BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara garis besar flow proses pembuatan produk Cylinder Comp. tipe GN5

dokumen-dokumen yang mirip
Universitas Bina Nusantara

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. selama proses analisa perbaikan, antara lain adalah : penyelesaian masalah terhadap semua kasus klaim yang masuk.

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA

Aplikasi Statistik Pada Industri Manufaktur. SPC,I/Rev.03 Copyright Sentral Sistem Mei 08

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Temuan Utama Temuan utama dari Penelitian ini adalah sebagai berikut:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

SPC Copyright Sentral Sistem March09 - For Trisakti University. Aplikasi Statistik pada Industri Manufaktur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH STUDI LAPANGAN. IDENTIFIKASI MASALAH - Penanggulangan cacat machinning yang paling dominan

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA. Jurusan Teknik Industri Skripsi Sarjana Semester Genap tahun 2005/2006

PROSES MACHINING CYLINDER BLOCK NON FERO SUZUKI APV DI PT.SUZUKI INDOMOBIL MOTOR. NAMA : Defirst Ijwa Anugrah NPM :

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA

Gambar 4.2 Crank case L dan R terpasang pada Jig & Fixture

PROSES PEMESINAN FRONT AXLE TYPE TD STD FE7. Nama : Ismail nur Dwianto NPM : Jurusan : Teknik Mesin Pembimbing : Irwansyah, ST., MT.

ANALISIS KAPABILITAS PROSES MACHINING UNTUK MENGURANGI JUMLAH CLAIM MARKET CYLINDER HEAD PADA PT YMIM

B A B I I LANDASAN TEORI

LAMPIRAN 1 SURAT KETERANGAN PABRIK

BAB V HASIL DAN ANALISA

UNIVERSITAS GUNADARMA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN. atribut dilakukan dengan menggunakan diagram pareto untuk mengetahui CTW. Circumference RTD

BAB 4 PEMBAHASAN DAN ANALISIS DATA

Metode Training SPC TIDAK FOKUS PADA CARA MELAKUKAN PERHITUNGAN STATISTIK TAPI

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB V ANALISA HASIL. 5.1 Analisa Pembuatan Diagram Sebab Akibat. Diagram sebab akibat memperlihatkan hubungan antara permasalahan

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS

BAB V ANALISA HASIL. 5.1 Analisa peta kendali dan kapabilitas proses. Dari gambar 4.7 peta kendali X-bar dan R-bar bulan Januari 2013, dapat

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

ANALISIS PENGENDALIAN KUALITAS PROSES PRODUKSI DENGAN METODE STATISTICAL PROCESS CONTROL (SPC) DI PT. SURYA TOTO INDONESIA, TBK.

BAB 2 LANDASAN TEORI

PENULISAN ILMIAH MEMPELAJARI PENGENDALIAN KUALITAS PRODUK HOUSING CLUTCH DI PT. SUZUKI INDOMOBIL MOTOR PLANT CAKUNG

ANALISIS KUALITAS DAN FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KERUSAKAN PRODUK DI PT. KATWARA ROTAN GRESIK

BAB 4 PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

UNIVERSITAS GUNADARMA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

BAB III METODE PENELITIAN

USULAN PERBAIKAN KUALITAS PRODUK DUDUKAN MAGNET DENGAN METODE ENAM SIGMA

BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA

MEMPELAJARI PENGENDALIAN KUALITAS PADA PROSES PEMBUATAN EXHAUST MANIFOLD TYPE FR (FRONT) DI PT. BRAJA MUKTI CAKRA

Kata kunci: Daya Saing, Peningkatan Kualitas yang Berkesinambungan, Kualitas Produk, Kapabilitas Proses (Cp), Indeks Kinerja Kane (Cpk)

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap industri manufaktur membutuhkan gerak yang optimal pada keseluruhan

4 BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS

PENGENDALIAN KUALITAS PT AHM DENGAN MENGGUNAKAN ISO/TS 16949: 2002 UNTUK MENCEGAH KOMPONEN VALVE INLET BENGKOK PADA MOTOR SUPRA KHUSUSNYA MESIN NF100

BAB I PENDAHAHULUAN I.1

BAB V HASIL DAN ANALISA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH

BAB V ANALISA HASIL. tersebut dengan menggunakan semua tools yang ada di New Seven Tools

BAB V ANALISA HASIL. terbanyak dari Transmission Case (XCR) adalah sebagai berikut :

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN ANALISA

BAB V ANALISA PEMBAHASAN

ANALISIS PRODUKSI KAYU LAPIS MENGGUNAKAN STATISTICAL QUALITY CONTROL

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN

4 BAB V ANALISIS. Bagian kelima dari dari laporan skripsi ini menjelaskan tentang penulis

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA. Crankshaft merupakan salah satu unit komponen dari mesin motor bakar yang

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH. PT. Citra Tunas Baru Gramindo adalah sebuah perusahaan garmen yang

BAB III METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH. terlebih dahulu sebelum melakukan pemecahan masalah yang sedang dibahas,

Peta Kendali (Control Chart)

3. BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB V ANALISIS PEMECAHAN MASALAH

BAB V ANALISA PEMBAHASAN

BAB V ANALISA DAN HASIL. Dalam bab ini akan dibahas tentang analisis hasil pengamatan proses yang

PROSES PEMBUATAN PISTON TYPE DI PT. INDOMOBIL SUZUKI INTERNASIONAL

Seminar Nasional IENACO 2014 ISSN

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel

PENGENDALIAN KUALITAS PROSES EDIT PROGRAM PENGERJAAN MOULD: STUDI KASUS PT ASTRA HONDA MOTOR

BAB V ANALISIS PEMECAHAN MASALAH

III Control chart for variables. Pengendalian Kualitas TIN-212

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi saat ini sangat mempengaruhi. berkembangnya dunia perindustrian di berbagai bidang terutama industri

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

LAPORAN PRODUKSI BULAN JANUARI - APRIL 2008

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Data Atribut Menganalisis CTQ ( Critical to Quality) Mengidentifikasi Sumber-sumber dan Akar Penyebab Kecacatan

BAB III METODE PENELITIAN

Sumber : PQM Consultant QC Tools Workshop module.

memuaskan pelanggan dan memenangkan persaingan PT. ITS selalu berasaha mengurangi adanya aktivitas tambahan atau pemborosan yang disebabkan karena

Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Dalam Mencapai Gelar Sarajana Strata Satu (S1)

BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENGURANGAN JUMLAH CACAT PRODUK DENGAN METODE FMEA PADA SECTION FORMING PT. XYZ

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Konsep Pengendalian Kualitas pada Industri Manufaktur

Pengendalian Kualitas Kadar Air Produk Kerupuk Udang Berbasis SNI Menggunakan Statistical Quality Control Method

PENGENDALIAN KUALITAS PRODUKSI DENGAN STATISTICAL PROCESS CONTROL (SPC)

4 BAB V ANALISIS. Bagian kelima dari dari laporan skripsi ini menjelaskan tentang penulis

PETA KENDALI VARIABEL

BAB I PENDAHULUAN. B. Rumusan masalah Bagaimana cara pengendalian kualitas proses statistik pada data variabel.

