IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 A. Analisis Radiasi Matahari IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Jansen (1995) menyatakan bahwa posisi matahari diperlukan untuk menentukan radaisi surya yang diteruskan melalui kaca dan bahan transparan lain, dimana penyinaran berubah-ubah sesuai dengan sudut naik sinar. Kondisi cuaca yang mendung selama beberapa hari akan mengurangi intensitas matahari. Romdhonah (2002) menyatakan bahwa radiasi matahari mempunyai ciri kahs, yaitu sifat keberadaanya yang selalu berubah-ubah tergantung kepada keadaan atmoser dan geometri radiasi matahari. Tabel 4. Hasil perhitungan beberapa jenis nilai radiasi tanggal April 2009 Tanggal I sc I on I N I bi I th I bh I dh I di I r I ti W/m Rata Maks Min Hasil perhitungan menunjukan bahwa dari masing-maing jenis nilai radiasi mulai tanggal 23 April 2009 hingga 27 April 2009 perubahan terlihat relatif stabil, hasil perhitungan memperlihatkan bahwa besarnya rata-rata nilai Extraterrestrial radiation (I on ) 1335,04 W/m 2, Inclined radiation (I di ) 88,85 W/m 2, Diffuse radiation (I dh ) 106,54 W/m 2, direct and diffuse radiation on horizontal surface (I th ) 707,31 W/m 2, Reflektivitas radiation (I r ) 21,32 W/m 2, Total Radiation (I ti ) 812,37 W/m 2. Nilai rata-rata intensitas radiasi yang dipancarkan ke permukaan bumi melalui atmosfer untuk daerah khatulistiwa sebesar 1353 W/m 2 (Kamaruddin et al, 1998 ) dan selanjutnya kita sebut sebagai radiasi ekstraterensial. Menurut Tiwari (1998) fluktuasi nilai radiasi ekstraterensial ini berkisar antara 1350 hingga 1440 w/m 2. Pada perpengukuran dilapangan diperoleh besarnya nilai radiasi ekstraterensial antara 1334 hingga 1336 W/m 2 dan jika diambil nilai 26

2 rata-ratanya yaitu sebesar 1335 W/m 2. Perubahan nilai I on ini terjadi karena adanya perbedaan panjang gelombang sehingga suhu yang diterima pada bangunan pun menjadi berbeda. Radiasi yang selanjutkan menentukan adalah besarnya radiasi langsung pada daerah terestrial dimana bangunan tersebut berada. Besarnya nilai radiasi terestrial ini dipengaruhi oleh kontur daerah,menurut Tiwari (1998) terdapat tiga wilayah yang mempengaruhi besarnya nilai radiasi tetrestrial langsung ini, yaitu daerah perkotaan, daerah dataran, dan daerah pegunungan. Masing-masing tempat tersebut memiliki konstanta tempat berbeda (Turbidity factor) sesuai dengan tempat yang dihubungkan dengan waktunya dalam bulan. Bangunan pre-pabrikasi berada pada daerah datar sehingg apabila dihubungkan dengan waktu pengukuarn pada bulan april, maka akan diketahui nilai karakteristik tempat (Turbidity factor) sebesar 2,9 dan didapat rata-rata nilai radiasi terestrial normal sebesar 997 W/m 2. Hasil perhitungan total, besarnya nilai intensitas radiasi matahari yang diterima oleh bnagunan sebesar 812 W/m 2. Besarnya nilai perbandingan radiasi hasil pengukuran dan pehitungan dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 4. Grafik perbandingn nilai radiasi matahari (W/m 2 ) hasil perhitungan dan pengukuran. matahari Intensitas matahari merupakan faktor dominan, karena intensitas secara langsung menjadi penggerak parameter-parameter lingkungan yang lain. Intensitas matahari berperan besar terhadap perubahan lingkungan bangunan. Besarnya intensitas cahaya matahari yang diterima oleh bangunan akan mempengaruhi membentuk iklim mikro dalam bangunan 27

3 tersebut. Tabel 5 dan Gambar 5 menjelaskan bahwa pergerakan intensitas matahari ini seyogyanya berbentuk parabolik, nilai kritis dari proses ini berada pada nilai 743,87 W/m 2 yang terjadi pada sekitar pukul 13:00 saat matahari berada diatas kepala. Tabel 5. Perbandingan statistik nilai intensitas matahari (W/m 2 ) hasil pengukuran April 2009 Jam Maksimum Rata-rata Minimum (W/m 2 ) 06:00 172,00 124,00 20,00 13:00 856,00 743,87 636,00 18:00 66,00 39,20 22,00 Perubahan nilai intensitas radiasi yang secara ekstrim tidak dengan mudah menyebabkan perubahan suhu lingkungan menjadi berubah pula secara signifikan. Hal ini disebabkan suhu udara tidak berubah secara cepat apabila dibandingkan dengan perubahan intensitas matahari, karena suhu dipengaruhi oleh pergerakan udara. 28

4 and Air Conditioning Engineers ) mensyaratkan tingkat kenyamanan dipengaruhi oleh: suhu udara ruangan, kelembaban ruangan, dan kecepatan angin dalam ruangan dengan batasan kenyamanan berada pada suhu efektif 23 o C 27 o C, kecepatan angin 0,1-1,5 m/s, kelembaban relatif (RH) antara 50-60%. Lain halnya dinyatakan oleh Anggraeni (1998) batas kenyamanan pada daerah khatulistiwa berkisar antara suhu 22,5ºC sampai 29,5ºC dengan kelembaban udara relatif sebesar 20-50%. Pengukuran dilakukan mulai tanggal 23 April hingga 27 Apri 2009 yang ditempatkan pada titik-titik pengukuran yang mewakili posisi pendistribusian suhu pada bangunan, terdapat 36 titik pengukuran yang dibagi kedalam tiga layer. Pengukuran suhu dilakukan mulai pukul 06:00 pagi hingga puku 18:00, seperti apa yang telah disyaratkan bahwa suhu efektif untuk bangunan pada daerah tropis antara 22,5ºC sampai 29,5ºC (Anggraeni, 1998) sedangkan menurut ASHRAE berada antara 23 o C-27 o C. Terihat pada Gambar 3, suhu rata-rata hasil pengukuran dalam bangunan mulai pukul 06:00 hingga pukul 12:00 relatif masih berada pada kondisi suhu efektif walaupun kondisi terus meningkat. Kondisi lingkungan sekitar bangunan yang cukup teduh karena pengaruh barier berupa bangunan gedung dan pepohonan membuat pergerak suhu diawal tidak terlalu signifikan naik namun bergerak secara perlahan dan kontinyu. Mengacu pada standar yang dikemukakan oleh Anggraeni (1998), hasil pengukuran relatif berada pada kondisi yang nyaman, hal ini perlihatkan pada Gambar 6 bahwa rata-rata suhu hasil pengukuran berada diantara batas minimum dan maksimum, dan batas tidak nyaman terlihat terjadi selepas pukul 12:00 hingga pukul 15:00 dimana suhu rata-rata melebihi kondisi suhu kenyamanan standar yaitu suhu rata-rata pengukuran melebihi 29 o C (standar Anggraeni, 1998). Namun apabila mengacu pada standar ASHRAE tingkat kenyamanan dalam satu hari relatif lebih pendek, dilihat dalam Gambar 3, mulai pukul 06:00 hingga pukul 10:00 suhu dalam bangunan masih berada dalam kondisi nyaman, yaitu diantara 23 o C-27 o C, namun selepas pukul 10:00 hingga pukul 16:00 suhu dalam bangunan berada diatas 27 o C, dan ini artinya berada diluar kondisi kenyaman termal menurut ASHRAE. Titik kritis 29

