BAB IV. PERENCANAAN ALIGNAMEN VERTIKAL JALAN

dokumen-dokumen yang mirip
Kelandaian maksimum untuk berbagai V R ditetapkan dapat dilihat dalam tabel berikut :

BAB V ALINYEMEN VERTIKAL

BAB II DASAR TEORI. harus memiliki jarak pandang yang memadai untuk menghindari terjadinya

BAB III LANDASAN TEORI

PERENCANAAN GEOMETRIK PADA RUAS JALAN TANJUNG MANIS NILAS KECAMATAN SANGKULIRANG

4.1.URAIAN MATERI 1: MERENCANA ALIGNEMEN VERTICAL JALAN

BAB III LANDASAN TEORI. tanah adalah tidak rata. Tujuannya adalah menciptakan sesuatu hubungan yang

PERENCANAAN GEOMETRIK DAN PERKERASAN RUAS JALAN ARIMBET-MAJU-UJUNG-BUKIT-IWUR PROVINSI PAPUA

Eng. Ibrahim Ali Abdi (deercali) 1

ALINEMEN VERTIKAL. PDF created with pdffactory Pro trial version

BAB III PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 ANALISA JARINGAN JALAN

BAB IV PERENCANAAN. Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Metode Analisa Komponen SKBI

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER Oleh NRP :

BAB 2 PENAMPANG MELINTANG JALAN

Penampang Melintang Jalan Tipikal. dilengkapi Trotoar

PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM BENTLEY MX ROAD Rizky Rhamanda NRP:

BAB I PENDAHULUAN Rumusan Masalah

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. membandingkan perhitungan program dan perhitungan manual.

BAB 1 PENDAHULUAN Tahapan Perencanaan Teknik Jalan

BAB II STUDI PUSTAKA

yang mempunyai panjang kelandaian lebih dari 250 m yang sering dilalui kendaraan berat.

5/11/2012. Civil Engineering Diploma Program Vocational School Gadjah Mada University. Nursyamsu Hidayat, Ph.D. Source:. Gambar Situasi Skala 1:1000

BAB IV. PERENCANAAN ALIGNAMENT HORIZONTAL B.4.1. LENGKUNG PERALIHAN Secara teoritis perubahan jurusan yang dilakukan pengemudi dari jalan lurus (R =

BAB II PENAMPANG MELINTANG JALAN

Perhitungan Intensitas Maksimum Stasiun Tanjung Perak Perhitungan Intensitas Maksimum Stasiun Sampang...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI KATA PENGATAR

BAB III METODE PERENCANAAN. 1. Metode observasi dalam hal ini yang sangat membantu dalam mengetahui

PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN MENGGUNAKAN SOFTWARE AUTODESK LAND DESKTOP 2006 Veronica Dwiandari S. NRP:

Perencanaan Geometrik Jalan

Sesuai Peruntukannya Jalan Umum Jalan Khusus

LAPORAN PRAKTIKUM PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

254x. JPH = 0.278H x 80 x 2.5 +

KAJIAN GEOMETRIK JALUR GANDA DARI KM SAMPAI DENGAN KM ANTARA CIGANEA SUKATANI LINTAS BANDUNG JAKARTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

POTONGAN MELINTANG (CROSS SECTION) Parit tepi (side ditch), atau saluran Jalur lalu-lintas (travel way); drainase jalan; Pemisah luar (separator);

BAB V MEDIAN JALAN. 5.2 Fungsi median jalan

BAB 3 PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

Oleh : ARIF SETIYAFUDIN ( )

Perencanaan Geometrik dan Perkerasan Jalan Lingkar Barat Metropolitan Surabaya Jawa Timur

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

terjadi, seperti rumah makan, pabrik, atau perkampungan (kios kecil dan kedai

PENGANTAR PERENCANAAN JALAN RAYA SO324 - REKAYASA TRANSPORTASI UNIVERSITAS BINA NUSANTARA 2006

Bagas Aryo Y JUMLAH KENDARAAN TERHENTI Simpang Kumpulrejo TUNDAAN

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) tahun 1997, ruas jalan

PERENCANAAN GEOMETRIK DAN LAYOUT SIMPANG JALAN LINGKAR LUAR BARAT KOTA SURABAYA

BAB III LANDASAN TEORI. Kendaraan rencana dikelompokan kedalam 3 kategori, yaitu: 1. kendaraan kecil, diwakili oleh mobil penumpang,

BAB II KOMPONEN PENAMPANG MELINTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum

EVALUASI GEOMETRIK JALAN PADA JENIS TIKUNGAN SPIRAL- CIRCLE-SPIRAL DAN SPIRAL-SPIRAL (Studi Kasus Jalan Tembus Tawangmangu Sta Sta