BAB 2 LANDASAN TEORI

7 Basic Quality Tools. 14 Oktober 2016

Universitas Bina Nusantara

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB VI ANALISIS PEMECAHAN MASALAH

BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH

BAB V PEMBAHASAN. Dari pengolahan data yang telah dilakukan terhadap 3 batch produksi. Lupromax EA 150 ml, didapatkan hasil adalah sebagai berikut :

Transkripsi:

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pembuatan Produk Cylinder Comp. Secara garis besar flow proses pembuatan produk Cylinder Comp. tipe GN5 (Astrea Supra dan Honda Win) dari awal kedatangan part sampai terbentuknya sebuah mesin motor adalah melewati 3 tahapan dan dapat di gambarkan sebagai berikut : Casting Cyl. Comp. (oleh sub cont. PT PARIN) Machinning process (oleh PT. AHM) Assembling Engine (oleh PT. AHM) Gambar 4.1 Flow Process Pembuatan Cylinder Comp. 4.1.1 Aliran Proses Machinning di Line 3 PT AHM Secara garis besar flow proses machinning Cylinder Comp. dapat di gambarkan sebagai berikut :

47 Machining 1 ROUGH TURNING TONGTAI Inspection LEAK TESTER COSMO Machining 2 FINE TURNING TONGTAI Machining 7 ROUGH & FINE BORING NISSIN Machining 3 TAP & DRILL TOYOSK Machining 4 MULTI REAMING TOYOSK Machining 8 FINE HONING NISSIN Cleaning WASHING Machining 5 MULTI DRILL TOYOSK Machining 6 VISUAL CHECK MULTI TAPPING TOYOSK DELIVERY Gambar 4.2 Flow proses machining Cylinder Comp.

48 Sedangkan posisi penempatan mesin-mesin produksi secara garis besar ditunjukkan seperti gambar di bawah : St. 3 St. 4 St. 5 St. 6 St. 7 St. 8 St. 9 St. 10 St. 1 St. 2 LINE 3 MACHINNING Gambar 4.3 Lay out mesin pada proses machining Cylinder Comp Di bawah ini penjelasan singkat mengenai spesifikasi mesin produksi yang digunakan per stasiun serta jenis alat potong (Tools) : Tabel 4.1 Spesifikasi mesin dan tools pada proses machining Stasiun Nama proses Spec. mesin Tools 1 Rough Turning Tongtai Insert 2 Fine Turning Tongtai Insert 3 Drilling Tapping Center Toyosk Straigh Drill, Mill Cuter 4 Multi Reaming Toyosk Step Reamer, End Mill 5 Multi Drilling Toyosk Spot Milling Cutter, Step Drill 6 Multi Tapping Toyosk Cutting Tap 7 Leak Tester Cosmo - 8 Rough & Fine Boring Nissin Insert (R&F) 9 Fine Honing Nissin Diamond Ledge Nissin F 10 Washing - Spray Gun Setelah mengetahui aliran proses dari proses machining Cylinder Comp., di bawah ini akan dijelaskan secara singkat definisi dari masing-masing proses tersebut.

49 1. Rough Turning Proses pertama adalah Rough Turning. Bagian utama yang diproses adalah pemakanan permukaan (item 2), pemakanan ketinggian Cylinder (item 3), pembuatan Chamfer (item 5), pembuatan groove (item 6). 4 1 6 5 2 3 Gambar 4.4 Proses Rought Turning. Tabel 4.2 Kontrol kualitas pada proses rough turning Nomor Item Standard Alat Ukur Metode 1 2 3 4 Diameter Height Height Roughness 54.5 70 95.1 25 S + 0.3 0 0-0.5 + 0.1 0 Snap Gauge Micrometer Micrometer Roughness tester 1/25 1/100 1/100 1/100 5 Chamfer terproses Visual 1/100 6 Groove terproses Visual 2/Shift

50 2 dan 3). 2. Fine Turning Proses ini adalah pemakanan pada kedua permukaan secara bersamaan (item 3 3 2 1 Gambar 4.5 Proses fine Turning Tabel 4.3 Kontrol kualitas pada proses fine turning : Nomor Item Standard Alat Ukur Metode 1 2 3 Height Height Roughness 95 69 63 S 0 Block Gauge & -0.15 Dial Test Indikator 0 Block Gauge & -0.1 Dial Test Indikator RoughnessTest 1/25 1/100 2/Shift 3. Drilling Tapping center Pada proses ketiga ini dilakukan proses drilling kedua sisi, untuk membuat lubang baut yang akan mengikat cylinder comp pada Crank Case. Lubang drill ini akan tembus dengan lubang hasil proses drilling berikutnya. Pada proses ini dibuat lubang dengan multi drill dan satu profil step pada daerah oil hole.

51 S102 S103 S105 S101 S104 S112 S201 S204 S206 S202 S203 Gambar 4.6 Proses drilling Tapping Center Tabel 4.4.a Kontrol kualitas pada proses drilling tapping Nomor Item Standard Alat Ukur Metode + 0.2 Diameter 8 Through Gauge S201,S101 0 '1/25 Depth Diameter Tembus Visual S102,S202,S103 + 0.2 Through Gauge Diameter 7.5 '1/25 S203,S104,S204 0 + 0.2 Diameter 6.5 Plug Gauge S206 0 '1/25 Depth Diameter Tembus Visual + 0.2 Diameter 5.1 Plug Gauge S105 0 '1/25 Depth Diameter Tembus Visual + 0.5 Diameter 19 Vernier Caliper + 0.2 S112 Panjang B Min 35 Vernier Caliper '1/25 0 Kedalaman 1 Dial test Indikator - 0.2

52 Tabel 4.4.b Kontrol kualitas pada proses drilling tapping center (lanjutan) Nomor Item Standard Alat Ukur Metode + 0.022 Diameter Reamer 8H8 Depth Plug Gauge '1/25 0 S102, S104 + 0.5 Depth Reamer 7 Depth Plug Gauge '1/25 0 Chamfer Terproses Visual Semua + 0.022 Diameter Reamer 8H8 Depth Plug Gauge '1/25 0 S203, S204 + 0.5 Depth Reamer 7 Depth Plug Gauge '1/25 0 Chamfer Terproses Visual Semua + 0.2 Diameter 9 Depth Plug Gauge '1/25 0 S111 + 0.5 Depth 5 Depth Plug Gauge '1/25 0 4. Multi Reaming Pada intinya proses ini adalah menghaluskan beberapa permukaan lubang drilling awal yaitu untuk dudukan pin dowel pada saat Cylinder Comp dipasang pada Crank Case dan Cylinder Head Gambar 4.7 Proses Multi Reaming

53 Tabel 4.5. Kontrol kualitas pada proses Multi Reaming Nomor Item Standard Alat Ukur Metode + 0.022 Diameter Reamer 8H8 Depth Plug Gauge '1/25 0 S102, S104 + 0.5 Depth Reamer 7 Depth Plug Gauge '1/25 0 Chamfer Terproses Visual Semua + 0.022 Diameter Reamer 8H8 Depth Plug Gauge '1/25 0 S203, S204 + 0.5 Depth Reamer 7 Depth Plug Gauge '1/25 0 Chamfer Terproses Visual Semua + 0.2 Diameter 9 Depth Plug Gauge '1/25 0 S111 + 0.5 Depth 5 Depth Plug Gauge '1/25 0 5. Multi Drilling Pada proses ini intinya yaitu pembuatan lubang awal untuk lubang ulir pada sisi samping Cylinder Comp sebagai tempat baut pengikat Leg Shield (sayap samping) motor. S113 S114 S115 Gambar 4.8 Proses Multi Drilling

54 Tabel 4.6. Kontrol kualitas pada proses Multi drilling Nomor Item Standard Alat Ukur Metode + 0.2 Diameter Reamer 6,8 S113 0 Plug Gauge 1/25 Depth Tembus Visual '1/25 Diameter Step 5.1 + 0.2 Depth Plug Gauge 0 '1/25 S114 + 0.1 Depth 22 Depth Plug Gauge 0 '1/25 Diameter 6.6 + 0.2 Depth Plug Gauge 0 '1/25 Depth 8 + 0.2 Depth Plug Gauge 0 '1/25 Diameter Step 5.1 + 0.2 Depth Plug Gauge 0 '1/25 S115 + 0.1 Depth 22 Depth Plug Gauge 0 '1/25 Diameter 6.6 + 0.2 Depth Plug Gauge 0 '1/25 Depth 8 + 0.2 Depth Plug Gauge 0 '1/25 6. Multi Tapping Pada proses ini yang utama yaitu proses pembuatan ulir pada lubang proses sebelumya sebagai tempat baut pengikat Leg Shield (Sayap samping) motor.

