BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengalami pertumbuhan pesat. Yogyakarta sebagai Ibukota Provinsi Daerah

PENGEMBANGAN STRUKTUR RUANG : MEREDUKSI MOBILITAS PERKOTAAN

BAB I PENGANTAR. kebutuhan akan perumahan sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia. Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan perekonomian Indonesia. Berdasarkan data AC Nielsen tahun 2008,

BAB III DESKRIPSI PROYEK

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ruang Kota dan Perkembangannya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perencanaan

Makalah Kunci. Peningkatan Kesetaraan Pembangunan Antara Kawasan Perdesaan dan Perkotaan Melalui Pembangunan Kota-Kota Sekunder.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

KONSEP COMPACT CITY SEBAGAI SALAH SATU KONSEP INOVATIF PERENCANAAN TATA RUANG DALAM MENYELESAIKAN PERMASALAHAN PEMBANGUNAN KOTA DI SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan. Hal ini karena beberapa jenis sampah memiliki kandungan material

Research Development Roadmap Pusat Studi Perencanaan Pembangunan Regional Universitas Gadjah Mada

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kawasan yang pesat di perkotaan memberikan tantangan dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengurangan tingkat..., Arini Yunita, FE UI, Universitas Indonesia

BAB I. Pendahuluan. menjadi fokus utama di abad ke-21 ini. Saat kota-kota di dunia tumbuh, penduduk

KARAKTERISTIK POLA PERJALANAN DI KOTA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ANALISIS PEMBANGUNAN SEKTOR PERUMAHAN TAHUN 2014

Faktor-Faktor Pengaruh Ukuran Urban Compactness di Kota Denpasar, Bali

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Perilaku Pergerakan Masyarakat Perkotaan Dalam Proses Urbanisasi Wilayah di Kabupaten Tegal TUGAS AKHIR. Oleh: TITI RATA L2D

BAB I PENDAHULUAN. perlunya perumahan dan pemukiman telah diarahkan pula oleh Undang-undang Republik

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Research Development Roadmap Pusat Studi Perencanaan Pembangunan Regional Universitas Gadjah Mada

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan ruang. penambahan penduduk di kota-kota besar pada umumnya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

yang bervariasi. Dengan demikian penduduk cenderung menggunakan transportasi publik dibandingkan kendaraan pribadi. 2. Pemerintah selayaknya

KAJIAN PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA DI KECAMATAN UMBULHARJO, KOTA YOGYAKARTA TUGAS AKHIR

BAB III METODE PENELITIAN. Mulai. Identifikasi masalah Adanya pencemaran airtanah karena kebocoran tangki timbun di SPBU. Survey Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. berpenghasilan rendah (MBR) dapat juga dikatakan sebagai masyarakat miskin atau

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Piramida Hirarki Kebutuhan (Sumber : en.wikipedia.org)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan Perumahan bagi Penduduk Jakarta

URBAN SPATIAL RESTRUCTURING: MODEL PERKAMPUNGAN TERINTEGRASI KAWASAN BALIREJO, YOGYAKARTA DENGAN PRINSIP SMART GROWTH (AMERIKA SERIKAT)

STRATEGI PERWUJUDAN KERJASAMA ANTAR DAERAH DALAM PERCEPATAN PEMENUHAN STANDAR PELAYANAN PERKOTAAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Menuju Pembangunan Permukiman yang Berkelanjutan

HALAMAN PENGESAHAN...

