ANTISIPASI ARSITEK DALAM MEMODIFIKASI IKLIM MELALUI KARYA ARSITEKTUR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANTISIPASI ARSITEK DALAM MEMODIFIKASI IKLIM MELALUI KARYA ARSITEKTUR"

Transkripsi

1 ANTISIPASI ARSITEK DALAM MEMODIFIKASI IKLIM MELALUI KARYA ARSITEKTUR Tri Harso Karyono Jurnal Sains dan Teknologi EMAS Elektro Mesin Arsitektur Sipil, Vol. 16, No 3, Agustus, Fakultas Teknik, Universitas Kristen Indonesia Manusia hidup dalam alam ini memiliki kemampuan beradaptasi terhadap berbagai jenis dan variasi iklim. Meskipun demikian adaptasi yang sifatnya alamiah dalam pengertian tanpa membutuhkan peralatan tambahan atau pakaian khusus hanya dapat dilakukan dalam rentang yang relatif sempit - dibanding rentang variasi iklim yang lebar. Sebagai contoh, manusia dengan pakaian normal dan mengerjakan kegiatan ringan hanya akan merasa 'nyaman' pada suhu ruang antara 15 o C (mereka yang tinggal di iklim dingin) hingga 30 o C (mereka yang tinggal di iklim tropis). Sementara itu variasi suhu luar berkisar kurang lebih antara - 45 o C hingga + 45 o C. Pada situasi semacam inilah bangunan diharapkan dapat berperan untuk memodifikasi iklim luar yang ekstrim misalnya - 45 o C menjadi 15 o C atau dari 45 o C menjadi sekitar 30 o C sesuai dengan kebutuhan kenyamanan tubuh manusia. Faktor Iklim dan Variasinya Ada beberapa faktor iklim yang selalu dibicarakan atau dipertimbangkan arsitek dalam kaitannya dengan perancangan bangunan. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah: presipitasi (hujan, salju), radiasi matahari, suhu udara, kelembaban dan angin atau kecepatan udara. Tinggi rendahnya faktor iklim tersebut sangat bervariasi antara satu dan lain tempat di dunia ini. Sebagai gambaran, angka presipitasi dapat bervariasi dari 0 hingga 600 mm/bulan. Di negara Eropa presipitasi umumnya berkisar sekitar mm/bulan, sedangkan di Indonesia secara umum lebih tinggi dengan rata-rata di atas 150 mm/bulan. Meskipun demikian distribusi angka tersebut cukup berbeda, untuk Indonesia jumlah curah hujan tidak merata pada setiap bulan. Pada bulan September hingga Maret sebagian besar wilayah Indonesia memiliki angka curah hujan lebih tinggi dibanding bulan-bulan musim kemarau, antara April hingga Agustus. Sementara itu di negara sub tropis, distribusi turunnya air, dalm bentuk hujan atau salju, cukup merata dan secara umum tidak cukup besar sepanjang tahun. Dengan kondisi semacam ini bangunan di negara sub tropis tidak dirancang untuk menahan hujan lebat, sehingga tidak diperlukan kanopi yang menjorok jauh keluar sebagaimana dijumpai di daerah tropis lembab seperti Indonesia. Dengan kanopi pendek atau tanpa kanopi, radiasi matahari akan lebih mudah mencapai dinding serta menembus bidang kaca. Hal semacam ini diperlukan bagi bangunan di negara beriklim sub tropis atau dingin untuk menaikkan suhu ruang, sementara di Indonesia diperlukan kanopi yang panjang. 1

2 Faktor iklim lain, seperti radiasi matahari juga bervariasi. Secara umum jumlah radiasi matahari semakin berkurang di lokasi yang semakin jauh dari ekuator. Suhu udarapun demikian, semakin jauh dari ekuator, suhu udara rata-ratanya semakin rendah. Dalam hal kelembaban, angka tertinggi di dunia dijumpai di daerah tropis lembab seperti Indonesia. Sedangkan variasi kecepatan angin umumnya berbanding terbalik dengan kelembaban. Semakin tinggi kelembaban, kecepatan angin semakin rendah. Angin di daerah tropis lembab umumnya memiliki kecepatan rendah di banding daerah sub tropis. Meskipun variasi iklim sangat sangat besar, manusia hanya memerlukan sebagian kecil rentang variasi tersebut untuk menyelenggarakan aktifitas hidupnya secara nyaman. Hanya dalam rentang suhu antara 15 o hingga 30 o C manusia dapat melakukan aktifitas secara nyaman dengan pakaian normal. Hanya dalam kecepatan angin di bawah 1,5 m/s karyawan/wati di kantor dapat bekerja secara baik tanpa merasa ada gangguan angin, dan hanya dalam kelembaban antara 50% hingga 70% manusia dapat nyaman tanpa harus merasa kulitnya terlalu kering atau basah. Bangunan sebagai Modifikator Iklim Selain sebagai sarana perlindungan fisik terhadap gangguan luar, baik manusia lain atau binatang, bangunan dengan seluruh selubungnya (atap, dinding dan lantai) berfungsi sebagai alat menetralisir atau memodifikasi iklim luar tidak nyaman, yang tidak dikehendaki menjadi iklim nyaman sesuai dengan kebutuhan pengguna bangunan. Dengan kata lain salah satu fungsi utama bangunan adalah sebagai alat pemenuhan kenyamanan psikis maupun fisik bagi pengguna bangunan. Sumber: Tri H. Karyono Gambar Rumah penduduk di desa Benu, Kabupaten Kupang, Timor: Bangunan sebagai alat memodifiaksi iklim dan lingkungan setempat agar layak digunakan sebagai tempat bernaung 2

3 Ada empat aspek kenyamanan fisik yang secara mendasar diperlukan manusia dari bangunan: kenyamanan ruang, kenyamanan penglihatan, kenyamanan pendengaran/suara serta kenyamanan termal. Dari keempat aspek kenyamanan tersebut, kenyamanan termal merupakan aspek yang paling banyak hubungannya dengan hampir semua faktor iklim. Kenyamanan termal dipengaruhi oleh empat faktor iklim: suhu udara, suhu radiasi, kelembaban dan kecepatan angin, serta dua faktor individual: jenis aktifitas - berkaitan dengan tingkat metabolisme tubuh, serta jenis pakaian yang dikenakan seseorang. Aspek kenyamanan termal sesungguhnya banyak mendominasi pertimbangnan arsitek dalam merancang bangunan. Antispasi Manusia (Arsitek) dalam Memodifikasi Iklim melalui Bangunan/ Arsitektur Ada berbagai macam cara yang dapat dilakukan manusia dalam memodifikasi iklim luar yang tidak nyaman menjadi nyaman. Meskipun demikian berbagai macam cara atau teknik tersebut dapat disederhanakan menjadi dua: teknik mekanisasi dan teknik pemanfaatan energi matahari. Teknik mekanisasi didefinisikan sebagai segala cara modifikasi iklim yang menggunakan energi listrik yang tidak berasal dari energi matahari. Dalam teknik mekanisasi, seperti halnya penempatan mesin pengkondisian udara (AC) dan mesin pemanas (heater), arti bangunan sebagai alat untuk memodifikasi iklim menjadi lebih sederhana. Keberhasilan modifikasi lebih terletak pada peralatan mekanik dibanding dengan rancangan bangunan itu sendiri, meskipun kita masih dapat berbicara lain jika hal tersebut lalu dikaitkan dengan aspek penggunaan energi dalam bangunan tersebut. Dalam kaitan ini, rancangan bangunan yang baik adalah bangunan yang dapat memberikan kenyamanan bagi penghuni tanpa perlu menggunakan banyak energi. Pada sisi lain, teknik modifikasi iklim dapat dilakukan dengan memanfaatkan energi matahari. Karena hampir semua faktor iklim yang ada pada permukaan bumi ini ditimbulkan oleh matahari, sehingga faktor-faktor iklim seperti halnya angin juga dianggap sebagai bagian dari energi matahari. Teknik pemanfaatan energi matahari untuk memodifikasi iklim dalam bangunan menjadi sangat populer belakangan ini. Para arsitek di negara maju (Eropa dan Amerika Utara terutama) mulai sadar akan pentingnya energi ketika negara Arab melancarkan embargo minyak tahun 1973[5]. Ketergantungan energi listrik yang berasal dari minyak mulai dipikirkan untuk dikurangi pada semua sektor termasuk bangunan. Kemudian disusul isu pemanasan bumi (global warming) sekitar tahun 1980-an kembali meyakinkan arsitek bahwa pemakaian energi yang berasal dari minyak bumi harus dikurangi. Akibatnya adalah munculnya demikian banyak penelitian pada sektor bangunan yang berupaya untuk mengurangi pemakaian energi minyak 3