55 S115 S113 S105 S114 Gambar 4.9 Proses Multi tapping Tabel 4.7 Kontrol kualitas pada proses Multi tapping Nomor Item Standard Alat Ukur Metode Semua Diameter Tap M8xP1.25 Tread Plug Gauge S113 Depth Tembus Visual Semua Depth Tread Plug Diameter Tap M6xP1.0 Semua S114 Gauge + 0.1 Depth Tread Plug Depth 18 Semua 0 Gauge Semua Diameter Tap Ulir M6xP1.0 Tread Plug Gauge S115 + 0.1 Depth Tread Plug Depth 20 Semua 0 Gauge Semua Diameter Tap Ulir M8xP1.25 Tread Plug Gauge S105 Depth Tembus Visual Semua 7. Leak tester Benda kerja hasil proses seluruhnya dicek terhadap kebocoran pada daerah lubang saluran oli, dan beberapa lubang seperti lubang bolt stud dan

56 lubang chain. Leak tester dilakukan dengan menggunakan angin dengan tekanan 0,5 kg/cm 2. S201 S112 S204 S204 Gambar 4.10 Area yang dicek kebocoran Tabel 4.8 Kontrol kualitas pada proses Leak Tester Nomor Item Standard Alat Ukur Metode Lubang Bolt Stud S201 & Oli Naik Tidak bocor Cosmo Semua S112 Lubang Oli Turun Tidak bocor Cosmo Semua S207 Ruang Cam Chain Tidak bocor Cosmo Semua S204 Lubang Bolt Stud Tidak bocor Cosmo Semua 8. Rough and Fine boring Pada proses machining pertama sampai dengan proses machining keenam, titik referensi yang diambil adalah titik pusat dari diameter lubang bakar. Sedangkan machining Rough and Fine boring ini titik referensinya berubah dengan titik referensi proses machining sebelumnya, yaitu lubang reamer pada sisi A. Proses boring pada lubang bakar ini terdiri dari 2 langkah, langkah pertama

57 adalah proses roughing dan proses berikutnya adalah proses finishing sampai didapat diameter ruang bakar sebesar 50 dengan toleransi 0,030 sampai dengan 0,001. Untuk pengecekan kualitas distandarkan 1 kali pengecekan setiap 25 hasil proses dengan bore gauge. Gambar 4.11 Proses Rough and Fine Boring A Tabel 4.9 Kontrol kualitas pada proses Rough and Fine Boring Nomor Item Standard Alat Ukur Metode -0.01 Bore Gauge & 50 1 Diameter -0.03 Ring Gauge 1/25 2 Kekasaran <12.5 S Roughtness Test 2/Shift 3 4 Kesilindrisan Kebulatan 0.01 0.01 Bore Gauge & Ring Gauge Bore Gauge & Ring Gauge 1/25 1/25 9. Proses outomatic honing Untuk memperoleh toleransi yang lebih teliti yang disyaratkan untuk ruang bakar, dilakukan proses Honing. Dalam proses ini akan didapat

58 diameter yang lebih teliti yaitu diameter 50 dengan toleransi + 0,015 dan + 0,005 serta kebulatan max 0,01. Gambar 4.12. Proses automatic honing.

59 Tabel 4.10 Kontrol kualitas pada proses Honing Nomor Item Standard Alat Ukur Metode +0.015 Air Jet & 50 1 Diameter (Finish) +0.05 Ring Gauge Semua 2 Roughness Max 1.6 Roughtness Test 2/Shift Air Jet & 3 Kesilindrisan Max 0.01 Ring Gauge Semua 4 Kebulatan Max 0.01 Air Jet & Ring Gauge Semua 5 Ketegak lurusan 0.03/100 Taper Gauge 1/100 10. Washing Pada proses ini Cylinder Comp. yang telah melewati proses machining dicuci dengan air dan oli untuk menghilangkan scrap maupun cairan coolant. 11. Visual check Sebelum dikirim ke bagian assembling engine, Cylinder Comp dicheck secara visual. Pengecekan ini terutama terhadap bagian permukaan lubang pembakaran terhadap goresan atau keretakan selain itu juga adanya kemungkinan adanya porosity.

60 12. Delivery Setelah dinyatakan lolos kualitas, Cylinder Comp dikirim ke bagian assembling. Untuk mengatasi karat, terutama di permukaan ruang bakar, Cylinder Comp dicelupkan ke cairan anti karat. 4.1.2 Cacat proses machining Didalam proses machining sering ditemukan adanya cacat. Secara garis besar cacat dibedakan menjadi dua jenis: 1. Cacat dimensi Cacat dimensi adalah cacat yang disebabkan dimensi part yang terbentuk tidak sesuai dengan standar yang terdapat dalam drawing part serta toleransi standard dari proses. Contoh dari cacat dimensi antara lain : ketinggian minus, diameter lubang blong, oval, kedalaman lubang tidak standard, posisi lubang bergeser, dimensi ulir NG, dan lain-lain. 2. Cacat Visual Cacat visual adalah cacat yang dapat terlihat langsung dengan indera penglihatan. Contoh dari cacat visual antara lain : permukaan tidak terproses / termakan sehingga warna hitam kelihatan (black surface), keropos (porosity), permukaan kasar / bergelombang, part gompal, drill patah di dalam lubang, dan lain-lain..

61 4.1.3 Sistem Produksi dan Metode Kontrol Kualitas Sistem produksi pada seksi Machinning Cylinder Comp. menggunakan sistem ban berjalan atau konveyor dimana prosesnya berurutan dari stasiun satu ke stasiun dua dan seterusnya, dan bukan menggunakan sistem batch atau lot. Hal ini berarti terdapat adanya hubungan erat antara stasiun kerja yang satu dengan stasiun berikutnya dimana hasil proses stasiun pertama akan mempengaruhi hasil proses stasiun ke dua dan seterusnya. Sedangkan metode kontrol kualitas sendiri dilakukan oleh operator masing-masing stasiun sesuai prosedur yang ditetapkan. Selain itu Seksi Quality Control Operation juga melakukan back up kontrol kualitas untuk melakukan beberapa item pengukuran yang tidak dapat dilakukan di line produksi. 4.1.4 Data Frekwensi Cacat Produksi Berikut ini adalah data hasil produksi Machinning dan data jumlah cacat hasil produksi diperoleh dari laporan bulanan produksi. Data ini merupakan data historic rekapan laporan bulanan selama periode Januari September tahun 2004.

