BAB II PROSES MENGHITUNG DAN PROSES TITIK. acak X, dengan A menyatakan indeks parameter. Jika proses didefinisikan

dokumen-dokumen yang mirip
Edisi Juli 2015 Volume IX No. 2 ISSN STUDI PEMBENTUKAN PROSES TITIK MELALUI PENDEKATAN UKURAN MENGHITUNG

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari, yang menjadi perhatian seringkali bukan

STUDI MEMBANGUN PROSES TITIK (POINT PROCESSES) DAN PENDEKATANNYA MELALUI PROSES POISSON

BAB III PROSES POISSON MAJEMUK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Catatan Kuliah. MA5181 Proses Stokastik

OLIMPIADE SAINS TERAPAN NASIONAL SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN TINGKAT PROPINSI JAWA TENGAH 2010 BIDANG MATEMATIKA TEKNOLOGI

Catatan Kuliah. MA5181 Proses Stokastik

II. LANDASAN TEORI. 2. P bersifat aditif tak hingga, yaitu jika dengan. 2.1 Ruang Contoh, Kejadian dan Peluang

Pengantar Proses Stokastik

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III FUNGSI TERUKUR LEBESGUE. Setelah dibahas mengenai ukuran Lebesgue dan beberapa sifatnya pada

Pengantar Proses Stokastik

MA4181 PENGANTAR PROSES STOKASTIK Bab 5 Proses Poisson

II. LANDASAN TEORI ( ) =

PENDAHULUAN LANDASAN TEORI

Pengantar Proses Stokastik

II LANDASAN TEORI. 2.1 Ruang Contoh, Kejadian dan Peluang. 2.2 Peubah Acak dan Fungsi Sebaran

BAB III INTEGRAL LEBESGUE. Pada bab sebelumnya telah disebutkan bahwa ruang dibangun oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 4 KEKONSISTENAN PENDUGA DARI FUNGSI SEBARAN DAN FUNGSI KEPEKATAN WAKTU TUNGGU DARI PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT

BAB 3 REVIEW SIFAT-SIFAT STATISTIK PENDUGA KOMPONEN PERIODIK

BAB V KEKONVERGENAN BARISAN PADA DAN KETERKAITAN DENGAN. Pada subbab 4.1 telah dibahas beberapa sifat dasar yang berlaku pada koleksi

Penggabungan dan Pemecahan. Proses Poisson Independen

(a) 32 (b) 36 (c) 40 (d) 44

Pengantar Proses Stokastik

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

MA4081 PENGANTAR PROSES STOKASTIK Bab 4 Proses Po

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. X(t) disebut ruang keadaan (state space). Satu nilai t dari T disebut indeks atau

Catatan Kuliah AK5161 Matematika Keuangan Aktuaria Insure and Invest! Dosen: Khreshna I.A. Syuhada, MSc. PhD.

Pengantar Proses Stokastik

BAB 2 LANDASAN TEORI

DISTRIBUSI WAKTU BERHENTI PADA PROSES PEMBAHARUAN. Sudarno Jurusan Matematika FMIPA UNDIP. Abstrak

SELEKSI OLIMPIADE MATEMATIKA INDONESIA 2006 TINGKAT PROVINSI

BAB II KAJIAN TEORI. memahami sifat-sifat dari barisan fungsi. Pada bab ini akan diuraikan materimateri

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Integral lipat dua BAB V INTEGRAL LIPAT 5.1. DEFINISI INTEGRAL LIPAT DUA. gambar 5.1 Luasan di bawah permukaan

REKAYASA TRAFIK ARRIVAL PROCESS.

BAB I PENDAHULUAN. himpunan bagian bilangan cacah yang disebut label. Pertama kali diperkenalkan

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 3 REVIEW PENDUGAAN FUNGSI INTENSITAS LOKAL DAN GLOBAL DARI PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT

PENGANTAR ANALISIS REAL

(T.8) SEBARAN ATIMTOTIK FUNGSI INTENSITAS PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT

Gambar 1.1 Mesin dan SDM perusahaan

PREDIKSI SOAL UJIAN NASIONAL MATEMATIKA SMP/MTs DAN PEMBAHASAN

Catatan Kuliah MA4181 Pengantar Proses Stokastik Precise and Stochastic. Dosen: Khreshna I.A. Syuhada, MSc. PhD.

DISTRIBUSI PELUANG KONTINYU DISTRIBUSI PROBABILITAS

SELEKSI OLIMPIADE TINGKAT KABUPATEN/KOTA TAHUN 2002 TIM OLIMPIADE MATEMATIKA INDONESIA TAHUN 2003

POISSON PROSES NON-HOMOGEN. Abdurrahman Valid Fuady, Hasih Pratiwi, dan Supriyadi Wibowo Program Studi Matematika FMIPA UNS

Catatan Kuliah. MA5181 Proses Stokastik

Bab 8 Fungsi Peluang Bersama: Bersama Kita Berpisah

Pengantar Proses Stokastik

UAN MATEMATIKA SMP 2007/2008 C3 P13

PROSES POISSON MAJEMUK. 1. Pendahuluan

1. Jika nilai a = 27 dan b =64, maka nilai paling sederhana dari

BAB III DARI MODEL ANTRIAN M/M/1 DENGAN POLA KEDATANGAN BERKELOMPOK KONSTAN. 3.1 Model Antrian M/M/1 Dengan Pola Kedatangan Berkelompok Acak

1. Sebuah bangun pejal terbuat dari dua kubus bersisi 1 dan 3 meter. Berapa luas bangun tersebut dalam m 2? A) 56 B) 58 C) 59 D) 60

Pembahasan Matematika SMP IX

BAB II LANDASAN TEORI. ilmiah. Pencacahan atau pengukuran karakteristik suatu objek kajian yang

2. Di antara bilangan-bilangan berikut, hanya ada satu yang habis membagi , yaitu. c. 1 d.

Bab II Kajian Teori Copula

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH SIMULASI (KB) KODE / SKS : KK / 3 SKS

TINJAUAN PUSTAKA. Pada bagian ini akan diberikan konsep dasar graf dan bilangan kromatik lokasi pada

Blog kumpulan soal uan, snmptn, cpns, stan, dan ujian lainnya di sertai dengan kumpulan rumus dan latihan soal lengkap

: D C adalah fungsi kompleks dengan domain riil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Sistem Persamaan Linier dan Matriks