4 bumi dalam bangunan, tanpa harus mengorbankan kebutuhan manusia akan kenyamanan. Alternatif pemanfaatan energi matahari dalam bangunan menjadi isu sentral di mana-mana, terutama di negara-negara maju. Pemanfaatan energi matahari untuk mencapai kenyamanan dalam bangunan dapat dibagi dalam dua kelompok: pemanfaatan pasif dan pemanfaatan aktif. Pemanfaatan pasif dimaksudkan sebagai usaha pencapaian kenyamanan dalam bangunan melalui cara-cara di mana tidak perlu dilakukan upaya merubah energi matahari menjadi energi listrik (yang kemudian akan digunakan bagi mesin pendingin/pemanas atau lampu penerang). Sedangkan pemanfaatan aktif adalah sebaliknya, energi matahari dirubah lebih dahulu menjadi energi listrik (dengan menggunakan solar cell), baru kemudian digunakan sebagai alat untuk pencapaian kebutuhan kenyamanan bagi penghuni bangunan, seperti halnya untuk mesin pendingin, pemanas, penerangan serta alat lainnya. Pemanfaatan energi matahari secara pasif Cahaya matahari terdiri dari dua komponen utama: cahaya itu sendiri serta panas. Dalam teknik pemanfaatan energi matahari secara pasif, umumnya daerah yang bersuhu rendah akan memanfaatkan kedua komponen tersebut, baik cahayanya bagi penerangan alami ataupun panasnya untuk pemanasan ruang. Sedangkan untuk daerah dengan suhu udara yang relatif tinggi seperti halnya Indonesia, kecenderungan mengambil panas matahari untuk keperluan kenyamanan dalam bangunan hampir tidak pernah dilakukan. Manusia atau arsitek cenderung hanya memanfaatkan cahaya matahari bagi keperluan penerangan alami. Untuk mengambil cahaya matahari tanpa mengikutkan panasnya, pemanfaatan 'cahaya matahari tidak langsung' merupakan salah satu alternatif yang baik. Bagi daerah dengan suhu udara rendah, bangunan cenderung diorientasikan ke arah datangnya matahari. Bagi daerah yang terletak pada belahan bumi utara, bangunan dihadapkan ke arah selatan sedangkan untuk daerah di belahan bumi selatan sebaliknya dihadapkan ke arah utara. Hal ini dimaksudkan untuk menangkap sebanyak mungkin cahaya matahari terutama pada musim dingin. Penempatan kaca pada dinding-dinding yang sesuai dengan arah datangnya cahaya matahari juga sangat membantu pemanasan ruang dalam bangunan, akibat dari terjadinya efek rumah kaca. Sementara untuk daerah dengan suhu udara yang sudah tinggi seperti Indonesia, efek rumah kaca perlu dihindari terjadi dalam bangunan, karena akan semakin menjauhkan bangunan dari keadaan nyaman suhu. Kaca-kaca pada dinding bangunan sebaiknya diletakkan pada sisi utara-selatan untuk mengurangi sebanyak mungkin jatuhnya cahaya matahari langsung pada bidang-bidang kaca tersebut. Tanpa cahaya matahari langsung, ruang-ruang dalam bangunan masih akan tetap menerima penerangan alami, karena sifat cahaya mayahari yang diffuse (menyebar). Seandainyapun bidang-bidang kaca harus diletakkan pada sisi 4

5 datangnya cahaya matahari langsung, penghalang (shading devices) perlu digunakan untuk melindungi kaca dari sengatan cahaya matahari langsung untuk mencegah terjadinya efek rumah kaca. Hal ini terutama sangat ditekankan bagi bangunan-bangunan tinggi di mana efek pohon sebagai penghalang cahaya matahari tidak dapat diharapkan lagi terjadi pada jenis bangunan ini. Pemilihan jenis serta warna material selubung bangunan juga akan banyak berpengaruh pada pencapaian kenyamanan dalam bangunan. Secara sederhana, semakin berat material (per-satuan luas), semakin banyak panas yang mampu diserap (ditahan), sehingga semakin lambat panas dari luar yang akan ditransmisikan ke dalam bangunan. Material dengan koefisien transmisi tinggi akan cepat mentransmisikan panas dari luar ke dalam bangunan dan sebaliknya. Warna material luar bangunan juga banyak pengaruhnya pada proses perpindahan panas dari luar ke dalam bangunan. Warna-warna gelap cenderung akan menyerap lebih banyak panas dibanding warna terang, yang cenderung akan memantulkan radiasi matahari lebih banyak. Teknik lain yang dapat dikategorikan pemanfaatan energi matahari secara pasif adalah teknik pendinginan malam hari. Ini dapat dilakukan terutama apabila perbedaan suhu antara siang dan malam cukup besar. Secara tradisional teknik ini sudah banyak diterapkan di daerah beriklim tropis kering di daerah Timur Tengah dengan perbedaan suhu udara antara siang dan malam yang besar. Secara sederhana mereka memasang menara-menara penangkap angin yang dibuka pada malam hari. Angin yang ditangkap lalu didistribusikan ke dalam bangunan, sesuai dengan kebutuhan. Belakangan ini teknik tersebut banyak dicobakan di negara-negara Eropa Barat. Konferensi mengenai pemanfaatan energi matahari, yang diprakarsai oleh Ikatan Solar Energi se Dunia tahun lalu di London memperlihatkan hasil yang menggembirakan terhadap uji coba bangunan-bangunan yang dirancang dengan teknik pendinginan malam hari (musim panas) ditambah dengan pemanfaatan efek rumah kaca (musim dingin). Penghematan energi antara 15% hingga 75% dapat dicapai dari berbagai rancangan bangunan yang dicobakan dengan kedua teknik tersebut [6]. Teknik pendinginan malam hari ini tampaknya relevan untuk diteliti dan dicobakan di Indonesia. Dengan rancangan yang baik, tidak mustahil kita dapat mencapai suhu yang nyaman pada siang hari tanpa menggunakan mesin pengkondisi udara di dalam bangunan. Modifikasi Kelembaban Udara secara Alami Teknik lain yang juga bersifat pasif adalah teknik modifikasi kelembaban udara. Untuk memodifikasi udara luar yang terlalu kering (RH < 50%), arsitek biasanya membuat air mancur atau air muncrat yang diletakkan dalam bangunan. Selain untuk menaikkan kelembaban, keberadaan air tersebut akan menurunkan suhu udara disekitarnya karena terjadi penyerapan panas pada proses penguapan air. Teknik ini biasanya diterapkan di daerah tropis kering. 5

