BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
|
|
- Hartanti Hermawan
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini pusat kota masih menjadi daya tarik yang cukup kuat bagi penduduk dalam melakukan aktivitas sehari-harinya. Pusat kota menjadi pusat aktivitas penduduk di daerah hinterland maupun penduduk di pusat kota itu sendiri. Hal tersebut terjadi karena pusat kota memiliki fasilitas yang lebih lengkap dibandingkan kawasan lain. Pusat kota diorientasikan sebagai kawasan pusat pelayanan masyarakat dengan berbagai fasilitas pelayanan yang sangat lengkap, sementara kawasan lain yang bukan kawasan pusat pelayanan mengembangkan kawasannya dengan menyediakan berbagai fasilitas yang dapat mendukung perkembangan fungsi kawasannya (Pramudianto dalam Febriyanti, 2006). Arianto (2003) menemukan terkonsentrasinya fungsi-fungsi perdagangan dan pelayanan jasa di kawasan pusat Kota Sukabumi berakibat pada munculnya indikasi ketergantungan penduduk/masyarakat yang cukup tinggi terhadap kawasan pusat kota Sukabumi. Pemusatan kegiatan dan fasilitas di pusat kota berdampak pada peningkatan pergerakan penduduk menuju pusat kota. Sebanyak 87,70% penduduk kota Depok melakukan pergerakan ke pusat kota (DKI Jakarta) untuk bekerja (Sitanala, 2005). Kota Jakarta menampung 62,5% komuter dari Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi untuk tujuan bekerja setiap harinya (Dinas Penataan Ruang Jakarta, 1999). Hal tersebut juga ditemukan di Kota Surabaya, jumlah pergerakan dari daerah pinggiran yang masuk ke kota Surabaya melalui koridor Jalan Ahmad Yani mencapai satuan mobil penumpang (SMP). Pergerakan ini jauh lebih banyak jika dibandingkan koridor Jalan Pemuda yang hanya dilalui SMP (Mahriyar, 2010). Hal serupa juga ditemukan di Kota Yogyakarta, sebanyak 11,5% penduduk pra-sejahtera di kecamatan Mlati dan Ngaglik melakukan pergerakan tujuan bekerja ke Kota Yogyakarta setiap harinya (Nugrahendika dan Suminar, 2013). 1
2 Pergerakan penduduk ke pusat kota dinilai sebagai bentuk pergerakan yang kurang efisien dan seringkali menimbulkan kemacetan. Penduduk yang melakukan pergerakan dengan jarak tempuh yang jauh cenderung menggunakan kendaraan pribadi dalam perjalanannya. Sebanyak 51% komuter di Depok melakukan pergerakan ke Jakarta menggunakan kendaraan pribadi (Sitanala, 2005). Kota Jakarta menampung 19,2 juta perjalanan komuter dengan menggunakan kendaraan pribadi setiap harinya (republika.co.id, 14 desember 2012). Hal ini juga terjadi di Kota Yogyakarta, tingginya angka komuter menyebabkan sering terjadinya kemacetan pada pagi hari ( WIB) dan sore hari ( WIB) (Irawan, 2013). Konsep compact city hadir untuk mereduksi permasalahan ketidak efisienan pergerakan penduduk perkotaan. Compact city merupakan konsep pengembangan wilayah dengan memberikan fasilitas yang lengkap dan mudah untuk diakses oleh penduduk. Compact city mampu mengurangi kecenderungan penduduk terhadap penggunaan kendaraan pribadi dan pada akhirnya tercapainya kondisi lingkungan yang berkelanjutan (Roo,2003). Curtis dan Perkins (2006) menambahkan kawasan kompak dengan tingkat kepadatan yang tinggi dan penggunaan lahan yang beragam memiliki pergerakan penduduk yang lebih efisien dan penggunaan moda transportasi yang berkelanjutan. Sistem transportasi umum merupakan kunci utama untuk menekan angka penggunaan kendaraan bermotor serta membatasi jumlah perjalanan komuter (Marcotullio, 2001). Kawasan-kawasan yang paling padat memiliki jumlah pergerakan yang mencapai 37,37% lebih sedikit dari jumlah pergerakan penduduk di Inggris (Barret dalam Jenks, 2000). Hal serupa juga ditemukan di Surabaya, kawasan dengan pola yang compact telah menunjukan kondisi pola pergerakan yang lebih baik dibandingkan kawasan sprawl. Rata-rata jarak perjalanan yang relatif lebih pendek dan penggunaan moda transportasi umum lebih banyak ditemukan pada kawasan dengan pola kompak (Mahriyar,2010). Dengan adanya penerapan kebijakan peningkatan sebaran fasilitas dan kualitas transportasi umum di Kota Melbourne mampu mereduksi 43% perjalanan individu (Kulash dkk, 1990) dan 2
3 berdampak pada penurunan produksi gas CO 2 sebanyak 57% (Victoria Department of Planning and Development, 1993). Sebaliknya Kustiwan (2006) menuliskan bahwa konsep compact city tidak selamanya dapat menyelesaikan permasalahan ketidakefisienan ruang kawasan perkotaan, khususnya di Indonesia. Hal tersebut dikarenakan kawasan perkotaan di Indonesia cenderung bersifat ekspansif dan menunjukkan gejala sprawl. Urban sprawl terjadi karena adanya pencampuran kegiatan ruang perkotaan yang tidak terkontrol dan interaksi yang semakin kuat antara kota dan desa yang mengakibatkan batas antara kawasan perkotaan dan perdesaan menjadi tidak jelas lagi (Kurniadi, 2007). Fenomena ini mengakibatkan berbagai dampak negatif, salah satunya adalah meningkatnya mobilitas penduduk, terutama pekerja ulangalik (Rachmadita, 2009). Kondisi inilah yang memicu keadaan perkotaan yang tidak terkendali dan meningkatkan kebergantungan pada kendaraan bermotor. Kota Semarang merupakan kawasan perkotaan yang memiliki tingkat kekompakan ruang yang paling tinggi bila dibandingkan beberapa kawasan lainnya yang ada di Metropolitan Semarang, namun sayangnya kekompakan ruang tersebut tidak mampu menekan tingginya angka pergerakan penduduk dan penggunaan kendaraan bermotor di Kota Semarang (Nuryanto, 2008). Salah satu kunci utama penerapan konsep kota kompak adalah urban compactness yang harus didukung dengan penyebaran fasilitas umum dan permukiman yang merata. Urban compactness harus didukung dengan penyebaran fasilitas umum dan permukiman yang merata sehingga bisa mengurangi ketergantungan terhadap kendaraan pribadi dan mengurangi potensi kemacetan karena volume lalu lintas berkurang (Nuryanto, 2008). Penerapan urban compactness akan memberikan pengaruh terhadap pergerakan penduduk yang berbeda-beda. Hal tersebut dikarenkan: (1) karakteristik fisik dan demografis yang berbeda, (2) keragaman penggunaan lahan dan distribusi spasialnya yang berbeda; dan (3) isu bahwa pembangunan dapat dikendalikan dalam rangka mendukung sasaran keberlanjutan (Kustiawan, 2010). Beberapa penelitian terkait konsep urban compactness telah dilakukan di di wilayah Metropolitan Bandung, Semarang, dan Kota Surabaya. Berdasarkan 3
