BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB VI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB II STUDI KEPUSTAKAAN

Learning Style. M e m p e l a j a r i c a r a b e l a j a r u n t u k b e l a j a r l e b i h b a i k l a g y o l l a w i j a y a n t i

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian korelasional,

Instrumen Gaya Belajar Kolb s. 1. Jawablah 12 pertanyaan yang tersedia di bawah ini masingmasing berakhir dengan 4 pernyataan.

Angket Sebelum Uji Validasi

GAYA BELAJAR SISWA KELAS XI PROGRAM IPA DAN IPS DI SMA 1 BAE KUDUS

HUBUNGAN ANTARA GAYA BELAJAR MODEL DAVID KOLB DENGAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS X SMA 1 BAE KUDUS SEMESTER II TAHUN AJARAN 2011/2012

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV ANALISISDAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan nasional mempunyai tujuan untuk membangun peradaban bangsa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

sebagai proses dan hasil belajar belum dapat dilakukan dengan sistematis, baru sebatas menitikberatkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA GAYA BELAJAR ACCOMODATOR

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimen yang

BAB III METODE PENELITIAN

DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN.. KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR BAGAN... DAFTAR LAMPIRAN...

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. tujuan, gambaran hubungan antar variabel, perumusan hipotesis sampai dengan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Akuntansi sejumlah 66 siswa di SMK Yadika 4 berusia tahun. Jumlah

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. pendekatan kuantitatif-dekriptif. Desain penelitian ini dipilih dengan

BAB III METODE PENELITIAN. disusun sedemikian rupa sehingga peneliti dapat memperoleh jawaban untuk

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah PTK atau Penelitian Tindakan Kelas. Menurut Jean Me Niff di kutip dalam

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif dengan

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini kualitatif dan kuantitatif.

KECENDERUNGAN GAYA BELAJAR MAHASISWA PENDIDIKAN TEKNIK BANGUNAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

membeli aksesoris yang sedang menjadi trend dengan kepercayaan diri pada siswi kelas XI jurusan sekretaris SMK Kristen 1 Salatiga.

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Setting dan Subjek Penelitian Setting penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kelas III SD negeri 2 Ngaren,

IDENTIFIKASI LANGGAM BELAJAR SISWA SMA NEGERI DI KOTA YOGYAKARTA DALAM MEMPELAJARI BIOLOGI MENGGUNAKAN LSI KOLB

BAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif dengan metode eksperimen semu (quasi eksperimen). Penelitian

3. Belum ada yang meneliti tentang kesadaran gender siswa kelas VIII SMP Negeri 15 Bandung tahun ajaran 2013/2014.

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk menjawab rumusan masalah dan menguji hipotesis, diperlukan

ANALISIS KEPUASAN PELAKSANAAN PRAKTIKUM SISWA KELAS XI IPA DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI DI SMAN 5 PADANG.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dengan judul Kontribusi Penguasaan Materi Mata Diklat Gambar

PENGARUH PENERAPAN PEMBELAJARAN EKSPERIENTIAL LEARNING TERHADAP PENINGKATAN PEMAHAMAN SISWA SEKOLAH DASAR PADA PEMBELAJARAN IPA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum SD Negeri 3 Kandangan Kabupaten Grobogan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. penampilan dari hasilnya (Arikunto, 2006:12). hubungan Academic Self Concept dan Konformitas Terhadap Teman Sebaya

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 Metode Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. semester genap tahun ajaran Penelitian ini dilaksanakan di SMP N 20

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

yang berjumlah kurang lebih 211 orang guru, terdiri dari tiga SMA Negeri se-kota

BAB III METODE PENELITIAN. penjelasan tentang istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian. Penjelasan

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan

BAB III METODE PENELITIAN

PENGARUH GAYA BELAJAR EXPERIENTIAL LEARNING DALAM PENINGKATAN PRESTASI AKADEMIK DAN PENERAPANNYA DALAM PEMBELAJARAN. Sugiyanto

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam melaksanakan suatu penelitian, tentunya akan diperlukan sejumlah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. suatu permasalahan (Azwar,2012:1). Desain penelitian dapat diartikan suatu

BAB III METODE PENELITIAN.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan

BAB III METODE PENELITIAN. kelompok eksperimen adalah siswa yang diberikan perlakuan (treatment) dengan

Pengembangan Modul Elektronik Berbasis 3D Pageflip Professional

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Quasy

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. penelitian kuasi eksperimen. Metode kuasi eksperimen ini digunakan

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode pra-eksperimen

III. METODE PENELITIAN. Shot Case Study (Sugiono 2010: 110) menjelaskan bahwa terdapat suatu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. dan analisis menggunakan statistik (Sugiyono, 2008:13). kelas VII di SMP Negeri 8 Salatiga yakni sebanyak 219 siswa.

