ANALISA KESEIMBANGAN INTERAKSI POPULASI TERUMBU KARANG, SIPUT DRUPELLA DAN PREDATORNYA MELALUI PHASE PORTRAIT

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS BIFURKASI PADA MODEL MATEMATIS PREDATOR PREY DENGAN DUA PREDATOR Lia Listyana 1, Dr. Hartono 2, dan Kus Prihantoso Krisnawan,M.

IDENTIFIKASI TITIK TITIK BIFURKASI DARI MODEL TRANSMISI PENYAKIT MENULAR

KESTABILAN MODEL BIOEKONOMI SISTEM MANGSA PEMANGSA SUMBER DAYA PERIKANAN DENGAN PEMANENAN PADA POPULASI PEMANGSA

Created By Aristastory.Wordpress.com BAB I PENDAHULUAN. Teori sistem dinamik adalah bidang matematika terapan yang digunakan untuk

ANALISIS MODEL MANGSA PEMANGSA PADA PENANGKAPAN IKAN YANG DIPENGARUHI OLEH KONSERVASI

PERAN PENTING LAJU PERUBAHAN KALOR PADA MODEL DINAMIK UNSUR UNSUR UTAMA IKLIM

BIFURKASI HOPF PADA MODEL SILKUS BISNIS KALDOR-KALECKI TANPA WAKTU TUNDA

BAB I PENDAHULUAN. hidup lainnya. Interaksi yang terjadi antara individu dalam satu spesies atau

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II KAJIAN TEORI. dinamik, sistem linear, sistem nonlinear, titik ekuilibrium, analisis kestabilan

BAB II LANDASAN TEORI. dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta

Simulasi Model Mangsa Pemangsa Di Wilayah yang Dilindungi untuk Kasus Pemangsa Tergantung Sebagian pada Mangsa

BAB II KAJIAN TEORI. Persamaan diferensial sangat penting dalam pemodelan matematika khususnya

ANALISIS DINAMIK MODEL POPULASI MANGSA PEMANGSA DENGAN WILAYAH RESERVASI DAN PEMANENAN PEMANGSA Aidil Awal 1*), Syamsuddin Toaha 2), Khaeruddin 2)

KESTABILAN MODEL BIOEKONOMI SISTEM MANGSA PEMANGSA SUMBER DAYA PERIKANAN DENGAN PEMANENAN PADA POPULASI PEMANGSA

DINAMIKA PERKEMBANGAN HIV/AIDS DI SULAWESI UTARA MENGGUNAKAN MODEL PERSAMAAN DIFERENSIAL NONLINEAR SIR (SUSCEPTIBLE, INFECTIOUS AND RECOVERED)

BIFURKASI PITCHFORK PADA SISTEM DINAMIK DIMENSI-n SKRIPSI

IDENTIFIKASI PARAMETER PENENTU KESTABILAN MODEL PERTUMBUHAN LOGISTIK DENGAN WAKTU TUNDA

ANALISIS DINAMIK SISTEM PREDATOR-PREY MODEL LESLIE-GOWER DENGAN PEMANENAN SECARA KONSTAN TERHADAP PREDATOR

KESTABILAN POPULASI MODEL LOTKA-VOLTERRA TIGA SPESIES DENGAN TITIK KESETIMBANGAN ABSTRACT

Dinamik Model Epidemi SIRS dengan Laju Kematian Beragam

BIFURKASI HOPF MODEL MANGSA-PEMANGSA DENGAN WAKTU TUNDA NI NYOMAN SURYANI

T 23 Center Manifold Dari Sistem Persamaan Diferensial Biasa Nonlinear Yang Titik Ekuilibriumnya Mengalami Bifurkasi Contoh Kasus Untuk Bifurkasi Hopf

Studi Penyebaran Penyakit Flu Burung Melalui Kajian Dinamis Revisi Model Endemik SIRS Dengan Pemberian Vaksinasi Unggas. Jalan Sukarno-Hatta Palu,

ANALISIS DINAMIK SKEMA EULER UNTUK MODEL PREDATOR-PREY DENGAN EFEK ALLEE KUADRATIK

ANALISIS KESTABILAN MODEL INTERAKSI PEMANGSA DAN MANGSA PADA DUA HABITAT YANG BERBEDA ADE NELVIA

Local Stability of Predator Prey Models With Harvesting On The Prey. Abstract

ANALISIS KESTABILAN DAN LIMIT CYCLE PADA MODEL PREDATOR - PREY TIPE GAUSE SKRIPSI

KESTABILAN SISTEM PREDATOR-PREY LESLIE

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BIFURKASI HOPF PADA SISTEM PREDATOR PREY DENGAN FUNGSI RESPON TIPE II

