Cacat dalam Mekanika Kuantum dan Beberapa Kesalahan Konsep dalam Buku Teks Mekanika Kuantum

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 RUANG HILBERT. 2.1 Definisi Ruang Hilbert

POK O O K K O - K P - OK O O K K O K MAT A ERI R FISIKA KUANTUM

BAB III OPERATOR LINEAR TERBATAS PADA RUANG HILBERT. Operator merupakan salah satu materi yang akan dibahas dalam fungsi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Beberapa Sifat Operator Self Adjoint dalam Ruang Hilbert

PENDAHULUAN FISIKA KUANTUM. Asep Sutiadi (1974)/( )

RENCANA KEGIATAN PERKULIAHAN Kode Mata Kuliah : MAA 526 Nama Mata Kuliah : Analisis Fungsional

MATERI PERKULIAHAN. Gambar 1. Potensial tangga

16 Mei 2017 Waktu: 120 menit

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

II. LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan dijelaskan mengenai teori-teori yang berhubungan dengan

jadi olahragawan, jadi wartawan, jadi pengusaha, jadi anggota DPR, jadi menteri, atau mungkin juga jadi presiden. Bagi mereka itu pemahaman ilmu

PENGANTAR ANALISIS FUNGSIONAL

yang Dibangun oleh Ukuran Bernilai Proyeksi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

dari ruang vektor berdimensi hingga V (dimana I adalah suatu himpunan indeks) disebut basis bagi V jika V = span(ψ) dan vektorvektor

BAB III KEKONVERGENAN LEMAH

DASAR-DASAR TEORI RUANG HILBERT

Analisis Fungsional. Oleh: Dr. Rizky Rosjanuardi, M.Si Jurusan Pendidikan Matematika UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

0. Pendahuluan. 0.1 Notasi dan istilah, bilangan kompleks

KAJIAN OPERATOR ACCRETIVE DAN SIFAT KETERBATASAN PADA RUANG HILBERT

Menuju Mekanika Kuantum Modular

SATUAN ACARA PERKULIAHAN

PROFIL DENSITAS MODEL THOMAS-FERMI-DIRAC-VON WEIZSACKER

Analisis Energi Osilator Harmonik Menggunakan Metode Path Integral Hypergeometry dan Operator

BAB III FUNGSI UJI DAN DISTRIBUSI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

FUNGSI GELOMBANG DAN RAPAT PROBABILITAS PARTIKEL BEBAS 1D DENGAN MENGGUNAKAN METODE CRANK-NICOLSON

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TRANSFORMASI LINIER PADA RUANG BANACH

ORBITAL DAN IKATAN KIMIA ORGANIK

BAB I PENDAHULUAN. Integral Lebesgue merupakan suatu perluasan dari integral Riemann.

BAB III OPERATOR 3.1 Pengertian Operator Dan Sifat-sifatnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Dapat menambah informasi dan referensi mengenai interaksi nukleon-nukleon

PERSAMAAN SCHRÖDINGER TAK BERGANTUNG WAKTU DAN APLIKASINYA PADA SISTEM POTENSIAL 1 D

TINJAUAN PUSTAKA. Ruang metrik merupakan ruang abstrak, yaitu ruang yang dibangun oleh

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

III. SATUAN ACARA PERKULIAHAN Mata kuliah : FISIKA KUANTUM Kode : FI 363 SKS : 3 Nama Dosen : Yuyu R.T, Parlindungan S. dan Asep S

KB.2 Fisika Molekul. Hal ini berarti bahwa rapat peluang untuk menemukan kedua konfigurasi tersebut di atas adalah sama, yaitu:

BAB I PENDAHULUAN. umum ruang metrik dan memperluas pengertian klasik dari ruang Euclidean R n, sehingga

GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN (GBPP)

Karakteristik Operator Positif Pada Ruang Hilbert

= (2) Persamaan (2) adalah persamaan diferensial orde dua dengan akar-akar bilangan kompleks yang berlainan, solusinya adalah () =sin+cos (3)

GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN (GBPP)

UNIVERSITAS INDONESIA SKRIPSI DANIEL SALIM FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI MATEMATIKA DEPOK 2012

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Pendahuluan. Setelah mempelajari bab 1 ini, mahasiswa diharapkan

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Analisis fungsional merupakan salah satu cabang dari kelompok analisis

PROJEK 2 PENCARIAN ENERGI TERIKAT SISTEM DI BAWAH PENGARUH POTENSIAL SUMUR BERHINGGA

Ruang Linear Metrik: Sifat Sifat Dasar Dan Struktur Ruang Dalam Ruang Linear Metrik

Silabus dan Rencana Perkuliahan

PENGANTAR KALKULUS PEUBAH BANYAK. 1. Pengertian Vektor pada Bidang Datar

MENGENAL FISIKA. Staf Pengajar Fisika Departemen Fisika, FMIPA, IPB

PARTIKEL DALAM SUATU KOTAK SATU DIMENSI

Kriptografi Kuantum dengan gagasan Bennet dan Bassard

Simetri dan Kekekalan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

PENGANTAR ANALISIS REAL

Kelengkapan Ruang l pada Ruang Norm-n

BAB I PENDAHULUAN. keadaan energi (energy state) dari sebuah sistem potensial sumur berhingga. Diantara

Perluasan Teorema Cayley-Hamilton pada Matriks

Kriteria Struktur Aljabar Modul Noetherian dan Gelanggang Noetherian

KAJIAN KONSEP RUANG NORMA-2 DENGAN DOMAIN PEMETAAN BERUPA RUANG BERDIMENSI HINGGA

KEKONVERGENAN LEMAH PADA RUANG HILBERT

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

KELOMPOK MATA KULIAH FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA)

SATUAN ACARA PEMBELAJARAN (SAP)

Konvergensi Barisan dan Teorema Titik Tetap

Teori Ensambel. Bab Rapat Ruang Fase

GENERALISASI FUNGSI AIRY SEBAGAI SOLUSI ANALITIK PERSAMAAN SCHRODINGER NONLINIER

Wacana, Salatiga, Jawa Tengah. Salatiga, Jawa Tengah Abstrak

Mesin Carnot Kuantum Berbasis Partikel Dua Tingkat di dalam Kotak Potensial Satu Dimensi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Apa yang dimaksud dengan atom? Atom adalah bagian terkecil dari suatu unsur

Simulasi Struktur Energi Elektronik Atom, Molekul, dan Nanomaterial dengan Metode Ikatan Terkuat

MATERI ALJABAR LINEAR LANJUT RUANG VEKTOR

Sebuah Algoritma Sederhana untuk Menentukan Validitas Argumentasi dalam Logika Kuantum

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

FUNGSI COMPUTABLE. Abstrak

Analisis Energi Osilator Harmonik Menggunakan Metode Path Integral Hypergeometry dan Operator

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Teori Relativitas Umum Einstein

TUGAS APPLIED APPOARCH MENGAJAR DI PERGURUAN TINGGI

Keterkaitan Grup Spesial Uniter dengan Grup Spesial Ortogonal

KARAKTERISASI ALJABAR PADA GRAF BIPARTIT. Soleha, Dian W. Setyawati Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya

Teori Ensambel. Bab Rapat Ruang Fase

PROYEKSI ORTHOGONAL PADA RUANG HILBERT. ROSMAN SIREGAR Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Jurusan Matematika Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam bab ini akan dibahas beberapa konsep mendasar meliputi ruang vektor,

PROBABILITAS PARTIKEL DALAM KOTAK TIGA DIMENSI PADA BILANGAN KUANTUM n 5. Indah Kharismawati, Bambang Supriadi, Rif ati Dina Handayani

FUNGSI GELOMBANG. Persamaan Schrödinger

Keterbatasan Lokal Suatu Operator Superposisi Pada Ruang Barisan Real. Lina Nurhayati, Universitas Sanggabuana

BAB V MOMENTUM ANGULAR Pengukuran Simultan Beberapa Properti Dalam keadaan stasioner, momentum angular untuk elektron hidrogen adalah konstan.

