BAB I PENDAHULUAN. lingkungan. Hal ini karena beberapa jenis sampah memiliki kandungan material

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. lingkungan. Hal ini karena beberapa jenis sampah memiliki kandungan material"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan tentang sampah saat ini telah menjadi isu serius yang berkembang menjadi permasalahan publik. Penumpukan sampah dapat mengakibatkan aroma tidak sedap dan berpotensi mengganggu kelestarian lingkungan. Hal ini karena beberapa jenis sampah memiliki kandungan material kimia yang dapat membahayakan lingkungan dan kesehatan manusia jika tidak dikelola dengan baik dan benar. Menurut Amu (2004), meningkatnya kebutuhan akibat pertambahan jumlah penduduk yang disertai oleh perubahan gaya hidup secara kumulatif menciptakan masyarakat yang konsumtif yang potensial menjadi faktor penyebab rusaknya lingkungan. Penumpukan sampah pada dasarnya merupakan hasil dari aktivitas konsumtif masyarakat yang tidak diimbangi dengan peningkatan kesadaran untuk menjaga kebersihan lingkungan. Di kawasan perkotaan, isu mengenai persampahan menjadi salah satu tantangan lingkungan terbesar di negara maju maupun berkembang. Kawasan perkotaan yang terus menerus mengalami pertumbuhan bukan hanya berimplikasi pada munculnya pengelolaan sampah yang tidak tuntas, tetapi juga pada rendahnya ketersediaan air bersih, munculnya slum area dan aksesibilitas terhadap pelayanan publik yang semakin rendah (Devas dan Rakodi, 1993; Sherbinin dan Martine, 2007). Gunungan sampah di daerah perkotaan di seluruh dunia terus meningkat bersama dengan peningkatan populasi penduduk, bahkan di 1

2 beberapa daerah produksi sampah sudah mencapai tingkatan yang sulit untuk dikendalikan (Ichimura, 2003:5). Demikian pula yang terjadi di kawasan perkotaan Daerah Istimewa Yogyakarta, pertambahan jumlah penduduk di kawasan perkotaan DIY ternyata memiliki hubungan positif dengan pertambahan jumlah sampah yang dihasilkan. Kabupaten/ Kota Tabel Jumlah Penduduk DIY Menurut Kabupaten/Kota Tahun Tahun Pertumbuha n Rata-rata (%/Tahun) Kulonprogo ,10 Gunungkidul ,90 Bantul ,68 Sleman ,00 Yogyakarta ,75 DIY ,46 Sumber: DIY dalam Angka 2014, BPS Tabel di atas menunjukkan bahwa dari tahun ke tahun jumlah penduduk di semua kabupaten/kota DIY mengalami pertumbuhan. Jika dicermati, daerahdaerah perkotaan seperti Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul memiliki pertumbuhan rata-rata lebih tinggi daripada Kabupaten Gunungkidul ataupun Kulonprogo. Meskipun dalam tabel di atas, Kota Yogyakarta yang notabene merupakan kawasan perkotaan mengalami pertumbuhan rata-rata paling rendah yaitu hanya 0,75% per tahun, Kota Yogyakarta merupakan daerah yang memiliki kepadatan penduduk paling tinggi jika dibandingkan dengan kabupaten yang lain. Berdasarkan data BPS, kepadatan penduduk Kota Yogyakarta di tahun 2013 diproyeksikan mencapai jiwa/km 2. Pertambahan jumlah penduduk khususnya di kawasan perkotaan berbanding lurus dengan pertambahan jumlah 2

3 sampah yang dihasilkan. Hal ini dapat dilihat dari jumlah sampah yang diangkut ke TPA Piyungan dari tahun ke tahun. Tabel Jumlah Sampah Masuk TPA Piyungan Berdasarkan Kabupaten/Kota Tahun (dalam Kg) Kabupaten/Kota Tahun Sleman Kota Yogyakarta Bantul Total Sumber: Sekber Kartamantul Setiap tahunnya jumlah sampah yang masuk ke TPA Piyungan cenderung mengalami peningkatan. Kota Yogyakarta merupakan penyumbang sampah paling banyak di antara kabupaten yang lain, padahal jika dicermati Kota Yogyakarta memiliki jumlah penduduk yang paling sedikit daripada Kabupaten Sleman maupun Kabupaten Bantul. Hal ini tentunya cukup beralasan mengingat julukan Kota Yogyakarta sebagai Kota Pelajar yang secara otomatis banyak pelajar dari luar kota yang bertempat tinggal di Kota Yogyakarta, sehingga sampah yang dihasilkan bukan hanya sampah dari penduduk yang menetap di Kota Yogyakarta tetapi juga dari para pendatang. Kesuksesan sebuah kota dalam mengelola sampah menjadi sebuah indikator keberhasilan organisasi untuk bekerjasama mengatasi permasalahan lingkungan paling utama di perkotaan (Middleton dalam Nyakaana, 1997:1). Pengelolaan Sampah di daerah perkotaan saat ini menjadi sebuah permasalahan yang begitu kompleks, apalagi mengingat karakteristik daerah perkotaan yang lebih banyak berupa building coverage (tutupan bangunan) daripada vegetation coverage 3

4 (tutupan vegetasi). Banyaknya alih fungsi lahan di daerah perkotaan yang digunakan untuk membangun infrastruktur kota menyebabkan terbatasnya lahan untuk mengelola sampah. Pengelolaan sampah di kawasan perkotaan di DIY dilakukan dengan mekanisme kerjasama antar daerah yang melibatkan Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul (Kartamantul). Ketiga daerah tersebut memiliki tempat pembuangan sampah yang dikelola secara bersama-sama. Kartamantul merupakan sebuah kerjasama antar daerah dalam mengelola prasarana dan sarana perkotaan yang terdiri dari Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul. Kerjasama pengelolaan prasarana dan sarana perkotaan tersebut meliputi pengelolaan sampah, transportasi, jalan, air bersih, air limbah, dan drainase. Terbentuknya Kartamantul bermula dari adanya proyek P3KT (Program Pembangunan Prasarana Kota Terpadu)/YUDP (Yogyakarta Urban Development Project) pada tahun 1990 yang dikoordinasi oleh Pemerintah Provinsi DIY dengan Lembaga Kerja Sama Pembangunan Swiss (SDC). Proyek ini kemudian menghasilkan pembangunan TPA sampah yang dikelola secara aktif sejak tahun Pembangunan TPA sampah tersebut pada dasarnya dilatarbelakangi pada kondisi Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul di tahun 1990 yang memiliki permasalahan yang sama, yaitu buruknya sistem pembuangan sampah sementara di sisi lain pertumbuhan penduduk terus mengalami peningkatan (DEGOLSEA, 2011; 74). Melalui fasilitasi yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta, ketiga daerah tersebut pada akhirnya 4