MODIFIKASI SISTEM PREDATOR-PREY: DINAMIKA MODEL LESLIE-GOWER DENGAN DAYA DUKUNG YANG TUMBUH LOGISTIK

ANALISIS KESTABILAN MODEL MANGSA-PEMANGSA DENGAN MANGSA YANG TERINFEKSI DI LINGKUNGAN TERCEMAR

SEMINAR HASIL TUGAS AKHIR Jurusan Matematika FMIPA ITS

MODEL PERSAMAAN DIFERENSIAL PADA INTERAKSI DUA POPULASI

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Asumsi yang digunakan dalam sistem mangsa-pemangsa. Dimisalkan suatu habitat dimana spesies mangsa dan pemangsa hidup

KESTABILAN MODEL SATU MANGSA DUA PEMANGSA DENGAN FUNGSI RESPON TIPE HOLLING III DAN PEMANENAN

MODEL MATEMATIKA MANGSA-PEMANGSA DENGAN SEBAGIAN MANGSA SAKIT

ANALISIS KESTABILAN MODEL MANGSA-PEMANGSA HOLLING-TANNER TIPE II INTAN SELVYA

BAB II LANDASAN TEORI. pada bab pembahasan. Materi-materi yang akan dibahas yaitu pemodelan

Bab II Teori Pendukung

ANALISIS DINAMIKA MODEL KOMPETISI DUA POPULASI YANG HIDUP BERSAMA DI TITIK KESETIMBANGAN TIDAK TERDEFINISI

T 3 Model Dinamika Sel Tumor Dengan Terapi Pengobatan Menggunakan Virus Oncolytic

KESTABILAN TITIK EQUILIBRIUM MODEL SIR (SUSPECTIBLE, INFECTED, RECOVERED) PENYAKIT FATAL DENGAN MIGRASI

MODEL LOGISTIK DENGAN DIFUSI PADA PERTUMBUHAN SEL TUMOR EHRLICH ASCITIES. Hendi Nirwansah 1 dan Widowati 2

ANALISIS KESTABILAN PADA MODEL PENYEBARAN HIV/AIDS DI KOTA PALU

BAB I PENDAHULUAN. Besar Penelitian Tanaman Padi, tikus sawah merupakan hama utama penyebab

LANDASAN TEORI. Model ini memiliki nilai kesetimbangan positif pada saat koordinat berada di titik

ANALISIS KESTABILAN MODEL MANGSA-PEMANGSA DENGAN MANGSA YANG TERINFEKSI DI LINGKUNGAN TERCEMAR

DINAMIKA ORDE PERTAMA SISTEM NONLINIER TERKOPEL DENGAN RELASI PREDASI, MUTUAL, DAN SIKLIK (Tinjauan Kasus Mangsa-Pemangsa pada Sistem Ekologi)

MODEL PREDATOR-PREY DENGAN DUA PREDATOR

BAB II KAJIAN TEORI. representasi pemodelan matematika disebut sebagai model matematika. Interpretasi Solusi. Bandingkan Data

MODEL MANGSA PEMANGSA DENGAN RESPON FUNGSIONAL TAK MONOTON RIDWAN IDHAM

ANALISIS KESTABILAN MODEL MANGSA-PEMANGSA HUTCHINSON DENGAN WAKTU TUNDA DAN PEMANENAN KONSTAN LILIS SAODAH

BIFURKASI HOPF PADA MODEL MANGSA PEMANGSA DENGAN WAKTU TUNDA DAN TINGKAT PEMANENAN KONSTAN LOLA OKTASARI

Model Matematika Populasi Plankton dan Konsentrasi Nitrogen

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem dinamik adalah sistem yang berubah dari waktu ke waktu (Farlow,et al.,

BAB I Pendahuluan Latar BelakangMasalah

Penentuan Bifurkasi Hopf Pada Predator Prey

Pengendalian Populasi Hama pada Model Mangsa-Pemangsa dengan Musuh Alaminya

Interaksi Antara Predator-Prey dengan Faktor Pemanen Prey

ANALISIS TITIK EKUILIBRIUM DAN SOLUSI MODEL INTERAKSI PEMANGSA-MANGSA MENGGUNAKAN METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN

ANALISIS DINAMIK MODEL PREDATOR-PREY PADA POPULASI ECENG GONDOK DENGAN ADANYA IKAN GRASS CARP DAN PEMANENAN

Persamaan Diferensial Biasa

KESTABILAN MODEL POPULASI SATU MANGSA-DUA PEMANGSA DENGAN PEMANENAN OPTIMAL PADA PEMANGSA

MENCARI PERLUASAN MODEL DINAMIK UNSUR-UNSUR UTAMA IKLIM

ANALISIS MODEL MANGSA-PEMANGSA HOLLING-TANNER TIPE II DENGAN MANGSA YANG TERLINDUNG DAN ADANYA PEMANENAN POPULASI EKA PUJIYANTI

Menentukan Solusi Numerik Model Dinamik Suhu dan Tekanan Udara di Atmosfer Dengan Metode Runge Kutta Orde Empat

Analisis Kestabilan Model Penurunan Sumber Daya Hutan Akibat Industri

Abstrak: Makalah ini bertujuan untuk mengkaji model SIR dari penyebaran

BAB II LANDASAN TEORI. selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada bagian ini, akan dibahas system predator-prey dengan respon fungsi tak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kestabilan model predator-prey tipe Holling II dengan faktor pemanenan.

