan untuk hasil yang optimal adalah sebesar 20ACH. Untuk mencapai angka ventilation rate tertentu, ada beberapa faktor yang mempengaruhi yakni luas bukaan minimal, volume ruang, dan kecepatan angin, serta perbedaan temperatur antara indoor dengan outdoor. Namun oleh karena kecepatan angin selalu berubah dan bersifat tidak konstan, maka tidak mudah untuk mempertahankan angka ventilation rate untuk tetap konstan jika hanya mengandalkan ventilasi alami. Salah satu alternatif dalam mencapai ventilation rate yang diinginkan adalah dengan bantuan ventilasi mekanik. 4. Dengan lokasi beriklim tropis, maka aspek intensitas radiasi sinar matahari menjadi faktor yang sangat perlu dipertimbangkan. Beban internal heat gain yang dipikul oleh kinerja thermal mass menjadi bertambah karena adanya faktor panas akibat radiasi sinar matahari tersebut. Maka dari itu, perlu dipertimbangkan aspekaspek desain yang dapat mengurangi intensitas radiasi sinar matahari yang masuk ke dalam bangunan maupun yang diterima langsung oleh material bangunan. Elemen thermal mass sisi utara dan barat merupakan bagian yang perlu 107

4 mendapatkan perhatian khusus agar tidak terkena sinar matahari secara langsung. Salah satu cara yang dapat diambil adalah dengan menerapkan insulai eksternal pada dinding di kedua sisi tersebut. Sementara itu, elemen kaca jendela juga perlu mendapatkan perhatian khusus. Untuk meminimalkan intensitas radiasi sinar matahari yang masuk melalu elemen jendela, dapat memanfaatkan bantuan elemen pembayang. Elemen pembayang yang dibutuhkan adalah yang selain dapat mengurangi intensitas radiasi sinar matahari, juga tidak mengurangi efek aliran udara yang masuk secara signifikan. Pilihan elemen pembayang tersebut dapat berupa elemen pembayang horisontal dengan model sirip-sirip (fin/louvre) atau dapat juga berupa smart shading yang dapat dikontrol sesuai dengan kebutuhan. Selain dengan memanfaatkan elemen pembayang pada bukaan, upaya meminimalkan intensitas radiasi sinar matahari tersebut juga dapat dikombinasikan dengan penggunaan material kaca jendela dengan indeks SHGC rendah Saran Penelitian Selanjutnya Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi efisiensi strategi night ventilative secara mendasar, dengan memberikan batasan fokus pada pengurangan temperatur indoor di siang hari terhadap temperatur outdoor sebagai parameter keberhasilan. Saran untuk penelitian tahap selanjutnya dengan tema yang sejenis adalah sebagai berikut: 1. Strategi night ventilative cooling adalah strategi passive cooling yang mengandalkan thermal mass untuk mengurangi temperatur di dalam 108

5 bangunan. Oleh karena itu, dalam penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan fokus pengamatan terhadap thermal mass secara lebih spesifik. 2. Dari penelitian yang telah dilakukan, ditemukan bahwa aspek infiltrasi radiasi sinar matahari memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap kinerja thermal mass dalam mengurangi temperatur indoor pada siang hari. Dengan demikian, dapat dilakukan penelitian lain dengan mengamati variabel bukaan yang dikaitkan dengan aspek aliran udara dan intensitas radiasi sinar matahari. 3. Penelitian ini dibatasi pada bangunan hipotetik dengan kondisi dan geometri ideal dengan berdasarkan pada teori mengenai ventilasi alami dan bangunan tropis. Penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan mengamati variabel dimensi maupun orientasi bangunan dalam mencapai hasil strategi night ventilative cooling yang optimal. 109