HUBUNGAN ANTARA STRES KERJA DENGAN TINGKAT KELELAHAN KERJA PADA PEKERJA LAPANGAN BAGIAN PRODUKSI PT. J RESOURCES BOLAANG MONGONDOW

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN METODE PENELITIAN

*Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Sam Ratulangi Manado

Kata Kunci: Kelelahan Kerja, Shift Kerja, PLTD.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan faktor-faktor yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

HUBUNGAN ANTARA SHIFT

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado. Kata Kunci: Intensitas Kebisingan, Kelelahan Kerja, Tenaga Kerja Ground Handling

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado. Kata kunci : stres kerja, masa kerja, kelelahan kerja, pekerja lapangan

Kata kunci: intensitas pencahayaan, usia, kelelahan mata, lux meter, flicker fusion

*Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sam Ratulangi Manado

Kata Kunci: Shift Kerja, Kelelahan kerja

GAMBARAN KELELAHAN KERJA PADA KARYAWAN SHIFT

*Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universtas Sam Ratulangi Manado

HUBUNGAN ANTARA STRES KERJA DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA GURU SMP NEGERI 1 AIRMADIDI Jimmy M. Paays*, Paul A.T. Kawatu*, Budi T.

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pekerja maupun pihak yang menyediakan pekerjaan. Hal ini sesuai dengan

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman globalisasi dan pasar bebas WTO (World Trade Organization)

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia yang dapat memberikan kepuasan dan tantangan, sebaliknya dapat pula

HUBUNGAN ANTARA UMUR DAN BEBAN KERJA DENGAN KELELAHAN KERJA PADA MONTIR PERBENGKELAN DI DESA KIAWA KECAMATAN KAWANGKOAN UTARA KABUPATEN MINAHASA

HUBUNGAN IKLIM KERJA DAN STATUS GIZI DENGAN PERASAAN KELELAHAN KERJA PADA TENAGA KERJA BAGIAN PRODUKSI DI PABRIK KOPI PD. AYAM RAS KOTA JAMBI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. higiene perusahaan dan kesehatan kerja, memiliki segi-segi khusus yang tidak

BAB V PEMBAHASAN. perempuan. Berdasarkan jenis kelamin menurut Suma mur (2014) memiliki

INTISARI. Kata Kunci : Kondisi Kerja, Beban Kerja, Tingkat Stres perawat.

HUBUNGAN ANTARA SHIFT

PENGARUH KEBISINGAN TERHADAP STRES KERJA PADA PEKERJA BAGIAN WEAVING DI PT ISKANDAR INDAH PRINTING TEXTILE SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN I-1

*Fakultas Kesehatan Masyarakat

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

BAB I PENDAHULUAN. dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan/atau alat-alat. (Permenakertrans RI Nomor PER.13/MEN/X/2011).

PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT Vol. 5 No. 1 FEBRUARI 2016 ISSN

Perbedaan Tingkat Stres Kerja Operator SPBU ditinjau dari Shift Kerja ((Studi Di SPBU Kabupaten Ciamis Tahun 2014)

HUBUNGAN ANTARA BEBAN KERJA PERAWAT DENGAN PENERAPAN KOMPENSASI PERAWAT DI RUANG RAWAT INAP RSUD MUNTILAN NASKAH PUBLIKASI

Kata Kunci : Tingkat kelelahan kerja, umur, pendidikan, masakerja, status gizi

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Unsrat Manado

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado

STUDI PERBEDAAN KELELAHAN KERJA BERDASARKAN PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN (EXTRA FOODING) (Studi di PT. Besmindo Materi Sewatama, Pekopen Tambun Bekasi)

UNIVERSITAS AIRLANGGA DIREKTORAT PENDIDIKAN Tim Pengembangan Jurnal Universitas Airlangga Kampus C Mulyorejo Surabaya

ANALISIS HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK TERHADAP TERJADINYA STRES KERJA PADA PEKERJA INDUSTRI BENGKEL LAS DI KOTA PEKANBARU TAHUN 2013

SKRIPSI HUBUNGAN TEMPERATUR DAN KEBISINGAN DENGAN KELELAHAN SUBJEKTIF INDIVIDU DI PT X JAKARTA

HUBUNGAN ANTARA BEBAN KERJA DAN STATUS GIZI DENGAN KELELAHAN KERJA PADA BURUH ANGKUT DI PASAR SERASI KOTA KOTAMOBAGU

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. canggih yang biasa digunakan selain pemakaian tenaga sumber daya manusia. Mesinmesin

BAB I PENDAHULUAN. memiliki prioritas tertinggi dalam hirarki Maslow. Dimana seseorang memiliki

HUBUNGAN POLA ASUH IBU DAN BERAT BADAN LAHIR DENGAN KEJADIAN STUNTING

BAB I PENDAHULUAN. bermacam-macam, berkembang dan berubah. Seseorang bekerja karena

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Work-Related Stress: Stres di Era Globalisasi dan Dampak Seriusnya