4 hasil analisis indeks urban compactness Kota Yogyakarta diketahui bahwa kecamatan Danurejan memiliki indeks urban compactness paling tinggi dan kecamatan Umbulharjo paling rendah (Roychansyah, 2013). Sayangnya penelitian tersebut hanya sampai penentuan tingkat kekompakan ruang, belum ada analisis yang secara mendalam terkait pola pergerakan penduduk didalamnya. Oleh karena itu, penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui apakah urban compactness berpengaruh terhadap pola pergerakan penduduk di Kota Yogyakarta. Dengan demikian permasalahan ketidakefisienan pergerakan penduduk Kota Yogyakarta dapat diatasi dengan penerapan konsep compactness. Dengan demikian konsep kota kompak dapat dijadikan salah satu alternatif pengembangan wilayah kota-kota besar lainnya yang ada di Indonesia. 1.2 Rumusan Masalah dan Hipotesis Penelitian Pertanyaan Penelitian a. Apakah urban compactness berpengaruh terhadap pola pergerakan penduduk di Kota Yogyakarta? b. Faktor apa yang paling berpengaruh dalam mereduksi pergerakan penduduk di Kota Yogyakarta? Hipotesis penelitian a. Rata-rata jarak tempuh pergerakan penduduk kecamatan dengan urban compactness tinggi berbeda dengan rata-rata jarak tempuh pergerakan penduduk kecamatan dengan urban compactness yang rendah b. Urban compactness berpengaruh terhadap jarak tempuh pergerakan penduduk Kota Yogyakarta c. Urban compactness berpengaruh terhadap kencenderungan penduduk dalam menggunakan kendaraan tidak ramah lingkungan d. Urban compactness berpengaruh terhadap kecenderungan penduduk untuk melakukan pergerakan keluar kawasan 4
5 1.3 Tujuan Penelitian a. Menemukan keterkaitan antara urban compactness dan pola pergerakan penduduk di kota Yogyakarta b. Menghitung prosentase pergerakan yang dapat direduksi oleh urban compactness di Kota Yogykarta c. Mengidentifikasi faktor yang paling berpengaruh dalam mereduksi pergerakan penduduk Kota Yogyakarta 1.4 Manfaat Penelitian a. Manfaat teoritik yaitu berkontribusi terhadap pengembangan bidang ilmu Perencanaan Kota dan Perencanaan Transportasi. Penelitian ini dapat dijadikan referensi dan wacana bagi peneliti lain yang tertarik dalam melakukan analisis urban compactness dan pengaruhnya terhadap jarak tempuh maupun aspek lainnya yang berkaitan di beberapa kota besar di Indonesia. b. Manfaat bagi pemerintah Kota Yogyakarta yaitu Penelitian ini dapat dijadikan pengembangan kebijakan terkait rekayasa pengembangan wilayah yang bersinergi dengan sistem transportasi perkotaan, sehingga nantinya pemerintah mampu mewujudkan sistem transportasi dan penyediaan fasilitas wilayah yang efisien dan berkelanjutan. c. Manfaat bagi masyarakat memperkaya pengetahuan umum masyarakat terkait pengaruh perkembangan kota kompak terhadap sistem transportasi. Penerapan kota kompak yang tepat akan memberikan kemudahan akses fasilitas bagi masyarakat sehingga dapat mengurangi tingkat penggunaan kendaraan bermotor dan berdampak pada peningkatan kualitas lingkungan yang pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat Kota Yogyakarta. 1.5 Batasan Penelitian Fokus Penelitian Fokus penelitian ini adalah analisis pengaruh urban compactness terhadap karakteristik pergerakan penduduk. Karakteristik pergerakan yang diamati yaitu lokasi fasilitas, jarak tempuh pergerakan, moda transportasi yang digunakan dan 5
6 faktor pendorong pergerakan. Pergerakan penduduk yang diamati hanya terbatas pada tujuan bekerja, sosial, sekolah dan belanja. a. Pergerakan tujuan bekerja yaitu pergerakan yang dilakukan oleh penduduk kecamatan Danurejan dan Umbulharjo menuju tempat kerja (kantor, pabrik, gedung pemerintahan dan lain sebagainya) b. Pergerakan tujuan sekolah yaitu pergerakan yang dilakukan oleh penduduk menuju sekolah, universitas, atau lembaga belajar lainnya. Dalam penelitian ini tujuan pergerakan sekolah hanya terbatas pada pergerakan penduduk pada tingkat sekolah dasar (SD) sampai sekolah menengah atas/kejuruan (SMA/K). c. Pergerakan tujuan sosial yaitu pergerakan yang dilakukan oleh penduduk untuk mengakses fasilitas kesehatan yang ada disetiap kecamatan. Fasilitas kesehatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain apotek, puskesmas, dokter praktek, bidan, rumah sakit. d. Pergerakan tujuan belanja yaitu pergerakan yang dilakukan oleh penduduk menuju fasilitas perbelanjaan yang ada di setiap kecamatan. Fasilitas belanja yang digunakan dalam penelitian ini antara lain pasar, warung kelontong, supermarket, dan tukang sayur keliling Lokus Penelitian Tabel 1.1 Indeks Urban Compactness Kota Yogyakarta Tahun 2013 Kecamatan Popdens Actcons Soswel Tingkat Kekompakan Umbulharjo Kotagede Tegalrejo Gondokusuman Ngampilan Mergangsan Pakualaman Gondomanan Mantrijeron Wirobrajan Jetis Gedongtengen Danurejan sumber: Roychansyah, 2013 (tidak dipublikasikan) 6
