Bab III Model Awal Kecanduan Terhadap Rokok

dokumen-dokumen yang mirip
Bab V Model Dengan Faktor Denda Bagi Para Perokok

MODEL DINAMIK STRATEGI PENCEGAHAN PERTAMBAHAN JUMLAH PEROKOK TESIS. KASBAWATI NIM : Program Studi Matematika

Bab II Teori Pendukung

Model Deterministik Masalah Kecanduan Narkoba dengan Faktor Kontrol Terhadap Pemakai dan Pengedar Narkoba

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Analisis Kestabilan Model Matematika AIDS dengan Transmisi. atau Ibu menyusui yang positif terinfeksi HIV ke anaknya.

III PEMBAHASAN. μ v. r 3. μ h μ h r 4 r 5

BAB III MODEL KAPLAN. 3.1 Model Kaplan

IV PEMBAHASAN. jika λ 1 < 0 dan λ 2 > 0, maka titik bersifat sadel. Nilai ( ) mengakibatkan. 4.1 Model SIR

Dinamik Model Epidemi SIRS dengan Laju Kematian Beragam

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. ekuilibrium bebas penyakit beserta analisis kestabilannya. Selanjutnya dilakukan

Oleh Nara Riatul Kasanah Dosen Pembimbing Drs. Sri Suprapti H., M.Si

BAB II KAJIAN TEORI. representasi pemodelan matematika disebut sebagai model matematika. Interpretasi Solusi. Bandingkan Data

Abstrak: Makalah ini bertujuan untuk mengkaji model SIR dari penyebaran

BAB II LANDASAN TEORI. selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi

BAB IV PENGEMBANGAN MODEL KAPLAN

PENYELESAIAN NUMERIK DAN ANALISA KESTABILAN PADA MODEL EPIDEMIK SEIR DENGAN PENULARAN PADA PERIODE LATEN

Model Matematika Penyebaran Internal Demam Berdarah Dengue dalam Tubuh Manusia

Model Matematika SIV Untuk Penyebaran Virus Tungro Pada Tanaman Padi

III MODEL MATEMATIKA S I R. δ δ δ

BAB 4 MODEL DINAMIKA NEURON FITZHUGH-NAGUMO

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS STABILITAS SISTEM DINAMIK UNTUK MODEL MATEMATIKA EPIDEMIOLOGI TIPE-SIR (SUSCEPTIBLES, INFECTION, RECOVER)

Bab 3 MODEL DAN ANALISIS MATEMATIKA

DINAMIKA PERKEMBANGAN HIV/AIDS DI SULAWESI UTARA MENGGUNAKAN MODEL PERSAMAAN DIFERENSIAL NONLINEAR SIR (SUSCEPTIBLE, INFECTIOUS AND RECOVERED)

BAB II LANDASAN TEORI. dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta

BAB II LANDASAN TEORI. eigen dan vektor eigen, persamaan diferensial, sistem persamaan diferensial, titik

BAB II LANDASAN TEORI

BIFURKASI PADA MODEL SUSCEPTIBLE INFECTED RECOVERED (SIR) DENGAN WAKTU TUNDA DAN LAJU PENULARAN BILINEAR SKRIPSI

BAB III PEMBAHASAN. Ebola. Setelah model terbentuk, akan dilanjutkan dengan analisa bifurkasi pada

BAB III PEMBAHASAN. tenggorokan, batuk, dan kesulitan bernafas. Pada kasus Avian Influenza, gejala

MODEL PELATIHAN ULANG (RETRAINING) PEKERJA PADA SUATU PERUSAHAAN BERDASARKAN PENILAIAN REKAN KERJA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS STABILITAS MODEL MATEMATIKA DARI PENYEBARAN PENYAKIT MENULAR MELALUI TRANSPORTASI ANTAR DUA KOTA

Jurnal String Vol. 2 No. 1 Agustus 2017 p-issn: e-issn:

KENDALI OPTIMAL PADA PENCEGAHAN WABAH FLU BURUNG DENGAN ELIMINASI, KARANTINA DAN PENGOBATAN

Model Matematika Jumlah Perokok dengan Nonlinear Incidence Rate dan Penerapan Denda