62 Tabel 4.11 Frekwensi Cacat Produksi Stasiun Jenis cacat Bulan Sub % Jenis Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agt Sept Total Reject Tinggi 95 ( - ) 4 6 26 18 18 30 102 0.03 Tebal 69 ( - ) 9 2 12 2 38 6 69 0.02 M01 Sirip gompal 3 1 24 37 65 0.02 Dia 54.5 blong 5 1 3 2 3 5 19 0.01 Groving besar 1 2 25 20 39 11 14 112 0.03 Tinggi 95 ( - ) 2 3 10 8 4 10 37 0.01 M02 Tebal 69 ( - ) 1 1 18 45 17 14 96 0.03 Face gelombang 5 2 3 26 25 43 25 37 166 0.04 Lubang collar dalam 3 4 9 32 3 28 79 0.02 M03 Lubang collar geser 30 32 64 97 75 298 0.08 Drill patah 3 11 10 21 16 3 26 90 0.02 Lub tak tembus / 2 20 2 4 6 6 40 0.01 Reamer kedalaman 1 2 6 2 2 2 15 0.00 M04 Reamer geser 2 3 2 1 2 4 3 4 21 0.01 Reamer blong 2 3 2 7 0.00 Milling dalam 6 10 3 2 8 2 23 14 18 86 0.02 M05 Posisi lub PGR geser 6 3 1 7 22 15 23 15 34 126 0.03 Drill patah 4 5 4 6 20 10 1 17 67 0.02 M06 Dimensi ulir " NG " 4 3 5 3 10 25 0.01 Tap M6 patah 13 17 11 16 26 28 33 28 42 214 0.06 Dimensi FB blong 9 18 14 23 29 57 25 16 19 210 0.06 M07 Black surface FB 71 130 148 516 799 624 914 513 575 4290 1.16 Berulir 1 6 2 4 6 4 3 1 3 30 0.01 Oval 1 2 5 6 3 3 12 32 0.01 Dimensi honing 4 4 31 44 54 19 15 10 181 0.05 MO8 Gores 2 6 5 1 5 3 22 0.01 Kasar 2 2 1 4 3 2 14 0.00 Oval 1 1 9 17 5 11 11 15 70 0.02 Total Reject Machinning 132 223 195 651 1116 986 1378 852 1050 6583 1.7828995 Total Produksi 34789 36246 34414 61904 41923 44690 45521 32990 36753 369230 Persen Reject Machinning 0.38 0.62 0.57 1.05 2.66 2.21 3.03 2.58 2.86 1.783

63 4.2 Pengolahan Dan Analisa Data Pengolahan data yang dilakukan penulis adalah sebagai berikut : 4.2.1 Membuat Diagram Prosentase Kontribusi Cacat Pembuatan diagram prosentase kontribusi cacat diperlukan untuk memperlihatkan semua frekwensi masing-masing jenis cacat yang ada. Diagram prosentase kontribusi cacat untuk produksi periode Januari September 2004 adalah sebagai berikut : Gambar 4.13. Diagram Prosentase Kontribusi Cacat 4.2.2 Diagram Pareto Dari data yang diperoleh dari Dept. Produksi terdapat 28 jenis cacat. Namun tidak semua jenis cacat tersebut menjadi target penulis untuk ditanggulangi, melainkan target penulis adalah menanggulangi jenis cacat yang

64 paling dominan dari 5 besar jenis cacat. Dalam diagram pareto ini dapat diurutkan 5 besar jenis cacat berdasarkan prosentase frekwensi kejadian dari yang terbesar sampai yang terkecil. Tabel 4.12 Lembar Data untuk Pembuatan Diagram Pareto Urutan Frekwensi Frekwensi Persentase Persentase Jenis Kumulatif dari total (%) kumulatif (%) kerusakan Black Surface FB 4290 4290 82.61 82.6 Lubang Collar geser 298 4588 5.74 88.3 Tap M6 patah 214 4802 4.12 92.5 Dimensi Fine Boring 210 5012 4.04 96.5 Dimensi Honing 181 5193 3.49 100.0 Total 5193 100 Gambar 4.14. Diagram Pareto

65 Dari Diagram Pareto di atas terlihat jelas bahwa Cacat Black Surface menempati peringkat pertama berdasarkan frekwensi kejadiannya, dan hal ini yang mendasari penulis untuk mengetahui apa penyebabnya dan sekaligus mencari solusi yang tepat untuk pemecahan masalah tersebut. 4.2.3 Perbandingan Antara Proporsi Cacat Black Surface dengan Standard Pabrik Tabel 4.13 Lembar Data untuk Pembuatan Diagram Proporsi Cacat Black Surface Pengamatan Jumlah Produksi Jumlah Produk Cacat Proporsi Produk Cacat Bulan Black Surace Black Surface Januari 34789 71 0.0020 Februari 36246 130 0.0036 Maret 34414 148 0.0043 April 61904 516 0.0083 Mei 41923 799 0.0191 Juni 44690 624 0.0140 Juli 45521 914 0.0201 Agustus 32990 513 0.0156 September 36753 575 0.0156 Target Reject Max 0.01 Langkah langkah Perhitungan : Menghitung proporsi produk cacat Black Surface setiap bulannya : 71 Misal : Bulan Januari : = 0.00205 34789 dan seterusnya untuk bulan Februari-September

66 Proporsi produk cacat Black Surface antara bulan Januari September 2004 dibandingkan terhadap standard pabrik dapat dilihat pada diagram di bawah ini : Gambar 4.15. Diagram Proporsi Cacat Black Surface Dari diagram untuk cacat Black Surface di atas terlihat bahwa proporsi cacat Black Surface berurutan dari bulan Mei, Juni, Juli, Agustus, September tahun 2004 berada di atas standard pabrik yaitu max 1%. Selanjutnya penulis mencoba membuat peta pengendali P model harian/individu untuk proposi cacat Black Surface per bulan September untuk melihat apakah data selama bulan September berada di dalam batas pengendalian statistik atau tidak.

67 Tabel 4.14 Lembar Data untuk Pembuatan Peta Kontrol P Model Harian / Individu Pengamatan Jumlah Jumlah Cacat Proporsi Cacat UCL LCL hari ke- Produksi Black Surface Black Surface 1 1750 20 0.0114 0.023 0.008 2 1822 20 0.0110 0.023 0.008 3 1860 22 0.0118 0.023 0.008 4 1906 21 0.0110 0.023 0.008 5 1781 24 0.0135 0.024 0.007 6 1850 19 0.0103 0.023 0.009 7 1770 25 0.0141 0.024 0.007 8 1910 20 0.0105 0.023 0.009 9 1824 20 0.0110 0.023 0.008 10 1856 20 0.0108 0.023 0.008 11 1786 27 0.0151 0.024 0.007 12 1854 19 0.0102 0.023 0.009 13 1828 28 0.0153 0.024 0.007 14 1912 31 0.0162 0.024 0.007 15 1796 18 0.0100 0.023 0.009 16 1824 21 0.0115 0.023 0.008 17 1930 55 0.0285 0.027 0.004 18 1728 50 0.0289 0.028 0.004 19 1936 57 0.0294 0.027 0.004 20 1830 58 0.0317 0.028 0.003 Jumlah 36753 575 A. Proporsi Peta Kontrol P Model Harian / Individu Langkah langkah Perhitungan : Menghitung proporsi produk cacat Black Surface setiap pengamatan : 20 Misal : hari ke-1 = = 0.00114 1750 dan seterusnya sampai hari ke-20 Menghitung Central Line untuk Peta P Model Harian / Individu 575 CL = = 0.016 36753 Menghitung garis batas pengendalian Peta P Model Harian / Individu untuk pengamatan hari ke-1

68 UCL = 0.0116 + 3 0.0116(1 0.116) = 0.023 1750 LCL = 0.0116-3 0.0116(1 0.116) = 0.008 1750 Menghitung garis batas pengendalian Peta P Model Harian / Individu untuk pengamatan hari ke-2 UCL = 0.0116 + 3 0.0116(1 0.116) = 0.023 1822 LCL = 0.0116-3 0.0116(1 0.116) = 0.008 1822 Dan seterusnya sampai data ke-20. Apabila proporsi dari Cacat Black Surface setiap hari diplotkan ke dalam grafik, maka akan tampak seperti grafik di bawah ini : Gambar 4.16. Peta Kontrol P Proporsi Cacat Black Surface