7 Pemilihan lokasi penelitian berdasarkan indeks urban compactness Kota Yogyakarta tahun Penentuan tingkat urban compactness berdasarkan indikator-indikator kota kompak yang didapatkan dari studi literatur dan penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya. Indikator tersebut antara lain kepadatan, kesejahteraan penduduk dan konsentrasi aktivitas. Berdasarkan hasil penelitian Roychansyah (2013) didapatkan bahwa kecamatan Danurejan memiliki indeks urban compactness yang paling tinggi (64,82) dan kecamatan Umbulharjo memiliki indeks urban compactness yang paling rendah (52,39). Dengan demikian kecamatan Danurejan dan kecamatan Umbulharjo menjadi lokus dari penelitian ini. 1.6 Keaslian Penelitian Berdasarkan studi literatur yang telah dilakukan, terdapat beberapa penelitian terkait urban compactness dan pola pergerakan penduduk. Penelitian tersebut pernah dilakukan di kota Surabaya, Semarang dan Bandung. Fokus dan lokus penelitian ini berbeda dengan beberapa penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya. Fokus penelitian ini adalah pengaruh urban compactness terhadap pola pergerakan penduduk yang ditinjau disetiap tujuan pergerakannya (tujuan sekolah, belanja, sosial dan bekerja). Lokus penelitian adalah kecamatan dengan tingkat kekompakan yang paling tinggi dan paling rendah yang ada di Kota Yogyakarta. Pemilihan lokasi atas dasar hasil analisis indeks urban compactness yang telah dilakukan pada penelitian sebelumnya. Analisis data dilakukan dengan cara membandingkan pola pergerakan penduduk di kawasan yang kompak dan kurang kompak di Kota Yogyakarta. Dengan demikian dapat diketauhi keterkaitan antara tingkat kekompakan kawasan dengan pola pergerakan penduduk di Kota Yogyakarta. Untuk lebih jelasnya, berikut beberapa penelitian yang pernah dilakukan terkait urban compactness: 1. Identifikasi Urban Compactness di Wilayah Metropolitan Semarang (Aristiyono Devri Nuryanto - Skripsi ITB Tahun 2008) Fokus penelitian ini adalah identifikasi urban compactness dan pengaruhnya terhadap transportasi di Wilayah Metropolitan Semarang. Indikator 7
8 compact city berdasarkan konsep dan prinsip keberlanjutan kota. Indikatorindikator urban compactness yang digunakan meliputi kepadatan penduduk, kepadatan terbangun, kepadatan sub-pusat, penyediaan fasilitas, perubahan guna lahan terbangun, pertumbuhan penduduk, dan perubahan kepadatan. Selanjutnya analisis keterkaitan urban compactness dengan transportasi di Wilayah Metropolitan Semarang. Untuk melihat keterkaitan urban compactness wilayah metropolitan Semarang dengan transportasi, menggunakan rasio kepemilikan kendaraan pribadi, tingkat VCR, dan LHR. 2. Perumusan Konsep Peningkatan Efektivitas Urban Compactness di Kota Surabaya (Muhd.Zia Mahriyar Skripsi ITS Tahun 2010) Fokus penelitian ini adalah identifikasi tingkat urban compactness pola ruang Kota Surabaya, kajian efektivitas tingkat urban compactness terhadap perilaku perjalanan masyarakat di Kota Surabaya dan perumusan konsep kebijakan pengembangan transportasi Kota Surabaya berdasarkan efektivitas urban compactness. Metode yang digunakan adalah metode deduktif kuantitatif. Analisis yang digunakan adalah statistik deskriptif. Analisisi urban compactness dilakukan dengan menggunakan indikator-indikator compact city yang didapatkan melalui studi literature dan penelitian sebelumnya. Setelah mendapatkan indikator akan dilakukan analisis untuk menentukan indek urban compactness di kota Surabaya yang selanjutnya akan dituangkan dalam bentuk peta. Untuk mengetahui keterkaitan antara urban compactness dengan transportasi dilakukan overlay antara peta urban compactness dan VCR di kota Surabaya. 3. Pengaruh Urban Compaction Terhadap Pola Pergerakan Berkelanjutan Di Kota Surabaya (Dhea Permatasari, Agus Dwi Wicaksono, Fauzul Rizal Sutikno Jurnal Universitas Brawijaya 2012) Fokus penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi tingkat keberlanjutan struktur ruang kota berdasarkan konsep compact city serta pengaruhnya terhadap pola pergerakan berkelanjutan di Kota Surabaya. Metode penelitian yang digunakan adalah analisis deskriptif meliputi kuantifikasi kepadatan, keragaman fasilitas umum, tingkat penggunaan lahan campuran, koefisien gini, tetangga terdekat, kuantifikasi jaringan jalan, serta indeks mobilitas pergerakan. Hasil 8
9 penelitian yaitu perencanaan pola jaringan jalan yang tepat dengan memperbanyak simpul yang terhubung, maka akan meningkatkan pula mobilitas pergerakan serta dapat mempermudah akses dan pergerakan seseorang tersebut. 4. Bentuk dan Pengembangan Kawasan Perkotaan Berkelanjutan - Kajian Potensi Kompaksi di Kawasan Perkotaan Bandung (Iwan Kustiwan Disertasi UI Tahun 2006) Fokus penelitian adalah mengidentifikasi keterkaitan antara bentuk perkotaan dan keberlanjutan perkotaan yang dilihat dari aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi. Penelitian ini dilakukan sebagai landasan untuk menentukan arahan struktur dan pola ruang kawasan perkotaan dan pengembangan kawasan perkotaan untuk mewujudkan struktur dan pola ruang kawasan perkotaan yang berkelanjutan dan sesuai dengan karakteristik kota di Kawasan Perkotaan Bandung. Data dan analisis data dengan pendekatan deduktif untuk menemukan hubungan dan pengujian teori. Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan ditemukan adanya keterkaitan antara bentuk perkotaan dengan pola perilaku perjalanan penduduk pada skala kawasan perumahan (neighborhood). Unsur-unsur bentuk perkotaan mempunyai kaitan yang lebih besar daripada karakteristik sosialekonomi terhadap pola/perilaku perjalanan yang dilakukan oleh penduduk. Bentuk perkotaan yang dilihat melalui unsur-unsurnya (denstitas, diversitas penggunaan lahan, desain, dan aksesibilitas) dapat mempengaruhi pola/perilaku perjalanan, terutama panjang perjalanan dan konsekuensinya terhadap konsumsi energi, emisi yang dihasilkan dan kualitas udara perkotaan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah kompaksi perkotaan dapat menjadi strategi alternatif untuk mewujudkan kawasan perkotaan yang lebih berkelanjutan. 9
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota senantiasa mengalami perkembangan seiring berjalannya waktu. Pada perkembangannya, kota dapat mengalami perubahan baik dalam segi fungsi maupun spasial. Transformasi