5 sepakat untuk mendirikan TPA Sampah Piyungan di Kabupaten Bantul, yang kemudian dikelola dengan mekanisme kerjasama. Keterbatasan lahan untuk pengelolaan sampah merupakan satu permasalahan utama yang dihadapi oleh Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul akibat banyaknya alih fungsi lahan di daerah perkotaan yang digunakan untuk membangun infrastruktur kota. Pengelolaan sampah dengan mekanisme kerjasama ini semakin menemukan relevansinya ketika Kota Yogyakarta terus mengalami pertumbuhan dan berkembang ke wilayah sekitarnya yang kemudian beraglomerasi dan membentuk apa yang disebut sebagai kawasan Aglomerasi Perkotaan Yogyakarta atau Greater Yogya. Gambar Peta Aglomerasi Perkotaan Yogyakarta Sumber: Pusat Studi Perencanaan Pembangunan Regional,

6 Berdasarkan peta aglomerasi perkotaan Yogyakarta di atas, terlihat bahwa kawasan perkotaan telah melebihi batas administratif Kota Yogyakata dan merambah ke wilayah Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul. Pembangunan kota yang melebihi batas administratif menuntut sebuah pendekatan pengelolaan sarana prasarana perkotaan yang baru. Hal ini disebabkan oleh semakin kompleksnya permasalahan yang timbul dari ketiga daerah tersebut akibat hubungan fungsional dalam bidang sosial, ekonomi maupun budaya yang semakin intensif. Gagasan mengenai kerjasama antar daerah menjadi sebuah pendekatan alternatif baru dalam mengelola sarana prasarana perkotaan. Mekanisme kerjasama menawarkan prinsip pengelolaan yang lebih efisien dan efektif karena masing-masing daerah dapat melakukan pertukaran sumberdaya dan memecahkan permasalahan secara bersama-sama. Hadirnya TPA Sampah Piyungan yang dikelola dengan mekanisme kerjasama memberikan kesempatan bagi ketiga daerah untuk menyediakan fasilitas perkotaan yang lebih efisien dan efektif. Ruang lingkup kerjasama tersebut di antaranya: 1. Pemanfaatan bersama prasarana dan sarana TPA Sampah Piyungan yang berlokasi di Dusun Ngablak, Desa Sitimulyo, Kecamatan Piyungan, Kabupaten Bantul. 2. Pengelolaan TPA sampah yang meliputi: pengelolaan operasional dan pemeliharaaan, pengembangan prasarana dan sarana, pembentukan organisasi pengelola operasi dan pemeliharaan serta tim pengawas, pengelolaan 6

7 lingkungan hidup, pembiayaan operasi dan pemeliharaan serta pengembangan prasarana TPA piyungan. Pelayanan pengelolaan sampah yang diberikan oleh Kartamantul meliputi kawasan Aglomerasi Perkotaan Yogyakarta (APY) yang notabene cukup luas (lihat Tabel 1.A.1). Cakupan pelayanan sampah tersebut meliputi 9 kecamatan di Kabupaten Sleman, 14 kecamatan di Kota Yogyakarta, dan 5 kecamatan di Kabupaten Bantul. Tabel Cakupan Wilayah Pelayanan TPA Piyungan Kabupaten Sleman Kota Yogyakarta Kabupaten Bantul Kecamatan Gamping Kecamatan Ngaglik Kecamatan Mlati Kecamatan Berbah Kecamatan Depok Kecamatan Mantrijeron Kecamatan Kotagede Kecamatan Umbulharjo Kecamatan Wirobrajan Kecamatan Mergangsan Kecamatan Kasihan Kecamatan Banguntapan Kecamatan Pleret Kecamatan Sewon Kecamatan Piyungan Kecamatan Sleman Kecamatan Ngemplak Kecamatan Kalasan Kecamatan Godean Kecamatan Kraton Kecamatan Pakualaman Kecamatan Ngampilan Kecamatan Gedong Tengen Kecamatan Jetis Kecamatan Gondokusuman Kecamatan Danurejan Kecamatan Gondomanan Kecamatan Tegalrejo Sumber: Sekber Kartamantul Sementara itu, berdasarkan Tribunjogja (26 Januari 2016), setiap harinya terdapat 450 hingga 500 ton sampah dibuang ke TPA Piyungan. Ini merupakan jumlah yang cukup besar. Secara lebih rinci, jumlah sampah yang masuk ke TPA Piyungan dapat dilihat pada grafik berikut ini: 7

8 Grafik Jumlah Sampah Masuk TPA Piyungan (dalam Kg) Tahun Sumber: Sekber Kartamantul Berdasarkan grafik (1.1.1) di atas terlihat bahwa dari tahun 2008 hingga 2013 jumlah sampah yang masuk di TPA Piyungan terus mengalami kenaikan setiap tahunnya, meskipun sempat terjadi penurunan jumlah pada tahun 2009 yaitu hanya mencapai kg. Jika dilihat dari jumlah sampah yang masuk di TPA Piyungan dan luasnya cakupan wilayah pelayanan sampah, maka sebenarnya pengelolaan sampah TPA Piyungan yang dikelola oleh Kartamantul menjadi sebuah urusan yang sangat strategis. Kerjasama Kartamantul bahkan disebut sebagai best practice kerjasama antar daerah. Pengelolaan TPA Piyungan merupakan salah satu kerjasama pengelolaan sampah yang terintegrasi dengan baik (DELGOSEA, 2011), bahkan kesuksesan dalam pengelolaan TPA Piyungan telah menginspirasi perluasan sektor yang dikerjasamakan oleh Kartamantul. Pada awalnya, pengelolaan TPA Piyungan dikelola dengan mekanisme kerjasama oleh Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul dibawah koordinasi Pemerintah Provinsi DIY. Akan tetapi, setelah disahkannya 8