( x) LANDASAN TEORI. ω Ω ke satu dan hanya satu bilangan real X( ω ) disebut peubah acak. Ρ = Ρ. Ruang Contoh, Kejadian dan Peluang

BABAK PENYISIHAN SELEKSI TINGKAT PROVINSI BIDANG KOMPETISI

Bagian 2 Matriks dan Determinan

KISI-KISI PENULISAN SOAL UJIAN MATEMATIKA PEMINATAN TP 2015 / 2016

1. Kompetisi ISPO diselenggarakan rutin setiap tahun sejak Maka pada 2006, adalah penyelenggaraan yang ke- A) 15 B) 16 C) 17 D) 13

Definisi: Nilai harapan/ekspektasi (expected value/expectation) atau ekspektasi dari peubah acak diskrit/kontinu X adalah

BIMBINGAN TEKNIS UJIAN NASIONAL TAHUN 2010 PENGEMBANGAN SOAL-SOAL TERSTANDAR. Oleh: R. Rosnawati

BAB II LANDASAN TEORI

DASAR-DASAR TEORI RUANG HILBERT

BAB II LANDASAN TEORI. berawal dari suatu ide untuk menyimpan segitiga Sierpinski menggunakan

MA5181 PROSES STOKASTIK

Minggu 1 Review Peubah Acak dan Fungsi Distribusi. Minggu 4-5 Analisis Model MA, AR, ARMA. Minggu 6-7 Model Diagnostik dan Forecasting

KISI-KISI UJIAN SEKOLAH TAHUN 2016

SOAL UJIAN SELEKSI CALON PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2016 TINGKAT PROVINSI

D46 MATEMATIKA. Rabu, 18 April 2012 ( ) Pembahasan soal oleh Perpustakaan.

Distribusi Peluang Kontinu. Bahan Kuliah II2092 Probabilitas dan Statistik Oleh: Rinaldi Munir Sekolah Teknik Elektro dan Informatika ITB

1.1 Fungsi Dua Peubah Atau Lebih 1.2 Turunan Parsial Fungsi Dua Peubah atau Lebih

MA3231 Analisis Real

PAKET 1 CONTOH SOAL DAN PEMBAHASAN MATEMATIKA SMP/MTs

Pr { +h =1 = } lim. Suatu fungsi dikatakan h apabila lim =0. Dapat dilihat bahwa besarnya. probabilitas independen dari.

SOAL MATEMATIKA - SMP

14 Menghitung Volume Bangun Ruang

Persamaan dan Pertidaksamaan Linear

Kontes Terbuka Olimpiade Matematika

Catatan Kuliah. MA4181 PENGANTAR PROSES STOKASTIK Smart and Stochastic. disusun oleh Khreshna I.A. Syuhada, MSc. PhD.

Dari gambar jaring-jaring kubus di atas bujur sangkar nomor 6 sebagai alas, yang menjadi tutup kubus adalah bujur sangkar... A. 1

KONSEP DASAR PROBABILITAS DAN DISTRIBUSI PROBABILITAS LELY RIAWATI, ST, MT.

Catatan Kuliah. MA4181 Pengantar Proses Stokastik Stochastics: Precise and Prospective. Dosen: Khreshna I.A. Syuhada, MSc. PhD.

Barisan dan Deret. Bab. Pola Bilangan Beda Rasio Suku Jumlah n suku pertama A. KOMPETENSI DASAR DAN PENGALAMAN BELAJAR

1 Energi Potensial Listrik

Suku Banyak. A. Pengertian Suku Banyak B. Menentukan Nilai Suku Banyak C. Pembagian Suku Banyak D. Teorema Sisa E. Teorema Faktor

Studi dan Implementasi Integrasi Monte Carlo

Soal-soal dan Pembahasan UN Matematika SMP/MTs Tahun Pelajaran 2011/2012

Transkripsi:

BAB II PROSES MENGHITUNG DAN PROSES TITIK 2.1 Proses Stokastik Proses stokastik {X(A), A R d, d 1} didefinisikan sebagai koleksi peubahpeubah acak X, dengan A menyatakan indeks parameter. Jika proses didefinisikan pada ruang berdimensi 1, maka umumnya indeks parameter A adalah waktu yang dinotasikan dengan t. Selanjutnya, jika proses didefinisikan pada ruang berdimensi 2 atau 3, maka indeks parameter A masing-masing dapat berupa himpunan bagian di R 2 dan R 3. Proses yang didefinisikan di R d dengan d 4 tidak dibahas pada tulisan ini, dikarenakan sulit untuk mengambil contoh nyatanya. Selanjutnya, ada beberapa sifat yang didefinisikan pada proses stokastik, yaitu kenaikan bebas (independent increments) dan kenaikan stasioner (stationary increments). Proses stokastik memiliki sifat kenaikan bebas jika peubah acak X saling bebas untuk sembarang himpunan A yang saling lepas. Selanjutnya, proses stokastik memiliki sifat kenaikan stasioner jika distribusi dari peubah acak X untuk sembarang himpunan A hanya bergantung pada ukuran dari himpunan A. Salah satu proses stokastik yang memiliki sifat kenaikan bebas adalah proses menghitung, yang akan dibahas di bawah ini. 6

2.2 Proses Menghitung Proses stokastik {N(A), A R d, d 1} disebut proses menghitung jika N(A) menyatakan banyaknya (number) kejadian yang terjadi pada sembarang himpunan A, dimana bisa berupa: 1. Interval waktu, mengingat ukurannya berupa panjang interval waktu. Misalkan himpunan A = [0,t] yang diilustrasikan pada Gambar 2, maka himpunan A bisa dinyatakan dengan A = {x 0 x t}. 2. Himpunan di R 2. Misal segiempat, segitiga, lingkaran, atau ellips, seperti diilustrasikan pada Gambar 3. Himpunan A dari Gambar 3(a) dan 3(e) masing-masing bisa dinyatakan dengan A = { (x,y) a x b, c y d } dan A = { (x,y) (x-a) 2 + (y-b) 2 r }. 3. Himpunan di R 3. Misal bola atau kubus, seperti diilustrasikan pada Gambar 5. Himpunan A dari Gambar 5(a) bisa dinyatakan dengan A = {(x, y, z) (x-a) 2 + (y-b) 2 + (z-c) 2 r }. Dalam literatur, proses menghitung yang sering dibahas adalah proses dengan indeks parameter A seperti contoh 1 di atas. Jadi, proses menghitung N[0,t] didefinisikan tidak lain sebagai banyaknya kejadian yang terjadi selama waktu t (Ross, 1996, h.59). Untuk penyederhanaan, N[0,t] cukup ditulis dengan N(t). Proses menghitung N(t) ini akan memenuhi 4 sifat, yaitu: 1. N(t) 0 2. N(t) bernilai bulat 3. Jika s < t, maka N(s) N(t) 4. Untuk s < t, maka N(t) - N(s) akan menyatakan banyaknya kejadian yang terjadi dalam interval (s,t] 7

