Bab III MORFOLOGI-DENSITAS DAN MORFOLOGI RADIUS GUGUS GALAKSI ABELL 2219

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab III MORFOLOGI-DENSITAS DAN MORFOLOGI RADIUS GUGUS GALAKSI ABELL 2219"

Transkripsi

1 Bab III MORFOLOGI-DENSITAS DAN MORFOLOGI RADIUS GUGUS GALAKSI ABELL 2219 Hubungan morfologi galaksi dengan radius serta kerapatan diungkapkan oleh Dressler dari hasil survei terhadap tujuh buah gugus galaksi (Dressler, 1980). Dressler mengidentifikasi morfologi galaksi dan membuat plot fraksi galaksi ellips, lentikular, dan spiral terhadap jarak dari pusat gugus serta plot terhadap log dari kerapatan yang diproyeksikan pada bidang tegak lurus terhadap garis pandang. Dressler menemukan bahwa galaksi ellips dan lentikular nampaknya lebih banyak berada di daerah dekat pusat, sedangkan galaksi spiral meningkat di daerah yang jauh dari pusat gugus. Sementara hasil plot log dari proyeksi kerapatan menunjukkan bahwa fraksi ellips dan lentikular lebih banyak berada pada daerah dengan kerapatan yang tinggi sementara galaksi spiral tidak demikian. Nampak adanya segregasi morfologi dalam gugus dimana galaksi dengan tipe awal berada di daerah dengan kerapatan tinggi dan galaksi tipe akhir sebaliknya. Karena diduga hubungan morfologi-radius dan morfologi-densitas penting maka banyak survei yang dilakukan untuk memverifikasi hubungan ini untuk dipertimbangkan dalam studi evolusi galaksi dalam lingkungannya. 25

2 Gambar III.1 Hubungan Morfologi-Densitasdan morfologi radius Dressler Dressler, III.1 Identifikasi Morfologi Galaksi Anggota Identifikasi morfologi galaksi anggota gugus Abell 2219 dilakukan berdasarkan warna galaksi tersebut. Separasi warna diperoleh dari studi Strateva et. al. (2001) yang mendapati adanya pemisahan warna (u r ) yang jelas antar tipe morfologi galaksi. Warna galaksi yang berbeda inilah yang dijadikan alat untuk menentukan bentuk galaksi anggota. 26

3 Gambar III.2 Pemisahan warna untuk morfologi galaksi yang berbeda Gambar III.2 menunjukkan separator yang digunakan untuk memisahkan galaksi dengan morfologi berbeda. Separator yang digunakan adalah warna (u r). Tipe E, S0 dibatasi dengan (u- r ) > 2.5 ditunjukkan oleh garis merah. Tipe Sa memiliki 2.22 < (u- r ) < 2.5, yakni daerah antara garis merah dan garis kuning. Tipe Sb, Sc, Irr berada di daerah sebelah kiri garis merah dengan (u r) < Separator yang dipilih dalam studi ini adalah (u-r) = 2.5 untuk memperbanyak jumlah sampel galaksi dengan tipe spiral. Untuk gugus Abell 2219 morfologi galaksi dibedakan menjadi 2 kelas yakni kelas galaksi tipe awal (E,S0) dan tipe akhir (Sa, Sb, Sc, Irr). Separator yang digunakan adalah (u r) = 2.5, dimana untuk galaksi dengan (u r) > 2.5 dimasukkan ke dalam tipe awal sementara tipe akhir (u-r) < 2.5. Setelah dilakukan pemisahan berdasarkan warna di atas diperoleh 92 galaksi dengan tipe awal dan 21 galaksi tipe akhir. 27

4 Gambar III.3 Populasi galaksi gugus Abell 2219 dalam diagram dua warna. Pada gambar III.3 galaksi ditunjukkan pemisahan warna antara galaksi tipe E,S0 dengan Spiral. Separator yang digunakan adalah (u r) =2.5. III.2 Penghitungan Jarak dari Pusat Gugus, Karakterisasi Lingkungan, dan Distribusi Galaksi dalam Gugus Untuk dapat melihat hubungan morfologi-densitas dengan morfologi-radius maka setelah dilakukan identifikasi morfologi galaksi anggota, berikutnya adalah membuat batasan dimana hubungan tersebut dibangun yakni definisi densitas atau lingkungan dan menghitung jarak dari galaksi dari pusat gugus. 28

5 III.2.1 Perhitungan Jarak Galaksi Anggota ke Pusat Gugus Galaksi Penghitungan jarak galaksi anggota ke pusat gugus merupakan hal yang penting untuk dilakukan karena akan dicari bagaimana galaksi tersebar dalam gugus galaksi. Posisi sebuah galaksi dalam gugus tersebut diharapkan mampu memberikan informasi penting tentang evolusi galaksi bersangkutan. Dalam penghitungan jarak ini konstanta-konstanta yang dipakai adalah konstanta dari model Benchmark dengan ateri 0.3, lambda 0.7, H0 75 km / s / Mpc, q (Ryden, 2002). Konstanta H 0 adalah konstanta Hubble dan q 0 adalah parameter deselerasi. Nilai konstanta di atas dipakai untuk semua penghitungan di seluruh pekerjaan tugas akhir ini. Untuk mendapatkan jarak galaksi anggota ke arah pusat gugus terlebih dahulu dihitung jarak pengamat ke pusat gugus. Jarak ke pusat gugus dapat dihitung jika telah diketahui redshift gugus dan juga ditetapkan parameter kosmologi yang dibutuhkan. Perlu diingat bahwa data redshift yang diperoleh dari Boschin (2004) merupakan redshift yang diakibatkan oleh 3 gerak, yakni gerak radial pengamat mengelilingi pusat galaksi Bima Sakti, gerak komponen radial secara bersama-sama gugus sebagai sistem dan juga gerak komponen radial dari galaksi itu sendiri. Untuk obyek dengan redshift rendah macam gugus Abell 2219, hubungan antar redshiftnya dapat didekati dengan z z z z. ( III.1) diamati pengamat gugus galaksi Langkah-langkah perhitungan jarak pengamat pusat gugus adalah sebagai berikut. 1. Data redshift setiap galaksi dikoreksi terlebih dahulu terhadap pergerakan tata surya mengelilingi galaksi Bima Sakti. Koreksi yang dilakukan v v v sin l cos b, (III.2) sistem radial pengamat dengan v radial adalah data kecepatan radial galaksi, l = bujur galaksi gugus Abell 2219, b = lintang gugus, dan v pengamat = kecepatan tata surya bergerak mengelilingi pusat Bima Sakti yakni sebesar 300 km/s. 29

