LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001

dokumen-dokumen yang mirip
LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN II/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001

BAB II PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO TAHUN

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN JANUARI 2002

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN JUNI 2001

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN III/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001

BAB II PROSES PEMULIHAN EKONOMI TAHUN 2003

DAFTAR ISI... HALAMAN DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR BOKS... KATA PENGANTAR...

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2002 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2002

BAB I KONDISI EKONOMI MAKRO TAHUN 2004

Kondisi Perekonomian Indonesia

BAB III PROSPEK EKONOMI TAHUN 2004

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

PEREKONOMIAN INDONESIA TAHUN 2007: PROSPEK DAN KEBIJAKAN

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN APRIL 2002

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

1. Tinjauan Umum

BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2005

BAB 34 KERANGKA EKONOMI MAKRO

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN FEBRUARI 2002

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB II PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO TAHUN

BAB II PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO TAHUN

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN SEPTEMBER 2001

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

SURVEI PERSEPSI PASAR

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

SURVEI PERSEPSI PASAR. Triwulan IV

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

SURVEI PERSEPSI PASAR

BAB 3 KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

SURVEI PERSEPSI PASAR. Triwulan II 2006

ANALISA PERUBAHAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA DALAM RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN 2014

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

Potensi Kerentanan Ekonomi DKI Jakarta Menghadapi Krisis Keuangan Global 1

VII. SIMPULAN DAN SARAN

Perkiraan Kondisi Ekonomi Makro Triwulan IV Perkiraan Tw. I Perkiraan Kondisi Ekonomi Realisasi

PROSES PEMULIHAN EKONOMI

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010

SURVEI PERSEPSI PASAR

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

BAB I PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN II (SEMESTER I) TAHUN 2014

BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2007

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

SURVEI PERSEPSI PASAR

Analisis Perkembangan Industri

BAB I PENDAHULUAN. secara umum diukur dari pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Hal ini disebabkan

Perkembangan Sektor Industri di Awal 2008 Oleh: Didik Kurniawan Hadi*

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka,

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3

SURVEI PERSEPSI PASAR

INDIKATOR AKTIVITAS EKONOMI TERPILIH

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

SURVEI PERSEPSI PASAR

Ringsek KER Zona Sumbagteng Tw.I-2009 Ekonomi Zona Sumbagteng Melambat Seiring Dengan Melambatnya Permintaan Domestik

SURVEI PERSEPSI PASAR

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007

BAB I KONDISI EKONOMI MAKRO TAHUN 2006

PERKEMBANGAN DAN VOLATILITAS NILAI TUKAR RUPIAH

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

Triwulan III Kajian Ekonomi Regional Banten

BAB I PENDAHULUAN. Resesi ekonomi dunia pada tahun 1982 dan kebijakan moneter yang kurang

BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II TAHUN 2009

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2003

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian di Indonesia. Fluktuasi kurs rupiah yang. faktor non ekonomi. Banyak kalangan maupun Bank Indonesia sendiri yang

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun memberikan dampak pada

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014

I. PENDAHULUAN. Pada tahun 1997 kondisi perekonomian Indonesia mengalami krisis yang

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA

2. Perkembangan Makroekonomi Terkini

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SEMESTER I 2009

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

BAB I PENDAHULUAN. motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii

LAPORAN PERKEMBANGAN KOMODITI INDUSTRI TERPILIH

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mengambil langkah meningkatkan BI-rate dengan tujuan menarik minat

I. PENDAHULUAN. Inflasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam

NOTA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAN

PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN

Laporan Ekonomi Bulanan

ARTIKEL PASAR MODAL MEMBANTU PEREKONOMIAN Purbaya Yudhi Sadewa Senior Economist Danareksa Research Institute

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang

UMKM & Prospek Ekonomi 2006

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBNP 2015

SURVEI PERSEPSI PASAR

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

BAB I PENDAHULUAN. 2. untuk mencapai tingkat kestabilan harga secara mantap. 3. untuk mengatasi masalah pengangguran.