5 pengukuran suhu berada pada pukul 13:00 dimana suhu pada saat itu mencapai 30,34 o C dan kondisi ini tentu membuat suhu dalam bangunan termasuk kedalam kondisi yang tidak nyaman karena berada diatas batas suhu efektif, kondisi ini bertahan selama dua jam mulai pukul 12:30 hingga pukul 14:30. Selepas pukul 13:00 intensitas suhu mulai menurun dan mulai kembali masuk kedalam suhu daerah nyaman dan berhenti pada suhu 26,43 o C tepat pada pukul 18:00. Gambar 6. Grafik perbandingan nilai rata-rata suhu ( o C) hasil pengukuran dengan syarat maksimum dan minimum suhu dalam suatu ruangan B.2 Kelembaban (RH) Kelembaban merupakan salah satu faktor yang cukup berpengaruh dalam menentukan nyaman tidaknya suatu lingkungan, Lampiran 5 memperlihatkan bahwa rata-rata nilai kelembaban pada bangunan prepabrikasi rata-rata 80% dan jika kita lihat, nilai tersebut merupakan ambang nilai kelembaban maksimum yang diizinkan pada suatu lingkungan bangunan. Nilai kelembaban untuk daerah tropis yang termasuk kedalam kondisi nyaman berkisar antara 30% hingga 80% RH. Menurut ASHRAE kondisi kelembaban yang nyaman berada pada antara 50-60% RH, sedangkan menurut Angraeni (1998) kelembaban yang efektif untuk daerah tropis bearada pada rentang 20-50% RH. Seperti yang terlihat pada Gambar 7, rata- 30

6 rata nilai kelembaban hasil pengukuran berada jauh diatas kondisi standar yang disyaratkan. Gambar 7. Grafik perbandingan nilai rata-rata kelembaban (RH) pengukuran dengan syarat maksimum dan minimum kelembaban dalam suatu ruangan Material bangunan yang terbuat dari kayu membuat bangunan tersebut mudah menyerap uap air pada kondisi basah, sehingga apabila kita korelasikan dengan Gambar 9 terihat bahwa besarnya kelembaban pada pukul 06:00 pagi nilainya jauh diatas batas yang diizinkan yaitu sekitar 90%, hal ini terjadi karena pada pagi hari kondisi bangunan dalam keadaan lembab basah, sebagian besar material bangunan yang terdiri dari kayu mengandung uap air. Gambar 8. Grafik perbandingan nilai rata-rata kelembaban (RH) didalam dan luar bangunan. Penurunan besarnya nilai kelembaban ini berbanding lurus dengan semakin meningatnya suhu lingkungan di sekitar bangunan, hal ini jelas 31

7 diperlihatkan oleh pergerakan rata-rata nilai kelembaban yang berkurang secara perlahan yang terjadi sekitar pukul 06:00 hingga pukul 10:00. Intensitas matahari secara tidak langsung berpengaruh terhadap besarnya kelembaban pada bangunan, intensitas matahari yang cukup kuat membuat suhu lingkungan menjadi lebih tinggi, hal ini membuat material bangunan yang cenderung mengandung banyak uap air, melepaskan kalor sehingga suhu didalam ruangan menjadi lebih tinggi dan kelembaban menjadi lebih rendah. Kelembaban udara yang tinggi mengakibatkan terjadinya penguapan dipermukaan kulit sehingga mekanisme pelepasan panas bisa terganggu. Dalam keadaan seperti itu pergerakan udara akan sangat membantu proses penguapan. Sebaliknya, bila kelembaban udara rendah, orang akan menderita efek keringnya udara (selaput lendir mengering, batuk rejan, radang mata, kulit menyamak, dan sebagainya), dan untuk mengatasinya diperlukan tambahan uap air ke dalam udara. Tabel 6. Perbandingan nilai kelembaban (%) di dalam dan luar bangunan Jam Dalam Luar Rata-rata Maksimum Minimum B.3 Kecepatan aliran udara Pergerakan udara menyebabkan terjadinya aliran udara yang mendorong adanya perbedaan tekanan udara antara dalam dan luar bangunan. Angin menyebabkan zona tekanan tinggi dan tekanan rendah disekeliling bangunan sehingga terjadi aliran udara. Kecepatan aliran udara sangat bepengaruh dalam sistem kenyamanan termal teutama saat proses pertukaran panas antara permukaan kulit dengan lingkungan didalam bangunan, oleh karena itu perlu adanya desain yang sesuai antara sistem ventilasi dalam bangunan dengan proses aktivitas penghuni sehingga aliran udara yang masuk tidak terlalu mengalami fluktuasi yang tinggi sehingga dapat menganggu proses pertukaran panas yang terjadi pada kulit manusia dalam bangunan. 32

8 Tabel 7. Perbandingan nilai rata-rata kecepatan udara (m/s) hasil pengukuran dengan syarat maksimum dan minimum kecepatan udara dalam suatu ruangan April 2009 Maksimum Rata-rata Minimum Jam (ASHRAE) (Pengukuran) (ASHRAE) ( m/s ) 6:00: :00: :00: Besarnya kecepatan udara yang disyaratkan untuk kondisi kenyamanan termal di daerah tropis berkisar antara 0,10 m/s hingga 1,50 m/s. Hasil pengukuran pada Tabel 7 menunjukan bahwa rata-rata kecepatan udara yang masuk kedalam bangunan berkisar 0,11 m/s hingga 0,20 m/s. Kondisi lingkungan bangunan yang terletak pada posisi diantara bangunan gedung dan pepohonan membuat pergerakan udara tidak terlalu tinggi, sehingga aliran yang masuk kedalam bangunan terdegradasi. Nilai rata-rata yang diperoleh sebenarnya kurang begitu optimal bagi penghuni yang tinggal didalamnya, karena dengan nilai rata-rata kecepatan udara sebesar 0,20 m/s dapat membuat proses pertukaran kalor antara tubuh dengan lingkungan menjadi kurang optimal, setidaknya rata-rata nilai kecepatan udara yang optimal antara 1 m/s hingga 1,2 m/s. Gambar 9. Grafik perbandingan nilai rata-rata kecepatan udara (m/s) hasil pengukuran dengan syarat maksimum dan minimum kecepatan udara dalam suatu ruangan. 33

9 B.4 Hubungan antara suhu, kelembaban, dan kecepatan udara Tiwari (1998) mengatakan bahwa suhu merupakan parameter lingkungan yang membentuk atau mempenengaruhi sifat-sifat termal lainnya pada suatu lingkungan, baik itu kelembaban, pergerakan udara, tekanan lingkungan, hingga proses pindah panas pada bangunan. Oleh karena itu dari setiap parameter lingkunga tersebut tentunya memiliki hubungan dengan suhu. Hubungan antara suhu dengan kelembaban memiliki keterkaitan yang cukup sulit dijelaskan, hal ini terjadi karena pengukura kelembaban tidak dilakukan secara kontinyu setiap jam berbeda dengan pengukuran suhu menggunakan recorder (Gambar 9). Walaupun begitu apabila kita lihat pada satu titik waktu tertentu pada jam 12 hingga jam 13 dari mulai tanggal 23 hingga 27 April 2009, kelembaban memiliki hubungan berbanding terbalik terhadap waktu. Dapat dijelaskan bahwa ketika pergerakan suhu diawal mulai naik Gambar 10. Grafik hubungan antara suhu dengan kelembaban terhadap waktu (Jam) (nilai suhu sebesar 23 o C), saat itu besarnya kelembaban (RH) relatif tinggi (sebesar 80% hingga 90%), kondisi sebaliknya terlihat saat pergerakan jam mulai memasuki waktu tengah hari dimana saat itu suhu bangunan mencapai rata-rata nilai tertinggi, sehingga terlihat bahwa besarnya nilai kelembaban rata-rata (RH) mengalami penurunan hingga mencapai sekitar 75% RH. 34

10 Dengan begitu dapat dinyatakan bahwa hubungan antara suhu dengan kelembaban (RH) memililki hubungan berbanding terbalik. Hubungan antara suhu dengan kecepatan dijelaskan pada Gambar 10. Pergerakan suhu diawal-awal jam ternyata berbanding lurus dengan kecepatan pergerakan udara. Namun ini terjadi hanya pada enam jam diawal, yaitu terjadi antara pukul 12:00-13:00. Pergerakan udara yang terjadi didalam bangunan bisa terjadi karena adanya perbedaan suhu dan tekanan udara antara didalam dan diluar bangunan, sehingga hal ini menyebabkan udara di luar bangunan akan bergeraka kedalam bangunan agar tekanan didalam dan diluar bangunan seimbang. Gambar 11. Grafik hubungan antara suhu dengan kecepatan udara terhadap waktu (Jam) Selanjutnya hubungan antara suhu dengan besarnya intensitas matahari dijelaskan oleh Gambar 11. Hasil perhitungan memperlihatkan bahwa secara umum dapat dikatakan bahwa suhu dengan intensitas radiasi matahari memiliki hubungan yang berbanding lurus. Hal ini jelas terjadi karena suhu merupakan salah satu hasil turunan dari nilai intensitas radiasi. Pergerakan suhu pada bangunan selalu diikuti oleh besarnya perubahan intensitas rasiasi. 35