6 2. Setelah dilakukan koreksi, dicari rata-rata dari redshift yang telah terkoreksi tersebut. Redshift rata-rata yang diperoleh merupakan redshift gugus yang dijadikan masukan untuk menghitung jarak gugus. Redshift untuk Abell 2219 diperoleh sebesar Jarak sebenarnya (bukan jarak luminositas ataupun jarak sudut ) ke arah gugus dihitung melalui hubungan c 0 d p t0 z 1 z H0 2 1 q. (III.3) Dengan c = 3 x 10 5 km/s, H 0 = 75 km/s/ Mpc, q 0 = -0.55, dan z = , diperoleh d p (t 0 ) = Mpc. Setelah diperoleh jarak gugus dengan pengamat, jarak antara galaksi anggota dengan pusat gugus dapat dihitung dengan memodelkan konfigurasi galaksi pusat gugus sebagai berikut Δθ galaksi 1 jarak antar galaksi d gugus galaksi 2 d gugus O pengamat Gambar III.4 Ilustrasi konfigurasi jarak antara 2 galaksi. Sehingga jarak antar galaksi dapat dihitung dengan rumusan trigonometri dengan d d d, (III.4) 2 galaksi 2 gugus 2 cos gugus 30

7 RApusat RAgalaksi DEC pusat DECgalaksi 2 2, (III.5) Koordinat pusat gugus bertepatan dengan koordinat galaksi cd. III.2.2 Karakterisasi Lingkungan Definisi lingkungan yang dipakai di sini berbeda dengan yang digunakan oleh Dressler. Jika Dressler mendefinisikan lingkungan dengan menghitung 10 galaksi terdekat dari galaksi target secara proyeksi, maka definisi lingkungan yang dipakai dalam tugas akhir ini adalah menghitung jumlah galaksi dalam radius 3 dimensi tertentu dari galaksi target. Radius yang dipakai adalah beberapa kali dari jarak bebas rata-rata antara dua buah galaksi. Untuk itu terlebih dahulu dicari jarak bebas rata-rata antara dua galaksi. Jarak bebas antara dua galaksi dihitung dengan 2 asumsi yaitu : 1. Gugus berbentuk bola 2. Sebaran galaksi dalam gugus adalah homogen, yang tentu tidak menggambarkan kondisi gugus yang sebenarnya karena sebaran galaksi dalam gugus lebih terkonsentrasi ke bagian pusat. R n Gambar III.5 Ilustrasi gugus galaksi yang dianggap memiliki simetri bola dengan sebaran galaksi di dalamnya. 31

8 Gambar III.5 mengilustrasikan bentuk dari gugus yang diasumsikan berbentuk bola. Radius gugus disimbolkan oleh R, sementara n adalah jumlah galaksi anggota gugus yang terlingkupi radius R. Jarak bebas dapat diperoleh jika kita menghitung volume gugus tersebut dan juga berapa jumlah galaksi yang terlingkup dalam radius volume tersebut. Volume gugus berupa bola diberikan oleh persamaan V R, (III.6) Setelah diperoleh volume maka dicari densitas jumlah dari gugus melalui hubungan Jarak bebas rata-rata diperoleh melalui hubungan V gugus jumlah, (III.7) ngalaksi l 2 3, (III.8) Dari perhitungan jarak galaksi ke pusat gugus galaksi diperoleh 6 galaksi outliers yang terletak pada jarak 3 Mpc dari pusat gugus, sementara galaksi lainnya tersebar dalam daerah sejauh 1 Mpc dari pusat gugus. Galaksi anggota dari gugus Abell 2219 adalah 113 buah galaksi. Jarak bebas rata-rata gugus Abell 2219 diperoleh sebesar 255 kpc dengan radius terluar yang digunakan adalah 1,01 Mpc dan 107 buah galaksi yang masuk dalam radius tersebut. Pada gambar III.6 galaksi outliers berada di daerah kanan diagram dengan jarak dari pusat gugus sekitar 3 Mpc. Jika galaksi outliers dimasukkan dalam perhitungan maka jarak bebas rata-rata dari gugus Abell 2219 adalah sebesar 950 kpc. Jarak bebas rata-rata yang digunakan adalah nilai yang pertama karena jarak bebas rata-ratanya lebih mendekati nilai jarak bebas rata-rata dari sebuah gugus, sementara nilai jarak bebas rata-rata yang disebut belakangan dianggap terlalu besar untuk sebuah gugus. jumlah 32

9 M M( ) vs jarak dari pusat gugus E,S0 S,Irr jarak (kpc) Gambar III.6 Ilustrasi yang menunjukkan sebaran magnitudo dan jarak dari pusat gugus dari 113 galaksi anggota. Setelah diperoleh jarak bebas rata-rata dari gugus galaksi sebesar 255 kpc dipilih beberapa radius dengan ukuran beberapa kali jarak bebas antara 2 galaksi untuk membatasi definisi lingkungan yang diinginkan. Kelima radius tersebut adalah 200, 400, 600, 800, dan 1200 kpc. Definisi lingkungan yang digunakan adalah menghitung jumlah galaksi kawan di sekitar galaksi target dalam radius yang telah disebutkan di atas. Galaksi kawan adalah galaksi yang masuk dalam radius densitas dihitung dari galaksi target, galaksi target adalah semua galaksi yang masuk sebagai anggota Abell 2219, tidak ada syarat khusus untuk mendefinisikan galaksi target. Tujuan karakterisasi ini adalah untuk melihat hubungan antara morfologi galaksi, yakni galaksi target dengan properti lingkungannya, yakni galaksi kawan. Pada gambar III.7 diilustrasikan definisi lingkungan, warna merah = galaksi target, warna hijau = galaksi kawan, warna hitam = galaksi bukan kawan. 33

10 Galaksi bukan kawan Galaksi kawan Galaksi Target Radius densitas Gambar III.7 Definisi karakterisasi lingkungan, galaksi target, galaksi kawan dan radius densitas. III.2.3 Distribusi Galaksi Target dalam Ruang dan Galaksi Kawan Dari definisi lingkungan dan perhitungan jarak galaksi target dari pusat gugus dihitung jumlah galaksi kawan di sekitar galaksi target untuk ke lima radius di atas. Kemudian dibuat plot antara jarak galaksi target dengan jumlah galaksi kawan yang dimiliki oleh galaksi target tersebut. Data yang digunakan dapat dilihat pada lampiran A.2 Data Olahan set tabel I dan III. Beberapa simpulan sementara dapat diambil dari hasil plot kerapatan jumlah dan jarak tersebut Gambaran yang diperoleh antara lain adalah tentang distribusi galaksi dalam ruang dengan morfologi yang telah diketahui, kemudian bagaimana keterkaitan morfologi galaksi tersebut dengan jumlah galaksi kawan dalam radius tertentu. Plot yang dilakukan menghasilkan gambaran 34