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pemakaian energi karena sumbernya telah menipis. Krisis lingkungan sangat mempengaruhi disiplin arsitektur di setiap

BAB I PENDAHULUAN. Apartemen di D.I. Yogyakarta. Tabel 1. 1 Jumlah Penduduk DIY menurut Kabupaten/Kota Tahun (000 jiwa)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

HUBUNGAN URBAN COMPACTNESS DENGAN POLA PERGERAKAN PENDUDUK KAWASAN KOTA SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN TA Latar Belakang PENATAAN KAWASAN PERMUKIMAN SUNGAI GAJAH WONG DI YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Latar Belakang Obyek. Perkembangan kota tergantung dari lokasi, kepadatan kota, dan berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. pemicu munculnya permasalahan lingkungan baik biotik, sosial, kultural,

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. lapangan kerja yang cukup tinggi, di Kabupaten Sleman terdapat banyak

EVALUASI SISTEM TRANSPORTASI MENUJU KOTA TOMOHON SEBAGAI COMPACT CITY ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

STRATEGI PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN PROVINSI BANTEN

EVALUASI STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN PERUMAHAN MELALUI PENDEKATAN URBAN REDEVELOPMENT DI KAWASAN KEMAYORAN DKI JAKARTA TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. waktu. Kota tidak bersifat statis, akan tetapi selalu bergerak, berkembang dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis faktor..., Agus Imam Rifusua, FE UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. Penduduk sebagai salah satu komponen dalam sistem wilayah atau kawasan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tentunya dengan perencanaan terpadu dengan peningkatan kegiatan manusia di

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bab I PENDAHULUAN. sarana dan prasarana mencakup pada sarana transportasi. Transportasi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk yang hidup dan tinggal di daerah kota tersebut. Penduduk yang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan

BAB I PENDAHULUAN I.1.

Prosiding Seminar Nasional XII Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi 2017 Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tingkat kepedulian masyarakat di seluruh dunia terhadap isu-isu

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perkotaan Yogyakarta mulai menunjukkan perkembangan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Konsep Penataan Kota berbasis Berkelanjutan: Belajar di Eropa WIDIASTUTI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

INDONESIA NEW URBAN ACTION

RENTAL OFFICE DI DEPOK

BAB 2 LATAR BELAKANG dan PERUMUSAN PERMASALAHAN

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Pembangunan Kota Berkelanjutan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Bank Dunia menyatakan bahwa pada awal tahun 2015, 50% penduduk dunia tinggal di perkotaan dan diperkirakan pada tahun 2050 akan meningkat mencapai 70%. Jika didefinisikan, kota merupakan pusat kegiatan dan perekonomian dari suatu wilayah, dengan fungsi utama sebagai penyedia hunian bagi masyarakat. Kota menurut Bintarto (1977) adalah suatu sistem jaringan kehidupan manusia dengan kepadatan penduduk yang tinggi, strata sosial ekonomi yang heterogen, dan corak kehidupan yang materialistik. Kota menjadi magnet bagi daerah di sekitarnya karena dianggap menyediakan kehidupan yang lebih sejahtera dibandingkan dengan kehidupan di desa. Akibatnya banyak masyarakat rural melakukan urbanisasi ke kota sehingga jumlah penduduk di kota semakin tahun semakin bertambah. Meningkatnya jumlah penduduk maupun kegiatan penduduk menyebabkan kebutuhan ruang kota yang semakin besar. Ketersediaan ruang kota yang tetap dan terbatas sedangkan aktivitas yang semakin meningkat mengakibatkan crowdedness di kota tersebut dan tidak menutup kemungkinan terjadi urban sprawl di daerah sekitar kota. Neuman (2005) mendefinisikan fenomena urban sprawl sebagai hasil dari pertumbuhan populasi dan ekspansi area geografis, yang dapat mengubah ukuran maupun bentuk kota. Kepadatan penduduk yang meningkat, kemudian memicu munculnya beberapa permasalahan kota. Kemacetan, polusi, permukiman kumuh, infrastruktur yang buruk, kejahatan dan kemiskinan merupakan permasalahanpermasalahan yang kerap kali muncul di perkotaan (Jenks dan Burgess, 1996). Salah satu aspek kehidupan yang rentan terhadap permasalahan kota yaitu aspek kesehatan. Aspek kesehatan erat kaitannya dengan kualitas hidup dan tingkat kesejahteraan masyarakat. Dengan munculnya beberapa permasalahan kota, maka tidak dapat dipungkiri akan menimbulkan penurunan kesehatan masyarakat. 1

