BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Yogyakarta merupakan pusat pemerintahan dan pusat perekonomian utama di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Pertumbuhan ekonomi Kota Yogyakarta pertahun untuk periode mencapai 8,10% dan periode sebesar 6,44% telah memicu perkembangan Kota Yogyakarta dengan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi yang tersebar di seluruh wilayah. Kondisi ini telah menarik banyak pendatang baik dari wilayah-wilayah sekitar maupun dari luar Provinsi DIY untuk mencari pekerjaan dan bermukim. Peningkatan jumlah pendatang ke Kota Yogyakarta menyebabkan terjadinya peningkatan permintaan fasilitas permukiman, sedangkan lahan untuk permukiman di Kota Yogyakarta terbatas dengan harga yang semakin mahal. Kondisi ini menyebabkan sebagian besar penduduk memilih tempat permukiman di luar Kota Yogyakarta dimana harga tanah masih lebih terjangkau yaitu di Kabupaten Bantul dan Kabupaten Sleman. Hal ini dapat dilihat dalam laju pertumbuhan penduduk Kota Yogyakarta yang berubah dari pertumbuhan positif yaitu 0,34% pada tahun menjadi pertumbuhan negatif -0,39 pada tahun Kecamatan-kecamatan di sekitar pusat kota menunjukkan gejala penurunan jumlah penduduk yang cukup tajam, sementara kecamatankecamatan di Kabupaten Bantul dan Kabupaten Sleman yang berbatasan dengan pinggiran Kota Yogyakarta yang menunjukkan peningkatan jumlah penduduk 1

2 2 yang cukup signifikan. Hal ini mengindikasikan terdapatnya perpindahan penduduk dari pusat kota ke daerah pinggiran kota, implikasi dari perkembangan permukiman di daerah pinggiran kota. (YUDP, 2002). Khusus di tiga kecamatan di Kabupaten Bantul yang berbatasan dengan Kota Yogyakarta yaitu Kecamatan Banguntapan, Sewon dan Kasihan, selama tahun , proses urban sprawl ini menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah penduduk sebesar 1,38% pertahun diatas rata-rata Kabupaten Bantul yaitu sebesar 0,86%. Dalam kurun waktu yang sama, implikasi lain dari urban sprawl ini adalah terjadinya alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan permukiman sebesar 472 Ha atau 1,15% pertahun. Pemerintah Kabupaten Bantul melihat semakin banyak permukiman baru baik secara personal maupun bersama-sama yang tidak tertata dengan baik dan memanfaatkan lahan pertanian yang subur, sehingga memandang perlu untuk merencanakan suatu kawasan permukiman yang terpadu dengan tata guna lahan yang tidak mengusik lahan pertanian. Untuk mengantisipasi kondisi tersebut, Pemerintah Kabupaten Bantul merencanakan suatu kawasan yang dipersiapkan secara mantap dan mampu mewadahi perkembangan dan pertumbuhan penduduk yaitu Bantul Kota Mandiri. Rencana pengembangan kawasan Bantul Kota Mandiri didasarkan pada Keputusan Bupati Nomor 120 Tahun 2002 tentang Rencana Tata Ruang (Master Plan) Kawasan Bantul Kota Mandiri. Tujuan pengembangan kawasan Bantul Kota Mandiri adalah untuk menyediakan suatu kawasan yang berskala kota satelit sebagai wujud pemenuhan tuntutan kebutuhan hidup yang mandiri, modern,

3 3 harmonis, tertata, berbudaya, agamis dan berwawasan lingkungan dengan arah pengembangan sesuai dengan Sub Wilayah Pengembangan (SWP) I bagian selatan. Arah pengembangan pemanfaatan/peruntukan ruang meliputi blok/zona pendidikan, industri menengah/ringan, perumahan dan permukiman, perdagangan dan jasa (komersial) yang dilengkapi dengan ruang terbuka hijau (green area atau open space) lengkap dengan fasilitas sarana dan prasarananya. Oleh karena itu kawasan Bantul Kota Mandiri diharapkan dapat menjadi kota satelit baru di wilayah Kabupaten Bantul dengan menyediakan kawasan perumahan bagi masyarakat Provinsi DIY sehingga lebih tertata dengan harga yang lebih terjangkau. Kawasan Bantul Kota Mandiri direncanakan memanfaatkan lahan marjinal yang kurang produktif yang terletak di Desa Guwosari, Desa Sendangsari, dan Desa Triwidadi, Kecamatan Pajangan, dan Desa Bangunjiwo di Kecamatan Kasihan. Luas areal kawasan terdiri dari sekitar ha sebagai inti Kawasan Bantul Kota Mandiri dan sekitar ha sebagai daerah penyangga (hinterland), sehingga luas keseluruhan Kawasan Bantul Kota Mandiri adalah ha. Untuk mendukung perkembangan Kawasan Bantul Kota Mandiri, dalam Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 04 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bantul Tahun , Pemerintah Kabupaten Bantul telah menetapkan kawasan tersebut sebagai kawasan strategis permukiman dan ekonomi. Selain itu diharapkan juga dengan adanya Kawasan Bantul Kota Mandiri mampu menjadi pusat pertumbuhan sendiri yang dapat meningkatkan pertumbuhan perekonomian masyarakat setempat.