11 Jumlah galaksi kawan dalam 200 kpc tentang kondisi gugus Abell Dari plot dapat dilihat bahwa gugus Abell 2219 adalah gugus yang kaya akan galaksi dengan tipe elliptikal dan juga lentikular, hal ini ditunjukkan dengan dominannya titik dengan warna biru kekuningan yang mewakili populasi tersebut dalam plot ini. Sementara galaksi dengan tipe akhir yakni spiral, yang diwakili oleh persegi berwarna merah muda hanya berjumlah sekitar 20% dari keseluruhan total galaksi anggota gugus tersebut. Galaksi dengan tipe elliptikal dan juga lentikular terdapat di daerah yang dekat dengan pusat gugus sampai daerah yang mendekati tepi gugus tersebut. Tidak terlihat adanya kecenderungan bahwa semua galaksi ellips dan lentikular hanya terdapat di daerah sekitar pusat gugus. Sementara galaksi spiral lebih terkonsentrasi pada daerah sampai jarak sekitar 0.3 Mpc atau 300 kpc dari pusat gugus, satu buah galaksi spiral terdapat pada jarak 500 kpc, serta terdapat 3 buah galaksi spiral pada jarak 700 sampai 800 kpc. Kerapatan Jumlah pada Radius 200 kpc E,S0 Sp Jarak dari pusat gugus (kpc) (a) 35

12 Jumlah galaksi kawan dalam 600 kpc Jumlah galaksi kawan dalam 400 kpc Kerapatan Jumlah pada Radius 400 kpc E,S0 Sp Jarak dari pusat gugus (kpc) (b) Kerapatan Jumlah 600 kpc Jarak dari pusat Gugus (kpc) E,S0 Sp (c) 36

13 Jumlah galaksi kawan dalam 1200 kpc Jumlah galaksi kawan dalam 800 kpc Kerapatan Jumlah pada Radius 800 kpc E,S0 Sp Jarak dari pusat Gugus (kpc) (d) Kerapatan Jumlah pada Radius 1200 kpc E,S0 Sp Jarak dari pusat Gugus (kpc) (e) Gambar III.8 (a), (b), (c), (d), (e)_hasil plot jarak galaksi target dengan jumlah galaksi kawan di sekitar radius tertentu dari galaksi target. 37

14 Plot juga memberikan keterangan apakah ada korelasi antara morfologi galaksi target dengan jumlah galaksi kawan yang dimiliki oleh galaksi target. Nampak bahwa untuk radius densitas yang sama tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara galaksi tipe elliptikal dan lentikular dengan galaksi tipe spiral. Kedua tipe morfologi memiliki jumlah galaksi kawan yang hampir sama dan tidak berbeda terlalu jauh. Penurunan jumlah galaksi kawan di sekitar galaksi target terjadi karena jumlah galaksi yang menurun ketika kita bergerak ke daerah luar gugus. Hal ini juga terlihat dari gambar III.9 (a) dan (b) yakni plot jumlah galaksi dalam cincin dengan tebal 200 kpc di bawah ini. Gambar II.9 (a) merupakan plot jumlah yakni jumlah galaksi dalam tiap bin, sedangkan gambar III.9 (b) merupakan plot jumlah galaksi per bin dibagi dengan volum bin tersebut. Perbedaan yang terjadi pada kedua gambar pada III.9(a). Gambar III.9(a) pada bin 5 jumlah galaksinya tidak menurun sedangkan pada gambar III.9(b) tidak terlihat hal yang sama. Kenaikan pada gambar III.9 (a) adaalah wajar mengingat volum bola yang terlingkupi adalah lebih besar dibandingkan pada bin ke 1, 2, 3, dan 4, sedangkan pada gambar III.9(b) hal ini telah dinormalisir terhadap perbedaan volume bola yang terlingkupi. Densitas jumlah dari galaksi kawan di sekitar galaksi target belum memberikan informasi yang akurat mengenai distribusi materi di sekitar sebuah galaksi target. Informasi densitas jumlah hanya menghitung jumlah galaksi bukan berapa banyak materi luminus yang dibawa oleh sebuah galaksi. Dapat saja sebuah galaksi target yang memiliki jumlah kawan yang banyak sebenarnya tidak terletak pada lingkungan yang rapat karena masing-masing dari galaksi kawan ternyata memiliki luminositas yang rendah. Atau sebaliknya sebuah galaksi target dapat berada dalam lingkungan yang rapat walaupun jumlah galaksi kawan yang dimilikinya sedikit dikarenakan masing-masing galaksi kawan tersebut memiliki luminositas yang tinggi. 38

15 jumlah galaksi Binning jumlah galaksi per 200 kpc bin jumlah total E,S0 Sa (a) Gambar III.9 (a), (b) Bin Galaksi per 200 kpc. Gambar (a) plot jumlah, gambar (b) rapat jumlah (b) Plot jumlah galaksi kawan terhadap jarak galaksi target dari pusat gugus memberikan informasi bagaimana struktur dari gugus tersebut. Pada gambar III.8(a) diperoleh struktur gugus dengan puncak kerapatan berada di daerah pusat dengan jumlah galaksi kawan sekitar 36 buah galaksi kawan. Jumlah galaksi kawan terus turun sampai jarak sekitar 700 kpc. Pada jarak sekitar 800 kpc terdapat sebuah puncak kerapatan yang tidak setinggi puncak pada bagian pusat gugus dengan jumlah galaksi kawan sekitar 17 buah galaksi. Struktur ini kemungkinan adalah sebuah 39