Proses menghitung N(t) ini, akan dibahas lebih dalam pada Bab 3, beriringan dengan pembahasan fungsi likelihood dari suatu proses Poisson nonhomogen, dimana persamaannya akan memuat bentuk integral Riemann-Stieltjes, T 0 yaitu ln λ ( t ) dn( ) i t i. Selanjutnya, bentuk dn(t i ) di sini menyatakan selisih N(t i ) N(t i-1 ). Dalam proses stokastik, jika peubah N(t i ) N(t i-1 ) adalah saling bebas untuk i dan selisih N(t i ) N(t i-1 ) disebut kenaikan, dari sinilah dikenal istilah kenaikan bebas. Sifat ini merupakan salah satu yang menarik untuk diamati, dimana menghitung banyaknya kejadian di himpunan-himpunan yang saling lepas adalah saling bebas. Secara matematis, himpunan-himpunan yang saling lepas direpresentasikan sebagai partisi. Oleh karena itu, penjelasan di bawah ini menguraikan tentang definisi dan cara partisi himpunan. Pada tulisan ini, cara partisi yang akan dipakai ada 2, yaitu partisi dengan bentuk yang sebangun dan partisi menggunakan konsep pengemasan bola (sphere packing). 2.3 Partisi Himpunan dengan Bentuk Sebangun Sebelumnya, akan dijelaskan definisi partisi sebagai berikut: Misal himpunan A R d dengan d = 1,2,3. Perdefinisi, partisi hingga dari himpunan A, dinotasikan dengan, adalah koleksi hingga dari subhimpunan A i untuk i = 1, 2,, n yang saling lepas, atau A,... = { i} i 1,2 n, dimana A = i A dan A i A j =φ untuk i, j = 1,..., n, i j (2.1) (Capinski dan Kopp, 2004, h.190). Gabungan dari subhimpunan A i tersebut menghasilkan himpunan A itu sendiri, yang dapat dituliskan sebagai berikut 8

U n A i i=1 A = dengan A A = φ untuk i, j = 1,..., n, i j (2.2) i j Proses menghitung kejadian pada himpunan A dapat dilakukan dengan menjumlahkan hasil proses menghitung kejadian di masing-masing subhimpunan n n A i. Artinya, N( A) = N U Ai = N( Ai ) (2.3) i= 1 i= 1 mengingat N(A) dan N(A i ) untuk i = 1, 2,, n bernilai bulat nonnegatif. Proses perhitungan seperti ini, akan dipakai pada Subbab 4.3 untuk menghitung banyaknya pohon pinus yang tersebar di hutan Wade Tract, dimana himpunan A didefinisikan sebagai area hutan seluas 4 hektar dan subhimpunan A i didefinisikan sebagai area hutan seluas 1 hektar. A. Partisi himpunan dengan bentuk sebangun (indeks parameter waktu) Didefinisikan himpunan A = [0,t], dimana A memenuhi persamaan (2.2) dengan n = 4. Ilustrasi partisi interval A bisa dilihat melalui Gambar 2 di bawah ini Gambar 2 Partisi Himpunan A = [0,t] A 0 t A 1 A 2 A 3 A 4 Berdasarkan gambar di atas, partisi interval A berupa subinterval A i yang saling lepas untuk i = 1,2,3,4. Selanjutnya, dapat dihitung N(A 1 ) = 2 kejadian, N(A 2 ) = 1 kejadian, N(A 3 ) = tidak ada kejadian, dan N(A 4 ) = 1 kejadian. Berdasarkan (2.3), maka N(A) = 4 kejadian. Konsep partisi interval ini, akan dipakai di Subbab 3.1, dimana subhimpunan A i = (t i-1, t i ]. 9

Dalam beberapa kasus dilapangan, khususnya bidang Asuransi dan masalah antrian, ingin dipelajari lebih dalam jika interval A i diperbanyak dan memiliki panjang interval yang sama, untuk mengetahui berapa rata-rata banyaknya kejadian di setiap subinterval A i. Istilah ini dalam proses stokastik dikenal sebagai intensitas, umumnya dinotasikan dengan λ. Jika dalam kenyataan dipenuhi sifat-sifat: 1) N(0) = 0, 2) proses memiliki kenaikan bebas dan kenaikan stasioner, 3) P(N(A i ) =1) = λ.l(a i ) 2 + o(a i ), dan 4) P(N(A i ) 2) = o(a i ), maka proses menghitung di atas disebut proses Poisson. B. Partisi himpunan dengan bentuk sebangun (indeks parameter bidang) Didefinisikan himpunan A sebagai segiempat, segitiga, lingkaran, atau ellips, dimana A memenuhi persamaan (2.2) dengan banyaknya n hingga. Ilustrasi partisi himpunan A bisa dilihat melalui Gambar 3 di bawah ini Gambar 3 Partisi Himpunan A di R 2 (a) (b) (c) A 1 A 2 A 3 A 1 A 1 A 2 A 4 A 5 A 6 A 2 A 3 A 3 A 4 A 7 A 8 A 9 A 4 (d) (e) (f) A 1 A 1 A 1 A 2 A 2 A 2 A 3 A 3 A 3 A 4 2 l(a i ) adalah ukuran lebesque. Karena A i adalah sebuah interval di R, maka ukuran lebesque-nya berupa panjang interval A i. 10