11 Gambar 12. Grafik hubungan antara suhu dengan intensitas radiasi matahari terhadap waktu (Jam) C. Pindah Panas pada banguanan Soegijanto (1999) menyatakan bahwa bangunan akan mendapatkan perolehan panas dan mengeluarkan atau kehilangan panas ke lingkungan sekitarnya, perolehan dan pengeluaran panas dapat terjadi melalui peristiwa perpindahan panas. Proses pindah panas yang terjadi melalui tiga proses pindah panas, yaitu: pindah panas radiasi, pindah panas konveksi dan pindah panas konduksi. Gambar 12 menunjukan bahwa proses pindah panas yang terjadi pada bangunan pre-pabrikasi dimulai dengan adanya pindah panas radiasi yang dipancarkan langsung oleh matahari, pindah panas radiasi tidak memerlukan medium karena pindah panas radiasi merupakan transfer energi melalui gelombang eletromagnetik. Q rad Qkonv(out) Q konv(in) Q konv Q konv Q kond Q kond Gambar 13. Proses pindah panas dalam bangunan 36

12 Tabel 8 menunjukan hasil perhitungan nilai rata-rata pindah panas radiasi pada atap sebesar 482 w/m 2. Proses pindah panas pada bangunan dimulai dengan adanya pancaran radiasi dari energi surya yang memiliki gelombang pendek dan memiliki energi yang besar lalu gelombang ini akan diteruskan melalui proses pindah panas konveksi yang terjadi antara lapisan udara di lingkungan dengan lapisan atap asbes. Selanjutanya yang berperan adalah pindah panas konduksi pada lapisan atap. Energi yang masuk kedalam bangunan berubah menjadi gelombang panjang dan memiliki energi yang tidak terlalu besar, gelombang panjang ini yang akan terperangkap dalam bangunan dan tidak bisa diteruskan ke luar bangunan melainkan akan terus dipantulkan didalam bangunan sehingga suhu dalam bangunan menjadi naik. Proses pindah panas konveksi yang terjadi di dalam bangunan terdiri dari konveksi antara atap dengan udara di dalam bangunan, konveksi antara udara di dalam dengan lantai dan dinding, dan kemudaian konveksi yang terjadi dipermukaan kulit manusia dengan udara didalam bangunan. Tabel 8. Nilai pindah panas Radiasi pada atap bangunan pre-pabrikasi Radiasi Hari ke W/m Rata-rata 482 Maksimum 501 Minimum 473 Tabel 9 memperlihatkan bahwa rata-rata nilai konveksi terbesar terjadi pada proses pindah panas antara atap asbes dengan udara luar, hal ini terjadi karena kontribusi faktor koefisien pindah panas konveksi cukup besar dibandingkan dengan yang lain dan penaruh intenitas matahari langsung. Nilai rata-rata pindah panas konveksi antara atap asbes dengan udara luar sebesar 12,62 W/m 2, asbes dengan udara dalam 0,81 W/m 2, dinding dengan udara 37

13 dalam 5,34 W/m 2, dinding dalam dengan udara dalam 0,25 W/m 2, udara dalam dengan lantai 0,23 W/m 2, dan lantai dengan udara luar sebesar 0,25 W/m 2. Tabel 9. Nilai pindah panas Konveksi pada bangunan pre-pabrikasi Konveksi Asbesudarudarudarudara Asbes- Dinding- Dinding- Udara dalam- luar dalam luar dalam lantai Hari ke- Lantaiudara luar W/m Rata-rata Maksimum Minimum Pindah panas secara konduksi dijelaskan pada Tabel 10, nilai rata-rata pindah panas konduksi yang terjadi pada bangunan terjadi pada lapisan atap sebesar 11,45 W/m 2, lapisan dinding luar 1,54 W/m 2, lapian dinding dalam 15,42 W/m 2, lapian pintu 15,04 W/m 2, lapisan lantai 1,25 W/m 2, dan lapisan tanah sebesar 2,08 W/m 2. Pindah panas radiasi lebih dominan dipengaruhi oleh intensitas matahari sedangkan pindah konveksi dan konduksi lebih dominan dipengaruhi oleh karakteritik material, ketebalan material dan koefisien pindah panas. Tabel 10. Nilai pindah panas Konduksi pada bangunan pre-pabrikasi Hari ke Lapisan atap Dinding luar Konduksi Dinding dalam W/m 2 Lapian pintu Lantai Tanah Rata-rata Maksimum Minimum

14 D. Kenyamanan Termal dan Simulasi Termal pada Bangunan pre-pabrikasi tahan gempa D.1 Kenyaman termal pada bangunan Standar kenyamanan termal menurut Internasional Standard, ISO 7730:1994 menyatakan bahwa sensasi manusia terhadap suhu merupakan fungsi dari empat faktor iklim yaitu, suhu udara, suhu radiasi, kelembaban udara, dan kecepatan angin, serta dua faktor individu yakni, tingkat kegiatan yang berkaitan dengan tingkat metabolisme tubuh, serta jenis pakaian yang dikenakan. Dalam teori tersebut dinyatakan bahwa kenyamanan termal tidak dipengaruhi secara nyata oleh hal-hal lain, misalnya oleh perbedaan jenis kelamin, tingkat kegemukan, faktor usia, suku bangsa, tempat tinggal geografis, adaptasi,faktor kepadatan, faktor warna, dan sebagainya. Apabila suhu udara di sekitar tubuh manusia lebih tinggi dari suhu nyaman yang diperlukan, aliran darah pada permukaan tubuh atau anggota badan akan meningkat dan ini akan meningkatkan suhu kulit. Peningkatan suhu ini bertujuan untuk melepaskan lebih banyak panas secara radiasi dari dalam tubuh ke udara di sekitarnya. Proses pengeluaran keringat akan terjadi pada suhu udara yang lebih tinggi lagi, sebagai tindak lanjut dari usaha pelepasan panas tubuh melalui proses penguapan. Pada situasi dimana suhu udara lebih rendah dari yang diperlukan tubuh, peredaran darah ke permukaan tubuh atau anggota badan dikurangi. Hal ini merupakan usaha tubuh untuk mengurangi pelepasan panas ke udara disekitarnya. Pada situasi ini pada umumnya tangan atau kaki menjadi dingin dan pucat. Hal ini merupakan usaha terakhir tubuh untuk memperoleh tambahan panas melalui peningkatan proses metabolisme. Tabel 11. Nilai faktor lingkungan hasil pengukuran Suhu Kelembaban Kecepatan udara Jam o C RH % m/s 6: : : Rata-rata

15 Melihat nilai rata-rata nilai parameter lingkungan pada Tabel 11 kondisi lingkungn dalam bangunan pre-pabrikasi termasuk kedalam daerah kenyaman termal, untuk membentuk suatu lingkungan termal yang nyaman disyaratkan bahwa besarnya suhu berkisar antara 22,5ºC sampai 29,5ºC, memiliki kelembaban relatif berkisar antara 30-80%, dan pergerakan kecepatan udara berkisar antara 0,1-1,5 m/s. Diperlihatkan pada Tabel 12 bahwa nilai rata-rata yang diperoleh termasuk kedalam kategori daerah kenyamanan termal dengan nilai suhu sebesar 27,18ºC, memiliki kelembaban relatif berkisar sebesar 82%, dan rata-rata pergerakan kecepatan udara sebesar 0,16 m/s. Tabel 12. Faktor perhitungan suhu efektif pada bangunan pre-parikasi tahan gempa Suhu o C Kelembaban 82% RH Kecepatan udara 0.16 m/s D.2 Simulasi termal pada bangunan Simulasi merupakan satu bentuk penggambaran atau pemodelan dari kondisi sebenarnya yang terdapat dilapangan, hal ini penting dilakukan untuk mengetahui visualisasi kondii yang tidak sesuai sehingga mudah untuk di identifikasi dan dapat segera di perbaiki sebelum model yang direncanakan tersebut benar-benar di implementasikan di lapangan. Dalam simulais ini parameter lingkungan yang digunakan adalah suhu, simulasi yang dilakuakan merupakan data pengkuran suhu pada tanggal 24 April Gambar 14. Pergerakan suhu hasil pengukuran pada tanggal 24 April 2009 Berdasarkan teori menyatakan bahwa fungsi suhu pada suatu bangunan akan membentuk suatu kurva parabol yang diawali dengan bergerak naik hingga mencapai titik puncak sebagai suhu maksimum yang terjadi dalam 40