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Peraturan Pemerintah ( PP ) Nomor : 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan

EVALUASI JARAK PANDANG PADA ALINEMEN VERTIKAL DAN HORIZONTAL PADA TIKUNGAN JALAN LUAR KOTA (STUDI KASUS SEI RAMPAH-TEBING TINGGI)

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

EVALUASI ALINEMEN HORIZONTAL PADA RUAS JALAN SEMBAHE SIBOLANGIT

TINJAUAN GEOMETRIK JALAN PADA RUAS JALAN AIRMADIDI-TONDANO MENGGUNAKAN ALAT BANTU GPS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menggunakan jalur tepi di sepanjang jalan tol CAWANG CIBUBUR dengan

EVALUASI DAN PERENCANAAN GEOMETRIK JARINGAN JALAN DI DALAM UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN PADA PROYEK PENINGKATAN JALAN BATAS KABUPATEN TAPANULI UTARA SIPIROK (SECTION 2)

KRITERIA PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN ANTAR KOTA

I Dewa Made Alit Karyawan*, Desi Widianty*, Ida Ayu Oka Suwati Sideman*

PERENCANAAN GEOMETRIK DAN PERKERASAN PEMBANGUNAN JALAN RUAS ONGGORAWE MRANGGEN PROPINSI JAWA - TENGAH

RSNI-T-XX-2008 RSNI. Standar Nasional Indonesia. Standar geometri jalan bebas hambatan untuk jalan tol. ICS Badan Standarisasi Nasional BSN

BAB II LANDASAN TEORI

ELEMEN PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN

PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN (HSKB 250) Lengkung Geometrik

5.3. Perencanaan Geometrik Jalan 1. Alinyemen Horisontal Spiral-Circle-Spiral

BAB II LANDASAN TEORI

PERENCANAAN RUAS JALAN RAYA YANG MENGHUBUNGKAN DISTRIT ERMERA DAN SUB-DISTRIT HATOLIA

PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN

Spesifikasi geometri teluk bus

BAB III PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEDOMAN. Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan. Pd. T B

Tinggi mata pengeraudi merupakan faktor utaraa

PERENCANAAN ULANG JALAN TOL KERTOSONO MOJOKERTO STA , DENGAN MENGGUNAKAN PERKERASAN KAKU

TUGAS PERENCANAAN JALAN REL

BAB V EVALUASI V-1 BAB V EVALUASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 4 JARAK PANDANG 4.1. Pengertian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Perhitungan

HADIRANTI 1, SOFYAN TRIANA 2

No Dokumen Revisi Ke: Dokumen Level: 3 PANDUAN Tanggal Berlaku: RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) Halaman 1

BAB 3 METODOLOGI. a. Dimulai dengan tinjauan pustaka yang berguna sebagai bahan dari penelitian.

BAB II DASAR TEORI D3 TEKNIS SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG. Debi Oktaviani Nofita Milla Ana Farida

PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN PENGHUBUNG PERKEBUNAN PT. JEK (JABONTARA EKA KARSA) BERAU-KALIMANTAN TIMUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. Tujuan utama dilakukannya analisis interaksi sistem ini oleh para

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan disain yang menggunakan material tersebut telah sangat luas sehingga material

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut ( Suryadarma H dan Susanto B., 1999 ) bahwa di dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Perencanaan Geometrik dan Perkerasan Jalan Tol Pandaan-Malang dengan Jenis Perkerasan Lentur

BAB I PENDAHULUAN. Dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk, maka semakin banyak

PERENCANAAN JALAN AKSES PELABUHAN. : I Gusti Putu Yoga Putra Perdana

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Transkripsi:

BAB IV. PERENCANAAN ALIGNAMEN VERTIKAL JALAN Alinyemen vertikal adalah perpotongan bidang vertikal dengan bidang pertemuaan perkerasan jalan melalui sumbu jalan untuk jalan 2 lajur 2 arah atau melalui tepi dalam masing-masing perkerasan untuk jalan dengan median. Seringkali disebut juga sebagai penampang memanjang jalan. Perencanaan alinyemen vertikal dipengaruhi oleh besarnya biaya pembangunan yang tersedia. Alinyemen vertikal yang mengikuti muka tanah asli akan mengurangi pekérjaan tanah, tetapi mungkin saja akan mengakibatkan jalan itu terlalu banyak mempunyai tikungan. Tentu saja hal ini belum tentu sesuai dengan persyaratan yang diberikan sehubungan dengan fungsi jaiannya. Muka jalan sebaiknya diletakkan sedikit di atas muka tanah asli sehingga memudahkan dalam pembuatan drainase jalannya, terutama di daerah yang datar. Pada daerah yang seringkali dilanda banjir sebaiknya penampang memanjang jalan diletakkan diatas elevasi muka banjir. Di daerah perbukitan atau pergunungan diusahakan banyaknya pekerjaan galian seimbang dengan pekerjaan timbunan, sehingga secara keseluruhan biaya yang dibutuhkan tetap dapat dipertanggung jawabkan. Jalan yang terletak di atas lapisan tanah yang lunak harus pula diperhatikan akan kemungkinan besarnya penurunan dan perbedaan penurunan yang mungkin terjadi. Dengan demikian penarikan alinyemen vertikal sangat dipengaruhi oleh berbagai pertimbangan seperti : kondisi tanah dasar keadaan medan fungsi jalan muka air banjir 124

muka air tanah kelandaian yang masih memungkinkan Perlu pula diperhatikan bahwa alinyemen vertikal yang direncanakan itu Wald' berlaku untuk masa panjang, sehingga sebaiknya alinyemen vertikal yang dipilih tersebut dapat dengan mudah mengikuti perkembangan lingkungan. Alinyemen vertikal disebut jugs penampang memanjang jalan yang terdiri dari garis-garis lurus dan garis-garis lengkung. Garis lurus tersebut dapat datar, mendaki atau menurun, biasa disebut berlandai. Landai jalan dinyatakan dengan persen. Pada umumnya gambar rencana suatu jalan dibaca dari kiri ke kanan, maka landai jalan diberi tanda positip untuk pendakian dari kiri ke kanan, dan landai negatip untuk penurunan dari Pendakian dan penurunan memberi effek yang berarti terhadap gerak kendaraan. 5.1 KELANDAIAN PADA ALINYEMEN VERTIKAL JALAN Landai Minimum Berdasarkan kepentingan anus lalu-lintas, landai ideal adalah landai datar (0 %). Sebaliknya ditinjau dari kepentingan drainase jalan, jalan berlandailah yang ideal. Dalam perencanaan disarankan menggunakan : a. Landai datar untuk jalan-jalan di atas tanah timbunan yang tidak mempunyai kereb. Lereng melintang jalan dianggap cukup untuk mengalirkan air di atas badan jalan dan kemudian ke lereng jalan. b. Landai 0,15 % dianjurkan untuk jalan-jalan di atas tanah timbunan dengan medan datar dan mempergunakan kereb. Kelandaian ini cukup membantu mengalirkan air hujan ke inlet atau saluran pembuangan. 125

c. Landai minimum sebesar 0,3-0,5 % dianjurkan dipergunakan untuk jalanjalan di daerah galian atau jalan yang memakai kereb. Lereng melintang hanya cukup untuk mengalirkan air hujan yang jatuh diatas badan jalan, sedangkan landai jalan dibutuhkan untuk membuat kemiringan dasar saluran samping. Landai maksimum Kelandaian 3 % mulai memberikan pengaruh kepada gerak kendaraan mobil penumpang, walaupun tidak seberapa dibandingkan dengan gerakan kendaraan truk yang terbehani penuh Pengaruh dari adanya kelandaian ini dapat terlihat dari berkurangnya kecepatan jalan kendaraan atau mulai dipergunakannya gigi rendah. Kelandaian tertentu masih dapat diterima jika kelandaian tersebut mengakibatkan kecepatan jalan tetap Iebih besan dari setengah kecepatan rencana. Untuk membatasi pengaruh perlambatan kendaraan truk terhadap arus lalu-lintas, maka ditetapkan landai maksimum untuk kecepatan rencana tertentu. Dina Marga (luar kota) menetapkan kelandaian maksimum seperti pada tabel,5.1, yang dibedakan atas kelandaian maksimum standar dan kelandaian maksimum mutlak. Jika tidak terbatasi oleh kondisi keuangan, maka sebaiknya dipergunakan kelandaian standar. AASHTO membatasi kelandaian maksimum berdasarkan keadaan medan apakah datar, perbukitan ataukah pegunungan. Panjang kritis suatu kelandaian Landai maksimum saja tidak cukup merupakan faktor penentu dalam perencanaan alinyemen vertikal, karena jarak yang pendek memberikan faktor pengaruh yang berbeda dibandingkan dengan jarak yang panjang pada kelandaian yang sama. Kelandaian besar akan mengakibatkan penurunan kecepatan truk yang cukup berarti jika kelandaian tersebut dibuat pada panjang 126

