BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penggunaan tembakau, penyalahgunaan obat dan alkohol, dan HIV/AIDS.

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Organisasi Buruh Internasional (ILO) adalah badan Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB) khusus bertugas mempromosikan kesehatan dan keselamatan pekerja di seluruh dunia. Sesuai dengan misi, anggota divisi keselamtan kerja dalam ILO telah mengembangkan intervensi terpadu tempat kerja yang membahas masalah pekerjaan, stres di tempat kerja, kekerasan (baik psikologis dan fisik), penggunaan tembakau, penyalahgunaan obat dan alkohol, dan HIV/AIDS. Mengingat bahwa orang yang bekerja menghabiskan hampir sepertiga hidup mereka di tempat kerja, tempat kerja berbasis intervensi dapat menjadi pelengkap yang penting untuk masyarakat dan atau program kesadaran masyarakat (Probst et al., 2008). Pekerjaan memegang peranan penting bagi kehidupan manusia. Pekerjaan dapat memberikan kepuasan dan tantangan, sebaliknya dapat pula menjadi gangguan dan ancaman. Gangguan kesehatan akibat lingkungan fisik sudah lama diketahui, juga telah dipahami bahwa desain dan organisasi kerja yang tidak sesuai kapasitas kerja, seperti kecepatan dan beban kerja yang berlebihan merupakan faktor lain yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan akibat kerja. Faktor gangguan kesehatan akibat kerja tersebut tidak hanya faktor fisik tetapi juga disertai unsur psikologis (Harrianto, 2009). Pekerjaan sendiri tidak selalu sebagai satu-satunya sumber penyebab gangguan psikologis, tetapi dapat mempengaruhi status kerentanan individu 1

2 2 terhadap kegagalan tertentu di lingkungan pekerjaan yang penuh dengan stresor fisik. Stresor fisik di tempat kerja, seperti bising, penerangan yang kurang memadai, temperatur ruangan yang terlalu tinggi, serta bahaya-bahaya fisik lainnya. Bahaya kerja kimiawi, misal debu kerja yang berlebihan, atau faktor ergonomi, seperti meja kursi yang terlalu tinggi/rendah, jangkauan yang terlalu jauh, bekerja dengan posisi janggal, dan lain-lain. Stresor emosional dapat berupa kondisi yang tidak menyenangkan atau bahkan kondisi yang menyenangkan, misal suatu promosi dapat menimbulkan stres akibat perubahan posisi. Kondisi lain misalnya banyak tugas, atau sebaliknya tidak diberi tugas, tidak diberi kekuasaan untuk melaksanakan tugas atau atasan tidak menyokong pelaksanaan tugas dapat menjadi konflik di tempat kerja (Harrianto, 2009). Intensifikasi pekerjaan pasti membawa konsekuensi bagi pekerja dengan menempatkan permintaan yang lebih besar pada kemampuan kognitif, psikologis dan fisik. Selama dekade terakhir, kembalinya pekerjaan tertentu yang berhubungan dengan masalah kesehatan dan keselamatan telah dicatat dalam berbagai sektor dunia kerja. Secara keseluruhan, konsekuensi psikologis dan fisik yang diamati pada pekerja adalah beban kerja, atau kelebihan beban kerja. Bekerja secara intensif dan konsekuensinya mempengaruhi sumber daya internal dan eksternal yang tersedia untuk pekerja dan manajemen dalam mengatasi kendala kerja. Hal ini pada gilirannya dapat menghasilkan sebuah rantai masalah di tempat kerja dan dalam kesehatan dan keselamatan pekerja (Fournier et al., 2011). Pada tahun 2000, 34 % pekerja di Kanada melaporkan sumber utama stres di tempat kerja adalah kerja overload, sebagian besar disebabkan oleh tuntutan