BAB III METODE PENELITIAN. dua kelas, yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pada kelas eksperimen

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. hipotesis tertentu, tetapi hanya menggambarkan apa adanya tentang suatu

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 2014/2015 pada tanggal 10 Oktober Januari 2015 di SMA Negeri 1

BAB III METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April dan Mei Semester genap Tahun

PENGARUH GAYA BELAJAR DAVID KOLB (DIVERGER, ASSIMILATOR, CONVERGER, ACCOMMODATOR) TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI PENCEMARAN LINGKUNGAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Setelah merumuskan hipotesis yang diturunkan secara deduktif dari landasan

Pengaruh Gaya Belajar Experiential Learning dalam Peningkatan Prestasi Akademik dan Penerapannya dalam Pembelajaran. Sugiyanto

Transkripsi:

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Subyek Penelitian Penelitian yang baik tentunya didukung oleh berbagai persiapan yang maksimal. Beberapa hal yang perlu dipersiapkan antara lain pemilihan lokasi dan subyek penelitian, tempat wawancara, peralatan yang digunakan untuk merekam pada saat wawancara, serta angket yang telah disiapkan. 1. Peralatan Wawancara Peralatan pendukung yang digunakan saat wawancara antara lain handphone yang ada perekamnya, alat tulis, buku tulis. Handphone digunakan pada saat merekam suara supaya lebih jelas. Alat tulis dan buku tulis digunakan untuk membantu peneliti dalam menuliskan hasil wawancara yang telah dilakukan. 2. Pelaksanaan Wawancara Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2012. Permintaan izin disampaikan kepada Kepala Sekolah SMA dan Guru Matematika kelas XI SMA 1 Bae Kudus. Maksud dan tujuan dari wawancara ini adalah untuk mencari permasalahan tentang gaya belajar siswa. Subyek penelitian untuk wawancara ini adalah Waka Kurikulum dan dua Guru Matematika. Wawancara di lakukan dua kali di sekolah diluar jam pelajaran, kebetulan pada saat melakukan wawancara waktu untuk melakukan wawancara tersebut sangat panjang dikarenakan adanya kelas meeting. Wawancara subyek penelitian oleh Waka Kurikulum dilakukan satu kali yang bertujuan untuk mengetahui kurikulum yang ada di kelas XI program IPA dan IPS serta penjurusan masuk program IPA dan IPS yang dilakukan oleh sekolah. Wawancara subyek penelitian oleh Guru Matematika kelas XI program IPA dan IPS dilakukan dua kali di sekolah yang bertujuan untuk mengetahui permasalahan penelitian dan mendeskripsikan gaya belajar yang ada pada siswa kelas IPA dan IPS. 28

29 3. Pelaksanaan Angket Angket untuk subyek dalam penelitian ini berasal dari siswa kelas XI IPA 2 sebanyak 32 orang siswa, kelas XI IPA 4 sebanyak 32 orang siswa, kelas XI IPS 2 sebanyak 26 orang siswa, kelas XI IPS 3 sebanyak 26 orang siswa yang sejumlah 64 orang siswa kelas IPA dan 52 orang kelas IPS. Berdasarkan gambaran subyek penelitian diatas dapat ditabelkan sebagai berikut untuk memperjelas subyek penelitian. Tabel 4.1 Deskripsi Subyek Program kelas Frekuensi Prosentase (%) XI IPA 64 55,17% XI IPS 52 44,83% Jumlah 116 100% B. Hasil Penelitian 1. Pembahasan Wawancara SMA 1 Bae Kudus merupakan SMA RSBI (Rintisan Sekolah Berbasis Internasional) yang satu-satunya ada di kecamatan Bae Kudus ini dan mempunyai kelas XI program IPA dan IPS saja. Penjurusan program IPA dan IPS ini dilakukan pada kelas XI. Kriteria penjurusan diatur oleh direktorat teknis terkait (Pedoman Penjurusan Program IPA dan IPS SMA 1 Bae Kudus). Tahap 1 Waktu pelaksanaan dan penentuan penjurusan 1. Penentuan penjurusan dilakukan akhir semester genap kelas X dengan memperhitungkan nilai mata pelajaran ciri khas program studi pada semester genap. 2. Pelaksanaan penjurusan program dimulai pada semester gasal kelas XI. Tahap 2 Kriteria Penjurusan 1. Penentuan penjurusan memperhatikan daya tamping dan peringkat nilai rata-rata mata pelajaran cirri khas program, dengan memperhatikan nilai pengetahuan dan praktik semester genap yang akan ditentukan dalam pertemuan tersendiri antar unsur Kepala Sekolah, Waka Kurikulum, Wali Kelas X dan Biro Pengajaran dengan pola IPA 6 kelas dan IPS 4 kelas. 2. Peserta didik yang naik kelas XI dan akan mengambil program studi tertentu, boleh memiliki nilai yang tidak tuntas minimal 3 mata pelajaran yang bukan mata pelajaran cirri khas program yang akan dipilih. 3. Untuk mengetahui minat peserta didik dapat dilakukan melalui angket minat dan masukan dari guru BK. 4. Penjurusan pada kelas X dilaksanakan pada akhir semester genap oleh guru BK dengan mempertimbangkan: a. Prestasi Hasil Belajar b. Minat Siswa dalam memilih program