Berdasarkan gambar di atas, partisi himpunan A pada Gambar 3(a) 3(d) berupa himpunan yang sebangun dengan panjang sisi yang lebih pendek. Sedangkan partisi himpunan A pada Gambar 3(e) dan 3(f) berbentuk cincin. Berikut ini, akan dijelaskan cara partisi salah satu himpunan A pada Gambar 3. Ambil Gambar 3(e) sebagai contoh. Bentuk lingkaran baru di dalam lingkaran A, misal A, dimana jari-jari A lebih pendek daripada jari-jari A. Lalu, dibentuk lingkaran baru A dalam A, dimana jari-jari A lebih pendek dari jari-jari A. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 4, dimana tanda panah ( ) menyatakan jari-jari lingkaran. Gambar 4 Lingkaran A, A Dan A A A A Hasil partisi lingkaran A adalah daerah A 1, A 2 yang berbentuk cincin dan daerah A 3 yang berbentuk lingkaran kecil, dimana ketiganya saling lepas dengan A 1 = A ( A = {x x A x A } A 2 = A ( A = {y y A y A } A 3 = A Dari Gambar 3(e), dapat dihitung N(A 1 ) = 4 kejadian, N(A 2 ) = 2 kejadian, dan N(A 3 ) = 1 kejadian. Berdasarkan (2.3), maka N(A) = 7 kejadian. Dalam praktek, N(A) dapat juga menyatakan proses menghitung pada luas daerah A (bukan himpunan A), dimana sumbu x dan sumbu y dimisalkan memiliki satuan meter 11

sehingga satuan luasnya meter persegi. Jika dikaitkan dengan contoh konkrit pada Tabel 2, maka himpunan A didefinisikan sebagai mika dan subhimpunan A i untuk i = 1,...,126 didefinisikan sebagai daerah kuadrat pada mika yang memiliki satuan luas meter persegi, dengan kejadian berupa serangan lumut di kuadrat mika. C. Partisi himpunan dengan bentuk sebangun (indeks parameter ruang) Didefinisikan himpunan A sebagai bola atau kubus, dimana A mengikuti persamaan (2.2) dengan n = 4. Ilustrasi partisi himpunan A bisa dilihat pada Gambar 5 di bawah ini Gambar 5 Partisi Himpunan A di R 3 A 4 A 2 A 3 A 1 (a) (b) Jika himpunan A adalah sebuah bola, maka dibentuk sebuah bola kecil di dalamnya, sebut A 4, lalu dibentuk selimut-selimut bola yang semakin besar, sebut A 3, A 2 dan A 1. Dari sini, diperoleh daerah partisi dari bola A yang saling lepas. Jika himpunan A adalah sebuah kubus, maka partisi kubus A adalah kubus-kubus baru dengan panjang sisinya lebih pendek daripada panjang sisi kubus A, lihat Gambar 5(b). Untuk kasus di atas, dapat dihitung N(A 1 ) = 2 kejadian, N(A 2 ) = 2 kejadian, N(A 3 ) = 1 kejadian, dan N(A 4 ) = 2 kejadian. Berdasarkan (2.2), maka N(A) = 7 kejadian. 12

Dalam praktek, N(A) dapat juga menyatakan proses menghitung pada volume daerah A (bukan himpunan A), dimana sumbu x, sumbu y dan sumbu z dimisalkan memiliki satuan meter sehingga satuan volumenya meter kubik. Jika dikaitkan dengan Gambar 12 yang mengilustrasikan titik waktu dan lokasi gempa bumi, dimana himpunan A dimisalkan sebagai sebuah kubus, maka N(A) menyatakan banyaknya titik waktu dan lokasi gempa bumi yang berada di dalam kubus. 2.4 Partisi Menggunakan Konsep Pengemasan Bola (Sphere Packing) Secara matematis, permasalahan pengemasan bola adalah permasalahan mengisi sebuah ruang dengan cara menyusun bola-bola identik yang saling lepas (wikipedia.com). Jika yang diisi adalah sebuah bidang, maka bola tersebut berupa lingkaran dan dikenal dengan pengemasan lingkaran (circle packing). Masalah utama dari pengemasan bola adalah mendapatkan susunan yang maksimal (wikipedia.com). Salah satu tujuan mengisi suatu ruang secara maksimal bisa digambarkan dengan ilustrasi berikut ini. Misal seorang tukang kebun jeruk ingin menyimpan hasil panennya ke kotak kayu secara maksimal tanpa merusak jeruknya, agar jeruknya bisa dikirim ke tempat lain dan dijual dalam kondisi baik. Sebagai ilustrasi lihat Gambar 6 Gambar 6 Susunan Jeruk Pada Sebuah Kotak 13

Permasalahan yang muncul, jeruk tidak mempunyai ukuran yang sama, tidak seperti produksi pabrik (misal bola sepak) yang bentuknya bisa sama. Maka susunan pada jeruk menjadi susunan yang tidak teratur (irregular arrangement). Sedangkan jika bola sepak yang disimpan maka susunannya teratur (regular arrangement). Tentu saja dalam susunan teratur dan tidak teratur, akan muncul istilah homogen dan nonhomogen. Selanjutnya, proporsi dari ruang yang terisi oleh bola-bola disebut dengan kepadatan (density) susunan (wikipedia.com). Mengacu pada Gambar 6, terlihat bahwa dalam kotak tersebut masih ada daerah-daerah yang kosong, yaitu daerah tengah diantara empat bola yang disusun saling berdekatan. Untuk memaksimalkan isi kotak tersebut, daerah yang kosong diisi dengan bola yang ukurannya lebih kecil, artinya bola-bola yang ada dalam kotak tersebut bentuknya tidak identik lagi. Dengan cara yang sama, bisa pula diterapkan pada pengemasan lingkaran, yaitu daerah yang kosong diisi lingkaran dengan ukuran yang berbeda. Salah satu contohnya seperti yang diilustrasikan oleh Gambar 1, yaitu susunan tidak teratur dari irisan jeruk pada pengemasan lingkaran. Melalui Gambar 1, bisa dihitung berapa banyak jumlah jeruk nipis maupun jeruk sunkist yang ada dalam pengemasan lingkaran. Sehingga, diketahui proporsi masing-masing jeruk dalam kemasan. Dalam proses Poisson, proporsi ini dikenal dengan istilah intensitas. Bentuk susunan dalam pengemasan lingkaran yang memiliki kepadatan maksimal untuk mengisi bidang adalah bentuk susunan teratur segi enam (hexagonal packing arrangement) (wikipedia.com). 14