69 Dari peta kontrol terlihat bahwa selama bulan September ternyata cacat Black Surface per harinya melampaui standard Pabrik (UCL berada di atas Standar Pabrik) dan terdapat data di luar kontrol statistik pada hari kerja ke-16, 17, 18, 19 dimana trennya cenderung naik dan melampui UCL, maka dapat diduga bahwa di dalam proses pasti terdapat masalah. Dan hal ini yang mendasari penulis untuk manganalisa faktor penyebab cacat dan sekaligus mencari solusi yang tepat untuk pemecahan masalah tersebut sehingga diharapkan pada bulan selanjutnya proporsi cacat Black Surface dapat berkurang agar masuk standard pabrik. 4.3 Hasil Analisa Cacat Produksi Hasil pengukuran pengendalian proses produksi machining dengan peta kontrol P model harian memperlihatkan dengan jelas bahwa proses produksi berlangsung dengan kontrol kurang baik. Pengembangan hasil temuan masalah dari pengolahan data akan dilakukan dengan metode analisa Fish Bone dan 5 Why. 4.3.1 Definisi Masalah 4.3.1.1 Ilustrasi cacat Black Surface Cacat black surface merupakan istilah cacat yang sering digunakan pada Cylinder Comp. dimana terdapat sebagian area pada dinding diameter utama silinder yang tidak terproses (tidak termakan oleh proses boring), sehingga dinding silinder masih utuh dan masih berwarna hitam.

70 3 4 Black Surface (Dinding Silinder tidak termakan proses boring) 1 2 Gambar 4.17 Cacat Black Surface 4.3.2 Analisa Penyebab Cacat Black Surface dengan Diagram Sebab Akibat Manusia Mesin Setting Mesin Konsentrasi Bushing Spindle Aus Kondisi Tool Mesin Sering terabaikan Cacat Black Surface Metode TPM Sering digetok Metode Pemasangan part pada Jig Pengecekan 3 shift sekali Metode pengecheckan posisi antar center Metode Gambar 4.18. Diagram Sebab Akibat

71 Prinsip yang digunakan untuk membuat sebab akibat ini adalah hasil pengamatan dari penulis, selain itu juga sumbang saran atau brainstorming dari para operator di lapangan. Dalam menentukan faktor faktor penyebab utama dari cacat black surface ini, untuk memudahkan pengamatan dilakukan terhadap faktor faktor utama yang mempengaruhi berlangsungnya proses produksi yaitu : manusia, mesin, material, metode, dan lingkungan. Dari kelima faktor tersebut diatas, hanya ada 3 faktor yang menyebabkan terjadinya cacat tersebut, yaitu : manusia, mesin, dan metode. Manusia Operator yang kurang kontrol, ceroboh dan terburu-buru dalam melakukan pekerjaan, selain itu biasanya tenaga kerja yang bekerja pada shift 3 merasa kelelahan karena mengantuk disamping itu kelelahan akibat kerja yang monoton, sehingga menyebabkan turunnya kinerja operator. dan hal inilah yang sering mengakibatkan rusaknya suatu produk. Mesin Berhubung kapasitas produksi unit yang terus meningkat sehingga memaksa mesin-mesin produksi untuk berjalan non stop sehingga seringkali pemakaian tool mesin dipaksakan sampai melebihi standar lifetime yang ditetapkan, akibatnya banyak bagian mesin yang aus dan tidak terkontrol hingga akhirnya menyebabkan gerakan - gerakan yang oblak, tidak center, dan lain-lain. Dan hal ini tentunya juga akan berpengaruh pada produk yang dihasilkan.

72 Metode Pada saat penempatan part pada jig, operator kadang-kadang memaksakan pemasangan part pada jig dengan cara digetok dengan keras sehingga mengakibatkan jig labil dan menyebabkan hasil proses machining bergeser. Selain itu juga metode penggantian tool mesin yang sering terlambat dari jadwal yang sudah ditetapkan. Disamping itu untuk metode pengukuran tidak adanya pengecheckan jarak antar center pada diameter hasil machinning. Dari ketiga faktor penyebab di atas, dan dari pengamatan di lapangan serta brainstorming dari para operator yang sering menjadi penyebab dominan terjadinya kesalahan adalah mesin produksi karena untuk line machinning tipe GN5 ini adalah line yang umurnya paling tua karena sejak tahun 1996 mesinmesin produksinya tidak dilakukan peremajaan sehingga banyak bagian spindle mesin yang sudah aus dan tentunya akan menyebabkan proses tidak stabil. Faktor material dan lingkungan tidak dapat dikatakan sebagai faktor penyebab dengan alasan sebagai berikut : Material yang digunakan merupakan material yang sudah lolos pemeriksaan kelaikan pakai pada awal proses machinning. Bila ada material yang reject, maka akan langsung langsung terdeteksi pada awal proses. Sedangkan faktor lingkungan dengan alasan sebagai berikut : Kondisi lay out line machinning yang sudah tertata dengan rapi dan penerangan yang ideal.

73 4.3.3 Analisa Penyebab Cacat Black Surface dengan Analisa 5 Why Sumber penyebab cacat Black Surface disinyalir berasal dari stasiun 3 (M03) yang memproses lubang no 1,2,3,4 karena basic proses pada Fine Boring adalah lubang 1 dan 3. Sehingga hasil proses di Fine Boring di stasiun 8 (M08), tergantung dari proses M03. Selain itu proses penyetingan di Mesin Fine Boring sendiri selama ini memakai sistem getok (menggetok Jig) sehingga Jig di Fine Boring menjadi labil juga. Apabila digambarkan dengan diagram 5 Why adalah sebagai berikut : Mengapa? Mengapa? Mengapa? Mengapa? Mengapa? Maka : Metode 5 why Reject black JIG fine pemasangan posisi antar spindel mesin perlu surface tinggi boring labil setting digetok lubang drill M03 labil (aus) perbaikan Labil (TPM) Gambar. 4.19 Diagram 5 Why

74 4.3.4 Pengujian Hipotesis Untuk membuktikan dugaan dimana mesin M03 merupakan sumber penyebab terjadinya cacat black surface maka penulis melakukan pengukuran pada hasil proses dari mesin M03 sebelum perbaikan dan sekaligus dibuat peta kontrol X-R untuk mengetahui penyebaran datanya apakah masuk dalam kontrol statistik. Atau tidak. Adapun area dimensi yang dicek adalah dimensi area a dan b dimana ukuran spesifikasi yang distandarkan masing-masing adalah 22 ± 0.050 dan 26 ± 0.050. a:22± 0.050 b:26± 0.050. Gambar 4.20. Posisi koordinat pada pengukuran hasil machining M03 (proses drilling)

75 a. Pembuatan Peta Kontrol X-R pada area (a) sebelum perbaikan Tabel 4.15 Lembar Data untuk Pembuatan Peta Kontrol X-R area (a) Langkah langkah Perhitungan : Menghitung Range (R) = Xmax Xmin Contoh R ke-1 = 55 30 = 25 Dan seterusnya sampai R ke-20 Menghitung rata-rata Range ( R ) = R total : jml hari 25 + 26 +... + 20 = 20 = 428 / 20 = 21.4 (sebagai CL pada peta R) Menghitung X = X total : jml hari = 42 + 50 +... + 40 20 = 875.4 / 20 = 43.77 (sebagai CL pada peta Xrata-rata)