Bab III Model Awal Kecanduan Terhadap Rokok

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 4 MODEL DINAMIKA NEURON FITZHUGH-NAGUMO

SKEMA NUMERIK PERSAMAAN LESLIE GOWER DENGAN PEMANENAN

Penerapan Teknik Serangga Steril Dengan Model Logistik. Dalam Pemberantasan Nyamuk Aedes Aegypti. Nida Sri Utami

Friska Erlina, Yuni Yulida, Faisal

BAB IV PENUTUP. Berdasarkan hasil analisis bifurkasi pada model predator-prey dengan dua

UNNES Journal of Mathematics

MODEL MANGSA PEMANGSA DENGAN RESPON FUNGSIONAL TAK MONOTON RIDWAN IDHAM

MODEL PERTUMBUHAN EKONOMI MANKIW ROMER WEIL DENGAN PENGARUH PERAN PEMERINTAH TERHADAP PENDAPATAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

PEMANENAN OPTIMAL PADA MODEL REAKSI DINAMIK SISTEM MANGSA-PEMANGSA DENGAN TAHAPAN STRUKTUR. Yuliani, Marwan Sam

Simulasi Kestabilan Model Predator Prey Tipe Holling II dengan Faktor Pemanenan

BAB I PENDAHULUAN. Ekologi merupakan cabang ilmu yang mempelajari tentang interaksi antara

BAB I PENDAHULUAN. yang mencapai pulau dengan panjang pantai sekitar km 2 dan luas

Mursyidah Pratiwi, Yuni Yulida*, Faisal Program Studi Matematika Fakultas MIPA Universitas Lambung Mangkurat *

ANALISIS KESTABILAN MODEL MUTUALISME DUA SPESIES SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANALISIS KESTABILAN MODEL MANGSA-PEMANGSA DENGAN INTERFERENSI ANTARPEMANGSA FIKRI AZHARI

Bab 16. Model Pemangsa-Mangsa

BIFURKASI DARI HASIL MODIFIKASI SISTEM PERSAMAAN LORENZ

MENGONTROL LAJU PELEPASAN KALOR PADA MODEL DINAMIK UNSUR UTAMA IKLIM

ANALISIS STABILITAS PENYEBARAN VIRUS EBOLA PADA MANUSIA

BAB I PENDAHULUAN. disebut dengan sistem dinamik kontinu dan sistem dinamik yang. menggunakan waktu diskrit disebut dengan sistem dinamik diskrit.

Model Mangsa-Pemangsa dengan Dua Pemangsa dan Satu Mangsa di Lingkungan Beracun

Transkripsi:

JIMT Vol. 11 No. 1 Juni 2014 (Hal. 82 93) Jurnal Ilmiah Matematika dan Terapan ISSN : 2450 766X ANALISA KESEIMBANGAN INTERAKSI POPULASI TERUMBU KARANG, SIPUT DRUPELLA DAN PREDATORNYA MELALUI PHASE PORTRAIT E. Asran 1, R. Ratianingsih 2, dan A. I. Jaya 3 1,2,3 Program Studi Matematika Jurusan Matematika FMIPA Universitas Tadulako Jalan Soekarno-Hatta Km. 09 Tondo, Palu 94118, Indonesia. 1 Erniasran@ymail.com, 2,3 ratianingsih@yahoo.com ABSTRACT The reduction problem of the quantity, quality and aesthetics of coral reefs in Indonesia need to overcome. The existence of coral reefs closely related with the slug Drupella as predators to coral reefs, while the existence of Drupella closely related to with the snail s predators that eat it. This research study mathematically, the interaction of coral reefs, Drupella and predatory snail s predators contained in an ecosystem. The goal is to get the ecosystem balance of the is models. The model is built by system of non linear autonomous differential equations that analysis around critical point and using Jacobi matrix. The system has three critical points T 1 = (0,0,0), T 2 = (0, ψ 3+μ 33, 2 ) dan T 3 = ( +2, ψ 1 μ 11, 0). Analysis of the system around the critical point is done through the corresponding eigenvalues. The results showed that the critical point T 1 be stable if eligible the stability is ψ 1 < μ 11, < 2 dan ψ 3 < μ 33, with ψ 1, and ψ 3 respectively are the growth of coral reefs, snails Drupella and predators of snails Drupella while μ 11, 2 and μ 33 is the death rate of the population respectively. Phase portrait at the critical point T 2 shows that the system is stable with spiral type while at the critical point T 3 indicates that the system is unstable. The system can be transformed into a stable critical points and two unstable critical points. The transform is due to changes in parameter known as bifurcation. This is a pitchfork bifurcation type. The Interaction of the population that considers the existence of corals at a critical point of unstable T 3 will move towards equilibrium point T 2. This indicates the need for special efforts to keep the existence of corals. Keywords : Jacobi Matrix, Phase Portrait, Pitchfork Bifurcation, Stability, System Linearization ABSTRAK Masalah penurunan kuantitas, kualitas maupun estetika ekosistem terumbu karang di Indonesia perlu diatasi. Eksistensi terumbu karang berkaitan erat dengan siput Drupella sebagai pemangsa terumbu karang, sedangkan eksistensi siput Drupella berkaitan dengan predator yang memangsanya. Penelitian ini mengkaji secara matematis, interaksi dari terumbu karang, siput Drupella dan predator pemangsanya yang terdapat dalam suatu ekosistem. Tujuannya adalah untuk mendapatkan keseimbangan ekosistem dari suatu model yang merepresentasikannya. Model dibangun oleh suatu sistem persamaan diferensial autonomous non-linear yang kestabilannya dianalisa di sekitar titik kritisnya dengan menggunakan matriks Jacobi. Sistem memiliki tiga titik 82