16 bangunan dan kemudian akan kembali bergerak turun karena tidak ada lagi pemanasan dari luar. Pengambaran suhu tersebut dapat dilihat pada Gambar 13, yang menunjukan adanya pergerakan naik mulai pukul 06:00 dan mencapai tempertaur maksimum pada pukul 14:00 dan kemudian mengalami pergerakan menurun. Pukul 06:00 Pukul 07:00 Pukul 08:00 Gambar 15. Pemetaan distribusi suhu pada tanggal 24 April 2009 pukul 06:00 07:00, dan 08:00 Seperti apa yang terlihat pada Gambar 14, pergerakan suhu pada pukul 06:00 pagi belum menampakan adanya perubahan suhu yang begitu signifikan, distribusi suhu dalam bangunan relatif seragam di beberapa titiktitik pengukuran dan terlihat bahwa suhu yang terbaca berkisar antara o C. Saat masuk pukul 07:00 pagi peningkatan suhu banguanan sudah mulai terlihat, ini dapat terlihat pada bagian daerah atap yang ditujukan dengan adanya perubahan warna hijau menjadi wana hijau kekuningan. Perningkatan suhu ini terjadi karena adanya peningktan suhu lingkungan karena adanya radiasi matahari. Peningkatan suhu pun terlihat pada bagian muka bangunan yang disebabkan karena muka bangunan langsung berhadapan dengan datagnya arah sinar matahari. 41

17 Pukul 09:00 Pukul 10:00 Pukul 11:00 Gambar 16. Pemetaan distribusi suhu pada tanggal 24 April 2009 pukul 09:00 hingga pukul 11:00 Gambar 15 memperlihatkan bahwa pergerakan matahari pada sekitar pukul 09:00 membuat proses pemanasan bangunan mulai berjalan namun belum merata dimulai dari bagian-bagian terluar bangunan seperti bagian atap, dinding dan muka bangunan. Pada sekitar pukul 10:00 proes pindah panas mulai terjadi pada bagian-bagian yang lebih banyak menerima intensitas matahari secara langsung yaitu bagian timur bangunan dan sebagaian bagian selatan bangunan. Jika dilihat pada gambar, bagian halaman depan bangunan dan bagian atap sudah hampir seluruhnya terkena cahaya matahari dan pada saat itu terjadi proses pindah panas radiasi dan proes pindah panas konveksi antara atap dengan udara luar. Suhu rata-rata udara pada saat itu sudah bertambah menjadi sekitar 25 o C. Perubahan yang cukup jelas mulai terlihat pada sekitar pukul 11:00, distribusi panas pada kondisi ini sudah cukup merata pada setiap bagian dari bangunan, daerah yang cukup terlihat perubahannya adalah pada bagian ruang tamu, dimana proses pindah panas konveksi banyak terjadi disini. Peningkatan suhu pada ruang tamu terjadi cukup cepat, hal ini terjadi karena adanya proses pindah panas yang cukup seragam dari tiap bagaian dari 42

18 bangunan, bagian atap, bagaian dinding, dan bagian muka bangunan. Namun pada bagian ruang kamar, proes pindah panas terjadi lebih lambat, hal ini dikarenakan tidak secara langsung ruang kamar berhadapan dengan arah datangnya matahari dan faktor kecepatan udara membuat proes pindah panas menjadi kurang begitu optimal. Pukul 12:00 Pukul 13:00 Pukul 14:00 Gambar 17. Pemetaan distribusi suhu pada tanggal 24 April 2009 pukul 12:00 hingga 14:00 Saat kondisi tengah hari (Gambar 16), mulai pukul 12:00 hingga 14:00 proses pindah panas pada bangunan benar-benar mencapai puncaknya, pada kondisi ini intensitas matahari akan memancarkan intenitas maksimumnya sehingga dalam bangunan pun akan mengalami kondisi suhu tertinggi dalam satu hari. Rata-rata suhu bisa mencapai o C. Dalam simulasi distribui ini suhu tertinggi terjadi pada pukul 15:00 yaitu mencapai 31,8 o C diperlihatkan dengan warna kontur paling merah. Perpindahan panas pada bangunan menyebabkan terjadi distribusi suhu pada setiap bagian pada bangunan. Pindah panas konveksi yang terjadi merupakan pindah panas konveksi alami dengan hanya mengandalkan sitem ventilasi pada jendela dan kisi-kisi bangunan sebagai tempat pertukaran udara. Gambar 18 memperlihatkan bahwa kondisi bangunan cukup tidak 43

19 nyaman pada kondisi tengah hari (sekitar pukul 13:00 hingga 15:00), hal ini terlihat dengan pengambaran hasil pemetaan menunjukan warna merah dengan rata-rata suhu sebesar32 o C. Kondisi seperti ini sebenarnya dapat diantisipasi dengan menambahkan kipas angin untuk membuat sistem konveksi paksa sehingga kita menurunkan suhu dalam bangunan tersebut. Pukul 15:00 Pukul 16:00 Pukul 17:00 Pukul 18:00 Gambar 18. Pemetaan distribusi suhu pada tanggal 24 April 2009 pukul 15:00 dan pukul 18:00 Selepas pukul 15:00 dari hasil simulasi memperlihatkan bahwa suhu perlahan turun, kondisi ini diperlihatkan dengan perubahan warna kontur dari yang sebelumnya dominan dengan warna merah terdegradasi menjadi warna hijau ke kuning-kuningan. Kondisi ini terjadi karena suhu lingkungan yang cukup berpengaruh terhadap proses pindah sudah mulai turun intensitasnya dan sebaliknya pengaruh kecepatan udara yang secara tidak langsung berperan dalam proses pendinginan bangunan. Simulasi termal ini 44

20 mengambarkan dan membuktikan bahwa bangunan pre-pabrikasi benar-benar mengalami proses pindah panas yang ditunjukan dengan perubahan nilai suhu pada setiap waktunya. 45

BAB V KESIMPULAN UMUM

BAB V KESIMPULAN UMUM 177 BAB V KESIMPULAN UMUM Kesimpulan 1 Perilaku termal dalam bangunan percobaan menunjukan suhu pukul 07.00 WIB sebesar 24.1 o C,, pukul 13.00 WIB suhu mencapai 28.4 o C, pada pukul 18.00 WIB suhu mencapai

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL Pada bab ini diuraikan mengenai analisis dan interpretasi hasil perhitungan dan pengolahan data yang telah dilakukan pada bab IV. Analisis dan interpretasi hasil akan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Self Dryer dengan kolektor terpisah. (sumber : L szl Imre, 2006).

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Self Dryer dengan kolektor terpisah. (sumber : L szl Imre, 2006). 3 BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengering Surya Pengering surya memanfaatkan energi matahari sebagai energi utama dalam proses pengeringan dengan bantuan kolektor surya. Ada tiga klasifikasi utama pengering surya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut ASHRAE (American Society of Heating, Refrigerating and

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut ASHRAE (American Society of Heating, Refrigerating and BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Menurut ASHRAE (American Society of Heating, Refrigerating and Airconditioning Engineers, 1989), kenyamanan termal merupakan perasaan dimana seseorang merasa nyaman dengan keadaan

Lebih terperinci

BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA

BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA Tujuan Instruksional Khusus Mmahasiswa mampu melakukan perhitungan dan analisis pengkondisian udara. Cakupan dari pokok bahasan ini adalah prinsip pengkondisian udara, penggunaan

Lebih terperinci

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan TINJAUAN PUSTAKA A. Pengeringan Tipe Efek Rumah Kaca (ERK) Pengeringan merupakan salah satu proses pasca panen yang umum dilakukan pada berbagai produk pertanian yang ditujukan untuk menurunkan kadar air

Lebih terperinci

PENDEKATAN TEORITIS. Gambar 2 Sudut datang radiasi matahari pada permukaan horizontal (Lunde, 1980)

PENDEKATAN TEORITIS. Gambar 2 Sudut datang radiasi matahari pada permukaan horizontal (Lunde, 1980) PENDEKATAN TEORITIS Radiasi Matahari pada Bidang Horisontal Matahari merupakan sumber energi terbesar. Radiasi matahari yang sampai permukaan bumi ada yang diserap dan dipantulkan kembali. Dua komponen