16 substruktur dari gugus Abell 2219, karena letak kedua galaksi target berdekatan. Galaksi target pertama berjarak kpc dari pusat dengan koordinat RA(J2000) =16h 40m 16.66s, DEC(J2000) = ` 06.7`` sedangkan galaksi target 2 berada pada jarak kpc dari pusat dengan koordinat RA(J2000) =16h 40m 14.42s, DEC(J2000) = ` 14.7``. Pada jarak setelah 800 kpc jumlah galaksi kawan di sekitar galaksi target menurun kembali. Hal yang menarik adalah dari plot juga dideteksi adanya celah pada jarak sekitar 400 sampai 490 kpc dari pusat gugus, di mana tidak terdapat galaksi yang terletak pada jarak sekian dari pusat gugus. Belum diketahui penyebab adanya celah tersebut. Pada radius densitas yang berbeda, profil rapat jumlah dari gugus lebih landai dan hampir datar pada radius 1200 kpc. Hal ini dikarenakan radius yang digunakan semakin besar sehingga memasukkan makin banyak galaksi. Untuk radius 400 kpc, rapat jumlah daerah pusat sampai dengan radius 300 kpc adalah datar, sedangkan pada radius 600 dan 800 kpc profil rapat jumlah dari bagian pusat gugus sampai jarak 400 kpc. Yang terakhir pada radius densitas 1200 kpc, profil rapat jumlah berbentuk datar dari daerah pusat sampai jarak sekitar 600 kpc dari pusat. Penyebabnya adalah sampainya pada suatu batasan dimana ukuran radius berukuran hampir sama dengan gugus tersebut sehingga hampir semua anggota gugus merupakan galaksi kawan dari galaksi target. Substruktur tidak lagi dapat dideteksi pada radius densitas yang lebih tinggi karena radius yang lebih besar memungkinkan untuk memasukkan lebih banyak galaksi sehingga menyebabkan kelebihan rapat jumlah yang menjadi batasan bagi sebuah substruktur menjadi terlampaui. Analoginya sama dengan efek saringan, dengan lubang saringan yang lebih besar maka antara substruktur dengan daerah bukan substruktur menjadi tidak terbedakan karena memiliki rapat jumlah galaksi yang sama. Dapat disimpulkan bahwa radius yang cocok untuk mengkarakterisasi lingkungan di sekitar galaksi target adalah sekitar 200 kpc, dimana distribusi jumlah galaksi kawan yang diperoleh dari radius ini memungkinkan kita untuk mengetahui bagaimana struktur distribusi galaksi dari gugus dengan baik dimana profil pusat gugus dapat dibedakan dengan daerah sekitar, serta dapat dideteksi adanya substruktur dengan kelebihan rapat galaksi sebesar

17 buah galaksi dibandingkan dengan jumlah galaksi sekitar yang seharusnya ada yakni sekitar 10-8 buah galaksi saja. 41

18 Bab IV DISTRIBUSI LUMINOSITAS GALAKSI TARGET, KERAPATAN LUMINOSITAS SERTA KAITANNYA DENGAN MORFOLOGI GALAKSI KAWAN Studi lebih lanjut dilakukan untuk memeriksa korelasi antara morfologi sebuah galaksi dengan lingkungan tempat galaksi tersebut berada. Definisi lingkungan yang digunakan dalam pekerjaan ini adalah kerapatan luminositas di sekitar galaksi target. Selain lingkungan, hal lain yang mengalami penghalusan adalah klasifikasi dari galaksi target yang memasukkan properti dari galaksi tersebut yakni luminositas galaksi target. IV.1 Klasifikasi Kelas Luminositas dan Perhitungan Kerapatan Luminositas IV.1.1 Klasifikasi Kelas Luminositas Galaksi Target Luminositas galaksi target dapat dihitung dari data magnitudo semu yang diperoleh dari basis data Sloan Digital Sky Survey (SDSS). SDSS menyediakan magnitudo dari lima buah panjang gelombang yakni pita u = 3551Å, g = 4686Å, r = 6165Å, i = 7481Å, z = 8931Å. Magnitudo semu paling redup yang diperoleh untuk galaksi-galaksi anggota gugus Abell 2219 yang masuk dalam studi Boschin (2004) adalah u = 25.2, g = 22.5, r = 21.3, i = 20.5, z = Untuk memperoleh luminositas yang sesungguhnya dari galaksi target maka pada magnitudo semu terlebih dahulu dilakukan koreksi k (k correction) yang mengkoreksi ketidakseragaman kecerlangan 42

19 akibat adanya redshift. Koreksi k dibahas rinci pada halaman lampiran pada tugas akhir ini. Setelah dilakukan koreksi k, maka diperoleh magnitudo mutlak pada panjang gelombang di mana radiasi tersebut diemisikan, atau panjang gelombang terhadap pengamat diam yang tidak mengalami redshift. Panjang gelombang tersebut dapat dihitung melalui hubungan, (IV.1) obs emisi 1 z emisi dengan mengambil z rata-rata gugus sebesar 0.225, dan dengan mengetahui berapa besar panjang gelombang yang diamati di bumi, maka diperoleh panjang gelombang emisi rata-rata untuk masing-masing panjang gelombang pengamatan yakni pada daerah u, λ emisi = 2752 Å, g, λ emisi = 2856 Å, r, λ emisi = 4777Å, i, λ emisi = 5779 Å, dan z, λ emisi = 6921Å. Dengan demikian luminositas yang dihitung adalah luminositas pada panjang gelombang emisi bukan pada panjang gelombang yang diamati oleh pengamat di bumi. Luminositas galaksi dihitung untuk masing-masing panjang gelombang melalui hubungan M 2.5log L, (IV.2) dengan M adalah magnitudo mutlak dan L adalah luminositas. Setelah diperoleh luminositas galaksi target untuk setiap panjang gelombang, kemudian akan dibuat klasifikasi kelas luminositas dari masing-masing panjang gelombang. Galaksi target akan didefinisikan dalam dua kelompok kelas luminositas yakni luminositas tinggi dan luminositas rendah. Kelas luminositas tinggi adalah galaksi galaksi yang memiliki luminositas lebih besar dari nilai luminositas rata-rata, sedangkan kelas luminositas kecil merupakan galaksi-galaksi yang memiliki luminositas yang lebih kecil dari suatu nilai luminositas rata-rata. Untuk setiap panjang gelombang dihitungkan nilai luminositas rata-ratanya. Nilai <L> untuk masing-masing panjang gelombang ditampilkan dalam tabel dibawah ini. Table IV.I Luminositas rata-rata 43