kritis T 1 = (0,0,0), T 2 = (0, ψ 3+μ 33, 2 ) dan T 3 = ( +2, ψ 1 μ 11, 0). Analisa terhadap sistem di sekitar titik kritis dilakukan melalui nilai eigen yang bersesuaian. Hasil penelitian menunjukan bahwa titik kritis T 1 akan stabil jika memenuhi syarat kestabilan yaitu ψ 1 < μ 11, < 2 dan ψ 3 < μ 33, dengan ψ 1, dan ψ 3 secara berturutturut adalah tingkat pertumbuhan terumbu karang, siput Drupella dan predator siput Drupella sedangkan μ 11, 2 dan μ 33 adalah tingkat kematian masing-masing populasi tersebut. Phase portrait pada titik kritis T 2 menunjukan bahwa sistem stabil dengan tipe spiral, sedangkan pada titik kritis T 3 menunjukan bahwa sistem tidak stabil. Sistem ini dapat berubah menjadi satu titik kritis stabil dan dua titik kritis tidak stabil. Perubahan tersebut disebabkan karena perubahan parameter yang disebut sebagai bifurkasi. Jenis bifurkasi ini adalah pitchfork. Interaksi populasi yang mempertimbangkan eksistensi populasi terumbu karang pada titik kritis T 3 yang tidak stabil akan bergerak menuju titik kesetimbangan T 2. Hal ini menunjukkan perlunya upaya khusus untuk menjaga eksistensi populasi terumbu karang. Kata Kunci : Bifurkasi Pitchfork, Kestabilan, Linearisasi Sistem, Matriks Jacobi,, Phase Portrait I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memegang peranan penting dibidang kelautan dunia, karena negeri ini memiliki laut yang luas dan di dalamnya memiliki keragaman hayati laut tertinggi di dunia, antara lain terdapat 60.000 km 2 areal terumbu karang yang mencakup 15 persen terumbu karang dunia (Guntur, Prasetyo, & wawan, 2012). Indonesia juga memiliki sumber daya alam hayati laut yang sangat potensial. Salah satunya adalah sumber daya terumbu karang yang hampir tersebar di seluruh perairan Indonesia. Luas terumbu karang Indonesia saat ini adalah 42.000 km 2 atau 16,5% dari luas terumbu karang dunia, yaitu seluas 255.300 km 2 (Guntur, Prasetyo & Wawan, 2012). Dengan estimasi di atas, Indonesia menduduki peringkat terluas ke-2 di dunia setelah Australia, yang mempunyai luasan terumbu karang sebesar 48.000 km 2 (Guntur, Prasetyo & Wawan, 2012). Namun, apabila dilihat dari sisi keanekaragaman hayati, terumbu karang Indonesia merupakan pusat keanekaragaman hayati dunia dengan 70 generasi dan 450 spesies (Guntur, Prasetyo & Wawan, 2012). Ekosistem terumbu karang di perairan Indonesia terus mengalami penurunan, baik kuantitas, kualitas maupun estetikanya. Sebagai ekosistem yang produktif dan sangat berarti bagi penyangga sumber daya perikanan laut, ekosistem ini perlu dilestarikan. Kerusakan ekosistem terumbu karang disebabkan oleh banyak faktor, beberapa diantaranya adalah penangkapan ikan dengan cara yang merusak dengan menggunakan bom dan sianida, penambangan batu karang, sedimentasi dan faktor biologi yaitu ancaman siput Drupella. Drupella adalah salah satu jenis invertebrata yang bersifat prasit bagi terumbu karang. Dalam kondisi yang ekstrim, invertebrata tersebut merupakan masalah yang cukup serius 83