30 Pada penjurusan program di SMA 1 Bae Kudus ini tidak dibedakan antara program IPA dan IPS akan tetapi terdapat kriteria nilai minimal untuk mengambil program studi. Sebagaimana dijelaskan oleh Waka Kurikulum Bapak Supriyono dalam wawancara sebagai berikut: Dalam penjurusan ke program IPA dan IPS di SMA 1 Bae Kudus ini sekolah melakukan Tes Potensi Akademik (TPA) yang bertujuan untuk mengetahui kecondongan siswa dominan ke program IPA ataupun IPS, Tes minat dari APKIN yang bertujuan untuk mengetahui minat dari siswa masuk program IPA atau IPS. Setelah tes potensi akademik dan minat siswa dapat terungkap hasilnya secara keseluruhan dan disetujui oleh orang tua siswa masingmasing, tes potensi tersebut dirangking secara keseluruhan menurut hasil dari siswa dan dibuat daftar untuk masuk ke kelas IPA sebanyak 6 kelas dan IPS 4 kelas. Untuk kelas program IPA membuat batasan nilai terendah yaitu 78 untuk mata pelajaran Matematika, Fisika, Kimia, Biologi. Jika siswa minat ke kelas IPA, nilai mencukupi dan rangking dari tes potensi akademik condong ke IPA maka siswa bisa masuk kelas IPA tetapi kalau ada siswa yang minat ke IPA tetapi nilai tidak mencukupi secara akademik maka tidak bisa masuk IPA. Kalau untuk program IPS siswa yang masuk itu disesuaikan minat dan tes dari siswa. Untuk sarana prasarana program IPA dan IPS disesuaikan dengan kebutuhan dan ekstrakurikuler siswa kelas IPA dan IPS tidak dibedakan, siswa program IPA maupun program IPS leluasa menggunakan fasilitas yang ada di sekolah. Untuk kurikulum IPA dan IPS struktur sama dengan penambahan 6 jam per minggu. (Sumber:wawancara dengan Bapak Supriyono S.Pd, M.Pd selaku Waka Kurikulum SMA 1 Bae Kudus pada 13 Juni 2012) Pada pembelajaran antara kelas program IPA dan IPS berbeda, Ibu Alfiyah BA selaku guru matematika kelas program IPA ini menyatakan bahwa siswa IPA lebih disiplin, cenderung aktif dan kritis pada saat proses belajar mengajar berlangsung. Menurut penuturan beliau anak IPA memiliki respon yang bagus terhadap pelajaran yang disampaikan oleh guru dan mempunyai semangat yang tinggi. Berdasarkan hal tersebut berikut kutipan wawancara yang dilakukan dengan ibu Alfiyah BA sebagai berikut: Mengenai kebiasaan siswa, sebenarnya memang beraneka ragam misalnya: ada siswa yang suka cekatan dalam mengerjakan tugas, ada siswa yang merenung saat di jelaskan guru, ada siswa yang suka berdiskusi dengan teman dan dalam kelompok dan bermacam-macam. Tetapi secara keseluruhan untuk kelas program IPA sendiri ini mereka lebih paham dalam menerima pelajaran dengan latihan soal-soal dan berdiskusi ketimbang mendengarkan saya ceramah didepan. Sehingga belajar menurut

mereka ya dengan cara menggunakan pengalaman mereka sendiri mengerjakan latihan soal-soal yang saya berikan dan kalau kesulitan untuk menjawab soal mereka bertanya kepada saya. Gaya belajar yang dimiliki siswa ini untuk merangkulnya semuanya susah karena belum tahu pasti setiap siswa itu memiliki gaya belajar apa saja mbak, berbagai metode pembelajaran sudah saya pakai sampai saya kombinasikan antara metode pembelajaran yang satu dengan yang lain sesuai dengan teori yang saya sampaikan. Ya untuk sementara ini saya menggunakan latihan soal-soal untuk memenuhi gaya belajar siswa yang ada. Dengan adanya soal-soal tadi siswa lebih paham dan menyukai tugas-tugas pekerjaan rumah yang saya berikan, lebih banyak latihan soal siswa akan semakin senang. (Sumber wawancara: Ibu Alfiyah BA selaku guru matematika kelas XI program IPA SMA 1 Bae Kudus pada 12 Juni 2012) Pernyataan ibu Alfiyah di atas diperkuat oleh salah satu guru yang tidak mau di ketahui identitasnya di SMA 1 Bae Kudus ini menyatakan bahwa beliau baru tahu adanya gaya belajar siswa yang harus diperhatikan oleh seorang guru dan selama beliau bekerja di SMA 1 Bae Kudus ini belum ada tes maupun angket yang mengarah ke gaya belajar siswa. Beliau ini juga mengajar suatu mata pelajaran di kelas IPA, beliau mengutarakan bahwa kelas IPA memang lebih senang mengerjakan sesuatu secara konkrit seperti ujicoba di lab dan mempraktikkan apa yang mereka amati dari pada guru menjelaskan ceramah di depan kelas. Berdasarkan hasil wawancara juga disampaikan oleh guru matematika kelas XI SMA 1 Bae Kudus pada program IPS sebagai berikut: Untuk kebiasaan yang dilakukan anak IPS sering rame di kelas pada saat proses belajar mengajar mata pelajaran saya. Mereka cenderung banyak bicara daripada mendengarkan penjelasan saya. Anak IPS lebih sering melamun dan maen hp smsan dengan sesama teman saat pelajaran berlangsung. Saya sering menasehati mereka dengan lelucon supaya mereka tidak takut dengan saya. Kalau masalah gaya belajar, menurut saya sejauh yang saya amati untuk anak kelas IPS ini mereka banyak melihat dan berpikir secara teoritis, mereka lebih senang dengan hafalan daripada hitung menghitung. Untuk memenuhi gaya belajar mereka saya menggunakan lebih banyak kata-kata ketimbang saya menampilkan rumus dalam slide power point saya supaya mereka mengerti apa yang saya sampaikan. Kalau tidak saya jelaskan saya membentuk kelompok dan mereka presentasi di depan kelas dengan bahasa mereka sendiri-sendiri jadi ini memungkinkan untuk mereka lebih mengerti dan memahami materi yang dipelajari. Menurut saya dengan sesama teman yang menjelaskan 31