9 Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah kedudukan kabupaten/kota dibawah koordinasi pemerintah provinsi secara hierarkis tidak lagi relevan (Chalid, 2005). Hal ini berdampak pada bentuk kerjasama Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul di bawah koordinasi Pemerintah Provinsi DIY menjadi tidak relevan. Dukungan regulasi ini kemudian memberikan keleluasaan bagi Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul (Kartamantul) untuk melakukan kerja sama secara otonom dalam mengelola TPA Piyungan. Bahkan di tahun 2001 ketiga daerah tersebut mendirikan Sekretariat Bersama Kartamantul. Setelah kurang lebih 14 tahun TPA Piyungan dikelola oleh Kartamantul secara otonom, kewenangan pengelolaan TPA Piyungan diambilalih oleh Pemerintah Provinsi DIY (Tribunjogja, 25 Januari 2015; Antaranews, 15 Februari 2015). Pengelolaan TPA Piyungan telah menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi DIY sejak 1 Januari Pengambilalihan ini berarti menggeser kewenangan Kartamantul, keputusan puncak yang semula berada di tangan ketiga daerah (Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul) telah beralih ke Pemerintah Provinsi DIY. Di samping itu, pengambilalihan kewenangan tersebut juga berarti bahwa ada otoritas lain yang sewaktu-waktu dapat memaksakan keputusan ketiga daerah. Dengan kata lain, otoritas yang dimiliki Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul dalam menentukan kebijakan pengelolaan sampah menjadi semakin berkurang. Berdasarkan pemaparan di atas, penelitian tentang alasan pengambilalihan kewenangan pengelolaan TPA Piyungan oleh Pemerintah Provinsi DIY menjadi 9

10 menarik untuk diteliti. Hal ini karena beberapa alasan, pertama bahwa lingkup pelayanan TPA yang sangat luas yaitu meliputi seluruh wilayah Kota Yogyakarta, sembilan kecamatan di Kabupaten Sleman dan lima kecamatan di Kabupaten Bantul menandakan bahwa pengelolaan TPA Piyungan merupakan urusan yang sangat strategis dan membutuhkan model manajemen pengelolaan yang baik agar dapat memberikan pelayanan prima untuk masyarakat. Kedua, capaian kerjasama Kartamantul yang sering disebut sebagai best practice tentunya mendeskripsikan bahwa kerjasama antar daerah tersebut selama ini berjalan dengan baik, gagasan tersebut kemudian menjadi rancu karena adanya pengambilalihan pengelolaan TPA Piyungan oleh DIY. Oleh karena itu penelitian mengenai pengambilalihan kewenangan pengelolaan TPA Piyungan dari Kartamantul oleh Pemerintah Provinsi DIY menjadi menarik untuk dilakukan guna mendeskripsikan fenomena yang terjadi dibalik pengambilalihan tersebut. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Mengapa terjadi pengambilalihan pengelolaan TPA Piyungan dari Kartamantul oleh Pemerintah Provinsi DIY? 10

11 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan alasan pengambilalihan pengelolaan sampah TPA Piyungan oleh Pemerintah Provinsi DIY secara argumentatif. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Untuk masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat menambah kajian terkait pengelolaan urusan sampah, khususnya terkait pengelolaan TPA. 2. Untuk pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi Pemerintah Provinsi DIY, khususnya Dinas PUP-ESDM dalam pengambilan keputusan terkait pengelolaan sampah di TPA Piyungan. 3. Untuk Kartamantul, penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan untuk meningkatkan kinerja kerjasama Kartamantul dalam pengelolaan sampah melalui pembelajaran kerjasama pengelolaan TPA Piyungan. 4. Untuk Jurusan Manajemen dan Kebijakan Publik, penelitian ini diharapkan dapat menambah kajian terkait kerjasama antar daerah dan manajemen perkotaan, khususnya di bidang pengelolaan sampah. 11

STRATEGI PERWUJUDAN KERJASAMA ANTAR DAERAH DALAM PERCEPATAN PEMENUHAN STANDAR PELAYANAN PERKOTAAN

STRATEGI PERWUJUDAN KERJASAMA ANTAR DAERAH DALAM PERCEPATAN PEMENUHAN STANDAR PELAYANAN PERKOTAAN STRATEGI PERWUJUDAN KERJASAMA ANTAR DAERAH DALAM PERCEPATAN PEMENUHAN STANDAR PELAYANAN PERKOTAAN Pemerintah Daerah DIY Disampaikan dalam Lokakarya Nasional Diseminasi Kebijakan dan Strategi Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami pertumbuhan pesat. Yogyakarta sebagai Ibukota Provinsi Daerah

BAB I PENDAHULUAN. mengalami pertumbuhan pesat. Yogyakarta sebagai Ibukota Provinsi Daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Yogyakarta merupakan salah satu kota besar di Indonesia yang mengalami pertumbuhan pesat. Yogyakarta sebagai Ibukota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta menyandang

Lebih terperinci

Lampiran I.34 PENETAPAN DAERAH PEMILIHAN DAN JUMLAH KURSI ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI DALAM PEMILIHAN UMUM TAHUN 2014

Lampiran I.34 PENETAPAN DAERAH PEMILIHAN DAN JUMLAH KURSI ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI DALAM PEMILIHAN UMUM TAHUN 2014 Lampiran I. : Keputusan Komisi Pemilihan Umum : 106/Kpts/KPU/TAHUN 01 : 9 MARET 01 ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI DALAM PEMILIHAN UMUM TAHUN 01 No DAERAH PEMILIHAN JUMLAH PENDUDUK JUMLAH

Lebih terperinci

Cadangan Airtanah Berdasarkan Geometri dan Konfigurasi Sistem Akuifer Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Cadangan Airtanah Berdasarkan Geometri dan Konfigurasi Sistem Akuifer Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Cadangan Airtanah Berdasarkan Geometri dan Konfigurasi Sistem Akuifer Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta BAB I PENDAHULUAN I. 1. LATAR BELAKANG Sepanjang sejarah peradaban

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Bantul terletak pada Lintang Selatan dan 110

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Bantul terletak pada Lintang Selatan dan 110 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Deskripsi Daerah Daerah hulu dan hilir dalam penelitian ini adalah Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul. Secara geografis Kabupaten Sleman terletak pada 110 33 00

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tentu saja akan banyak dan bervariasi, sampah, limbah dan kotoran yang

BAB I PENDAHULUAN. yang tentu saja akan banyak dan bervariasi, sampah, limbah dan kotoran yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan manusia untuk mempertahankan dan meningkatkan taraf hidup, menuntut berbagai pengembangan teknologi untuk memenuhi kebutuhan manusia yang tidak ada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Mulai. Identifikasi masalah Adanya pencemaran airtanah karena kebocoran tangki timbun di SPBU. Survey Pendahuluan

BAB III METODE PENELITIAN. Mulai. Identifikasi masalah Adanya pencemaran airtanah karena kebocoran tangki timbun di SPBU. Survey Pendahuluan 17 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Alir penelitian akan ditampilkan dalam bentuk flowchart pada gambar 3.1. Mulai Identifikasi masalah Adanya pencemaran airtanah karena kebocoran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cukup. Sumber daya manusia yang masih di bawah standar juga melatar belakangi. kualitas sumber daya manusia yang ada di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. cukup. Sumber daya manusia yang masih di bawah standar juga melatar belakangi. kualitas sumber daya manusia yang ada di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang kaya sumber daya manusia dan sumber daya alamnya. Namun sebagian wilayah yang ada di Indonesia rakyatnya tergolong miskin.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) atau lebih populer dengan sebutan