PEMODELAN MATEMATIKA DAN ANALISIS STABILITAS DARI PENYEBARAN PENYAKIT FLU BURUNG

BAB IV ANALISIS MODEL 2

Model Matematika Penyebaran Eksternal Demam Berdarah Dengue

Bab III Model Matematika Transmisi Filariasis Tanpa Pengobatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III PEMBAHASAN. genetik (genom) yang mengandung salah satu asam nukleat yaitu asam

ANALISIS KESTABILAN MODEL DINAMIKA PENYEBARAN PENYAKIT FLU BURUNG

Kesimpulan serta Masalah yang masih Terbuka

Created By Aristastory.Wordpress.com BAB I PENDAHULUAN. Teori sistem dinamik adalah bidang matematika terapan yang digunakan untuk

SISTEM DINAMIK KONTINU LINEAR. Oleh: 1. Meirdania Fitri T 2. Siti Khairun Nisa 3. Grahani Ayu Deca F. 4. Fira Fitriah 5.

PEMODELAN MATEMATIKA DAN ANALISIS STABILITAS DARI PENULARAN PENYAKIT GONORE

ANALISIS KESTABILAN MODEL MANGSA-PEMANGSA DENGAN MANGSA YANG TERINFEKSI DI LINGKUNGAN TERCEMAR

SISTEM DINAMIK DISKRET. Anggota Kelompok: 1. Inggrid Riana C. 2. Kharisma Madu B. 3. Solehan

ANALISIS KESTABILAN DAN PROSES MARKOV MODEL PENYEBARAN PENYAKIT EBOLA

BAB II LANDASAN TEORI. pada bab pembahasan. Materi-materi yang akan dibahas yaitu pemodelan

MODEL STOKASTIK PENYEBARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DI KOTA DEPOK PENDAHULUAN

BAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan dibahas mengenai definisi-definisi dan teorema-teorema

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Analisa Kualitatif pada Model Penyakit Parasitosis

Simulasi Model Mangsa Pemangsa Di Wilayah yang Dilindungi untuk Kasus Pemangsa Tergantung Sebagian pada Mangsa

KAJIAN MODEL EPIDEMIK SIR DETERMINISTIK DAN STOKASTIK PADA WAKTU DISKRIT. Oleh: Arisma Yuni Hardiningsih

ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB IV PEMBAHASAN. optimal dari model untuk mengurangi penyebaran polio pada dengan

Oleh : Dinita Rahmalia NRP Dosen Pembimbing : Drs. M. Setijo Winarko, M.Si.

Studi Penyebaran Penyakit Flu Burung Melalui Kajian Dinamis Revisi Model Endemik SIRS Dengan Pemberian Vaksinasi Unggas. Jalan Sukarno-Hatta Palu,

SIFAT-SIFAT DINAMIK DARI MODEL INTERAKSI CINTA DENGAN MEMPERHATIKAN DAYA TARIK PASANGAN

Oleh : HASNAN NASRUN SUBCHAN, MAHMUD YUNUS

BAB 2 PDB Linier Order Satu 2

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

FOURIER April 2013, Vol. 2, No. 1, MODEL PENYEBARAN PENYAKIT POLIO DENGAN PENGARUH VAKSINASI. RR Laila Ma rifatun 1, Sugiyanto 2

PEMODELAN MATEMATIKA DAN ANALISIS KESTABILAN MODEL PADA PENYEBARAN HIV-AIDS

KESTABILAN MODEL SUSCEPTIBLE VACCINATED INFECTED RECOVERED (SVIR) PADA PENYEBARAN PENYAKIT CAMPAK (MEASLES) (Studi Kasus di Kota Semarang)

KESTABILAN TITIK EQUILIBRIUM MODEL SIR (SUSPECTIBLE, INFECTED, RECOVERED) PENYAKIT FATAL DENGAN MIGRASI

II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan Diferensial Definisi 1 [Sistem Persamaan Diferensial Linear (SPDL)]

KESTABILAN TITIK EQUILIBRIUM MODEL SIR (SUSCEPTIBLE, INFECTED, RECOVERED) PENYAKIT FATAL DENGAN MIGRASI TUGAS AKHIR

Kestabilan Titik Ekuilibrium Model SIS dengan Pertumbuhan Logistik dan Migrasi

BAB II LANDASAN TEORI

APLIKASI METODE MATRIKS GENERASI DALAM MENENTUKAN NILAI MATEMATIKA PENYEBARAN VIRUS HIV/AIDS. 10 Makassar, kode Pos 90245