Gambar 7 susunan teratur segi enam (hexagonal packing arrangement) Seorang matematikawan asal Jerman bernama Carl Friedrich Gauss (1940) membuktikan bahwa susunan teratur segi enam memiliki kepadatan maksimal. Ia juga menunjukkan bahwa proporsi bidang yang terisi oleh lingkaran sebesar 90,6%. Jadi sekitar 9,4% berupa daerah yang kosong (wikipedia.com). Dalam pengemasan bola, susunan yang memberikan kepadatan maksimal adalah bentuk susunan cubic close packing 3 (atau face centred cubic) dan hexagonal closes packing (wikipedia.com ; mathworld.com), lihat Gambar 8 dan 9. Johannes Kepler (1611) menduga bahwa pada kedua susunan tersebut akan memberikan kepadatan maksimal dengan proporsi ruang yang terisi bola sebesar 74,04 % (wikipedia.com). Gambar 8 cubic close packing Gambar 9 hexagonal closes packing 3 Salah satu contoh dari cubic close packing adalah susunan bola dalam bentuk piramida (wikipedia.com) 15

2.5 Proses Titik (Point Processes) Perdefinisi, proses titik adalah koleksi acak dari titik-titik yang terletak pada suatu daerah tertentu (Schoenberg, 2000). Berdasarkan daerah definisinya, maka proses titik dibagi menjadi dua, yaitu: I. Proses titik pada ruang dimensi satu Pada umumnya, indeks parameter proses adalah waktu, dimana titiknya menyatakan waktu dari suatu kejadian. Proses ini dikenal dengan istilah proses titik bergantung waktu (temporal point processes). Proses titik ini, biasanya dipakai pada permasalahan antrian Gambar 10 Titik-Titik Kedatangan dalam Antrian [ ] 0 t Gambar 10 mengilustrasikan proses titik bergantung waktu, dimana titiknya merepresentasikan waktu kedatangan dalam suatu antrian. II. Proses titik pada ruang dimensi lebih dari satu A. Proses titik bergantung lokasi (spatial point processes) Proses ini umumnya diamati berdasarkan lokasi, dimana titiknya menyatakan lokasi dari suatu kejadian. Proses ini, dipakai pada permasalahan kehutanan, misal lokasi pohon yang terbakar, pada masalah gempa bumi, misal pusat (epicenter) dari gempa dan lain sebagainya. Ambil contoh dalam masalah gempa bumi, maka titik dari proses dinyatakan dengan pasangan (x,y) dimana x menyatakan garis bujur (longitude) dan y menyatakan garis lintang (latitude). 16

Gambar 11 Titik Lokasi Gempa Bumi Garis Lintang (x,y) Garis Bujur B. Proses titik bergantung waktu dan lokasi (spatial-temporal point processes) Proses titik dengan indeks parameter berupa pasangan waktu dan lokasi. Proses titik ini, dipakai pada permasalahan seperti proses titik bergantung lokasi. Tetapi bedanya, titik dari proses ini menyatakan waktu dan lokasi dari kejadian. Ambil contoh masalah gempa bumi, maka titik dari proses menyatakan pasangan (t,z) dimana t menyatakan waktu dari kejadian dan z menyatakan lokasi dari kejadian, yaitu pasangan (x,y) dengan x, y menyatakan garis bujur dan garis lintang. Gambar 12 Titik Waktu dan Lokasi Gempa Bumi Garis Lintang Garis Bujur ( t, (x,y) ) waktu 17

2.6 Membentuk Proses Titik Melalui Ukuran Menghitung Berikut ini, dibahas tentang prosedur bagaimana membentuk proses titik, mengingat pada beberapa referensi belum banyak dijelaskan secara lebih dalam. Gambar 13 Skema Prosedur Membentuk Proses Titik Proses Titik Fungsi Tangga Ukuran Menghitung Barisan Interval Barisan Titik Proses Poisson Distribusi Eksponensial Berdasarkan Gambar 13, proses titik dibentuk melalui 4 pendekatan, yaitu: 1. ukuran menghitung 2. fungsi tangga 3. barisan titik 4. barisan interval. Contoh trivial dari proses titik adalah proses Poisson. Umumnya dalam proses Poisson, waktu antar kejadian akan berdistribusi eksponensial. Waktu antar kejadian ini dapat direpresentasikan sebagai interval, yang dapat diperoleh jika titik waktu dari kejadian dapat diamati. Karena itu, pada Gambar 13 terlihat adanya hubungan dua arah, antara proses Poisson dengan distribusi eksponensial. Membangun proses titik melalui 4 pendekatan di atas lebih mudah jika prosesnya didefinisikan pada ruang berdimensi 1 dan indeks parameternya berupa waktu. Akan tetapi, jika dimensinya diperluas, hanya ukuran menghitung yang menjadi pendekatan paling mudah untuk dicari contoh nyatanya. Pernyataan ini berkaitan 18

dengan proses menghitung di himpunan A R d dengan d =1,2,3, seperti yang telah dibahas di Subbab 2.2. Berikut ini, penjelasan mengenai pembentukan proses titik melalui ukuran menghitung: Misal himpunan A R d dengan d =1,2,3 dan N(A) menyatakan banyaknya kejadian di himpunan A. Jika himpunan A memenuhi persamaan (2.2), maka N(A) dapat dinyatakan sebagai persamaan (2.3). Pandang himpunan A R d dengan d =1,2,3 dan N(A) nilainya hingga, maka ilustrasi perhitungan N(A) dapat diperlihatkan seperti Gambar 2, Gambar 3 dan Gambar 5. Sebagai penyederhanaan, misal himpunan A = [0,T] dan dinyatakan sebagai gabungan dari n buah subinterval yang saling lepas T i untuk i = 1,2,...,n. Mengacu pada persamaan (2.2), maka bisa dituliskan dengan T U n T i i=1 = dengan T T = φ untuk i j i, j = 1,..., n (2.4) i j Jika persamaan (2.4) disubstitusikan ke persamaan (2.3), diperoleh n n N U Ti = N( Ti ) (2.5) i= 1 i= 1 mengingat N(T) bernilai bulat nonnegatif dan disumsikan hingga untuk interval [0,T] (Daley dan Vere-Jones, 2003, h.42). Dalam praktek, bisa saja interval [0,T] adalah interval yang pendek, sehingga T i untuk i = 1,2,...,n adalah subinterval yang sangat pendek dan biasanya sama panjang. Pemilihan subinterval yang sama panjang, bertujuan untuk memudahkan mengetahui rata-rata banyaknya kejadian di interval [0,T], berdasarkan hasil perhitungan banyaknya kejadian di masingmasing subinterval T i untuk i = 1,2,...,n. 19