32 presentasi di depan kelas akan menambah rasa keaktifan yang ada dalam diri siswa dengan cara bertanya. (Sumber wawancara ibu Hj.Sutiah selaku guru matematika program IPS) Keanekaragaman gaya belajar pada siswa perlu diketahui pada awal permulaan memasuki lembaga pendidikan, dengan adanya mengetahui gaya belajar yang ada maka dapat mempermudah belajar pada siswa dan guru pun bisa menggunakan metode yang tepat untuk mengkombinasikan dengan berbagai gaya belajar yang dimiliki oleh setiap masing-masing siswa. Pebelajar akan dapat belajar yang baik dan hasil belajar baik,apabila ia mengerti gaya belajarnya dan akan menerapkan pembelajaran dengan mudah dan tepat. 2. Pembahasan Angket Pada penelitian ini untuk menguji keabsahan angket gaya belajar digunakan uji coba validitas item dan reliabilitas instrumen Learning Style Inventory (LSI) dilakukan pada 30 mahasiswa UKSW Salatiga. Hasil uji coba validitas item dan reliabilitas instrument LSI ditunjukkan pada tabel sebagai berikut: 1). Validitas Mengukur validitas item instrumen menggunakan rumus statistik Corrected Item-Total Correlation dengan bantuan SPSS 16 for windows. Hasil uji validitas item instrumen ditunjukkan sebagai berikut: Tabel 4.2 Hasil Uji Coba Validitas Aspek Concrete Experience (CE) No item Corrected Item-Total Keterangan CE1.702 Valid CE2.709 Valid CE3.688 Valid CE4.799 Valid CE5.394 Valid CE6.415 Valid CE7.760 Valid CE8.648 Valid CE9.925 Valid CE10.803 Valid CE11.786 Valid CE12.728 Valid Pada tabel 4.2 diatas tampak bahwa dari 12 item Inventori model gaya belajar CE1 sampai CE12 dinyatakan valid dengan koefisien validitas yang ditunjukkan oleh Corrected Item-Total Correlation antara 0.394 0.925. Berdasarkan dari kriteria validitas dari Ali (2003) bahwa koefisien validitas

33 antara 0.394 0.925 termasuk kriteria validitas rendah untuk koefisien 0.394 dan validitas sempurna untuk koefisien 0.925 Tabel 4.3 Hasil Uji Coba Validitas Aspek Reflective Observation (RO) No item Corrected Item-Total Keterangan RO1.701 Valid RO2.595 Valid RO3.467 Valid RO4.466 Valid RO5.252 Valid RO6.218 Valid RO7.643 Valid RO8.476 Valid RO9.815 Valid RO10.717 Valid RO11.730 Valid RO12.785 Valid Pada Tabel 4.3 diatas tampak bahwa dari 12 item Inventori model gaya belajar RO1 sampai RO12 dinyatakan valid dengan koefisien validitas yang ditunjukkan oleh Corrected Item-Total Correlation antara 0.218 0.815. Berdasarkan dari kriteria validitas dari Ali (2003) bahwa koefisien validitas antara 0.218 0.815 termasuk kriteria validitas rendah untuk koefisien 0.218 dan validitas sempurna untuk koefisien 0.815. Tabel 4.4 Hasil Uji Coba Validitas Aspek Abstract Conceptualization (AC) No item Corrected Item-Total Keterangan AC1.457 Valid AC2.299 Valid AC3.287 Valid AC4.356 Valid AC5.447 Valid AC6.344 Valid AC7.776 Valid AC8.684 Valid AC9.710 Valid AC10.634 Valid AC11.606 Valid AC12.768 Valid Pada Tabel 4.4 diatas tampak bahwa dari 12 item Inventori model gaya belajar AC1 sampai AC12 dinyatakan valid dengan koefisien validitas yang ditunjukkan oleh Corrected Item-Total Correlation antara 0.287 0.776.

34 Berdasarkan dari kriteria validitas dari Ali (2003) bahwa koefisien validitas antara 0.287 0.776 termasuk kriteria validitas rendah untuk koefisien 0.287 dan validitas tinggi untuk koefisien 0.776. Tabel 4.5 Hasil Uji Coba Validitas Aspek Active Experimentation (AE) No item Corrected Item-Total Keterangan AE1.612 Valid AE2.496 Valid AE3.530 Valid AE4.300 Valid AE5.499 Valid AE6.547 Valid AE7.486 Valid AE8.644 Valid AE9.505 Valid AE10.765 Valid AE11.653 Valid AE12.593 Valid Pada Tabel 4.5 diatas tampak bahwa dari 12 item Inventori model gaya belajar AE1 sampai AE12 dinyatakan valid dengan koefisien validitas yang ditunjukkan oleh Corrected Item-Total Correlation antara 0.300 0.765. Berdasarkan dari kriteria validitas dari Ali (2003) bahwa koefisien validitas antara 0.300 0.765 termasuk kriteria validitas rendah untuk koefisien 0.300 dan validitas tinggi untuk koefisien 0.765. 2). Reliabilitas Mengukur Reliabilitas digunakan teknik Cronbach s Alpha dengan bantuan program SPSS 16 for windows. Hasil uji reliabilitas instrumen model gaya belajar ditunjukkan sebagai berikut: Tabel 4.6 Hasil Uji Coba Reliabilitas Instrumen Gaya Belajar Sub Konsep Alpha Cronbach Keterangan CE 0.928 Diterima RO 0.879 Diterima AC 0.858 Diterima AE 0.868 Diterima Pada Tabel 4.6 terlihat bahwa nilai Alpha Cronbach CE 0.928, RO 0.879, AC 0.858, AE 0.868. Seluruh instrumen berada pada tingkat diterima yang berarti instrumen reliabel.

