BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Urbanisasi merupakan titik awal perubahan atau perkembangan sebuah kota yang ditandai dengan laju pertumbuhan kawasan urban. Laju pertumbuhan ini merupakan tolok ukur untuk melihat kapasitas sebuah kota. Urbanisasi dapat pula menjadi variabel untuk melihat seberapa besar pengaruh yang diberikan oleh kota amatan kepada daerah sekitarnya. Adapun beberapa pengaruh tersebut terbagi menjadi aspek ekonomi, sosial, maupun lingkungan/budaya. Hal ini sesuai dengan pendapat Kantsebovskaya (1976) : Urbanisasi merupakan gejala, atau proses yang sifatnya multi-sektoral, baik ditinjau dari sebab maupun akibat yang ditimbulkan. Aktivitas urbanisasi menuntut kesiapan lingkungan dan masyarakat kota untuk dapat berkolaborasi membentuk kawasan urban yang unik, dengan tidak meninggalkan citra kota terdahulu. Namun, banyak kota-kota di negara berkembang belum siap akan hal ini. Akibatnya, kota tersebut dilanda berbagai dampak negatif yang terjadi akibat urbanisasi (Khairuddin, 2000), yaitu; 1) timbulnya slum area akibat peningkatan penduduk yang kurang terampil dan hanya dapat menjadi buruh kasar dan membutuhkan tempat untuk hidup akhirnya menempati daerah, yang tidak seharusnya ditempati; 2) Dari peningkatan jumlah penduduk akibat urbanisasi, memberikan keterbatasan lahan, yang akhirnya memperluas area perkotaan dan memunculkan konsep baru yaitu urban sprawl. Di sisi lain, jika kota dapat berperan adaptif, urbanisasi memiliki dampak positif, dengan dapat meningkatkan pendapatan ekonomi mikro maupun makro pada kota, karena meningkatnya supply dan demand kota dengan pertambahan jumlah penduduk kota. Peningkatan jumlah penduduk kota akan mengakibatkan peningkatan kebutuhan lahan yang ada di kota. Sehingga, kebutuhaan lahan sebagai ruang aktivitas masyarakat merupakan prioritas utama pembangunan kota. Hal ini didukung dengan realitas yang terjadi pada masyarakat, yaitu jumlah masyarakat (dinamis) yang terus bertambah tidak diikuti dengan jumlah luasan lahan (statis). 1

2 Fenomena tersebut membuat pembangunan vertikal dirasa merupakan sebuah solusi pembangunan yang tepat dan akan memberikan pemanfaatan lahan yang efektif dan efisien untuk digunakan. Hal ini tercermin dari adanya penambahan lahan buatan secara vertikal akan memberkan kesempatan untuk lahan terbuka aktif pada kota, yang tentunya dapat memberikan ruang untuk berkumpul pada masyarakat urban. Selanjutnya, tentu dengan adanya lahan tambahan vertikal (pembangunan vertikal) akan lebih mengakomodir proses penyimpanan, distribusi, hingga aktivitas aktivitas kota yang dilakukan khususnya oleh masyarakat di dalamnya. Namun, perlu diwaspadai banyaknya keunggulan yang dimiliki dari pembangunan vertikal untuk mendukung pembangunan berkelanjutan yang apik akan menjadi masalah serius, ketika jumlah dan letaknya tidak ideal. Hal ini dikarenakan, hanya akan mengembalikan permasalahannya ke fase awal dengan kuantitas dan kualitas bangunan dua kali lipat atau lebih besar. Permasalahan tersebut adalah kepadatan kota (negatif), atau bahkan lebih parah yaitu kota mati. Untuk itu, perlu adanya pengarahan atau pengendalian lahan horizontal maupun vertikal yang jelas. Beberapa alasannya adalah : 1) Pertumbuhan dan perkembangan kota yang cepat sehingga terjadi peningkatan yang signifikan terhadap persaingan pemanfaatan lahan; 2) Market failure, alokasi lahan akan aktivitas urban tidak sepenuhnya memenuhi prinsip effisiency, efective, dan equity. Hal ini terjadi karena adanya eksternalitas, kurangnya informasi, dan free rider (Harvey, 1996); 3) Full ownership, adanya kebebasan bagi individu untuk memanfaatkan lahan sehingga muncul ketinyamanan bagi warga sekitar, akibat dari inkonsistensi pemanfaatan lahan (Harrison dan Mordney, 1987). Secara umum, terdapat tiga teknik dalam pengaturan penggunaan lahan yang dapat dikategorikan sebagai berikut (Courtney, dalam Harold, 1983): 1) Insentif, pemanfaatan kekuasaan pemerintah dan sumberdaya finansialnya untuk mengorganisasikan penggunaan lahan secara efektif. Bentuk insentif misalnya penyediaan infrastruktur dan pelayanan untuk memfasilitasi pembangunan yang ada dengan cara masyarakat yang dituju membayar langsung terhadap pembangunan tapak; 2) Pelarangan, pemanfaatan kekuasaan pemerintah untuk 2