3 3 pekerjaan yang berlebihan dan jumlah jam kerja. Hampir seperempat (23%) pekerja Quebec merasa bahwa beban kerja mereka terlalu berat, kelebihan beban kerja akan tampak sebagai salah satu faktor risiko utama yang menyebabkan tekanan psikologis di tempat kerja. Lebih khusus lagi, konsekuensi dari intensifikasi pekerjaan yang berhubungan dengan berbagai masalah psikologis seperti stres kronis, kecemasan, depresi, gangguan psikosomatik, mekanisme dekompensasi psikologis, kecanduan kerja (gila kerja) dan kelelahan. Fenomena ini memiliki dampak meningkatkan konsumsi obat psikotropika ketika mencoba untuk mengatasi masalah psikologis mereka, juga tampak pada individu yang terkena jam kerja yang panjang akan memiliki kebiasaan gaya hidup tidak sehat (misalnya pola makan, merokok atau konsumsi alkohol ) (Fournier et al., 2011). Di Inggris pada tahun 1995 dilaporkan 2 juta karyawan menderita penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan dan diperkirakan sekitar 20 juta hari hilang karena sakit. Penyakit muskuloskeletal adalah penyebab utama kehilangan hari kerja mereka yaitu sekitar sebelas juta hari dan diperingkat kedua kehilangan lima juta hari akibat penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan seperti stres, depresi, dan kecemasan (ILO, 2000). Penelitian yang dilakukan Ismar (2011) di perusahaan percetakan menyatakan sebanyak 18% pekerja mengalami stres berat, sedangkan penelitian Setyawan et al. (2008) sebesar 58% responden mengalami kecenderungan gejala gangguan mental emosional pada pekerja redaksi surat kabar di Jakarta. Fenomena stres kerja mengalami peningkatan dengan cepat dan dapat menimbulkan dampak sosial, emosional, psikologis dan masalah-masalah yang

4 4 berhubungan dengan kesehatan. Di perusahaan X di Boyolali merupakan pabrik tekstil yang memproses bahan baku benang menjadi kain. Tenaga kerja bekerja kebanyakan wanita dengan sistem kerja gilir, proses produksi meliputi tahapan persiapan, tenun, dan terakhir finishing. Dari sekitar 1665 karyawan 85% pekerja bekerja di bagian tenun, pekerja setiap hari diharuskan lembur dan memenuhi target yang ditetapkan oleh perusahaan dengan posisi kerja berdiri, posisi kerja yang tidak alamiah (membungkuk) ketika memperbaiki mesin, serta mengontrol jalannya mesin tenun. Pada proses tenun kondisi lingkungan yang meliputi penerangan yang kurang sesuai karena pekerjaan membutuhkan ketelitian, tekanan panas, serta kebisingannya cukup tinggi, selain itu debu kapas di lingkungan tempat kerja juga cukup banyak sehingga kondisi lingkungan yang tidak nyaman ini akan memicu kelelahan dini dan stres pada pekerja. Hasil wawancara dengan petugas klinik perusahaan menyatakan ada pekerja yang mengalami stres yang salah satu penyebabnya akibat tuntutan kerja harus memenuhi target yang ditetapkan oleh perusahaan dengan efisiensi 80% dan pekerja dituntut untuk memenuhi target sehingga pekerja terbebani secara fisik dan psikis yang akan memicu timbulnya stres pada pekerja. Hal ini diperkuat oleh data klinik perusahaan 6 bulan terakhir yang menunjukkan gejala penyakit yang paling banyak dikeluhkan oleh pekerja diantaranya pusing, mialgia, pegal, nyeri punggung, sakit mata, mag dan diare sebagai manifestasi gejala dari stres. Stres kerja akan membuat pekerja sering mangkir kerja dengan berbagai alasan dan bahkan keluar dari tempat kerja.