Dampak dari perkembangan kota yang menyebabkan beberapa permasalahan kota, membuat pemangku kepentingan (stakeholders) kota, utamanya pemerintah, harus mencari solusi bagi permasalahan tersebut. Dari sini, muncul lah konsep-konsep pengembangan kota sebagai alternatif jawaban permasalahan tata kota. Selain menjadi jawaban atas permasalahan kota, konsepkonsep yang muncul juga bertujuan membuat suatu kota tetap sustainable. Beberapa konsep pengembangan kota yang diterapkan di era modern adalah smart city, green city, creative city, dan compact city. Indonesia yang merupakan negara berkembang dengan jumlah penduduk yang meningkat setiap tahun dan tingkat urbanisasi tinggi, mulai menerapkan beberapa konsep pengembangan kota. Sebut saja Kota Surabaya yang berhasil dengan perencanaan kota cerdas (smart city), dan Kota Bandung yang mendapatkan label sebagai kota kreatif (creative city) (United Nation, 2015). Konsep-konsep tersebut lahir dari pengembangan konsep kota berkelanjutan yang dianggap mampu meningkatkan kualitas hidup kota tanpa mengabaikan kepentingan dimasa yang akan datang. Dalam impelementasinya, konsep pengembangan kota berkelanjutan (sustainable city) muncul dalam bentuk konsep kota kompak (compact city) yang banyak diadopsi kota-kota karena dianggap mampu menciptakan pertumbuhan kota yang efisien. Kota kompak atau compact city menurut Burton (1996) ialah desain perancangan kota dengan kepadatan yang relatif tinggi, penggunaan fungsi campuran pada kota yang didasarkan pada sistem transportasi publik yang efisien, dan mendorong masyarakat untuk berjalan kaki dan bersepeda. Jenks dan Burges (1996) dalam Compact Cities: Sustainable Urban Forms for Developing Countries, memperkenalkan compact city sebagai bentukan kota paling sustainable. Dengan konsep compact city, diharapkan menjadi solusi untuk mengatasi pertumbuhan kota yang cenderung menyebar atau sprawl. Dalam perkembangannya, tuntutan kebutuhan masyarakat terhadap ruang kota tidak hanya sebatas pada rekayasa ruang yang efisien. Kota dan masyarakatnya membutuhkan konsep pengembangan yang lebih kompleks dan tepat sasaran dalam menyelesaikan permasalahan kota, sehingga muncullah konsep baru yaitu kota sehat, yang dicanangkan pertama kali oleh WHO (World 2

Health Organisation) dan juga diyakini dapat menciptakan kota yang berkelanjutan. WHO (2012) dalam Rio+20 UN Conference on Sustainable Development mendefinisikan pentingnya tingkat kesehatan kota (urban health) dalam upaya mencapai keberlanjutan kota sebagai berikut: So while cities concentrate opportunities, jobs, and services, they also concentrate health hazards and risks. Healthy is an important benchmark of sustainability of urban policies. Health indicators proposed here also reflect progress on social equity, environment, and development dimensions of sustainable cities Kota sehat pertama kali dikembangkan di Eropa oleh WHO sebagai strategi menyongsong Ottawa Charter pada tahun 1980-an. Kota sehat menurut Barton, dkk, (2003) adalah suatu pendekatan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dengan mendorong terciptanya kualitas lingkungan, fisik, dan sosial sesuai dengan kebutuhan wilayah perkotaan. Dalam menentukan kota sehat, faktor yang paling utama adalah performa kesehatan individu dan komunitas (fisik, sosial, dan mental) itu sendiri (WHO, 1946). Inisiasi kota sehat di Indonesia dimulai sejak tahun 1996 bersamaan dengan pencanangan hari kesehatan sedunia dengan tema Healthy Cities for Better Life. Indonesia melalui pencanangan tersebut melakukan kegiatan seminar dan pertemuan yang kemudian ditindaklanjuti dengan peluncuran Pilot Proyek Kota Sehat di 6 kota. Di negara maju, telah muncul konsep kota kompak dan kota sehat terlebih dahulu. Namun kedua konsep tersebut seolah berjalan sendiri-sendiri dan belum dijabarkan lebih lanjut apakah sejauh ini konsep kota kompak dapat mengatasi permasalahan kesehatan yang ada di suatu kota. Konsep kota kompak memiliki beberapa manfaat penting, seperti: mengurangi penggunaan kendaraan pribadi, mengurangi emisi karbon, mendukung penggunaan transportasi publik, memberikan akses yang baik pada layanan publik, meningkatkan efisiensi dalam penggunaan infrastruktur, dan mampu merevitalisasi pusat kota. Kekompakan kota berkontribusi pada penciptaan pergerakan manusia yang efisien, sehingga berimplikasi dalam pembentukan kota sehat (Roychansyah, dkk, 2013). 3