3 mengendalikan penggunaan lahan yang dilakukan swasta (private) dan aktifitas pembangunan lainnya. Instrumen yang digunakan meliputi zoning, subdivision, building control (code dan ordinance); 3.) Development control, dan relokasi atau pelarangan permukiman kumuh atau liar. ( diakses pada 1 November 2015) Pada penerapannya, indonesia telah menggunakan metode pelarangan yaitu rencana zonasi ataupun rencana building control. Namun, pada hasilnya masih terbatas mencakup pada ranah bangunan horizontal. Sedangkan, seperti yang telah dikatakan di atas, bahwa kebanyakan kota besar menjadi lahan bangunan vertikal. dan belum ada pengontrolan secara spasial dalam lingkup kota. Padahal pada Provinsi DIY, khususnya Daerah Kabupaten Sleman, dewasa ini telah mencapai pada tahap siap investasi, karena lokasinya strategis dan memiliki potensi alam yang baik cenderung menarik wisatawan atau pendatang untuk sekedar berkunjung ataupun menetap. Karenanya, tingkat demand pembangunan di Kabupaten Sleman terus meningkat pesat. Hal ini juga telah diutarakan oleh Badan Kerjasama dan Penanaman modal Provinsi DIY tahun 2011, bahwa Capaian investasi total pada tahun 2010 mencapai Rp 4.6 Triliun dengan rincian PMDN sebesar Rp 1,9 Triliun dan PMA sebesar 2,7 Triliun. Unit usaha di DIY pada tahun 2010 ada sekitar unit dengan penyerapan tenaga kerja sebesar orang dan nilai investasi sebesar Rp. 878 Miliar ( diakses pada 1 November 2015 ). Artinya, Provinsi DIY, khususnya Kabupaten Sleman sangat memiliki kesempatan ke depan untuk lebih mengembangakan bagian aset yang mereka miliki bahkan membangun aset investasi baru guna mencukupi kebutuhan pembangunan masyarakatnya, yang tercermin pada RTRW yang telah dibuat oleh pemerintah Kabupaten Sleman. Namun faktanya, perencanaan dan kebutuhan akan hunian, maupun investasi komersial dan jasa memberikan efek domino terhadap pola pembangunan pada Kabupaten Sleman. Khususnya pada Kecamatan Depok, yaitu para investor melihat ini sebagai kesempatan untuk datang dan menggunakan konsep pembangunan vertikal sebagai salah satu solusi pemanfaatan lahan yang 3

4 efektif dan efisien, seperti mall, apartemen, dan hotel. Hal ini bertolak belakang dengan kesiapan pemerintah terkait kebijakan untuk pengendalian pembangunan megastruktur skala panjang. Alhasil, peletakan maupun zonasi yang ada hanya dikhususkan pada pembangunan horizontal. Sehingga, bangunan-bangunan vertikal tersebar tanpa arah di Kecamatan Depok kurang terintegrasi satu dengan yang lain. Untuk itu, peneliti menganggap bahwa dengan adanya perencanaan ini dapat menjadi acuan pemerintah untuk mengendalikan pembangunan vertikal sesuai dengan ketahanan Kecamatan Depok sebagai fokus perkotaan. 1.2 Perumusan Masalah Perencanaan Dari penjelasan di atas maka dapat dirumuskan permasalahanpermasalahan yang ada, yaitu : 1. Pembangunan vertikal diindikasikan menyebar tidak terkendali di Kecamatan Depok, yang memberikan efek negatif dari segi lingkungan, ekonomi, maupun sosial. 2. Tidak adanya rencana zonasi sebagai building control, khususnya pada bangunan vertikal di Kecamatan Depok. 1.3 Tujuan Perencanaan Perencanaan ini dibuat dengan tujuan sebagai berikut : 1. Merespon masalah prospek pembangunan vertikal di Kecamatan Depok, Sleman Yogyakarta. 2. Merencanakan peraturan zonasi bangunan vertikal secara spasial pada Kecamatan Depok. 1.4 Manfaat Perencanaan Manfaat Perencanaan ini adalah sebagai berikut : 1. Manfaat Bagi Ilmu Perencanaan Wilayah dan Kota Memberikan pandangan baru bagi ilmu perencanaan khususnya tentang pentingnya arahan pembangunan vertikal pada masa depan sebagai solusi dan pengendali lonjakan masyarakat, serta dapat menjadi salah satu 4

5 rujukan untuk perencanaan atau penelitian kedepan yang memiliki kesmaaan fokus. 2. Manfaat Bagi Masyarakat Memberikan wawasan kepada masyarakat bahwa untuk tetap dapat menjaga kearifan lokal Provinsi DIY, khususnya Kecamatan Depok, perlu adanya ketersediaan ruang, dan pola pembangunan vertikal menjadi salah satu solusinya. Selain itu, memberikan wawasan investasi komersial kota merupakan salah satu tonggak pada konsep ekonomi keberlanjutan kota. 3. Manfaat Bagi Pemerintah Memberikan rekomendasi terhadap Pemerintahan Kabupaten Sleman tentang arahan pembangunan vertikal, khususnya dalam lingkup komersial pada Kecamatan Sleman. Sehingga, menjadi sebuah kebijakan yang kuat dan dapat menjadi instrumen pengendali perencanaan wilayah dan kota yang ampuh. Untuk mencapai tujuan sebagai stakeholder tertinggi. 5

6 1.5 Ruang Lingkup Perencanaan Ruang lingkup perencanaan dimaksudkan untuk memberikan solusi permasalahan regulasi zonasi penataan ruang vertikal komersial di Yogyakarta. Adapun ruang lingkup perencanaan ini terdiri dari lokus, fokus, dan waktu sebagai berikut : 1. Batasan Lokus Kawasan yang menjadi lokus peneliti, didasarkan pada Batas Administratif Kecamatan Depok, Sleman, DIY. Gambar 1.1 Peta Adaminstratif Kecamatan Depok, Sleman, DIY Sumber : Google Earth, Batasan Fokus Perencananaan ini fokus pada penataan pembangunan vertikal di Kecamatan Depok Sleman yang aman, nyaman, dan efisien terhadap lahan. 3. Waktu Dalam perencanaan ini, menggunakan basis data pada kecenderungan 10 tahun sebelumnya, yaitu dari tahun Sedangkan, Jangka waktu perencanaan terhitung selama 10 tahun, Sehingga total pertimbangannya adalah 20 tahun. 6