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS DINAMIK MODEL EPIDEMI SIRS DENGAN MODIFIKASI TINGKAT KEJADIAN INFEKSI NONMONOTON DAN PENGOBATAN

BAB II KAJIAN TEORI. digunakan pada bab pembahasan. Teori-teori ini digunakan sebagai bahan acuan

II LANDASAN TEORI. Contoh. Ditinjau dari sistem yang didefinisikan oleh:

Analisis Komponen Utama (Principal component analysis)

Analisis Regresi Nonlinear (I)

ANALISIS KESTABILAN DARI SISTEM DINAMIK MODEL SEIR PADA PENYEBARAN PENYAKIT CACAR AIR (VARICELLA) DENGAN PENGARUH VAKSINASI SKRIPSI

MODEL SIR (SUSCEPTIBLE, INFECTIOUS, RECOVERED) UNTUK PENYEBARAN PENYAKIT TUBERKULOSIS

ANALISIS KESTABILAN MODEL MANGSA-PEMANGSA DENGAN MANGSA YANG TERINFEKSI DI LINGKUNGAN TERCEMAR

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis model epidemik beserta simulasinya, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

Karena v merupakan vektor bukan nol, maka A Iλ = 0. Dengan kata lain, Persamaan (2.2) dapat dipenuhi jika dan hanya jika,

BAB II KAJIAN TEORI. Persamaan diferensial sangat penting dalam pemodelan matematika khususnya

BAB IV STUDI KASUS. Indeks merupakan daftar harga sekarang dibandingkan dengan

IV PEMBAHASAN. ,, dan, dengan menggunakan bantuan software Mathematica ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( )

Analisis Kestabilan Global Model Epidemik SIRS menggunakan Fungsi Lyapunov

BIFURKASI HOPF PADA SISTEM PREDATOR PREY DENGAN FUNGSI RESPON TIPE II

BAB I PENDAHULUAN. terdapat pada pengembangan aplikasi matematika di seluruh aspek kehidupan manusia. Peran

PEMODELAN MATEMATIKA DAN ANALISIS KESTABILAN LOKAL PADA PERUBAHAN POPULASI PENDERITA DIABETES MELITUS

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Asumsi yang digunakan dalam sistem mangsa-pemangsa. Dimisalkan suatu habitat dimana spesies mangsa dan pemangsa hidup

Analisis Kestabilan Pada Model Transmisi Virus Hepatitis B yang Dipengaruhi Oleh Migrasi

ANALISIS KESTABILAN BEBAS PENYAKIT MODEL EPIDEMI CVPD (CITRUS VEIN PHLOEM DEGENERATION) PADA TANAMAN JERUK DENGAN FUNGSI RESPON HOLLING TIPE II

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alam, Universitas Lampung pada semester genap tahun akademik 2011/2012.

Transkripsi:

Bab III Model Awal Kecanduan Terhadap Rokok III.1 Pembentukan Model Model kecanduan terhadap rokok dibentuk menggunakan model dasar dalam epidemiologi yaitu model SIR (Susceptible, Infective, Removed) di mana model SIR tersebut pertamakali diperkenalkan oleh Kermack dan McKendrick pada tahun 1927 [2]. Masalah kebiasaan merokok ini sebelumnya telah dimodelkan oleh Castillo-Garsow, Jordan-Salivia dan Rodriguez-Herrera ([4]) tetapi tanpa memasukkan faktor jenis kelamin (faktor gender). Dalam tesis ini kita akan memodelkan masalah kebiasaan merokok tersebut dengan memasukkan faktor jenis kelamin. Mengingat banyaknya faktor penyebab seseorang kecanduan untuk merokok maka diperlukan beberapa asumsi untuk menyederhanakan masalah. Berikut asumsi-asumsi yang dipergunakan untuk memodelkan masalah kebiasaan merokok tersebut. 1. Populasi dalam sistem dibagi menjadi dua subpopulasi yaitu, populasi pria (male) dilambangkan dengan m, populasi wanita (female) dilambangkan dengan f. 2. Subpopulasi pria dibagi menjadi tiga kelas populasi, pria potensial yaitu pria yang jarang merokok atau belum pernah merokok dan berpotensi menjadi perokok aktif jika berinteraksi dengan pria perokok aktif, dilambangkan dengan P m ; pria perokok aktif yaitu pria yang merokok setiap hari dan menjadi penyebab bertambahnya jumlah perokok, dilambangkan dengan S m ; dan pria yang berhenti merokok dilambangkan dengan R m. Begitupula dengan subpopulasi wanita, dibagi menjadi tiga kelas populasi, wanita potensial yaitu wanita yang jarang merokok atau belum pernah merokok dan berpotensi menjadi perokok aktif jika berinteraksi