bagi keberadaan ekosistem terumbu karang. Ledakan populasi invertebrata parasit tersebut merupakan salah satu bentuk dari kondisi yang ekstrim. Jika fenomena ledakan populasi terjadi dalam waktu yang cukup lama dan dalam area yang cukup luas, ini merupakan ancaman kerusakan ekosistem terumbu karang (Riska, Sadaru, & Haya, 2013) Disisi lain terdapat pula beberapa jenis ikan sebagai pemangsa dari Drupella. Hubungan erat antara terumbu karang, Drupella dan Predatornya perlu dikaji keseimbangannya. Keseimbangan tersebut diperlukan untuk menjaga eksistensi terumbu karang. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana Keseimbangan Interaksi Populasi Terumbu Karang, Siput Drupella dan Predatornya Melalui Phase portrait. 1.3. Tujuan Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah memperoleh titik kesetimbangan interaksi populasi terumbu karang, siput Drupella dan predatornya melalui phase portrait. 1.4. Manfaat Penelitian Adapun Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui keseimbangan komposisi populasi terumbu karang, siput Drupella dan predatornya 2. Dapat dijadikan sebagai informasi mengenai populasi terumbu karang 3. Secara umum untuk mengembangkan ilmu matematika, khususnya pada bidang sistem dinamik yang diterapkan pada masalah-masalah sosial. 1.5. Asumsi Penelitian Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1. Tidak terjadi siklus perulangan rantai makanan dalam artian prey (terumbu karang) dimangsa predator pertama (siput Drupella), predator pertama (siput Drupella) dimangsa predator kedua (ikan predator) dan tidak berlaku prey (terumbu karang) dimangsa predator kedua (ikan predator). 2. Tidak ada mangsa lain bagi siput Drupella selain terumbu karang 3. Tidak ada mangsa lain bagi predator selain siput Drupella. 84

II. METODE PENELITIAN Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu a. Memulai penelitian. b. Melakukan tinjauan pustaka berupa terumbu karang, Drupella, Predatornya dan modell Predator-Prey tiga populasi c. Membangun model Predator-Prey interaksi Terumbu Karang, Drupella dan Predatornya. d. Menentukan titik-titik kritis dari model Predator-Prey interaksi Terumbu Karang, Drupella dan Predatornya. e. Menganalisa kestabilan disekitar titik-titik kritis model Predator-Prey interaksi Terumbu Karang, Drupella dan Predatornya, dengan metode linearisasi f. Membuat Phase portrait g. Menyimpulkan hasil penelitian h. Selesai. III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil penelitian 3.1.1. Membangun model predator prey terumbu karang, siput Drupella dan predatornya Penelitian ini merupakan kajian matematis dari interaksi populasi terumbu karang, siput Drupella dan predatornya. Interaksi tersebut merupakan sistem dinamik yang menyatakan hubungan antar mangsa (prey) dan pemangsa (predator) yang digambarkan dalam diagram sebagai berikut : ψ 1 ψ 3 Terumbu karang (x) Siput Drupella (y) Predator Siput Drupella (z) μ 1 μ 3 Gambar 1 : Diagram Interaksi Mangsa Pemangsa Gambar 1 memperlihatkan bahwa siput Drupella merupakan pemangsa dari terumbu karang sekaligus menjadi mangsa bagi predatornya, sedangkan terumbu karang merupakan sumber makanan dari siput Drupella. Dari diagram tersebut 85

dibangun model prey predator terumbu karang, siput Drupella dan predatornya yang diadaptasi dari model predator prey dua populasi sebagai berikut: dx = x(ψ dt 1 μ 1 y) ; dy = y(ψ dt 2 + x z) ; dz = z(ψ dt 3 μ 3 + y)... (1) dimana x, x dan x secara berturut-turut adalah banyaknya populasi terumbu karang, siput Drupella dan banyaknya Predatornya. ψ i μ i : laju pertumbuhan alami masing-masing populasi, i=1,2,3 : laju kematian masing-masing populasi, i=1,2,3 : laju bertambahnya siput Drupella karena memangsa terumbu karang : laju bertambahnya Predator siput karena memangsa siput Drupella 3.1.2. Penentuan titik kritis Titik kritis (x *,y *,z * ) dari sistem persamaan (1) dapat diperoleh dengan menentukan dx dy dz =0, =0 dan =0, sehingga diperoleh titik-titik kritis interaksi populasi dt dt dt terumbu karang, siput Drupella dan predatornya dalam tabel dibawah ini. Tabel 1 : Titik Kritis dari Interaksi Populasi terumbu karang, siput Drupella dan predatornnya Titik Kritis x Y z T 1 0 0 0 T 2 0 T 3 - + -ψ 3 +μ 3 ψ 1-0 Titik kritis T 1 mempresentasikan kondisi tidak eksisnya semua populasi, sedangkan Titik kritis T 2 menggambarkan punahnya populasi terumbu karang. Eksistensi titik kritis T 2 dipenuhi bila ψ 3 <μ 3. Kondisi ini mencerminkan eksistensi siput Drupella tercapai bila terjadi penurunan populasi predator siput Drupella. Adapun syarat > bagi eksistensi T 2 memberi arti bahwa eksistensi predator siput Drupella terjadi apabila populasi siput Drupella bertambah. Titik kritis T 3 menggambarkan punahnya predator siput Drupella, eksistensi titik kritis T 3 dipenuhi bila <. Kondisi ini mencerminkan eksistensi terumbu karang tercapai bila terjadi penurunan populasi siput Drupella. Adapun syarat ψ 1 >μ 1 bagi eksistensi T 3 memberi arti bahwa eksistensi siput Drupella terjadi apabila populasi terumbu karang bertambah. 3.1.3. Kestabilan titik kritis a. Kestabilan sistem di titik kritis T 1 =(0,0,0) Hasil linearisasi di sekitar T 1 menghasilkan matriks Jacobi J 1 yaitu 86