PENGARUH PENERAPAN PROGRAM KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN BAGIAN PRODUKSI PT. DJITOE INDONESIAN TOBACCO SURAKARTA

HUBUNGAN BEBAN KERJA DAN STATUS GIZI TERHADAP KELELAHAN KERJA

BAB I PENDAHULUAN. secara langsung terhadap sistem pendidikan dan pelayanan kepada masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia telah ditetapkan lamanya waktu bekerja sehari maksimum

HUBUNGAN BEBAN KERJA DENGAN JUMLAH PERAWAT DI PUSKESMAS WAEPANA KECAMATAN SOA KABUPATEN NGADA PROPINSI NTT TAHUN 2013

BAB V PEMBAHASAN. saat penelitian dilakukan yang diukur dengan satuan tahun. Dalam

PERBEDAAN KELELAHAN KERJA PADA KARYAWAN SHIFT

Kata kunci : Kelelahan kerja, umur, beban kerja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penggunaan tembakau, penyalahgunaan obat dan alkohol, dan HIV/AIDS.

Kata Kunci : Kelelahan Kerja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan sebaliknya kesehatan dapat mengganggu pekerjaan. Tujuan pengembangan

GAMBARAN BEBAN KERJA BERDASARKAN DENYUT JANTUNG PADA TENAGA KERJA BONGKAR MUAT (TKBM) PELABUHAN SAMUDERA BITUNG.

KINERJA DITINJAU DARI STRES KERJA PADA KARYAWAN STIKES WIRA HUSADA YOGYAKARTA. Ariana Sumekar

HUBUNGAN TEKANAN PANAS DAN BEBAN KERJA DENGAN KELELAHAN KERJA PADA TENAGA KERJA WEAVING PT. ISKANDAR INDAH PRINTING TEXTILE

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. keadaan sempurna baik fisik, mental dan sosial tidak hanya bebas dari. kesehatan dan Keadaan Sejahtera Badan, Jiwa dan Sosial yang

PENGARUH PENAMBAHAN WAKTU ISTIRAHAT PENDEK TERHADAP KELELAHAN KERJA PADA PAKERJA PELINTING ROKOK DI PT. DJITOE INDONESIA TOBACCO BAB I

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. fisiologis maupun psikologis. Segala yang dibutuhkan manusia untuk

FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN TERJADINYA PERASAAN KELELAHAN KERJA PADA SATUAN PENGAMANAN (SATPAM) DI LINGKUNGAN UNIVERSITAS SAM RATULANGI

BAB I PENDAHULUAN. mencakup syarat-syarat keselamatan kerja yang berkaitan dengan suhu,

BAB I PENDAHULUAN. proses industri dipercepat untuk mendapatkan produksi semaksimal mungkin.

BAB I PENDAHULUAN. kesadaran dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. sepanjang hari. Kehidupan manusia seolah tidak mengenal waktu istirahat. Dalam

HUBUNGAN INTENSITAS PENCAHAYAAN DAN LAMA PAPARAN LAYAR MONITOR KOMPUTER DENGAN KELELAHAN MATA PADA KARYAWAN BAA BAU DAN IT UMS

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan rumah sakit. menimbulkan dampak negatif dan mempengaruhi derajat kesehatan mereka.

BAB I PENDAHULUAN. Tenaga kerja menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 13 Tahun

HUBUNGAN TEKANAN PANAS DAN BEBAN KERJA FISIK DENGAN KELELAHAN KERJA PADA TENAGA KERJA WANITA BAGIAN SEWING DI CV.

PERBEDAAN TINGKAT KELELAHAN KERJA BERDASARKAN SHIFT KERJA PAGI DAN MALAM (Survei pada Pekerja Bagian Produksi di Pabrik Pakan Ternak Andhika Feedmill)

PENDAHULUAN Setiap perusahaan berupaya untuk mendapatkan karyawan yang terlibat dalam kegiatan organisasi atau perusahaan dapat

BAB I PENDAHULUAN. Desain stasiun kerja akan berpengaruh pada sikap kerja yang dilakukan

Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Stres Kerja Pada Pekerja Factory 2 PT. Maruki Internasional Indonesia Makassar Tahun 2016

HUBUNGAN ANTARA KEBISINGAN DAN BEBAN KERJA DENGAN STRES KERJA PADA PEKERJA UNIT PERBAIKAN DI PT. KAI DAOP VI YOGYAKARTA DIPO SOLO BALAPAN

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN STRES MASYARAKAT DI PEMUKIMAN SEKITAR REL KERETA API SRAGO GEDE

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan memanfaatkan sumber-sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. hal tersebut dengan meratifikasi 15 Konvensi International Labour Organization (ILO). Delapan

HUBUNGAN TINGKAT PERSENTASE CARDIOVASCULAR LOAD (%CVL) DENGAN TINGKAT KELELAHAN PADA KULI ANGKUT BUAH DI PASAR GEDE HARDJONAGORO SURAKARTA

* Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Sam Ratulangi Manado

FAKTOR ERGONOMI & PSIKOLOGI PERTEMUAN KE-4

BAB I PENDAHULUAN. 2007). Bising dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan gangguan fisiologis,

HUBUNGAN SHIFT KERJA DENGAN KELELAHAN KERJA PADA PEKERJA BAGIAN DAILY CHECK DI PT.KERETA API DAERAH OPERASI VI YOGYAKARTA DIPO KERETA SOLO BALAPAN

Kata kunci: Status Gizi, Umur, Beban Kerja Fisik, Keluhan Muskuloskeletal.