20 Pita λ pengamatan λ emisi <L>λ (Lmatahari) u 3551 Å 2752 Å 2.37 x 1010 g 4686 Å 2856 Å 2.77 x 1010 r 6165 Å 4777 Å 4.08 x 1010 i 7481 Å 5779 Å 5.16 x 1010 z 8931 Å 6921 Å 6.61 x 1010 Sehingga klasifikasi galaksi target yang tadinya hanya memisahkan antara galaksi ellips dan lentikular dengan (u-r) > 2.5 dan galaksi spiral dengan (u-r) < 2.5 kini dipisahkan lebih lanjut menjadi empat kelas galaksi target yakni galaksi ellips dan S0 dengan L > L galaksi ellips dan S0 dengan L < L, kemudian galaksi spiral dengan luminositas > L rata-rata, dan yang terakhir adalah galaksi spiral dengan L < L. Galaksi-galaksi target kemudian akan dinotasikan dengan galaksi ellips dan S0 berluminositas tinggi, E,S0 berluminositas rendah, Sp berluminositas tinggi dan Sp berluminositas rendah. IV.1.2 Perhitungan Kerapatan Luminositas Kerapatan luminositas merupakan istilah yang digunakan untuk mendefinisikan luminositas total dari seluruh galaksi kawan per luas permukaan bola dengan radius tertentu dari galaksi target. Kerapatan luminositas akan digunakan untuk mengkarakterisasi lingkungan di sekitar galaksi target. Definisi ini diharapkan dapat membantu untuk melihat bagaimana sebaran kerapatan di sekitar galaksi target. Kerapatan luminositas dihitung lewat hubungan 44

21 n Li i1 L, R 2, (IV.3) 4 R dengan R adalah radius di sekitar galaksi target, n adalah jumlah galaksi kawan dari galaksi target, L adalah luminositas galaksi kawan pada panjang gelombang tertentu. Terdapat 4 buah radius dengan ukuran 200, 400, 600 dan 800 kpc serta 5 buah panjang gelombang dengan panjang gelombang yang telah disebutkan di atas untuk masing-masing galaksi target. R galaksi kawan dengan luminositas L i Gambar IV.1 Ilustrasi Kerapatan Luminositas Kerapatan luminositas ini diharapkan mampu memberikan gambaran tentang bagaimana sebaran materi luminus di sekitar galaksi target jika dianggap ada hubungan antara kandungan materi sebuah galaksi dengan kecerlangan galaksi tersebut yang kemudian dapat memperhalus definisi kerapatan jumlah yang digunakan untuk mengkarakterisasi lingkungan yang diusulkan pada bab sebelumnya. IV.2 Distribusi Luminositas Galaksi Target dan Hubungannya dengan Morfologi Galaksi Kawan 45

22 IV.2.1 Distribusi Luminositas Target dalam Ruang Kedua perhitungan di atas yakni perhitungan luminositas galaksi target pada 5 panjang gelombang dan juga kerapatan luminositas kemudian digunakan untuk melihat bagaimana galaksi dengan luminositasnya tersebar dalam gugus galaksi Abell Terdapat 5 buah panjang gelombang yang akan dilihat bagaimana sebarannya. Hasil plotting ditunjukkan dalam gambar IV.2 IV.6. Galaksi E,S0 berluminositas tinggi dilambangkan oleh tanda persegi, galaksi E,S0 berluminositas rendah dilambangkan oleh tanda bulatan, galaksi spiral berluminositas tinggi dilambangkan oleh tanda asterisk, dan galaksi spiral berluminositas rendah dilambangkan oleh tanda plus. Data plot dapat dilihat pada lampiran A.2 Data Olahan set tabel III. Gambar IV.2 Distribusi luminositas galaksi target pada λ = nm 46

23 Gambar IV.3 Distribusi Luminositas Target pada λ = nm. Gambar IV.4 Distribusi Luminositas Target pada λ = nm 47

24 Gambar IV.5 Distribusi Luminositas Target pada λ = nm Gambar IV.6 Distribusi Luminositas Target pada λ = nm. 48

25 Dari gambar IV.2-6 terlihat bahwa pada semua panjang gelombang terdapat satu buah galaksi yang masuk dalam klasifikasi galaksi E,S0 berluminositas tinggi yang berada di bagian pusat galaksi dan memiliki luminositas yang besar dibandingkan dengan keseluruhan galaksi anggota gugus. Galaksi tersebut adalah sebuah galaksi cd yang mengidentifikasi daerah pusat gugus. Galaksi anggota gugus paling banyak berkumpul pada bagian pusat sampai jarak sekitar 200 kpc dari pusat gugus dan jumlahnya menurun ketika bergerak ke luar daerah gugus. Data yang digunakan untuk memperoleh hasil plot di atas dapat dilihat pada lampiran bagian B. Data Olahan. Galaksi E,S0 berluminositas rendah terdapat di seluruh daerah gugus dari daerah pusat sampai pada jarak sekitar 1000 kpc dari pusat dengan sebaran yang hampir merata. Galaksi dengan tipe E,S0 berluminositas tinggi juga terdapat pada bagian pusat gugus dan menurun jumlahnya sampai jarak sekitar 600 kpc. Pada panjang gelombang nm dan nm yang ditunjukkan oleh gambar IV.2 dan IV.3 tidak terdapat klasifikasi galaksi ini pada jarak antara 600 kpc sampai 800 kpc sedangkan pada panjang gelombang yang lebih merah (ditunjukkan oleh gambar IV.4-6) selanjutnya terdapat sebuah galaksi tipe ini pada jarak sekitar 700 kpc. Pada rentang jarak 800 kpc sampai jarak 1000 kpc terdapat enam buah galaksi dengan tipe ini pada semua daerah panjang gelombang. Galaksi dengan tipe spiral sebagian besar, yakni 18 buah galaksi dari total 21 galaksi spiral, terletak pada jarak sampai 300 kpc dari pusat gugus. Terdapat sebuah galaksi spiral pada jarak 550 kpc dan tiga buah galaksi spiral lainnya pada jarak kpc. Untuk setiap panjang gelombang, jumlah galaksi spiral yang masuk dalam tiap klasifikasi kelas yakni spiral berluminositas rendah dan spiral berluminositas tinggi berubah-ubah. Pada panjang gelombang nm terdapat sekitar 13 galaksi dengan klasifikasi spiral berluminositas tinggi tersebar dari pusat gugus sampai jarak 800 kpc. Pada panjang gelombang nm terdapat empat buah tipe ini pada rentang jarak kpc. Pada panjang gelombang 477.7, dan nm terdapat 2 buah galaksi dengan klasifikasi ini dan terletak pada jarak sampai 100 kpc dari pusat gugus. Hal ini terjadi karena untuk panjang gelombang yang semakin 49