Berikut ini, contoh aplikasi dari pendekatan ukuran menghitung di beberapa bidang ilmu, diantaranya: 1. Bidang Asuransi, khususnya pada pembuatan tabel kehidupan. Tabel kehidupan memuat daftar dari banyaknya individu yang bertahan hidup pada usia tertentu, dimana individu awal dari suatu populasi diberikan. Misalkan individu awal dari suatu populasi diasumsikan sebanyak 100.000 orang. Dalam interval waktu satu tahun, individu yang bertahan hidup sebanyak 99.721 orang, maka banyaknya yang meninggal adalah 279 orang. Jadi, himpunan A adalah interval waktu satu tahun dan kejadiannya adalah individu yang meninggal. 2. Bidang Fisika Misalkan dua buah partikel fisik berbenturan, menghasilkan jejak dan partikelpartikel lainnya, sebut partikel w dan partikel z, yang direkam dalam bentuk foto. Gambar 14 Foto Jejak dan Partikel-Partikel Hasil Benturan Titik-titik pada Gambar 14 menyatakan partikel, dimana identifikasi jenis partikel berdasarkan kekuatan energi yang dimilikinya. Sedangkan, bentuk lingkaran yang semakin lama semakin mengecil menyatakan jejak partikelnya. Berdasarkan hasil foto, banyak jenis partikel tertentu bisa dihitung. Jadi, di sini himpunan A adalah sebuah foto dan kejadiannya adalah sebagai jenis partikel hasil benturan. 20

3. Bidang Demografi. Demografi adalah ilmu yang mempelajari perubahan populasi terhadap beberapa faktor, diantaranya kelahiran, kematian, migrasi dan emigrasi. Jadi, di sini himpunan A adalah interval waktu pengamatan dan kejadiannya adalah faktor yang mempengaruhi populasi. 2.7 Membentuk Proses Titik Melalui Fungsi Tangga Sesuai dengan pendapat Daley dan Vere-Jones (2003), maka proses titik yang dibentuk melalui pendekatan ini adalah proses yang memiliki indeks parameter waktu. Jika N(t) didefinisikan sebagai, N(t) = N[0,t] = N([0,t]), 0 < t < (2.6) maka N(t) adalah fungsi riil bernilai bulat, kontinu kanan, tidak turun, dan yang utama N(t) adalah fungsi tangga. Jika daerah definisi dari t diperluas menjadi - < t <, maka persamaan (2.6) dapat dinyatakan sebagai berikut: ([ 0, t] ) N ; t > 0 N ( t) = 0 ; t = 0 (2.7) N( [ 0, t] ) ; t < 0 Persamaan ini menyatakan bahwa fungsi N(t) bernilai bulat positif untuk t > 0, bernilai bulat negatif untuk t < 0 dan bernilai 0 (nol) untuk t = 0 (Daley dan Vere-Jones, 2003, h. 43). 2.8 Membentuk Proses Titik Melalui Barisan Titik Sesuai dengan pendapat Daley dan Vere-Jones (2003), maka proses yang akan dibahas di sini memiliki indeks parameter waktu. Misalkan bentuk t i = inf { t > 0 : N(t) i }, i = 1,2, (2.8) 21

Maka diperoleh hubungan penting t i t jika dan hanya jika N(t) i (2.9) Hubungan ini memperjelas bahwa di dalam menentukan barisan titik {t i } sama halnya dengan menentukan fungsi N(t) pada persamaan (2.7) untuk kasus N(-,0] = 0. Jika daerah definisi dari indeks i diperluas, maka persamaan (2.8) dapat dinyatakan dalam bentuk: { t > 0 : N[ 0, t] i} { t > 0 : N[ t,0] i + 1} inf i = 1,2,... t i = inf{ t : N( t) i} = (2.10) inf i = 0, 1,... Bentuk ini merupakan akibat dari barisan titik {t i } yang terurut naik, yaitu t i t i+1 untuk semua i dan t 0 0 < t 1. Dalam praktek, bisa saja definisi dari t i dinyatakan dengan bentuk yang lain, seperti yang diilustrasikan melalui Gambar 15 dan Gambar 16. Penjelasan lebih lanjut dari pendekatan ini dapat dilihat dan dipelajari pada (Daley dan Vere-Jones, 2003, h.43). Selanjutnya, akan diberikan sebuah ilustrasi mengenai pembentukan t i pada persamaan (2.10), dimana t i didefinisikan sebagai waktu terjadinya kejadian ke-i. Pandang garis bilangan riil positif (R + ). Ambil i = 3, dan posisi t i diberikan sebagai berikut: Gambar 15 Posisi t i di R + kejadian kejadian kejadian terjadi terjadi terjadi 0 t 1 t 2 t 3 t 4 t 5 Jika syarat yang harus dipenuhi adalah N[0,t] 3, maka pada Gambar 15 nilai t yang memenuhi syarat adalah t 3, t 4, t 5, Sesuai dengan definisi infimum, yaitu batas bawah terbesar (Bartle, 2000, h.35), sehingga t 3 = inf{t > 0 : N[0,t] 3} 22

dimana {t > 0 : N[0,t] 3} = {t 3, t 4, t 5, }. Pada ilustrasi ini, pendefinisian yang lebih tepat untuk t 3 adalah t 3 = min{t > 0 : N[0,t] 3}. Hal ini dikarenakan oleh keanggotaan t 3 pada barisan {t > 0 : N[0,t] 3}. Selanjutnya, pandang garis bilangan riil negatif (R - ).Ambil i = -2 dan posisi t i diberikan sebagai berikut: Gambar 16 Posisi t i di R - kejadian kejadian kejadian terjadi terjadi terjadi -t 4 -t 3 -t 2 -t 1 -t 0 0 Jika syarat yang harus dipenuhi adalah N [ t, 0] i + 1 atau [ t, 0] 3 N, maka pada Gambar 16 nilai t yang memenuhi syarat adalah -t 2, -t 3,, karena tanda negatif di sini hanya menyatakan bahwa proses didefinisikan pada garis bilangan riil negatif. Berdasarkan definisi infimum maka t 2 = inf{ t > 0 : N[ t,0] 3}, dimana { t > 0 : N[ t,0] 3 } = {-t 2, -t 3, }. Menggunakan cara yang sama seperti pendefinisian t 3 di atas, maka untuk kasus ini pendefinisian t 2 yang lebih tepat adalah t 2 = min{ > 0 : N[ t,0] 3} t. Pendekatan barisan titik dapat diaplikasikan di beberapa bidang ilmu, antara lain: 1. Bidang Asuransi Sama seperti ukuran menghitung, pendekatan ini berguna pada pembuatan tabel kehidupan, dimana titik dari proses didefinisikan sebagai waktu individu meninggal. Tetapi, pengamatan ini jarang sekali dilakukan karena sulit untuk mencatat waktu individu meninggal secara tepat. 23