Perbedaan Stres Kerja Antara Pekerja Shift I Dan Shift III Bagian Produksi Di PT. Nusantara Building Industries

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI KARYAWAN TERHADAP PROGRAM KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA DENGAN KEPUASAN KERJA KARYAWAN

HUBUNGAN ANTARA BEBAN KERJA FISIK DENGAN KELELAHAN KERJA PADA TENAGA KERJA BAGIAN PRODUKSI TULANGAN BETON DI PT WIJAYA KARYA BETON Tbk.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat kota besar yang mengandalkan kepraktisan sehingga

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT TEKANAN PANAS DENGAN FREKUENSI DENYUT NADI PEKERJA PANDAI BESI DI KELURAHAN PADEBUOLO

Transkripsi:

HUBUNGAN ANTARA STRES KERJA DENGAN TINGKAT KELELAHAN KERJA PADA PEKERJA LAPANGAN BAGIAN PRODUKSI PT. J RESOURCES BOLAANG MONGONDOW RELATIONSHIP BETWEEN JOB STRESS WITH LEVELS OF FATIGUE IN THE FIELD OF THE PRODUCTION WORKERS AT PT. J RESOURCES BOLAANG MONGONDOW Syahdianto 1, Jootje M. L. Umboh 2, Paul A. T. Kawatu 3, Nancy S.H. Malonda 4 Bidang Minat Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado ABSTRACT Background: Regulation no. 36 of 2009 on Health Section 164 first 4 explains that health efforts aimed at protecting workers in order to live a healthy and free from health problems and adverse effects caused by the job. One of the barriers corelated with the productivity of employees in a company or organization is fatigue. Fatigue may lead to some circumstances which decreased work performance, physiological function and neural motor declines, the body feels uncomfortable in addition to declining morale. In addition, psychosocial issues such as stress at work has to do with health problems are serious, including heart disease, stroke, cancer caused by hormone problems, and a host of mental health problems. Objective: to analyze the relationship of job stress with levels of fatigue in the field of the production workers at PT. J Resources Bolaang Mongondow with sample of 145 respondents. Methods: This study used observational research, using cross-sectional approach. Research tools used questionnaires of job stress and type 6027 Reaction Timer to measure fatigue. Data analysis using the chi-square formula (p> 0.05). Results: showed that after work, 53.1% of the production field workers experienced mild fatigue levels and 46.9% of workers who experience moderate levels of fatigue. As for the stress of work, 66.2% of the production field workers do not experience the stress of work and 33.8% of workers who experience job stress. Conclusion: The results of the statistical test showed no corelations between work stress fatigue levels in the field of the production workers at PT. J Resources Bolaang Mongondow (p = 0.383). Keyword : work stress, levels of fatigue, field workers ABSTRAK Latar Belakang: Undang-undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 164 ayat 4 menjelaskan bahwa upaya kesehatan kerja ditujukan untuk melindungi pekerja agar hidup sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan. Salah satu hambatan yang berhubungan dengan produktivitas karyawan di suatu perusahaan atau organisasi adalah kelelahan kerja. Kelelahan kerja dapat menimbulkan beberapa keadaan yaitu prestasi kerja yang menurun, fungsi fisiologis motorik dan neural yang menurun, badan terasa tidak enak disamping semangat kerja yang menurun. Selain itu, masalah-masalah sosial kejiwaan di tempat kerja seperti stres ada hubungannya dengan masalah-masalah kesehatan yang serius, termasuk penyakit-penyakit jantung, stroke, kanker yang ditimbulkan oleh masalah hormon, dan sejumlah masalah kesehatan mental. Tujuan penelitian: untuk mengetahui hubungan stres kerja dengan tingkat kelelahan kerja pada pekerja lapangan bagian produksi di PT. J Resources Bolaang Mongondow dengan jumlah sampel 145 responden. Metode Penelitian: Penelitian ini menggunakan jenis penelitian observasional, dengan menggunakan pendekatan cross sectional. Alat penelitian menggunakan kuesioner stres kerja dan Reaction Timer tipe 6027 untuk mengukur tingkat kelelahan kerja. Analisis data yang digunakan menggunakan rumus uji chi-square (p>0,05). Hasil penelitian: menunjukkan bahwa sesudah bekerja, 53,1% pekerja lapangan bagian produksi mengalami tingkat kelelahan ringan dan 46,9% pekerja yang mengalami tingkat kelelahan sedang. Sedangkan untuk stres kerja, 66,2% pekerja lapangan bagian produksi tidak mengalami stres kerja dan 33,8% pekerja yang mengalami stres kerja. Kesimpulan: Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan antara stres kerja dengan tingkat kelelahan kerja pada pekerja lapangan bagian produksi di PT. J Resources Bolaang Mongondow (p=0,383). PENDAHULUAN Pekerjaan merupakan bagian yang memegang peranan penting bagi kehidupan manusia, yaitu dapat memberikan kepuasan, tantangan, bahkan dapat pula menjadi gangguan dan ancaman. Terjadinya gangguan kesehatan 1