SURVEI KONSUMEN. September 2006

BAB I RINGKASAN EKSEKUTIF

Transkripsi:

REPUBLIK INDONESIA LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 Dalam tahun 2000 pemulihan ekonomi terus berlangsung. Namun memasuki tahun 2001 terjadi peningkatan ketidakpastian yang mengganggu proses pemulihan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi tahun 2001 yang sebelumnya diperkirakan antara 4,5 5,5% menjadi sulit tercapai. Perekonomian diperkirakan hanya tumbuh antara 3 4%. Perlambatan ini membawa berbagai konsekuensi. Diantaranya adalah meningkatnya jumlah pengangguran terbuka (menjadi sekitar 7%) dan melemahnya ketahanan fiskal. Apabila pertumbuhan yang rendah ini terus diikuti oleh ketidakstabilan politik dan keamanan, program restrukturisasi utang dapat terhambat, fungsi intermediasi perbankan tidak berjalan, arus modal dari luar negeri terhenti, dan investasi terganggu. Upaya pokok yang perlu ditempuh adalah meningkatkan stabilitas ekonomi termasuk ketahanan fiskal. Ini membutuhkan stabilitas politik dan keamanan yang memadai. Agar investasi yang menurun drastis selama krisis terealisasi secara memadai dalam tahun 2002 nanti dan perekonomian terhindar dari stagflasi.

DALAM TAHUN 2000 PROSES PEMULIHAN EKONOMI TERUS BERLANGSUNG 1 Dalam tahun 2000 proses pemulihan ekonomi terus berlangsung dengan ekspor dan investasi sebagai pendorongnya. Dari sisi produksi, semua sektor tumbuh positif, termasuk subsektor dalam industri nonmigas. Di sektor pertanian, produksi beras meningkat menjadi 51,2 juta ton dan turut menyumbang bagi stabilnya harga beras di dalam negeri. Beberapa leading indicator menunjukkan perkembangan yang searah, seperti yang ditunjukkan oleh konsumsi listrik, impor bahan baku/penolong, serta penjualan mobil, sepeda motor, dan semen. Pertumbuhan ekonomi tahun 2000 telah membantu mengurangi pengangguran terbuka dan memperbaiki kesejahteraan pekerja Meskipun terjadi perbaikan, pertumbuhan ekonomi tahun 2000 lebih lambat dibandingkan dengan negara-negara lain yang mengalami krisis serupa. Dalam tahun 2000 proses pemulihan ekonomi terus berlangsung. Perekonomian tumbuh sekitar 4,8% dengan ekspor dan investasi sebagai penggeraknya (masing-masing tumbuh sekitar 16,1% dan 8,9%); sedangkan konsumsi rumah tangga tumbuh lebih lambat (sekitar 3,6%). Dari sisi produksi, semua sektor menunjukkan pertumbuhan yang positif. Industri pengolahan nonmigas tumbuh sekitar 7,2%; pertanian sekitar 1,7%; dan sektor-sektor lainnya sekitar 5,1%. Di dalam kelompok industri nonmigas, subsektor (a) alat angkut, mesin, dan peralatan, (b) logam dasar, besi, dan baja, (c) pupuk, kimia, dan barang karet, (d) tekstil, barang kulit dan alas kaki, (e) kertas dan barang cetakan, tumbuh dua digit. Di sektor pertanian, produksi beras meningkat menjadi 51,2 juta ton dan turut menyumbang bagi stabilnya harga beras di dalam negeri. Harga beras rata-rata mutu sedang di ibukota propinsi dalam tahun 2000 sekitar Rp 2300 per kg, menurun dari tahun 1999 sekitar Rp 2600 per kg. Sumbangan kenaikan harga beras terhadap inflasi dalam tahun 2000 tercatat sekitar 11%. Beberapa leading indicator menunjukkan perkembangan yang searah. Konsumsi listrik oleh sektor industri tumbuh sekitar 8,5% dan bahkan sudah melebihi masa sebelum krisis; impor bahan baku/penolong dan barang modal masing-masing sekitar 40,2% dan 59,4%; serta konsumsi semen sekitar 23,5%. Penjualan mobil dan sepeda motor naik ke tingkat yang mendekati sebelum krisis. Arus wisatawan asing juga menunjukkan peningkatan meskipun tidak merata pada semua bandara. Pertumbuhan ekonomi membantu menciptakan lapangan kerja bagi tambahan angkatan kerja dan pengangguran terbuka. Tingkat pengangguran terbuka dalam tahun 2000 menurun menjadi 6,1% angkatan kerja. Sejalan dengan itu upah riil pekerja di berbagai daerah dan kegiatan ekonomi meningkat mendekati masa sebelum krisis. Pendapatan per kapita masyarakat mencapai Rp 6,3 juta atau setara dengan US$ 756. Meskipun terjadi perbaikan di sektor riil, pertumbuhan ekonomi tahun 2000 lebih lambat dibandingkan dengan negara-negara lain yang mengalami krisis serupa. Perekonomian Korea Selatan tumbuh 10,9% dan 8,8% dalam tahun 1999 dan 2000 setelah mengalami kontraksi sekitar 6,7% pada tahun 1998. Demikian pula perekonomian Thailand tumbuh sekitar 4,2% dan 4,3% setelah mengalami kontraksi sekitar 10,2% dalam kurun waktu yang sama.