jalan yang cukup panjang, tetapi kurang berarti jika panjang jalan dengan kelandaian tersebut hanya pendek saja. Tabel 5.1 Kelandaian maksimum jalan. Sumber : Traffic Engineering Handbook, 1992 dan PGJLK, Bina Marga 1990 (Rancangan Akhir) Kecepatan Jalan Arteri luar kota (AASHTO'90) Jalan antar kota (Gina Marga) rencana km/jam Datar Perbukitan Pegunungan Kelandaian Maksimum Standar (%) Kelandaian Maksimum mutlak (%) 40 7 11 50 6 10 64 5 6 8 60 5 9 80 4 5 7 4 8 96 3 4 6 113 3 4 5 Batas kritis umumnya diambil jika kecepatan truk berkurang mencapai 30-75 % kecepatan rencana, atau kendaraan terpaksa mempergunakan gigi rendah. Pengurangan kecepatan truk dipengaruhi oleh besarnya kecepatan rencana dan kelandaian. Kelandaian pada kecepatan rencana yang tinggi akin mengurangi kecepatan trek sehingga berkisar antara 30-50% kecepatan rencana selama 1 menit perjalanan. Tetapi pada kecepatan rencana yang rendah, kelandaian tidak begitu mengurangi kecepatan truk. Kecepatan truk selama 1 menit perjalanan, pada kelandaian ± 10 %, dapat mencapai 75% kecepatan rencana. 127

Tabel 5.2 memberikan panjang kritis yang disarankan oleh Bina Marga (luar kota), yang merupakan kira-kira panjang 1 menit perjalanan, dan truk bergerak dengan beban penuh. Kecepatan truk pada saat mencapai panjang kritis adalah sebesar 15-20 km/jam. Lajur pendakian Pada jalan jalan berlandai dan volume yang tinggi, seringkali kendaraankendaraan berat yang bergerak dengan kecepatan di bawah kecepatan rencana menjadi penghalang kendaraan lain yang bergerak dengan kecepatan sekitar kecepatan rencana. Untuk menghindari hal tersebut perlulah dibuatkan lajur pendakian. Lajur pendakian adalah lajur yang disediakan khusus untuk truk bermuatan berat atau kendaraan lain yang berjalan dengan kecepatan lebih rendah, sehingga kendaraan lain dapat mendahului kendaraan yang lebih lambat tanpa mempergunakan lajur lawan. Tabel 5.2. Panjang kritis untuk kelandaian yang mclebihi kelandaian maksimum standar KECEPATAN RENCANA (KM/JAM) 80 60 30 40 30 20 5 % SOO m 6 % SOO m 7 % 500 m 8 % 420 m 9 % 340 m 10 % 250 m 6 % 500 m 7 % SOO m 8 % 420 m 9 % 340 m 10 % 250 m 11 % 250 m 7% 500m 8% 420m 9% 340m 10% 250m 11% 250m 12% 250m 8% 420m 9%' 340m 10% 250m 11% 250m 12% 250m 13% 250m lajur Q_ Gambar 5.1. Lajur pendakian. pendakia. 128

5.2 LENGKUNG VERTIKAL Pergantian dari satu kelandaian ke kelandaian yang lain dilakukan dengan mempergunakan lengkung vertikal. Lengkung vertikal tersebut 'd'irencanakan sedemikian rupa iehingga nemenuhi keamanan, kenyamanan dan drainage. Jenis lengkung vertikal dilihat dari letak titik perpotongan kedua bagian lurus (tangen), adalah : 1. Lengkung vertikal cekung, adalah lengkung dimana titik perpotongan antara kedua tangen berada di bawah permukaan jalan. 2. Lengkung vertikal ' cembung, adalah lengkung dimana titik perpotongan antara kedua tangen berada di atas permukaan jalan yang bersangkutan. Lengkung vertikal dapat berbentuk salah satu dari enam kemungkinan pada gambar 5.2. Gambar 5.2. Jenis lengkung vertikal dilihat dari titik perpotongan kedua taugen. Lengkung vertikal type a,b dan c dinamakan lengkung vertikal cekung. Lengkung vertikal type d,e dan f dinamakan lengkung vertikal cembung. 129