6 Meskipun demikian, kesulitan teknik ini adalah bahwa pada daerah yang beriklim tropis kering umumnya tidak mudah diperoleh air. Di lain pihak, untuk daerah dengan iklim tropis lembab basah seperti Indonesia diperlukan teknik sebaliknya, yaitu teknik pengeringan udara (penurunan kelembaban). Menurut nomogram Houghton dan Yaglou [2], manusia Indonesia dapat mencapai kenyamanan termal pada temperatur sekitar 30 o C, apabila kecepatan angin berada di bawah 1,5 m/s, dan kelembaban berkisar antara 50-60%. Faktor yang sulit dicapai untuk kondisi Indonesia adalah bagaimana menurunkan kelembaban udara hingga di bawah 60% secara alami. Seorang peneliti Eropa pernah melakukan penelitian (di daerah Tropis) terkait teknik menurunkan kelembaban secara alami. Teknik ini dicobakan dengan menggunakan kisi-kisi penyerap air (tidak disebut bahan yang digunakan, kemungkinan Silika). Dalam penelitian tersebut dibuat model bangunan ukuran kotak dengan dimensi sekitar 3m x 3m x 3 m, di mana pada sisi timur dan barat diberi bukaan yang kemudian dipasang kisi-kisi penyerap air. Pada pagi hari, sisi timur model ini akan terkena sinar matahari, sementara sisi barat tidak. Sisi barat yang tidak terkena matahari akan memiliki suhu yang lebih rendah, akibatnya akan terjadi arus angin dari barat menerobos model menuju sisi timur. Karena angin masuk melalui kisi-kisi penyerap air, udara yang masuk dalam model akan menjadi lebih kering, atau kelembabannya turun. Kisi-kisi penyerap air di sisi barat lama kelamaan akan jenuh air karena menyerap air dari udara. Siang hingga sore hari, matahari akan berada di sisi barat. Panas matahari akan memanasi kisi-kisi di sisi barat yang jenuh air. Pemanasan matahari di sisi ini membuat kisi-kisi barat kembali kering, sementara arus angin terjadi dari arah berlawanan dari sisi timur ke barat. Secara bergantian kisi-kisi di sisi timur akan menjadi jenuh air. Udara yang masuk dari sisi timur tersebut kembali dikeringkan oleh kisi-kisi penyerap air di sisi tersebut sehingga udara di dalam model menjadi lebih kering. Dalam penelitian tersebut dilaporkan bahwa kelembaban dapat turun hingga mencapai 40%. Secara teoritis, dengan menggunakan teknik ini kelembaban udara bangunan di Indonesia dapat turun di bawah 60%, dan memungkinkan kenyamanan termal dicapai tanpa menggunakan mesin pengkondisian udara, AC, di dalam bangunan. Penanaman Pohon Selain berfungsi sebagai penghasil oksigen, pohon juga berperan sebagai 'pembersih' (penyerap) CO 2 dan SO 2 dalam udara serta oksida logam berat dalam air. Pada sisi lain keberadaan pohon secara langsung atau tidak akan menurunkan suhu udara di sekitarnya, karena radiasi panas matahari akan diserap oleh daun untuk proses fotosintesa dan penguapan. Penelitian Parker [7] di negara bagian Florida US memperlihatkan angka penghematan energi hingga 50% per-hari untuk beban pengkondisian udara bangunan yang 6

7 disebabkan oleh penurunan suhu udara akibat penanaman pohon dan perdu yang memadai di tempat-tempat yang dianggap tepat dan berpotensi. Penelitian Akbari dan kawan [8] di beberapa kota besar di Amerika juga memperlihatkan hasil yang positif terhadap penanaman pohon di sekitar rumah-rumah tinggal. Dalam penelitian tersebut diperoleh angka penghematan energi hingga 30% untuk AC yang disebabkan oleh penurunan suhu akibat penanaman tiga batang pohon pada setiap rumah yang diteliti. Sumber: Tri H. Karyono Gambar Salah satu jalan di permukiman di kota Kupang, NTT: Sejumlah pohon besar memayungi jalan, menurunkan suhu kawasan yang tinggi Perkerasan Permukaan Tanah Lippsmeir memperlihatkan suatu hasil penelitian di Afrika Selatan, bahwa pada ketinggian 1 m di atas permukaan beton suhu udara menunjukkan sekitar 4 o C lebih tinggi dibanding suhu di ketinggian yang sama di atas rumput. Perbedaan ini menjadi sekitar 5 o C apabila rumput terlindung dari panas matahari. Dari informasi di atas, arsitek perlu menyadari bahwa permukaan tanah, halaman, jalan, dan taman yang diberi perkerasan akan berpengaruh kenaikkan suhu udara di sekitarnya. Suhu udara di dalam bangunan akan naik apabila ruang terbuka disekitar bangunan diperkeras dengan aspal atau beton tanpa pelindung pohon. Fenomena ini dimanfaatkan arsitek di negara beriklim sedang atau dingin. Dengan menutup tanah dengan material keras suhu kawasan akan meningkat, dan ini diharapkan bagi mereka yang berada di daerah beriklim dingin. Ambang kenyamanan termal manusia akan terdekati ketika suhu naik. Namun 7

8 sebaliknya, langkah semacam ini harus dihindari di daerah beriklim tropis seperti Indonesia, karena ambang kenyamanan termal justru akan semakin dijahui.. Pemanfaatan Energi Matahari secara Aktif Pemanfaatan sinar matahari secara aktif biasanya dilakukan dengan menggunakan sel surya. Sel surya merupakan komponen yang berfungsi merubah sinar matahari menjadi energi listrik. Dengan menggunakan sel surya, sebagian kebutuhan listrik bangunan dapat dipenuhi dari energi matahari tersebut. Salah satu bangunan yang menggunakan sel surya untuk pemenuhan sebagian kebutuhan energinya adalah Pavilion Inggris di Expo Seville, Spanyol, 1992 yang dirancang oleh Nicolas Grimshaw. Panel-panel sel surya yang diletakkan hampir pada seluruh atap bangunan dengan dimensi sekitar 40 x 60 m 2 menyumbang sekitar 24% kebutuhan energi bangunan. Salah satu teknologi baru dalam photovoltaic adalah rancangan genting solar, di mana sel surya langsung dipasang terintegrasi dengan lembaran genting sehingga fleksibel dalam pemasangan. Genting ini dipasang di Bologna, Italy, memiliki beberapa keuntungan, selain sebagai penutup atap dan menghasilkan listrik, juga menghasilkan panas untuk musim dingin Sumber: Gambar Tegasolare: genting tradisional yang dilapisi dengan photovoltaic panel (4 cells) di Bologna, Italy, menghasilkan listrik juga panas 8

9 Akbari, H. et al (1990), Summer Heat Island, Urban Trees and White Surfaces, ASHRAE Transactions, pp Architect's Journal, 13 July Humphreys, MA (1976), Field Studies of Thermal Comfort Compared and Applied, Building Services Engineering, vol. 44, pp ISO (1994), International Standard , Moderate Thermal Environments - Determination of the PMV and PPD Indices and Specification of the Conditions for Thermal Comfort, ISO, Geneva. Karyono, T.H. (1995), Arsitektur dan Energi, Kompas, 24/9/1995. Karyono, T.H. (1996), Arsitektur, Kenyamanan Suhu dan Energi, paper disampaikan dalam Kuliah Terbuka Jurusan Arsitektur Unika Soegrijapranata, Semarang, 9/9/ Koenigsberger, et al (1973), Manual of Tropical Housing and Building Part I Climatic Design, Longman Group, London, UK. Lippsmeier, G., et al (1980), Tropenbau Building in the Tropics, Germany Verlag, Muenchen. Parker, J. (1981), Uses of landscaping for energy conservation, Florida International Univ. and the Florida Energy Office. The Solar Energy Society (1995), International Conference on Putting Passive Solar into Practice, UCL, 5th May

Gambar Proporsi penggunaan sumber energi dunia lebih dari duapertiga kebutuhan energi dunia disuplai dari bahan bakan minyak (fosil)

Gambar Proporsi penggunaan sumber energi dunia lebih dari duapertiga kebutuhan energi dunia disuplai dari bahan bakan minyak (fosil) ARSITEKTUR DAN ENERGI Tri Harso Karyono Harian Kompas, 21 September 1995, Jakarta, Indonesia. Pengamatan para akhli memperlihatkan konsumsi energi dunia meningkat pesat dalam beberapa dekade terakhir ini.

Lebih terperinci

Kuliah Terbuka Jurusan Arsitektur, Universitas Soegrijapranata, Semarang, 9 Nopember 1996

Kuliah Terbuka Jurusan Arsitektur, Universitas Soegrijapranata, Semarang, 9 Nopember 1996 ARSITEKTUR, KENYAMANAN TERMAL DAN ENERGI Tri Harso Karyono Kuliah Terbuka Jurusan Arsitektur, Universitas Soegrijapranata, Semarang, 9 Nopember 1996 Ada tiga sasaran yang seharusnya dipenuhi oleh suatu

Lebih terperinci

ARSITEKTUR TROPIS DAN BANGUNAN HEMAT ENERGI

ARSITEKTUR TROPIS DAN BANGUNAN HEMAT ENERGI ARSITEKTUR TROPIS DAN BANGUNAN HEMAT ENERGI Tri Harso Karyono Jurnal KALANG, Jurusan Teknik Arsitektur, Universitas Tarumanagara, vol.1 No. 1, Jakarta. Secara sederhana pengertian arsitektur tropis (lembab)

Lebih terperinci

Pathologi Bangunan dan Gas Radon Salah satu faktor paling populer penyebab terganggunya kesehatan manusia yang berdiam

Pathologi Bangunan dan Gas Radon Salah satu faktor paling populer penyebab terganggunya kesehatan manusia yang berdiam PATHOLOGI BANGUNAN DAN KENYAMANAN TERMAL Tri Harso Karyono Majalah Konstruksi, April 1997 Dalam ilmu bahasa, pathologi berarti ilmu tentang penyakit, dengan pengertian ini, ilmu tersebut dianggap tidak