35 C. Hasil Pengukuran Variabel 1. Analisis Deskriptif Gambaran statistik deskriptif variabel dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 4.7 sampai 4.8 dengan bantuan SPSS 16 for windows. Rangkuman variabel gaya belajar (X1) disajikan pada Tabel 4.7 dan Tabel 4.8 yang berisi unsur pembentuk tipe gaya belajar dalam kuadran belajar berpengalaman menurut Kolb. Tabel 4.7 Statistik deskriptif variabel gaya belajar program IPA Unsur-unsur gaya belajar Mean Standar Rentang Deviasi Skor Min Max CE (Concrete Experience) 30.28 9.317 8 12 44 RO (Reflective Observation) 34.75 6.891 8 15 48 AC (Abstract Conceptualitation) 36.07 5.829 8 15 48 AE (Active Experimentation) 35.35 5.780 9 13 47 Tampak pada Tabel 4.7 pada program IPA rerata tertinggi pada AE (Active Experimentation) sebesar 35.35 dengan simpangan baku 5.780. Data tersebar pada rentang skor 9 dengan skor terendah 13 dan skor tertinggi 47. Rerata skor terendah pada CE (Concrete Experience) sebesar 30.28 dengan simpangan baku 9.317. Data tersebar pada rentang skor 8 dengan skor terendah 12 dan skor tertinggi 44. Tabel 4.8 Statistik deskriptif variabel gaya belajar program IPS Unsur-unsur gaya belajar Mean Standar Rentang Deviasi Skor Min Max CE (Concrete Experience) 31.59 7.394 9 12 46 RO (Reflective Observation) 33.15 6.616 8 16 48 AC (Abstract Conceptualitation) 33.42 6.654 8 15 48 AE (Active Experimentation) 33.90 7.766 9 13 47 Terlihat bahwa pada Tabel 4.8 pada program IPS rerata tertinggi pada AE (Active Experimentation) sebesar 33.90 dengan simpangan baku 7.766. Data tersebar pada rentang skor 9 dengan skor terendah 13 dan skor tertinggi 47. Rerata skor terendah pada CE (Concrete Experience) sebesar 31.59 dengan simpangan baku 7.394. Data tersebar pada rentang skor 9 dengan skor terendah 12 dan skor tertinggi 46. a. Klasifikasi Gaya Belajar Siswa Program IPA dan IPS Berdasarkan hasil pengolahan data, seperti yang dijelaskan bahwa gaya belajar tidak didominasi oleh keempat model gaya belajar Kolb tetapi

36 perpaduan keempatnya kemudian membentuk empat kuadran yaitu: gaya belajar Diverger perpaduan concrete experience dan reflective observation pada kuadran I, gaya belajar Assimilator perpaduan reflective observation dan abstract conceptualitation pada kuadran II, gaya belajar Converger perpaduan active experimentation dan abstract conceptualitation pada kuadran III, gaya belajar Accomodator perpaduan concrete experience dan active experimentation pada kuadran IV. Klasifikasinya sebagai berikut: Tabel 4.9 Klasifikasi Gaya Belajar program IPA dan IPS Gaya Belajar Kuadran IPA IPS Total Diverger I 25 21 46 Assimilator II 11 13 24 Converger III 9 6 15 Accomodator IV 19 12 31 Total 64 52 116 Pada Tabel 4.9 diatas tampak siswa program IPA pada kuadran I ditempati oleh 25 orang siswa bertipe gaya belajar Diverger yang menggunakan perpaduan belajar concrete experience dan reflective observation. Pada kuadran II ditempati oleh 11 orang siswa bertipe gaya belajar Assimilator yang menggunakan perpaduan belajar reflective observation dan active experimentation. Pada kuadran III ditempati oleh 9 orang siswa bertipe gaya belajar Converger yang menggunakan perpaduan belajar active experimentation dan abstract conceptualization. Pada kuadran IV ditempati oleh 19 orang siswa bertipe gaya belajar Accomodator yang menggunakan perpaduan belajar concrete experience dan active experimentation. Berdasarkan tabel yang disajikan terlihat bahwa siswa kelas IPA berada pada gaya belajar Diverger pada kuadran I dan Accomodator pada kuadran IV, sehingga kecenderungan gaya belajar siswa kelas IPA adalah Diverger dan Accomodator. Pada Tabel 4.9 diatas tampak siswa program IPS pada kuadran I ditempati oleh 21 orang siswa bertipe gaya belajar Diverger yang menggunakan perpaduan belajar concrete experience dan reflective observation. Pada kuadran II ditempati oleh 13 orang siswa bertipe gaya belajar Assimilator yang menggunakan perpaduan belajar reflective observation dan active experimentation. Pada kuadran III ditempati oleh 6 orang siswa bertipe gaya belajar Converger yang menggunakan perpaduan belajar active experimentation dan abstract conceptualization. Pada kuadran IV ditempati oleh 12 orang siswa bertipe gaya belajar Accomodator yang menggunakan perpaduan belajar concrete experience dan active experimentation. Berdasarkan tabel yang disajikan