17 dengan pria perokok aktif, dilambangkan dengan P f, wanita perokok aktif tetapi tidak berpotensi untuk menyebabkan pertambahan jumlah perokok, dilambangkan dengan S f, dan wanita yang berhenti merokok dilambangkan dengan R f. 3. Banyaknya populasi, N(t), setiap saat dianggap konstan sehingga ratarata jumlah populasi yang masuk ke dalam sistem (µn) akan sama dengan rata-rata jumlah populasi yang keluar dari tiap kelas (µ P, µ S, µ R), dengan 1/µ menyatakan waktu rata-rata seseorang berada dalam sistem. Diasumsikan pula bahwa µ m = µ f = µ. 4. Seseorang akan menjadi perokok aktif hanya jika berinteraksi dengan pria perokok aktif. Dengan kata lain, jika seseorang, pria atau wanita potensial, bergaul dengan pria perokok aktif maka orang tersebut akan menjadi perokok pula karena dipicu oleh keinginan untuk mencoba. Ini dapat terjadi dalam pergaulan masyarakat metropolitan atau lingkungan sex commercial workers. 5. Kontak (c) didefinisikan sebagai rata-rata banyaknya interaksi secara acak yaitu berupa pergaulan antara pria perokok aktif dengan pria atau wanita potensial per satuan waktu dengan peluang berhasilnya kontak sebesar σ (konstan). Interaksi ini dapat digambarkan dalam bentuk perkalian antara P dan S yaitu β Sm m Pm Nm = c m σ m dan β f = c f σ f. dan β f Pf Sm Nm, dengan 6. Pria atau wanita perokok yang berhenti merokok (recover) tidak dapat dimasukkan dalam kelas potensial karena dianggap bahwa kebiasaan merokok tersebut dapat kambuh kembali walaupun tanpa berinteraksi dengan pria perokok aktif. Ini digambarkan oleh α m Sm dan α f Sf, dengan 1/ α merupakan waktu rata-rata seseorang akan berhenti merokok. Dalam model awal ini diasumsikan bahwa kebiasaan merokok tersebut tidak akan kambuh kembali karena adanya kesadaran seseorang pada efek rokok

18 bagi kesehatan. Berdasarkan asumsi-asumsi di atas, dapat disusun diagram skematik sebagai berikut. Gambar III.1: Diagram skematik model deterministik kecanduan rokok. Dari diagram skematik dalam Gambar III.1 di atas kita dapat mengkonstruksi model awal kecanduan terhadap rokok, sebagai berikut: d P m dτ d S m dτ d R m dτ d P f dτ d S f dτ d R f dτ = µn m Pm Sm N m µ P m, (3.1) = Pm Sm N m α m Sm µ S m, (3.2) = α m Sm µ R m, (3.3) = µn f β f Pf Sm N m µ P f, (3.4) = β f Pf Sm N m α f Sf µ S f, (3.5) = α f Sf µ R f, (3.6) dengan µ,, β f, α m, α f > 0. Karena populasi dianggap konstan maka N m = P m + S m + R m dan N f = P f + S f + R f. Untuk memudahkan kita dalam analsis selanjutnya, kita akan menormalkan sistem (3.1)-(3.6). Misalkan P m = P m N m, S m = S m Nm, R m = R m N m, P f = P f N f, S f = S f N f, R f = R f N f dan t = µτ, maka