Lebih terperinci

POLA ALIRAN TEMPERATUR PADA GEOMETRI BANGUNAN RUMAH KACA TIPE TEROWONGAN (Green House Tunnel Type ) 1

POLA ALIRAN TEMPERATUR PADA GEOMETRI BANGUNAN RUMAH KACA TIPE TEROWONGAN (Green House Tunnel Type ) 1 POLA ALIRAN TEMPERATUR PADA GEOMETRI BANGUNAN RUMAH KACA TIPE TEROWONGAN (Green House Tunnel Type ) 1 Sri Mudiastuti 2, Rizka Avianti Andhika Sari 3 ABSTRAK Penjabaran dengan Surfer 6 dari perhitungan

Lebih terperinci

Grafik tegangan (chanel 1) terhadap suhu

Grafik tegangan (chanel 1) terhadap suhu IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KONVERSI RANGKAIAN PENGUKUR SUHU Rangkaian pengukur suhu ini keluarannya adalah tegangan sehingga dibutuhkan pengambilan data konversi untuk mengetahui bentuk persamaan yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 25 HASIL DAN PEMBAHASAN Profil Iklim Mikro Rumah Tanaman Tipe Standard Peak Selama 24 jam Struktur rumah tanaman berinteraksi dengan parameter lingkungan di sekitarnya menghasilkan iklim mikro yang khas.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Termal Kayu Meranti (Shorea Leprosula Miq.) Karakteristik termal menunjukkan pengaruh perlakuan suhu pada bahan (Welty,1950). Dengan mengetahui karakteristik termal

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Suhu Udara Hasil pengukuran suhu udara di dalam rumah tanaman pada beberapa titik dapat dilihat pada Gambar 6. Grafik suhu udara di dalam rumah tanaman menyerupai bentuk parabola

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kaum Petani dengan kultur agraris khas pedesaan Indonesia bermukim di perumahan dengan bentuk bangunan yang mempunyai tata ruang dan tata letak sederhana. Hampir seluruh

Lebih terperinci

Bab 14 Kenyamanan Termal. Kenyaman termal

Bab 14 Kenyamanan Termal. Kenyaman termal Bab 14 Kenyamanan Termal Dr. Yeffry Handoko Putra, S.T, M.T E-mail: yeffry@unikom.ac.id 172 Kenyaman termal Kenyaman termal adalah suatu kondisi yang dinikmati oleh manusia. Faktor-faktor kenyamanan termal

Lebih terperinci

Skema proses penerimaan radiasi matahari oleh bumi

Skema proses penerimaan radiasi matahari oleh bumi Besarnya radiasi yang diserap atau dipantulkan, baik oleh permukaan bumi atau awan berubah-ubah tergantung pada ketebalan awan, kandungan uap air, atau jumlah partikel debu Radiasi datang (100%) Radiasi

Lebih terperinci

SAINS ARSITEKTUR II Iklim (Tropis Basah) & Problematika Arsitektur

SAINS ARSITEKTUR II Iklim (Tropis Basah) & Problematika Arsitektur SAINS ARSITEKTUR II Iklim (Tropis Basah) & Problematika Arsitektur Disusun oleh : Yudi Leo Kristianto (0951010014) Dosen : JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

Gambar 2. Profil suhu dan radiasi pada percobaan 1

Gambar 2. Profil suhu dan radiasi pada percobaan 1 HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Penggunaan Kolektor Terhadap Suhu Ruang Pengering Energi surya untuk proses pengeringan didasarkan atas curahan iradisai yang diterima rumah kaca dari matahari. Iradiasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengujian Tanpa Beban Untuk mengetahui profil sebaran suhu dalam mesin pengering ERK hibrid tipe bak yang diuji dilakukan dua kali percobaan tanpa beban yang dilakukan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kalimantan Selatan sebagai salah satu wilayah Indonesia yang memiliki letak geografis di daerah ekuator memiliki pola cuaca yang sangat dipengaruhi oleh aktifitas monsoon,

Lebih terperinci

RADIASI MATAHARI DAN TEMPERATUR

RADIASI MATAHARI DAN TEMPERATUR RADIASI MATAHARI DAN TEMPERATUR Gerakan Bumi Rotasi, perputaran bumi pada porosnya Menghasilkan perubahan waktu, siang dan malam Revolusi, gerakan bumi mengelilingi matahari Kecepatan 18,5 mil/dt Waktu:

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. RADIASI MATAHARI DAN SH DARA DI DALAM RMAH TANAMAN Radiasi matahari mempunyai nilai fluktuatif setiap waktu, tetapi akan meningkat dan mencapai nilai maksimumnya pada siang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA STUDI KASUS

BAB IV ANALISA STUDI KASUS BAB IV ANALISA STUDI KASUS IV.1 GOR Bulungan IV.1.1 Analisa Aliran Udara GOR Bulungan terletak pada daerah perkotaan sehingga memiliki variasi dalam batas-batas lingkungannya. Angin yang menerpa GOR Bulungan

Lebih terperinci

Kata kunci : pemanasan global, bahan dan warna atap, insulasi atap, plafon ruangan, kenyamanan

Kata kunci : pemanasan global, bahan dan warna atap, insulasi atap, plafon ruangan, kenyamanan Variasi bahan dan warna atap bangunan untuk Menurunkan Temperatur Ruangan akibat Pemanasan Global Nasrul Ilminnafik 1, a *, Digdo L.S. 2,b, Hary Sutjahjono 3,c, Ade Ansyori M.M. 4,d dan Erfani M 5,e 1,2,3,4,5

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan

I. PENDAHULUAN. Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan penting sebagai bahan pangan pokok. Revitalisasi di bidang pertanian yang telah dicanangkan Presiden

Lebih terperinci

PENERUSAN PANAS PADA DINDING GLAS BLOK LOKAL

PENERUSAN PANAS PADA DINDING GLAS BLOK LOKAL PENERUSAN PANAS PADA DINDING GLAS BLOK LOKAL Frans Soehartono 1, Anik Juniwati 2, Agus Dwi Hariyanto 3 Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Kristen Petra Jl. Siwalankerto

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Annis & McConville (1996) dan Manuaba (1999) dalam Tarwaka (2004)

BAB I PENDAHULUAN. Annis & McConville (1996) dan Manuaba (1999) dalam Tarwaka (2004) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Annis & McConville (1996) dan Manuaba (1999) dalam Tarwaka (2004) menyatakan bahwa ergonomi adalah kemampuan untuk menerapkan informasi menurut karakter, kapasitas

Lebih terperinci

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu BAB 2 PEMANASAN BUMI S alah satu kemampuan bahasa pemrograman adalah untuk melakukan kontrol struktur perulangan. Hal ini disebabkan di dalam komputasi numerik, proses perulangan sering digunakan terutama

Lebih terperinci

SUHU UDARA DAN KEHIDUPAN

SUHU UDARA DAN KEHIDUPAN BAB 3 14 Variasi Suhu Udara Harian Pemanasan Siang Hari Pemanasan permukaan bumi pada pagi hari secara konduksi juga memanaskan udara di atasnya. Semakin siang, terjadi perbedaan suhu yang besar antara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PENGERINGAN Pengeringan adalah proses pengurangan kelebihan air yang (kelembaban) sederhana untuk mencapai standar spesifikasi kandungan kelembaban dari suatu bahan. Pengeringan

Lebih terperinci

Suhu Udara dan Kehidupan. Meteorologi

Suhu Udara dan Kehidupan. Meteorologi Suhu Udara dan Kehidupan Meteorologi Suhu Udara dan Kehidupan Variasi Suhu Udara Harian Bagaimana Suhu Lingkungan Diatur? Data Suhu Udara Suhu Udara dan Rasa Nyaman Pengukuran Suhu Udara Variasi Suhu Udara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengeringan Pengeringan merupakan proses pengurangan kadar air bahan sampai mencapai kadar air tertentu sehingga menghambat laju kerusakan bahan akibat aktivitas biologis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Perubahan Rasio Hutan Sebelum membahas hasil simulasi model REMO, dilakukan analisis perubahan rasio hutan pada masing-masing simulasi yang dibuat. Dalam model

Lebih terperinci

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I.