159 Persamaan kngkung vertikal Bentuk lengkung vertikal yang umum dipergunakan adalah berbentuk lengkung parabola sederhana. ~.v A Gambar 5.3. Lengkung vertikal parabola. Titik A, titik peralihan dari bagian tangen ke bagian lengkung vertikal. Biasa diberi simbul PLV (peralihan lengkung vertikal). Titik B, titik peralihan dari bagian lengkung vertikal ke bagian tangen (Peralihan Tangen Vertikal = PTV). Titik perpotongan kedua bagian tangen diberi nama titik PPV (pusat perpotongan vertikal). Letak titik-titik pada lengkung vertikal dinyatakan dengan ordinat Y dan X terhadap sumbu koordinat yang melalui titik A. Pada penurunan rumus lengkung vertikal terdapat beberapa asumsi yang dilakukan, yaitu. : panjang lengkung vertikal sama dengan panjang proyeksi lengkung pada bidang horizontal = L. perubahan garis singgung tetap (d2y/dx2 = r) Besarnya kelandaian bagian tangen dinyatakan dengan g, dan g2 % Kelandaian diberi tanda positip jika pendakian, dan diberi tanda negatip jika penurunan, yang ditinjau dari kiri. 130

A = g, - g2 (perbedaan aijabar landai) Ev = Pergeseran vertikal dari titik PPY ke bagian lengkung Rumus umum parabola dy2/dx2 = r (konstanta) dy/dx = j + C x0 > dy/dx=g> C=gl x=l > dy/dx =g2 rl+gl g2 r = (g2 -g~ )/L dy _ (g2-81)x+gl dx L Y {82 81) x2 +.gl x + C' L 2 x = 0 kalau Y = 0, sehingga C'= 0 Y (g2 -gl)x2 +gix L 2 dari sifat segitiga sebangun diperoleh (y+y) : g,'/2l=x :' L y+y= gl x g, x=y+y Y=-g2)/2L x2+y+y (gl-b2) 2 y - -2x _ A 2 y 200Lx 181 Tika A dinyatakan dalam persen Untukx=1/2LdanyEv 131

diperoleh : Ev= 80 (36) Persamaan di atas berlaku baik untuk lengkung vertikal cembung maupun lengkung vertikal cekung. Hanya bedanya, jika Ev yang diperoleh positip, berarti lengkung vertikal cembung, jika negatip, berarti lengkung vertikal cekung. Dengan mempergunakan persamaan (35) dan (36) dapat ditentukan elevasi setiap titik pada lengkung vertikal. Contoh perhitungan Sta 0+185 Sta 0+ 260 Sta 0+335 1/2 L 1/2 L Gambar 5.4. Contoh Perhitungan. PPV diketahui berada pada Sta 0+260 dan mempunyai elevasi + 100 m. Perubahan kelandaian terjadi dari - 8% (menurun dari kiri) ke kelandaian sebesar - 2% (menurun dari kiri), dan panjang lengkung vertikal direncanakan sepanjang 150m. 162 a. Berapakah tinggi rencana sumbu jalan pada Sta 0+150 m? b. Berapakah tinggi rencana sumbu jalan pada Sta 0+200 m? c. Berapakah tinggi rencana sumbu jalan pada Sta 0+260 m? d. Berapakah tinggi rencana sumbu jalan pada Sta 0+300 m? e. Berapakah tinggi rencana sumbu jalan pada Sta 0+350 m? =-8% g2=-2% A=gI-g2 =-8-(-2)=-6% 132

L= 150m Axe Persamaan umum lengkung vertikal : y = 200L -6x2 _ 200.150 y _x2 5000 y dihitung dari garis tangennya. Bertanda negatif, berarti ke atas dari garis tangen (lengkung vertikal cekung). Untuk persamaan lengkung di kiri PPV, x dihitung dari titik PLV. Untuk persamaan lengkung di kanan PPV, x tidak boleh dihitung dari titik PLV. Hal ini disebabkan kelandaian tidak menerus, tetapi berubah di titik PPV. Jadi x dihitung dari titik PTV. Elevasi di sembarang titik pada alinyemen vertikal ditentukan dari kelandaian dan ordinat y. Sta PLV berada pada Sta 0 + 260 -'A L, yaitu Sta 0 + 185 Sta PTV berada pada Sta 0 + 260 +L, yaitu Sta 0 + 335 Sta 0+150 ---> Terletak pada bagian lurus berlandai - 8%. Berada sejaub (260-150)m 110 m di kiri PPV. PPV mempunyai ketinggian +100 m. Elevasi sumbu jalan pada Sta 0+150 m = +100 + 8%. 110 + I08,80 m. Sta 0+200 Teletak pada lengkung vertikal sebelah kin titik PPV. Elevasi bagian tangen pada Sta 0+200 = + 100 + 8%. (260-200) = + 104,80 m. Elevasi sumbu jalan pada Sta 0+200 adalah elevasi bagian tangennya dikurangi y, untuk xl sejauh (200-185) m = 15 m dan PLV. 133