7 1.6 Penelitian dan Perencanaan Terkait Perencanaan dan penelitian terkait Pembangunan vertikal telah banyak dilakukan oleh beberapa perencana maupun peneliti terdahulu. Mayoritas berfokus pada tema pembangunan rusunawa. Sedangkan, perencanaan kebijakan, khususnya arahan pembangunan (zonasi) komersial, masih sedikit yang meneliti maupun merencanakan. Bahkan, dalam lingkup skala amatan, kebanyakan masih kawasan atau neighborhood. Berikut adalah beberapa analsis hasil laporan yang mengangkat isu pembangunan vertikal. 1. Kajian Konsep Zoning Regulation Di Indonesia : Komparasi dengan Konsep Zoning Regulation di Amerika Serikat oleh Tengku Saugi Zikri (2009). Fokus dasar dari penelitian ini adalah meninjau kesamaan dan perbedaan antara peraturan zonasi yang telah diterapkan di Indonesia dengan peraturan zonasi di luar negeri. Hasil dari penelitian ini, diketahui bahwa peraturan zonasi tidak hanya secara geografis saja yang berbeda. Namun perlu adanya adaptasi peraturan zonasi terhadap karakteristik masyarakat dan budaya yang diatur di dalamnya (Indonesia). 2. Pengembangan Sekolah Internasional Di Yogyokarta Penekanan Pada Tinjauan, Lokasi, Sirkulasi, dan Orientasi Bangunan oleh Ayuning Puspitoningrum (2009). Dasar skripsi perencanaan ini adalah kebutuhan pengelompokan kegiatan yang tepat pada sekolah internasional di Yogya agar muncul kawasan belajar yang efektif dan efisien. Hasil dari penelitian ini, adalah dalam perencanaan zona dalam lingkup mikro atau antar bangunan, faktor daya dukung, kedekatan fungsi atau interaksi antar fungsi dan tinggi bangunan dapat menjadi faktor penentu peraturan zonasi yang baik. 3. Kampung Vertikal Tegalpanggung Dengan Konsolidasi Ekologi Dan Komunitas disusun oleh Tati Harnaningsih (2014) Berfokus pada pengembangan kawasan dengan masyarakat yang rentan secara vertikal dengan solusi pengelompokan masyarakat pada bangunan rusunawa. Hasil dari rencana ini didapati bahwa untuk 7

8 memberikan perencanaan vertikal perlu adaya analisis keterjangkuan baik dari segi ekonomi, sosial, maupun ekologi. Sehingga, rencana dapat peka terhadap kawasan yang ada. 1.7 Kerangka Penulisan Perencanaan ini memiliki tahapan penulisan, guna memudahkan pembaca, sebagai berikut : 1. BAB I Pendahuluan Pada bab ini, ditunjukkan latar belakang perencaaan. Bermula dari fenomena dan permasalahan tata ruang yang ingin diselesaikan, hingga tujuan dan manfaat yang akan didapat dari perencanaan dikemudiaan hari. 2. BAB II Tinjauan Pustaka Pada bab ini penulis menjelaskan beberapa definisi ataupun teori yang terkait dengan perencanaan, serta informasi alur berfikir dari penulis, untuk memudahkan pembaca memahami sistematika dan dasar perencanaan. Di samping itu, dijabarkan pula preseden yang telah sukses menerapkan konsep zonasi. 3. BAB III Metode Perencanaan Pada bab ini, dijelaskan lingkup dan level rencana sebagai batas fokus wilayah dan pembahasan yang diamati dan dianalisis dalam mengerjakan perencanaan ini. Adapun bab ini menjabarkan langkah langkah yang digunakan penulis dalam pengerjaan perencanaan ini. 4. BAB IV Deskripsi Wilayah Perencanaan Bab ini memberikan gambaran secara umum wilayah yang dianalisis dan direncanakan. Gambaran umum yang dimaksudkan meliputi kondisi fisik geografis, sosial, dan ekonomi dari wilayah perencanaan. 8

9 5. BAB V Analisis Pada bab ini, dijelaskan analisis dasar perencanaan. Analisis yang disampaikan meliputi indikator zonasi pemanfaatan ruang kota dan membandingkan dengan yang sudah ada pada wilayah perencanaan. 6. BAB VI Rencana Pada bab ini, penulis menjelaskan tentang pengembangan konsep zonasi vertikal pada pemanfaatan ruang di Kecamatan Depok sesuai dengan indikator indikator keberhasilan zonasi pada tata ruang. Sehingga, muncul alternatif alternatif rencana kawasan. Penulis menentukan rencana terbaik dari salah satu alternatif rencana yang telah tersusun. Selanjutnya, dari rencana yang terpilih, penulis menunjukkan permodelan rencana kawasan. 7. BAB VII Penutup Pada bab ini, diberikan kesimpulan akhir dan juga rekomendasi dari penulis mengenai perencanaan zonasi di Kecamatan Depok, Sleman, DIY. 9

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Urbanisasi merupakan fenomena dalam aktivitas perkotaan yang terjadi secara terus menerus. Urbanisasi akan membawa pembangunan perkotaan sebagai tanggapan dari bertambahnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah merupakan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi untuk menjamin keberlangsungan hidup manusia. Seiring dengan rutinitas dan padatnya aktivitas yang dilakukan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumah susun adalah sebuah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlunya perumahan dan pemukiman telah diarahkan pula oleh Undang-undang Republik

BAB I PENDAHULUAN. perlunya perumahan dan pemukiman telah diarahkan pula oleh Undang-undang Republik BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG I.1.1. Latar Belakang Eksistensi Proyek Pemukiman dan perumahan adalah merupakan kebutuhan primer yang harus dipenuhi oleh manusia. Perumahan dan pemukiman tidak hanya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Pemahaman Judul dan Tema