2. Teknik Komunikasi Salah satu permasalahan dalam bidang komunikasi yang sering ditemukan adalah permasalahan merepresentasikan sinyal dalam bentuk sandi (signal encoding). Misalkan suatu pemancar radio akan mengirimkan sinyal (signal). Dalam perjalanan, sinyal tersebut diganggu oleh gelombang elektromagnetik, maka sinyal yang diterima akan berbeda dengan sinyal yang dikirimkan (www.google.com ; amath.corolado.edu). Gambar di bawah ini, ilustrasi dari masalah penulisan sinyal, Gambar 17 Masalah Pengiriman Sinyal Pada Signal Encoding sinyal yang dikirim (gangguan) sinyal yang diterima Akibat adanya gangguan, pada Gambar 17 terlihat sinyal yang dikirimkan berbeda dengan sinyal yang diterima. Misal sinyal yang dikirim diasumsikan sebagai fungsi terhadap waktu, maka untuk kasus ini titik dari proses didefinisikan sebagai waktu terjadinya perubahan sinyal. 2.9 Membentuk Proses Titik Melalui Barisan interval Seperti dua pendekatan sebelumnya, proses yang akan dibahas pada pendekatan ini memiliki indeks parameter berupa waktu. Misal didefinisikan: i = ti ti 1 τ...(2.11) 24

dimana t 0 = 0 dan t i didefinisikan melalui persamaan (2.8) untuk i = 1, 2,..., atau lebih tepatnya t i didefinisikan sebagai waktu terjadinya kejadian ke-i (Daley dan Vere-Jones, 2003, h.44). Aplikasi pendekatan barisan interval bisa ditemukan pada teori pembaharuan yang mempelajari barisan interval antar kejadian, dimana kejadiannya berupa penggantian suatu komponen yang rusak dengan komponen yang baru (Daley dan Vere-Jones, 2003, h.2) dan contoh komponennya bisa berupa alat produksi di suatu pabrik. 2.10 Hubungan antar 4 Pendekatan Melalui skema dan contoh kasus, tulisan ini mencoba menghubungkan pendekatan yang satu dengan pendekatan yang lainnya. Sebelumnya, akan diambil beberapa asumsi, antara lain: 1) Proses didefinisikan di R + dengan indeks parameternya berupa waktu 2) t i didefinisikan sebagai waktu terjadinya kejadian ke-i 3) τ i didefinisikan sebagai interval antar kejadian ke i-1 dan kejadian ke-i A. Ukuran menghitung N[0,T] diketahui Contoh kasus yang diambil berupa data banyaknya kecelakaan yang dialami pekerja wanita di sebuah pabrik amunisi 25

Tabel 1 Daftar kecelakaan 647 wanita yang bekerja di sebuah pabrik amunisi selama 5 minggu Banyaknya kecelakaan ( per orang) Frekuensi Frekuensi Relatif 0 447 447/647 1 132 132/647 2 42 42/647 3 21 21/647 4 3 3/647 5 2 2/647 Total: 647 Rata-rata: 0.465 Std.Deviasi: 0.8311 Sumber: Greenwood dan Yule (1920) Berdasarkan Tabel 1, jika dikaitkan dengan himpunan A yang telah disinggung pada Subbab 2.2, maka himpunan A di sini berupa interval waktu selama 5 minggu dan bisa diilustrasikan melalui Gambar 2, dimana interval waktu A = [0, 5 minggu] dengan panjang subinterval A i untuk i = 1,,n bisa berbeda-beda. Sedangkan N(A) di sini, menyatakan banyaknya kecelakaan yang terjadi pada setiap wanita selama interval waktu 5 minggu. Baris kedua dari Tabel 1 menyatakan bahwa selama pengamatan 5 minggu, yang tidak pernah mengalami kecelakaan sebanyak 447 wanita. Baris ketiga dari Tabel 1 menyatakan bahwa selama pengamatan 5 minggu, yang pernah mengalami 1 kali kecelakaan sebanyak 132 wanita dan demikian seterusnya. Misal kecelakaan sebanyak 4 kali diambil sebagai contoh. Berdasarkan Tabel 1, diketahui N[0, 5 minggu] = 4 kecelakaan, dialami oleh 3 orang. Misal orang pertama tercatat di minggu ke 1, orang kedua tercatat di minggu ke 3 dan orang ketiga tercatat di minggu ke 4. Jika titik t i didefinisikan sebagai waktu menemukan (tercatatnya) orang yang mengalami kecelakaan sebanyak 4 kali 26

selama 5 minggu. Maka, jika ukuran menghitung N(0, 5 minggu] diketahui, bisa diperoleh barisan titik, yaitu {t 1, t 2, t 3 } = {minggu ke 1, minggu ke 2, minggu ke 3}. Hasil yang berbeda bisa diperoleh jika kasusnya berbeda pula. Namun, dalam tulisan ini tidak akan dibahas lebih dalam. Gambar 18 Pendekatan yang diperoleh jika ukuran menghitung N[0,T] diketahui Ukuran menghitung N[0,T] diketahui diperoleh Barisan titik {t i } Selanjutnya, ukuran menghitung juga bisa terjadi untuk kasus di bawah ini Tabel 2 Banyaknya lumut yang menyerang 126 daerah kuadrat pada mika Banyaknya lumut ( per kuadrat) Frekuensi Frekuensi Relatif 0 100 100/126 1 9 9/126 2 6 6/126 3 8 8/126 4 1 1/126 5 0 0 6 2 2/126 Total: 126 Rata-rata: 0.4839 Std.Deviasi: 1.1390 Sumber: Barnes dan Stanbury (1951) Berdasarkan Tabel 2, jika dikaitkan dengan pembahasan di Subbab 2.2, maka himpunan A di sini didefinisikan sebagai mika yang dapat diilustrasikan melalui Gambar 5(b) dan subhimpunan A i untuk i = 1,,126 didefinisikan sebagai daerah kuadrat pada mika dengan satuan luas meter persegi. Sedangkan N(A) di sini, menyatakan banyaknya lumut yang menyerang di daerah kuadrat mika. 27