76 Untuk membuat X Control Chart UCL = X + A2. R = 43.77 + 0.577 x 21.4 = 56.118 LCL = X - A2. R = 43.77-0.577 x 21.4 = 31.422 Untuk membuat R Control Chart UCL = D4. R = 2.114 x 21.4 = 45.24 LCL = D3. R = 0 Apabila data X dan R diplotkan ke dalam grafik, maka akan tampak seperti grafik di bawah ini : Gambar 4.21. Grafik Peta Kontrol X rata-rata pada area (a) sebelum perbaikan

77 Gambar 4.22. Grafik Peta Kontrol R pada area (a) sebelum perbaikan b. Pembuatan Peta Kontrol X-R pada area (b) sebelum perbaikan Tabel 4.16 Lembar Data untuk Pembuatan Peta Kontrol X-R area (b) Langkah langkah Perhitungan : Menghitung Range (R) = Xmax Xmin Contoh R ke-1 = 64 30 = 34 Dan seterusnya sampai R ke-20

78 Menghitung rata-rata Range ( R ) = R total : jml hari 34 + 30 +... + 25 = 20 = 563 / 20 = 28.15 (sebagai CL pada peta R) Menghitung X = X total : jml hari = 49 + 44 +... + 41 20 = 899 / 20 = 44.95 (sebagai CL pada peta Xrata-rata) Untuk membuat X Control Chart UCL = X + A2. R = 44.95 + 0.577 x 28.15 = 61.193 LCL = X - A2. R = 44.95-0.577 x 28.15 = 28.707 Untuk membuat R Control Chart UCL = D4. R = 2.114 x 28.15 = 59.509

79 LCL = D3. R = 0 Apabila data X dan R diplotkan ke dalam grafik, maka akan tampak seperti grafik di bawah ini : Gambar 4.23. Grafik Peta Kontrol X rata-rata pada area (b) sebelum perbaikan Gambar 4.24. Grafik Peta Kontrol R pada area (b) sebelum perbaikan

80 Dari grafik peta Kontrol X rata-rata dan R baik baik pada area (a) maupun (b) terlihat seluruh data hasil observasi pengukuran berada dalam batas pengendali statistik, namun pada peta X rata-rata garis batas pengendali atas (UCL) jatuhnya berada di atas toleransi atas produk (USL), hal ini mengindikasikan bahwa dimensi hasil machining M03 tersebut cenderung terkumpul berada di batas atas toleransi. Hal ini diperkuat dengan beberapa produk hasil pengukuran dimensinya keluar dari batas atas standard toleransi. Untuk itu permasalahan hasil machining yang cenderung mendekati batas atas toleransi tersebut harus segera diperbaiki agar tidak terdapat part yang keluar dari toleransi sehingga diharapkan penyebaran datanya semuanya mendekati spesifikasi nominal.

81 4.3.4 Tahap Perbaikan (Improve) 4.3.4.1 Analisa Tahap Perbaikan dengan Metode 5W-2H Untuk melakukan perbaikan terhadap akar-akar setiap permasalahan, akan dilakukan dengan menggunakan metode 5W-2H, yaitu What (apa)?, Why (Mengapa)?, Where (di mana)?, When (kapan)?, Who (siapa)?, How (bagaimana)?, How much (berapa)?. Berikut ini adalah metode 5W-2H untuk cacat Black Surface : 1. Why : Mengapa perlu penanggulangan Penanggulangan atas cacat black surface adalah sangat perlu, karena cacat ini paling mendominasi dari keseluruhan jenis cacat yang ada. Jadi dengan menanggulangi faktor faktor penyebab terjadinya cacat ini maka perusahaan dapat mengurangi jumlah cacat produk secara keseluruhan seminimal mungkin, dan hal ini juga memberikan peningkatan kualitas dan kuantitas produksi yang cukup berarti. 2. What : Apa yang harus diperbaiki Faktor paling dominan yang selama ini menyebabkan terjadinya cacat black surface adalah faktor mesin, sedangkan faktor lainnya ( faktor manusia dan metode ) dapat diatasi selanjutnya. Untuk mendapatkan kestabilan proses pada mesin

82 produksi maka perlu diintensifkan penerapan metode TPM (Technic Preventive Maintenance). 3. Where : Dimana penanggulangan dilaksanakan Dalam hal ini penanggulangan dilakukan di Dept. Machining Line 3 dan khususnya dapat dilakukan di stasiun M03 4. When : Kapan penanggulangan akan dilaksanakan Langkah langkah penanggulangan dapat dilakukan secepatnya, hal ini akan sangat efektif karena untuk meningkatkan produktivitas kerja. 5. Who : Siapa yang melaksanakan Pelaksanaan dari rencana penanggulangan itu harus dilakukan kerjasama antara operator operator yang terkait dengan bagian pengendalian kualitas, dalam hal ini bagian Quality Control dan bagian Process Engineering untuk berkoordinasi dengan baik untuk menetapkan dan melaksanakan periode dan proses dari metode TPM tersebut. 6. How : Bagaimana pelaksanaannya Pelaksanaan penanggulangan mengikuti rencana penanggulangan yang telah ditetapkan yaitu :

83 Untuk faktor mesin dan peralatan Penjadwalan pemeriksaan keadaan mesin dan peralatan oleh teknisi maintenance yang professional dan berpengalaman untuk menjaga tools agar senantiasa dalam kondisi baik untuk digunakan. Selain itu juga sebaiknya setiap operator memeriksa sendiri peralatan sebelum digunakan sehingga diharapkan produk yang dihasilkan sesuai dengan yang diharapkan. Untuk faktor manusia Operator hendaknya diberikan peringatan terus menerus ( melalui poster atau tanda tertentu ) sehingga dalam pemasangan part di jig, tidak diperkenankan untuk menggetok jig. Untuk faktor metode Selama ini metode frekwensi pengukuran posisi antar lubang dowel yang menjadi basic proses proses fine boring hanya dilakukan pada awal berjalannya shift (waktu kerja). Maka sekarang ini frekwensi pengukuran ditambah pada waktu tengah jam kerja untuk memastikan bahwa proses masih stabil. 7. How much : Berapa banyak manfaat / biaya. Manfaat : jumlah produk cacat Black Surface akan turun sesuai target yang diharapkan., kondisi tool mesin akan lebih termonitor sehingga capabilitas proses akan menjadi lebih baik.

84 Biaya : biaya yang dikeluarkan tidak terlalu besar, karena hanya menggganti part-part mesin yang bermasalah (bushing aus). 4.3.4.2 Analisa Perbaikan Dengan PICA Setelah membuat analisa 5W-2H, pada tahap improvement ini dibuat juga PICA (Problem Identification Corective Action). Dengan PICA ini akan diuraikan rancangan detail pekerjaan untuk analisa perbaikan.