19 diperoleh sistem yang tidak bergantung pada dimensi sebagai berikut dp m dt ds m dt dr m dt dp f dt ds f dt dr f dt dengan = µ dan α m = αm µ = 1 P m S m P m, (3.7) = P m S m α m S m S m, (3.8) = α m S m R m, (3.9) = 1 β f P f S m P f, (3.10) = β f P f S m α f S f S f, (3.11) = α f S f R f, (3.12) merupakan parameter yang tidak berdimensi. III.2 III.2.1 Analisis Kualitatif Titik Tetap Tak Endemik Dan Analisis Kestabilan Titik tetap tak endemik merupakan salah satu solusi kesetimbangan sistem yang memberikan makna bahwa untuk jangka waktu yang lama, populasi perokok akan hilang sama sekali. Kestabilan titik tetap tak endemik dapat ditentukan melalui nilai karakteristik dari matriks Jacobi sistem yang diperoleh melalui linearisasi sistem di sekitar titik tetap tersebut. Dengan membuat persamaan (3.7)-(3.9) sama dengan nol maka diperoleh solusi kesetimbangan yaitu berupa titik tetap tak endemik (Pm, Sm, Rm) = (1, 0, 0). Teorema 1 Misalkan (P m, S m, R m) = (1, 0, 0) adalah titik tetap tak endemik dari sistem (3.7)-(3.9). Titik tetap tak endemik tersebut stabil asimtotik secara lokal jika dan hanya jika R 0 < 1, dengan nilai R 0 = Bukti: α m+1. ( ) Pelinieran sistem (3.7)-(3.9) disekitar titik tetap (P m, S m, R m) = (1, 0, 0) menghasilkan matriks Jacobi: 1 0 J(1, 0, 0) = 0 β m α m 1 0. (3.13) 0 α m 1

20 Nilai eigen matriks (3.13) dapat diperoleh dari solusi persamaan karakteristiknya yaitu 1 λ 0 J λi = 0 α m 1 λ 0 = 0. (3.14) 0 α m 1 λ Dari persamaan karakteristik (3.14) diperoleh nilai eigen λ 1 = 1, λ 2 = 1 dan λ 3 = α m 1. Karena diketahui bahwa titik tetap sistem stabil asimtotik secara lokal maka λ 3 juga bernilai negatif yaitu α m 1 < 0 atau α m+1 < 1. Jika kita definisikan R 0 = α m+1 maka diperoleh R 0 < 1. Jadi terbukti bahwa jika titik tetap tak endemik stabil asimtotik secara lokal maka R 0 < 1. ( ) Tinjau persamaan karakteristik (3.14). Dari persamaan karakteristik tersebut diperoleh nilai eigen λ 1 = 1, λ 2 = 1 dan λ 3 = α m 1. Agar titik tetap sistem stabil maka nilai eigen λ 3 haruslah bernilai negatif. Misalkan R 0 = α m+1. Karena diketahui R 0 < 1 maka α m+1 < 1 atau α m 1 < 0. Jadi diperoleh λ 3 = α m 1 < 0. Karena ketiga nilai eigen negatif akibatnya sistem akan stabil asimtotik secara lokal. Jadi terbukti bahwa jika R 0 < 1 maka titik tetap tak endemik sistem stabil asimtotik secara lokal. III.2.2 Titik Tetap Endemik Dan Analisis Kestabilan Titik tetap endemik juga merupakan solusi kesetimbangan sistem yang memberikan makna bahwa untuk jangka waktu yang lama populasi perokok akan selalu ada dan berpeluang untuk meyebabkan orang lain menjadi perokok. Seperti halnya dengan titik tetap tak endemik, syarat kestabilan titik endemik dapat ditentukan melalui nilai karakteristik dari matriks Jacobi sistem yang dapat diperoleh melalui linearisasi sistem di sekitar titik tetap endemik tersebut. Dengan membuat persamaan (3.7)-(3.9) sama dengan nol maka diperoleh titik tetap yang kedua berupa titik tetap endemik, yaitu (Pm, Sm, Rm ) = ( ) 1 R 0, (R 0 1), α m(r 0 1) dengan R 0 = βm. α m +1