PROYEKSI ORTOGONAL PADA RUANG HILBERT. Skripsi

Diferensial Vektor. (Pertemuan III) Dr. AZ Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

AKAR-AKAR POLINOMIAL SEPARABLE SEBAGAI PEMBENTUK PERLUASAN NORMAL PADA RING MODULO

BAB 1 BESARAN VEKTOR. A. Representasi Besaran Vektor

Transkripsi:

Cacat dalam Mekanika Kuantum dan Beberapa Kesalahan Konsep dalam Buku Teks Mekanika Kuantum M. Ardhi K. email : muhammad ardhi@walisongo.ac.id web : http://abu-khadijah.web.id 2 Mei 2013 However, if you do not appreciate the mathematics, you cannot see, among the great variety of facts, that logic permits you to go from one to the other. R. P. Feynman 1 Pendahuluan Mekanika kuantum, teori yang menjelaskan mengenai perilaku dunia mikro, telah menjadi sosok yang menakutkan di kalangan penuntut ilmu. Hal ini dikarenakan kerumitan matematika yang diperlukan untuk memahami teori tersebut. Di antara mereka mungkin ada yang melihat rumitnya proses penyelesaian persamaan Schrödinger i d ( ) dt Ψ( r, t) = 2 2m 2 + V ( r) Ψ( r, t) (1) untuk berbagai sistem kuantum. Ada pula yang melihat pada ketidak-laziman konsep yang disampaikan dalam kegiatan diskusi dosen Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, tanggal 2 Mei 2013. Makalah ini sepenuhnya diketik dengan L A TEX. berlaku di dunia mikro, semisal perilaku probabilistik partikel. Kerumitan dalam penyelesaian persamaan Schrödinger sebenarnya tidak jauh dari kurangnya pengalaman dalam penyelesaian persamaan diferensial. Tentunya bekal ilmu kalkulus, penyelesaian persamaan diferensial, masalah syarat batas menjadi modal yang diperlukan untuk dapat menyelesaikan persamaan Schrödinger. Perilaku yang tidak lazim pada dunia mikro harus dipahami dengan terlebih dahulu melepaskan doktrin dunia makro. Pada dunia makro, benda bermassa tidak mungkin berperilaku yang akan disifati sebagai gelombang. Sementara pada dunia mikro, penjelasan mengenai perilaku partikel (setidaknya saat ini) melibatkan konsep probabilistik, yang membuat partikel tersebut memiliki sifat gelombang. Semakin besar ukuran partikel/benda, maka sifat gelombang pada dirinya semakin tidak terlihat. Sesungguhnya matematika mekanika kuantum tidaklah (sesederhana) seperti yang lazim diajarkan dalam perkuliahan mekanika kuantum, setidaknya pada level strata 1. Mekanika kuan- 1