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut ASHRAE (American Society of Heating, Refrigerating and

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut ASHRAE (American Society of Heating, Refrigerating and BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Menurut ASHRAE (American Society of Heating, Refrigerating and Airconditioning Engineers, 1989), kenyamanan termal merupakan perasaan dimana seseorang merasa nyaman dengan keadaan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL Pada bab ini diuraikan mengenai analisis dan interpretasi hasil perhitungan dan pengolahan data yang telah dilakukan pada bab IV. Analisis dan interpretasi hasil akan

Lebih terperinci

RESORT DENGAN FASILITAS MEDITASI ARSITEKTUR TROPIS BAB III TINJAUAN KHUSUS. 3.1 Latar Belakang Pemilihan Tema. 3.2 Penjelasan Tema

RESORT DENGAN FASILITAS MEDITASI ARSITEKTUR TROPIS BAB III TINJAUAN KHUSUS. 3.1 Latar Belakang Pemilihan Tema. 3.2 Penjelasan Tema BAB III TINJAUAN KHUSUS 3.1 Latar Belakang Pemilihan Tema Tema yang diusung dalam pengerjaan proyek Resort Dengan Fasilitas Meditasi ini adalah Arsitektur Tropis yang ramah lingkungan. Beberapa alasan

Lebih terperinci

Cut Nuraini/Institut Teknologi Medan/

Cut Nuraini/Institut Teknologi Medan/ Cut Nuraini/Institut Teknologi Medan/16-09-2014 APA ITU ARSITEKTUR TROPIS? TROPIS tropikos artinya : Garis Balik Garis lintang utara 23 0 27 adalah garis balik cancer dan matahari pada tanggal 27 Juni

Lebih terperinci

SAINS ARSITEKTUR II BANGUNAN ARSITEKTUR YANG RAMAH LINGKUNGAN MENURUT KONSEP ARSITEKTUR TROPIS. Di susun oleh : FERIA ETIKA.A.

SAINS ARSITEKTUR II BANGUNAN ARSITEKTUR YANG RAMAH LINGKUNGAN MENURUT KONSEP ARSITEKTUR TROPIS. Di susun oleh : FERIA ETIKA.A. SAINS ARSITEKTUR II BANGUNAN ARSITEKTUR YANG RAMAH LINGKUNGAN MENURUT KONSEP ARSITEKTUR TROPIS Di susun oleh : FERIA ETIKA.A. (0951010024) Dosen Pembimbing : HERU SUBIYANTORO ST. MT. UPN VETERAN JAWA TIMUR

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEMA ARSITEKTUR HIJAU

BAB III TINJAUAN TEMA ARSITEKTUR HIJAU BAB III TINJAUAN TEMA ARSITEKTUR HIJAU 3.1. Tinjauan Tema a. Latar Belakang Tema Seiring dengan berkembangnya kampus Universitas Mercu Buana dengan berbagai macam wacana yang telah direncanakan melihat

Lebih terperinci

MENDEFINISIKAN KEMBALI ARSITEKTUR TROPIS DI INDONESIA

MENDEFINISIKAN KEMBALI ARSITEKTUR TROPIS DI INDONESIA MENDEFINISIKAN KEMBALI ARSITEKTUR TROPIS DI INDONESIA Tri Harso Karyono Desain Arsitektur, vol. 1, April, 2000, pp.7-8. Satu di antara sederet alasan mengapa manusia membuat bangunan adalah karena kondisi

Lebih terperinci

ASPEK KENYAMANAN TERMAL PADA PENGKONDISIAN RUANG DALAM

ASPEK KENYAMANAN TERMAL PADA PENGKONDISIAN RUANG DALAM ASPEK KENYAMANAN TERMAL PADA PENGKONDISIAN RUANG DALAM James Rilatupa 1 ABSTRACT This paper discusses the thermal comfort for room as a part of comfort principles in architecture design. This research

Lebih terperinci

GEDUNG KEDUTAAN BERPALING DARI JALAN UTAMA. Tidak lazim bagi bangunan di koridor Thamrin, Jakarta, memalingkan wajahnya dari jalan.

GEDUNG KEDUTAAN BERPALING DARI JALAN UTAMA. Tidak lazim bagi bangunan di koridor Thamrin, Jakarta, memalingkan wajahnya dari jalan. GEDUNG KEDUTAAN BERPALING DARI JALAN UTAMA Tri Harso Karyono Majalah Konstruksi, Desember-Januari 2007 Tidak lazim bagi bangunan di koridor Thamrin, Jakarta, memalingkan wajahnya dari jalan protokol termewah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisi latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, serta sistematika penulisan laporan.

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisi latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, serta sistematika penulisan laporan. BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, serta sistematika penulisan laporan. 1.1 Latar Belakang Wilayah Indonesia terletak di daerah tropis

Lebih terperinci

PENERUSAN PANAS PADA DINDING GLAS BLOK LOKAL

PENERUSAN PANAS PADA DINDING GLAS BLOK LOKAL PENERUSAN PANAS PADA DINDING GLAS BLOK LOKAL Frans Soehartono 1, Anik Juniwati 2, Agus Dwi Hariyanto 3 Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Kristen Petra Jl. Siwalankerto

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pengembangan energi ini di beberapa negara sudah dilakukan sejak lama.

I. PENDAHULUAN. Pengembangan energi ini di beberapa negara sudah dilakukan sejak lama. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring perkembangan zaman, ketergantungan manusia terhadap energi sangat tinggi. Sementara itu, ketersediaan sumber energi tak terbaharui (bahan bakar fosil) semakin menipis

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 PERAN ENERGI DALAM ARSITEKTUR

LAMPIRAN 1 PERAN ENERGI DALAM ARSITEKTUR LAMPIRAN 1 PERAN ENERGI DALAM ARSITEKTUR Prasato Satwiko. Arsitektur Sadar Energi tahun 2005 Dengan memfokuskan permasalahan, strategi penataan energi bangunan dapat dikembangkan dengan lebih terarah.strategi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kaum Petani dengan kultur agraris khas pedesaan Indonesia bermukim di perumahan dengan bentuk bangunan yang mempunyai tata ruang dan tata letak sederhana. Hampir seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tugas Akhir ini diberi judul Perencanaan dan Pemasangan Air. Conditioning di Ruang Kuliah C2 PSD III Teknik Mesin Universitas

BAB I PENDAHULUAN. Tugas Akhir ini diberi judul Perencanaan dan Pemasangan Air. Conditioning di Ruang Kuliah C2 PSD III Teknik Mesin Universitas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Judul Tugas Akhir Tugas Akhir ini diberi judul Perencanaan dan Pemasangan Air Conditioning di Ruang Kuliah C2 PSD III Teknik Mesin Universitas Diponegoro Semarang. Alasan pemilihan

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang Penelitian. menjadi bagian yang tak terpisahkan dari arsitektur. Ketergantungan bangunan

1.1 Latar Belakang Penelitian. menjadi bagian yang tak terpisahkan dari arsitektur. Ketergantungan bangunan BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, energi menjadi bagian yang tak terpisahkan dari arsitektur. Ketergantungan bangunan terhadap

Lebih terperinci

MODUL I RPKPS DAN TUGAS BANGUNAN PINTAR PENGAMPU : DR. AGUNG MURTI NUGROHO ST, MT.