B. Fungsi tangga N(t) = N[0,t] diketahui Contoh kasus yang diambil adalah data dari sebuah tempat usaha fotokopi. Tabel 3 Data waktu sebuah tempat usaha fotokopi Darker Image Waktu Kejadian 9:00 Tempat fotokopian buka 9:12 Pelanggan ke-1 datang 9:14 Pelanggan ke-2 datang 9:17 Pelanggan ke-3 datang 9:19 Pelanggan ke-1 pergi 9:21 Pelanggan ke-2 pergi 9:22 Pelanggan ke-3 pergi 9:38 Pelanggan ke-4 datang 9:39 Pelanggan ke-5 datang 9:41 Pelanggan ke-4 pergi Sumber: Nelson (1995) Gambar 19 Grafik data waktu sebuah tempat usaha fotokopi Darker Image Untuk kasus ini, misal sebuah kejadian didefinisikan sebagai datangnya pelanggan ke tempat fotokopi dan t i didefinisikan sebagai waktu datangnya pelanggan ke-i. Jika pengamatan dilakukan selama 20 menit, berdasarkan Tabel 3, diketahui t 1 = pukul 09:12, t 2 = pukul 09:14 dan t 3 = pukul 09:17 dan banyaknya kejadian selama pengamatan adalah 3 pelanggan. Mengacu pada Gambar 2, maka himpunan A didefinisikan sebagai interval waktu selama 20 menit, atau A = [9:00, 9:20], dengan panjang subinterval A i untuk i = 1,,n bisa berbeda-beda. Sehingga untuk kasus ini, jika fungsi tangga diketahui maka bisa diperoleh: 28

1. Barisan titik { t 1, t 2, t 3 } = { 09:12, 09:14, 09:17 } 2. Barisan interval { τ 1, τ 2, τ 3 } = { 12 menit, 2 menit, 3 menit } 3. Ukuran menghitung N[0, 20 menit] = 3 pelanggan Gambar 20 Pendekatan yang diperoleh jika fungsi tangga N(t) diketahui Barisan titik {t i } Fungsi tangga N(t) = N[0,t] diketahui diperoleh Barisan interval {τ i } Ukuran menghitung N[0,T], mengingat t [0,T] C. Barisan titik {t i } diketahui Contoh kasus yang diambil adalah data dari sebuah warnet di kota Bandung. Tabel 4 Data Waktu Pengunjung Warnet Cozy Jam Masuk Jam Keluar Keterangan 08:00:00 warnet buka 08:47:38 09:17:58 pengunjung ke-1 09:00:10 10:41:07 pengunjung ke-2 09:02:29 10:41:07 pengunjung ke-3 10:45:37 11:55:23 pengunjung ke-4 10:45:46 11:40:34 pengunjung ke-5 10:51:30 12:21:49 pengunjung ke-6 10:51:47 11:12:08 pengunjung ke-7 10:52:16 11:41:12 pengunjung ke-8 10:52:30 11:41:40 pengunjung ke-9 Sumber: Warnet Cozy (2007) Misal pengamatan dilakukan selama 90 menit, yaitu pukul 08.00-09.30, dimana sebuah kejadian didefinisikan sebagai datangnya pengunjung ke warnet dan t i didefinisikan sebagai waktu datangnya pengunjung ke-i. Jika dikaitkan dengan Gambar 2, maka himpunan A didefinisikan sebagai interval waktu selama 29

90 menit, atau A = [08:00:00, 09:30:00] dengan panjang subinterval A i untuk i = 1,,n bisa berbeda-beda. Berdasarkan Tabel 4, diketahui {t 1, t 2, t 3 } = { 08:47:38, 09:00:10, 09:02:29 }, maka bisa diperoleh: 1. Barisan Interval τ 1 = 08:47:38 08:00:00 = 00:47:38 τ 2 = 09:00:10 08:47:38 = 00:12:32 τ 3 = 09:02:29 09:00:10 = 00:02:19 2. Ukuran menghitung N[0, 90 menit] = 3 pengunjung 3. Fungsi Tangga Gambar 21 Grafik fungsi banyaknya pengunjung warnet Cozy terhadap waktu kedatangan N[0,t i ] 3 2 1 08:00:00 08:47:38 09:00:10 09:02:29 t i Gambar 22 Pendekatan yang diperoleh jika barisan titik (t i } diketahui Barisan titik {t i } diketahui diperoleh Barisan interval {τ i } Ukuran menghitung N[0,T], mengingat t i T fungsi tangga N(t i ) = N[0,t i ] 30

D. Barisan interval {τ i } diketahui Contoh kasus yang diambil berupa data waktu antar kedatangan pengunjung. Misal pengamatan dimulai pada pukul 09:00, artinya diketahui t 0 = 09:00, dan t i didefinisikan sebagai waktu datangnya pengunjung ke-i. Tabel 5 Data waktu antar kedatangan pengunjung i τ i = t i t i-1 I τ i = t i t i-1 1 12 menit 6 4 menit 2 2 menit 7 2 menit 3 3 menit 8 7 menit 4 21 menit 9 6 menit 5 1 menit 10 15 menit Sumber: Nelson (1995) Untuk kasus ini, jika barisan interval diketahui, maka bisa diperoleh: 1. Barisan titik { t 1, t 2,, t 10 } = { 09:12, 09:14,, 10:13} 2. Ukuran menghitung N[0, 73 menit] = N[9:00, 10:13] = 10 pengunjung 3. Fungsi tangga Gambar 23 Grafik fungsi banyaknya pengunjung terhadap waktu kedatangan 10 3.. 2 1 9:00 9:12 9:14 9:17. 10:13 31

Gambar 24 Pendekatan yang diperoleh jika barisan interval {τ i } diketahui Barisan interval {τ i } dan nilai t 0 diketahui diperoleh Barisan titik {t i } Ukuran menghitung N[0,T], mengingat t i T Fungsi tangga N(t i ) = N[0,t i ] 32