Elevasi sumbu jalan = ±104,80 + 152/5000 = +104,845 m. Sta 0+260 Terletak tepat pada posisi PPV. Elevasi sumbu jalan pada Sta 0+260 = elevasi PPV + Ev = 100+752/5000 = +101,125 m. Sta 0+300 > Teletak pada lengkung vertikal sebelah kanan titik PPV. Elevasi bagian tangen pada Sta 0+300 = + 100-2%. (300-260) = + 99,20 m. Elevasi sumbu jalan pada Sta 0+300 adalah elevasi bagian tangennya dikurangi y2 untuk x2 sejauh (335-300) m = 35 m dari PTV. Elevasi sumbu jalan = +99,20 + 352/5000 = +99,445 m. Sta 0+350 --+ Terletak pada bagian lurus berlandai -2 %. Berada sejauh (350-260) m = 90 m di kanan PTV. PPV mempunyai ketinggian +100 m. Elevasi sumbu jalan pada Sta 0 + 350 m = +100-2%. 90=+98,20m. 164 5.3 LENGKUNG VERTIKAL CEMBUNG Bentuk lengkung vertikal seperti yang diuraikan terdahulu, berlaku untuk lengkung vertikal cembung atau lengkung vertikal cekung. Hanya saja untuk masing-masing lengkung terdapat batasan-batasan yang berhubungan dengan jarak pandangan. Pada lengkung vertikal cembung, pembatasan berdasarkan jarak pandangan dapat dibedakan atas 2 keadaan yaitu : 1. Jarak pandangan berada seluruhnya dalam daerah lengkung (S<L). 2. Jarak pandangan berada diluar dan di dalam daerah lengkung (S>L). Lengkung vertikal cembung dengan S < L 134

Gambar 5.5. Jarak pandangan pada lenglamg vertikal cembung (S<L). Dari persamaan (35) diperoleh v = Axe 200 L atau dapat pula dinyatakan dengan y = kx2, dimana : A k 200 L Lengkung parabola y = k x2 (k konstanta) y = Ev Ev = k ('A L)2 y=hr hi =kd~2 y = h2 ---> h2 = k d22 165 2 h1 kdi h2 kd2 Ev k14 L2 hl 4di h2 4d2 Ev k4 L2 Ev L2 Ev L2 Ih1L2 h2l2 d = 4Ev d2 = 4Ev 1111.2 2 S = d 1 + d2 = 4E + J4E; AL Ev = 800 S _ 11200h1L + ~200h2L 135

A L S=j1AL.( 2h1 + 2h2) S2 = ( 2h1 + 5-2 1 2 J (37) Jika dalam perencanaan dipergunakan jarak pandangan henti menurut Bina Marga, dimana hi = 10 cm = 0,20 m dan h2 = 120 cm = 1,20 m, maka : As2 100( 2h~ + 2h2 ) L =2 = CAS2 (38) 399 L = AS2 100( 2h1 + 2h2) L= 166 Jika dalam perencanaan dipergunakan jarak pandangan menyiap menurut Bina Marga, dimana hi = 120 cm = 1,20 m dan h2 = 120 cm = 1,20 m, maka : L ioo( o,ao + 2,ao ) 2 L CAS2 (39) 960 C = konstanta garis pandangan untuk lengkung vertikal cembung dimana S < L. Tabel 5.3. Nilai C untuk beberapa h, & h2 berdasarkan AASHTO dan Bina Marga AASHTO '90 Bina Marga '90 JPH JPM JPH JPM Tinggi mata pengemudi (hi) 1,07 1,07 1,20 1,20 (m) 136

Tinggi objek (h2) (m) 0,15 1,30 0,10 1,20 Konstanta C 404 946 399 960 JPH = Jarak pandangan henti JPM = Jarak pandangan menyiap Lengkung vertikal cembung dengan S > L PPV 02 22 Gambar 5.6. Jarak pandangan pads lengkung vertikal cembung (S>L). i 100h,/oi 'co h2/g2 I L/2 As2 167 S = t L + 100h 1 + 100h2 2 gl g2 L = 2S 200h, 200h2 gi g2 Panjang lengkung minimum jika dl/dg = 0, maka diperoleh : h, _ h2 = 0 h, = h2 2 g2 g 2 g2 g g2 _ g h2 h A merupakan jumlah aljabar dari g, + gz A= (,h+ 1 gi A h gi = hl + h2 A h2 132 = 137