Permasalahan akibat perkembangan kota tidak hanya terjadi di negara maju, namun juga di negara berkembang. Di negara berkembang, tingkat urbanisasi cenderung lebih tinggi jika dibandingkan dengan negara maju, salah satunya terjadi di negara Indonesia. Pada tahun 2011, Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) menyatakan bahwa tingkat urbanisasi di kota-kota besar di Indonesia mencapai angka 54%. PBB juga memperkirakan bahwa pada tahun 2050, jumlah penduduk Indonesia yang tinggal di kota mencapai 67%. Kota-kota besar dengan tingkat kepadatan tinggi mayoritas berada di Pulau Jawa yang dikategorikan sebagai pulau paling maju di Indonesia. Beberapa kota besar di Indonesia sedang mengembangkan konsep compact city untuk menuju pembangunan yang berkelanjutan. Sebut saja Kota yang pada tahun 2010, 64,3% penduduk Daerah Istimewa tinggal di kota. Penelitian yang dilakukan oleh Kusumawati pada tahun 2015 menemukan fakta bahwa Kota tergolong dalam kota kompak. Kota kompak memiliki 5 atribut yang menjadi syarat terbentuknya kota kompak, yaitu densifikasi penduduk, pengkonsentrasian aktivitas, intensifikasi transport publik, pertimbangan ukuran kota, dan target kesejahteraan masyarakat (Roychansyah, dkk, 2005). Kota telah memenuhi 2 atribut kota kompak yang disyaratkan, yaitu densifikasi penduduk serta pengkonsentrasian aktivitas. Hal tersebut terlihat dari kepadatan penduduk di 14 Kecamatan di Kota rata-rata sekitar 120 jiwa/ha. Kepadatan tersebut masih lebih tinggi dari Tokyo (70 jiwa/ha) ataupun Singapura (90 jiwa/ha). Kepadatan penduduk tersebut merupakan kepadatan ideal dalam efisiensi bahan bakar (Newman dan Kenworthy, 1999). Apabila diamati lebih lanjut, densifikasi tinggi dan pengkonsentrasian aktivitas tidak hanya terjadi di Kota, namun menyebar ke sekitar wilayah administrasi Kota. Persebaran kepadatan dan pengkonsentrasian aktivitas di luar batas administrasi Kota menyebabkan terbentuknya kawasan Aglomerasi Perkotaan (APY). Intensifikasi transportasi umum di Kota yang tergolong sebagai salah satu atribut kota kompak, kondisinya masih memprihatinkan dan 4