I. PENDAHULUAN. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) atau lebih populer dengan sebutan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) atau lebih populer dengan sebutan Jogja merupakan salah satu destinasi pendidikan dan pariwisata di Indonesia. Julukannya sebagai kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selain itu juga merupakan salah satu tujuan masyarakat di berbagai wilayah di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. selain itu juga merupakan salah satu tujuan masyarakat di berbagai wilayah di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Yogyakarta dikenal dengan julukan sebagai kota pelajar, kota budaya serta kota pariwisata. Julukan tersebut tersemat bukan tanpa alasan. Salah satunya tentu

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN

BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN A. Deskripsi Daerah Penelitian Daerah penelitian terletak di 3 (tiga) Kabupaten/Kota yaitu bagian utara adalah Kabupaten Sleman, bagian tengah adalah Kota Yogyakarta,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cukup tinggi mengakibatkan peningkatan jumlah kendaraan yang beroperasi di

BAB I PENDAHULUAN. cukup tinggi mengakibatkan peningkatan jumlah kendaraan yang beroperasi di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertambahan penduduk biasanya diikuti pula dengan bertambahnya kegiatan atau aktivitas yang dilakukan oleh semua lapisan masyarakat disetiap bidangnya. Salah satu

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KOTA YOGYAKARTA

BAB III TINJAUAN KOTA YOGYAKARTA BAB III TINJAUAN KOTA YOGYAKARTA 3.1. TINJAUAN UMUM 3.1.1. Kondisi Administrasi Luas dan Batas Wilayah Administrasi Kota Yogyakarta telah terintegrasi dengan sejumlah kawasan di sekitarnya sehingga batas

Lebih terperinci

BAB 3 TINJAUAN WILAYAH

BAB 3 TINJAUAN WILAYAH P erpustakaan Anak di Yogyakarta BAB 3 TINJAUAN WILAYAH 3.1. Tinjauan Umum Daerah Istimewa Yogyakarta 3.1.1. Kondisi Geografis Daerah Istimewa Yogyakarta Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN OBYEK PENELITIAN. wilayah kecamatan dan 45 wilayah kelurahan yang sebagian besar tanahnya. formasi geologi batuan sedimen old andesit.

BAB II GAMBARAN OBYEK PENELITIAN. wilayah kecamatan dan 45 wilayah kelurahan yang sebagian besar tanahnya. formasi geologi batuan sedimen old andesit. BAB II GAMBARAN OBYEK PENELITIAN Deskripsi Kota Yogyakarta a. Geografi Luas wilayah Kota Yogyakarta kurang lebih hanya 1,02 % dari seluruh luas wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta, yaitu 32, km2. Terbagi

Lebih terperinci

Bab II GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN. A. Sejarah Direktorat Jenderal Pajak DIY

Bab II GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN. A. Sejarah Direktorat Jenderal Pajak DIY Bab II GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN A. Sejarah Direktorat Jenderal Pajak DIY Perjalanan reformasi birokrasi nampaknya tak terasa sudah dimulai sejak tahun 2002 yang dimasinisi oleh departemen keungan

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 12/PJ/2010 TENTANG : NOMOR OBJEK PAJAK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN TATA CARA PEMBERIAN NOP

LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 12/PJ/2010 TENTANG : NOMOR OBJEK PAJAK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN TATA CARA PEMBERIAN NOP LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 12/PJ/2010 TENTANG : NOMOR OBJEK PAJAK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN TATA CARA PEMBERIAN NOP DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PEMERINTAHAN KOTA YOGYAKARTA DAN BADAN LINGKUNGAN HIDUP YOGYAKARTA

BAB II GAMBARAN UMUM PEMERINTAHAN KOTA YOGYAKARTA DAN BADAN LINGKUNGAN HIDUP YOGYAKARTA BAB II GAMBARAN UMUM PEMERINTAHAN KOTA YOGYAKARTA DAN BADAN LINGKUNGAN HIDUP YOGYAKARTA 2.1 Profil Kota Yogyakarta 2.1.1 Deskripsi Wilayah Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta yang meliputi daerah Kasultanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (1.4) Kegunaan penelitian; (1.5) Keaslian penelitian dan (1.6) Batasan istilah;

BAB I PENDAHULUAN. (1.4) Kegunaan penelitian; (1.5) Keaslian penelitian dan (1.6) Batasan istilah; BAB I PENDAHULUAN Dalam Bab Pendahuluan ini diuraikan hal-hal pokok yang menjelaskan tentang: (1.1) Latar belakang; (1.2) Rumusan masalah; (1.3) Tujuan penelitian; (1.4) Kegunaan penelitian; (1.5) Keaslian

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. 1. Cekungan Aitanah Yogyakarta Sleman memiliki kondisi hidrogeologi seperti

BAB V KESIMPULAN. 1. Cekungan Aitanah Yogyakarta Sleman memiliki kondisi hidrogeologi seperti BAB V KESIMPULAN V.1 Kesimpulan 1. Cekungan Aitanah Yogyakarta Sleman memiliki kondisi hidrogeologi seperti berikut : Tipe akuifer pada Cekungan Airtanah Yogyakarta Sleman adalah akuifer bebas, yang meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikenal sebagai kota pendidikan dan kota pariwisata dengan jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. dikenal sebagai kota pendidikan dan kota pariwisata dengan jumlah penduduk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan provinsi di Indonesia yang dikenal sebagai kota pendidikan dan kota pariwisata dengan jumlah penduduk yang cukup padat. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi suatu daerah ini juga harus disertai

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi suatu daerah ini juga harus disertai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada suatu wilayah bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi suatu daerah ini juga harus disertai dengan pemerataan pada tiap-tiap

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR: PER- 12 /PJ/2010 TENTANG NOMOR OBJEK PAJAK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN TATA CARA PEMBERIAN NOP

LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR: PER- 12 /PJ/2010 TENTANG NOMOR OBJEK PAJAK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN TATA CARA PEMBERIAN NOP LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR: PER- 12 /PJ/2010 TENTANG NOMOR OBJEK PAJAK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN TATA CARA PEMBERIAN NOP DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peraturan penyelenggaraan otonomi daerah, pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN LOKASI Studio Foto Sewa di Kota Yogyakarta

BAB III TINJAUAN LOKASI Studio Foto Sewa di Kota Yogyakarta BAB III TINJAUAN LOKASI Studio Foto Sewa di Kota Yogyakarta Studio foto sewa di Kota Yogyakarta merupakan wadah bagi fotograferfotografer baik hobi maupun freelance untuk berkarya dan bekerja dalam bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertambahan penduduk dan aktivitas masyarakat akan semakin meningkat seiring dengan kemajuan teknologi, yang juga akan membawa dampak terhadap permasalahan lingkungan.