MODUL I RPKPS DAN TUGAS BANGUNAN PINTAR PENGAMPU : DR. AGUNG MURTI NUGROHO ST, MT. MODUL I RPKPS DAN TUGAS PENGAMPU : DR. AGUNG MURTI NUGROHO ST, MT. MATA KULIAH Tujuan : SATUAN ACARA PERKULIAHAN 1. memberi pemahaman pengetahuan bangunan pintar dari sisi pemahaman empirik sebagai salah

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN UMUM

BAB V KESIMPULAN UMUM 177 BAB V KESIMPULAN UMUM Kesimpulan 1 Perilaku termal dalam bangunan percobaan menunjukan suhu pukul 07.00 WIB sebesar 24.1 o C,, pukul 13.00 WIB suhu mencapai 28.4 o C, pada pukul 18.00 WIB suhu mencapai

Lebih terperinci

PENGHAWAAN DALAM BANGUNAN. Erick kurniawan Harun cahyono Muhammad faris Roby ardian ipin

PENGHAWAAN DALAM BANGUNAN. Erick kurniawan Harun cahyono Muhammad faris Roby ardian ipin PENGHAWAAN DALAM BANGUNAN Erick kurniawan Harun cahyono Muhammad faris Roby ardian ipin PENGHAWAAN Penghawaan adalah aliran udara di dalam rumah, yaitu proses pertukaran udara kotor dan udara bersih Diagram

Lebih terperinci

BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA

BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA Tujuan Instruksional Khusus Mmahasiswa mampu melakukan perhitungan dan analisis pengkondisian udara. Cakupan dari pokok bahasan ini adalah prinsip pengkondisian udara, penggunaan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA STUDI KASUS

BAB IV ANALISA STUDI KASUS BAB IV ANALISA STUDI KASUS IV.1 GOR Bulungan IV.1.1 Analisa Aliran Udara GOR Bulungan terletak pada daerah perkotaan sehingga memiliki variasi dalam batas-batas lingkungannya. Angin yang menerpa GOR Bulungan

Lebih terperinci

SAINS ARSITEKTUR II Iklim (Tropis Basah) & Problematika Arsitektur

SAINS ARSITEKTUR II Iklim (Tropis Basah) & Problematika Arsitektur SAINS ARSITEKTUR II Iklim (Tropis Basah) & Problematika Arsitektur Disusun oleh : Yudi Leo Kristianto (0951010014) Dosen : JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemanasan global (global warming) semakin terasa di zaman sekarang ini.

I. PENDAHULUAN. Pemanasan global (global warming) semakin terasa di zaman sekarang ini. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemanasan global (global warming) semakin terasa di zaman sekarang ini. Matahari memancarkan gelombang radiasinya menembus lapisan atmosfir dan sebagiannya terperangkap

Lebih terperinci

BAB IV: KONSEP Konsep Dasar Arsitektur Bioklimatik.

BAB IV: KONSEP Konsep Dasar Arsitektur Bioklimatik. BAB IV: KONSEP 4.1. Konsep Dasar 4.1.1. Arsitektur Bioklimatik Arsitektur bioklimatik adalah suatu pendekatan yang mengarahkan arsitek untuk mendapatkan penyelesaian desain dengan memperhatikan hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bagian ini memaparkan pendahuluan dari penelitian yang dilakukan. Pendahuluan ini terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah dan sistematis

Lebih terperinci

Evaluasi Climate Responsive Building Design pada Gedung Perkuliahan di FT UNNES dengan Menggunakan Tabel Mahoney

Evaluasi Climate Responsive Building Design pada Gedung Perkuliahan di FT UNNES dengan Menggunakan Tabel Mahoney TEMU ILMIAH IPLBI 2017 Evaluasi Climate Responsive Building Design pada Gedung Perkuliahan di FT UNNES dengan Menggunakan Tabel Mahoney Moch Fathoni Setiawan (1), Eko Budi Santoso (1), Husni Dermawan (1)

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERANCANGAN BAB V KONSEP PERANCANGAN 5.1 Konsep Dasar Perancangan Gedung pusat kebugaran ini direncanakan untuk menjadi suatu sarana yang mewadahi kegiatan olahraga, kebugaran, dan relaksasi. Dimana kebutuhan masyarakat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. letaknya ini, matahari dapat bersinar di wilayah Indonesia selama 12 jam per

BAB 1 PENDAHULUAN. letaknya ini, matahari dapat bersinar di wilayah Indonesia selama 12 jam per BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Iklim tropis yang ada di Indonesia diakibatkan karena letak Indonesia berada tepat di garis ekuator, yang berarti dekat dengan matahari. Dipengaruhi letaknya ini, matahari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Arsitektur merupakan bidang studi yang selalu berkaitan dengan kegiatan manusia, serta kebutuhannya terhadap sebuah ruang. Secara garis besar, ruang untuk kegiatan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL i DAFTAR ISI vii DAFTAR GAMBAR xiii DAFTAR TABEL xvii BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Pentingnya Pengadaan Kantor Sewa di Yogyakarta 1 A. Pertumbuhan Ekonomi dan

Lebih terperinci

TENAGA SURYA DAN ARSITEKTUR: SUATU ANALISIS LINGKUNGAN DAN PERANCANGAN

TENAGA SURYA DAN ARSITEKTUR: SUATU ANALISIS LINGKUNGAN DAN PERANCANGAN DIMENSI TEKNIK ARSITEKTUR Vol. 31, No. 1, Juli 2003: 68-74 TENAGA SURYA DAN ARSITEKTUR: SUATU ANALISIS LINGKUNGAN DAN PERANCANGAN Tri Harso Karyono Staf Direktorat Teknologi Lingkungan BPP Teknologi dan

Lebih terperinci

Iklim, karakternya dan Energi. Dian P.E. Laksmiyanti, S.T, M.T

Iklim, karakternya dan Energi. Dian P.E. Laksmiyanti, S.T, M.T Iklim, karakternya dan Energi Dian P.E. Laksmiyanti, S.T, M.T Cuaca Cuaca terdiri dari seluruh fenomena yang terjadi di atmosfer atau planet lainnya. Cuaca biasanya merupakan sebuah aktivitas fenomena

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERANCANGAN BAB V KONSEP PERANCANGAN 5.1 Konsep Dasar Konsep perancangan Rumah Susun Sederhana Sewa ini adalah hasil analisis pada bab sebelumnya yang kemudian disimpulkan. Konsep ini merupakan konsep turunan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hotel menjadi salah satu solusi tempat sementara seseorang/kelompok untuk menginap selama mereka pelakukan keperluannya di daerah/kota tersebut. Tidak heran di jaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pemanfaatan energi terbarukan menjadi meningkat. Hal ini juga di dukung oleh

I. PENDAHULUAN. pemanfaatan energi terbarukan menjadi meningkat. Hal ini juga di dukung oleh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menanggapi isu penggunaan clean energy yang sangat santer saat ini, pemanfaatan energi terbarukan menjadi meningkat. Hal ini juga di dukung oleh kebijakan dunia dan negara

Lebih terperinci

WUJUD KOTA TROPIS: SUATU PENDEKATAN IKLIM, LINGKUNGAN DAN ENERGI DALAM MERENCANAKAN DAN MERANCANG KOTA DI INDONESIA

WUJUD KOTA TROPIS: SUATU PENDEKATAN IKLIM, LINGKUNGAN DAN ENERGI DALAM MERENCANAKAN DAN MERANCANG KOTA DI INDONESIA WUJUD KOTA TROPIS: SUATU PENDEKATAN IKLIM, LINGKUNGAN DAN ENERGI DALAM MERENCANAKAN DAN MERANCANG KOTA DI INDONESIA Tri Harso Karyono School of Architecture, Tanri Abeng University, Jakarta, Indonesia

Lebih terperinci

Artikel dalam buku Arsitektur dan Kota Tropis Dunia Ketiga: Suatu Bahasan tentang Indonesia, PT Raja Grafindo

Artikel dalam buku Arsitektur dan Kota Tropis Dunia Ketiga: Suatu Bahasan tentang Indonesia, PT Raja Grafindo KENYAMANAN TERMAL DALAM ARSITEKTUR TROPIS Tri Harso Karyono Artikel dalam buku Arsitektur dan Kota Tropis Dunia Ketiga: Suatu Bahasan tentang Indonesia, PT Raja Grafindo Pengertian arsitektur tropis (lembab)

Lebih terperinci

SOLUSI VENTILASI VERTIKAL DALAM MENDUKUNG KENYAMANAN TERMAL PADA RUMAH DI PERKOTAAN

SOLUSI VENTILASI VERTIKAL DALAM MENDUKUNG KENYAMANAN TERMAL PADA RUMAH DI PERKOTAAN SOLUSI VENTILASI VERTIKAL DALAM MENDUKUNG KENYAMANAN TERMAL PADA RUMAH DI PERKOTAAN Ronim Azizah, Qomarun Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani Tromol

Lebih terperinci

aktivitas manusia. 4 Karbon dioksida dari pembakaran bahan bakar fosil dan penggundulan lahan yang menjadi penyebab utama Bumi menjadi hangat, baik pa

aktivitas manusia. 4 Karbon dioksida dari pembakaran bahan bakar fosil dan penggundulan lahan yang menjadi penyebab utama Bumi menjadi hangat, baik pa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Isu pemanasan global semakin marak di dunia. Berbagai aspek sering dikaitkan dengan isu pemanasan global, mulai dari hal sederhana seperti penggunaan kertas dan tisu,