+ h2 200hl( h~ + hz~ 200h2( h, + h2) AJ A h2. 200h1(hR +,h;-) 2 L=2S A (40) L=2S- 168 'Oka dalam perencanaan dipergunakan jarak pandangan henti menurut Bina Marga, dimana h, = 10 cm = 0,10 m dan h2 = 120 cm = 1,20 m, maka L=2S 3A =2S A (41) Jika dalam perencanaan dipergunakan jarak pandangan menyiap menurut Bina Marga, dimana h, = 120 cm = 1,20 m. dan h2 = 120 cm = 1,20 m, maka ; L=2S 9A =2S A (42) Ci = konstanta garis pandangan untuk lengkung vertikal cembung dimana S > L. Tabel 5.3 dan tabel 5.4 menunjukkan konstanta C = C, tanpa melihat apakah jarak pandangan berada di dalam atau di luar lengkung. 200( 0,10 + 1,20) L=2S A 200 (Ji,20 + 1, 20) 2 L=2S A my Tabel 5.4 Nilai C, untuk beberapa hi dan ha berdasarkan AASHTO dan Bina Marga. AASHTO '90 Bina Marga '90 138

JPH JPM JPH JPM Tinggi mata pengemudi h, 1.07 1.07 1.2 1.2 (m) Tinggi Objek h2 (m) 0.15 1.3 0.1 1.2 Konstanta C, 404 946 399 960 JPH = jarak pandangan henti JPM = jarak pandangan menyiap Panjang lengkung vertikal cembung berdasarkan kebutuhan akan drainase. Lengkung vertikal cembung yang panjang dan relatif datar dapat menyebabkan kesulitan dalam masalah drainase jika di sepanjang jalan dipasang kereb. Air di samping jalan tidak mengalir lancar. Untuk menghindari hal tersebut di atas panjang lengkung vertikal biasanya dibatasi tidak melebihi 50 A. Persyaratan panjang lengkung vertikal cembung sehubungan dengan drainase : L = 50 A (43) Panjang lengkung vertikal cembung berdasarkan kenyamanan perjalanan Panjang lengkung vertikal cembung juga hams baik dilihat secara visual. Jika perbedaan aljabar landai kecil, maka panjang lengkung vertikal yang dibutuhkan pendek, sehingga alinyemen vertikal tampak melengkung. Oleh karena itu disyaratkan panjang lengkung yang diambiluntuk perencanaan tidak kurang dari 3 detik perjalanan. 5.4 LENGKUNG VERTIKAL CEKUNG Disamping bentuk lengkung yang berbentuk parabola sederhana, panjang lengkung vertikal cekung juga harus ditentukan dengan memperhatikan : jarak penyinaran lampu kendaraan jarak pandangan bebas dibawah bangunan persyaratan drainase 139

kenyamanan mengemudi keluwesan bentuk 4 Jarak penyinaran lampu kendaraan Jangkauan lampu depan kendaraan pada lengkung vertikal cekung merupakan batas jarak pandangan yang dapat dilihat oleh pengemudi pada malanrhari. Di dalam perencanaan umumnya tinggi lampu depan diambil setinggi 60 cm, dengan sudut penyebaran sebesar 1. Letak penyinaran lampu dengan kendaraan dapat dibedakan atas 2 keadaan yaitu : 1. Jarak pandangan akibat penyinaran lampu depan < L. 2. Jarak pandangan akibat penyinaran lampu depan > L. Lengkung vertikal cekung dengan jarak penyinaran lampu depan < L. S L ie p V D. D Gambar 5.7. Lengkung vertikal cekung dengan jarak pandangan penyinaran lampu depan < L. 171 DB= 1002 D'B' = z (.5 L) (DB) D'B' = S2A 200L =0,60+,Stg1 tg1 =0,0175 200L = 0,60+S tg 1 L AS2 120+3,50 S 44) Lengkung vertikal cekung dengan jarak penyinaran lampu depan > L 140

Gambar 5.8. Lengkung vertikal cekung dengan jarak pandangan penyinaran lampu depan > L. D/B/ 1A0(S -ZL) D'B'=0,60+Stg 1" D'B' = 0,60 + 0, 0175 S 100(S - ZL) = 0, 60+0,0175 S 120+3,5S L==2S- (45) A 172 Jarak pandangan bebas dibawah bangunan pada lengkung vertikal cekung Jarak pandangan bebas pengemudi pada jalan raya yang melintasi bangunanbangunan lain seperti jalan lain, jembantan penyeberangan, viaduct, aquaduct, seringkali terhalangi oleh bagian bawah bangunan tersebut. Panjang lengkung vertikal cekung minimum diperhitungkan berdasarkan jarak pandangan henti minimum dengan mengambil tinggi mata pengemudi truk yaitu 1,80 m dan tinggi objek 0,50 m (tinggi lampu belakang kendaraan). Ruang bebas vertikal minimum 5 m, disarankan mengambil lebih besar untuk perencanaan yaitu + 5,5 m, untuk memberi kemungkinan adanya lapisan tambahan dikemudian hari. (GARIS PANDANG ONST. ATAS i.+h2 PLV hi h PTV 141