Lebih terperinciyang bervariasi. Dengan demikian penduduk cenderung menggunakan transportasi publik dibandingkan kendaraan pribadi. 2. Pemerintah selayaknya
yang bervariasi. Dengan demikian penduduk cenderung menggunakan transportasi publik dibandingkan kendaraan pribadi. 2. Pemerintah selayaknya menerapkan kebijakan rayonisasi untuk pendaftaran sekolah baik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota merupakan perubahan kota yang terjadi dari waktu ke waktu. Indonesia seperti halnya negara-negara lainnya, sedang mengalami pertumbuhan perkotaan
Lebih terperinciKONSEP COMPACT CITY SEBAGAI SALAH SATU KONSEP INOVATIF PERENCANAAN TATA RUANG DALAM MENYELESAIKAN PERMASALAHAN PEMBANGUNAN KOTA DI SURABAYA
KONSEP COMPACT CITY SEBAGAI SALAH SATU KONSEP INOVATIF PERENCANAAN TATA RUANG DALAM MENYELESAIKAN PERMASALAHAN PEMBANGUNAN KOTA DI SURABAYA Ardy Maulidy Navastara 1*, Muhd. Zia Mahriyar 2, Cihe Aprilia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. cukup tinggi mengakibatkan peningkatan jumlah kendaraan yang beroperasi di
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertambahan penduduk biasanya diikuti pula dengan bertambahnya kegiatan atau aktivitas yang dilakukan oleh semua lapisan masyarakat disetiap bidangnya. Salah satu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota sebagai pusat pertumbuhan menyebabkan timbulnya daya tarik yang tinggi terhadap perekonomian sehingga menjadi daerah tujuan untuk migrasi. Dengan daya tarik suatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi memiliki peran yang sangat penting untuk memenuhi kebutuhan pergerakan manusia, seperti pergerakan dari rumah (asal) sekolah, tempat kerja, dan lain-lain
Lebih terperinciBAB 2 LATAR BELAKANG dan PERUMUSAN PERMASALAHAN
6 BAB 2 LATAR BELAKANG dan PERUMUSAN PERMASALAHAN 2.1. Latar Belakang Kemacetan lalu lintas adalah salah satu gambaran kondisi transportasi Jakarta yang hingga kini masih belum bisa dipecahkan secara tuntas.
Lebih terperinciRINGKASAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DAN ORGANISASI SKPD TAHUN ANGGARAN 2013
LAMPIRAN II PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013 RINGKASAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengalami pertumbuhan pesat. Yogyakarta sebagai Ibukota Provinsi Daerah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Yogyakarta merupakan salah satu kota besar di Indonesia yang mengalami pertumbuhan pesat. Yogyakarta sebagai Ibukota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta menyandang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Gerakan kampug hijau yang semakin berkembang di Indonesia tidak lepas
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gerakan kampug hijau yang semakin berkembang di Indonesia tidak lepas dari peran dan upaya kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga lingkungan itu sendiri. Menjaga
Lebih terperinciHUBUNGAN URBAN COMPACTNESS DENGAN POLA PERGERAKAN PENDUDUK KAWASAN KOTA SURAKARTA
TUGAS AKHIR HUBUNGAN URBAN COMPACTNESS DENGAN POLA PERGERAKAN PENDUDUK KAWASAN KOTA SURAKARTA Oleh: TENDRA ISTANABI I0611024 Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Jenjang Sarjana Strata-1 Perencanaan
Lebih terperinciPOLA PERGERAKAN KOMUTER BERDASARKAN PELAYANAN SARANA ANGKUTAN UMUM DI KOTA BARU BUMI SERPONG DAMAI TUGAS AKHIR
POLA PERGERAKAN KOMUTER BERDASARKAN PELAYANAN SARANA ANGKUTAN UMUM DI KOTA BARU BUMI SERPONG DAMAI TUGAS AKHIR Oleh: NOVI SATRIADI L2D 098 454 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS
Lebih terperinciKESEHATAN DINAS KESEHATAN Halaman 7
URUSAN PEM. ORGANISASI KODE REKENING : : 1.02 - KESEHATAN 1.02.01 - DINAS KESEHATAN Halaman 7 URAIAN ANGGARAN REALISASI Bertambah/ 1.02 1.02.01 00 00 4 PENDAPATAN 11.614.196.593,00 19.717.892.852,00 8.103.696.259,00
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Transit oriented development (TOD) merupakan konsep yang banyak digunakan negara-negara maju dalam kawasan transitnya, seperti stasiun kereta api, halte MRT, halte
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Angkutan umum memiliki peranan penting dalam pembangunan perekonomian, untuk menuju keberlajutan angkutan umum memerlukan penanganan serius. Angkutan merupakan elemen
Lebih terperinciBAB III TINJAUAN KOTA YOGYAKARTA
BAB III TINJAUAN KOTA YOGYAKARTA 3.1. TINJAUAN UMUM 3.1.1. Kondisi Administrasi Luas dan Batas Wilayah Administrasi Kota Yogyakarta telah terintegrasi dengan sejumlah kawasan di sekitarnya sehingga batas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota dan ketersediaan fasilitas menarik terjadinya pergerakan dari daerah pinggiran (hinterland) ke pusat kota. Ketersediaan fasilitas yang lebih lengkap
Lebih terperinciSEMARANG. Ngaliyan) Oleh : L2D FAKULTAS
PENGARUH KENAIKAN HARGA BBM PADA BIAYA PERJALANAN TERHADAP PEMILIHAN MODA TRANSPORTASI MASYARAKAT DI DAERAH PINGGIRAN KOTA SEMARANG (Studi Kasus : Kecamatan Banyumanik, Kecamatan Pedurungan dan Kecamatan
Lebih terperincisumber daya ekonomi, pengaruh terhadap pengambilan keputusan, serta luasnya hubungan sosial yang semakin menurun. Tak banyak orang yang menyadari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menjadi tua bukanlah pilihan, melainkan suatu kepastian yang akan dialami setiap orang yang memiliki kesempatan hidup lebih lama, hanya saja yang membedakan adalah
Lebih terperinciBAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
163 BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 8.1 Kesimpulan 8.1.1 Menjawab Pertanyaan Penelitian dan Sasaran Penelitian Berdasarkan temuan-temuan dalam penelitian ini dihasilkan pengetahuan yang dapat menjawab
Lebih terperinciREDESAIN TERMINAL TERPADU KOTA DEPOK
LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR (LP3A) REDESAIN TERMINAL TERPADU KOTA DEPOK Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik Diajukan Oleh : NOVAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan masyarakat yang semakin beragam merupakan indikasi dari perkembangan sebuah kota. Berbagai macam kebutuhan masyarakat tersedia dalam bentuk fasilitas pelayanan,
Lebih terperinciPENENTUAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS DI WILAYAH PINGGIRAN KOTA YOGYAKARTA
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 PENENTUAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS DI WILAYAH PINGGIRAN KOTA YOGYAKARTA Wahyu Endy Pratista 1, Putu GdeAriastita 2 Program
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.I Latar belakang
I.I Latar belakang BAB I PENDAHULUAN Pertumbuhan penduduk yang semakin pesat di wilayah perkotaan berdampak pada bertambahnya fungsi-fungsi yang harus diemban oleh kota tersebut. Hal ini terjadi seiring
Lebih terperinciBAB 9 SIMPULAN Simpulan Penelitian
BAB 9 SIMPULAN Bagian terakhir dari penelitian ini terdiri dari tiga bagian, yaitu (1) simpulan penelitian sebagai artikulasi dari pembahasan di atas yang dipandu oleh sasaran penelitian; (2) sumbangan
Lebih terperinciBAB III TINJAUAN LOKASI
BAB III TINJAUAN LOKASI 3.1 Tinjauan Data Pusat Rehabilitasi Narkoba di Yogyakarta 3.1.1 Esensi Pusat Rehabilitasi Narkoba adalah suatu sarana yang melaksanakan rehabilitasi sosial dan rehabilitasi medis
Lebih terperinciEVALUASI SISTEM TRANSPORTASI MENUJU KOTA TOMOHON SEBAGAI COMPACT CITY ABSTRAK
EVALUASI SISTEM TRANSPORTASI MENUJU KOTA TOMOHON SEBAGAI COMPACT CITY Kindly A. I. Pangauw 1, Sonny Tilaar, 2 & Amanda S. Sembel,c 3 1 Mahasiswa S1 Program Studi Perencanaan Wilayah & Kota Universitas
Lebih terperinciEVALUASI RUTE TRAYEK ANGKUTAN UMUM PENUMPANG (AUP) BERDASARKAN PERSEBARAN PERMUKIMAN DI KABUPATEN SRAGEN TUGAS AKHIR
EVALUASI RUTE TRAYEK ANGKUTAN UMUM PENUMPANG (AUP) BERDASARKAN PERSEBARAN PERMUKIMAN DI KABUPATEN SRAGEN TUGAS AKHIR Oleh: ANGGA NURSITA SARI L2D 004 298 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK
Lebih terperinciBAB III TINJAUAN LOKASI Studio Foto Sewa di Kota Yogyakarta
BAB III TINJAUAN LOKASI Studio Foto Sewa di Kota Yogyakarta Studio foto sewa di Kota Yogyakarta merupakan wadah bagi fotograferfotografer baik hobi maupun freelance untuk berkarya dan bekerja dalam bentuk
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Studi ini menyajikan analisis mengenai kualitas udara di Kota Tangerang pada beberapa periode analisis dengan pengembangan skenario sistem jaringan jalan dan variasi penerapan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. arah perubahan struktural desa-kota diharapkan dapat berlangsung secara seimbang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan dan pertumbuhan suatu daerah terkait dengan interaksi yang terjadi dengan daerah-daerah sekitarnya. Interaksi tersebut membentuk tatanan yang utuh dan
Lebih terperinciPEMILIHAN MODA ANGKUTAN UMUM PENUMPANG (AUP) UNTUK KAWASAN URBAN SPRAWL KOTA SEMARANG (Studi Kasus : Koridor Setiabudi dan Majapahit) TUGAS AKHIR
PEMILIHAN MODA ANGKUTAN UMUM PENUMPANG (AUP) UNTUK KAWASAN URBAN SPRAWL KOTA SEMARANG (Studi Kasus : Koridor Setiabudi dan Majapahit) TUGAS AKHIR Oleh: ARI RAHMANANTO L2D 002 387 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH
Lebih terperinciMODEL RUTE ANGKUTAN UMUM PENUMPANG DENGAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) (Studi Kasus: Kota Semarang) TUGAS AKHIR
MODEL RUTE ANGKUTAN UMUM PENUMPANG DENGAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) (Studi Kasus: Kota Semarang) TUGAS AKHIR Oleh : NUGROHO HARIMURTI L2D 003 364 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan daerah perkotaan pada dasarnya ditentukan oleh tiga faktor, yaitu faktor manusia, faktor aktivitas manusia, dan faktor pergerakan manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan Perumahan bagi Penduduk Jakarta
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Kebutuhan Perumahan bagi Penduduk Jakarta Sebagai sentral dari berbagai kepentingan, kota Jakarta memiliki banyak permasalahan. Salah satunya adalah lalu lintasnya
Lebih terperinciBab I PENDAHULUAN. sarana dan prasarana mencakup pada sarana transportasi. Transportasi merupakan
Bab I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Perkembangan Transportasi Kota Pertumbuhan penduduk khususnya di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Meningkatnya pertumbuhan penduduk ini disertai
Lebih terperinciStudi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
3. Perspektif Wilayah dan Permintaan Perjalanan Masa Mendatang 3.1 Perspektif Wilayah Jabodetabek Masa Mendatang Jabodetabekpunjur 2018 merupakan konsolidasi rencana pengembangan tata ruang yang memberikan
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Seiring dengan perkembangan waktu selalu disertai dengan peningkatan
102 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Seiring dengan perkembangan waktu selalu disertai dengan peningkatan jumlah penduduk perkotaan serta meningkatnya tuntutan kebutuhan hidup dalam aspek-aspek
Lebih terperinciCadangan Airtanah Berdasarkan Geometri dan Konfigurasi Sistem Akuifer Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Cadangan Airtanah Berdasarkan Geometri dan Konfigurasi Sistem Akuifer Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta BAB I PENDAHULUAN I. 1. LATAR BELAKANG Sepanjang sejarah peradaban
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lingkungan. Hal ini karena beberapa jenis sampah memiliki kandungan material