akibat lingkungan kerja fisik yang buruk telah diketahui, desain dan organisasi kerja yang tidak memadai, seperti kecepatan dan beban kerja yang berlebihan, merupakan faktorfaktor yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan akibat kerja. Penerapan keselamatan dan kesehatan kerja akan menjamin dilaksanakannya semua peraturan perundangan keselamatan dan kesehatan kerja yang ada, dengan melaksanakan pengendalian risiko bahaya yang ada di tempat kerja (Setyawati, 2010). Undang-undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 164 ayat 4 menjelaskan bahwa upaya kesehatan kerja ditujukan untuk melindungi pekerja agar hidup sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan. Salah satu hambatan yang berhubungan dengan produktivitas karyawan di suatu perusahaan atau organisasi adalah kelelahan. Kelelahan kerja dapat menimbulkan beberapa keadaan yaitu prestasi kerja yang menurun, fungsi fisiologis motorik dan neural yang menurun, badan terasa tidak enak disamping semangat kerja yang menurun. Perasaan kelelahan kerja cenderung meningkatkan terjadinya kecelakaan kerja, sehingga dapat merugikan diri pekerja sendiri maupun perusahaannya karena adanya penurunan produktivitas kerja. Kelelahan kerja terbukti memberikan kontribusi lebih dari 60% dalam kejadian kecelakaan di tempat kerja (Setyawati, 2010). 2 Praktek-praktek ergonomis yang kurang memadai mengakibatkan kelelahan dan gangguan pada otot, sehingga dapat mempengaruhi kualitas hidup dan produktivitas pekerja. Selain itu, masalahmasalah sosial kejiwaan di tempat kerja seperti stres ada hubungannya dengan masalah-masalah kesehatan yang serius, termasuk penyakit-penyakit jantung, stroke, kanker yang ditimbulkan oleh masalah hormon, dan sejumlah masalah kesehatan mental (Jumliah, 2010). Beberapa penelitian membuktikan bahwa faktor-faktor penyebab gangguan kesehatan tersebut tidak murni faktor fisik saja, tetapi juga disertai unsur psikologis. Kemajuan teknologi yang mengurangi porsi pekerjaan manual, meningkatnya pekerjaan-pekerjaan di sektor jasa, bertambahnya pekerja wanita, merupakan beberapa faktor yang mendorong peningkatan kasus-kasus stress akibat kerja saat ini. Hasil penelitian Labour Force Survey pada tahun 1990 menemukan adanya 182.700 kasus stress akibat kerja di Inggris. Sedangkan pada tahu 1995, menurut Survey of self reported Work-related Ill Health (SWI) di Inggris menyatakan bahwa terdapat kurang lebih 500.000 individu menderita gangguan kesehatan akibat stres ditempat kerja, tetapi dari jumlah ini diduga hanya 216.000 orang yang sesungguhnya benar-benar sakit. Dengan mempertimbangkan adanya perbedaan dalam metode penelitian, diperkirakan dari tahun 1990 sampai tahun

1995 terjadi peningkatan kasus stres akibat kerja kira-kira sebesar 30%. Pada penelitian lain hasil survei statistik kesehatan di Australia Barat menunjukkan adanya peningkatan kasus stres akibat kerja yang tinggi, yaitu dari 205 kasus tuntutan hak asuransi gangguan kesehatan akibat stres ditempat kerja pada kurun waktu 1993/1994 yang bertambah menjadi 380 kasus pada kurun waktu 1994/1995. Pada survei ini juga dinyatakan bahwa pekerja laki-laki kehilangan kira-kira 50,8 hari kerja pada setiap tuntutan hak asuransi, sedangkan pekerja wanita kehilangan kira-kira 58,5 hari kerja. Dengan demikian harus diakui bahwa stres akibat kerja merupakan masalah kesehatan kerja yang penting, yang akan menyebabkan penurunan produktikvitas kerja secara bermakna (Harrianto, 2009). PT. J Resources Bolaang Mongondow merupakan suatu perusahaan yang bergerak dibidang pertambangan yaitu tambang emas. Dimana aktivitas wilayah kegiatan eksplorasi di Kabupaten Bolaang Mongondow Timur yaitu pada dua desa yaitu desa Lanut dan desa Badaro, Kecamatan Modayag. Berdasarkan survei awal yang dilakukan oleh peneliti menemukan bahwa aktivitas kerja karyawan PT. J Resources Bolaang Mongondow cukup tinggi sehingga penetapan jam shift kerja diberlakukan dalam perusahaan ini. Faktor inilah yang menjadi kendala dari para karyawan mulai dari stres akibat aktivitas jam kerja yang padat, hingga berujung pada kelelahan kerja. Menurut Setyawati (2010) 3 menyebutkan bahwa shift kerja berpengaruh terhadap keselamatan dan kesehatan kerja, sebagaimana yang dikutip dalam penelitian Pulat (1992) yang mengutarakan beberapa pengaruh shift kerja terhadap tubuh yaitu; adanya pengaruh pada kualitas tidur, kapasitas bekerja pada malam hari kurang, shift kerja dapat mempengaruhi kapasitas mental, menyebabkan gangguan kejiwaan, serta dapat memicu gangguan pencernaan pada pekerja shift malam. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan antara stres kerja dengan tingkat kelelahan kerja pada pekerja lapangan bagian produksi di PT. J Resources Bolaang Mongondow. METODOLOGI PENELITIAN Jenis penelitian yang dipakai adalah Penelitian ini menggunakan jenis penelitian observasional, dengan menggunakan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan yang bekerja di lapangan bagian produksi perusahaan tambang PT. J Resources Bolaang Mongondow. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus penentuan sampel yang dikutip dari Suryono (2011), sebagai berikut: N = besar populasi n = besar sampel d 2 = presisi (5% atau 0,05) Diketahui jumlah populasi karyawan N = 227 orang, dan tingkat presisi yang ditetapkan d 2 = 5%, maka jumlah sampel :