4 4 Dalam jangka waktu tahun 2003 sampai dengan tahun 2013 ini, kawasan Bantul Kota Mandiri belum berkembang sesuai dengan Rencana Tata Ruang (Master Plan) Kawasan Bantul Kota Mandiri. Dari beberapa fungsi Kawasan Bantul Kota Mandiri yang direncanakan, hanya fungsi sebagai kawasan permukiman yang cukup berkembang sedangkan fungsi sebagai kawasan industri menengah/ringan, perdagangan dan jasa, pendidikan dan rekreasi/olah raga belum berkembang sesuai rencana. Melihat perkembangan kawasan Bantul Kota Mandiri, peneliti ingin mengadakan penelitian untuk mengetahui sejauhmana peran Pemerintah Kabupaten Bantul dalam mewujudkan Kawasan Bantul Kota Mandiri. Faktor kebijakan pemerintah khususnya Pemerintah Kabupaten Bantul diduga merupakan faktor utama untuk dapat mewujudkan Bantul Kota Mandiri, karena dengan karakteristik geografis kawasan Bantul Kota Mandiri yang kurang menarik bagi investor dan penduduk untuk tinggal Rumusan Masalah Sejak penetapan Kawasan Bantul Kota Mandiri sebagai kawasan strategis, beberapa kebijakan dan program Pemerintah telah dilaksanakan untuk mewujudkan rencana tata ruangnya dan mendapat respon dari pihak swasta maupun masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengembangan kawasan, tetapi perkembangan yang terjadi dalam sepuluh tahun ini belum sesuai dengan rencana tata ruang Kawasan Bantul Kota Mandiri. Berdasarkan kondisi tersebut, maka disusun rumusan permasalahan terkait Kawasan Bantul Kota Mandiri adalah :

5 5 1. Sejauhmana peran pemerintah khususnya Pemerintah Kabupaten Bantul dalam mewujudkan Bantul Kota Mandiri? 2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kegagalan implementasi kebijakan Pemerintah Kabupaten Bantul dalam pengembangan Kawasan Bantul Kota Mandiri? 1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan menganalisis keberadaan kota satelit baru yang tumbuh di Indonesia, dalam hal ini adalah Bantul Kota Mandiri dengan cara : 1. mendeskripsikan implementasi kebijakan pemerintah dalam rangka mewujudkan Bantul Kota Mandiri. 2. mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kegagalan implementasi kebijakan dalam pengembangan Kawasan Bantul Kota Mandiri selama periode Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah 1. untuk menambah pengetahuan dan bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan terutama dalam proses implementasi kebijakan pengembangan kawasan. 2. memberikan masukan dan rekomendasi kepada Pemerintah Kabupaten Bantul dalam mengembangkan Kawasan Bantul Kota Mandiri.

6 Ruang Lingkup Batasan kedalaman pembahasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Ruang lingkup wilayah dalam penelitian ini adalah sebagian Kecamatan Pajangan, Kecamatan Kasihan, Kecamatan Pandak dan Kecamatan Bantul sebanyak 45 dusun yang termasuk dalam Kawasan Bantul Kota Mandiri. 2. Ruang lingkup waktu dalam penelitian ini adalah diawali dari awal tahun 2000 dimana Kebijakan Bantul Kota Mandiri mulai direncanakan sampai dengan tahun Ruang lingkup substansi, meliputi kebijakan dan implementasi kebijakan kegiatan pemerintah untuk mengembangkan Kawasan Bantul Kota Mandiri Keaslian Penelitian Berbagai penelitian mengenai perkembangan kota baru dan faktor-faktor yang mempengaruhi, selama sepengetahuan penulis telah dilakukan beberapa penelitian lainnya. Namun berdasarkan penelusuran peneliti, penelitian sejenis yang pernah dilakukan memiliki kemiripan dari fokus dan modus, yaitu didasarkan pada fokus yang sama dengan metode mendeskripsikan perkembangan suatu kota dan mengidentifikasikan faktor-faktor yang mempengaruhinya, sedangkan perbedaan penelitian adalah (1) tujuan penelitian, (2) fokus penelitian mengenai kota baru dengan jenis dan fungsi kota yang berbeda, (3) lokasi penelitian dan (4) waktu penelitian. Djoko Sujarto (1993) meneliti tentang Kinerja dan Dampak Rata Ruang dalam Pembangunan Kota Baru, Studi Kasus Kota Terpadu Bumi Bekasi Baru,