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan tentang sampah saat ini telah menjadi isu serius yang berkembang menjadi permasalahan publik. Penumpukan sampah dapat mengakibatkan aroma tidak sedap dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seiring perjalanan waktu, baik dimensi kenampakan fisik maupun non fisiknya.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suatu kawasan (wilayah) akan selalu bertumbuh dan berkembang dinamis seiring perjalanan waktu, baik dimensi kenampakan fisik maupun non fisiknya. Perubahan(evolusi)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Depok, Tangerang dan Bekasi (Bodetabek) yang semakin berkembang.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang DKI Jakarta sebagai ibu kota Republik Indonesia adalah pusat bisnis dan pusat pemerintahan dengan jumlah penduduk pada tahun 2014 mencapai 10,08 juta orang dan kepadatan
Lebih terperinciSTUDI KINERJA PELAYANAN SISTEM ANGKUTAN KERETA REL LISTRIK JABODETABEK TUGAS AKHIR
STUDI KINERJA PELAYANAN SISTEM ANGKUTAN KERETA REL LISTRIK JABODETABEK TUGAS AKHIR Oleh: MUHAMMAD AVIV KURNIAWAN L2D 302 384 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO
Lebih terperinciGambar 4.1. Peta Administrasi Kota Semarang, 2010 Gambar 4.2. Peta Kepadatan Penduduk Kota Semarang, 2008 Gambar 4.5. Peta Jumlah dan Jenis Kendaraan Bermotor Kota Semarang, 2008 Gambar 4.7. Peta Sebaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai Negara berkembang mirip dengan Negara lainnya. Pertumbuhan
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pola pertumbuhan kota dan tingkat urbanisasi yang terjadi di Indonesia sebagai Negara berkembang mirip dengan Negara lainnya. Pertumbuhan penduduk perkotaan di Indonesia
Lebih terperinciBAB 3 TINJAUAN WILAYAH
P erpustakaan Anak di Yogyakarta BAB 3 TINJAUAN WILAYAH 3.1. Tinjauan Umum Daerah Istimewa Yogyakarta 3.1.1. Kondisi Geografis Daerah Istimewa Yogyakarta Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu
Lebih terperinciWALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 74 TAHUN 2008 TENTANG
WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 74 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN, KEDUDUKAN, FUNGSI DAN RINCIAN TUGAS UNIT PELAKSANA TEKNIS PADA DINAS KESEHATAN KOTA YOGYAKARTA WALIKOTA
Lebih terperinciPENGARUH PEMBANGUNAN PERUMAHAN PONDOK RADEN PATAH TERHADAP PERUBAHAN KONDISI DESA SRIWULAN KECAMATAN SAYUNG DEMAK TUGAS AKHIR
PENGARUH PEMBANGUNAN PERUMAHAN PONDOK RADEN PATAH TERHADAP PERUBAHAN KONDISI DESA SRIWULAN KECAMATAN SAYUNG DEMAK TUGAS AKHIR Oleh: NUR ASTITI FAHMI HIDAYATI L2D 303 298 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Bank Dunia menyatakan bahwa pada awal tahun 2015, 50% penduduk dunia tinggal di perkotaan dan diperkirakan pada tahun 2050 akan meningkat mencapai 70%.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia sebagai negara berkembang saat ini sedang giat melaksanakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang saat ini sedang giat melaksanakan pembangunan di segala bidang. Pelaksanaan pembangunan tersebut bertujuan untuk mewujudkan masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat, di samping berbagai indikator sosial ekonomi lainnya.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat pendapatan masih menjadi indikator utama tingkat kesejahteraan masyarakat, di samping berbagai indikator sosial ekonomi lainnya. Perkembangan tingkat pendapatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota selalu menunjukkan suatu keadaan yang dinamis. Kotakota di Indonesia berkembang dengan cepat seiring perkembangan zaman dan teknologi. Namun, beberapa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan kota menimbulkan permasalahan perkotaan, baik menyangkut penataan ruang penyediaan fasilitas pelayanan kota maupun manajemen perkotaan. Pesatnya pertumbuhan
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode dasar deskriftif. Metode deskriftif artinya
III. METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Penelitian Penelitian ini menggunakan metode dasar deskriftif. Metode deskriftif artinya metode yang digunakan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki
Lebih terperinciBAB III TINJAUAN KAWASAN KOTA YOGYAKARTA
BAB III TINJAUAN KAWASAN KOTA YOGYAKARTA III.1 TINJAUAN UMUM KOTA YOGYAKARTA III.1.1 Kondisi Geografis Yogyakarta Yogyakarta terletak antara 110 o 24'19"-110 o 28'53" Bujur Timur dan antara 07 o 49'26"-07
Lebih terperinciFaktor-Faktor Pengaruh Ukuran Urban Compactness di Kota Denpasar, Bali
C6 Faktor-Faktor Pengaruh Ukuran Urban Compactness di Kota Denpasar, Bali I Putu Praditya Adi Pratama dan Putu Gde Ariastita Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Pengurangan tingkat..., Arini Yunita, FE UI, Universitas Indonesia
1 BAB 1 PENDAHULUAN Salah satu permasalahan kota Jakarta yang hingga kini masih belum terpecahkan adalah kemacetan lalu lintas yang belakangan makin parah kondisinya. Ini terlihat dari sebaran lokasi kemacetan
Lebih terperinciANALISIS BIAYA-MANFAAT SOSIAL PERLINTASAN KERETA API TIDAK SEBIDANG DI JALAN KALIGAWE, SEMARANG TUGAS AKHIR
ANALISIS BIAYA-MANFAAT SOSIAL PERLINTASAN KERETA API TIDAK SEBIDANG DI JALAN KALIGAWE, SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh : LINDA KURNIANINGSIH L2D 003 355 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Obyek Penelitian Obyek pada penelitian ini yaitu UKM yang berada di Kota Yogyakarta dan peneliti mengambil sampel dari beberapa Kecamatan yang berada di Kota Yogyakarta diantaranya
Lebih terperinciWALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG
WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA
Lebih terperinciKebijakan Perencanaan Tata Ruang dan Transportasi