26 merah, batas nilai L semakin besar, sehingga untuk galaksi spiral yang tidak luminus pada daerah merah akan masuk ke klasifikasi spiral dengan luminositas rendah pada panjang gelombang yang lebih merah. Galaksi dengan tipe spiral berluminositas rendah paling sedikit terdapat pada panjang gelombang nm yakni sekitar 8 buah galaksi dengan 6 buah galaksi terletak di daerah pusat gugus sampai jarak 180 kpc sedangkan 2 buah galaksi lainnya terletak pada jarak 700 kpc. Pada keempat buah panjang gelombang selanjutnya galaksi spiral berluminositas rendah tersebar pada jarak antara kpc, kemudian sebuah galaksi pada 550 kpc dan 3 buah galaksi lainnya pada rentang jarak kpc dari pusat gugus. Secara umum tidak terdapat hubungan yang jelas antara tipe galaksi dengan letaknya di dalam gugus karena dari plot diperoleh bahwa galaksi E,S0 berluminositas rendah tersebar pada semua daerah di dalam gugus mulai dari pusat sampai daerah tepi. Demikian pula dengan tipe E,S0 berluminositas tinggi yang terletak pada hampir semua daerah gugus, bahkan terdapat enam buah galaksi tipe ini pada jarak 1000 kpc dari pusat gugus. Galaksi spiral terdapat pada bagian pusat gugus baik spiral dengan luminositas rendah maupun dengan luminositas tinggi. IV.2.2 Hubungan Luminositas Target dengan Kerapatan Luminositas Bahasan ini bertujuan untuk mencari apakah ada hubungan antara luminositas galaksi target tipe tertentu dengan kerapatan luminositas lingkungan tempat ia berada. Plot yang dibuat adalah hubungan antara kerapatan luminositas pada radius 200 kpc dari galaksi target dengan luminositas galaksi target. Keduanya dihitung pada panjang gelombang yang sama. Galaksi E,S0 berluminositas rendah ditunjukkan oleh simbol titik. E,S0 berluminositas tinggi dengan simbol persegi, spiral berluminositas rendah dengan lambang plus, sedangkan galaksi spiral berluminositas tinggi dengan simbol asterik. Data yang digunakan untuk plotting dapat dilihat pada lampiran A.2 Data Olahan set tabel II untuk kerapatan luminositas dan III untuk luminositas target. 50

27 Untuk panjang gelombang yang lebih merah, luminositas target dan kerapatan luminositas yang dihitung pada radius yang sama bernilai lebih besar dibandingkan dengan luminositas target dan kerapatan luminositas pada panjang gelombang yang lebih biru Gambar IV.7 Hubungan antara kerapatan luminositas pada radius 200 kpc dengan luminositas target untuk daerah panjang gelombang nm. 51

28 Gambar IV.8 Hubungan kerapatan luminositas dengan luminositas target pada panjang gelombang nm. Gambar IV.9 Hubungan kerapatan luminositas dengan luminositas target pada panjang gelombang nm. 52

29 Gambar IV.10 Hubungan kerapatan luminositas dengan luminositas target pada panjang gelombang nm. Gambar IV.11 Hubungan kerapatan luminositas dengan luminositas target pada panjang gelombang nm. 53

30 Untuk semua panjang gelombang, kerapatan luminositas yang dihitung sampai radius 200 kpc tidak menunjukkan bahwa ia memiliki korelasi dengan luminositas target dengan klasifikasi tertentu. Sebuah galaksi dengan tipe E,S0 berluminositas rendah dapat berada dalam lingkungan dengan kerapatan luminositas yang tinggi. Pada semua plot juga didapati bahwa galaksi dengan tipe E,S0 berluminositas tinggi berada pada daerah dengan kerapatan luminositas yang lebih tinggi dibandingkan dengan E,S0 maupun spiral rendah, kecuali dua buah galaksi yang terletak pada jarak 900 dan 1000 kpc. Yang terlihat tersegregasi adalah galaksi tipe spiral berluminositas tinggi pada panjang gelombang 285.6, 477.7, 577.9, dan nm yang berada pada daerah dengan kerapatan luminositas yang tinggi. Hal ini tidak berlaku pada galaksi dengan bentuk sama namun dengan luminositas yang rendah.. Dari gambar IV.7-11 terlihat bahwa galaksi dengan luminositas tinggi apapun morfologinya (jika dua buah galaksi dengan tipe E,S0 berluminositas tinggi yang terisolasi diabaikan, lihat gambar ) membutuhkan lingkungan yang memiliki rapat luminositas yang lebih tinggi dibandingkan dengan galaksi berluminositas rendah. Nampaknya untuk gugus Abell 2219, bentuk morfologi suatu galaksi yang diklasifikasikan berdasarkan pemisahan warna (u-r) tidak memiliki hubungan yang jelas dengan lingkungan tempat ia berada. Lingkungan dalam hal ini adalah berdasarkan karakterisasi yang telah didefinisikan dalam pembahasan sebelumnya. IV.2.3 Hubungan antara Tipe Galaksi Target dengan Morfologi Galaksi Kawan Hubungan antara tipe galaksi target dengan tipe galaksi kawan juga menarik untuk dilihat apakah ada hubungan antara keduanya. Galaksi kawan yang dihitung adalah galaksi kawan yang berada dalam radius tertentu dari galaksi target. Kali ini dihitungkan jumlah galaksi kawan dalam radius 200, 400, 600, 800 kpc dari galaksi target. Tipe galaksi ditunjukkan oleh simbol dalam plot yakni simbol titik untuk tipe 54

31 E, S0 dengan luminositas rendah, simbol persegi untuk tipe E,S0 berluminositas tinggi, plus untuk tipe spiral berluminositas rendah, dan simbol asterisk untuk galaksi spiral dengan luminositas tinggi. Pada plot ini galaksi kawan hanya dibedakan menjadi 2 yakni galaksi kawan dengan tipe spiral dan galaksi kawan dengan tipe E,S0. Sumbu x pada gambar IV menunjukkan jumlah galaksi spiral yang dimiliki dalam radius 200 kpc dari galaksi target, sedangkan sumbu y pada gambar IV menunjukkan jumlah galaksi E,S0 dalam radius yang sama. Data yang digunakan dalam plotting dapat dilihat pada lampiran A.2 Data Olahan set tabel III untuk jarak, set tabel II untuk jumlah kawan spiral dan ellips. Gambar IV.12 Hubungan jumlah kawan spiral dengan kawan E,S0 untuk tiap kelas galaksi target dalam radius 200 kpc dari target. 55

32 Gambar IV.13 Hubungan jumlah kawan spiral dengan kawan E,S0 untuk tiap kelas galaksi target dalam radius 400 kpc dari target. Gambar IV.14 Hubungan jumlah kawan spiral dengan kawan E,S0 untuk tiap kelas galaksi target dalam radius 600 kpc dari target. 56