tum tidak lain merupakan suatu model peluang, yang berbeda dari model peluang klasik. Model peluang ini disebut model peluang kuantum, yang komponen penyusunnya adalah aljabar von-neumann dan keadaan-keadaan normal. Bagi siapa saja yang menghendaki pemahaman yang utuh mengenai bangunan matematis mekanika kuantum, maka pemahaman terhadap model peluang kuantum merupakan suatu keharusan. Namun dibalik kemegahan bangunan teori mekanika kuantum, ternyata tercatat jejak cacat di beberapa tempat. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa mekanika kuantum tidak lengkap. Untuk menunjukkan ketidaklengkapan mekanika kuantum, akan dibahas dua topik berikut : 1. ketakpastian Heisenberg, 2. persamaan Schroedinger. Selain itu, dijumpai pada beberapa buku teks adanya kesalahan penggunaan istilah terkait dengan obyek-obyek matematis yang digunakan dalam mekanika kuantum. Sebagai misal, terkadang ditemukan istilah swadamping (selfadjoint) disamakan dengan istilah hermitan, tanpa pensyaratan. Kemudian kesalahan lain yang juga terkadang ditemukan dalam buku teks mekanika kuantum adalah dituliskannya kaitan komutasi antara operator momentum linier ˆp x dengan operator posisi ˆx seperti yang berikut ini[1, 2] [ˆx, ˆp x ] = ˆxˆp x ˆp xˆx = i. (2) Kedua hal tersebut, meskipun bukan merupakan kecacatan matematis dalam bangunan teori mekanika kuantum, tetapi termasuk yang akan dibahas dalam artikel ini. 2 Sekilas tentang teori operator Dalam matematika, operator Ô pada ruang vektor V didefinisikan sebagai pemetaan dari ruang vektor V ke ruang vektor V juga, yakni Ô : V V. (3) Termasuk ke dalam kategori ruang vektor adalah ruang Hilbert. Ruang Hilbert sendiri didefinisikan sebagai ruang vektor berproduk skalar, yang lengkap. Istilah lengkap di sini dimaksudkan bahwa setiap barisan Cauchy di dalam ruang tersebut selalu konvergen, relatif terhadap metrik d yang didefinisikan melalui produk skalar, menurut : d(ψ, φ) ψ φ, ψ φ. (4) Domain bagi operator Ô dituliskan sebagai dom(ô). Jika Ô1 dan Ô2 dua operator pada ruang vektor V, maka umumnya tidak dapat dijamin bahwa setiap vektor v dom(ô1) juga merupakan unsur di dom(ô2). Hal ini bergantung pada definisi yang diberikan untuk Ô1 dan Ô 2. Setiap operator Ô di ruang Hilbert H, apapun jenisnya, memiliki himpunan yang termuat dalam himpunan semua bilangan kompleks C, yang disebut sebagai spektrum bagi operator tersebut. Spektrum bagi operator Ô didefinisikan menurut Sp(Ô) C\R(Ô), (5) dengan R(Ô) adalah himpunan resolvent operator Ô, yakni himpunan semua bilangan α C yang membuat operator (Ô αî) 1 ada dan bersifat terbatas serta terdefinisikan secara rapat 2

di Ĥ. Di sini, Î merupakan operator identitas, yakni operator yang didefinisikan menurut I :H H (6) ψ Îψ ψ. Berdasarkan definisi tersebut tentunya berlaku dom(î) = H. Kemudian, sebuah operator Ô dikatakan terbatas jika norma operator tersebut, yang didefinisikan menurut bernilai berhingga. Ô sup Ôψ ψ H ψ, (7) 3 Asas-Asas Mekanika Kuantum Sesungguhnya kecacatan matematika mekanika kuantum bermula dari asas yang lazim ditetapkan, dan diungkapkan dalam berbagai buku mekanika kuantum. Sehubungan dengan permasalahan yang telah disebutkan dalam 1, berikut ini ditampilkan asas-asas yang terkait dengan permasalahan tersebut[3] 1. Setiap sistem kuantum berpadanan dengan suatu Ruang Hilbert H separabel (separable) dan keadaan-keadaan yang mungkin bagi suatu sistem kuantum diwakili oleh vektor-vektor satuan anggota ruang Hilbert itu. 2. Pada saat tertentu, misalkan saat t, besaran fisis O besaran fisika yang dapat diukur diwakili oleh operator swadamping (self adjoint) Ô yang bekerja pada H. 3. Di antara dua pengukuran yang berurutan, keadaan sistem kuantum berevolusi seiring dengan berubahnya waktu menurut persamaan Schroedinger gayut waktu i d ( ) dt Ψ( r, t) = 2 2m 2 + V ( r) Ψ( r, t). (8) 4 Mekanika kuantum tidak lengkap Asas-asas dalam teori mekanika kuantum menentukan batas bagi bangunan teori tersebut. Seperti disebutkan dalam asas pertama, setiap sistem kuantum diwakili oleh suatu ruang Hilbert. Tetapi sesungguhnya asas tersebut masih menyisakan suatu wilayah kosong (mekanika kuantum tidak berdiri di atasnya). Maksud dari kalimat tersebut adalah terdapat vektor dalam ruang Hilbert yang tidak dapat menyatakan keadaan kuantum. Atas dasar inilah dikatakan bahwa mekanika kuantum tidak lengkap. Telah disebutkan di atas bahwa sebuah besaran fisis O diwakilkan oleh sebuah operator Ô (yang swadamping), dan keadaan kuantum diwakilkan oleh vektor ψ dalam ruang Hilbert H. Penetapan ini menghadirkan konsekuensi bahwa vektor-vektor yang mewakili keadaan kuantum haruslah termuat di dalam domain operator Ô. Yakni, jika ψ H merupakan keadaan kuantum, maka haruslah berlaku ψ dom(ô). Lebih lanjut lagi, jika ditinjau dua besaran fisis, yakni dua operator swadamping Ô1 dan Ô2, maka setiap keadaan kuantum ψ H harus termuat di dalam irisan domain masing-masing operator tersebut, yakni harus berlaku ψ dom(ô1) dom(ô2). Sebuah operator Ô di H belum tentu memiliki domain yang sama dengan ruang Hilbert 3