n = = N N. d 2 + 1 227 227. 5 100 2 n = 145 responden + 1 Untuk menentukan sampel yang akan diambil maka digunakan teknik pengambilan sampel secara purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu yang telah dibuat oleh peneliti (Riyanto, 2011). HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Tingkat Kelelahan Kerja Distribusi tingkat kelelahan kerja pada pekerja lapangan bagian produksi PT. J Resources Bolaang Mongondow. Tabel 1. Distribusi responden berdasarkan Tingkat Kelelahan Kerja Kategori Kelelahan n % Sedang 68 46,9 Ringan 77 53,1 Total 145 100 Berdasarkan hasil penelitian yang disajikan pada tabel 1, sebagian besar pekerja lapangan bagian produksi PT. J Resources Bolaang Mongondow mengalami kelelahan ringan yaitu sebanyak 77 responden (53,1%), dan pekerja yang mengalami kelelahan sedang sebanyak 68 responden (46,9%). Tingkat kelelahan dapat diukur dengan menggunakan beberapa metode salah satunya adalah waktu reaksi (Suma mur, 1996). Menurut Setyawati (2010), waktu reaksi adalah waktu yang terjadi antara pemberian rangsang tunggal sampai timbulnya respons terhadap rangsang tersebut. Dalam penelitian ini digunakan rangsang cahaya, dikarenakan lokasi pengukuran di lapangan yang ribut sehingga dapat mengakibatkan gangguan dalam proses pengukuran bila menggunakan rangsang suara. Menurut Setyawati (2010), pengukuran waktu reaksi dengan rangsang cahaya atau rangsang suara dilakukan sesuai kebutuhan pihak pemerikasa. Kelelahan kerja dalam penelitian ini dikategorikan menjadi normal, kelelahan ringan, kelelahan sedang dan kelelahan berat. Parameter waktu reaksi dipergunakan untuk pengukuran kelelahan kerja, waktu reaksi ini dipengaruhi oleh faktor rangsangnya sendiri baik intensitas maupun kompleksitas rangsangangnya, dan juga dipengaruhi oleh motivasi kerja, jenis kelamin, usia, kesempatan, serta anggota tubuh yang dipergunakan. Hasil penelitian dari 145 responden yang diukur, sebagian besar responden pekerja lapangan bagian produksi PT. J Resources Bolaang Mongondow mengalami kelelahan tingkat ringan dengan persentase 53,1%, dan sisanya 46,9% mengalami kelelahan tingkat sedang. Untuk tindakan perbaikan klasifikasi tingkat kelelahan ringan dan sedang, masih dapat ditoleransi yaitu dengan memberikan waktu istirahat yang cukup, apabila mengalami kelelahan. faktor-faktor yang dapat berpengaruh terhadap terjadinya kelelahan kerja bermacam-macam, mulai dari faktor lingkungan yang tidak memadai untuk pekerja sampai kepada masalah psikososial yang dapat berpengaruh terhadap terjadinya kelelahan kerja. Lingkungan kerja yang nyaman dan ventilasi udara yang adekuat, 4