jauh dari kata ideal. Jumlah kepemilikan motor dan mobil pribadi mencapai 1/3 dari jumlah penduduk Kota. Jumlah ini tentunya akan semakin membengkak 2 3 kali lipat, dikarenakan setiap harinya Kota dipadati oleh kendaraan dari Kota dan kabupaten di sekitarnya (Roychansyah, dkk, 2013). Selanjutnya, dari atribut ukuran dan akses optimal kota, Kota mempunyai jarak yang mudah untuk dicapai, bahkan dari wilayah aglomerasinya. Atribut kota kompak yang terakhir, yaitu kondisi kesejahteraan masyarakat di Kota, memiliki kecenderungan peningkatan kesejahteraan pada tahun 2006 (Roychansyah, dkk, 2013). Kawasan Aglomerasi Perkotaan atau secara fungsional bernama Kawasan Perkotaan (KPY) yang terbentuk akibat persebaran kepadatan dan pengkonsentrasian aktivitas di luar batas adminsitrasi Kota, kemudian menjadi core dan point development dalam konsep tata ruang wilayah Provinsi Daerah Istimewa (Kementerian Pekerjaan Umum, 2008). Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi DI No. 2 Tahun 2010 Pasal 10 ayat 3a, KPY mempunyai fungsi sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN) yang mencakup wilayah Kota, serta beberapa kecamatan di Kabupaten Bantul dan Kabupaten Sleman. Selain itu, pada Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi DI (RTRW DIY) Tahun 2009-2029 disebutkan bahwa KPY merupakan kawasan strategis Provinsi DIY. Dari atribut aspek konsentrasi kegiatan, bagian-bagian spasial di KPY telah mengadopsi prinsip-prinsip kegiatan beragam atau mixed use. Dengan kedua konsep, tingkat kekompakan kota (urban compactness) dan tingkat kesehatan kota (urban health), diharapkan Kawasan Perkotaan (KPY) mampu mewujudkan keberlanjutan kota. Kota yang tidak hanya nyaman, tetapi juga sehat, akan mampu meningkatkan kesejahteraan penduduk. Melalui penelitian ini akan dilihat bagaimana kecenderungan hubungan antar keduanya di KPY. 5

I.2. Pertanyaan Penelitian Gambar. 1.1 Diagram Latar Belakang (Sumber: Penulis, 2015) Berdasarkan latar belakang tersebut, arah penelitian yang dilakukan akan memaparkan jawaban dari beberapa pertanyaan penelitian berikut: 1. Bagaimana tingkat kekompakan kota (urban compactness) di Kawasan Perkotaan? 2. Bagaimana tingkat kesehatan kota (urban health) di Kawasan Perkotaan? 3. Bagaimana hubungan antara tingkat kekompakan kota (urban compactness) dan tingkat kesehatan kota (urban health) di Kawasan Perkotaan? 6

I.3. Tujuan Penelitian Dari pertanyaan penelitian yang melatarbelakangi dilaksanakan penelitian di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengukur tingkat kekompakan kota (urban compactness) di Kawasan Perkotaan 2. Mengukur tingkat kesehatan kota (urban health) di Kawasan Perkotaan 3. Menguji hubungan tingkat kekompakan kota (urban compactness) dan tingkat kesehatan kota (urban health) di Kawasan Perkotaan, apakah kota yang kompak merupakan kota yang sehat. I.4. Manfaat Penelitian Dengan dilakukannya penelitian ini, selain memberikan manfaat kepada peneliti, diharapkan penelitian ini nantinya akan menghasilkan beberapa manfaat kepada masyarakat dan pihak-pihak terkait lainnya, manfaat yang dimaksud adalah: 1. Menjadi salah satu masukan untuk dilakukannya pengembangan penelitian-penelitian yang memiliki keseragaman tema. 2. Menjadi salah satu bahan pertimbangan bagi pemerintah, khususnya bagi Pemerintah Kota, Pemerintah Kabupaten Sleman, Pemerintah Kabupaten Bantul, dan Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa dalam melakukan perencanaan pembangunan Kawasan Perkotaan. 3. Menjadi salah satu alat untuk pengembangan ilmu pengetahuan khususnya pada bidang ilmu Perencanaan Wilayah dan Kota dan beberapa ilmu lain yang memiliki keterkaitan. I.5. Batasan Penelitian Peneliti menetapkan batasan-batasan khusus supaya penelitian yang dilakukan memiliki cakupan yang lebih fokus dengan arah penelitian yang lebih jelas. Batasan-batasan yang dimaksud adalah: 7