7 7 dengan kesimpulan penelitian adalah (1) penilaian kinerja unsur tata ruang kota baru yang dicerminkan oleh nilai manfaat dan kemampuan setiap komponen fungsional kotanya, (2) adanya 11 faktor utama yang menjadi landasan dalam penilaian kinerja unsur tata ruang kota baru dan 10 faktor utama penilaian dampak keberadaan kota baru terhadap permukiman di sekitarnya, dan (3) adanya simpangan antara tingkat pelayanan unsur tata ruang kota baru yang direncanakan dengan pelayanan nyata yang dapat dimanfaatkan dan dinikmati oleh penduduk kota baru tersebut. Penelitian kota baru yang lain dilakukan oleh Siti Sutriah Nurzaman (1993) yang meneliti tentang Kota Baru dalam Lingkup Pengembangan Wilayah dengan kesimpulan penelitian adalah (1) pertumbuhan kota baru berkaitan dengan pertumbuhan wilayah dimana kota baru tersebut berada, (2) kota baru akan tumbuh di tempat yang perkembangan wilayahnya tinggi, terutama apabila terdapat lonjakan dalam perkembangan ekonomi atau lonjakan penduduk yang sangat tinggi, (3) lonjakan seperti itu, hanya terjadi karena pengolahan sumber daya alam yang sangat besar (minyak bumi, kayu, tembaga dan sebagainya) atau lonjakan ekonomi yang lain, misalnya investasi PMA dan PMDN pada sektor industri di pusat-pusat perkembangan yang sudah ada, dan (4) Kesimpulan lain adalah jika pertumbuhan ekonomi naik dengan landai, yang terjadi bukan pertumbuhan kota baru yang betul-betul baru, tetapi mungkin kota baru dalam bentuk perluasan kota lama yang sudah ada. Penelitian yang hampir sama dilakukan oleh Rosvitayati Umbu Nday tahun Nday melakukan penelitian tentang Perkembangan Pola Spasial Kota

8 8 Kupang dalam Konteks Pembangunan Kota Baru Pemerintahan. Tujuan penelitian ini adalah (1) memberikan gambaran pola perkembangan spasial Kota Kupang setelah pembangunan kota baru, (2) memberikan gambaran proses perkembangan yang terjadi baik dari aspek fisik dan non fisik, (3) mengetahui proses dan latar belakang pembentukan pola-pola spasial yang secara langsung dapat mengidentifikasi faktor-faktor pemicunya, (4) mengetahui seberapa besar pengaruh kota baru terhadap pola perkembangan spasial Kota Kupang. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologis dengan hasil penelitian adalah (1) Perkembangan pola spasial Kota Kupang berorientasi di wilayah kota baru sebagai kawasan multi fungsi untuk perkantoran, pendidikan, industri, perdagangan jasa, rekreasi, permukiman, peningkatan jaringan infrastruktur sehingga menjadi pusat aktivitas, dan (2) proses pertumbuhan dan perkembangan kota baru khususnya dan Kota Kupang umumnya dipengaruhi oleh faktor kebijaksanaan pemerintah. Penelitian kota baru yang lain terkait dengan kemandirian sebuah kota baru dilakukan oleh Ika Dahlia Pusparini pada tahun Penelitian ini bertujuan mengevaluasi keberadaan kota baru mandiri yang tumbuh di Indonesia dan mengetahui tingkat kemandirian yang telah dicapai dalam melayani kebutuhan penghuninya menggunakan metode penelitian kuantitatif. Hasil penelitian adalah Bumi Serpong Damai sudah mandiri dalam aspek keseimbangan komunitas penghuninya dan kelengkapan fasilitas, tetapi belum mandiri dalam aspek penyediaan lapangan kerja.