Lebih terperinci

KAJIAN KONSERVASI ENERGI PADA BANGUNAN KAMPUS UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) DITINJAU DARI ASPEK PENCAHAYAAN DAN PENGHAWAAN ALAMI

KAJIAN KONSERVASI ENERGI PADA BANGUNAN KAMPUS UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) DITINJAU DARI ASPEK PENCAHAYAAN DAN PENGHAWAAN ALAMI KAJIAN KONSERVASI ENERGI PADA BANGUNAN KAMPUS UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) DITINJAU DARI ASPEK PENCAHAYAAN DAN PENGHAWAAN ALAMI Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia terletak pada 6 08 LU sampai LS sehingga memiliki

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia terletak pada 6 08 LU sampai LS sehingga memiliki 1 BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia terletak pada 6 08 LU sampai 11 15 LS sehingga memiliki iklim tropis lembab basah dengan ciri khas: curah hujan yang tinggi namun penguapan rendah, suhu

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Suhu Udara Hasil pengukuran suhu udara di dalam rumah tanaman pada beberapa titik dapat dilihat pada Gambar 6. Grafik suhu udara di dalam rumah tanaman menyerupai bentuk parabola

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada Al-quran dan hadist-hadist diantaranya dalam surat An-Nuur ayat ke-36

BAB I PENDAHULUAN. pada Al-quran dan hadist-hadist diantaranya dalam surat An-Nuur ayat ke-36 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keutamaan untuk beribadah dan memakmurkan mesjid banyak dijabarkan pada Al-quran dan hadist-hadist diantaranya dalam surat An-Nuur ayat ke-36 Bertasbih kepada Allah

Lebih terperinci

Pengembangan RS Harum

Pengembangan RS Harum BAB III TINJAUAN KHUSUS 3.1. ARSITEKTUR HIJAU (GREEN ARCHITECTURE) Arsitektur hijau merupakan langkah untuk mempertahankan eksistensinya di muka bumi dengan cara meminimalkan perusakan alam dan lingkungan

Lebih terperinci

PENGARUH IKLIM DALAM PERANCANGAN ARSITEKTUR

PENGARUH IKLIM DALAM PERANCANGAN ARSITEKTUR PENGARUH IKLIM DALAM PERANCANGAN ARSITEKTUR Irfandi Jurusan Teknik Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala ABSTRAK. Bangunan sebagai hasil perancangan arsitektur dimaksudkan untuk memberikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Dimana permasalahan utama yang dihadapi oleh negara-negara berkembang termasuk indonesia adalah Pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Annis & McConville (1996) dan Manuaba (1999) dalam Tarwaka (2004)

BAB I PENDAHULUAN. Annis & McConville (1996) dan Manuaba (1999) dalam Tarwaka (2004) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Annis & McConville (1996) dan Manuaba (1999) dalam Tarwaka (2004) menyatakan bahwa ergonomi adalah kemampuan untuk menerapkan informasi menurut karakter, kapasitas

Lebih terperinci

Gambar 1.1 Suhu dan kelembaban rata-rata di 30 provinsi (BPS, 2014)

Gambar 1.1 Suhu dan kelembaban rata-rata di 30 provinsi (BPS, 2014) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan iklim selama tiga dekade terakhir telah meningkatkan suhu permukaan bumi. Suhu telah meningkat sekitar 0,8 dan menyebabkan lapisan es laut Artik berkurang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Seiring dengan semakin meningkatnya jumlah populasi manusia di Jakarta,

BAB 1 PENDAHULUAN. Seiring dengan semakin meningkatnya jumlah populasi manusia di Jakarta, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan semakin meningkatnya jumlah populasi manusia di Jakarta, ketersediaan tempat tinggal menjadi perhatian utama bagi semua pihak bagi pemerintah maupun

Lebih terperinci

BAB III ELABORASI TEMA

BAB III ELABORASI TEMA BAB III ELABORASI TEMA 3.1 Pengertian Tema yang dipilih pada proyek adalah Efisiensi Energi karena tipologi dalam sumber dari daftar pustaka sebelumnya buku Metric Planing and Design Data (David Atler,

Lebih terperinci

BANGUNAN HEMAT ENERGI: STRATEGI PENGHEMATAN ENERGI BANGUNAN DI KAWASAN SUB TROPIS DAN TROPIS BASAH

BANGUNAN HEMAT ENERGI: STRATEGI PENGHEMATAN ENERGI BANGUNAN DI KAWASAN SUB TROPIS DAN TROPIS BASAH 1. PENDAHULUAN BANGUNAN HEMAT ENERGI: STRATEGI PENGHEMATAN ENERGI BANGUNAN DI KAWASAN SUB TROPIS DAN TROPIS BASAH Tri Harso Karyono E-mail: t_karyono@yahoo.com Seminar Bangunan Hemat Energi, Balai Besar

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KHUSUS

BAB III TINJAUAN KHUSUS BAB III TINJAUAN KHUSUS 3.1. Pengertian Tema 3.1.1. Green Architecture (Arsitektur Hijau) Banyak orang memiliki pemahaman berbeda-beda tentang Green Architecture, ada yang beranggapan besaran volume bangunan

Lebih terperinci

DAMPAK PENGGUNAAN DOUBLE SKIN FACADE TERHADAP PENGGUNAAN ENERGI LISTRIK UNTUK PENERANGAN DI RUANG KULIAH FPTK BARU UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA:

DAMPAK PENGGUNAAN DOUBLE SKIN FACADE TERHADAP PENGGUNAAN ENERGI LISTRIK UNTUK PENERANGAN DI RUANG KULIAH FPTK BARU UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Proses pendidikan merupakan suatu proses yang berlangsung dalam suatu lingkungan yaitu lingkungan pendidikan. Lingkungan ini mencakup lingkungan fisik, sosial, budaya,

Lebih terperinci

STUDI TERHADAP KONSERVASI ENERGI PADA GEDUNG SEWAKA DHARMA KOTA DENPASAR YANG MENERAPKAN KONSEP GREEN BUILDING

STUDI TERHADAP KONSERVASI ENERGI PADA GEDUNG SEWAKA DHARMA KOTA DENPASAR YANG MENERAPKAN KONSEP GREEN BUILDING STUDI TERHADAP KONSERVASI ENERGI PADA GEDUNG SEWAKA DHARMA KOTA DENPASAR YANG MENERAPKAN KONSEP GREEN BUILDING I Wayan Swi Putra 1, I Nyoman Satya Kumara 2, I Gede Dyana Arjana 3 1.3 Jurusan Teknik Elektro,

Lebih terperinci

KENYAMANAN TERMAL GEDUNG SETDA KUDUS

KENYAMANAN TERMAL GEDUNG SETDA KUDUS 105 KENYAMANAN TERMAL GEDUNG SETDA KUDUS Farid Firman Syah, Muhammad Siam Priyono Nugroho Program Studi Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani Tromol Pos 1 Pabelan

Lebih terperinci

Perubahan iklim dunia: apa dan bagaimana?