2 % PERTUMBUHAN EKONOMI NEGARA ASIA I/1995 - I/2001 15 10 5 0-5 -10-15 -20 1995:1 1996:1 1997:1 1998:1 1999:1 2000:1 2001:1 Thailand Korea Indonesia Pertumbuhan ekonomi tahun 2000 juga belum didukung oleh pulihnya kepercayaan masyarakat dan berfungsinya intermediasi perbankan. Pertumbuhan ekonomi tahun 2000 juga belum didukung oleh pulihnya kepercayaan masyarakat. Minat investasi dalam tahun 2000 masih jauh di bawah tingkat sebelum krisis. Persetujuan PMDN dan PMA hanya mencapai masing-masing Rp 60,1 triliun dan US$ 14,9 miliar atau sekitar 50,2% dan 44,1% dari investasi yang disetujui dalam tahun 1997 yang lalu. Arus keluar penanaman modal asing (neto) masih meningkat, dari US$ 2,7 miliar pada tahun 1999 menjadi US$ 3,9 miliar pada tahun 2000. Fungsi intermediasi perbankan juga belum sepenuhnya pulih antara lain karena sebagian nasabahnya sedang dalam proses restrukturisasi utang. Sedangkan untuk nasabah baru, perbankan masih diliputi oleh kekuatiran mengingat masih besarnya unsur ketidakpastian. Sampai dengan akhir tahun 2000, jumlah kredit dalam rupiah hanya naik 8,5%. Adapun kenaikan kredit dalam valuta asing lebih didorong oleh melemahnya rupiah. Sehingga meskipun dalam nilai rupiah, kredit valuta asing meningkat sekitar 37,7%, namun dalam dolar AS hanya naik sekitar 1,8%. MEMASUKI TAHUN 2001 UNSUR KETIDAKPASTIAN MENINGKAT Memasuki tahun 2001 hingga April 2001 terjadi peningkatan ketidakpastian yang mengganggu proses pemulihan ekonomi. Memasuki tahun 2001 hingga April 2001, terjadi peningkatan ketidakpastian yang mengganggu proses pemulihan ekonomi. Pertama adalah meningkatnya ketidakstabilan politik dan keamanan. Merebaknya isyu kerusuhan massa yang berkaitan dengan memorandum DPR-RI sebagaimana yang terjadi di Jakarta dan Jawa Timur; timbulnya kembali konflik sosial antar etnis sebagaimana yang terjadi di Kalimantan Tengah; dihentikannya untuk sementara operasi produksi gas alam di Aceh; serta pemogokan karyawan yang bermuara dari hubungan yang kurang harmonis antara pengusaha dan karyawan, telah meningkatkan ketidakpastian usaha yang sangat dibutuhkan untuk mempercepat proses pemulihan ekonomi.