85 4.3.5 Hasil Uji Coba Setelah Perbaikan Setelah penulis melakukan analisa terhadap kemungkinan kemungkinan penyebab terjadinya cacat black surface pada proses machining Cylinder Comp maka di sini akan dipaparkan hasil uji coba setelah perbaikan, dimana data yang ditampilkan adalah data pada bulan Oktober 2004 sampai dengan Juni 2005. Adapun hasil dari uji coba tersebut dapat di tabelkan sebagai berikut :

86 Tabel 4.18 Data frekwensi cacat setelah perbaikan Stasiun Jenis cacat Bulan Sub % Jenis Okt Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Total Reject Tinggi 95 ( - ) 10 4 15 9 2 2 4 0 30 76 0.03 Tebal 69 ( - ) 1 1 5 6 5 1 10 6 35 0.01 M01 Sirip gompal 11 8 14 1 2 2 2 37 77 0.03 Dia 54.5 blong 8 9 2 5 2 5 31 0.01 Groving besar 12 1 9 8 6 9 7 2 14 68 0.03 Tinggi 95 ( - ) 2 5 3 4 8 1 0 0 10 33 0.01 M02 Tebal 69 ( - ) 29 16 15 21 12 5 11 13 14 136 0.05 Face gelombang 31 9 36 24 30 37 22 22 37 248 0.09 Lubang collar dalam 9 2 3 2 0 0 28 44 0.02 M03 Lubang collar geser 10 4 2 1 0 1 75 93 0.03 Drill patah 16 16 4 12 11 12 10 26 107 0.04 Lub tak tembus / 8 6 5 2 4 3 0 6 34 0.01 Reamer kedalaman 11 5 2 2 1 6 1 2 30 0.01 M04 Reamer geser 1 2 2 1 3 1 4 14 0.01 Reamer blong 2 4 2 0 0 2 10 0.00 Milling dalam 6 2 4 6 3 1 3 1 18 44 0.02 M05 Posisi lub PGR geser 14 6 7 6 12 4 5 6 34 94 0.04 Drill patah 5 12 10 8 4 4 2 17 62 0.02 M06 Dimensi ulir " NG " 6 4 5 6 1 1 1 10 34 0.01 Tap M6 patah 17 21 23 18 6 7 14 4 42 152 0.06 Dimensi FB blong 36 13 8 4 7 2 7 3 19 99 0.04 M07 Black surface FB 32 48 86 40 13 24 34 9 17 303 0.11 Berulir 13 2 2 1 1 0 3 22 0.01 Oval 5 2 6 3 1 12 29 0.01 Dimensi honing 19 6 3 3 13 2 4 3 10 63 0.02 MO8 Gores 22 2 1 4 1 2 0 3 35 0.01 Kasar 4 1 1 0 2 8 0.00 Oval 2 1 1 2 2 15 23 0.01 Total Reject Machinning 342 194 280 188 139 111 166 92 492 2004 0.7486411 Total Produksi 37958 22145 34298 25735 33733 35110 23375 18578 36753 267685 Persen Reject Machinning 0.90 0.88 0.82 0.73 0.41 0.32 0.71 0.50 1.34 0.749 4.5.1 Perbandingan Hasil Uji Coba dengan Standard Pabrik Pembandingan antara hasil uji coba dengan Standard Pabrik adalah sangat perlu, karena dengan adanya pembandingan akan dapat dilihat apakah perbaikkan proses yang telah dilakukan telah masuk dalam range dari Standard Pabrik tersebut. Adapun hasil perbandingan tersebut dapat dilihat pada diagram dibawah ini :

87 Gambar 4.25. Diagram Proporsi Cacat Black Surface setelah perbaikan Melihat dari hasil perbandingan diatas, maka penulis menyimpulkan bahwa hasil perbaikan yang dilakukan penulis telah membuahkan hasil dimana cacat Black Surface yang tadinya melampui standard pabrik kini telah berada dalam range standard yang diitetapkan pabrik.. Selanjutnya penulis membuat peta pengendali P model harian/individu untuk proposi cacat Black Surface per bulan November 2005 untuk mengkonfirmasi apakah data cacat selama bulan November berada di dalam batas pengendalian atau tidak.

88 Tabel 4.19 Lembar Data untuk Pembuatan Peta Kontrol P Model Harian / Individu Setelah Perbaikan Pengamatan Jumlah Jumlah Cacat Proporsi Cacat UCL LCL hari ke- Produksi Black Surface Black Surface 1 1067 1 0.0009 0.005-0.001 2 1072 3 0.0028 0.007-0.003 3 1056 4 0.0038 0.008-0.004 4 1152 1 0.0009 0.005 0.000 5 1022 2 0.0020 0.006-0.002 6 1006 3 0.0030 0.007-0.003 7 1022 2 0.0020 0.006-0.002 8 1125 3 0.0027 0.007-0.002 9 1125 1 0.0009 0.005 0.000 10 1080 3 0.0028 0.007-0.003 11 1074 1 0.0009 0.005-0.001 12 1128 1 0.0009 0.005 0.000 13 1232 2 0.0016 0.006-0.001 14 1236 1 0.0008 0.005 0.000 15 1058 2 0.0019 0.006-0.002 16 1253 6 0.0048 0.008-0.004 17 1053 3 0.0028 0.007-0.003 18 1104 6 0.0054 0.009-0.004 19 1134 1 0.0009 0.005 0.000 20 1146 2 0.0017 0.006-0.002 Jumlah 22145 48 Langkah langkah Perhitungan : Menghitung proporsi produk cacat Black Surface setiap pengamatan : 1 Misal : hari ke-1 = = 0.0009 1067 dan seterusnya untuk pengamatan ke-2 sampai ke-20 Menghitung Central Line untuk Peta P Model Harian / Individu 48 CL = 22145 = 0.002

89 Menghitung garis batas pengendalian Peta P Model Harian / Individu untuk pengamatan hari ke-1 UCL = 0.002 + 3 0.002(1 0.002) = 0.005 1067 LCL = 0.002-3 0.002(1 0.002) = - 0.001 (dianggap nol) 1067 Dan seterusnya sampai data ke-20. Apabila proporsi dari Cacat Black Surface setiap hari selama bulan November diplotkan ke dalam grafik, maka akan tampak seperti grafik di bawah ini : Gambar 4.26. Peta Kontrol P Proporsi Cacat Black Surface setelah perbaikan Dari konfirmasi dengan peta pengendali P model harian/individu selama bulan November di atas, jumlah cacat Black Surface per harinya berada di dalam batas pengendalian statistik dan sekaligus UCL data berada di bawah standard pabrik.

90 Selain itu untuk memperkuat dugaan bahwa mesin produksi yang tadinya bermasalah dan sekarang telah diperbaiki maka di sini penulis melakukan konfirmasi lagi dengan data ukur hasil proses mesin M03 setelah mengalami beberapa item perbaikan yaitu : penggantian bushing spindle yang aus, memperketat program preventive maintenance serta memperhatikan proses pemasangan benda kerja pada jig, maka di bawah ini ditampilkan peta kontrol X- R untuk mengetahui trend penyebaran datanya apakah masuk dalam kontrol statistik atau tidak. Adapun area dimensi yang dicek adalah dimensi area (a) dan (b) dimana ukuran spesifikasi yang distandarkan masing-masing adalah 22 ± 0.050 dan 26 ± 0.050 mm. a. Pembuatan Peta Kontrol X-R pada area (a) setelah perbaikan Tabel 4.20 Lembar Data untuk Pembuatan Peta Kontrol X-R area (a) setelah perbaikan Langkah langkah Perhitungan : Menghitung rata-rata Range ( R ) = R total : jml hari 25 + 26 +... + 26 = 20

91 = 502 / 20 = 25.1 Menghitung X = X total : jml hari = 7 + ( 1) +... + 3 20 = 42 / 20 = 2.1 Untuk membuat X Control Chart UCL = X + A2. R = 2.1+ 0.577 x 25.1 = 16.583 LCL = X - A2. R = 2.1-0.577 x 25.1 = -12.383 Untuk membuat R Control Chart UCL = D4. R = 2.114 x 25.1 = 53.061 LCL = D3. R = 0 Apabila data X dan R diplotkan ke dalam grafik, maka akan tampak seperti grafik di bawah ini :

92 Gambar 4.27. Grafik Peta Kontrol X rata-rata pada area (a) setelah perbaikan Gambar 4.28. Grafik Peta Kontrol R pada area (a) setelah perbaikan