Perubahan iklim dunia: apa dan bagaimana? Perubahan iklim dunia: apa dan bagaimana? Oleh : Imam Hambali Pusat Kajian Kemitraan & Pelayanan Jasa Transportasi Kementerian Perhubungan Pada awal Februari 2007 yang lalu Intergovernmental Panel on Climate

Lebih terperinci

Pengembangan RS Harum

Pengembangan RS Harum BAB V KONSEP PERANCANGAN 5.1. KONSEP DASAR PENINGKATAN DENGAN GREEN ARCHITECTURE Dari penjabaran prinsi prinsip green architecture beserta langkahlangkah mendesain green building menurut: Brenda dan Robert

Lebih terperinci

Bab 14 Kenyamanan Termal. Kenyaman termal

Bab 14 Kenyamanan Termal. Kenyaman termal Bab 14 Kenyamanan Termal Dr. Yeffry Handoko Putra, S.T, M.T E-mail: yeffry@unikom.ac.id 172 Kenyaman termal Kenyaman termal adalah suatu kondisi yang dinikmati oleh manusia. Faktor-faktor kenyamanan termal

Lebih terperinci

BAB V PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR

BAB V PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR BAB V PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR 5.1. Program Dasar Perencanaan Konsep dasar pada perencanaan Pangkalan Pendaratan Ikan Tambak Mulyo Semarang ini didasari dengan pembenahan fasilitas

Lebih terperinci

PENDEKATAN PEMBENTUKAN IKLIM-MIKRO DAN PEMANFAATAN ENERGI ALTERNATIF SEBAGAI USAHA TERCAPAINYA MODEL PENDIDIKAN LINGKUNGAN BINAAN YANG HEMAT ENERGI

PENDEKATAN PEMBENTUKAN IKLIM-MIKRO DAN PEMANFAATAN ENERGI ALTERNATIF SEBAGAI USAHA TERCAPAINYA MODEL PENDIDIKAN LINGKUNGAN BINAAN YANG HEMAT ENERGI ABSTRAK PENDEKATAN PEMBENTUKAN IKLIM-MIKRO DAN PEMANFAATAN ENERGI ALTERNATIF SEBAGAI USAHA TERCAPAINYA MODEL PENDIDIKAN LINGKUNGAN BINAAN YANG HEMAT ENERGI Oleh : Erna Krisnanto Jurusan Pendidikan Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Latar Belakang Proyek

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Latar Belakang Proyek BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Latar Belakang Proyek Perkembangan kota Jakarta sebagai ibukota negara berlangsung dengan cepat. Dengan banyaknya pembangunan disana-sini semakin mengukuhkan Jakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kondisi Wisma Atlet di Senayan saat ini dapat dikatakan cukup memrihatinkan. Wisma yang awalnya bernama Wisma Fajar ini didirikan tahun 1974 oleh perusahaan Singapura

Lebih terperinci

tetap akan memberikan kontribusi besar terhadap penurunan konsumsi energi secara nasional. Bangunan merupakan penyaring faktor alamiah penyebab

tetap akan memberikan kontribusi besar terhadap penurunan konsumsi energi secara nasional. Bangunan merupakan penyaring faktor alamiah penyebab BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Latar Belakang Umum Perkembangan teknologi, khususnya di Indonesia, cukup mengalami kemajuan yang signifikan dari waktu ke waktu. Meskipun begitu, Indonesia

Lebih terperinci

PEMANASAN BUMI DAN TANGGUNG JAWAB ARSITEK

PEMANASAN BUMI DAN TANGGUNG JAWAB ARSITEK ABSTRAK PEMANASAN BUMI DAN TANGGUNG JAWAB ARSITEK Tri Harso Karyono Pengajar Arsitektur di Universitas Tarumanagara, Jakarta Balai Besar Teknologi Energi, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT),

Lebih terperinci

INFO TEKNIK Volume 9 No. 1, Juli 2008 (36-42)

INFO TEKNIK Volume 9 No. 1, Juli 2008 (36-42) INFO TEKNIK Volume 9 No. 1, Juli 2008 (36-42) ANALISIS TINGKAT KENYAMANAN THERMAL WEBB DI RUMAH TINGGAL T-45 PADA MUSIM KEMARAU Studi Kasus: Rumah Tinggal di Komplek HKSN Permai Banjarmasin M. Tharziansyah

Lebih terperinci

BAB 6 HASIL PERANCANGAN

BAB 6 HASIL PERANCANGAN BAB 6 HASIL PERANCANGAN Perancangan Hotel Resort Kota Batu yang mengintegrasikan konsep arsitektur tropis yang mempunyai karakter beradaptasi terhadap keadaan kondisi iklim dan cuaca di daerah Kota Batu

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. V.2.1 Konsep Pencapaian Menuju Tapak

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. V.2.1 Konsep Pencapaian Menuju Tapak BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN V.1 Dasar Perencanaan dan Perancangan Pemikiran yang melandasi proyek hotel bisnis di Kuningan, Jakarta Selatan ini adalah kebutuhan akomodasi di kawasan bisnis

Lebih terperinci

Pemanfaatan Sistem Pengondisian Udara Pasif dalam Penghematan Energi

Pemanfaatan Sistem Pengondisian Udara Pasif dalam Penghematan Energi Pemanfaatan Sistem Pengondisian Udara Pasif dalam Penghematan Energi Lia Laila Prodi Teknologi Pengolahan Sawit, Institut Teknologi dan Sains Bandung Abstrak. Sistem pengondisian udara dibutuhkan untuk

Lebih terperinci

Pendekatan Pembentukan Iklim-Mikro dan Pemanfaatan Energi Alternatif Sebagai Usaha Tercapainya Model Desain Rumah Susun Hemat Energi

Pendekatan Pembentukan Iklim-Mikro dan Pemanfaatan Energi Alternatif Sebagai Usaha Tercapainya Model Desain Rumah Susun Hemat Energi ABSTRAK Pendekatan Pembentukan Iklim-Mikro dan Pemanfaatan Energi Alternatif Sebagai Usaha Tercapainya Model Desain Rumah Susun Hemat Energi Oleh : Erna Krisnanto Jurusan Pendidikan Teknik Arsitektur Universitas

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kenyamanan Termal 2.1.1 Definisi Kenyamanan Termal Kenyamanan termal merupakan suatu kondisi dari pikiran manusia yang menunjukkan kepuasan dengan lingkungan termal (Nugroho,

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN ARSITEKTUR II

PERKEMBANGAN ARSITEKTUR II PERKEMBANGAN ARSITEKTUR II Green Architecture (Materi pertemuan 7) DOSEN PENGAMPU: ARDIANSYAH, S.T, M.T PROGRAM STUDI TEKNIK ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI PRINSIP-PRINSIP GREEN

Lebih terperinci

BAB V. KajianTeori Kajian Teori Tema Desain Uraian Interprestasi dan Eloborasi Teori Tema Desain

BAB V. KajianTeori Kajian Teori Tema Desain Uraian Interprestasi dan Eloborasi Teori Tema Desain BAB V KajianTeori 5.1. Kajian Teori Tema Desain 5.1.1. Uraian Interprestasi dan Eloborasi Teori Tema Desain Penekanan tema desain yang diterapkan pada Sekolah Tinggi ini adalah arsitektur ekologis. Ekologi

Lebih terperinci

BAB IV: KONSEP Konsep Dasar Arsitektur Hemat Energi

BAB IV: KONSEP Konsep Dasar Arsitektur Hemat Energi BAB IV: KONSEP 4.1. Konsep Dasar 4.1.1 Arsitektur Hemat Energi Desain hemat energi diartikan sebagai perancangan bangunan untuk meminimalkan penggunaan energi tanpa membatasi fungsi bangunan maupun kenyamanan

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI DESAIN FASADE BANGUNAN ASRAMA MAHASISWA YANG MEMPADUKAN TUNTUTAN VISUAL DAN KENYAMANAN TERMAL DENGAN KONSEP ARSITEKTUR BIOKLIMATIK

IMPLEMENTASI DESAIN FASADE BANGUNAN ASRAMA MAHASISWA YANG MEMPADUKAN TUNTUTAN VISUAL DAN KENYAMANAN TERMAL DENGAN KONSEP ARSITEKTUR BIOKLIMATIK IMPLEMENTASI DESAIN FASADE BANGUNAN ASRAMA MAHASISWA YANG MEMPADUKAN TUNTUTAN VISUAL DAN KENYAMANAN TERMAL DENGAN KONSEP ARSITEKTUR BIOKLIMATIK Katerina 1), Hari Purnomo 2), dan Sri Nastiti N. Ekasiwi

Lebih terperinci

Iklim Perubahan iklim

Iklim Perubahan iklim Perubahan Iklim Pengertian Iklim adalah proses alami yang sangat rumit dan mencakup interaksi antara udara, air, dan permukaan daratan Perubahan iklim adalah perubahan pola cuaca normal di seluruh dunia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kenyamanan thermal adalah salah satu hal sangat dibutuhkan tubuh agar manusia dapat beraktifitas dengan baik selain faktor kenyamanan lainnya yaitu kenyamanan visual,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Sebagai strategi passive cooling dengan prinsip ventilasi, strategi night

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Sebagai strategi passive cooling dengan prinsip ventilasi, strategi night BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Sebagai strategi passive cooling dengan prinsip ventilasi, strategi night ventilative cooling masih kurang dikenal di Indonesia. Dalam riset-riset terdahulu,

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KHUSUS

BAB III TINJAUAN KHUSUS BAB III TINJAUAN KHUSUS 3.1 Latar Belakang Tema Tema Green Architecture dipilih karena mengurangi penggunaan energi dan polusi, serta menciptakan hunian dengan saluran, penyekatan, ventilasi, dan material

