sangat pesat adalah kosmologi, yaitu studi tentang asal-mula, isi, bentuk, dan

dokumen-dokumen yang mirip
Laju Pengembangan Alam Semesta Berdasarkan Data Supernova Tipe Ia

JAGAD RAYA TEORI TERBENTUKNYA JAGAD RAYA TEORI LEDAKAN BESAR

Populasi Bintang. Ferry M. Simatupang

Teori Big Bang. 1. Awalnya, bumi masih merupakan planet homogen dan belum mengalami perlapisan atau

Pengembangan Alam Semesta

SOAL UJIAN SELEKSI CALON PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2016 TINGKAT PROVINSI

BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB IV. Analisis Power spectrum CMB dan Power spectrum Galaksi. IV.1 Model Concordance

Oleh : Chatief Kunjaya. KK Astronomi, ITB

θ = 1.22 λ D...1 point θ = 2R d...2 point θ Bulan θ mata = 33.7 θ Jupiter = 1.7

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

PROGRAM PERSIAPAN OLIMPIADE SAINS BIDANG ASTRONOMI 2014 SMA 2 CIBINONG TES 20 MEI 2014

indahbersamakimia.blogspot.com Soal Olimpiade Astronomi Tingkat Provinsi 2011, Waktu : 150 menit

Riwayat Bintang. Alexandre Costa, Beatriz García, Ricardo Moreno, Rosa M Ros

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 3. Mengenal Planet Bumilatihan soal 3.1

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

Bab II Dasar Teori Evolusi Bintang

Satuan Besaran dalam Astronomi. Dr. Chatief Kunjaya KK Astronomi ITB

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

STUDI FUNDAMENTAL RADIASI LATAR GELOMBANG MIKROKOSMIK ALAM SEMESTA.

Bab II GUGUS GALAKSI. II.1 Properti Gugus Galaksi

POSITRON, Vol. II, No. 1 (2012), Hal ISSN : Efek Reaksi Balik Gelombang Gravitasi pada Lensa Gravitasi

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDRAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH UMUM

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

Galaksi. Ferry M. Simatupang

Stephen Hawking. Muhammad Farchani Rosyid

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

PENGENALAN ASTROFISIKA

Sistem Magnitudo Terang suatu bintang dalam astronomi dinyatakan dalam satuan magnitudo Hipparchus (abad ke-2 SM) membagi terang bintang

Bintang Ganda DND-2006

indahbersamakimia.blogspot.com

EFEK DARK MATTER TERHADAP EKSPANSI ALAM SEMESTA

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

PEKERJAAN RUMAH SAS PERTEMUAN-1 DAN PERTEMUAN-2 A.Pilihan Ganda

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN : Analisis Lintasan Foton Dalam Ruang-Waktu Schwarzschild

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

10. Mata Pelajaran Fisika Untuk Paket C Program IPA

Ide Dasar: Matahari dan bintang-bintang menggunakan reaksi nuklir fusi untuk mengubah materi menjadi energi. Bintang padam Ketika bahan bakar

Radio Aktivitas dan Reaksi Inti

Pengaruh Konstanta Kosmologi Terhadap Model Standar Alam Semesta

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 3 (2013), Hal ISSN :

Bab 2 Metode Pendeteksian Planet Luar-surya

BENARKAN TAHUN INI ADA MATAHARI KEMBAR?

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DITJEN MANAJEMEN PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

SIFAT BINTANG. Astronomi. Ilmu paling tua. Zodiac of Denderah

STAR FORMATION RATE (SFR) PADA GALAKSI YANG BERINTERAKSI

HUBUNGAN GAMMA-RAY BURST DAN SUPERNOVA

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDRAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

BAB III. Proses Fisis Penyebab Fluktuasi Temperatur CMB

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDRAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA

BAB I PENDAHULUAN I.1

SOAL UJIAN SELEKSI CALON PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2013 TINGKAT PROVINSI

KARAKTERISTIK GAMMA-RAY BURST

52. Mata Pelajaran Fisika untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) A. Latar Belakang B. Tujuan

ABSTRAK. Kata Kunci : Alam Semesta, Teori Big Bang, Persamaan Friedmann

SOAL UJIAN SELEKSI CALON PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2014 TINGKAT PROVINSI

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

Intensitas spesifik Fluks energi Luminositas Bintang sebagai benda hitam (black body) Kompetensi Dasar: Memahami konsep pancaran benda hitam