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Suhu Ruang Pengering dan Sebarannya A.1. Suhu Lingkungan, Suhu Ruang, dan Suhu Outlet Udara pengering berasal dari udara lingkungan yang dihisap oleh kipas pembuang, kemudian

Lebih terperinci

BAGIAN III PRINSIP-PRINSIP ESTIMASI BEBAN PENDINGIN TATA UDARA

BAGIAN III PRINSIP-PRINSIP ESTIMASI BEBAN PENDINGIN TATA UDARA BAGIAN III PRINSIP-PRINSIP ESTIMASI BEBAN PENDINGIN TATA UDARA UNIT 9 SUMBER-SUMBER PANAS Delapan unit sebelumnya telah dibahas dasar-dasar tata udara dan pengaruhnya terhadap kenyamanan manusia. Juga

Lebih terperinci

Pemanasan Bumi. Suhu dan Perpindahan Panas

Pemanasan Bumi. Suhu dan Perpindahan Panas Pemanasan Bumi Meteorologi Suhu dan Perpindahan Panas Suhu merupakan besaran rata- rata energi kine4k yang dimiliki seluruh molekul dan atom- atom di udara. Udara yang dipanaskan akan memiliki energi kine4k

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Simulasi Distribusi Suhu Kolektor Surya 1. Domain 3 Dimensi Kolektor Surya Bentuk geometri 3 dimensi kolektor surya diperoleh dari proses pembentukan ruang kolektor menggunakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Lingkungan mikro di dalam rumah tanaman khususnya di daerah tropika asah perlu mendapat perhatian khusus, mengingat iri iklim tropika asah dengan suhu udara yang relatif panas,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Deskripsi Alat Pengering Yang Digunakan Deskripsi alat pengering yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Deskripsi Alat Pengering Yang Digunakan Deskripsi alat pengering yang digunakan dalam penelitian ini adalah : BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Alat Pengering Yang Digunakan Deskripsi alat pengering yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Desain Termal 1. Temperatur udara masuk kolektor (T in ). T

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering 15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering Sebuah penelitian dilakukan oleh Pearlmutter dkk (1996) untuk mengembangkan model

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ALAT PENGKONDISIAN UDARA Alat pengkondisian udara merupakan sebuah mesin yang secara termodinamika dapat memindahkan energi dari area bertemperatur rendah (media yang akan

Lebih terperinci

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN FISIKA BAB V PERPINDAHAN KALOR Prof. Dr. Susilo, M.S KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khatulistiwa, maka wilayah Indonesia akan selalu disinari matahari selama jam

BAB I PENDAHULUAN. khatulistiwa, maka wilayah Indonesia akan selalu disinari matahari selama jam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki berbagai jenis sumber daya energi dalam jumlah yang cukup melimpah. Letak Indonesia yang berada pada daerah khatulistiwa, maka

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet

II. TINJAUAN PUSTAKA. Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karet Alam Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet termasuk tanaman tahunan yang tergolong dalam famili Euphorbiaceae, tumbuh baik di dataran

Lebih terperinci

Analisa Performansi Kolektor Surya Pelat Bergelombang untuk Pengering Bunga Kamboja

Analisa Performansi Kolektor Surya Pelat Bergelombang untuk Pengering Bunga Kamboja Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XIV (SNTTM XIV Analisa Performansi Kolektor Surya Pelat Bergelombang untuk Pengering Bunga Kamboja Ketut Astawa1, Nengah Suarnadwipa2, Widya Putra3 1.2,3

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Puskesmas Nuangan terletak di Wilayah Kabupaten Bolaang Mongondow. a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Tutuyan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Puskesmas Nuangan terletak di Wilayah Kabupaten Bolaang Mongondow. a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Tutuyan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil A. Gambaran Umum Lokasi Puskesmas Nuangan terletak di Wilayah Kabupaten Bolaang Mongondow Timur dengan luas wilayah 337,80 KM 2, dengan batas wilayah: a. Sebelah Utara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Temperatur udara masuk kolektor (T in ). T in = 30 O C. 2. Temperatur udara keluar kolektor (T out ). T out = 70 O C.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Temperatur udara masuk kolektor (T in ). T in = 30 O C. 2. Temperatur udara keluar kolektor (T out ). T out = 70 O C. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Spesifikasi Alat Pengering Surya Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan pada perancangan dan pembuatan alat pengering surya (solar dryer) adalah : Desain Termal 1.

Lebih terperinci

SIMPULAN UMUM 7.1. OPTIMISASI BIAYA KONSTRUKSI PENGERING ERK

SIMPULAN UMUM 7.1. OPTIMISASI BIAYA KONSTRUKSI PENGERING ERK VII. SIMPULAN UMUM Berdasarkan serangkaian penelitian yang telah dilakukan dan hasil-hasil yang telah dicapai, telah diperoleh disain pengering ERK dengan biaya konstruksi yang optimal dan dapat memberikan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Perencanaan pengkondisian udara dalam suatu gedung diperlukan suatu perhitungan beban kalor dan kebutuhan ventilasi udara, perhitungan kalor ini tidak lepas dari prinsip perpindahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisi latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, serta sistematika penulisan laporan.

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisi latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, serta sistematika penulisan laporan. BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, serta sistematika penulisan laporan. 1.1 Latar Belakang Wilayah Indonesia terletak di daerah tropis

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Lingkungan Mengetahui kondisi lingkungan tempat percobaan sangat penting diketahui karena diharapkan faktor-faktor luar yang berpengaruh terhadap percobaan dapat diketahui.

Lebih terperinci

DAMPAK PENGGUNAAN DOUBLE SKIN FACADE TERHADAP PENGGUNAAN ENERGI LISTRIK UNTUK PENERANGAN DI RUANG KULIAH FPTK BARU UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA:

DAMPAK PENGGUNAAN DOUBLE SKIN FACADE TERHADAP PENGGUNAAN ENERGI LISTRIK UNTUK PENERANGAN DI RUANG KULIAH FPTK BARU UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Proses pendidikan merupakan suatu proses yang berlangsung dalam suatu lingkungan yaitu lingkungan pendidikan. Lingkungan ini mencakup lingkungan fisik, sosial, budaya,

Lebih terperinci

INFO TEKNIK Volume 9 No. 1, Juli 2008 (36-42)

INFO TEKNIK Volume 9 No. 1, Juli 2008 (36-42) INFO TEKNIK Volume 9 No. 1, Juli 2008 (36-42) ANALISIS TINGKAT KENYAMANAN THERMAL WEBB DI RUMAH TINGGAL T-45 PADA MUSIM KEMARAU Studi Kasus: Rumah Tinggal di Komplek HKSN Permai Banjarmasin M. Tharziansyah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Distribusi Suhu dan Kelembaban Udara pada Kandang Sapi Perah

HASIL DAN PEMBAHASAN Distribusi Suhu dan Kelembaban Udara pada Kandang Sapi Perah HASIL DAN PEMBAHASAN Distribusi Suhu dan Kelembaban Udara pada Kandang Sapi Perah Analisis distribusi suhu dan kelembaban udara dilakukan pada saat kandang tidak diisi sapi (kandang kosong). Karakteristik

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada musim kemarau yaitu bulan Mei sampai Juli 2007 berlokasi di Laboratorium Lapangan Bagian Ternak Perah, Departemen Ilmu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pembenihan Ikan. 2.2 Pengaruh Suhu Terhadap Ikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pembenihan Ikan. 2.2 Pengaruh Suhu Terhadap Ikan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembenihan Ikan Pemeliharaan larva atau benih merupakan kegiatan yang paling menentukan keberhasilan suatu pembenihan ikan. Hal ini disebabkan sifat larva yang merupakan stadia

Lebih terperinci

Perbandingan Perhitungan OTTV dan RETV Gedung Residensial Apartement.