37 terlihat bahwa siswa kelas IPS berada pada gaya belajar Diverger pada kuadran I dan Assimilator pada kuadran II, sehingga kecenderungan gaya belajar kelas IPS berada pada gaya belajar Diverger dan Assimilator. b. Interval Variabel Menentukan interval mengacu pada Sugiyono (2010) pada setiap variabel gaya belajar (diverger, assimilator, converger, dan accomodator) dilakukan untuk menentukan seberapa derajat kategori pada setiap variabel dan menghasilkan perbedaan derajat kategori pada sampel penelitian dalam hal ini adalah siswa program IPA dan IPS di SMA 1 Bae Kudus dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Berdasarkan pengolahan data didapati bahwa skor tertinggi dan skor terendah masing-masing variabel gaya belajar pada siswa program IPA dan IPS menunjukkan nilai skor yang sama pada setiap variabel gaya belajar yang menghasilkan nilai interval yang sama pula. Hasil analisis deskriptif setiap variabel gaya belajar penelitian ditunjukkan dalam Tabel 4.10 sampai Tabel 4.13 sebagai berikut: Tabel 4.10 Kategori Variabel Gaya Belajar Diverger IPA dan IPS No Kategori Rentang Skor F % F % 1 Sangat Tinggi 95 82 9 14 6 12 2 Tinggi 81 68 35 55 20 38 3 Sedang 67 54 16 25 19 37 4 Rendah 53 40 3 4 6 11 5 Sangat Rendah 39 26 1 2 1 2 Jumlah 64 100 52 100 Pada Tabel 4.10 tampak bahwa frekuensi terbesar skor gaya belajar diverger program IPA berada pada kategori tinggi (55%) dan program IPS pada kategori tinggi (38%). Tabel 4.11 Kategori Variabel Gaya Belajar Assimilator IPA dan IPS No Kategori Rentang Skor IPA IPS F % F % 1 Sangat Tinggi 96 83 8 12 6 11 2 Tinggi 82 69 34 53 16 32 3 Sedang 68 55 17 27 22 42 4 Rendah 54 41 4 6 7 13 5 Sangat Rendah 40 27 1 2 1 2 Jumlah 64 100 52 100 IPA IPS

38 Pada Tabel 4.11 tampak bahwa frekuensi terbesar skor gaya belajar assimilator program IPA berada pada kategori tinggi (53%) dan program IPS pada kategori sedang (42%). Tabel 4.12 Kategori Variabel Gaya Belajar Converger IPA dan IPS No Kategori Rentang Skor F % F % 1 Sangat Tinggi 95 82 8 12 6 12 2 Tinggi 81 68 34 53 22 42 3 Sedang 67 54 21 33 15 29 4 Rendah 53 40 0 0 8 15 5 Sangat Rendah 39 26 1 2 1 2 Jumlah 64 100 52 100 Pada Tabel 4.12 tampak bahwa frekuensi terbesar skor gaya belajar converger program IPA berada pada kategori tinggi (53%) dan program IPS pada kategori tinggi (42%). Tabel 4.13 Kategori Variabel Gaya Belajar Accomodator IPA dan IPS No Kategori Rentang Skor F % F % 1 Sangat Tinggi 91 79 8 12 9 17 2 Tinggi 78 66 31 48 17 33 3 Sedang 65 53 11 18 18 35 4 Rendah 52 40 13 20 7 13 5 Sangat Rendah 39 27 1 2 1 2 Jumlah 64 100 52 Pada Tabel 4.13 tampak bahwa frekuensi terbesar skor gaya belajar accommodator program IPA berada pada kategori tinggi (48%) dan program IPS berada pada kategori sedang (35%). c. Prosentase Gaya Belajar Program IPA dan IPS Berdasarkan hasil pengolahan data, siswa kelas XI program IPA dan IPS yang berada pada SMA 1 Bae Kudus memiliki gaya belajar yang bermacammacam. Berikut ini prosentase gaya belajar kelas XI program IPA dan IPS. Tabel 4.14 Prosentase Persebaran Gaya Belajar program IPA dan IPS Gaya Belajar IPA (f) % IPA IPS (f) % IPS Diverger 25 39,06 21 40,39 Assimilator 11 17,19 13 25,00 Converger 9 14.06 6 11,54 Accomodator 19 29,69 12 23.07 Total 64 100 52 100 IPA IPA IPS IPS