Asal-usul dan Evolusi Alam Semesta Julieta Fierro, Susana Deustua, Beatriz Garcia

Solusi Olimpiade Astronomi Tingkat Provinsi 2009

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDRAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA

sisanya merupakan dark matter (25%) dan dark energy (70%) (Vogt, 2015). Materi biasa merupakan materi yang mampu berinteraksi dengan cahaya (baryonic)

Ronde Teori. Soal. Page 1 of 8

Bab III INTERAKSI GALAKSI

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL DITJEN MANAJEMEN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA

STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR MATA PELAJARAN FISIKA

PEMBAHASAN SOAL OLIMPIADE ASTRONOMI SELEKSI KOTA TAHUN

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

Bab III MORFOLOGI-DENSITAS DAN MORFOLOGI RADIUS GUGUS GALAKSI ABELL 2219

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

ILMU FISIKA. Fisika Dasar / Fisika Terapan Program Studi Teknik Sipil Salmani, ST., MS., MT.

BAB I PENDAHULUAN. Satu hal yang menarik ketika kita mengamati bintang-bintang dengan mata

1. Jika FB QPO diabaikan, Power Spectral Density antara FB dan Banana. 2. Jika HB QPO diabaikan, Power Spectral Densityantara HB dan Island

SOAL SELEKSI OLIMPIADE SAINS TINGKAT KABUPATEN/KOTA 2014 CALON TIM OLIMPIADE ASTRONOMI INDONESIA 2015

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

SILABUS PEMBELAJARAN

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

Low Mass X-ray Binary

OLIMPIADE ASTRONOMI Tingkat Provinsi

Cahaya sebagai bentuk informasi dari langit Teleskop sebagai kolektor cahaya

Penulis : Hizbullah Abdul Aziz Jabbar. Copyright 2013 pelatihan-osn.com. Cetakan I : Oktober Diterbitkan oleh : Pelatihan-osn.

Bab IV DISTRIBUSI LUMINOSITAS GALAKSI TARGET, KERAPATAN LUMINOSITAS SERTA KAITANNYA DENGAN MORFOLOGI GALAKSI KAWAN

Ronde Analisis Data. P (φ) = P 0 + P t cos φ dengan P t = 2πP 0r cp B

SILABUS PEMBELAJARAN

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDRAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA. Soal Tes Olimpiade Sains Nasional 2011

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Kumpulan Rasi Bintang (Sumber:

FISIKA 2014 TIPE A. 30 o. t (s)

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

dan penggunaan angka penting ( pembacaan jangka sorong / mikrometer sekrup ) 2. Operasi vektor ( penjumlahan / pengurangan vektor )

Bahan Minggu XV Tema : Pengantar teori relativitas umum Materi :

Kumpulan Soal Astronomi dan Jawabannya

KEMBAR IDENTIK TAPI USIA TAK SAMA

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu bidang kajian fisika yang paling menarik dan berkembang sangat pesat adalah kosmologi, yaitu studi tentang asal-mula, isi, bentuk, dan evolusi alam semesta. Kosmologi modern muncul dari teori relativitas umum Einstein yang intinya adalah teori gravitasi. Dalam teori yang dipublikasikan pada 1916 itu, Einstein merumuskan persamaan diferensial yang menghubungkan distribusi materi di alam semesta dengan kurvatur ruang-waktu (Serway, dkk., 2005). Pada mulanya Einstein meyakini alam semesta ini statis, tidak berubah terhadap waktu. Masalahnya kemudian muncul ketika ia menyadari bahwa gravitasi merupakan satu-satunya gaya yang bersifat hanya menarik, sehingga secara alami menyebabkan obyek-obyek di alam semesta yang statis menjadi meluruh ke satu titik. Untuk mengatasi masalah tersebut Einstein terpaksa harus menambahkan suatu besaran yang ia sebut konstanta kosmologi (lamda) ke dalam persamaan diferensialnya. Besaran yang merepresentasikan gaya tolak (gaya anti-gravitasi) ini ternyata memunculkan masalah baru karena sifatnya yang tidak bergantung pada massa dan makin besar dengan makin jauhnya jarak pisah antargalaksi (Morison, 2008). Masalah kosmologi Einstein terpecahkan pada 1922 dan 1924 ketika Alexander Friedmann memecahkan persamaan-persamaan Einstein untuk menghasilkan seperangkat model yang memperlihatkan bahwa alam semesta 1