Lebih terperinci

BAB V PROGRAM DAN KEGIATAN KOTA

BAB V PROGRAM DAN KEGIATAN KOTA BAB V PROGRAM DAN KEGIATAN KOTA 5.1 Rencana Peningkatan Pengelolaan Limbah Cair. 5.1.1 Sistem Terpusat (Offsite System) Rencana pengembangan pengelolaan limbah cair dengan sistem terpusat pada masa tiga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gerakan kampug hijau yang semakin berkembang di Indonesia tidak lepas

BAB I PENDAHULUAN. Gerakan kampug hijau yang semakin berkembang di Indonesia tidak lepas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gerakan kampug hijau yang semakin berkembang di Indonesia tidak lepas dari peran dan upaya kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga lingkungan itu sendiri. Menjaga

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Intepretasi Variabel BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Langkah paling awal dalam penelitian ini adalah penentuan lokasi penelitian. Lokasi penelitian ini ditentukan dengan membuat peta daerah aliran

Lebih terperinci

penduduk yang paling rendah adalah Kabupaten Gunung Kidul, yaitu sebanyak 454 jiwa per kilo meter persegi.

penduduk yang paling rendah adalah Kabupaten Gunung Kidul, yaitu sebanyak 454 jiwa per kilo meter persegi. penduduk yang paling rendah adalah Kabupaten Gunung Kidul, yaitu sebanyak 454 jiwa per kilo meter persegi. III.1.3. Kondisi Ekonomi Berdasarkan data dari Biro Pusat Statistik, perhitungan PDRB atas harga

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. serta bagian selatan adalah Kabupaten Bantul, Provinsi D.I Yogyakarta.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. serta bagian selatan adalah Kabupaten Bantul, Provinsi D.I Yogyakarta. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Daerah Penelitian 1. Kondisi Fisiografis Daerah Penelitian Daerah penelitian terletak di 3 (tiga) Kabupaten/Kota yaitu bagian utara adalah Kabupaten

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN

BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN A. Deskripsi Kota Yogyakarta 1. Letak, Luas dan Batas Wilayah Administrasi Kota Yogyakarta Luas wilayah Kota Yogyakarta adalah 3.250 Ha atau 32,50 Km2 (1,2% dari luas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Permasalahan Sampah di Daerah Istimewa Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN Permasalahan Sampah di Daerah Istimewa Yogyakarta BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Permasalahan Sampah di Daerah Istimewa Yogyakarta Permasalahan sampah di berbagai daerah di Indonesia memang tidak ada habisnya. Begitu pula yang dialami oleh

Lebih terperinci

KESEHATAN DINAS KESEHATAN Halaman 7

KESEHATAN DINAS KESEHATAN Halaman 7 URUSAN PEM. ORGANISASI KODE REKENING : : 1.02 - KESEHATAN 1.02.01 - DINAS KESEHATAN Halaman 7 URAIAN ANGGARAN REALISASI Bertambah/ 1.02 1.02.01 00 00 4 PENDAPATAN 11.614.196.593,00 19.717.892.852,00 8.103.696.259,00

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 74 TAHUN 2008 TENTANG

WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 74 TAHUN 2008 TENTANG WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 74 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN, KEDUDUKAN, FUNGSI DAN RINCIAN TUGAS UNIT PELAKSANA TEKNIS PADA DINAS KESEHATAN KOTA YOGYAKARTA WALIKOTA

Lebih terperinci

DATA KUALITAS AIR SUMUR PERIODE APRIL TAHUN 2015

DATA KUALITAS AIR SUMUR PERIODE APRIL TAHUN 2015 DATA KUALITAS AIR SUMUR PERIODE APRIL No : Kulonprogo Parameter Satuan Baku Mutu 1 2 3 4 5 6 7 1 Suhu udara ± 3 C thd suhu 31 32 31 32 32 33 33 29 29 29 29,5 30 30 33 3 Bau Tidak Berbau Tidak Berbau Tidak

Lebih terperinci

DIDIT DAMUR ROCHMAN DAN YASSER HADI WIBAWA Teknik Industri Universitas Widyatama

DIDIT DAMUR ROCHMAN DAN YASSER HADI WIBAWA Teknik Industri Universitas Widyatama ALOKASI DONASI DARI CONSOLIDATION CENTER KE DISTRIBUTION CENTER DENGAN MENGGUNAKAN METODE TRANSPORTASI (STUDI KASUS: GEMPA D.I. YOGYAKARTA, 27 MEI 2006) DIDIT DAMUR ROCHMAN DAN YASSER HADI WIBAWA Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Adanya perubahan Undang-Undang Otonomi daerah dari UU

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Adanya perubahan Undang-Undang Otonomi daerah dari UU BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Adanya perubahan Undang-Undang Otonomi daerah dari UU No 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat

Lebih terperinci

REKAPITULASI USULAN PROGRAM/KEGIATAN TAHUN Fungsi, Urusan, Program dan Kegiatan Indikatif. Pagu Indikatif (Rp) 01 FUNGSI : PELAYANAN UMUM

REKAPITULASI USULAN PROGRAM/KEGIATAN TAHUN Fungsi, Urusan, Program dan Kegiatan Indikatif. Pagu Indikatif (Rp) 01 FUNGSI : PELAYANAN UMUM REKAPITULASI USULAN PROGRAM/KEGIATAN TAHUN 2010 No 01 FUNGSI : PELAYANAN UMUM 63.811.994.753 01 1 06 URUSAN : PERENCANAAN PEMBANGUNAN 1.749.914.583 SKPD : BAPPEDA 1.749.914.583 408.323.750 57.865.500 3

Lebih terperinci

PROFIL IPAL YOGYAKARTA

PROFIL IPAL YOGYAKARTA PROFIL IPAL YOGYAKARTA Pengembangan SPAL-T Yogyakarta Sejak Tahun 1994 Direktorat Jenderal Cipta Karya telah membangun Sistem Pengelolaan Air Limbah Terpusat (SPALT) di wilayah aglomerasi perkotaan Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN LOKASI

BAB III TINJAUAN LOKASI BAB III TINJAUAN LOKASI 3.1 Tinjauan Data Pusat Rehabilitasi Narkoba di Yogyakarta 3.1.1 Esensi Pusat Rehabilitasi Narkoba adalah suatu sarana yang melaksanakan rehabilitasi sosial dan rehabilitasi medis