39 Pada Tabel 4.14 tampak sebagian siswa program IPA dan IPS kecenderungan bergaya belajar Diverger (39,06% dan 40,39%) yaitu kecenderungan siswa belajar melalui pengalaman konkrit yang mengutamakan perasaan dan observasi reflektif yang mengutamakan pengamatan untuk menghasilkan ide-ide (brainstorming) dan kecenderungan bergaya belajar Accomodator (29,69% dan 23,07%) yaitu kecenderungan siswa belajar melalui pengalaman konkrit yang mengutamakan perasaan dan eksperimentasi aktif yang diutamakan berbuat dan bertindak sehingga mendapat kemampuan belajar yang baik dari hasil pengalaman nyata yang dilakukannya sendiri. Terdapat pula sebagian kecil siswa memiliki kecenderungan bergaya belajar Assimilator (17,19% dan 25%) yaitu kecenderungan siswa belajar melalui konseptualisasi abstrak yang diutamakan adalah pikiran dan observasi reflektif sehingga dapat memahami berbagai sajian informasi serta merangkumnya dalam suatu format yang logis serta jelas dan kecenderungan bergaya belajar Converger (14,06% dan 11,54%) yaitu kecenderungan siswa belajar melalui konseptualisasi abstrak yang diutamakan adalah pikiran dan eksperimentasi aktif yang diutamakan berbuat dan bertindak dalam menemukan fungsi praktis dari berbagai ide dan teori. Berdasarkan pengolahan data, maka prosentase dapat diperjelas dengan diagram lingkaran sebagai berikut untuk program IPA dan IPS. Gambar 4.1 Diagram Prosentase Gaya Belajar Program IPA Pada Gambar 4.1 diketahui bahwa pada kelas program IPA, siswa kelas XI lebih banyak bergaya belajar Diverger (39%) dan Accomodator (30%). Gaya

40 belajar yang paling sedikit dimiliki oleh siswa adalah gaya belajar Converger (14%). Gambar 4.2 Diagram Prosentase Gaya Belajar Program IPS Pada Gambar 4.2 diketahui bahwa pada kelas program IPS, siswa kelas XI lebih banyak bergaya belajar Diverger (46%) dan Assimilator (23%). Gaya belajar yang paling sedikit dimiliki oleh siswa adalah gaya belajar Converger (10%). D. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN Berdasarkan hasil penelitian didapati bahwa sejumlah 116 siswa kelas XI SMA 1 Bae Kudus yang terdiri dari siswa kelas program IPA sebanyak 64 orang siswa dan siswa kelas program IPS sebanyak 52 orang siswa yang telah dilibatkan dalam penelitian ini. Data untuk gaya belajar menggunakan instrumen berupa angket belajar KLSI (Kolb Learning Style Instrument) yang di adaptasi dari Supeno (2003) dan untuk memperkuat data yang didapati, maka dilakukan wawancara dengan guru dan waka kurikulum di SMA 1 Bae Kudus ini. Pada siswa kelas XI program IPA maupun IPS di SMA 1 Bae Kudus, secara keseluruhan pelaksanaan pembelajaran di kelas program IPA dan IPS adalah hampir sama baik secara kurikulum yang digunakan, metode pembelajaran maupun cara penjurusan program yang dilakukan. Siswa yang berada pada kelas program IPA ini adalah siswa yang menyukai ilmuilmu eksak dan hitung menghitung seperti mata pelajaran matematika, fisika, biologi dan kimia sedangkan siswa yang berada pada kelas program IPS adalah siswa yang menyukai hafalan secara teoritis seperti mata

pelajaran ekonomi, sejarah, tata negara, anthropologi. Salah satu hal menarik yang terdapat di kelas XI program IPA maupun IPS ini adalah adanya gaya belajar setiap anak yang berbeda dan bermacam-macam, secara tidak langsung dan tidak tersadari oleh setiap anak bahwa setiap individu mempunyai gaya belajar tersendiri yang mengantarkan informasi yang sampai kepada otak mereka yang selanjutnya akan diolah sesuai pemahaman mereka masing-masing. Siswa kelas XI pada program IPA menekankan pada cara melihat situasi konkrit yang dilakukan pada saat dikelas maupun di laboratorium dengan pendekatan mengamati dengan perasaan (feeling and watching) dan melibatkan dirinya sendiri untuk melakukan pengalaman yang baru (feeling and doing). Pada saat guru mengajar siswa IPA cenderung lebih aktif dalam proses belajar mengajar, mempunyai kebiasaan gaya belajar untuk membuktikan hal baru yang belum pernah dipelajari dengan cara mengamati terlebih dahulu apa yang dipelajarinya setelah itu melibatkan dirinya sendiri dalam pengalaman pembuktian itu. Kebiasaan seperti ini misalnya dalam mata pelajaran yang membutuhkan praktek konkrit di laboratorium yang harus mempraktekkan dan membuktikan secara konkrit untuk menemukan hasil dari praktek tersebut dan mata pelajaran yang menekankan terhadap suatu pembuktian-pembuktian yang harus dibuktikan seperti mata pelajaran matematika yang membuktikan suatu teori dan harus dipecahkan oleh siswa untuk menemukan hasilnya, siswa IPA terbiasa dengan hal-hal yang setiap harinya di sekolah menunjukkan kebiasaan yang menekankan pelibatan diri siswa terhadap sesuatu yang konkrit yang harus dilakukan sendiri oleh siswa tersebut, sedangkan siswa kelas XI program IPS menekankan pada cara berpikir teoritis (thinking and watching) atau merangkum sesuatu pada yang mereka amati menjadi serta mengembangkan teori atau ide untuk menyelesaikan masalahnya dengan kata-kata dan bahasa mereka sendiri dengan mengumpulkan berbagai informasi (feeling and watching). Berdasarkan model gaya belajar Kolb, siswa IPA tergolong lebih dominan dengan pendekatan feeling and watching yang berarti kombinasi dari concrete experience and reflective observation yang membentuk suatu gaya belajar yang disebut gaya belajar Diverger dan pendekatan feeling and doing yang berarti kombinasi dari concrete experience and active eksperimentation yang membentuk suatu gaya belajar yang disebut gaya belajar Accomodator dengan gaya belajar ini siswa lebih paham untuk 41