mengembang dari suatu titik, atau singularitas. Model Friedmann, yang oleh Fred Hoyle dinamai Big Bang, ini terdiri dari dua model alam semesta non-statik, yaitu alam semesta yang mengembang (disebut alam semesta terbuka) dan alam semesta yang mengerut (disebut alam semesta tertutup). Model alam semesta Friedmann terbukti kebenarannya pada 1929, setelah Edwin Hubble membuat pernyataan bahwa alam semesta secara keseluruhan sedang mengembang. Hal ini didasarkan pada hasil pengamatannya terhadap kecerlangan (brightness) bintang-bintang variable cepheid yang terdapat pada galaksi-galaksi jauh. Spektrum cahaya dari galaksi-galaksi tersebut teramati bergeser ke arah merah. Nilai pergeseran merah (redshift) z yang diperoleh Hubble ternyata sebanding dengan kecepatan (laju menjauh) galaksi. Berdasarkan fakta tersebut Hubble menyimpulkan bahwa laju pengembangan alam semesta sebanding dengan radiusnya (jarak galaksi terjauh yang dapat teramati) dan dengan konstanta yang kemudian dikenal sebagai konstanta Hubble. (Hubble, 1929). Konstanta Hubble memegang peranan penting dalam kosmologi karena konstanta ini tidak hanya memberitahu kita laju pengembangan alam semesta tetapi juga kerapatan, besar percepatan atau perlambatan, usia, dan radiusnya. Masalahnya, penentuan konstanta Hubble yang akurat tidaklah mudah. Kecepatan menjauh galaksi memang dapat diperoleh dengan mudah, namun penentuan jaraknya menjadi masalah tersendiri ketika jarak tersebut sangat jauh. Untuk obyek-obyek yang sangat jauh, jarak galaksi tidak dapat ditentukan dengan metode-metode paralaks trigonometri, paralaks spektroskopi atau metode main 2

sequence fitting. Oleh sebab itu, masalah ini kemudian didekati dengan menggunakan metode lilin standar (standard candle), yaitu dengan mengasumsikan bahwa sebuah obyek atau properti obyek yang digunakan sebagai standar pengukuran akan memiliki sifat dan keberlakuan yang sama di manapun di jagat raya ini (Liddle, 2003). Dengan kata lain, alam semesta bersifat isotropis dan homogen, sehingga hukum-hukum fisika di manapun berlaku serba sama dan dengan demikian dapat dibandingkan satu sama lain dengan gejala fisika di Galaksi kita. Jarak galaksi dapat diketahui dengan mengukur jarak luminositasnya (Baade, 1938). Obyek yang paling banyak digunakan dalam mengukur jarak luminositas adalah supernova tipe Ia karena ia memiliki kecerlangan intrinsik yang hampir sama untuk setiap peristiwa supernova tipe Ia. Selain itu supernova tipe Ia bersinar sangat terang, bahkan lebih terang dari galaksi tempatnya dalam beberapa minggu dan akan memudar dalam hitungan bulan. Hal inilah yang menjadi alasan supernova tipe Ia dijadikan sebagai standard candle (Perlmutter, 2003). Sifat alami alam semesta digambarkan oleh model kosmologi Friedmann- Lemaıtre. Model ini menggambarkan alam semesta ideal yang tanpa struktur (structureless), dan mematuhi prinsip kosmologi lemah yaitu homogenitas dan isotropi. Model Friedmann-Lemaıtre dengan dominasi-materi dicirikan oleh kehadiran nilai-nilai parameter kerapatan 0 dan konstanta Hubble H0. Semua parameter kosmologi lainnya, seperti umur alam semesta t0, kerapatan massa 0, parameter perlambatan q0, atau parameter kurvatur k, dapat dinyatakan dalam 3