Perbandingan Perhitungan OTTV dan RETV Gedung Residensial Apartement. Perbandingan Perhitungan OTTV dan RETV Gedung Residensial Apartement. Dian Fitria, Thesa Junus D. Green Building Engineers, Divisi Sustainability, PT Asdi Swasatya Abstrak Besar panas yang masuk ke dalam

Lebih terperinci

RESORT DENGAN FASILITAS MEDITASI ARSITEKTUR TROPIS BAB III TINJAUAN KHUSUS. 3.1 Latar Belakang Pemilihan Tema. 3.2 Penjelasan Tema

RESORT DENGAN FASILITAS MEDITASI ARSITEKTUR TROPIS BAB III TINJAUAN KHUSUS. 3.1 Latar Belakang Pemilihan Tema. 3.2 Penjelasan Tema BAB III TINJAUAN KHUSUS 3.1 Latar Belakang Pemilihan Tema Tema yang diusung dalam pengerjaan proyek Resort Dengan Fasilitas Meditasi ini adalah Arsitektur Tropis yang ramah lingkungan. Beberapa alasan

Lebih terperinci

KAJIAN KONSERVASI ENERGI PADA BANGUNAN KAMPUS UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) DITINJAU DARI ASPEK PENCAHAYAAN DAN PENGHAWAAN ALAMI

KAJIAN KONSERVASI ENERGI PADA BANGUNAN KAMPUS UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) DITINJAU DARI ASPEK PENCAHAYAAN DAN PENGHAWAAN ALAMI KAJIAN KONSERVASI ENERGI PADA BANGUNAN KAMPUS UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) DITINJAU DARI ASPEK PENCAHAYAAN DAN PENGHAWAAN ALAMI Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang

Lebih terperinci

ANALISIS TEMPERATUR DAN ALIRAN UDARA PADA SISTEM TATA UDARA DI GERBONG KERETA API PENUMPANG KELAS EKONOMI DENGAN VARIASI BUKAAN JENDELA

ANALISIS TEMPERATUR DAN ALIRAN UDARA PADA SISTEM TATA UDARA DI GERBONG KERETA API PENUMPANG KELAS EKONOMI DENGAN VARIASI BUKAAN JENDELA JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 1 ANALISIS TEMPERATUR DAN ALIRAN UDARA PADA SISTEM TATA UDARA DI GERBONG KERETA API PENUMPANG KELAS EKONOMI DENGAN VARIASI BUKAAN JENDELA Lustyyah Ulfa, Ridho

Lebih terperinci

Gambar 17. Tampilan Web Field Server

Gambar 17. Tampilan Web Field Server IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KALIBRASI SENSOR Dengan mengakses Field server (FS) menggunakan internet explorer dari komputer, maka nilai-nilai dari parameter lingkungan mikro yang diukur dapat terlihat.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Bayan 4 No. 20. Karakteristik bahan di sekitar lokasi Ke-1 didominasi oleh dinding

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Bayan 4 No. 20. Karakteristik bahan di sekitar lokasi Ke-1 didominasi oleh dinding 31 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi Simulasi 3.1.1. Lokasi Ke-1 Lokasi Ke-1 merupakan ruang semi tertutup yang terletak di Jalan Tambak Bayan 4 No. 20. Karakteristik bahan di sekitar lokasi Ke-1

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Lingkungan Mikro Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Lingkungan Mikro Lokasi Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Lingkungan Mikro Lokasi Penelitian Berdasarkan pengambilan data selama penelitian yang berlangsung mulai pukul 06.00 sampai pukul 16.00 WIB, data yang diperoleh menunjukkan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. kaca, dan air. Suhu merupakan faktor eksternal yang akan mempengaruhi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. kaca, dan air. Suhu merupakan faktor eksternal yang akan mempengaruhi 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Uji Coba Lapang Paremeter suhu yang diukur pada penelitian ini meliputi suhu lingkungan, kaca, dan air. Suhu merupakan faktor eksternal yang akan mempengaruhi produktivitas

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat III. MEODE PENELIIAN A. Waktu dan empat Penelitian dilakukan di Laboratorium Energi Surya Leuwikopo, serta Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian, Departemen eknik Pertanian, Fakultas eknologi

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia terletak pada 6 08 LU sampai LS sehingga memiliki

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia terletak pada 6 08 LU sampai LS sehingga memiliki 1 BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia terletak pada 6 08 LU sampai 11 15 LS sehingga memiliki iklim tropis lembab basah dengan ciri khas: curah hujan yang tinggi namun penguapan rendah, suhu

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Fasad selubung ganda merupakan fasad yang terbentuk dengan adanya penambahan kaca eksternal dari fasad kaca internal yang terintegrasi pada dinding tirai. Fasad

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama 38 III. METODELOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama adalah pembuatan alat yang dilaksanakan di Laboratorium Mekanisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ruangan. Untuk mencapai kinerja optimal dari kegiatan dalam ruangan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. ruangan. Untuk mencapai kinerja optimal dari kegiatan dalam ruangan tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Kegiatan manusia modern delapan puluh persennya dilakukan di dalam ruangan. Untuk mencapai kinerja optimal dari kegiatan dalam ruangan tersebut biasanya

Lebih terperinci

KALOR. Peristiwa yang melibatkan kalor sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari.

KALOR. Peristiwa yang melibatkan kalor sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. KALOR A. Pengertian Kalor Peristiwa yang melibatkan kalor sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, pada waktu memasak air dengan menggunakan kompor. Air yang semula dingin lama kelamaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Greenhouse Sebagai Lingkungan Tumbuh Tanaman

TINJAUAN PUSTAKA Greenhouse Sebagai Lingkungan Tumbuh Tanaman TINJAUAN PUSTAKA Greenhouse Sebagai Lingkungan Tumbuh Tanaman Faktor lingkungan berperan penting untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman dengan kualitas prima. Karakteristik gen tertentu suatu tanaman

Lebih terperinci

Cut Nuraini/Institut Teknologi Medan/

Cut Nuraini/Institut Teknologi Medan/ Cut Nuraini/Institut Teknologi Medan/16-09-2014 APA ITU ARSITEKTUR TROPIS? TROPIS tropikos artinya : Garis Balik Garis lintang utara 23 0 27 adalah garis balik cancer dan matahari pada tanggal 27 Juni

Lebih terperinci

- TEMPERATUR - Temperatur inti tubuh manusia berada pada kisaran nilai 37 o C (khususnya bagian otak dan rongga dada) 30/10/2011

- TEMPERATUR - Temperatur inti tubuh manusia berada pada kisaran nilai 37 o C (khususnya bagian otak dan rongga dada) 30/10/2011 ERGONOMI - TEMPERATUR - Universitas Mercu Buana 2011 Tubuh Manusia dan Temperatur Kroemer & Kroemer,, 2001) Temperatur inti tubuh manusia berada pada kisaran nilai 37 o C (khususnya bagian otak dan rongga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bagian ini memaparkan pendahuluan dari penelitian yang dilakukan. Pendahuluan ini terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah dan sistematis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN (BAHAN DAN METODE) keperluan. Prinsip kerja kolektor pemanas udara yaitu : pelat absorber menyerap

BAB III METODE PENELITIAN (BAHAN DAN METODE) keperluan. Prinsip kerja kolektor pemanas udara yaitu : pelat absorber menyerap BAB III METODE PENELITIAN (BAHAN DAN METODE) Pemanfaatan energi surya memakai teknologi kolektor adalah usaha yang paling banyak dilakukan. Kolektor berfungsi sebagai pengkonversi energi surya untuk menaikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Seiring dengan semakin meningkatnya jumlah populasi manusia di Jakarta,

BAB 1 PENDAHULUAN. Seiring dengan semakin meningkatnya jumlah populasi manusia di Jakarta, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan semakin meningkatnya jumlah populasi manusia di Jakarta, ketersediaan tempat tinggal menjadi perhatian utama bagi semua pihak bagi pemerintah maupun

Lebih terperinci

IV. PEMBAHASAN A. Distribusi Suhu dan Pola Aliran Udara Hasil Simulasi CFD

IV. PEMBAHASAN A. Distribusi Suhu dan Pola Aliran Udara Hasil Simulasi CFD IV. PEMBAHASAN A. Distribusi Suhu dan Pola Aliran Udara Hasil Simulasi CFD Simulasi distribusi pola aliran udara dan suhu dilakukan pada saat ayam produksi sehingga dalam simulasi terdapat inisialisasi

Lebih terperinci

SMP kelas 7 - FISIKA BAB 4. Kalor dan PerpindahannyaLatihan Soal 4.3

SMP kelas 7 - FISIKA BAB 4. Kalor dan PerpindahannyaLatihan Soal 4.3 SMP kelas 7 - FISIKA BAB 4. Kalor dan PerpindahannyaLatihan Soal 4.3 1. Perhatikan peristiwa berikut! 1) Kapur barus pewangi pakaian didalam lemari makin lama makin kecil. 2) Timbulnya butir-butir air

Lebih terperinci

BAB III DASAR PERANCANGAN INSTALASI AIR CONDITIONING

BAB III DASAR PERANCANGAN INSTALASI AIR CONDITIONING BAB III DASAR PERANCANGAN INSTALASI AIR CONDITIONING 3.1 Perngertian dan Standar Pengkondisian Udara Bangunan Pengkondisian udara adalah suatu usaha ang dilakukan untuk mengolah udara dengan cara mendinginkan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN II. TINJAUAN PUSTAKA I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sinar matahari yang sampai di bumi merupakan sumber utama energi yang menimbulkan segala macam kegiatan atmosfer seperti hujan, angin, siklon tropis, musim panas, musim