H itu sendiri. Hal ini bergantung pada definisi yang diberikan pada operator tersebut. Jika terjadi kondisi demikian, maka tentu ada vektor dalam ruang Hilbert yang tidak termuat di dalam domain operator tersebut. Vektor tersebut tentunya tidak layak untuk digunakan sebagai keadaan kuantum. Hal ini dikarenakan vektor tersebut tidak memuat informasi apapun mengenai besaran fisis yang diwakili oleh operator tadi. Seperti telah disebutkan di atas, untuk sembarang operator Ô 1 dan Ô2 di H tidak selalu memenuhi dom(ô1) = dom(ô2). Terlebih lagi jika ditinjau beberapa operator, katakanlah Ô 1,..., Ôn, yang umumnya tidak memiliki domain yang sama dengan ruang Hilbert H tempat mereka beroperasi. Maka pada kondisi seperti ini hanya vektor-vektor ψ dom(ô1)... dom(ôn) yang dapat digunakan sebagai keadaan kuantum. Pada kondisi ini pula, bahkan sebuah vektor yang termuat dalam domain suatu operator boleh jadi tidak termuat dalam domain operator lain. Vektor yang demikian, meskipun termuat dalam domain salah satu operator, tidak dapat digunakan sebagai keadaan kuantum. Sampai di sini tentunya dapat dipahami bahwa asas-asas mekanika kuantum membuat tersingkirkannya vektor-vektor yang tidak termuat dalam irisan domain operator-operator swadamping yang mewakili besaran fisis. Tetapi jika sebagai ruang yang menampung keadaan-keadaan kuantum adalah ruang yang unsurnya adalah vektor-vektor yang termuat dalam irisan domain operator-operator tersebut, maka dapat dipastikan bahwa ruang tersebut tidak akan bersifat lengkap (secara Cauchy), sehingga bukan lagi merupakan ruang Hilbert. Hal ini membawa konsekuensi bahwa pada ruang tersebut tidak boleh diterapkannya teorema-teorema yang hanya berlaku pada ruang Hilbert. 5 Ketakpastian Heisenberg Seperti yang telah ditunjukkan pada pembahasan sebelumnya, pemahaman terhadap teori operator akan memberikan pandangan yang lebih jelas mengenai kecacatan dalam mekanika kuantum. Pemahaman tersebut juga akan diterapkan dalam pembahasan mengenai ketakpastian Heisenberg. Ketakpastian Heisenberg, sebagai sebuah konsekuensi dari asas-asas mekanika kuantum[4, 2], tampil dalam bentuk[3] ( Âψ) 2 ( ˆB ψ ) 2 1 2i [Â, ˆB] ψ. (9) Ketaksamaan tersebut berbicara mengenai keterbatasan hasil pengukuran sembarang dua besaran A dan B. Pada keadaan ψ, jika kedua operator  dan ˆB yang masing-masing mewakili besaran A dan B tidak rukun, yakni [Â, ˆB] 0, maka hasil pengukuran besaran A membatasi hasil pengukuran besaran B, begitu juga sebaliknya. Pada kondisi demikian, jika besaran A berhasil diukur dengan ketakpastian yang cukup kecil, maka pengkuran besaran B pada saat yang sama akan memiliki ketakpastian yang cukup besar sedemikian rupa sehingga ketaksamaan (9) dipenuhi. Tetapi sebaliknya jika pada keadaan ψ kedua operator tersebut rukun, yakni [Â, ˆB] = 0, maka pengukuran kedua besaran A dan B pada saat yang sama tidak akan saling bergantung satu dengan lainnya. Pada kondisi ini, ketakpastian pengukuran dua besaran tersebut masingmasing secara prinsip dapat dibuat bernilai nol. Tetapi dari bentuk ketaksamaan (9) terdapat konsekuensi yang harus diterima, terkait dengan ψ H yang terlibat di dalamnya. Jika 4