3 Kedua, berkaitan dengan yang pertama, adalah makin menurunnya kepercayaan masyarakat baik luar maupun dalam negeri. Salah satunya adalah diturunkannya peringkat obligasi dan deposito Indonesia dari positif menjadi stabil dan peringkat utang jangka panjang dari stabil menjadi negatif berkaitan dengan meningkatnya ketidakpastian sosial politik di Indonesia. Selanjutnya program dengan IMF yang masih terhambat pembahasannya telah melemahkan dukungan lembaga-lembaga keuangan internasional lainnya terhadap proses pemulihan ekonomi di Indonesia. Sehingga meskipun Jepang telah menyatakan kesediaannya untuk melakukan restrukturisasi utang Indonesia, masih timbul keraguan terhadap keberhasilan upaya pemerintah untuk menunda pembayaran utang luar negeri melalui Paris Club II. Survei ekspektasi menunjukkan bahwa dunia usaha cenderung menunda atau mengurangi rencana ekspansi. Partisipasi asing dalam pasar modal di dalam negeri cenderung menurun. Ketidakpastian selanjutnya melemahkan nilai tukar rupiah dan harga saham. Melemahnya nilai tukar rupiah turut mendorong meningkatnya inflasi. Indikasi menurunnya kepercayaan masyarakat terlihat pula dari survei yang dilakukan oleh Danareksa Research Institute. Dengan kondisi politik yang tidak pasti, sejak Desember-Januari yang lalu, sebagian besar responden merasakan bahwa resiko berusaha di Indonesia cenderung meningkat sehingga mereka memilih menunda atau mengurangi rencana ekspansi perusahaan. Selain melalui arus modal asing (neto) yang diperkirakan masih defisit sampai dengan triwulan I/2001, menurunnya kepercayaan masyarakat internasional juga terlihat dari minat asing pada pasar modal di dalam negeri yang terus melemah. Apabila pada akhir tahun 1999 nilai saham yang dimiliki asing mencapai Rp 122,2 triliun (atau sekitar 27% dari nilai kapitalisasi pasar) maka pada akhir Maret tahun 2001 telah menurun menjadi Rp 45,4 triliun (atau sekitar 20% dari nilai kapitalisasi pasar). Nilai kapitalisasi pasar secara keseluruhan terus menurun sejak awal tahun 2000. Ketidakpastian ini selanjutnya mempengaruhi pasar uang dan pasar modal. Meskipun pada awal bulan Januari 2001, Bank Indonesia mengeluarkan peraturan yang melarang perdagangan rupiah oleh bank asing/bukan penduduk sehingga rupiah relatif stabil pada bulan tersebut, namun faktor non-ekonomi yang tidak menguntungkan terus melemahkan rupiah hingga melebihi Rp 12.000,- per dolar AS pada bulan April 2001 dan menekan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di bawah 400. Dengan amannya pelaksanaan Sidang Paripurna DPR-RI, rupiah dan IHSG sempat menguat. Namun tetap dibayangi oleh ketidakpastian. Melemahnya rupiah turut mendorong laju inflasi. Dalam empat bulan pertama tahun 2001 (Jan.-Apr. 2001), laju inflasi telah mencapai 2,57%, lebih tinggi dari kurun waktu yang sama tahun 2000 (sekitar 1,50%). Selama setahun (year-on-year, yaitu sejak Mei 2000 hingga April 2001), laju inflasi mencapai 10,51%. Sementara itu, suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) 1 bulan pada akhir triwulan I/2001 naik 1,3% dibandingkan dengan akhir