Lebih terperinci

Hermawan Dosen Teknik Arsitektur Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer UNSIQ Wonosobo

Hermawan Dosen Teknik Arsitektur Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer UNSIQ Wonosobo Persepsi Kenyamanan Termal Penghuni Rumah Tinggal di Daerah Pegunungan dan Pantai (Studi Kasus Rumah Tinggal di Pegunungan Muria, Pantai Jepara dan Pantai Pati) Hermawan Dosen Teknik Arsitektur Fakultas

Lebih terperinci

ASPEK SAINS ARSITEKTUR PADA PRINSIP FENG SHUI

ASPEK SAINS ARSITEKTUR PADA PRINSIP FENG SHUI Muhammad Faisal Jurusan Teknil Planologi Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Malang Jl. Bendungan Sigura-Gura Nomor 2 Malang 65145, Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Latar Belakang Proyek. Manajemen sumber daya manusia (MSDM) merupakan salah satu program

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Latar Belakang Proyek. Manajemen sumber daya manusia (MSDM) merupakan salah satu program BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Latar Belakang Proyek Manajemen sumber daya manusia (MSDM) merupakan salah satu program yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pelatihan sumber

Lebih terperinci

BAGIAN III PRINSIP-PRINSIP ESTIMASI BEBAN PENDINGIN TATA UDARA

BAGIAN III PRINSIP-PRINSIP ESTIMASI BEBAN PENDINGIN TATA UDARA BAGIAN III PRINSIP-PRINSIP ESTIMASI BEBAN PENDINGIN TATA UDARA UNIT 9 SUMBER-SUMBER PANAS Delapan unit sebelumnya telah dibahas dasar-dasar tata udara dan pengaruhnya terhadap kenyamanan manusia. Juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I. 1. LATAR BELAKANG. I Latar Belakang Perancangan. Pada dasarnya manusia mempunyai kebutuhan primer.

BAB I PENDAHULUAN I. 1. LATAR BELAKANG. I Latar Belakang Perancangan. Pada dasarnya manusia mempunyai kebutuhan primer. BAB I PNDAHULUAN I. 1. LATAR BLAKANG I. 1. 1. Latar Belakang Perancangan Pada dasarnya manusia mempunyai kebutuhan primer. Diantaranya yaitu tempat tinggal. Tempat tinggal atau rumah merupakan kulit ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Cahaya merupakan kebutuhan dasar manusia dalam menghayati ruang dan melakukan berbagai kegiatan dalam ruang pada bangunan serta sebagai prasyarat bagi penglihatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengujian kenyamanan termal ruang luar di Koridor Jalan Tugu-Kraton menjadi salah satu alat ukur tingkat kenyamanan di Kota Yogyakarta. terdiri dari kenyamanan ruang,

Lebih terperinci

APARTEMEN HEMAT ENERGI DAN MENCIPTAKAN INTERAKSI SOSIAL DI YOGYAKARTA DAFTAR ISI.

APARTEMEN HEMAT ENERGI DAN MENCIPTAKAN INTERAKSI SOSIAL DI YOGYAKARTA DAFTAR ISI. DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL.. LEMBAR PENGESAHAN... CATATAN DOSEN PEMBIMBING... HALAMAN PERNYATAAN PRAKATA. DAFTAR ISI. DAFTAR GAMBAR. DAFTAR TABEL.. ABSTRAK. i ii iii iv v vii x xiii xv BAB I PENDAHULUAN..

Lebih terperinci

ASPEK PERANCANGAN KENIKMATAN FISIK BANGUNAN TERHADAP PENGARUH IKLIM. Kemala Jeumpa* Bambang Hadibroto * Abstrak

ASPEK PERANCANGAN KENIKMATAN FISIK BANGUNAN TERHADAP PENGARUH IKLIM. Kemala Jeumpa* Bambang Hadibroto * Abstrak ASPEK PERANCANGAN KENIKMATAN FISIK BANGUNAN TERHADAP PENGARUH IKLIM Kemala Jeumpa* Bambang Hadibroto * Abstrak Perencanaan serta tata letak suatu bangunan harus disesuaikan dengan keadaan iklim sesuai

Lebih terperinci

ARTIKEL ILMIAH PERANCANGAN BANGUNAN TROPIS BANGUNAN ARSITEKTUR YANG RAMAH LINGKUNGAN MENURUT KONSEP ARSITEKTUR TROPIS. Diajukan oleh : Kurnia N

ARTIKEL ILMIAH PERANCANGAN BANGUNAN TROPIS BANGUNAN ARSITEKTUR YANG RAMAH LINGKUNGAN MENURUT KONSEP ARSITEKTUR TROPIS. Diajukan oleh : Kurnia N ARTIKEL ILMIAH PERANCANGAN BANGUNAN TROPIS BANGUNAN ARSITEKTUR YANG RAMAH LINGKUNGAN MENURUT KONSEP ARSITEKTUR TROPIS Diajukan oleh : Kurnia N 0851010020 FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN ARSITEKTUR BINUS UNIVERSITY

BAB V KESIMPULAN ARSITEKTUR BINUS UNIVERSITY 81 BAB V KESIMPULAN V.1 Dasar Perencanaan dan Perancangan V.1.1 Keterkaitan Konsep dengan Tema dan Topik Konsep dasar pada perancangan ini yaitu penggunaan isu tentang Sustainable architecture atau Environmental

Lebih terperinci

GEOGRAFI REGIONAL ASIA VEGETASI ASIA PENGAJAR DEWI SUSILONINGTYAS DEP GEOGRAFI FMIPA UI

GEOGRAFI REGIONAL ASIA VEGETASI ASIA PENGAJAR DEWI SUSILONINGTYAS DEP GEOGRAFI FMIPA UI GEOGRAFI REGIONAL ASIA VEGETASI ASIA PENGAJAR DEWI SUSILONINGTYAS DEP GEOGRAFI FMIPA UI Selamat Pagi, Semoga hari ini menjadi hari yang menyenangkan DTI_09 VEGETASI ASIA Iklim merupakan faktor utama yang

Lebih terperinci

PENERAPAN KONSEP PENGHAWAAN ALAMI PADA WISMA ATLET SENAYAN

PENERAPAN KONSEP PENGHAWAAN ALAMI PADA WISMA ATLET SENAYAN PENERAPAN KONSEP PENGHAWAAN ALAMI PADA WISMA ATLET SENAYAN Stefani Gillian Tania A. Universitas Bina Nusantara, Jakarta, Indonesia Abstrak Wisma atlet sekarang ini sudah tidak digunakan lagi karena kondisi

Lebih terperinci

MEDIA MATRASAIN VOL 8 NO 2 AGUSTUS 2011

MEDIA MATRASAIN VOL 8 NO 2 AGUSTUS 2011 ARSITEKTUR TROPIS LEMBAB Disusun Oleh: Violetta V. Rondonuwu 1), P. H. Gosal 2) 1) 2) Mahasiswa Pro Arsitektur Unsrat Staf Pengajar Pro Arsitektur Unsrat Abstrak Sebagian besar Indonesia rancang tanpa

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bab ini akan di paparkan mengenai kesimpulan dari hasil analisis dan pembahasan mengenai kualitas dalam ruang pada kantor PT. RTC dari aspek termal dan pencahayan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sumber energi pengganti yang sangat berpontensi. Kebutuhan energi di

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sumber energi pengganti yang sangat berpontensi. Kebutuhan energi di 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Matahari adalah sumber energi tak terbatas dan sangat diharapkan dapat menjadi sumber energi pengganti yang sangat berpontensi. Kebutuhan energi di Indonesia masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Bali merupakan pulau kecil yang dikelilingi pantai, Kuta sendiri merupakan salah satu daerah wisata favorit di Bali, menjadikan kuta salah satu daerah terpadat di Bali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama yang dihadapi dunia saat ini. Pemanasan global berhubungan dengan proses. infra merah diserap oleh udara dan permukaan bumi.

BAB I PENDAHULUAN. utama yang dihadapi dunia saat ini. Pemanasan global berhubungan dengan proses. infra merah diserap oleh udara dan permukaan bumi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanasan global (global warming) menjadi salah satu isu lingkungan utama yang dihadapi dunia saat ini. Pemanasan global berhubungan dengan proses meningkatnya suhu

Lebih terperinci