didukung oleh tidak adanya kebisingan akan mengurangi kelelahan kerja. Lama dan ketepatan waktu beristirahat sangat berperan dalam mempengaruhi terjadinya kelelahan kerja. Kesehatan pekerja yang selalu di monitor dengan baik, dan pemberian gizi yang sempurna dapat menurunkan kelelahan kerja. Beban kerja yang diberikan pada pekerja perlu disesuaikan dengan kemampuan psikis dan fisik pekerja bersangkutan. Pencegahan kelelahan kerja ini terutama ditujukan kepada upaya menekan faktor-faktor yang berpengaruh secara negatif pada kelelahan kerja dan meningkatkan faktor-faktor yang berpengaruh secara positif. Faktor-faktor yang berpengaruh secara negatif yang perlu ditekankan misalnya ada stres kronis dan stress akut, yaitu dengan tidak menciptakan atau menghindarkan stres buatan manusia. Memilih usia-usia yang berpeluang baik dalam mengendalikan kelelahan kerja. Pemilihan pekerja yang memiliki semangat kerja yang tinggi, pendidikan yang memadai sesuai jenis pekerjaannya, Setyawati (2010). 2. Stres Kerja Distribusi stres kerja pada pekerja lapangan bagian produksi PT. J Resources Bolaang Mongondow. Tabel 2. Distribusi responden berdasarkan stres kerja Kategori Stres n % Kerja Stres 49 33,8 Tidak Stres 96 66,2 Total 145 100 Berdasarkan hasil penelitian yang disajikan pada tabel 2, sebagian besar pekerja lapangan tidak mengalami stres, yaitu sebanyak 96 responden (66,2%), dan pekerja lapangan yang mengalami stres sebanyak 49 responden (33,8%). Variabel stres kerja responden diukur menggunakan kuesioner stres kerja dengan 20 item pertanyaan. Dari hasil skoring item pertanyaan itulah kategori stres dan tidak stres dapat diketahui. Hasil penelitian 145 responden yang diukur sebagian besar responden pekerja lapangan bagian produksi PT. J Resources Bolaang Mongondow tidak mengalami stres kerja dengan persentase 66,2% dan sisanya mengalami stress kerja dengan persentase 33,8%. Stres merupakan dampak penting dari interaksi antara pekerjaan dan individu. Stres dalam konteks ini adalah keadaan tidak seimbang dalam diri seorang individu yang sering kali termanifestasi lewat gejala seperti insomnia, keringat berlebihan, gugup dan tidak tenang. Apakah stres merupakan hal yang positif atau negatif itu, bergantung pada tingkat toleransi individu. Orang bereaksi dengan cara berbeda pada situasi yang sepertinya menghasilkan tuntunan psikologi yang sama. Beberapa individu mengatasinya secara positif dengan meningkatkan motivasi dan komitmen untuk menyelesaikan pekerjaan, sedangkan individu yang mengatasinya secara negatif yaitu dengan pelarian pada mengkonsumsi alkohol atau obat ( Ivancevich, dkk., 2007). Hubungan antara masing-masing perubahan psikologis seorang individu tidak banyak diketahui secara mendetail, tetapi kebanyakan peneliti mengakui bahwa rangsangan psikologis (stressor) termasuk stres akibat pekerjaan merupakan faktor pemicu yang penting untuk timbulnya suatu penyakit tertentu, seperti penyakit jantung, hipertensi, dan beberapa penyakit neuropsikiatris. Stressor sering kali berhubungan langsung dengan sistem tugas, volume pekerjaan, lingkungan kerja, atau sebagai ketidak harmonisan hubungan dengan individu lain ditempat kerja dan faktor-faktor budaya organisasi tempat kerja (Harrianto, 2009). Beberapa stressor yang berhubungan pada peranan seseorang di organisasi tempat kerja : 5

1. Sistem tugas sebagai stressor dalam stres kerja di organisasi tempat kerja, yaitu diantaranya kerja lembur / tugas kerja malam. Menurut beberapa penelitian, kerja lembur yang terlalu sering, apalagi bila jumlah jam kerja menjadi berlebihan, ternyata tidak hanya mengurangi kuantitas dan kualitas kerja, tetapi juga sering meningkatkan jumlah absensi dengan alasan sakit atau kecelakaan kerja. Sama halnya dengan tugas malam merupakan tugas yang berat bagi pekerja, dan sering mengakibatkan timbulnya gangguan fisik akibat kurang tidur serta perubahan tingkah laku yang dapat mendorong individu untuk penyalahgunaan alkohol dan obatobatan terlarang serta perubahan kebiasaan makan. 2. Volume pekerjaan sebagai stressor dalam stres kerja di organisasi tempat kerja, yaitu volume kerja yang berlebihan dan volume kerja yang sangat kurang. Volume pekerjaan yang terlalu banyak akan dibatasi oleh waktu, sehingga sering pekerjaan dilakukan secara tergesa-gesa karena waktu yang terbatas. Sedangkan pada volume kerja yang sangat kurang menyebabkan kurangnya rangsangan untuk bekerja, kurangnya variasi, tidak ada kreativitas atau tuntutan untuk mengatasi masalah. 3. Tanggung jawab pekerjaan sebagai stressor dalam stres kerja di organisasi tempat kerja, yaitu tanggung jawab untuk keselamatan dan kesejahteraan diri sendiri mencakup tanggung jawab untuk bekerja dengan aman merupakan faktor stres psikis pada pekerja karena harus selalu kerja dengan hati-hati agar tidak membahayakan orang di sekitarnya ataupun membahayakan diri sendiri. Pekerjaan dengan stressor seperti ini, misalnya pada pekerjaan dibidang pertambangan. 4. Lingkungan kerja sebagai stressor dalam stres kerja di organisasi tempat kerja, yaitu adanya ancaman terpajan kondisi fisik tempat kerja yang kurang menyenangkan atau kontak dengan bahan-bahan beracun. 3. Hubungan Antara Stres Kerja Dengan Tingkat Kelelahan Tabel 3. Hubungan Antara Stres Kerja Dengan Tingkat Kelelahan Pada Pekerja Lapangan Bagian Produksi. Kelelahan Stres Ringan Sedang Total % p n % n % Stres 20 40,8 29 59,2 49 33,8 Tidak Stres 48 50 48 50 96 66,2 0,383 Total 68 46,9 77 53,1 145 100 6