menyerap pelajaran yang ada di kelas, sedangkan siswa IPS dalam hal belajar dominan melakukan pendekatan secara feeling and watching yang berarti kombinasi dari concrete experience dan reflective observation yang membentuk suatu gaya belajar yang disebut gaya belajar Diverger dan pendekatan thinking and watching yang berarti kombinasi dari abstract conceptualization dan reflective observation yang membentuk suatu gaya belajar yang disebut gaya belajar Assimilator. Kecenderungan gaya belajar siswa IPA adalah gaya belajar Diverger dan Accomodator, sedangkan kecenderungan gaya belajar siswa IPS adalah gaya belajar Diverger dan Assimilator. Hasil wawancara dan pengamatan yang dipaparkan diperjelas oleh angket yang dibagikan kepada siswa atau responden untuk mengetahui jenis gaya belajar yang terdapat pada program IPA dan IPS. Hasil analisis deskriptif dari 116 orang siswa, untuk program IPA dari 64 responden yang mempunyai kecenderungan gaya belajar Diverger sebanyak 25 orang siswa dengan prosentase 39.06%, kecenderungan gaya belajar Assimilator sebanyak 11 orang siswa dengan prosentase 17.19%, kecenderungan gaya belajar Converger sebanyak 9 orang siswa dengan prosentase 14.06%, kecenderungan gaya belajar Accomodator sebanyak 19 orang siswa dengan prosentase 29.69%, sedangkan untuk program IPS dari 52 responden yang mempunyai kecenderungan gaya belajar Diverger sebanyak 21 orang dengan prosentase 40.39%, kecenderungan gaya belajar Assimilator sebanyak 13 orang siswa dengan prosentase 25%, kecenderungan gaya belajar Converger sebanyak 6 orang siswa dengan prosentase 11.54%, kecenderungan gaya belajar Accomodator sebanyak 12 orang siswa dengan prosentase 23.07%. Kecenderungan gaya belajar pada siswa program IPA adalah Diverger dan Accomodator, sedangkan kecenderungan gaya belajar pada siswa program IPS adalah Diverger dan Assimilator. Gaya Diverger, Assimilator, Converger, Accomodator menunjukkan kategori tingkat derajat kategori sesuai interval variabel masing-masing. Hasil analisis statistik deskriptif menunjukkan bahwa gaya belajar diverger siswa program IPA mempunyai kategori tinggi dengan prosentase 55% dan siswa program IPS mempunyai kategori tinggi dengan prosentase 38%. Semakin besar cara siswa belajar menggunakan perasaan dan pengamatan maka gaya belajar siswa cenderung Diverger, siswa IPA dan IPS sama-sama melakukan cara belajar dengan penekanan perasaan dan pengamatan. 42

Pada gaya belajar assimilator siswa program IPA mempunyai kategori tinggi sebesar 53% dan siswa program IPS mempunyai kategori sedang sebesar 42%. Semakin besar cara siswa belajar dengan menggunakan berpikir dan mengamati maka siswa tersebut cenderung Assimilator. Kecenderungan berpikir dan mengamati kelas IPA lebih banyak daripada IPS. Siswa IPA gaya belajar converger siswa IPA mempunyai kategori tinggi sebesar 53% dan siswa program IPS mempunyai kategori tinggi sebesar 42%. Semakin besar cara siswa belajar dengan menggunakan berpikir dan bertindak maka siswa tersebut cenderung Converger. Kecenderungan berpikir dan bertindak kelas IPA lebih banyak daripada IPS Semakin besar cara siswa belajar dengan menggunakan perasaan dan tindakan maka siswa tersebut cenderung Accomodator. Pada gaya belajar accommodator siswa program IPA mempunyai kategori tinggi sebesar 48% dan siswa program IPS mempunyai kategori sedang sebesar 35%. Kecenderungan perasaan dan tindakan kelas IPA lebih banyak daripada IPS. Penelitian tersebut sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sari (2005) menemukan bahwa kecenderungan siswa IPS bergaya belajar Diverger dan Assimilator dan temuan Sulistyaningrum (2010) menemukan bahwa kecenderungan siswa IPA bergaya belajar Diverger dan Accomodator, sedangkan kecenderungan siswa IPS bergaya belajar Diverger dan Assimilator. Hasil diatas senada dengan pernyataan Kolb (1984) yang menyatakan bahwa dalam penelitiannya Undergarduate College Major menunjukkan jurusan yang dianut oleh individu mempengaruhi kebiasaan gaya belajar yang ditunjukkan oleh individu tersebut. Terdapat adanya kecocokan gaya belajar dengan spesialisasi pendekatan tertentu, gaya belajar Diverger (perasaan dan pengamatan) lebih cocok dengan bidang Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) atau psikologi, gaya belajar Assimilator (pengamatan dan berpikir) lebih cocok dengan bidang Sains atau Ilmu Pengetahuan Alam seperti kimia, matematika, fisika. 43