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Pemahaman Judul dan Tema BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkotaan dengan kompleksitas permasalahan yang ada di tambah laju urbanisasi yang mencapai 4,4% per tahun membuat kebutuhan perumahan di perkotaan semakin meningkat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Yogyakarta merupakan pusat pemerintahan dan pusat perekonomian utama di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Pertumbuhan ekonomi Kota Yogyakarta pertahun untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Eksistensi Proyek. kota besar di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan jumlah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Eksistensi Proyek. kota besar di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1 Latar Belakang Eksistensi Proyek Meningkatnya kebutuhan akan rumah, terbatasnya lahan, serta tingginya nilai lahan menjadi fenomena umum yang terjadi hampir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Istilah kampung berasal dari bahasa Melayu, digunakan sebagai terminologi yang dipakai untuk menjelaskan sistem permukiman pedesaan. Istilah kampung sering dipakai

Lebih terperinci

EVALUASI STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN PERUMAHAN MELALUI PENDEKATAN URBAN REDEVELOPMENT DI KAWASAN KEMAYORAN DKI JAKARTA TUGAS AKHIR

EVALUASI STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN PERUMAHAN MELALUI PENDEKATAN URBAN REDEVELOPMENT DI KAWASAN KEMAYORAN DKI JAKARTA TUGAS AKHIR EVALUASI STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN PERUMAHAN MELALUI PENDEKATAN URBAN REDEVELOPMENT DI KAWASAN KEMAYORAN DKI JAKARTA TUGAS AKHIR Oleh : MANDA MACHYUS L2D 002 419 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

Lebih terperinci

ANALISIS PEMBANGUNAN SEKTOR PERUMAHAN TAHUN 2014

ANALISIS PEMBANGUNAN SEKTOR PERUMAHAN TAHUN 2014 PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH BIDANG SARANA DAN PRASARANA ANALISIS PEMBANGUNAN SEKTOR PERUMAHAN TAHUN 2014 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR

Lebih terperinci

1 A p a r t e m e n S i s i n g a m a n g a r a j a S e m a r a n g

1 A p a r t e m e n S i s i n g a m a n g a r a j a S e m a r a n g BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tempat tinggal merupakan salah satu kebutuhan primer manusia. Berbagai upaya dilakukan untuk memenuhi kebutuhan akan tempat tinggal ini, salah satu caranya adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota merupakan tempat terjadinya pola aktivitas masyarakat mulai dari sosial, ekonomi, budaya dan politik. Kota yang berhasil tidak lepas dari penggunaan fungsi kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah penduduk yang semakin meningkat setiap waktunya menuntut sarana dan prasarana yang semakin memadahi pula, pembangunan adalah suatu bentuk pemenuh kebutuhan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Melihat perkembangan penduduk dan kota, urbanisasi yang tinggi dan tuntutan perumahan dan permukiman serta sarana dan prasarana yang memadai maka pusat

Lebih terperinci

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) IBUKOTA KECAMATAN TALANG KELAPA DAN SEKITARNYA

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) IBUKOTA KECAMATAN TALANG KELAPA DAN SEKITARNYA 1.1 LATAR BELAKANG Proses perkembangan suatu kota ataupun wilayah merupakan implikasi dari dinamika kegiatan sosial ekonomi penduduk setempat, serta adanya pengaruh dari luar (eksternal) dari daerah sekitar.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar, dimana kondisi pusat kota yang demikian padat menyebabkan terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. besar, dimana kondisi pusat kota yang demikian padat menyebabkan terjadinya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan perkotaan sekarang ini terasa begitu cepat yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang semakin tinggi. Hal ini terutama terjadi di kotakota besar, dimana

Lebih terperinci

BAB 5 INDIKASI KEKUATAN, KELEMANAHAN, ANCAMAN, DAN PELUANG

BAB 5 INDIKASI KEKUATAN, KELEMANAHAN, ANCAMAN, DAN PELUANG BAB 5 INDIKASI KEKUATAN, KELEMANAHAN, ANCAMAN, DAN PELUANG Secara umum, Kabupaten Pandeglang memiliki ke empat faktor eksternal dan internal yang dimaksud diatas, yaitu kekuatan, kelemahan, peluang, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh besarnya tingkat pemanfaatan lahan untuk kawasan permukiman,

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh besarnya tingkat pemanfaatan lahan untuk kawasan permukiman, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkembangan kota yang ditunjukkan oleh pertumbuhan penduduk dan aktivitas kota menuntut pula kebutuhan lahan yang semakin besar. Hal ini ditunjukkan oleh besarnya tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kampung kota adalah fenomena yang timbul dari pesatnya pembangunan perkotaan akibat besarnya arus urbanisasi dari desa menuju ke kota. Menurut Rahmi dan Setiawan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan diuraikan beberapa hal antara lain latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan metode penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan diuraikan beberapa hal antara lain latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan metode penelitian. BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan diuraikan beberapa hal antara lain latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan metode penelitian. 1.1 Latar Belakang Sektor pariwisata merupakan sektor yang tidak dapat

Lebih terperinci

KONDISI PELAYANAN FASILITAS SOSIAL KECAMATAN BANYUMANIK-SEMARANG BERDASARKAN PERSEPSI PENDUDUK TUGAS AKHIR

KONDISI PELAYANAN FASILITAS SOSIAL KECAMATAN BANYUMANIK-SEMARANG BERDASARKAN PERSEPSI PENDUDUK TUGAS AKHIR KONDISI PELAYANAN FASILITAS SOSIAL KECAMATAN BANYUMANIK-SEMARANG BERDASARKAN PERSEPSI PENDUDUK TUGAS AKHIR Oleh: ADHITA KUSUMA DWI CAHYANI L 2D 098 402 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ledakan jumlah penduduk mungkin bukan sebuah fenomena yang asing di telinga untuk saat ini. Fenomena ledakan jumlah penduduk hampir terjadi di seluruh belahan dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan perekonomian dan pembangunan di Indonesia yang didukung kegiatan di sektor industri sebagian besar terkonsentrasi di daerah perkotaan yang struktur dan infrastrukturnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah penduduk di Indonesia terus bertambah setiap tahun. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia tidak menunjukkan peningkatan, justru sebaliknya laju pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. (DIY) memiliki peran yang sangat strategis baik di bidang pemerintahan maupun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. (DIY) memiliki peran yang sangat strategis baik di bidang pemerintahan maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kota Yogyakarta sebagai ibu kota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) memiliki peran yang sangat strategis baik di bidang pemerintahan maupun perekonomian. Laju