4 triwulan IV/2000, menjadi 15,8%. Kecenderungan-kecenderungan ini tidak menguntungkan. Menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap proses pemulihan ekonomi akan berpengaruh terhadap proses restrukturisasi utang perusahaan, menghambat arus modal masuk dari luar negeri, dan mempengaruhi kinerja investasi. PEREKONOMIAN TRIWULAN I/2001 TUMBUH 4% (Y-O-Y) Beberapa perkembangan leading indicator triwulan I/2001 menunjukkan perlambatan. Dalam triwulan I/2001, perekonomian tumbuh 4,0% dibandingkan dengan triwulan I/2000; lebih lambat dari tahun sebelumnya. Beberapa leading indicator dalam triwulan I/2001 menunjukkan perlambatan. Pertumbuhan konsumsi listrik oleh industri, serta penjualan mobil dan sepeda motor melambat dibandingkan dengan triwulan I/2000. Dalam triwulan I/2001 total nilai ekspor mencapai US$ 14,8 miliar atau hanya naik sekitar 5% dibandingkan dengan triwulan I/2000. Sedangkan nilai ekspor nonmigas hanya naik sekitar 3,3% untuk kurun waktu yang sama. Dengan perkembangan tersebut di atas dalam triwulan I/2001, perekonomian Indonesia tumbuh sekitar 4,0% dibandingkan dengan triwulan I/2000 (y-o-y). Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi terutama didorong oleh ekspor barang dan jasa, investasi, serta konsumsi pemerintah dan rumah tangga yang berturut-turut naik sekitar 11,7%, 10,2%, 6,0%, dan 4,8%. Pertumbuhan dari unsur permintaan agregat ini lebih lambat dibandingkan dengan tahun sebelumnya (triwulan I/2000 terhadap triwulan I/1999) kecuali konsumsi rumah tangga. Sementara itu dari sisi produksi, semua sektor tumbuh lebih lambat dibandingkan dengan triwulan I/2000 kecuali sektor pertanian. Sektor industri hanya tumbuh 5,9% dibandingkan triwulan sama tahun sebelumnya yang mampu tumbuh sekitar 8,1%. Ringkasan pertumbuhan ekonomi dalam triwulan I/2001 dapat dilihat pada tabel di bawah ini. RINGKASAN PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN I/2001 (dalam persen, y-o-y) I/2000 PDB 4,2 PDB Nonmigas 4,8 Konsumsi Rumah Tangga 2,5 Pembentukan Modal Tetap Bruto 13,1 Ekspor Barang dan Jasa 15,1 Impor Barang dan Jasa 5,0 Pertanian -5,5 Industri 8,1 Industri Nonmigas 8,8 Lainnya 5,9 I/2001 4,0 4,5 4,8 10,2 11,7 34,1 2,3 5,9 7,0 3,7