33 Gambar IV.15 Hubungan jumlah kawan spiral dengan kawan E,S0 untuk tiap kelas galaksi target dalam radius 800 kpc dari target. Pada plot di semua radius yang ditunjukkan oleh gambar IV tidak terdapat kecenderungan suatu tipe galaksi target memiliki kawan dengan tipe spiral atau E, S0 dengan jumlah tertentu. Sebuah galaksi E, S0 dapat memiliki kawan spiral dalam jumlah banyak dan juga kawan E,S0 dengan jumlah banyak pula. Galaksi E,S0 juga dapat memiliki jumlah kawan spiral maupun E,S0 yang sedikit. Hal ini juga berlaku untuk galaksi target dengan tipe spiral. Namun dari semua plot dapat dilihat bahwa galaksi yang mempunyai banyak kawan spiral pasti juga memiliki banyak kawan dengan tipe E,S0 untuk radius yang sama. Hal ini terlihat dengan bentuk sebaran titik yang terpisah antara daerah kanan atas yang menunjukkan banyak kawan spiral dan banyak kawan E,S0 dengan daerah kiri bawah yang menunjukkan daerah bagi galaksi target dengan sedikit kawan spiral dan E,S0. Jika terdapat suatu hubungan antara bentuk galaksi target dengan galaksi kawannya maka bentuk sebaran yang diharapkan adalah sebaran dengan adanya pemisahan antara bentuk simbol yang berbeda. Pemeriksaan lebih lanjut dilakukan 57

34 dengan membuat plot antara jumlah kawan dengan tipe tertentu terhadap jarak target dari gugus. Simbol yang digunakan untuk membedakan tipe galaksi target sama seperti yang digunakan sebelumnya. Plot dilakukan untuk masing-masing bentuk galaksi kawan yakni kawan dengan bentuk spiral juga kawan dengan bentuk E,S0. Dari gambar IV diperoleh bahwa jumlah galaksi kawan dengan bentuk tertentu tidak bergantung pada tipe target namun sangat bergantung pada dimana target tersebut terletak dalam gugus. Galaksi target yang terletak di daerah pusat gugus memiliki jumlah galaksi kawan tipe spiral dan juga E,S0 dengan jumlah yang paling banyak. Sedangkan galaksi target yang terletak di daerah tepi gugus memiliki jumlah kawan yang lebih sedikit baik kawan dengan bentuk spiral maupun E,S0. Hal lain yang menarik untuk diamati bahwa antara simbol tidak terdapat pemisahan yang signifikan. Pada gambar IV.16 nampak bahwa jumlah kawan spiral dari galaksi target dengan tipe spiral berluminositas tinggi, yang terletak pada daerah sampai 200 kpc dari pusat, memiliki kawan spiral dengan jumlah 3 buah galaksi lebih sedikit dibandingkan dengan galaksi dengan tipe E,S0 pada rentang jarak yang sama. Untuk galaksi spiral berluminositas tinggi yang terletak pada rentang jarak kpc juga memiliki kawan spiral yang lebih sedikit walaupun jumlahnya tidak signifikan yakni hanya selisih 1 buah galaksi dibandingkan dengan galaksi target tipe lain. Selisih yang hanya sedikit ini wajar karena jumlah galaksi spiral yang terletak dalam jarak tersebut hanya berjumlah 3 buah galaksi. Dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang kuat antara morfologi galaksi kawan dengan morfologi galaksi target. 58

35 Gambar IV.16 Hubungan antara jumlah kawan spiral dalam radius 200 kpc dari target terhadap jarak target. Gambar IV.17 Hubungan antara jumlah kawan E,S0 dalam radius 200 kpc dari target terhadap jarak target. 59

36 IV.3 Hubungan Kerapatan Luminositas Sekitar Target dengan Jarak Target dari Pusat Gugus. Untuk melihat profil gugus maupun galaksi anggota secara keseluruhan dengan lebih lengkap maka dibuat plot antara kerapatan luminositas yang dibawa oleh galaksi target dengan jarak target dari pusat gugus. Plot dilakukan untuk semua panjang gelombang dan untuk semua tipe galaksi target seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Kerapatan luminositas yang dipakai adalah kerapatan luminositas yang dihitung dalam radius 200 kpc dari tiap galaksi target. Hasil plot pada gambar IV dibandingkan dengan gambar IV.23 yang menggunakan jumlah galaksi kawan untuk melihat ada tidaknya perbedaan sebaran materi, materi dalam hal ini galaksi dan kecerlangan yang dimiliki oleh galaksi tersebut, dalam gugus tersebut. Pada gambar IV galaksi tipe E,S0 berluminositas rendah diberi simbol titik, E,S0 berluminositas tinggi disimbolkan dengan tanda persegi, galaksi spiral berluminositas rendah disimbolkan oleh tanda plus, dan yang terakhir galaksi spiral berluminositas tinggi disimbolkan oleh tanda asterisk. Pada gambar IV.23 galaksi spiral dilambangkan dengan tanda plus, sedangkan galaksi E,S0 dilambangkan oleh tanda titik. Data kerapatan luminositas yang digunakan dapat dilihat pada lampiran A.2 Data Olahan, set Tabel II, sementara jarak target pada set Tabel III. 60

37 Gambar IV.18 Plot Kerapatan Luminositas pada nm vs Jarak Gambar IV.19 Plot Kerapatan Luminositas pada nm vs Jarak 61

38 Gambar IV.20 Plot Kerapatan Luminositas pada nm vs Jarak Gambar IV.21 Plot Kerapatan Luminositas pada nm vs Jarak 62

39 Gambar IV.22 Plot Kerapatan Luminositas pada nm vs Jarak Gambar IV.23 Profil Jumlah Galaksi Kawan di sekitar Galaksi Target vs Jarak Target. Simbol plus adalah untuk galaksi spiral, titik adalah untuk E,S0. 63