dom(â) = dom( ˆB) = H, maka tentu saja dom([â, ˆB]) = H. Namun beberapa operator besaran fisika tidak terdefinisikan di mana-mana sehingga ψ yang terlibat dalam ketaksamaan (9) perlu disesuaikan. Secara umum untuk sembarang dua operator  dan ˆB berlaku dom([â, ˆB]) dom(â) dom( ˆB). (10) Lebih tepatnya, dapat dituliskan dom([â, ˆB]) {ψ dom(â) dom( ˆB) Âψ dom( ˆB) ˆBψ dom(â)}. (11) Ketaksamaan (9) mengharuskan setiap ψ yang dilibatkan termuat dalam dom([â, ˆB]). Bahkan suatu ψ yang termuat dalam dom(â) dom( ˆB), berdasarkan definisi dom([â, ˆB]) yang diberikan dalam (11), belum tentu dapat digunakan dalam ketakpastian Heisenberg. Sebagai konsekuensinya, ψ H yang demikian tidak dapat digunakan untuk mewakili suatu keadaan kuantum. Lagi-lagi hal ini telah membatasi penggunaan ψ H. 6 Persamaan Schroedinger Persamaan Schroedinger seperti yang ditampilkan dalam pers.(1), dapat dituliskan menjadi dengan Ĥ didefinisikan sebagai i d ψ = Ĥψ, (12) dt Ĥ 2 2m 2 + V ( r). (13) Operator Ĥ disebut sebagai operator Hamiltonan. Persamaan Schroedinger (1) menjelaskan perilaku evolusi keadaan kuantum gayut waktu Ψ( r, t) di antara dua pengukuran. Tidak bergantungnya potensial V terhadap waktu t, memungkinkan penyelesaian persamaan (1) dengan metode pemisahan peubah[1, 2, 4], yakni Ψ( r, t) ϕ( r)f(t), (14) dengan ϕ H suatu fungsi yang hanya bergantung pada r, dan f(t) suatu fungsi yang hanya bergantung pada t. Dengan metode tersebut, dihasilkan persamaan Schroedinger tak gayut waktu Ĥϕ = Eϕ, (15) dengan E merupakan energi sistem kuantum yang keadaannya diwakili oleh ϕ. Persamaan (15) merupakan persamaan swanilai (eigen value equation). Operator Hamiltonan Ĥ mewakili besaran energi E. Bentuk Ψ( r, t) sesungguhnya merupakan lintasan di ruang Hilbert H. Adanya persamaan (1) atau lebih khususnya (15), jelas telah membatasi penggunaan ψ H. Setiap keadaan kuantum ψ, berdasarkan kedua persamaan tersebut, harus termuat di dalam dom(ĥ). Tetapi persyaratan ini tidak menjamin bahwa ψ tersebut termuat dalam domain operator lain. Permasalahan ini sekali lagi telah menghadirkan konsekuensi terbatasinya vektorvektor dalam ruang Hilbert H yang dapat digunakan untuk mewakili keadaan kuantum. 7 Sesungguhnya swadamping (self-adjoint) tidak sama dengan hermitan Seperti disebutkan dalam asas pertama di atas, unsur dalam ruang Hilbert, yang disebut sebagai 5