Berdasarkan penelitian, hasil uji statistik menggunakan uji chi kuadrat (chi square) dengan bantuan program SPSS versi 19 menghasilkan nilai probabilitas sebesar 0,383 (p > 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara stres kerja dengan kelelahan kerja pada karyawan PT. J Resources Bolaang Mongondow. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Agus Prastyo (2010) yang mengemukakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara stres kerja dengan kelelahan kerja (p = 0,024). Disebutkan bahwa stres dapat berpengaruh terhadap kelelahan kerja (Rees dalam Setyawati, 2010) namun tingkat pengaruhnya tidak sama bagi tiap pekerja (Silalahi dalam Setyawati, 2010) sehingga hasil penelitian tidak sejalan dengan kepustakaan yang dikemukakan tersebut. Hasil penelitian tidak sesuai dengan teori yang dikemukakan namun hal ini kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah faktor organisasional dan lingkungan kerja. Organisasional sebagai penyebab stress yang berujung pada kelelahan kerja, didapat bahwa manajemen organisasi PT. J Resources Bolaang Mongondow sudah baik dengan didapat sedikit pekerja lapangan bagian produksi yang mengalami stres akibat pekerjaan, ini berkaitan erat dengan strategi manajemen yang diterapkan oleh perusahaan. Adanya uraian pekerjaan yang jelas, gaji yang tinggi, jaminan kerja seperti asuransi tunjangan kesehatan, jam kerja yang fleksibel, keterlibatan karyawan dalam proses pengambilan keputusan dalam perusahaan, serta adanya program-program yang terkait dengan perbaikan gizi karyawan sehingga motivasi karyawan dalam bekerja sangat tinggi. Lingkungan kerja yang nyaman sangat dibutuhkan oleh pekerja untuk dapat bekerja secara optimal dan produktif, oleh karena itu lingkungan kerja ditangani dan didesain sedemikian sehingga menjadi kondusif terhadap pekerja untuk melaksanakan kegiatan dalam suasana yang aman dan nyaman sehingga dapat meningkatkan motivasi dalam bekerja. Penataan lingkungan kerja inilah yang merupakan salah satu program utama perusahaan PT. J Resources Bolaang Mongondow dengan penerapan sistem dan standarisasi yang baik. Faktorfaktor seperti kebisingan, pencahayaan, ventilasi, temperatur semuanya disesuaikan dengan standar yang diterapkan. Selain penerapan standarisasi lingkungan perusahaan PT. J Resources Bolaang Mongondow juga melakukan evaluasi lingkungan secara berkala yang dilakukan oleh perusahaan dengan cara pengukuran kembali kondisi tempat kerja dan mengetahui respon pekerja terhadap paparan lingkungan kerja. Menurut Setyawati (2010), walaupun dari hasil penelitian stres kronis merupakan faktor yang berpengaruh terkuat terhadap perasaan kelelahan kerja namun dalam penyusunan program ini jenis stres yang akutpun perlu diperhatikan disamping stres kronis. Dalam menghadapi stres ada hal-hal yang perlu disimak yaitu : a. Adanya stres yang natural dan stres kehidupan buatan manusia. Stres yang natural biasanya tidak dapat dikontrol, misalnya peristiwa kematian; sedangkan stress buatan manusia umumnya dapat dikontrol misalnya konflik dengan seseorang. b. Bahwa tidak semua pekerja yang mengalami stres kehidupan mengeluhkan perasaan kelelahan kerja, tergantung daya tangkal baik internal maupun lingkungan. Daya tangkal internal 7