Lebih terperinci

FORUM TEMATIK BIDANG SARPRAS

FORUM TEMATIK BIDANG SARPRAS FORUM TEMATIK BIANG SARPRAS Potensi dan Permasalahan (1) K A W A S A N P E R K O T A A N Y O G Y A K A R T A Godean Kasihan Gamping Mlati Jetis Ngaglik KABUPATEN SLEMAN epok Tegalrejo Gondokusuman Gedongtengen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota senantiasa mengalami perkembangan seiring berjalannya waktu. Pada perkembangannya, kota dapat mengalami perubahan baik dalam segi fungsi maupun spasial. Transformasi

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 11 TAHUN 2008 T E N T A N G

PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 11 TAHUN 2008 T E N T A N G PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 11 TAHUN 2008 T E N T A N G PEMBENTUKAN, SUSUNAN, KEDUDUKAN, TUGAS POKOK KECAMATAN DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

ANALISIS POLA MORFOLOGI DAN INTERAKSI SPASIAL PERKOTAAN DI KOTA YOGYAKARTA DENGAN WAHANA CITRA LANDSAT. NASKAH PUBLIKASI ILMIAH Program Studi Geografi

ANALISIS POLA MORFOLOGI DAN INTERAKSI SPASIAL PERKOTAAN DI KOTA YOGYAKARTA DENGAN WAHANA CITRA LANDSAT. NASKAH PUBLIKASI ILMIAH Program Studi Geografi 1 ANALISIS POLA MORFOLOGI DAN INTERAKSI SPASIAL PERKOTAAN DI KOTA YOGYAKARTA DENGAN WAHANA CITRA LANDSAT NASKAH PUBLIKASI ILMIAH Program Studi Geografi Diajukan Oleh: Bayu Ariyadi NIRM : E 100 13 0004

Lebih terperinci

Menimbang. bahwa sesuai ketentuan Pasal 17 dan Pasal 24 peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 05 Tahun 2013 tentang Tata Cara

Menimbang. bahwa sesuai ketentuan Pasal 17 dan Pasal 24 peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 05 Tahun 2013 tentang Tata Cara KONiISI PEMILIHAN UMUM KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 706 /KpIs/KPU/TAHUN 2013 TENTANG PENETAPAN DAERAH PEMILIHAN DAN ALOKASI KURSI SETIAP DAEMH PEMILIHAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lapangan kerja yang cukup tinggi, di Kabupaten Sleman terdapat banyak

BAB I PENDAHULUAN. lapangan kerja yang cukup tinggi, di Kabupaten Sleman terdapat banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sesuai dengan uraian pemerintah Kabupaten Sleman mengenai luas wilayah, Sleman merupakan satu dari lima kabupaten yang terdapat di Daerah Istimewa Yogyakarta. Luas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk khususnya di wilayah perkotaan dipengaruhi dari berbagai faktor-faktor yang menyebabkan suatu daerah menjadi padat penduduknya. Hal ini akan menimbulkan

Lebih terperinci

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Konsep Penelitian Penyusunan penelitian ini dilakukan dengan menentukan tingkat bahaya banjir yang kemudian dilanjutkan dengan menentukan tingkat kerentanan wilayah terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) Sewon dibangun pada awal

BAB I PENDAHULUAN. Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) Sewon dibangun pada awal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang a. Profil IPAL Sewon Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) Sewon dibangun pada awal Januari 1994 Desember 1995 yang kemudian dioperasikan pada tahun 1996. IPAL Sewon

Lebih terperinci

PENENTUAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS DI WILAYAH PINGGIRAN KOTA YOGYAKARTA

PENENTUAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS DI WILAYAH PINGGIRAN KOTA YOGYAKARTA JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 PENENTUAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS DI WILAYAH PINGGIRAN KOTA YOGYAKARTA Wahyu Endy Pratista 1, Putu GdeAriastita 2 Program

Lebih terperinci

TPST Piyungan Bantul Pendahuluan

TPST Piyungan Bantul Pendahuluan TPST Piyungan Bantul I. Pendahuluan A. Latar belakang Perkembangan teknologi yang semakin maju dan kemegahan zaman mempengaruhi gaya hidup manusia ke dalam gaya hidup yang konsumtif dan serba instan. Sehingga

Lebih terperinci

BAB 3 TINJAUAN WILAYAH RUMAH SINGGAH PENDERITA KANKER LEUKEMIA DI YOGYAKARTA

BAB 3 TINJAUAN WILAYAH RUMAH SINGGAH PENDERITA KANKER LEUKEMIA DI YOGYAKARTA BAB 3 TINJAUAN WILAYAH RUMAH SINGGAH PENDERITA KANKER LEUKEMIA DI YOGYAKARTA 3.1 Tinjauan Umum Kota Yogyakarta 3.1.1 Luas Wilayah Kota Yogyakarta Gambar 3.1 Peta Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi yang semakin maju dan kemegahan zaman

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi yang semakin maju dan kemegahan zaman BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi yang semakin maju dan kemegahan zaman mempengaruhi gaya hidup manusia ke dalam gaya hidup yang konsumtif dan serba instan. Hal ini memberi

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN

BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN A. KONDISI UMUM KOTA YOGYAKARTA 1. Visi dan Misi Kota Yogyakarta a. Visi Terwujudnya Kota Yogyakarta sebagai kota pendidikan berkualitas, Berkarakter dan Inklusif, Pariwisata

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Obyek Penelitian Obyek pada penelitian ini yaitu UKM yang berada di Kota Yogyakarta dan peneliti mengambil sampel dari beberapa Kecamatan yang berada di Kota Yogyakarta diantaranya

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2018 WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Indonesia saat ini tengah menghadapi sebuah kondisi krisis pangan seiring

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Indonesia saat ini tengah menghadapi sebuah kondisi krisis pangan seiring 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Indonesia saat ini tengah menghadapi sebuah kondisi krisis pangan seiring dengan laju pertambahan penduduk yang terus meningkat. Pertambahan penduduk ini menjadi ancaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Pengendalian pemanfaatan ruang merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Pengendalian pemanfaatan ruang merupakan bagian yang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pengendalian pemanfaatan ruang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses penataan ruang. Pemanfaatan ruang dibanyak daerah di Indonesia, dalam pelaksanaan

Lebih terperinci

BIDANG SARANA DAN PRASARANA LAPORAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN SEKTOR PERUMAHAN

BIDANG SARANA DAN PRASARANA LAPORAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN SEKTOR PERUMAHAN PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2013 BIDANG SARANA DAN PRASARANA LAPORAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN SEKTOR PERUMAHAN i DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL...