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ruang Kota dan Perkembangannya

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ruang Kota dan Perkembangannya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Ruang Kota dan Perkembangannya Ruang merupakan unsur penting dalam kehidupan. Ruang merupakan wadah bagi makhluk hidup untuk tinggal dan melangsungkan hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota menurut Alan S. Burger The City yang diterjemahkan oleh (Dyayadi, 2008) dalam bukunya Tata Kota menurut Islam adalah suatu permukiman yang menetap (permanen) dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PERANCANGAN. dilakukan berbagai metode perancangan yang bersifat analisa yang

BAB III METODE PERANCANGAN. dilakukan berbagai metode perancangan yang bersifat analisa yang BAB III METODE PERANCANGAN Dalam perancangan Rumah Susun Sederhana Sewa, telah dilakukan berbagai metode perancangan yang bersifat analisa yang bertujuan untuk menunjang proses perancangan selanjutnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak, masih dianggap belum dapat menjadi primadona. Jika diperhatikan. dialihfungsikan menjadi lahan non-pertanian.

BAB I PENDAHULUAN. banyak, masih dianggap belum dapat menjadi primadona. Jika diperhatikan. dialihfungsikan menjadi lahan non-pertanian. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional bertujuan untuk kemakmuran rakyat, memerlukan keseimbangan antar berbagai sektor. Sektor pertanian yang selama ini merupakan aset penting karena

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI Jawa Barat Bagian Utara memiliki banyak potensi baik dari aspek spasial maupun non-spasialnya. Beberapa potensi wilayah Jawa Barat bagian utara yang berhasil diidentifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk yang hidup dan tinggal di daerah kota tersebut. Penduduk yang

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk yang hidup dan tinggal di daerah kota tersebut. Penduduk yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan sebuah kota sangat erat kaitannya dengan jumlah penduduk yang hidup dan tinggal di daerah kota tersebut. Penduduk yang banyak dan berkualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota merupakan tempat kosentrasi kegiatan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, meliputi kegiatan industri, perkantoran, hingga hunian. Perkembangan kegiatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era perkembangan ekonomi seperti saat ini, saat gelombang ekonomi mengakibatkan krisis di berbagai area kehidupan, masyarakat membutuhkan adanya sumber modal

Lebih terperinci

RUMAH SUSUN MILIK DI JAKARTA DENGAN PENENKANAN DESAIN MODERN-GREEN Sevi Maulani, 2014 BAB I PENDAHULUAN

RUMAH SUSUN MILIK DI JAKARTA DENGAN PENENKANAN DESAIN MODERN-GREEN Sevi Maulani, 2014 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mengapa rumah susun? Kebutuhan tempat tinggal merupakan kebutuhan primer manusia. Berbagai macam upaya pemenuh kebutuhan ini terwujud dengan semakin banyaknya proyek-proyek

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini merupakan kesimpulan akhir dari studi yang dilakukan dan beberapa saran dan rekomendasi terhadap studi lanjutan pengembangan pariwisata daerah studi. Kesimpulan berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perencanaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perencanaan 1.1 Latar Belakang Perencanaan BAB I PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia, hal ini dilihat dari banyaknya pulau yang tersebar di seluruh wilayahnya yaitu 17.504

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota merupakan perubahan kota yang terjadi dari waktu ke waktu. Indonesia seperti halnya negara-negara lainnya, sedang mengalami pertumbuhan perkotaan

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Perkembangan kepariwisataan dunia yang terus bergerak dinamis dan kecenderungan wisatawan untuk melakukan perjalanan pariwisata dalam berbagai pola yang berbeda merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap pembangunan menimbulkan suatu dampak baik itu dampak terhadap ekonomi, kehidupan sosial, maupun lingkungan sekitar. DKI Jakarta sebagai kota dengan letak yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan penduduk kota kota di Indonesia baik sebagai akibat pertumbuhan penduduk maupun akibat urbanisasi telah memberikan indikasi adanya masalah perkotaan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kawasan perkotaan cenderung mengalami pertumbuhan yang dinamis (Muta ali, 2011). Pertumbuhan populasi selalu diikuti dengan pertumbuhan lahan terbangun sebagai tempat

Lebih terperinci

BAB 2 KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

BAB 2 KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI BAB 2 KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI Sebagai sebuah dokumen rencana strategis berjangka menengah yang disusun untuk percepatan pembangunan sektor sanitasi skala kota, kerangka kebijakan pembangunan sanitasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Semarang merupakan Ibu Kota Jawa Tengah yang sekaligus memiliki potensi sebagai kota pesisir yang terletak di tepian Laut Jawa. Potensi pesisir tersebut berimplikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Pada saat ini keterbatasan lahan menjadi salah satu permasalahan di Jakarta

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Pada saat ini keterbatasan lahan menjadi salah satu permasalahan di Jakarta BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pada saat ini keterbatasan lahan menjadi salah satu permasalahan di Jakarta mengingat jumlah penduduk Jakarta yang terus bertambah, sehingga saat ini di Jakarta banyak

Lebih terperinci

Belakang Latar. yaitu. Kota. yang. dan dekat

Belakang Latar. yaitu. Kota. yang. dan dekat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Yogyakartaa memiliki empat kelompok kawasan permukiman yaitu lingkungan permukiman di kawasan cagar budaya, permukiman di kawasan kolonial, permukiman di kawasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengaruhnya (hinterland) akan mempunyai struktur (tata) ruang tertentu dalam

BAB I PENDAHULUAN. pengaruhnya (hinterland) akan mempunyai struktur (tata) ruang tertentu dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkotaan sebagai pusat permukiman dan sekaligus pusat pelayanan (jasa) terhadap penduduk kota ma 8upun penduduk dari wilayah yang menjadi wilayah pengaruhnya (hinterland)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kawasan perkotaan dari segi geografis kota diartikan sebagai suatu sistim jaringan kehidupan yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemakaian energi karena sumbernya telah menipis. Krisis lingkungan sangat mempengaruhi disiplin arsitektur di setiap

BAB I PENDAHULUAN. pemakaian energi karena sumbernya telah menipis. Krisis lingkungan sangat mempengaruhi disiplin arsitektur di setiap BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Arsitek pada jaman ini memiliki lebih banyak tantangan daripada arsitekarsitek di era sebelumnya. Populasi dunia semakin bertambah dan krisis lingkungan semakin menjadi.