J 1 = ψ 1 0 0 0-0... (2) ( 0 0 ψ 3 ) dan diperoleh nilai eigen λ 1 =ψ 1, λ 2 = - dan λ 3 =ψ 3. Titik kritis ini akan stabil jika ψ 1 <μ 1, < dan ψ 3 <μ 3. b. Kestabilan sistem di titik kritis T 2 = (0, -ψ 3 +μ 3, - ) Titik kritis T 2 yang diperoleh bukan titik kritis (0,0,0) maka akan dilakukan transformasi bidang Cartesian sehingga linearisasi sistem di titik kritis baru T 2 * (0,0,0) yaitu J 2 = ψ 1 + ψ 3 0 0 ( -ψ +μ 3 3 ) 0 ψ 3... (3) ( 0-0 ) dan diperoleh nilai eigen λ 1 = ψ 3 -ψ 3 +μ 3, λ 2 =- ψ 3 -ψ 3 +μ 3 dan λ 3 =ψ 1 + ψ 3. Mengingat menurut syarat eksistensi titik kritis T 2 ψ 3 <0 dan - >0 maka λ 1 dan λ 2 merupakan akar-akar dari bilangan negatif, akibatnya λ 1 dan λ 2 merupakan bilangan kompleks conjugate murni yang memiliki bagian real sama dengan nol. Akibatnya kestabilan sistem ditentukan dari nilai eigen λ 3. untuk λ 3 =ψ 1 + ψ 3 Menurut syarat eksistensi yaitu ψ 3 <0 sehingga ψ 1 <0 hasil tersebut menjadikan titik kritis T 2 stabil karena λ 3 bernilai negatif. c. Kestabilan sistem di titik kritis T 3 = ( - +, ψ 1,0) Titik kritis T 3 yang diperoleh bukan titik kritis (0,0,0) maka akan dilakukan transformasi bidang Cartesian sehingga linearisasi sistem di titik kritis baru T 3 * (0,0,0) yaitu 0-0 J 3 = ψ 1 0 - ( ψ 1 )... (4) ( 0 0 ψ 3 + ψ 1 ) dan diperoleh nilai eigen λ 1 = ψ 1 -ψ 1 +μ 1, λ 2 =- ψ 1 -ψ 1 +μ 1, 87

λ 3 =ψ 3 + ψ 1. Titik kritis T 3 akan stabil jika kondisi berikut terpenuhi λ 1 <0 dan λ 2 <0 terpenuhi, dengan syarat sebagai berikut : Dari λ 1 = ψ 1 -ψ 1 +μ 1 = (ψ 1 )( - )<0 = (ψ 1 )( - )>0 Mengingat menurut syarat eksistensi titik kritis T 3 < dan ψ 1 >μ 1 maka λ 1 dan λ 2 merupakan akar-akar dari bilangan negatif, akibatnya λ 1 dan λ 2 merupakan bilangan kompleks conjugate murni yang memiliki bagian real sama dengan nol. Akibatnya kestabilan sistem ditentukan dari nilai eigen λ 3. Dari λ 3 =ψ 3 + ψ 1, menurut syarat eksistensi x 1 > x 1 maka x 3 > x 3 sehingga x 3 dijamin bernilai positif jadi titik kritis x 3 tidak stabil. 3.1.4. Phase portrait model interaksi populasi terumbu karang, siput Drupella dan predatornya Adapun phase portrait model interaksi populasi terumbu karang, siput Drupella dan predatornya dapat digambarkan sebagai berikut : a. Phase portrait di sekitar titik kritis T 1 =(0,0,0) Untuk nilai-nilai ψ 1,, ψ 3, μ 1,, μ 3, dan sedemikian tidak dipenuhi syarat kestabilan maka nilai-nilai parameternya yaitu ψ 1 =0,8, =0,9, ψ 3 =0,7, μ 1 =0,6, =0,25, μ 3 =0,5, =0,9 dan =0,1 diperoleh nilai eigennya yaitu λ 1 =0,2, λ 2 =0,65 dan λ 3 =0,2 Sehingga titik kritis T 1 (0,0,0) bersifat tidak stabil. Hal tersebut dapat dilihat melalui gambar phase portrait 2 dengan nilai awal x(0)=0.01, y(0)=0.01 dan z(0)=0.01. Gambar 2 : Phase portrait dengan nilai awal x(0)=0.01, y(0)=0.01 dan z(0)=0.01 Kestabilan sistem titik kritis T 1 dengan λ 1 >0, λ 2 >0 dan λ 3 >0 adalah Tidak Stabil dengan tipe Saddle node. Dalam hal memenuhi syarat kestabilan x 1 maka nilai-nilai parameternya yaitu ψ 1 =0,6, =0,25, ψ 3 =0,5, μ 1 =0,8, =0,9, μ 3 =1,9, =0,9 dan =0,1 diperoleh nilai eigen sistem yaitu λ 1 =-0,2, λ 2 =-0,65 dan λ 3 =-0,2. Sehingga titik kritis 88