93 b. Pembuatan Peta Kontrol X-R pada area (b) setelah perbaikan Tabel 4.21 Lembar Data untuk Pembuatan Peta Kontrol X-R area (b) setelah perbaikan Langkah langkah Perhitungan : Menghitung rata-rata Range ( R ) = R total : jml hari 28 + 25 +... + 24 = 20 = 498 / 20 = 24.9 (sebagai CL pada peta R) Menghitung X = X total : jml hari = 2 + ( 2) +... + ( 2) 20 = 26.6/ 20 Untuk membuat X Control Chart = 1.33 (sebagai CL pada peta X rata-rata) UCL = X + A2. R = 1.33 + 0.577 x 24.9 = 15.697

94 LCL = X - A2. R = 1.33-0.577 x 24.9 = -13.037 Untuk membuat R Control Chart UCL = D4. R = 2.114 x 24.9 = 52.639 LCL = D3. R = 0 Apabila data X dan R diplotkan ke dalam grafik, maka akan tampak seperti grafik di bawah ini : Gambar 4.29. Grafik Peta Kontrol X rata-rata pada area (b) setelah perbaikan

95 Gambar 4.30. Grafik Peta Kontrol R pada area (b) setelah perbaikan Dari grafik peta Kontrol X rata-rata dan R baik baik pada area (a) maupun (b) setelah mesin diperbaiki terlihat bahwa seluruh data hasil observasi pengukuran berada dalam batas pengendali statistik, dan pada peta X rata-rata garis batas pengendali atas (UCL) yang tadinya jatuh berada di atas toleransi atas produk (USL) sekarang sudah berada di bawah USL, hal ini mengindikasikan bahwa dimensi hasil machining M03 sekarang sudah terdistribusi normal (penyebarannya mendekati spesifikasi nominal) dan tidak ditemukan produk yang dimensinya keluar dari kedua batas toleransi. Karena mesin sudah diperbaiki dan dari grafik Kontrol X rata-rata dan R terlihat seluruh data hasil observasi pengukuran berada dalam batas pengendali statistik, maka untuk perhitungan kapabilitas proses boleh dilakukan.

96 c. Perhitungan Kapabilitas Proses Pada Mesin Setelah Mengalami perbaikan Tabel 4.22 Data hasil pengukuran dan pengukuran Capabilitas Proses Mesin M03 setelah perbaikan Posisi Sb. Y Dow el atas Sb. Y Dow el baw ah (Posisi a) (Posisi b) SU 0.050 0.050 No. Nominal 22.5 26.0 SL -0.050-0.050 1 0.010-0.010 2 0.008-0.012 3 0.013 0.013 4 0.012 0.012 5-0.012 0.012 6-0.011 0.013 7-0.012-0.010 8 0.013-0.012 9 0.012-0.013 10-0.010 0.013 11-0.011-0.012 12 0.011-0.013 13-0.010-0.014 14 0.013 0.012 15 0.012 0.012 16 0.012 0.013 17 0.012-0.012 18-0.013-0.006 19-0.011-0.013 20 0.012 0.013 21-0.011-0.014 22 0.013-0.014 23-0.014-0.012 24 0.013-0.013 25-0.012-0.014 26 0.013-0.011 27 0.014-0.017 28-0.010-0.014 29-0.010-0.013 30-0.012-0.012 s 0.0120 0.0118 Cp 1.39 1.41 CPL 1.42 1.27 CPU 1.36 1.55 Cpk 1.36 1.27

97 Langkah langkah perhitungan Cp, CPL, CPU dan Cpk untuk area (a) : Menentukan rata-rata data ( X ), X = (X1+X2+...+Xn) / n = (0.01 + 0.08 +...+(-0.012)) / 30 = 0.001 Menentukan simpangan baku (s), s = ( Xi X )2 n 1 = (( 0.01 0.001)2 + (0.008 0.001)2 +... + ( 0.012 0.001)2) /(30 1) = 0.0120 Menetukan Indeks KapabilitasProses (Cp) Cp = USL LSL 6s Dimana USL : Upper Specific Limit (toleransi atas) LSL : Lower Specific Limit (toleransi bawah) = ( 0.050 ( 0.050)) 6*0.0120 = 1.39 (mampu / capable) Menentukan Indek kapabilitas bawah (Lower Capability Index atau CPL) X LSL CPL = {( 3* s = {( )} )} 0.001 ( 0.050) 3* 0.012 = 1.36 (proses akan mampu memenuhi batas spesifikasi bawah / LSL)

98 Menentukan Indek kapabilitas atas (Upper Capability Index atau CPU) USL X CPU = {( 3* s )} = {( 0.050 0.001)} 3* 0.012 = 1.42 (proses akan mampu memenuhi batas spesifikasi atas / USL) Menentukan Indek Performansi Kane(Cpk) Cpk = min {CPL ; CPU } = min { 1.36 ; 1.42 } = 1.36 Langkah langkah perhitungan Cp, CPL, CPU dan Cpk untuk area (b) : Menentukan rata-rata data ( X ), X = (X1+X2+...+Xn) / n = (-0.01 + (-0.012) +...+(-0.012)) / 30 = -0.005 Menentukan simpangan baku (s), s = ( Xi X )2 n 1 = (( 0.01 ( 0.005))2 + (( 0.012 ( 0.005))2 +... + (( 0.012 ( 0.005))2) /(30 1) = 0.0118

99 Menetukan Indeks KapabilitasProses (Cp) Cp = USL LSL 6s Dimana USL : Upper Specific Limit (toleransi atas) LSL : Lower Specific Limit (toleransi bawah) = ( 0.050 ( 0.050)) 6 *0.0118 = 1.41 (mampu / capable) Menentukan Indek kapabilitas bawah (Lower Capability Index atau CPL) X LSL CPL = {( 3* s )} 0.005 ( 0.050) = {( )} 3* 0.0118 = 1.27 (proses masih mampu memenuhi batas spesifikasi bawah / LSL) Menentukan Indek kapabilitas atas (Upper Capability Index atau CPU) USL X CPU = {( 3* s = {( )} 0.050 ( 0.005) 3* 0.0118 )} = 1.55 (proses akan mampu memenuhi batas spesifikasi atas / USL) Menentukan Indek Performansi Kane(Cpk) Cpk = min {CPL ; CPU }

100 = min { 1.27 ; 1.55 } = 1.27 Adapun ketentuan dari nilai CP adalah sebagai berikut : Cp > 1.33, maka proses dianggap mampu (capable) Cp = 1.00 1.33, maka proses dianggap mampu namun perlu pengendalian ketat apabila Cp telah mendekati 1.00 Cp < 1.00, maka proses dianggap tidak mampu (not capable) Jika CPL >1.33, proses akan mampu memenuhi batas spesifikasi bawah (LSL). Jika 1.00 < CPL < 1.33, proses masih mampu memenuhi batas spesifikasi bawah (LSL), namun perlu pengendalian ketat apabila CPL telah mendekati 1.00. Jika CPL < 1.00, proses tidak mampu memenuhi batas spesifikasi bawah (LSL). Jika CPU > 1.33, proses akan mampu memenuhi batas spesifikasi atas (USL). Jika 1.00 < CPU < 1.33, proses masih mampu memenuhi batas spesifikasi atas (USL), namun perlu pengendalian ketat apabila CPU telah mendekati 1.00. Jika CPU <1.00, proses tidak mampu memenuhi batas spesifikasi atas (USL) Dari hasil pengukuran Kapabilitas proses pada mesin M03 setelah mengalami perbaikan diperoleh Nilai Cp pada kedua area pengukuran (area a dan b) dengan nilai Cp 1.33 dan Cpk 1.00 maka dapat dikatakan bahwa kestabilan proses baik, telah terfokus, dan dapat diprediksi.