Lebih terperinci

lib.archiplan.ugm.ac.id

lib.archiplan.ugm.ac.id BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan dasar berupa pangan, sandang dan papan memiliki berpengaruh yang erat terhadap kelangsungan hidup manusia. Salah satu kebutuhan dasar berupa papan sendiri

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kota Surabaya sebagai ibu kota Propinsi Jawa Timur merupakan salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. Kota Surabaya sebagai ibu kota Propinsi Jawa Timur merupakan salah satu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Surabaya sebagai ibu kota Propinsi Jawa Timur merupakan salah satu kota industri terbesar di Indonesia. Hal ini ditandai dengan meningkatnya kegiatan perdagangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teori Neighborhood unit muncul pertama kalinya pada tahun 1929 dari pemikiran Clarence Arthur Perry. Gagasan tersebut membuat dunia seolah sepakat bahwa Neighborhood

Lebih terperinci

RENTAL OFFICE DI DEPOK

RENTAL OFFICE DI DEPOK LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR RENTAL OFFICE DI DEPOK Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Diajukan Oleh : Devy Renita Aninda L2B

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Studi ini menyajikan analisis mengenai kualitas udara di Kota Tangerang pada beberapa periode analisis dengan pengembangan skenario sistem jaringan jalan dan variasi penerapan

Lebih terperinci

BAB VII RENCANA. 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa Tahapan Pembangunan Rusunawa

BAB VII RENCANA. 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa Tahapan Pembangunan Rusunawa BAB VII RENCANA 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa 7.1.1 Tahapan Pembangunan Rusunawa Agar perencanaan rumah susun berjalan dengan baik, maka harus disusun tahapan pembangunan yang baik pula, dimulai dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah 17.506 pulau besar dan kecil, dengan total garis pantai yang diperkirakan mencapai 81.000 Km, Indonesia

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN 1 Latar Belakang Pembangunan daerah seyogyanya dilakukan melalui penataan ruang secara lebih terpadu dan terarah, agar sumberdaya yang terbatas dapat dimanfaatkan secara efektif dan efisien.

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP VI.1. Temuan Studi

BAB VI PENUTUP VI.1. Temuan Studi BAB VI PENUTUP Pada bab terakhir ini dipaparkan beberapa hal sebagai bagian penutup, yakni mengenai temuan studi, kesimpulan, rekomendasi, kelemahan studi serta saran studi lanjutan. VI.1. Temuan Studi

Lebih terperinci

BAGIAN 1 PENDAHULUAN

BAGIAN 1 PENDAHULUAN BAGIAN 1 PENDAHULUAN A. Judul Rancangan SENTRA KERAJINAN TERPADU PENERAPAN SOCIAL SUSTAINABILITY SEBAGAI DASAR PENDEKATAN PERANCANGAN Sentra : Pusat aktivitas kegiatan usaha dilokasi atau kawasan tertentu,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Dalam rangka mengatasi masalah tersebut, Pemerintah melalui Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.

I. PENDAHULUAN. 1 Dalam rangka mengatasi masalah tersebut, Pemerintah melalui Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan penduduk merupakan fenomena yang menjadi potensi sekaligus permasalahan dalam pembangunan berkelanjutan. Hal tersebut terkait dengan kebutuhan ruang untuk

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1490, 2014 KEMENPERA. Perumahan. Kawasan Pemukiman. Daerah. Pembangunan. Pengembangan. Rencana. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

STARTEGI SANITASI KABUPATEN (SSK) KELOMPOK KERJA AMPL KABUPATEN ENREKANG

STARTEGI SANITASI KABUPATEN (SSK) KELOMPOK KERJA AMPL KABUPATEN ENREKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Perkembangan pembangunan kota yang terus berkembang dan pertumbuhan populasi penduduk dengan berbagai aktifitasnya yang terus meningkat dengan pesat menyebabkan pemenuhan

Lebih terperinci

`BAB I PENDAHULUAN. tertentu. Pada dasarnya pembangunan dalam sektor permukiman adalah

`BAB I PENDAHULUAN. tertentu. Pada dasarnya pembangunan dalam sektor permukiman adalah 1 `BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Memperhatikan arti penting permukiman yang tidak dapat dipisahkan dari ruang yang harus dimanfaatkannya, maka lingkup permukiman meliputi masalah-masalah yang menyangkut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertumbuhan penduduk yang terus meningkat menjadikan kebutuhan ruang semakin tidak terbatas. Aktivitas masyarakat baik dari segi ekonomi, sosial, maupun yang lainnya

Lebih terperinci

PENGANTAR KAJIAN PERKOTAAN DAN PERUMAHAN

PENGANTAR KAJIAN PERKOTAAN DAN PERUMAHAN PENGANTAR KAJIAN PERKOTAAN DAN PERUMAHAN Aditya Rizkyandi (06512075) Wahyu Tri H (06512066) Alfan Adhi B (04512068) M. Amruddin Nur Zamzam (07512116) Fathurrahman Oemar (08512162) Downtown holly wood,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Latar Belakang Proyek. Angka pertambahan penduduk yang tinggi dan perkembangan pesat di