1.5.1 Substansial Substansi dalam penelitian ini mengkaji tingkat kekompakan kota dan tingkat kesehatan kota di Kawasan Perkotaan serta menghubungkan apakah kota yang kompak merupakan kota yang sehat. 1.5.2 Areal Lokasi dilakukannya penelitian menjadi batasan ruang dari penelitian tersebut, yaitu Kawasan Perkotaan (KPY). Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi DI No. 2 Tahun 2010 Pasal 10 ayat 3a KPY meliputi 14 kecamatan di Kota, sebagian desa dari 6 kecamatan di Kabupaten Sleman, dan sebagian desa dari 3 kecamatan di Kabupaten Bantul. Namun, mengingat kelengkapan data untuk unit analisis di Kota dan sekitarnya hanya sampai tingkat kecamatan (bukan sampai tingkat desa), sehingga pemilihan lokasi penelitian mencakup semua desa di 23 kecamatan di KPY. Gambar. 1.2 Batasan Areal Penelitian (Sumber: Penulis, 2015) 8

1.5.3 Waktu Data-data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data tahun 2013 dan 2016. Data untuk mengukur tingkat kekompakan kota adalah data pada tahun 2013, yang didapat melalui analisis data sekunder. Sedangkan data untuk mengukur tingkat kesehatan kota adalah data pada tahun 2013 dan 2016. Data untuk mengukur tingkat kesehatan kota pada tahun 2013 didapat melalui analisis data sekunder, sedangkan data untuk mengukur tingkat kesehatan kota pada tahun 2016 didapat melalui survei primer. I.6. Keaslian Penelitian Sama dengan penelitian-penelitian yang lain, penelitian ini memiliki fokus dan lokus yang kemudian menjadi unsur terpenting dalam penyusunannya terkait keaslian dan originalitas. Metode dan pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah deduktif-kuantitatif-rasionalistik, penelitian bertajuk Hubungan Kekompakan Kota Urban Compactness dan Kesehatan Kota Urban Health di Kawasan Perkotaan, ini mengkaji tema-tema kontemporer yang sedang berkembang dalam dunia perencanaan. Sebelumnya, masih sedikit penelitian dan jurnal yang menggunakan tema urban compactness dan urban health pada dinamika perkembangan kota sebagai dasar penelitian, yaitu: 1. Pengembangan Model Kota Sehat Berbasis Pendekatan Kota Kompak melalui Pengukuran Performa Kesehatan Individu di Lingkungan Padat Kampung Kota (Sani Roychansyah, Arta Farmawati, dan Lutfan Lazuardi Hibah Penelitian Multidisiplin UGM 2013) Penelitian yang dilakukan oleh Roychansyah, dkk (2013) memiliki fokus untuk mengidentifikasi hubungan antara tingkat performa kesehatan individu masyarakat dengan implementasi atribut kota kompak. Kemudian memodelkan kota sehat dengan mentipologikan 5 kasus kampung padat penduduk Kota yang diangkat. Sedangkan lokus dari penelitian ini berada di Kampung Terban, Sosrowijayan, Sanggrahan, Cokrodirjan, dan Ratmakan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deduktif. 9