21 Teorema 2 Misalkan (P m, S m, R m ) = ( 1 R 0, (R 0 1), α m(r 0 1) ) adalah titik tetap endemik dari sistem (3.7)-(3.9). Titik tetap endemik tersebut akan stabil asimtotik secara lokal jika dan hanya jika R 0 > 1, dengan nilai R 0 = Bukti: α m+1. ( ) Pelinieran sistem (3.7)-(3.9) disekitar titik tetap (P m, S m, R m ) menghasilkan matriks Jacobi : (R 0 1) 1 R 0 0 J(Pm, Sm, Rm ) = (R 0 1) 0 0. (3.15) 0 α m 1 Nilai eigen matriks (3.15) diperoleh dari solusi persamaan karakteristiknya yaitu (R 0 1) 1 λ R 0 0 J λi = (R 0 1) λ 0 = 0. (3.16) 0 α m 1 λ Dari persamaan karakteristik (3.16) diperoleh nilai eigen λ 1 = 1 dan persamaan kuadrat λ 2 + aλ + b = 0, (3.17) dengan a = R 0 dan b = (R 0 1) R 0. Persamaan kuadrat (3.17) akan mempunyai dua akar real yang negatif atau dua akar kompleks dengan bagian real yang negatif jika dan hanya jika koefisien a, b > 0. Karena diketahui bahwa titik tetap endemik sistem stabil asimtotik secara lokal maka dua nilai eigen lainnya bernilai negatif. Atau dengan kata lain koefisien dari persamaan kuadrat (3.17), a, b > 0. Akibatnya diperoleh nilai R 0 > 1, dengan R 0 = α m +1. Jadi terbukti bahwa jika titik tetap endemik sistem stabil asimtotik secara lokal maka R 0 > 1. ( ) Tinjau persamaan karakteristik (3.16) dengan nilai eigen λ 1 = 1 dan persamaan kuadrat (3.17) dengan a = R 0 dan b = (R 0 1) βm R 0. Agar titik tetap endemik stabil maka dua nilai eigen lainnya haruslah bernilai negatif.

22 Karena diketahui R 0 > 1, dengan nilai R 0 = α m, maka nilai a > 0 dan b > 0. +1 Akibatnya persamaan kuadrat (3.17) menghasilkan dua akar real yang negatif atau dua akar kompleks dengan bagian real yang negatif. Karena ketiga nilai eigen negatif maka titik tetap endemik akan stabil asimtotik. Jadi terbukti bahwa jika R 0 > 1 maka titik tetap endemik sistem stabil asimtotik secara lokal. III.2.3 Basic Reproductive Number (R 0 ) Dalam masalah kebiasaan merokok, R 0 dapat dinyatakan sebagai rata-rata banyaknya kasus kedua (kasus sekunder) yang dihasilkan oleh seorang perokok aktif, pada saat ia berinteraksi dalam sebuah populasi yang potensial. Nilai R 0 sistem dapat diperoleh melalui syarat kestabilan titik tak endemik atau titik endemik karena stabil atau tidaknya kedua titik tersebut ditentukan melalui besar kecilnya nilai R 0. Tinjau nilai R 0 yang telah diperoleh dari syarat kestabilan kedua titik tetap yaitu R 0 = dengan rata-rata kontak dan 1 α m +1 α m + 1, (3.18) adalah periode terjadinya kontak. Secara umum, R 0 sistem pada model awal ini bergantung pada parameter α m dan. Besar kecilnya nilai R 0 dapat kita tentukan dengan cara mengetahui ambang batas dari tiap parameter atau kebergantungan antara parameter α m dengan. Jika R 0 = 1, yang merupakan titik bifurkasi sistem (turning point), maka diperoleh persamaan = α m + 1. Gambar berikut memperlihatkan hubungan antara parameter α m dengan untuk nilai R 0 = 1. Gambar III.2: Grafik terhadap α m, dengan nilai R 0 = 1. Endemik terjadi jika R 0 > 1 dan tak endemik jika R 0 < 1.