dimaksud antara lain adalah kepribadian dan falsafah hidup. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Stres kerja pada pekerja lapangan bagian produksi PT. J Resources Bolaang Mongondow dikategorikan tidak stres sebanyak 66,2% dan responden dikategorikan stres sebanyak 33,8% responden. 2. Tingkat kelelahan kerja pada pekerja lapangan bagian produksi PT. J Resources Bolaang Mongondow dikategorikan sedang sebanyak 46,9% responden dan dikategorikan ringan sebanyak 53,1% responden. 3. Tidak terdapat hubungan antara stres kerja dengan kelelahan kerja pada pekerja lapangan bagian produksi PT. J Resources Bolaang Mongondow. Saran Berdasarkan hasil pembahasan dan kesimpulan yang diperoleh, maka diajukan beberapa saran serta implikasi kepada perusahaan, yaitu : 1. Untuk mengatasi kelelahan kerja maka diharapkan bagi manajemen agar tetap mempertahankan aturan-aturan dalam jam kerja, waktu istirahat dan pengaturan cuti sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam perusahaan. 2. Untuk mengatasi stres kerja maka diharapkan manajemen perusahaan menerapkan adanya konseling bagi 8 karyawan, tempat atau sarana bagi karyawan melakukan meditasi / praktik relaksasi yang melibatkan pelepasan pikiran dari semua hal yang membebani, dan tetap mempertahankan programprogram seperti; adanya jaminan kerja dan tunjangan kesehatan untuk kesejahteraan pekerja, adanya kegiatan berolahraga atau berkesenian yang dilakukan perusahaan misalnya pada saat bulan K3, adanya keterlibatan karyawan dalam proses memberikan pendapat atau saran untuk pengambilan keputusan dan perubahan di perusahaan, serta programprogram yang terkait dengan perbaikan kesehatan karyawan, seperti; pemeriksaan kesehatan secara berkala. 3. Tetap mengupayakan pengendalian faktor fisik seperti kebisingan, tekanan panas, ventilasi udara ruang kerja dan penerangan serta pencahayaan di tempat tugas dengan menggunakan standar yang bukan Nilai Ambang Batas (NAB) melainkan standar yang lebih memberikan kesejukan bahkan kenyamanan kepada faktor manusia dalam melakukan pekerjaannya. DAFTAR PUSTAKA Anies, 2005. Penyakit Akibat Kerja. Berbagai Penyakit Akibat Lingkungan Kerja dan Upaya Penanggulangannya. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Anoraga, P. 2006. Psikologi Kerja. Jakata: Rineka Cipta. Dora, M., dan Kadir, H. 2006. Mengurus Stres. Kuala Lumpur: PTS Professional Publications. Harrianto, R. 2009. Buku Ajar Kesehatan Kerja. Jakarta: EGC. Harrington, J., and Gill, F. 2005. Kesehatan Kerja. Jakarta: EGC. Ivancevich, J., Konopaske, R., and Matteson, M. 2007. Perilaku dan Manajemen Organisasi. Jakarta: Erlangga.

Jumliah, N. 2010. Tantangan dan peluang K3 Di Era Globalisasi. Jakarta : Majalah Keselamatan Kerja dan Hiperkes Vol. XXXXII No. 3 Juli-Sept. Leila, G. 2002. Stres dan Kepuasan Kerja. Sumatra Utara: USU-digitallibrary. Menakertrans.2011. Nilai Ambang Batas Faktor Fisika Dan Faktor Kimia di Tempat Kerja. Jakarta : Permenakertrans RI. Munandar, A. S. 2001. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: UI-Press. Murni, S. 2010. Workshop Jabatan Fungsional Penguji K3. Jakarta : Majalah Keselamatan Kerja dan Hiperkes Vol. XXXXIII No. 1 Jan-Mar. National Safety Council. 2003. Manajemen Stres. Jakarta: EGC. Notoadmojo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Prasetyo, A. 2010. Tesis Hubungan Antara Stres Kerja Dengan Kelelahan Kerja Pada Karyawan Dermaga PT. Krakatau Bandar Sumatra Kota Cilegon.Yogyakarta: UAD. Riyanto, A. 2011. Aplikasi Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika Riwidikdo, H. 2008. Statistik Kesehatan. Yogyakarta: Mitra Cendikia Press. Robbins, S., & Judge, T. 2008. Perilaku Organisasi. Jakarta: Salemba Empat. Saryono. 2011. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jogjakarta: Mitra Cendikia. Setyawati, K. 2010. Selintas Tentang Kelelahan Kerja. Yogyakarta: Amara Books. Sujoso, & Prahastuti A. D. 2008. Tesis Hubungan Stres Kerja Dengan Getaran Dengan Kelelahan Kerja Dan Ketidaknyamanan Pada Masinis Kereta Api PT. Kereta Api (Persero) Daerah Operasi VI Jogjakarta. Jogjakarta:UGM. Suma mur, 1996. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: PT Toko Gunung Agung. Suma mur. 2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hiperkes). Jakarta: Sagung Seto. Tarwaka. 2010. Ergonomi Industri. Surakarta: Harapan Press. Tarwaka, Bakri SH, dan Sudiajeng L, 2004. Ergonomi untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas. Surakarta: UNIBA PRESS. Umar, M. 2010. Peranan Dokter Perusahaan Dalam Bidang Kesehatan Jiwa Industri Bagi Para Eksekutif. Jakarta : Majalah Keselamatan Kerja dan Hiperkes Vol. XXXXIII No. 2 April- Juni Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. 9