5 PROSPEK TAHUN 2001: TIDAK CERAH Prospek ekonomi dalam tahun 2001 terutama akan dipengaruhi oleh kepercayaan masyarakat. Kecenderungan melemahnya rupiah, meningkatnya suku bunga SBI, meningkatnya inflasi, melambatnya pertumbuhan ekspor khususnya nonmigas, masih tingginya ketidakstabilan politik dan keamanan akan mempengaruhi gambaran ekonomi tahun 2001. Peringkat utang pemerintah kembali diturunkan. Proses restrukturisasi utang perusahaan melamban. Dalam triwulan II dan III/2001 pertumbuhan ekonomi diperkirakan sekitar 3,6% dan 3,0% (y-o-y). Dalam bulan Agustus 2001 diharapkan tercipta kepastian politik. Pertumbuhan ekonomi triwulan IV/2001 diperkirakan sekitar 3,7% (y-o-y). Prospek ekonomi dalam keseluruhan tahun 2001 terutama akan dipengaruhi oleh kepercayaan masyarakat terhadap pemulihan ekonomi. Kecenderungan melemahnya rupiah, meningkatnya suku bunga SBI, meningkatnya inflasi, melambatnya pertumbuhan ekspor khususnya nonmigas, masih tingginya ketidakstabilan politik dan keamanan akan mempengaruhi kepercayaan masyarakat dan pada gilirannya gambaran ekonomi tahun 2001. Dalam survei yang dilakukan oleh Danareksa Research Institute pada bulan Maret 2001 terjadi penurunan indeks kepercayaan konsumen ke tingkat yang paling rendah (98,5), melebihi ambang batas psikologis (100). Angka di bawah 100 menunjukkan jumlah responden yang pesimis melebihi yang optimis. Hasil di atas sejalan dengan Survei Ekspektasi Konsumen yang dilakukan oleh Bank Indonesia dalam bulan Maret 2001 yang menunjukkan bahwa tingkat optimisme konsumen terhadap perekonomian untuk 6-12 bulan mendatang cenderung menurun. Dalam bulan Mei 2001 peringkat utang pemerintah jangka panjang untuk valuta asing kembali diturunkan dari B menjadi CCC+ dan untuk mata uang lokal dari B menjadi B karena penyesuaian fiskal dianggap tidak memadai, beban utang pemerintah yang sangat berat, dan tidak pastinya pembiayaan defisit anggaran yang meningkat. Salah satu hambatan pokok yang dapat mempengaruhi prospek ekonomi tahun 2001 adalah gejala melambannya proses retrukturisasi utang perusahaan. Ketidakjelasan kewenangan lembaga serta kekuatiran yang berlebihan terhadap konsekuensi hukum telah menghambat proses pengambilan keputusan dan implementasi kebijakan oleh lembaga-lembaga terkait seperti KKSK, BPPN, dan Prakarsa Jakarta. Ketidakpastian tersebut akan memberi persepsi negatif bagi masyarakat internasional khususnya investor. Dengan perkembangan ini, dalam triwulan II dan III/2001 kepercayaan masyarakat diperkirakan masih tetap rendah. Pertumbuhan ekspor dan investasi diperkirakan melambat sehingga pertumbuhan ekonomi dalam triwulan II dan III/2001 diperkirakan melambat berturut-turut menjadi sekitar 3,6% dan 3,0% dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya. Dalam bulan Agustus 2001 diharapkan tercipta kepastian politik yang mampu memulihkan kepercayaan masyarakat yang pada gilirannya mampu menarik investasi, mendorong konsumsi masyarakat, meningkatkan nilai tukar rupiah, dan mengurangi tekanan inflasi yang umumnya cenderung meningkat pada akhir

tahun. Dalam triwulan IV/2001, perekonomian diperkirakan meningkat menjadi sekitar 3,7% dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya. 6 Pertumbuhan ekonomi dalam keseluruhan tahun 2001 diperkirakan 3 4%. Dengan perlambatan ekonomi dalam tiwulan II dan III/2001, meskipun diperkirakan terjadi percepatan dalam triwulan IV/2001, pertumbuhan ekonomi dalam keseluruhan tahun 2001 diperkirakan menurun menjadi antara 3 4%, lebih rendah dari perkiraan semula antara 4,5 5,5%. Pola pertumbuhan ekonomi triwulan I IV/2001 dapat dilihat pada grafik dan tabel berikut. PERTUMBUHAN PDB TRIWULANAN 1995:1-2001:4 (Y-O-Y) 30 % 10-10 -30-50 1995:1 1996:1 1997:1 1998:1 1999:1 2000:1 2001:1 Investasi Konsumsi RT PDB PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 Y-O-Y I/2001*) II/2001 III/2001 IV/2001 Konsumsi Rumah Tangga 4,8 3,0 3,2 4,4 Pengeluaran Pemerintah 6,0-4,3 1,0 2,8 PMTB **) 10,2 5,5 7,2 12,1 Ekspor Barang dan Jasa 11,7 10,5 8,6 15,2 Impor Barang dan Jasa 34,1 32,2 20,1 21,8 PDB 4,0 3,6 3,0 3,7 *) realisasi; **) tidak termasuk perubahan stok 2001 3,8 1,3 8,8 11,5 26,4 3,6 Nilai tukar rupiah diperkirakan masih tertekan sampai dengan pertengahan triwulan III/2001 dan menguat setelah tercipta kepastian politik dalam bulan Agustus 2001. Sampai dengan pertengahan triwulan III/2001 rupiah diperkirakan tetap tertekan. Dalam keseluruhan tahun 2001, nilai tukar rupiah akan dipengaruhi oleh ekspektasi masyarakat terhadap kepastian politik menjelang dan setelah bulan Agustus nanti. Apabila ekspektasi masyarakat tinggi, rupiah akan menguat mendekati sekitar Rp 8.000 per dolar AS yang kemudian akan terkoreksi secara teknis ke arah Rp 9.000 per dolar AS. Sedangkan apabila ekspektasi masyarakat sedang dan rendah, rupiah hanya menguat secara bertahap sehingga kurs rupiah (ratarata harian) dalam keseluruhan tahun 2001 berturut-turut sekitar Rp 10.000 dan Rp 10.500 per dolar AS. Skenario nilai tukar rupiah dalam tahun 2001 dapat dilihat pada grafik di bawah ini.