23 Dari Gambar III.2 di atas dapat dilihat bahwa jika nilai < 1 maka nilai R 0 akan selalu kecil dari 1, untuk setiap nilai α m > 0. Sebaliknya, jika nilai cukup besar, maka R 0 akan kecil dari 1 jika dan hanya jika nilai α m juga besar. Ini berarti bahwa jika terjadi kontak yang cukup besar antara pria perokok aktif dengan subpopulasi potensial maka rata-rata jumlah populasi yang berhenti merokok juga harus besar sehingga untuk jangka waktu yang lama endemik tidak terjadi dalam sistem. Tetapi jika kontak yang terjadi cukup kecil maka untuk jangka waktu yang lama endemik tidak akan terjadi dalam sistem. Jadi pada kondisi yang stasioner jika nilai R 0 cukup besar yaitu kontak dengan pria perokok aktif ( ) cukup besar, maka jumlah orang yang merokok akan bertambah banyak sehingga endemik akan terjadi. Tetapi jika kontak dengan pria perokok ( ) cukup kecil, maka jumlah orang yang merokok akan berkurang sehingga endemik dalam suatu populasi tidak akan terjadi. III.3 III.3.1 Analisis Kuantitatif Estimasi Parameter Estimasi parameter model dalam persamaan (3.7)-(3.12) dilakukan dengan menggunakan data jumlah perokok yang diperoleh dari National Statistics: GHS yang melakukan survei data di Inggris dari tahun 1974 sampai tahun 2004. Data tersebut berupa persentase jumlah perokok dan jumlah orang yang berhenti merokok dengan total populasi 100% [11]. Data perokok dikelompokkan berdasarkan usia 16 tahun sampai 60 tahun (data selengkapnya dapat dilihat dalam Lampiran). Dengan mendiskritisasi model (dengan t = 1) dan kemudian menggunakan metode kuadrat terkecil (Least Squares Method) diperoleh nilai parameter model yang dapat dilihat dalam tabel berikut. Tabel III.1. Nilai parameter model. µ α m α f βm βf α m = αm µ α f = α f µ = µ β f = β f µ 0.055 0.063 0.059 0.166 0.114 1.145 1.072 3.018 2.072 Dari data diketahui bahwa pada awal tahun 1974 jumlah pria perokok aktif mencapai 51%, wanita perokok aktif sebesar 41%, pria perokok yang berhenti

24 merokok sebesar 23% dan wanita perokok yang berhenti merokok sebesar 11%. Dengan menganggap total populasi 100% diperoleh jumlah pria potensial sebesar 26% dan wanita potensial sebesar 48%. Dengan menganggap tahun 1974 sebagai tahun ke t = 0 maka nilai tersebut menjadi nilai awal untuk menyelesaikan persamaan (3.7) - (3.12). Karena persamaan (3.7) - (3.12) merupakan bentuk persamaan yang tak berdimensi maka nilai awal tersebut menjadi P m (0) = 0.26, S m (0) = 0.51, R m (0) = 0.23, P f (0) = 0.48, S f (0) = 0.41 dan R f (0) = 0.11. III.3.2 Simulasi Numerik Pada bagian ini kita akan melakukan simulasi secara numerik untuk mengetahui perilaku solusi sistem. Simulasi dilakukan dengan mengubah-ubah parameter, yaitu rata-rata kontak dengan pria perokok, untuk melihat seberapa besar pengaruh parameter tersebut dalam hal terjadinya endemik pada suatu populasi. Dengan menggunakan nilai parameter dalam Tabel III.1 diperoleh R 0 = 1.406 yang berarti titik tetap tak endemik yaitu (P, S, R ) = (1, 0, 0), tidak stabil dan titik tetap endemik yaitu (P m, S m, R m ) = (0.71, 0.13, 0.15) dan (Pf, S f, R f ) = (0.78, 0.10, 0.11) stabil asimtotik secara lokal sehingga untuk t yang besar (t ), solusi dari persamaan (3.7) - (3.12) akan menuju ke titik tetap endemik tersebut. Grafik solusinya dapat dilihat dalam Gambar III.3 berikut. 0.8 0.6 0.4 R 0 1.406 1 Pm t Sm t Rm t Pf t Sf t Rf t 0.2 1 2 3 4 5 t Gambar III.3: Grafik solusi dengan nilai awal P m (0) = 0.26, S m (0) = 0.51, R m (0) = 0.23, P f (0) = 0.48, S f (0) = 0.41, R f (0) = 0.11 dan nilai parameter α m = 1.145, α f = 1.072, = 3.018, β f = 2.072.