2. Pembangunan Infrastruktur Hijau Berorientasi Kampung (KOGID): Karakteristik, Model, Aplikasi dan Strategi Implementasi Atribut Kota Kompak di Permukiman Kampung Kota (Sani Roychansyah, Lutfan Lazuardi, dan Widyasari Her Nugrahandika Hibah Penelitian Multidisiplin UGM 2013) Penelitian yang dilakukan oleh Roychansyah, dkk (2013) memiliki fokus untuk memodelkan dan mentipologikan konsep pembangunan kota kompak di 5 kampung amatan di Kota dengan pertimbangan menyeluruh terhadap sektor-sektor yang ada di dalamnya. Sedangkan lokus dari penelitian ini berada di Kampung Terban, Sosrowijayan, Sanggrahan, Cokrodirjan, dan Ratmakan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode rasionalistik kualitatif. 3. Pengembangan Model Kota Kompak yang Sehat (Healthy Compact City) Berbasis Performa Kesehatan Individu di Wilayah Aglomerasi Perkotaan (Sani Roychansyah, Arta Farmawati, dan Lutfan Lazuardi Hibah Penelitian Multidisiplin UGM 2014) Penelitian yang dilakukan oleh Roychansyah, dkk (2014) memiliki fokus untuk memodelkan konsep kota kompak berkelanjutan yang komprehensif melalui integrasi model konsep kota kompak dan kota sehat (healthy compact city index). Terdapat perbedaan antara penelitian yang akan dilakukan dan penelitian yang telah dilakukan oleh Roychansyah, dkk, yaitu adanya pengkayaan indikator urban health yang ditinjau dari aspek spasial skala meso hingga makro. Sedangkan lokus dari penelitian ini berada di Wilayah Aglomerasi Perkotaan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deduktif kuantitatif. 4. Penyelenggaraan Program Kota Sehat Kategori Tatanan Permukiman Sehat di Kampung Duri Kosambi (Gayatri Priyamitra Widitya Thesis Universitas Gadjah Mada 2014) Penelitian yang dilakukan oleh Widitya (2014) memiliki fokus untuk membuktikan penyelenggaraan program kota sehat (urban health). Sedangkan lokus dari penelitian ini berada di Kampung Duri Kosambi, 10

Jakarta. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah induktif kualitatif. 5. Pengaruh Urban Compactness Terhadap Pola Pergerakan Penduduk Kota (Lanthika Atianta Skripsi Universitas Gadjah Mada 2014) Penelitian yang dilakukan oleh Atianta (2014) memiliki fokus untuk menemukan keterkaitan antara urban compactness dan pola pergerakan penduduk di Kota, dan mengidentifikasi faktor yang berpengaruh dalam mereduksi pergerakan penduduk Kota. Sedangkan lokus dari penelitian ini berada di Kecamatan Umbulharjo dan Danurejan, Kota. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deduktif kuantitatif. 6. Pengaruh Urban Compactness Terhadap Transformasi Spasial di Wilayah Peri Urban Kota (Indah Tiara Kusumawati Skripsi Universitas Gadjah Mada 2015) Penelitian yang dilakukan oleh Kusumawati (2015) memiliki fokus untuk membuktikan adanya pengaruh urban compactness terhadap transformasi spasial di Wilayah Peri Urban Kota. Dengan metode yang sama, data urban compactness Kota yang telah diteliti oleh Kusumawati akan digunakan, dengan memperluas cakupan pengukuran urban compactness di Kawasan Perkotaan. Sedangkan lokus dari penelitian ini berada di 14 Kecamatan Kota dan kecamatan-kecamatan di Kabupaten Bantul dan Kabupaten Sleman yang termasuk dalam bagian Kawasan Perkotaan yang meliputi kecamatan: Kasihan, Sewon, Banguntapan, Depok, Ngemplak, Ngaglik, Mlati, Godean, dan Gamping. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deduktif kuantitatif. 11