T 1 (0,0,0) bersifat stabil. Hal tersebut dapat dilihat melalui gambar phase portrait 3 dengan nilai awal x(0)=0.01, y(0)=0.01 dan z(0)=0.01. Gambar 3 : Phase portrait dengan nilai awal x(0)=0.01, y(0)=0.01 dan z(0)=0.01. b. Phase portrait di sekitar titik kritis T 2 = (0, -ψ 3 +μ 3, - ) Untuk nilai-nilai parameter ψ 1 = 0,6, = 0,9, ψ 3 = 0,5, μ 1 = 0,8, = 0,25, μ 3 = 0,7, = 0,9 dan = 0,1 diperoleh nilai eigen sistem adalah λ 1 = 0,36i, λ 2 = -0,36i dan λ 3 = -2. Sehingga titik kritis T 2 (0,2, 6,5) bersifat stabil. Hal tersebut dapat dilihat melalui gambar phase portrait 4 dengan nilai awal x(0)=0,01, y(0)=1,z(0)=3 di bawah ini. Gambar 4 : Phase portrait dengan nilai awal x(0)=0.01, y(0)=1 dan z(0)=3 Kestabilan sistem titik kritis T 2 dengan λ 1.2 ±μi dan λ 3 <0 adalah Stabil dengan tipe spiral. c. Phase portrait di sekitar titik kritis T 3 = ( - +, ψ 1,0) Untuk nilai-nilai parameter ψ 1 =0,8, =0,25, ψ 3 =0,7, μ 1 =0,6, =0,9, μ 3 =0,5, =0,9 dan =0,1 diperoleh nilai eigen sistem adalah λ 1 =0,36i, λ 2 =-0,36i dan λ 3 =0,22 Sehingga titik kritis T 3 (0,72, 0,22, 0) bersifat tidak stabil. 89

Hal tersebut dapat dilihat melalui gambar phase portrait 5 dengan nilai awal x(0)=1, y(0)=1 dan z(0)=0,01. Gambar 5 : Phase Portrait dengan nilai awal x(0)=1, y(0)=1 dan z(0)=0,01 Kestabilan sistem titik kritis T 3 dengan λ 1.2 ±μidan λ 3 >0 adalah Tidak Stabil dengan tipe Saddle node. 3.2. Pembahasan Sistem dinamik persamaan diferensial (1) memberikan titik kritis T 1 =(0,0,0), T 2 = (0, -ψ 3 +μ 3, - ) dan T 3= ( - +, ψ 1,0). Titik kritis T 1 =(0,0,0) merepresentasikan kondisi tidak eksisnya semua populasi. Sedangkan titik kritis T 2 = (0, -ψ 3 +μ 3, - ) menggambarkan punahnya populasi terumbu karang. Eksistensi titik kritis T 2 dipenuhi bila ψ 3 <μ 3. Kondisi ini mencerminkan eksistensi siput Drupella tercapai bila terjadi penurunan populasi siput Drupella, adapun syarat > bagi eksistensi T 2 memberi arti bahwa eksistensi predator siput Drupella bertambah. Titik kritis T 3 = ( - +, ψ 1,0) menggambarkan punahnya predator siput Drupella, eksistensi titik kritis T 3 dipenuhi bila <. Kondisi ini mencerminkan eksistensi terumbu karang tercapai bila terjadi penurunan populasi siput Drupella. Adapun syarat ψ 1 >μ 1 bagi eksistensi T 3 memberi arti bahwa eksistensi siput Drupella terjadi apabila populasi terumbu karang bertambah. Berdasarkan nilai parameter yang digunakan menyebabkan sistem di titik kritis pada gambar 2 phase portrait T 1 =(0,0,0) tidak stabil dengan tipe Saddle node. Sedangkan pada gambar 3 phase portrait menyebabkan sistem di titik kritis T 1 =(0,0,0) stabil dengan tipe Spiral. Phase portrait solusi pada gambar 4 sistem di titik kritis T 2 = (0, -ψ 3 +μ 3, - ) Stabil dengan tipe Spiral. Berdasarkan nilai parameter yang digunakan 90