Lebih terperinci

NASKAH SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN BAHAYA DAN KERENTANAN BANJIR DI YOGYAKARTA

NASKAH SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN BAHAYA DAN KERENTANAN BANJIR DI YOGYAKARTA NASKAH SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN BAHAYA DAN KERENTANAN BANJIR DI YOGYAKARTA (Studi Kasus: DAS Code) 1 Andhika Prayudhatama 2, Nursetiawan 3, Restu Faizah 4 ABSTRAK Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk yang banyak dan terbesar ke-4 di dunia dengan jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. penduduk yang banyak dan terbesar ke-4 di dunia dengan jumlah penduduk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang memiliki jumlah penduduk yang banyak dan terbesar ke-4 di dunia dengan jumlah penduduk sebanyak 255.993.674 jiwa atau

Lebih terperinci

Wahyudi Kumorotomo, PhD Magister Administrasi Publik Universitas Gadjah Mada 27 September 2013

Wahyudi Kumorotomo, PhD Magister Administrasi Publik Universitas Gadjah Mada 27 September 2013 Wahyudi Kumorotomo, PhD Magister Administrasi Publik Universitas Gadjah Mada 27 September 2013 www.kumoro.staff.ugm.ac.id 081 328 488 444 1. Kondisi umum DIY 2. Otonomi Daerah Setelah UU No. 13/2012 3.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan

Lebih terperinci

KAJIAN PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA DI KECAMATAN UMBULHARJO, KOTA YOGYAKARTA TUGAS AKHIR

KAJIAN PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA DI KECAMATAN UMBULHARJO, KOTA YOGYAKARTA TUGAS AKHIR KAJIAN PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA DI KECAMATAN UMBULHARJO, KOTA YOGYAKARTA TUGAS AKHIR Oleh : YUSUP SETIADI L2D 002 447 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang menjadi pusat perhatian dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

RINGKASAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DAN ORGANISASI SKPD TAHUN ANGGARAN 2013

RINGKASAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DAN ORGANISASI SKPD TAHUN ANGGARAN 2013 LAMPIRAN II PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013 RINGKASAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan Kota. Arus pembangunan kota era reformasi ditandai dengan maraknya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan Kota. Arus pembangunan kota era reformasi ditandai dengan maraknya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Perkembangan Kota Arus pembangunan kota era reformasi ditandai dengan maraknya pembangunan pemukiman dan prasarana fisik bagi masyarakat. Berbagai kegiatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki potensi pajak yang sangat

PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki potensi pajak yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki potensi pajak yang sangat tinggi, akan tetapi banyak potensi pajak yang hilang atau tidak diperhatikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Piramida Hirarki Kebutuhan (Sumber : en.wikipedia.org)

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Piramida Hirarki Kebutuhan (Sumber : en.wikipedia.org) Bab 1 Pendahuluan - 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengadaan Proyek Masyarakat perkotaan sebagai pelaku utama kegiatan di dalam sebuah kota, memiliki kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pasar yang menjanjikan. Hal ini terlihat dari banyaknya perusahaan multinasional

BAB I PENDAHULUAN. pasar yang menjanjikan. Hal ini terlihat dari banyaknya perusahaan multinasional BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia usaha yang semakin pesat, ditandai dengan semakin bertambahnya pelaku usaha baik dari dalam maupun dari luar negeri. Indonesia menjadi salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konsep desentralisasi dan otonomi daerah di Republik Indonesia sudah

BAB I PENDAHULUAN. Konsep desentralisasi dan otonomi daerah di Republik Indonesia sudah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konsep desentralisasi dan otonomi daerah di Republik Indonesia sudah berlangsung lama bahkan sebelum tahun 1945. Era reformasi menjadi titik puncak dari konsep desentralisasi

Lebih terperinci

2. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional; 3. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah;

2. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional; 3. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah; PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 22 TAHUN 2000 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA Menimbang

Lebih terperinci

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PROVINSI JAWA TIMUR

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PROVINSI JAWA TIMUR - 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PROVINSI JAWA TIMUR I. UMUM Air merupakan karunia Tuhan sebagai salah satu sumberdaya

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN WILAYAH

BAB III TINJAUAN WILAYAH BAB III TINJAUAN WILAYAH 3.1. Tinjauan Umum Daerah Istimewa Yogyakarta 3.1.1. Kondisi Geografis Daerah Istimewa Yogyakarta Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu provinsi dari 33 provinsi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperbarui adalah sumber daya lahan. Sumber daya lahan sangat penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. diperbarui adalah sumber daya lahan. Sumber daya lahan sangat penting bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk di Indonesia sekarang masih tergolong tinggi berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) yaitu 1,49 % per tahun, akibatnya diperlukan usaha

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Kebijakan Jampersal di Kota Yogyakarta? b. Bagaimana pelaksanaan Jampersal di Kota Yogyakarta tahun 2013?

LAMPIRAN. Kebijakan Jampersal di Kota Yogyakarta? b. Bagaimana pelaksanaan Jampersal di Kota Yogyakarta tahun 2013? LAMPIRAN Pedoman Wawancara 1. Kepala UPT PJKD Kota Yogyakarta: a. Bagaimana persiapan UPT PJKD Kota Yogyakarta dalam implementasi Kebijakan Jampersal di Kota Yogyakarta? b. Bagaimana pelaksanaan Jampersal

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor tidak terlepas

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KAWASAN KOTA YOGYAKARTA

BAB III TINJAUAN KAWASAN KOTA YOGYAKARTA BAB III TINJAUAN KAWASAN KOTA YOGYAKARTA III.1 TINJAUAN UMUM KOTA YOGYAKARTA III.1.1 Kondisi Geografis Yogyakarta Yogyakarta terletak antara 110 o 24'19"-110 o 28'53" Bujur Timur dan antara 07 o 49'26"-07

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Konsep Penelitian Penelitian mengenai tingkat bahaya dan kerentanan banjir juga pernah dilaksanakan oleh Lusi Santry, mahasiswa jurusan teknik sipil Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN WILAYAH

BAB III TINJAUAN WILAYAH BAB III TINJAUAN WILAYAH 3.1. TINJAUAN UMUM DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Pembagian wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) secara administratif yaitu sebagai berikut. a. Kota Yogyakarta b. Kabupaten Sleman

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN WILAYAH YOGYAKARTA

BAB III TINJAUAN WILAYAH YOGYAKARTA BAB III TINJAUAN WILAYAH YOGYAKARTA 3.1 TINJAUAN UMUM WILAYAH YOGYAKARTA 3.1.1 Kondisi Geografis dan Aministrasi Kota Yogyakarta terletak di bagian tengah-selatan Pulau Jawa dengan luas 32,50 km2. Kota