terminology 0 dan H0 (Premadi, dkk., 1997). Ada beragam nilai H0 yang telah diperoleh dari sekian banyak penelitian dengan beragam jumlah data yang digunakan (Morison, 2008). LaViolette (1985) menjelaskan bahwa ada empat tes kosmologi untuk menentukan parameter kosmologi dan kurvatur alam semesta, yaitu uji ukuran sudut terhadap redshift, uji diagram Hubble, uji cacah galaksi per-satuan magnitudo per satuan volum, dan uji penghitungan kerapatan fluks. Diagram Hubble merupakan tes yang paling baik yang bisa menjelaskan sejarah perubahan ukuran alam semesta. Riset yang dinamakan Hubble Space Telescope (HST) Key Project melakukan pengamatan dan pengembangan metode untuk mendapatkan keakuratan konstanta Hubble +/- 10%, sehingga nantinya digunakan untuk menentukan angka laju pengembangan alam semesta saat ini. HST Key Project mendapatkan nilai konstanta Hubble sebesar H0 = 72 ± 8 km s -1 Mpc -1. Freedman (2001) yang tergabung dalam tim HST Key Project melakukan pengukuran konstanta Hubble terbaru dengan menggunakan lima metode yaitu: Supernova tipe Ia 0 71 2 6 H, Tully-Fisher H0 71 3 7, Surface Brightness Fluctuations H0 70 5 6, Supernova tipe II 0 72 9 7 H dan Fundamental Plane H0 82 6 9. Berdasarkan data yang didapatkan oleh Freedman nilai error terkecil terdapat pada supernova tipe Ia yaitu sebesar 2 (random) dan 6 (systematic). Hal tersebut lalu dibandingkan dengan hasil yang menggunakan beberapa metode di antaranya: (a) lensa gravitasi H0 = 71 ± 6 km s - 1 Mpc -1, (b) menggunakan misi luar angkasa WMAP H0 = 73,5 ± 3,5 km s -1 Mpc - 4

1, (c) menggabungkan data WMAP dengan data kosmlogi lainnya H0 = 70,8 ± 1,6 km s -1 Mpc -1 (Morison, 2008). Menurut Knop (2003) menggunakan 11 supernova tipe Ia dengan nilai rentang redshift z = 0,36-0,86 didapatkan hasil 0,25 0,04, M 0,07 0,06 0,75 0,04, dan 0,06 0,07 w 1,05 0,09. Selanjutnya Astier (2006) 0,15 0,20 menggunakan data 71 supernova tipe Ia tahun pertama pada SNLS membuat diagram Hubble dan mendapatkan hasil M 0, 263 0, 042( stat) 0, 032( sys) dan w 1,023 0,090( stat) 0,054( sys). Putri (2013) menggunakan data 468 supernova tipe Ia untuk mendapatkan nilai-nilai dari parameter kosmologi yaitu H0 69, 77 2,10, 0,18, 0,82, dan w 1. Wang (2000) M menggunakan 92 supernova tipe Ia dengan dua rentang redshift yaitu z = 0,05 mendapatkan nilai H0 = 65 ± 1 km s -1 Mpc -1 pada Ωm = 0,7 ± 0,4 dan ΩɅ = 1,2 ± 0,5. Dan z = 0,1 dengan H0 = 65 ± 1 km s -1 Mpc -1 pada Ωm = 0,3 ± 0,6 dan ΩɅ = 0,7 ± 0,7. Para ahli terus berupaya untuk mengetahui laju pengembangan alam semesta yang lebih akurat karena dengan data tersebut para ahli akan dapat menentukan luas, umur alam semesta. Dewasa ini survei tentang supernova tipe Ia makin banyak dilakukan, sehingga menghasilkan data yang makin banyak pula. Data tersebut sangat beragam, meliputi nilai redshift (z) dari yang rendah hingga tinggi. Redshift dengan nilai yang tinggi sangat mungkin memiliki error yang besar karena keterbatasan kemampuan alat atau hal teknis lainnya. Akibatnya, 5

nilai laju pengembangan alam semesta yang diperoleh menjadi tidak begitu akurat. Dalam penelitian tugas akhir ini, penentuan laju pengembangan alam semesta dilakukan dengan menggunakan data redshift rendah (z 0,05) supernova tipe Ia. Data tersebut diperoleh dari Supernova Cosmology Project pada situs http://supernova.lbl.gov/. 1.2 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian 1.2.1 Tujuan Penelitian Memahami penggunaan data supernova tipe Ia untuk menentukan laju pengembangan alam semesta. 1.2.2 Manfaat Penelitian 1. Mengetahui laju pengembangan alam semesta. 2. Mengetahui jarak kosmologis dengan akurat. 1.3 Ruang Lingkup dan Batasan Masalah Penelitian ini menggunakan 151 data supernova tipe Ia yang diperoleh dari Supernova Cosmology Project pada situs http://supernova.lbl.gov/. Data tersebut merupakan hasil pengamatan menggunakan Hubble Space Telescope. Data diolah menggunakan software Python untuk menghasilkan diagram Hubble dan parameter kosmologi yang menggambarkan laju pengembangan alam semesta.. 6