No 1. 2. 3. 4. Nama (Tahun) Indah Tiara Kusumawati (2015) Lanthika Atianta (2014) Gayatri Priyamitra (2014) Sani Roychansyah, dkk (2014) Jenis Penelitian Skripsi UGM Skripsi UGM Thesis UGM Hibah Penelitian Multidisip lin Tabel 1.1 Daftar Penelitian Terkait Judul Fokus Lokus Pengaruh Urban Compactness terhadap Transformasi Spasial di Wilayah Peri Urban Kota Pengaruh Urban Compactness Terhadap Pola Pergerakan Penduduk Kota Penyelenggaraan Program Kota Sehat Kategori Tatanan Permukiman Sehat di Kampung Duri Kosambi Pengembangan Model Kota Kompak yang Sehat (Healthy Compact City) Berbasis Performa Kesehatan Individu di Wilayah Aglomerasi Perkotaan Membuktikan adanya pengaruh urban compactness terhadap transformasi spasial di Wilayah Peri Urban Kota Mengetahui pengaruh urban compactness terhadap pola pergerakan (jarak tempuh pergerakan keluar kecamatan, dan penggunaan moda transportasi) penduduk Kota Pembuktian penyelenggaraan program kota sehat (urban health) di Kampung Duri Kosambi, Jakarta Memodelkan konsep kota berkelanjutan yang komprehensif melalui integrasi model konsep kota kompak dan kota sehat (healthy compact city index) 14 Kecamatan di Kota, 3 Kecamatan di Kab. Bantul, dan 9 Kecamatan di Kab. Sleman Kecamatan Danurejan. dan Umbulharjo, Kota Kampung Duri Kosambi, Jakarta 23 Kecamatan di Wilayah Aglomerasi Perkotaan Metode Penelitian Deduktif - Kuantitatif Deduktif - Kuantitatif Induktif - Kualitatif Deduktif - Kuantitatif bersambung 12

lanjutan Tabel 1.1 No Nama (Tahun) 5. 6. Sani Roychansyah, dkk (2013) Sani Roychansyah, dkk (2013) Jenis Penelitian Hibah Penelitian Multidisip lin Hibah Penelitian Multidisip lin Judul Fokus Lokus Pembangunan Infrastruktur Hijau Berorientasi Kampung (KOGID): Karakteristik, Model, Aplikasi dan Strategi Implementasi Atribut Kota Kompak di Permukiman Kampung Kota Pengembangan Model Kota Sehat Berbasis Pendekatan Kota Kompak melalui Pengukuran Performa Kesehatan Individu di Lingkungan Padat Kampung Kota Memodelkan konsep dan tipologi pembangunan kota kompak pada 5 kampung di Kota. Mengidentifikasi hubungan antara tingkat performa kesehatan individu masyarakat dengan implementasi atribut kota kompak di kampung kota, dan memodelkan kota sehat dengan mentipologikan 5 kasus kampung yang diangkat. (Sumber : Penulis, 2015) 5 Kampung di Kota 5 kampung di Kota Metode Penelitian Rasionalistik - Kualitatif Deduktif 13

I.7. Sistematika Penulisan Dalam penulisan penelitian untuk menjelaskan bagaimana tingkat urban compactness dan urban health di Kawasan Perkotaan, digunakan alur penulisan sebagai berikut: 1. Bab 1, Pendahuluan, berisi tentang rasionalisasi pemilihan tema hubungan urban compactness dan urban health sebagai obyek penelitian, dan alasan yang melatarbelakangi penelitian menjadi layak dan pantas untuk dilakukan. 2. Bab 2, Tinjauan Pustaka, berisi teori-teori pendukung yang memiliki keterkaitan dengan topik seperti teori mengenai definisi kota, urban compactness, urban health, yang kemudian dikerangkakan dan dijadikan basis atau pedoman untuk melihat kondisi ideal di lapangan. 3. Bab 3, Metode Penelitian, berisi tentang jabaran metode yang digunakan untuk mendapatkan hasil penelitian. Di dalamnya terdapat instrumen serta indikator urban compactness dan urban health. 4. Bab 4, Gambaran Wilayah, berisi mengenai deskripsi wilayah studi kasus penelitian dengan aspek-aspek yang berkaitan dengan topik seperti kondisi fisik wilayah, demografi sosial masyarakat, dan ekonomi. 5. Bab 5, Hasil Penelitian dan Pembahasan, berisi mengenai eksplorasi topik dan temuan-temuan yang didapatkan di lapangan yang kemudian menjawab poin-poin penting dari pertanyaan penelitian. 6. Bab 6, Kesimpulan dan Saran, berisi mengenai rekomendasi dan penyelesaian masalah dari hasil penelitian yang didapatkan, sehingga esensi dari dilakukannya penelitian ini dapat digambarkan secara jelas. 14