7 Rp/US$ SKENARIO NILAI TUKAR RUPIAH Tahun 2001 11500 11000 10500 10000 9500 9000 8500 8000 7500 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des Ekspektasi Sedang Ekspektasi Tinggi Ekspektasi Rendah Penguatan rupiah yang tinggi pada triwulan IV/2001 tidak akan mengganggu pertumbuhan ekonomi. Bahkan memberi basis kekuatan rupiah memasuki tahun 2002 nanti. Inflasi dalam tahun 2001 diperkirakan dapat mencapai dua digit. Dengan menguatnya rupiah pada triwulan IV/2001 suku bunga diperkirakan menurun memasuki tahun 2002. Perbedaan nilai tukar rupiah karena respon ekspektasi ini diperkirakan tidak berpengaruh banyak terhadap pertumbuhan ekonomi. Karena dengan penguatan nilai tukar yang tinggi sekalipun, rupiah masih mengalami depresiasi riil yang cukup besar. Bahkan kenaikan nilai tukar rupiah yang tinggi akan memberikan basis kekuatan rupiah yang signifikan dalam mempercepat proses pemulihan ekonomi tahun 2002 nanti. Inflasi dalam keseluruhan tahun 2001 dapat mencapai dua digit karena pengaruh nilai tukar yang masih lemah sampai dengan triwulan III/2001, dorongan permintaan yang umumnya meningkat pada akhir tahun, dan kebijakan penyesuaian harga barang dan jasa yang dikendalikan pemerintah dalam rangka menutup meningkatnya defisit anggaran tahun 2001. Tekanan inflasi dalam triwulan IV/2001 diperlonggar dengan kemungkinan menguatnya rupiah. Sejalan dengan itu suku bunga diperkirakan menurun memasuki tahun 2002. KONSEKUENSI DARI MELAMBATNYA PEMULIHAN EKONOMI Pertumbuhan ekonomi yang melambat mengakibatkan lambannya penyelesaian masalah sosial mendasar dan dapat melemahkan ketahanan fiskal. Meskipun masih lebih tinggi dari pertumbuhan penduduk, pertumbuhan ekonomi sebesar 3 4% dalam tahun 2001 tersebut akan membawa beberapa konsekuensi pokok. Pertama bahwa pertumbuhan yang rendah akan menyulitkan perekonomian untuk memecahkan masalah-masalah sosial yang mendasar. Salah satunya adalah pengurangan pengangguran terbuka. Dengan pertumbuhan sekitar 3 4%, penganggur terbuka diperkirakan meningkat dari 6,1% dalam tahun 2000 menjadi sekitar 7% dalam tahun 2001. Ini terjadi karena lapangan kerja yang tercipta tidak mencukupi untuk menampung tambahan angka kerja baru. Kedua, pertumbuhan yang rendah juga akan menurunkan ketahanan fiskal. Yang dengan demikian akan mengurangi kemampuan untuk mengurangi tekanan terhadap membesarnya defisit anggaran dan utang pemerintah