Gambar 5.9. Jarak pandangan bebas di bawah bangunan pada lengkung vertikal cekung dengan S < L. a. Jarak pandangan S < L Diasumsikan titik PPV berada dibawah bangunan E = 800 CSl 2.800 m L/ AL L S2A S2A dan m 800m 800L 173 a Jika jarak bebas dari bagian bawah bangunan atas ke jalan adalah C, maka : m c_ hi lie S2A 2 800L = 0 1 2+h2 = S2A L 8000 400(h 1 + h2) (46) Jika h, = 1,80 m, h2 = 0,50 m, dan C = 5,50 m, maka persamaan (46) menjadi : L_ AS2 3480 (47) b. Jarak pandangan S > L Diasumsikan titik PPV berada dibawah bangunan 142

PPV Gambar 5.10. Jarak pandangan bebas di bawah bangunan path lengkung vertikal cekung dengan S > L. SE+m S1 m L 2E L 22 E E8 m=c h12h2 0 174 8000-400(hi +h2) (48) L=2S- A Jika h, = 1,80 m; h2 = 0,50m; dan C = 5,50 m; maka persamaan (48) menjadi : L = 2S 3480 A : (49) Kenyamanan mengemudi pada lengkung vertikal cekung Adanya gaya sentrifugal dan gravitasi pada lengkung vertikal cekung menimbulkan rasa tidak nyaman kepada pengemudi. Panjang lengkung vertikal cekung minimum yang dapat memenuhi syarat kenyamanan adalah : 380. (50) 143

L= AV2 dimana : V = kecepatan rencana, km/jam. A = perbedaan aljabar landai. L = panjang lengkung vertikal cekung. Bentuk visual lengkung vertikal cekung Panjang lengkung vertikal cekung dengan mempergunakan persamaan (36) pendek jika perbedaan kelandaiannya kecil. Hal ini akan mengakil?atkan alinyemen vertikal kelihatan melengkung. Untuk menghindari hal itu, panjang lengkung vertikal cekung diambil > 3 detik perjalanan. 144

RANGKUMAN o Perencanaan alinyemen vertikal selalu dengan mempertimbangkan kondisi lapisan tanah dasar, tinggi muka air banjir, tinggi muka air tanah, fungsi jalan, kelandaian, dan keadaan medan. o Landai minimum sebesar 0,3-0,5 % pada jalan-jalan di daerah galian, dan dapat datar pada jalan di daerah timbunan. o Kelandaian maksimum dan panjang kritis suatu jalan dipengaruhi oleh kecepatan dan keadaan medan. o Lajur pendakian adalah lajur khusus untuk kendaraan berat, yang dibuatkan pada jalan berlandai cukup tinggi dan panjang. o Lengkung vertikal merupakan tempat peralihan dari 2 kelandaian yang berbentuk lengkung parabola sederhana. o Pemilihan panjang lengkung vertikal cembung haruslah merupakan panjang terpanjang yang dibutuhkan setelah mempertimbangkan jarak pandangan, persyaratan drainase, dan bentuk visual lengkung. o Pemilihan panjang lengkung vertikal cekung haruslah merupakan panjang terpanjang yang dibutuhkan setelah mempertimbangkan jarak penyinaran lampu depan kendaraan di malam hari, keluwesan bentuk, dan kenyamanan mengemudi. Pedoman umurn dalam perencanaan alinyiemen vertikal Alignemen vertikal secara keseluruhan haruslah dapat memberikan rasa man dan nyaman kepada pemalcai jalan. Untuk itu sebaiknya diperhatikan hal-hal sebagai berikut : 1. Pada alinyemen vertikal yang relatif datar dan -lurus, sebaiknya dihindari hidden dip, yaitu lengkung - lengkung vertikal cekung yang pendek, dan tidak terlihat dari jauh. 145

2. Pada landai menurun yang panjang dan tajam, sebaiknya diikuti oleh pendakian, sehingga kecepatan kendaraan yang telah bertambah besar dapat segera dikurangi. 3. Jika direncanakan serangkaian kelandaian, maka sebaiknya kelandaian yang paling curam diletakkan di bagian awal, diikuti oleh kelandaian yang lebih kecil. 4. Sedapat mungkin dihindari perencanaan lengkung vertikal yang sejenis (cembung atau cekung) dengan hanya dipisahkan oleh tangen yang pendek. 146