Kebijakan Perencanaan Tata Ruang dan Transportasi Tren Perencanaan Tata Ruang Untuk Transportasi Peningkatan mobilitas memerlukan lahan yang lebih luas untuk transportasi Pemilikan kendaraan bermotor yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Isu keberlanjutan (sustainability) merupakan isu yang kian melekat dengan proses perencanaan dan perancangan lingkungan binaan. Dengan semakin rumitnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam RTRW Kota Bandar Lampung tahun 2011-2030 Jalan Raden Intan sepenuhnya berfungsi sebagai jalan arteri sekunder, jalan ini cenderung macet terutama pagi dan sore
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ekonomi masyarakat membentuk sebuah pusat salah satunya yaitu pasar.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk dan pemenuhan kebutuhan ekonomi yang semakin tinggi menyebabkan manusia harus bermobilitasi. Dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi masyarakat membentuk
Lebih terperinciBAB III TINJAUAN LOKASI BANGUNAN REHABILITASI ALZHEIMER DI YOGYAKARTA
BAB III TINJAUAN LOKASI BANGUNAN REHABILITASI ALZHEIMER DI YOGYAKARTA Bangunan Rehabilitasi Alzheimer di Yoyakarta merupakan tempat untuk merehabilitasi pasien Alzheimer dan memberikan edukasi atau penyuluhan
Lebih terperinciPENELITIAN MODEL ANGKUTAN MASSAL YANG COCOK DI DAERAH PERKOTAAN. Balitbang bekerjasama dengan PT Karsa Haryamulya Jl.Imam Bonjol 190 Semarang
PENELITIAN MODEL ANGKUTAN MASSAL YANG COCOK DI DAERAH PERKOTAAN Balitbang bekerjasama dengan PT Karsa Haryamulya Jl.Imam Bonjol 190 Semarang RINGKASAN Pendahuluan Berdasarkan kebijakan Pemerintah Pusat,
Lebih terperinci2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah
2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah Permasalahan pembangunan daerah merupakan gap expectation antara kinerja pembangunan yang dicapai saat inidengan yang direncanakan serta antara apa yang ingin dicapai
Lebih terperinciWALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2018 WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA
Lebih terperinciREKAPITULASI USULAN PROGRAM/KEGIATAN TAHUN Fungsi, Urusan, Program dan Kegiatan Indikatif. Pagu Indikatif (Rp) 01 FUNGSI : PELAYANAN UMUM
REKAPITULASI USULAN PROGRAM/KEGIATAN TAHUN 2010 No 01 FUNGSI : PELAYANAN UMUM 63.811.994.753 01 1 06 URUSAN : PERENCANAAN PEMBANGUNAN 1.749.914.583 SKPD : BAPPEDA 1.749.914.583 408.323.750 57.865.500 3
Lebih terperinciPENGARUH KEBERADAAN PARKIR DAN PEDAGANG KAKI LIMA TERHADAP BIAYA KEMACETAN DAN POLUSI UDARA DI JALAN KOLONEL SUGIONO MALANG
PENGARUH KEBERADAAN PARKIR DAN PEDAGANG KAKI LIMA TERHADAP BIAYA KEMACETAN DAN POLUSI UDARA DI JALAN KOLONEL SUGIONO MALANG Anna Aga Pertiwi, Achmad Wicaksono, Mustika Anggraeni Jurusan Teknik Sipil, Fakultas
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Intepretasi Variabel BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Langkah paling awal dalam penelitian ini adalah penentuan lokasi penelitian. Lokasi penelitian ini ditentukan dengan membuat peta daerah aliran
Lebih terperinciANALISIS POLA MORFOLOGI DAN INTERAKSI SPASIAL PERKOTAAN DI KOTA YOGYAKARTA DENGAN WAHANA CITRA LANDSAT. NASKAH PUBLIKASI ILMIAH Program Studi Geografi
1 ANALISIS POLA MORFOLOGI DAN INTERAKSI SPASIAL PERKOTAAN DI KOTA YOGYAKARTA DENGAN WAHANA CITRA LANDSAT NASKAH PUBLIKASI ILMIAH Program Studi Geografi Diajukan Oleh: Bayu Ariyadi NIRM : E 100 13 0004
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kawasan perkotaan saat ini telah menjadi kawasan sangat luas dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kawasan perkotaan saat ini telah menjadi kawasan sangat luas dengan penyebaran daerah hunian sampai ke daerah sub urban. Karakteristik dasar pergerakan dalam kota juga
Lebih terperinciBAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN
BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN A. Deskripsi Kota Yogyakarta 1. Letak, Luas dan Batas Wilayah Administrasi Kota Yogyakarta Luas wilayah Kota Yogyakarta adalah 3.250 Ha atau 32,50 Km2 (1,2% dari luas
Lebih terperinciStudi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi BAB VIII PENUTUP
BAB VIII PENUTUP A. Kesimpulan 1) Dari hasil kajian dan analisis terhadap berbagai literatur dapat ditarik satu kesimpulan sebagai berikut : a) Ada beberapa definisi tentang angkutan massal namun salah
Lebih terperinciBAB III DESKRIPSI PROYEK
38 3.1 Gambaran Umum BAB III DESKRIPSI PROYEK Gambar 3. 1 Potongan Koridor Utara-Selatan Jalur Monorel (Sumber : Studi Pra Kelayakan Koridor 1 Dinas Perhubungan Kota Bandung Tahun 2014) Pemilihan lokasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang terkenal dengan kepadatan penduduknya dengan berada ditingkat keempat. Angka kepadatan penduduk yang terus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendapatan yang rendah, terbatasnya sumber daya, khususnya dana, kualitas dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi perkotaan di banyak negara berkembang menghadapi permasalahan dan beberapa diantaranya sudah berada dalam tahap kritis. Permasalahan yang terjadi bukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. heterogen dan materialistis di bandingkan dengan daerah belakangnya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan strata ekonomi,sosial
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan sasaran. Selain itu dibahas pula ruang lingkup penelitian yang meliputi ruang lingkup wilayah, dan ruang lingkup materi,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kian meningkat dalam aktivitas sehari-harinya. Pertumbuhan sektor politik,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Ambon merupakan ibu kota Provinsi Maluku di Negara Republik Indonesia yang semakin berkembang, dikarenakan pertumbuhan penduduk di kota Ambon semakin hari semakin
Lebih terperinciBAB II GAMBARAN OBYEK PENELITIAN. wilayah kecamatan dan 45 wilayah kelurahan yang sebagian besar tanahnya. formasi geologi batuan sedimen old andesit.