5 5 Data kepegawaian bulan Januari sampai September 2012 diketahui bahwa sebanyak 4949 pekerja tidak kerja dengan alasan sakit, ijin, dan tanpa alasan atau mangkir dan karyawan yang keluar dari bulan Januari sampai Oktober 2012 sebanyak 115 karyawan (Poliklinik perusahaan, 2012 dan HRD, 2012). Beban kerja fisik, beban kerja psikis dan kondisi lingkungan kerja fisik yang melebihi kapasitas pekerja akan berpengaruh terhadap kelelahan dini pekerja dan akan berpengaruh terhadap stres pekerjanya yang pada gilirannya akan menyebabkan produktivitas kerja menurun. Dari latar belakang tersebut di atas peneliti tertarik untuk mengetahui apakah beban kerja fisik dan psikis yang diterima oleh pekerja berhubungan dengan stres kerja pada pekerja PT. X di Boyolali. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: Apakah beban kerja fisik dan psikis berhubungan dengan stres kerja pada pekerja industri pertekstilan di Boyolali? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Menganalisis hubungan beban kerja fisik dan psikis dengan stres kerja pada pekerja industri pertekstilan di Boyolali. 2. Tujuan Khusus a) Menganalisis hubungan antara beban kerja fisik dengan stres kerja pada pekerja industri pertekstilan di Boyolali. b) Menganalisis hubungan antara beban kerja psikis dengan stres kerja pada pekerja industri pertekstilan di Boyolali.

6 6 D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Perusahaan Tekstil X Sebagai bahan masukan bagi perusahaan untuk bahan evaluasi pengorganisasian kerja untuk mendukung pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja di perusahaan. 2. Bagi Pekerja Tekstil X Menambah pengetahuan mengenai faktor yang mempengaruhi stres kerja di tempat kerja. 3. Bagi Ilmu Pengetahuan Sebagai sumbangan penting dan memperluas wawasan dalam kajian ilmu kesehatan kerja dalam mengelola stres kerja. 4. Bagi Peneliti Sebagai sumbangan penting dalam memperluas wawasan dalam kajian mengenai stres kerja. E. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai pengaruh beban kerja dan stres kerja yang pernah dilakukan: 1. Iqbal, M. (2009) meneliti tentang hubungan antara shif kerja, umur dan masa kerja dengan stres kerja pada penjaga perlintasan kereta api di Yogyakarta. Penelitian dengan menggunakan pendekatan crossectional, hasil penelitian pada 81 responden menunjukkan bahwa tidak ada hubungan secara bermakna dengan shif kerja, umur, dan masa kerja. Persamaan penelitian ini dengan

7 7 penelitian peneliti adalah variabel stres kerja. Perbedaannya adalah pada variabel umur, shif kerja, dan masa kerja. 2. Ekawati (2009) meneliti pengaruh postur dan stres kerja terhadap terjadinya nyeri punggung bawah pada guru taman kanak-kanak dan sekolah dasar di Kecamatan Panjatan Kabupaten Kulon Progo Yogyakarta. Hasil penelitian, terdapat pengaruh postur kerja terhadap nyeri punggung bawah dan tidak ada pengaruh stres kerja terhadap nyeri punggung bawah. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan peneliti variabel stres kerja sedang perbedaannya pada variabel postur kerja dan nyeri punggung bawah. 3. Wambraow, A. (2010) meneliti stres kerja ditinjau dari shif kerja dan beban kerja pada pekerja wanita di PT. GE Ligthing Indonesia Yogyakarta. Hasil penelitian, 1). terdapat hubungan antara shif kerja dengan stres kerja pada tenaga kerja wanita, 2). terdapat hubungan antara beban kerja di tempat kerja dengan stres kerja pada tenaga kerja wanita, 3). terdapat hubungan antara shif kerja dan beban kerja dengan stres kerja pada tenaga kerja wanita, 4). terdapat perbedaan perbedaan shif kerja dengan stres kerja pada tenaga kerja wanita, 5). Tidak terdapat perbedaan beban kerja dengan stres kerja pada tenaga kerja wanita, 6). Tidak terdapat perbedaan shif kerja dengan beban kerja di tempat kerja pada tenaga kerja wanita.