vektor, mewakili keadaan kuantum suatu sistem kuantum. Maka besaran (fisis) kuantum diwakili oleh operator swadamping yang memetakan sebuah vektor ke vektor lain dalam suatu ruang Hilbert. Jika sebuah operator mewakili suatu besaran fisis, maka spektrum bagi operator tersebut berisikan nilai-nilai yang mungkin keluar pada pengukuran besaran fisis tersebut. Digunakannya operator yang swadamping dikarenakan terjaminnya unsur-unsur yang berupa bilangan riil pada spektrum bagi operator tersebut. Hal ini sejalan dengan kenyataan bahwa hasil pengukuran besaran fisis selalu berupa bilangan riil. Membahas mengenai definisi operator swadamping dan operator hermitan akan menampilkan kerumitan tersendiri sebelum dapat mengambil gambaran perbedaan antara keduanya. Oleh karena itu, ada baiknya penulis akan tampilkan langsung perbandingan antara kedua operator tersebut. Operator swadamping, apakah bersifat terbatas (bounded) ataupun tak terbatas (unbounded), bekerja di ruang Hilbert berdimensi berhingga maupun tak berhingga, selalu sekaligus merupakan operator hermitan. Hal yang sebaliknya tidak berlaku. Tetapi jika ruang Hilbert yang dilibatkan berdimensi berhingga, maka setiap operator hermitan pasti sekaligus merupakan operator swadamping. Dari penjelasan di atas, jelaslah bahwa secara umum kedua operator tersebut, yakni operator swadamping dan operator hermitan, bukanlah operator yang sama. Kedua istilah tersebut hanya dapat dipertukarkan manakala ruang Hilbert yang dilibatkan dalam pembicaraan berdimensi berhingga. Maka untuk memberikan bangunan teori yang tepat secara matematis, seharusnya yang digunakan sebagai operator yang akan mewakili besaran fisis adalah operator swadamping, bukan operator hermitan. 8 [ˆx, ˆp x ] i Dalam membahas kaitan komutasi antara operator ˆx dengan ˆp x beberapa penulis buku sampai pada kesimpulan seperti yang tertera pada pers.(2). Berikut ini langkah yang biasa ditempuh sampai pada kesimpulan tersebut. Dalam wakilan posisi, kedua operator tersebut masingmasing berbentuk x dan h i x. Maka untuk mencari kaitan komutasi antara kedua operator tersebut, komutator kedua operator tersebut dikenakan pada sebuah ψ H seperti berikut ini [ [ˆx, ˆp x ]ψ = x, h ] ψ i x ( = x h i x h i = x h i x ψ h i = x h i ) x x ψ x (xψ) x ψ h i ψ xh i = h i ψ = i ψ. x ψ (16) Sampai di sini beberapa penulis ada yang mengambil kesimpulan berlakunya kaitan komutasi[1, 2] [ˆx, ˆp x ] = i. (17) Padahal secara matematis hal tersebut tidaklah tepat. Karena komutator dua buah operator juga merupakan operator, maka sisi kanan pers.(17) juga harus merupakan operator di H. Oleh karena itu sesungguhnya pers.(17) seharusnya (atau dapat ditafsirkan) berbentuk [ˆx, ˆp x ] = i Î, (18) 6