BAB II GAMBARAN OBYEK PENELITIAN Deskripsi Kota Yogyakarta a. Geografi Luas wilayah Kota Yogyakarta kurang lebih hanya 1,02 % dari seluruh luas wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta, yaitu 32, km2. Terbagi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kota Semarang yang merupakan Ibukota Jawa Tengah adalah salah satu
BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Kota Semarang yang merupakan Ibukota Jawa Tengah adalah salah satu kota besar di Indonesia yang sedang berkembang. Secara geografis kota ini terletak di sebelah utara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan suatu kota ditandai dengan meningkatnya jumlah penduduk dan aktivitas sosial ekonomi. Hal ini tercermin dengan semakin meningkatnya penggunaan lahan baik
Lebih terperinciLAMPIRAN. Kebijakan Jampersal di Kota Yogyakarta? b. Bagaimana pelaksanaan Jampersal di Kota Yogyakarta tahun 2013?
LAMPIRAN Pedoman Wawancara 1. Kepala UPT PJKD Kota Yogyakarta: a. Bagaimana persiapan UPT PJKD Kota Yogyakarta dalam implementasi Kebijakan Jampersal di Kota Yogyakarta? b. Bagaimana pelaksanaan Jampersal
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Mulai. Identifikasi masalah Adanya pencemaran airtanah karena kebocoran tangki timbun di SPBU. Survey Pendahuluan
17 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Alir penelitian akan ditampilkan dalam bentuk flowchart pada gambar 3.1. Mulai Identifikasi masalah Adanya pencemaran airtanah karena kebocoran
Lebih terperinciBAB 3 TINJAUAN WILAYAH RUMAH SINGGAH PENDERITA KANKER LEUKEMIA DI YOGYAKARTA
BAB 3 TINJAUAN WILAYAH RUMAH SINGGAH PENDERITA KANKER LEUKEMIA DI YOGYAKARTA 3.1 Tinjauan Umum Kota Yogyakarta 3.1.1 Luas Wilayah Kota Yogyakarta Gambar 3.1 Peta Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Sumber
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia, umumnya seragam, yaitu kota-kota mengalami tahap pertumbuhan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum Permasalahan yang terjadi di semua negara berkembang, termasuk di Indonesia, umumnya seragam, yaitu kota-kota mengalami tahap pertumbuhan urbanisasi yang tinggi akibat laju pertumbuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kompleks dibanding daerah sekitarnya (Bintarto, 1977). perekonomian, atau sebagai pusat pemerintahan (Darmendra, 2011).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkotaan merupakan bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami dengan gejala-gejala pemusatan penduduk yang cukup besar dan corak kehidupan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aksesibilitas merupakan hubungan kedekatan suatu tempat dengan tempat lain yang diindikasikan dengan kemudahan dalam mencapai tujuan dari lokasi asal (Simmonds, 2001).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pertahanan keamanan. Pertumbuhan sektor ini akan mencerminkan pertumbuhan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor transportasi merupakan salah satu mata rantai jaringan distribusi barang dan penumpang yang telah berkembang sangat dinamis serta berperan di dalam menunjang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kota Bandung, merupakan sebuah kota metropolitan dimana didalamnya terdapat beragam aktivitas kehidupan masyarakat. Perkembangan kota Bandung sebagai kota metropolitan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu kota tersibuk yang ada di Indonesia adalah Jakarta (Toppa, 2015), ibu
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu kota tersibuk yang ada di Indonesia adalah Jakarta (Toppa, 2015), ibu kota yang sudah berganti nama selama 6 kali dimulai dari Sunda Kelapa (1527), Jayakarta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Bab I. Pendahuluan Hal. 1. Tabel 1.1 Tabel Kepadatan dan Pertumbuhan Penduduk Yogyakarta
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.1.1 Latar Belakang Eksistensi Proyek Dari tahun ke tahun tidak dapat dipungkiri bahwa pertambahan penduduk pada suatu Negara tidak dapat dikurangi atau dihentikan.
Lebih terperinciKEPUTUSAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 363 TAHUN 2014 TENTANG
KEPUTUSAN NOMOR 363 TAHUN 2014 TENTANG TAMBAHAN FORMASI PEGAWAI NEGERI SIPIL DARI PELAMAR UMUM Menimbang : a. bahwa agar setiap SKPD mampu melaksanakan tugas pokok dan fungsi secara optimal untuk mencapai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Udara di perkotaan tak pernah terbebas dari pencemaran asap beracun yang dimuntahkan oleh jutaan knalpot kendaraan bermotor. Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan
II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Transportasi 2. 1. 1 Pengertian Transportasi Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan (destination). Perjalanan adalah pergerakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota Semarang merupakan ibu kota propinsi Jawa Tengah. Kota
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota Semarang merupakan ibu kota propinsi Jawa Tengah. Kota Semarang dapat ditempuh melalui jalan laut, udara dan darat. Namun demikian pelayanan transportasi darat
Lebih terperinci