9 9 Penelitian kota baru yang lain berdasarkan proses pembangunannya dilakukan oleh Rafnaldi tahun Tujuan penelitian ini adalah melakukan evaluasi terhadap Pembangunan Tigaraksa sebagai Kota Baru dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa kendala pengembangan Kota Baru Tigaraksa adalah (1) pemilihan lokasi yang kurang tepat, (2) ketidakmampuan pendanaan, (3) keterbatasan sumberdaya manusia baik aparat pemerintah maupun investor dan rendahnya tingkat koordinasi antar instansi, sedangkan masyarakat enggan bertempat tinggal di Kota Baru Tigaraksa karena faktor lokasi, ketersediaan lapangan pekerjaan, ketersediaan air bersih, sarana dan prasarana transportasi, aksesibilitas dan fasilitas pelayanan kota yang rendah. Di samping uraian penelitian di atas, terdapat penelitian yang terkait dengan Kawasan Bantul Kota Mandiri yang dilakukan oleh Ashri Prawesti D tahun Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui konsep kelembagaan Kasiba dengan Studi Kasus : Kasiba Bantul Provinsi DI Yogyakarta. Hasil dari penelitian ini adalah memberikan suatu usulan sebuah konsep kelembagaan yang memadai untuk Kasiba di Bantul yang dikenal dengan Bantul Kota Mandiri (BKM). Data penelitian yang pernah dilakukan secara lebih lengkap dapat dilihat dalam Tabel 1.

10 Tabel 1. Daftar Penelitian yang Pernah Dilakukan Peneliti Judul Materi Penelitian Lokasi dan Tahun Penelitian Teknik Analisis Hasil Penelitian Djoko Sujarto Kinerja dan Dampak Rata Ruang dalam Pembangunan Kota Baru, Studi Kasus Kota Terpadu Bumi Bekasi Baru Penilaian kinerja unsur tata ruang kota baru Kota Terpadu Bumi Bekasi Baru, 1993 Analisis Kuantitatif adanya 11 faktor utama landasan dalam penilaian kinerja unsur tata ruang kota baru dan 10 faktor utama penilaian dampak keberadaan kota baru terhadap permukiman di sekitarnya, Siti Sutriah Nurzaman Kota Baru dalam Lingkup Pengembangan Wilayah Hubungan pertumbuhan Kota Baru dengan Pengembangan wilayah sekitar Kota baru di Indonesia, 1993 Analisis Deskriptif 1. kota baru akan tumbuh di tempat yang perkembangan wilayahnya tinggi, terutama apabila terdapat lonjakan dalam perkembangan ekonomi atau penduduk yang sangat tinggi, 2. Jika pertumbuhan ekonomi naik dengan landai, yang terjadi bukan pertumbuhan kota baru yang betul-betul baru, tetapi mungkin kota baru dalam bentuk perluasan kota lama Ika Dahlia Pusparini Evaluasi Kemandirian Bumi Serpong Damai mengevaluasi keberadaan kota baru mandiri dan mengetahui tingkat kemandirian Bumi Serpong Damai 1998 Kuantitatif Bumi Serpong Damai sudah mandiri dalam aspek keseimbangan komunitas penghuninya dan kelengkapan fasilitas, tetapi belum mandiri dalam aspek penyediaan lapangan kerja. 10

11 Tabel 1. (lanjutan) Peneliti Judul Materi Penelitian Lokasi dan Tahun Penelitian Teknik Analisis Hasil Penelitian Rafnaldi Evaluasi Pembangunan Kota Baru Tigaraksa mengevaluasi pembangunan Tigaraksa sebagai Kota Baru Kota Baru Tigaraksa, 2001 Deskriptif kualitatif 1. pemilihan lokasi yang kurang tepat, dan ketidakmampuan pendanaan, 2. keterbatasan sumberdaya manusia dan rendahnya tingkat koordinasi antar instansi, Ashri Prawesti D. Konsep Kelembagaan Kasiba Studi Kasus : Kasiba Bantul DIY Mengevaluasi konsep kelembagaan Kasiba Bantul Kota Mandiri, 2011 Kualitatif Usulan sebuah konsep kelembagaan yang memadai untuk Kasiba di Bantul yang dikenal dengan Bantul Kota Mandiri (BKM). Rosvitayati Umbu Nday Perkembangan Pola Spasial Kota Kupang dalam Konteks Pembangunan Kota Baru Pemerintahan Mengevaluasi pola perkembangan spasial Kota Kupang setelah pembangunan kota baru Kupang, 2011 Kualitatif fenomenologis 1. Perkembangan pola spasial Kota Kupang berorientasi di wilayah kota baru sebagai kawasan multi fungsi untuk perkantoran, pendidikan, industri, perdagangan jasa, rekreasi, permukiman, peningkatan jaringan infrastruktur, dan proses pertumbuhan, 2. Perkembangan kota baru khususnya dan Kota Kupang umumnya dipengaruhi oleh faktor kebijaksanaan pemerintah. 11