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Latar Belakang Proyek. Angka pertambahan penduduk yang tinggi dan perkembangan pesat di BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Latar Belakang Proyek Angka pertambahan penduduk yang tinggi dan perkembangan pesat di bidang industri menyebabkan berbagai macam permasalahan dalam kehidupan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pintu gerbang suatu wilayah merupakan bagian yang penting bagi sebuah wilayah. Kawasan pintu gerbang merupakan cerminan yang langsung terlihat oleh pendatang

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN PENANGANAN PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN

KEBIJAKAN DAN PENANGANAN PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN KEBIJAKAN DAN PENANGANAN PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN Oleh: R.D Ambarwati, ST.MT. Bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perumahan dan pemukiman merupakan kebutuhan dasar manusia dan mempunyai peranan strategis dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa, dan perlu dibina dan dikembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan kota dari tahun ke tahun turut memengaruhi suhu perkotaan. Laporan United Nation tahun 2005 menyebutkan bahwa lebih dari setengah populasi dunia tinggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan kegiatan produktif manusia, baik sebagai wadah maupun

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan kegiatan produktif manusia, baik sebagai wadah maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah memiliki fungsi dan kedudukan yang sangat penting dalam berbagai kehidupan, menyebabkan tanah menjadi komoditi yang mempunyai nilai ekonomi yang sangat tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persoalan kecenderungan meningkatnya permintaan dan kurangnya penyediaan di

BAB I PENDAHULUAN. persoalan kecenderungan meningkatnya permintaan dan kurangnya penyediaan di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perumahan menjadi salah satu kebutuhan dasar manusia, dimana perkembangannya menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari sejarah perkembangan wilayah perkotaan. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aktivitas manusia semakin menuntut untuk cepat, efektif, dan efisien, khususnya dalam hal perpindahan, baik itu perpindahan manusia, barang, maupun perpindahan informasi.

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG Oleh : Ir. Bahal Edison Naiborhu, MT. Direktur Penataan Ruang Daerah Wilayah II Jakarta, 14 November 2013 KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG Pendahuluan Outline Permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan permukiman yang dihadapi kota kota besar di Indonesia semakin kompleks. Tingginya tingkat kelahiran dan migrasi penduduk yang tinggi terbentur pada kenyataan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengendalian pembangunan merupakan upaya mengatur kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Pengendalian pembangunan merupakan upaya mengatur kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengendalian pembangunan merupakan upaya mengatur kegiatan pembangunan yang meliputi pelaksanaan kegiatan pendirian bangunan, perekayasaaan, pertambangan maupun kegiatan

Lebih terperinci

TA 91. golf side town house. di Semarang. s a n t y l u s i a n i l2b BAB I PENDAHULUAN

TA 91. golf side town house. di Semarang. s a n t y l u s i a n i l2b BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan dasar dari manusia disamping pangan dan sandang adalah papan, yang disebut juga sebagai rumah. Awalnya manusia membuat rumah karena ingin mencari suatu tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I. PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I. PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim yang memiliki wilayah perairan lebih luas dibanding daratan. Secara fisik luas daratan di Indonesia ± 1,9 juta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses berkembangnya suatu kota baik dalam aspek keruangan, manusia dan aktifitasnya, tidak terlepas dari fenomena urbanisasi dan industrialisasi. Fenomena seperti

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan kawasan kawasan permukiman kumuh. Pada kota kota yang

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan kawasan kawasan permukiman kumuh. Pada kota kota yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pembangunan perkotaan yang begitu cepat, memberikan dampak terhadap pemanfaatan ruang kota oleh masyarakat yang tidak mengacu pada tata ruang kota yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan ruang. penambahan penduduk di kota-kota besar pada umumnya

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan ruang. penambahan penduduk di kota-kota besar pada umumnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Salah satu isu yang perlu mendapat perhatian saat ini adalah menyangkut fenomena daerah pinggiran kota dan proses perubahan spasial, serta sosial di daerah ini. Berawal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. urbanisasi ini tidak terlepas dari adanya faktor pendorong dan penarik untuk mengadu nasib

BAB I PENDAHULUAN. urbanisasi ini tidak terlepas dari adanya faktor pendorong dan penarik untuk mengadu nasib BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkotaan sebagai kawasan yang paling dinamis merupakan denyut nadi perkembangan wilayah serta memiliki kecenderungan untuk menjadi besar dan berkembang dengan dukungan

Lebih terperinci

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Salam Sejahtera Bagi Kita Semua,

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Salam Sejahtera Bagi Kita Semua, KETUA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PRODUK UNDANG-UNDANG YANG BERPIHAK PADA PERTUMBUHAN EKONOMI, KESEMPATAN KERJA, DAN KESEJAHTERAAN RAKYAT Makalah disampaikan pada Musyawarah Nasional Real

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bandung merupakan Ibukota Provinsi Jawa Barat dengan jumlah penduduk berdasarkan proyeksi sensus penduduk tahun 2012 yaitu 2,455,517 juta jiwa, dengan kepadatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan permukiman padat huni di tepian sungai perkotaan merupakan bagian dari struktur kota yang menjadi komponen penting kawasan. Menurunnya kualitas ruang sering

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia disamping kebutuhan sandang dan pangan. Dikatakan sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia disamping kebutuhan sandang dan pangan. Dikatakan sebagai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah atau tempat tinggal merupakan salah satu kebutuhan dasar (primer) manusia disamping kebutuhan sandang dan pangan. Dikatakan sebagai kebutuhan dasar (basic human

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan kendaraan tapi cukup dengan berjalan kaki saja.