dengan Î operator identitas di H. Tetapi pada hampir semua kasus fisis, domain komutator [ˆp x, ˆx] tidaklah sama dengan H, yakni dom([ˆx, ˆp x ]) H. Sehingga ungkapan seperti dalam pers.(17) tidak dapat dibenarkan secara matematis. Kaitan komutasi antara operator ˆp x dan ˆx yang benar adalah [ˆx, ˆp x ]ψ = i ψ, (19) untuk setiap ψ dom([ˆx, ˆp x ]). 9 Overview Kecacatan pada mekanika kuantum seperti yang telah ditunjukkan di atas bermuara pada asas yang digunakan sebagai fondasi bangunan mekanika kuantum. Kecacatan tersebut secara mudah dapat diungkapkan sebagai ketidaklengkapan mekanika kuantum. Rosyid[6] bersama dengan penulis[3] telah membuat suatu formulasi baru dengan menawarkan konsep peluang majemuk. Tetapi meskipun konsep tersebut mampu menghindari permasalahan ketidaklengkapan mekanika kuantum, sampai saat ini belum terselesaikan secara sempurna. 1 Untuk menyelesaikan konsep tersebut, perlu melibatkan kajian di bidang geometri ruang Wasserstein, salah satu topik kajian dalam bidang matematika yang sedang berkembang. Kemudian terkait permasalahan kesalahan konsep dalam mekanika kuantum seperti yang tampak di beberapa buku teks standar mekanika kuantum, menurut penulis hal tersebut dikarenakan kurangnya pemahaman penulis buku tersebut terhadap teori operator. Meskipun 1 Formulasi baru ini akan diselesaikan dalam penelitian selanjutnya, atau dalam disertasi penulis, insya Allah. teori operator tidak diajarkan pada kuliah standar mekanika kuantum, baik itu di tingkat S1 fisika maupun S2 Ilmu fisika, kesalahan konsep tersebut tetap harus dihindari dalam penyampaian materi mekanika kuantum kepada mahasiswa. Dengan menunjukkan kesalahan konsep yang ada pada beberapa buku teks mekanika kuantum, diharapkan mahasiswa terdorong untuk mengkaji lebih dalam teori mekanika kuantum. Setidaknya, pengajar telah berusaha untuk tidak terjatuh dalam kesalahan menyampaikan materi mekanika kuantum. 10 Ucapan Terimakasih Penulis mengucapkan terimakasih kepada Dr.rer.nat. M. Farchani Rosyid, yang telah membimbing penulis, terutama dalam penelitian tesis mengenai topik Peluang Majemuk[3], sehingga dari sebagian dalam tesis tersebut dapat dituangkan ke dalam makalah ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada pimpinan Fakultas Tarbiyah yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyampaikan makalah ini dalam kegiatan diskusi dosen pada tanggal 2 Mei 2013. Daftar Pustaka [1] Goswami, A., Quantum Mechanics (Wm. C. Brown Publisher,,1992) [2] Griffith, D., Introduction to Quantum Mechanics (2nd Edition) (Pearson Prentice Hall,, 2004) [3] Khalif, M. A., Peluang Majemuk : Sebuah Inspirasi Dari Mekanika Kuantum Untuk Matematika, Dan Untuk Kembali Ke 7

Mekanika Kuantum, Tesis S2 (Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2010) [4] Rosyid, M. F., Mekanika Kuantum : Model Matematis Bagi Fenomena Alam Mikroskopis - Tinjauan Nonrelativistik [5] Boccara, N., Functional Analysis : An Introduction for Physicists (Academic Press Inc, San Diego, 1990) [6] Rosyid, M. F., A Varian of Kolmogorov Probability Emerging From Quantum Theory (The 3rd Asian Physics Symposium, Bandung,2009) 8