Lebih terperinci

KEPUTUSAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 363 TAHUN 2014 TENTANG

KEPUTUSAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 363 TAHUN 2014 TENTANG KEPUTUSAN NOMOR 363 TAHUN 2014 TENTANG TAMBAHAN FORMASI PEGAWAI NEGERI SIPIL DARI PELAMAR UMUM Menimbang : a. bahwa agar setiap SKPD mampu melaksanakan tugas pokok dan fungsi secara optimal untuk mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masalah pertumbuhan penduduk yang tinggi membawa konsekuensi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masalah pertumbuhan penduduk yang tinggi membawa konsekuensi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah pertumbuhan penduduk yang tinggi membawa konsekuensi terhadap pemenuhan kebutuhan perumahan yang berakibat pada tuntutan penyediaan lahan di perkotaan yang

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN WILAYAH KOTA YOGYAKARTA. 3.1 Tinjauan Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta

BAB III TINJAUAN WILAYAH KOTA YOGYAKARTA. 3.1 Tinjauan Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta BAB III TINJAUAN WILAYAH KOTA YOGYAKARTA 3.1 Tinjauan Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta Tinjauan wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta akan membahas kondisi geografis, kondisi administratif, potensi dan

Lebih terperinci

Laporan Teknis. Jilid II Laporan Utama

Laporan Teknis. Jilid II Laporan Utama JAPAN INTERNATIONAL COOPERATION AGENCY (JICA) KEMENTRIAN PEKERJAAN UMUM DAN PEMERINTAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA REPUBLIK INDONESIA PENELITIAN TENTANG RENCANA PENGEMBANGAN PENYEDIAAN AIR REGIONAL

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN LOKASI BANGUNAN REHABILITASI ALZHEIMER DI YOGYAKARTA

BAB III TINJAUAN LOKASI BANGUNAN REHABILITASI ALZHEIMER DI YOGYAKARTA BAB III TINJAUAN LOKASI BANGUNAN REHABILITASI ALZHEIMER DI YOGYAKARTA Bangunan Rehabilitasi Alzheimer di Yoyakarta merupakan tempat untuk merehabilitasi pasien Alzheimer dan memberikan edukasi atau penyuluhan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode dasar deskriftif. Metode deskriftif artinya

METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode dasar deskriftif. Metode deskriftif artinya III. METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Penelitian Penelitian ini menggunakan metode dasar deskriftif. Metode deskriftif artinya metode yang digunakan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, maka

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, maka 142 BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Bahwa peranan BKPM DIY dalam upaya mendorong penanaman

Lebih terperinci

1 BANTUL 100% 100% 2 SLEMAN 100% 100% 3 GUNUNGKIDUL 100% 100% 4 KULONPROGO 100% 100% 5 KOTA YOGYAKARTA 100% 100%

1 BANTUL 100% 100% 2 SLEMAN 100% 100% 3 GUNUNGKIDUL 100% 100% 4 KULONPROGO 100% 100% 5 KOTA YOGYAKARTA 100% 100% NO KAB/KOTA REK.KAB F/II/KB/11 REK.KAB F/I/DAL/10 1 100% 100% 2 100% 100% 3 GUNUNGKIDUL 100% 100% 4 KULONPROGO 100% 100% 5 100% 100% 2 NO. 1 Kab Sleman KABUPATEN / KOTA DPS BPS JML TEMPAT JML TEMPAT 2

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM WILAYAH. Sleman merupakan salah satu Kabupaten yang terdapat di Daerah Istimewa

KEADAAN UMUM WILAYAH. Sleman merupakan salah satu Kabupaten yang terdapat di Daerah Istimewa IV. KEADAAN UMUM WILAYAH A. Kabupaten Sleman 1. Kondisi Geografis Sleman merupakan salah satu Kabupaten yang terdapat di Daerah Istimewa Yogyakarta. Secara geografis Kabupaten Sleman terletak diantara

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN WILAYAH BANTUL

BAB III TINJAUAN WILAYAH BANTUL BAB III TINJAUAN WILAYAH BANTUL 3.1. Tinjauan Kabupaten Bantul 3.1.1. Tinjauan Geografis Kabupaten Bantul Kabupaten Bantul merupakan salah satu Kabupaten dari 5 Kabupaten/Kota di Daerah Istimewa Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perkembangan kota yang semakin meningkat seharusnya diimbangi dengan penyediaan sarana dan prasarana pendukung kota yang akan memberikan dampak positif terhadap tingkat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketahanan pangan menjadi salah satu isu permasalahan penting pada skala global, apalagi jika dihubungkan dengan isu perubahan iklim yang secara langsung mengancam pola

Lebih terperinci

PENENTUAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS DI KECAMATAN PINGGIRAN KOTA YOGYAKARTA. Wahyu Endy Pratista Dosen Pembimbing Putu Gde Ariastita ST

PENENTUAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS DI KECAMATAN PINGGIRAN KOTA YOGYAKARTA. Wahyu Endy Pratista Dosen Pembimbing Putu Gde Ariastita ST PENENTUAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS DI KECAMATAN PINGGIRAN KOTA YOGYAKARTA Wahyu Endy Pratista 3608100049 Dosen Pembimbing Putu Gde Ariastita ST Latar Belakang Perkembangan perkotaan sekarang kian pesat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, sosial dan budaya dengan sendirinya juga mempunyai warna

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, sosial dan budaya dengan sendirinya juga mempunyai warna BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota merupakan daerah yang memiliki mobilitas yang tinggi. Daerah perkotaan menjadi pusat dalam setiap daerah. Ketersediaan akses sangat mudah didapatkan di

Lebih terperinci

PULAU BAHANG KOTA (URBAN HEAT ISLAND) DI YOGYAKARTA HASIL INTERPRETASI CITRA LANDSAT TM TANGGAL 28 MEI 2012

PULAU BAHANG KOTA (URBAN HEAT ISLAND) DI YOGYAKARTA HASIL INTERPRETASI CITRA LANDSAT TM TANGGAL 28 MEI 2012 PULAU BAHANG KOTA (URBAN HEAT ISLAND) DI YOGYAKARTA HASIL INTERPRETASI CITRA LANDSAT TM TANGGAL 28 MEI 2012 Oleh : Suksesi Wicahyani 1), Setia Budi sasongko 2), Munifatul Izzati 3) 1) Mahasiswa Magister

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam rangka pembangunan nasional di Indonesia, pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam rangka pembangunan nasional di Indonesia, pembangunan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka pembangunan nasional di Indonesia, pembangunan daerah yang merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang di arahkan untuk mengembangkan

Lebih terperinci