pada gambar 4.6 phase portrait menyebabkan sistem di titik kritis T 3 = ( - + stabil dengan tipe Saddle node., ψ 1,0) tidak Pada saat sistem memiliki satu titik kritis yang stabil T 2 dan dua titik kritis tidak stabil T 1 dan T 3, lintasan maju dari titik-titik kritis dapat digambarkan sebagai berikut : z T 2 T 1 y x T 3 Gambar 6 : Lintasan maju satu titik kritis stabil dan dua titik kritis tidak stabil Selain itu, pada saat sistem memiliki dua titik stabil T 1, T 2 dan satu titik kritis tidak stabil T 3 maka akan terjadi perubahan lintasan sebagai berikut : z T 2 T 1 y T 3 x Gambar 7 : Lintasan maju dua titik kritis stabil dan satu titik kritis tidak stabil Dengan demikian terdapat perubahan perilaku sistem yang diakibatkan oleh perubahan nilai parameter. Perubahan perilaku sistem akibat perubahan nilai parameternya disebut bifurkasi, dalam penelitian ini jenis bifurkasi yang muncul adalah bifurkasi pitchfork. IV. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Model Keseimbangan Interaksi Populasi Terumbu Karang, Siput Drupella dan Predatornya dinyatakan dalam sistem diferensial sebagai berikut : dx dt =x(ψ 1 -y) 91

dy dt =y( - +x-z) dz dt =z(ψ 3 +y) Model memiliki tiga titik kritis yaitu T 1 =(0,0,0), T 2 = (0, -ψ 3 +μ 3, - ) dan T 3= ( - +, ψ 1,0). 2. Phase portrait model keseimbangan Interaksi Populasi Terumbu Karang, Siput Drupella dan Predatornya pada titik kritis T 1 =(0,0,0) menunjukan bahwa sistem akan stabil jika memenuhisyarat kestabilan yaitu ψ 1 <μ 1, < dan ψ 3 <μ 3. 3. Phase portrait model keseimbangan Interaksi Populasi Terumbu Karang, Siput Drupella dan Predatornya pada titik kritis T 2 =(0,2, 6,5) menunjukan bahwa sistem stabil dengan tipe spiral. 4. Phase portrait model keseimbangan Interaksi Populasi Terumbu Karang, Siput Drupella dan Predatornya pada titik kritis T 3 (0,72, 0,22, 0) menunjukan bahwa sistem tidak stabil. 5. Sistem memiliki dua titik kritis stabil dan satu titik kritis tidak stabil yang berubah menjadi satu titik kritis stabil dan dua titik kritis tidak stabil. Perubahan tersebut disebabkan karena perubahan parameter yang disebut sebagai bifurkasi. Jenis bifurkasi yang ditemukan adalah pitchfork. 6. Interaksi populasi yang mempertimbangkan eksistensi populasi terumbu karang pada titik kritis T 3 yang tidak stabil akan bergerak menuju titik kesetimbangan T 2. Hal ini menunjukkan perlunya upaya khusus untuk menjaga eksistensi populasi terumbu karang. DAFTAR PUSTAKA [1]. Anonim. Ikan-ikan Predator. (http://sdi.kkp.go.id/index.php/arsip/c/797/cara-makan-danhubungan-sifat-morfologi-dengan-kebiasaan-makanan-/?category_id=27). Diakses 18 Maret 2014. [2]. Anton, H. 1987. Dasar-dasar aljabar linear, Jilid 2. Binarupa Aksara. Ciputat Tanggerang. [3]. Guntur, Prasetyo, D. & Wawan. 2012. Pemetaan Terumbu Karang Teori, Metode, dan Praktik. Ghalia Indonesia, Hal 3-4 & 9-10. Bogor. [4]. P, O. 2012. Siput Drupella. (http://dzuloceano.blogspot.com/2012/11/drupella-sppzoologi.html?m=1). Diakses 18 Maret 2014. [5]. P S, R. 2009. Diktat Kuliah MA2271 Metoda Matematika Semester II 2010/2011. (http://personal.fmipa.itb.ac.id/sr_pudjap/files/2009/08/diktatma2271.pdf). Diakses 09 Februari 2015. 92

[6]. Anonim. Rehabilitasi terumbu karang dengan transpalantasi. (http://kamiahlinya.blogspot.com/2010/09/rehabilitasi-terumbu-karang-dengan.html)., Diakses 11 April 2014 [7]. Riska, Sadaru, B. & Haya, L. O. 2013. Kelimpahan Drupella Pada Perairan Terumbu Karang di Pulau Belan-Belan Besar Selat Tiworo Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara. Mina Laut Indonesia, 69-80. [8]. Rozi, S. 2006. Bifurkasi dari persamaan diferensial dan sistem persamaan diferensial dimensi dua.http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1ved=0ceqf jaa&url=http%3a%2f%2flib.ui.ac.id%2ffile%3ffile%3ddigital%2f20180878-s27618 Syamsyida%2520Rozi.pdf&ei=sPoMVM_2Ao6MuASZ6oDoBQ&usg=A QjCNE1q8tovbOr-CEkpnRjKVvwsQT_Vg&bvm=bv.74649129,d.c2E). Diakses 04 September 2014. [9]. Tu, P. N. V. 1994. Dynamical system An Introduction with application in economics and biologi, Springer-Verlay. Germany.. 93