Lebih terperinci

Pemanfaatan Sistem Pengondisian Udara Pasif dalam Penghematan Energi

Pemanfaatan Sistem Pengondisian Udara Pasif dalam Penghematan Energi Pemanfaatan Sistem Pengondisian Udara Pasif dalam Penghematan Energi Lia Laila Prodi Teknologi Pengolahan Sawit, Institut Teknologi dan Sains Bandung Abstrak. Sistem pengondisian udara dibutuhkan untuk

Lebih terperinci

MEKANISME PENGERINGAN By : Dewi Maya Maharani. Prinsip Dasar Pengeringan. Mekanisme Pengeringan : 12/17/2012. Pengeringan

MEKANISME PENGERINGAN By : Dewi Maya Maharani. Prinsip Dasar Pengeringan. Mekanisme Pengeringan : 12/17/2012. Pengeringan MEKANISME By : Dewi Maya Maharani Pengeringan Prinsip Dasar Pengeringan Proses pemakaian panas dan pemindahan air dari bahan yang dikeringkan yang berlangsung secara serentak bersamaan Konduksi media Steam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tugas Akhir ini diberi judul Perencanaan dan Pemasangan Air. Conditioning di Ruang Kuliah C2 PSD III Teknik Mesin Universitas

BAB I PENDAHULUAN. Tugas Akhir ini diberi judul Perencanaan dan Pemasangan Air. Conditioning di Ruang Kuliah C2 PSD III Teknik Mesin Universitas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Judul Tugas Akhir Tugas Akhir ini diberi judul Perencanaan dan Pemasangan Air Conditioning di Ruang Kuliah C2 PSD III Teknik Mesin Universitas Diponegoro Semarang. Alasan pemilihan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. untuk membuat agar bahan makanan menjadi awet. Prinsip dasar dari pengeringan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. untuk membuat agar bahan makanan menjadi awet. Prinsip dasar dari pengeringan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Dasar Pengeringan Dari sejak dahulu pengeringan sudah dikenal sebagai salah satu metode untuk membuat agar bahan makanan menjadi awet. Prinsip dasar dari pengeringan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dasar Dasar Perpindahan Kalor Perpindahan kalor terjadi karena adanya perbedaan suhu, kalor akan mengalir dari tempat yang suhunya tinggi ke tempat suhu rendah. Perpindahan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas

Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas LAMPIRAN 49 Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas 1. Jumlah Air yang Harus Diuapkan = = = 180 = 72.4 Air yang harus diuapkan (w v ) = 180 72.4 = 107.6 kg Laju penguapan (Ẇ v ) = 107.6 / (32 x 3600) =

Lebih terperinci

Studi Eksperimental Sistem Pengering Tenaga Surya Menggunakan Tipe Greenhouse dengan Kotak Kaca

Studi Eksperimental Sistem Pengering Tenaga Surya Menggunakan Tipe Greenhouse dengan Kotak Kaca JURNAL TEKNIK POMITS Vol.,, (03) ISSN: 337-3539 (30-97 Print) B-30 Studi Eksperimental Sistem Pengering Tenaga Surya Menggunakan Tipe Greenhouse dengan Kotak Kaca Indriyati Fanani Putri, Ridho Hantoro,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Cahaya merupakan kebutuhan dasar manusia dalam menghayati ruang dan melakukan berbagai kegiatan dalam ruang pada bangunan serta sebagai prasyarat bagi penglihatan

Lebih terperinci

SUHU UDARA, SUHU TANAH Dan permukaan laut

SUHU UDARA, SUHU TANAH Dan permukaan laut SUHU UDARA, SUHU TANAH Dan permukaan laut OLEH NAMA : ANA MARIYANA BR SINAGA NPM : E1B009024 HARI / TANGGAL : RABU, 03 NOVEMBER 2010 KELOMPOK : IV CO-ASS : GATRA BAYU JAGA NOVA SAMOSIR PENDAHULUAN Suhu

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Pada umumnya apartemen menggunakan sistem pengondisian udara untuk memberikan kenyamanan termal bagi penghuni dalam ruangan. Namun, keterbatasan luas ruangan dalam

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 PERAN ENERGI DALAM ARSITEKTUR

LAMPIRAN 1 PERAN ENERGI DALAM ARSITEKTUR LAMPIRAN 1 PERAN ENERGI DALAM ARSITEKTUR Prasato Satwiko. Arsitektur Sadar Energi tahun 2005 Dengan memfokuskan permasalahan, strategi penataan energi bangunan dapat dikembangkan dengan lebih terarah.strategi

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. 3.2 Tahapan Analisis Persamaan Differensial untuk Transfer Energi

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. 3.2 Tahapan Analisis Persamaan Differensial untuk Transfer Energi BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Studi Pendahuluan Langkah awal dalam penelitian ini adalah mencari dan mengumpulkan sumbersumber seperti: buku, jurnal atau penelitian sebelumnya yang mendukung penelitian.

Lebih terperinci

9/17/ KALOR 1

9/17/ KALOR 1 9. KALOR 1 1 KALOR SEBAGAI TRANSFER ENERGI Satuan kalor adalah kalori (kal) Definisi kalori: Kalor yang dibutuhkan untuk menaikkan temperatur 1 gram air sebesar 1 derajat Celcius. Satuan yang lebih sering

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 10 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 PSIKROMETRI Psikrometri adalah ilmu yang mengkaji mengenai sifat-sifat campuran udara dan uap air yang memiliki peranan penting dalam menentukan sistem pengkondisian udara.

Lebih terperinci

Kajian 2: 3. ANALISIS RADIASI SURYA DI DALAM RUMAH PLASTIK

Kajian 2: 3. ANALISIS RADIASI SURYA DI DALAM RUMAH PLASTIK Kajian 2: 3. ANALISIS RADIASI SURYA DI DALAM RUMAH PLASTIK Pendahuluan Rumah plastik merupakan salah satu media menjaga agar tanaman terhindar dari kondisi cuaca yang kurang menguntungkan seperti adanya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan. Metode pengawetan dengan cara pengeringan merupakan metode paling tua dari semua metode pengawetan yang ada. Contoh makanan yang mengalami proses pengeringan ditemukan

Lebih terperinci

Perbandingan Perhitungan OTTV dan ETTV Gedung Komersial - Kantor

Perbandingan Perhitungan OTTV dan ETTV Gedung Komersial - Kantor Perbandingan Perhitungan OTTV dan ETTV Gedung Komersial - Kantor Tubagus A. Dimas, Dian Fitria, Thesa Junus D. Green Building Engineers, Divisi Sustainability, PT Asdi Swasatya Abstrak Besar panas yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 27 HASIL DAN PEMBAHASAN Titik Fokus Letak Pemasakan Titik fokus pemasakan pada oven surya berdasarkan model yang dibuat merupakan suatu bidang. Pada posisi oven surya tegak lurus dengan sinar surya, lokasi

Lebih terperinci

KALOR. Peta Konsep. secara. Kalor. Perubahan suhu. Perubahan wujud Konduksi Konveksi Radiasi. - Mendidih. - Mengembun. - Melebur.

KALOR. Peta Konsep. secara. Kalor. Perubahan suhu. Perubahan wujud Konduksi Konveksi Radiasi. - Mendidih. - Mengembun. - Melebur. KALOR Tujuan Pembelajaran: 1. Menjelaskan wujud-wujud zat 2. Menjelaskan susunan partikel pada masing-masing wujud zat 3. Menjelaskan sifat fisika dan sifat kimia zat 4. Mengklasifikasikan benda-benda

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KHUSUS

BAB III TINJAUAN KHUSUS BAB III TINJAUAN KHUSUS 3.1 Latar Belakang Tema Tema Green Architecture dipilih karena mengurangi penggunaan energi dan polusi, serta menciptakan hunian dengan saluran, penyekatan, ventilasi, dan material

Lebih terperinci

HIDROMETEOROLOGI TATAP MUKA KEEMPAT (RADIASI SURYA)

HIDROMETEOROLOGI TATAP MUKA KEEMPAT (RADIASI SURYA) HIDROMETEOROLOGI TATAP MUKA KEEMPAT (RADIASI SURYA) Dosen : DR. ERY SUHARTANTO, ST. MT. JADFAN SIDQI FIDARI, ST., MT 1.PANCARAN RADIASI SURYA Meskipun hanya sebagian kecil dari radiasi yang dipancarkan

Lebih terperinci