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan kendaraan tapi cukup dengan berjalan kaki saja. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Keterbatasan lahan sekarang ini adalah masalah besar jika kita mengingat populasi penduduk yang terus bertambah, terutama di ibukota kita ini DKI Jakarta. Semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hotel Resort Syariah di Kawasan Wisata Ngarai Sianok Bukittinggi

BAB I PENDAHULUAN. Hotel Resort Syariah di Kawasan Wisata Ngarai Sianok Bukittinggi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pariwisata halal adalah bagian dari industri pariwisata yang ditujukan untuk wisatawan Muslim. Pelayanan wisatawan dalam pariwisata halal merujuk pada aturanaturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemicu munculnya permasalahan lingkungan baik biotik, sosial, kultural,

BAB I PENDAHULUAN. pemicu munculnya permasalahan lingkungan baik biotik, sosial, kultural, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan spasial kota yang tidak terkendali diyakini akan menjadi pemicu munculnya permasalahan lingkungan baik biotik, sosial, kultural, ekonomi pada masa yang

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I P E N D A H U L U A N BAB I P E N D A H U L U A N Bab I tediri dari ; Latar Belakang, Tujuan dan Sasaran, Ruang Lingkup, Kedudukan Dokumen RP2KPKP dalam Kerangka Pembangunan Kota Medan dan Sistematika Pembahasan 1.1. Latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan Isu Perkembangan Properti di DIY

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan Isu Perkembangan Properti di DIY BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan 1.1.1 Isu Perkembangan Properti di DIY Jogjakarta semakin istimewa. Kekuatan brand Jogja di industri properti merupakan salah satu kota atau daerah paling

Lebih terperinci

CONDOMINUM DI KAWASAN CENTRAL BUSINESS DISTRICT JAKARTA SELATAN Dengan Penekanan Desain Arsitektur Post-Modern

CONDOMINUM DI KAWASAN CENTRAL BUSINESS DISTRICT JAKARTA SELATAN Dengan Penekanan Desain Arsitektur Post-Modern LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR CONDOMINUM DI KAWASAN CENTRAL BUSINESS DISTRICT JAKARTA SELATAN Dengan Penekanan Desain Arsitektur Post-Modern Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Feri Susanty Spesial, Tahun 2007, 6). Populasi dan permintaan penduduk terhadap hunian yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. Feri Susanty Spesial, Tahun 2007, 6). Populasi dan permintaan penduduk terhadap hunian yang semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.1.1 Latar Belakang Pemilihan Proyek Tempat tinggal merupakan salah satu kebutuhan dasar dan pokok manusia. Oleh karena itu, kebutuhan akan hunian sangat penting dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sampai saat ini pemanfaatan ruang masih belum sesuai dengan harapan yakni terwujudnya ruang yang nyaman, produktif dan berkelanjutan. Menurunnya kualitas permukiman

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sebanyak 8,2 juta hektar untuk mengatasi kekurangan pangan dan luas lahan

BAB 1 PENDAHULUAN. sebanyak 8,2 juta hektar untuk mengatasi kekurangan pangan dan luas lahan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Latar Belakang Topik dan Tema Berdasarkan statistik yang ada, Indonesia kekurangan lahan pertanian sebanyak 8,2 juta hektar untuk mengatasi kekurangan pangan dan luas

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR RUMAH SUSUN SEWA DI KAWASAN INDUSTRI KABUPATEN KARANGANYAR

TUGAS AKHIR RUMAH SUSUN SEWA DI KAWASAN INDUSTRI KABUPATEN KARANGANYAR TUGAS AKHIR RUMAH SUSUN SEWA DI KAWASAN INDUSTRI KABUPATEN KARANGANYAR Diajukan sebagai Pelengkap dan Syarat guna Mencapai Gelar Sarjana Teknik Arsitektur Universitas Muhmmadiyah Surakarta Disusun oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. memanifestasikan perbenturan antara kepentingan yang berbeda dan sering

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. memanifestasikan perbenturan antara kepentingan yang berbeda dan sering 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam proses penataan ruang, pergeseran fungsi lahan hampir mustahil untuk dihindarkan. Pergeseran fungsi lahan yang berlangsung pesat di berbagai daerah

Lebih terperinci

STUDI MANAJEMEN ESTAT PADA KAWASAN SUPERBLOK MEGA KUNINGAN, JAKARTA (Studi Kasus: Menara Anugrah dan Bellagio Residences) TUGAS AKHIR

STUDI MANAJEMEN ESTAT PADA KAWASAN SUPERBLOK MEGA KUNINGAN, JAKARTA (Studi Kasus: Menara Anugrah dan Bellagio Residences) TUGAS AKHIR STUDI MANAJEMEN ESTAT PADA KAWASAN SUPERBLOK MEGA KUNINGAN, JAKARTA (Studi Kasus: Menara Anugrah dan Bellagio Residences) TUGAS AKHIR Oleh: DIAN RETNO ASTUTI L2D 004 306 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PERANCANGAN. Dalam Perancangan Hotel Resort Wisata Organik ini terdapat kerangka

BAB III METODELOGI PERANCANGAN. Dalam Perancangan Hotel Resort Wisata Organik ini terdapat kerangka BAB III METODELOGI PERANCANGAN Dalam Perancangan Hotel Resort Wisata Organik ini terdapat kerangka kajian yang diuraikan dalam beberapa tahap, antara lain: 3.1 Pencarian Ide / Gagasan Tahapan kajian yang

Lebih terperinci

HOTEL BINTANG EMPAT DENGAN FASILITAS PERBELANJAAN DAN HIBURAN DIKAWASAN PANTAI MARINA SEMARANG

HOTEL BINTANG EMPAT DENGAN FASILITAS PERBELANJAAN DAN HIBURAN DIKAWASAN PANTAI MARINA SEMARANG LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR TUGAS AKHIR - 36 Periode Januari Juni 2011 HOTEL BINTANG EMPAT DENGAN FASILITAS PERBELANJAAN DAN HIBURAN DIKAWASAN PANTAI MARINA SEMARANG Diajukan

Lebih terperinci