25 Dari Gambar III.3 di atas dapat dilihat bahwa untuk waktu yang stasioner jumlah pria dan wanita perokok selalu ada. Hal ini juga dapat dilihat dengan jelas dalam bidang fase antara subpopulasi pria dan wanita perokok berikut. (a) 0.11 (b) 0.4 0.105 0.35 0.1 Sf(t) 0.3 0.25 0.2 0.15 0.1 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 Sm(t) 0.095 0.12 0.125 0.13 0.135 0.14 0.1056 0.1056 0.1055 (c) 0.1055 0.1349 0.135 0.1351 0.1352 0.1353 Gambar III.4: Bidang fase antara subpopulasi pria perokok dengan wanita perokok, dengan nilai awal S m (0) = 0.51, S f (0) = 0.41 dan nilai parameter α m = 1.145, α f = 1.072, = 3.018 dan β f = 2.072. Bidang fase dalam Gambar III.4(a) di atas menunjukkan bahwa jumlah perokok pada kedua populasi menurun, tetapi ternyata nilai tersebut tidak menurun secara terus menerus melainkan terjadi suatu perputaran (spiral) pada ujung grafik yang berturut-turut ditunjukkan dalam Gambar III.4(b) dan (c), sehingga dapat kita simpulkan bahwa populasi perokok tidak akan pernah hilang dari sistem walaupun untuk waktu yang lama. Jika nilai kita turunkan menjadi 0.3018 maka akan diperoleh nilai R 0 = 0.1406. Ini berarti bahwa titik tetap tak endemik akan stabil asimtotik secara lokal dan titik tetap endemik tidak stabil sehingga untuk t yang cukup besar, solusi model akan menuju ke titik tetap tak endemik tersebut. Jadi untuk waktu yang stasioner jumlah pria perokok aktif akan hilang sama sekali sehingga endemik tidak akan terjadi. Grafik solusinya dapat dilihat dalam Gambar III.5 berikut.

26 1 0.8 0.6 0.4 R 0 0.1406 1 Pm t Sm t Rm t Pf t Sf t Rf t 0.2 1 2 3 4 5 t Gambar III.5: Grafik solusi dengan nilai awal P m (0) = 0.26, S m (0) = 0.51, R m (0) = 0.23, P f (0) = 0.48, S f (0) = 0.41, R f (0) = 0.11 dan nilai parameter α m = 1.145, α f = 1.072, = 0.3018 dan β f = 2.072. Gambar III.5 di atas memperlihatkan perubahan yang terjadi pada solusi sebelumnya. Perubahan tersebut berupa pertambahan populasi potensial, penurunan populasi perokok serta perubahan populasi recover yang terjadi setelah nilai kita turunkan. Besar perubahan tersebut dapat dilihat dalam grafik selisih antara solusi dalam Gambar III.3 dan III.5 berikut. 0.2 0.2 0.1 0.1 0 t 0 t -0.1-0.1 0 1 2 3 4 5 0 1 2 3 4 5 (a) Gambar III.6: Grafik jumlah pertambahan populasi potensial (garis), penurunan populasi perokok aktif (titik) dan populasi recover (garis putus) untuk populasi pria (a) dan wanita (b) setelah nilai diturunkan. (b) Untuk populasi pria (Gambar III.6(a)), dapat dilihat dalam jangka waktu 18 tahun (t = 1, dengan nilai µ = 0.055), jumlah pria potensial bertambah sebesar 20% dan terus bertambah menjadi 30%. Sebaliknya, jumlah populasi pria perokok aktif, dalam jangka waktu 18 tahun (t = 1), berkurang sebesar

27 13% dan terus berkurang menjadi 15%. Penurunan ini tentu saja diakibatkan karena kontak dengan pria perokok yang diasumsikan sebagai vektor penyebab seseorang menjadi perokok kita turunkan. Begitupula dengan populasi wanita potensial (lihat Gambar III.6(b)), dalam jangka waktu sekitar 18 tahun (t = 1), jumlahnya bertambah sebesar 8% dan terus bertambah menjadi 20%. Sebaliknya, jumlah wanita perokok aktif, dalam waktu sekitar 18 tahun berkurang sebesar 5% dan terus berkurang menjadi 10%. Dari hasil simulasi di atas dapat disimpulkan bahwa jika rata-rata kontak antara pria potensial atau wanita potensial dengan pria perokok aktif per individu per tahun dapat dikontrol maka untuk kondisi yang stasioner endemik dalam suatu populasi tidak akan terjadi.