8 Konsekuensi ini akan semakin besar apabila pertumbuhan ekonomi yang rendah tersebut masih diikuti oleh ketidakstabilan politik dan keamanan. Perekonomian dapat mengarah pada stagflasi. Konsekuensi ini akan semakin besar apabila pertumbuhan ekonomi yang rendah tersebut masih diikuti oleh ketidakstabilan politik dan keamanan yang mendorong ketidakstabilan ekonomi dalam bentuk makin melemahnya rupiah, meningkatnya inflasi, dan tetap tingginya suku bunga. Perekonomian dapat mengarah pada stagflasi. Program restrukturisasi utang swasta dan pemulihan fungsi intermediasi perbankan akan terhambat. Pendapatan riil masyarakat akan menurun dan jumlah penduduk miskin akan bertambah. UPAYA POKOK YANG PERLU DILAKUKAN Upaya pokok yang perlu ditempuh adalah meningkatkan stabilitas ekonomi termasuk ketahanan fiskal. Ini membutuhkan stabilitas politik dan keamanan yang memadai. Agar investasi yang menurun drastis selama krisis terealisasi secara memadai dalam tahun 2002 nanti dan perekonomian terhindar dari stagflasi. Dalam rangka mempertahankan sasaran pertumbuhan tahun 2001 dan mempercepat pemulihan ekonomi dalam tahun 2002 nanti, upaya-upaya pokok yang perlu ditempuh antara lain sebagai berikut. Meningkatkan stabilitas ekonomi terutama untuk mengurangi tekanan inflasi dan menjaga stabilitas nilai tukar rupiah melalui pelaksanaan kebijakan moneter yang berhati-hati serta koordinasi kebijakan fiskal dan moneter yang semakin baik. Stabilitas ekonomi juga perlu ditingkatkan melalui konsistensi kebijakan ekonomi makro termasuk dengan mengurangi announcement effect yang berkaitan dengan pengurangan subsidi BBM dan penyesuaian harga barang dan jasa lainnya yang dikendalikan oleh pemerintah. Memelihara ketahanan fiskal terutama dalam upaya menutup meningkatnya defisit anggaran tahun 2001 melalui peningkatan sisi penerimaan dan pengetatan pada sisi pengeluarannya. Dalam upaya meningkatkan penerimaan negara khususnya pajak perlu diperhatikan prinsip-prinsip keadilan serta di dalam pelaksanaannya tidak justru menghambat kegiatan pemulihan ekonomi. Sedangkan dalam pengeluaran mencakup penundaan kegiatan yang kurang terlalu mendesak. Dalam tahun 2002, ketahanan fiskal diperkuat dengan memantapkan pengalihan kewenangan dalam pengelolaan pendapatan kepada daerah dan tanggung jawab pembelanjaannya. Mempercepat program restrukturisasi utang perusahaan dan pulihnya fungsi intermediasi perbankan. Percepatan program restrukturisasi utang swasta dimaksudkan agar perusahaan yang dihadapkan pada masalah utang segera dapat menjalankan kegiatan dan memperoleh kepercayaan kembali dari pihak kreditur. Adapun dorongan bagi pulihnya fungsi intermediasi perbankan dimaksudkan agar sektor keuangan secepatnya dapat mendukung kegiatan perekonomian.

Kelanjutan investasi (investment sustainability) tidak dapat dipertahankan tanpa dukungan lembaga keuangan yang kuat. Upaya-upaya tersebut di atas membutuhkan lingkungan usaha yang kondusif bagi percepatan pemulihan ekonomi, mencakup: (i) terciptanya keamanan dan stabilitas politik; (ii) meningkatnya kepastian hukum yang mendorong tumbuhnya kepastian usaha dan praktek usaha yang sehat; serta (iii) terlaksananya prinsip penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang baik, bersih, dan berwibawa (good governance) dalam upaya mewujudkan birokrasi yang efisien dan mampu mengantisipasi dinamika ekonomi dan tuntutan masyarakat yang makin berkembang. Apabila upaya-upaya pokok ini dapat dilaksanakan dengan baik, pertumbuhan ekonomi tahun 2002 diperkirakan akan kembali sekitar 4,5 5,5%. 9 Jakarta, 31 Mei 2001