40 Profil sebaran kerapatan luminositas untuk tiap panjang gelombang dalam radius 200 kpc (ditunjukkan oleh gambar IV.18-22) ternyata konsisten dengan bentuk profil jumlah galaksi kawan yang diplot terhadap jarak galaksi target (ditunjukkan oleh gambar IV.23). Bagian pusat gugus memiliki kerapatan paling tinggi yang kemudian turun sampai pada jarak 650 kpc dari pusat gugus. Kerapatan luminositas mengalami kenaikan kembali pada jarak sekitar 800 kpc dari pusat untuk kemudian turun kembali sampai jarak 1000 kpc dari pusat. Kerapatan pada jarak 800 kpc ini sekitar setengah kali kerapatan daerah pusat. Pada jarak kpc terdapat galaksi target yang memiliki rapat lingkungan yang berbeda. Ada galaksi target yang terletak pada lingkungan yang berkerapatan tinggi, kemungkinan terletak dekat dengan substruktur, namun ada 3 galaksi target yang terletak di daerah yang berkerapatan rendah. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh 3 galaksi target terletak di daerah yang berbeda dengan galaksi target yang dekat dengan substruktur walaupun galaksi-galaksi ini terletak pada jarak yang sama dari pusat gugus. Galaksi target dengan tipe yang berbeda tidak tampak menempati daerah yang berbeda dalam gugus. Galaksi E,S0 menempati semua daerah gugus baik yang terletak dekat dengan pusat maupun daerah tepi gugus. Galaksi spiral sebagian besar menempati daerah dekat pusat sampai jarak 300 kpc dari pusat, beberapa galaksi spiral juga terdapat pada jarak 700 sampai 800 kpc. Dari gambar IV diperoleh bahwa tidak terdapat hubungan yang erat antara jarak galaksi target dari pusat gugus dengan morfologinya. Kerapatan luminositas memiliki profil yang berhubungan dengan jarak dari pusat gugus. Galaksi yang memiliki luminositas yang tinggi apapun bentuknya baik sferoid maupun spiral akan memiliki lingkungan yang lebih tinggi kerapatannya dibandingkan dengan galaksi dengan luminositas rendah. Hal lain adalah galaksi yang terletak dekat dengan pusat gugus akan memiliki lingkungan yang lebih rapat dibandingkan dengan galaksi yang terletak di bagian luar apapun morfologinya. Hal ini nampak tidak mengkonfirmasi apa yang diperoleh oleh Dressler bahwa galaksi dengan tipe elliptikal dan lentikular cenderung berada di bagian pusat gugus dengan lingkungan berkerapatan tinggi, sementara galaksi spiral cenderung mendiami daerah 64

41 tepi gugus dengan kerapatan rendah kerapatan rendah. Untuk dapat menyimpulkan apakah identifikasi galaksi dengan pemisahan berdasarkan warna serta karakterisasi lingkungan yang dilakukan pada tugas akhir ini mampu mendeteksi hubungan morfologi radius dan morfologi-densitas seperti yang diperoleh oleh Dressler maka penerapan pada gugus galaksi dengan richness dan redshift yang berbeda sangat perlu dilakukan. Hal penting lain yang diperoleh dalam tugas akhir ini adalah, bahwa gugus Abell 2219 merupakan gugus yang kaya dengan galaksi ellips dan lentikular (E,S0). Perbandingan antara tipe galaksi E,S0:S adalah sekitar 4:1. Gugus Abell 2219 juga terbukti memiliki sebuah galaksi cd yang mengidentifikasi pusat gugus. Profil kerapatan materi dalam gugus menunjukkan penurunan yang teratur sampai pada jarak 650 kpc dari gugus. Hanya sebuah substruktur yang ditunjukkan dengan adanya kerapatan sebesar ½ kali kerapatan dari pusat gugus yang menunjukkan bahwa kemungkinan besar gugus tersebut masih berada dalam proses menuju bentuknya yang simetris. Beberapa karakteristik dari gugus yang telah disebutkan di atas beberapa diantaranya menunjukkan adanya hubungan antara klasifikasi gugus Abell dengan klasifikasi lainnya yakni Bautz-Morgan. Gugus Abell 2219 ini termasuk dalam gugus Abell yang kaya serta rapat dengan kelas richness =3, ia memiliki 113 galaksi anggota. Abell 2219 masuk dalam klasifikasi Bautz-Morgan = cd karena ia memiliki sebuah galaksi cd yang mengidentifkasi daerah pusat. Hal lain yang konsisten yang biasanya dimiliki oleh sebuah gugus yang rapat adalah bahwa gugus ini memiliki fraksi galaksi ellips,lentikular yang besar dan miskin spiral yang biasanya identik dengan gugus yang memiliki kerapatan yang tinggi. Bentuk gugus yang juga memiliki pola yang teratur juga mengungkapkan bahwa gugus Abell 2219 simetris. 65

42 Bab V KESIMPULAN DAN DISKUSI Penentuan hubungan morfologi radius serta morfologi densitas untuk gugus galaksi Abell 2219 telah dilakukan dengan menggunakan data dari 107 buah galaksi anggotanya. Pemisahan morfologi yang dilakukan berdasarkan warna dan juga luminositas galaksi memisahkan tipe galaksi menjadi empat yakni tipe spiral dengan luminositas tinggi, spiral dengan luminositas rendah, ellips dan lentikular dengan luminositas tinggi dan yang terakhir ellips dan lentikular dengan luminositas rendah. Lingkungan dikarakterisasi dengan cara menghitung jumlah tetangga di sekitar target dalam radius tertentu. Beberapa simpulan yang dapat diambil dari pengerjaan tugas akhir ini adalah : 1. Galaksi anggota dari gugus Abell berdasarkan pemisahan warna sebagian besar adalah galaksi elliptikal dan lentikular dengan perbandingan E,S0:S = 4:1. 2. Gugus Abell 2219 merupakan gugus yang memiliki kerapatan tinggi, bentuk yang cukup simetris dengan sebuah substruktur yang dideteksi pada jarak 850 kpc dari pusat gugus dengan kerapatan pada substruktur tersebut adalah sekitar ½ kali kerapatan pusat. Gugus Abell 2219 memiliki sebuah galaksi cd yang mengidentifikasi pusat gugus. 3. Tidak terdapat hubungan yang ketat antara lingkungan dengan tipe morfologi dari galaksi target. Lingkungan yang dimaksud di sini adalah jumlah galaksi kawan dan juga kerapatan luminositas dalam radius tertentu di sekeliling galaksi target. Untuk galaksi dengan luminositas yang tinggi ditemukan berada pada lingkungan yang lebih rapat dibandingkan dengan galaksi dengan luminositas rendah apapun morfologinya. 4. Tidak terdapat hubungan yang erat antara jarak galaksi target ke pusat gugus dengan morfologi dari target tersebut dimana galaksi dengan tipe spiral sekitar 66

43 85%nya berada di daerah sampai dengan 300 kpc dari pusat gugus, sedangkan galaksi dengan tipe elliptikal dan lentikular tersebar di hampir semua daerah gugus. 5. Tidak ditemukan kecenderungan adanya suatu pola hubungan antara bentuk galaksi kawan dengan bentuk galaksi target. Jumlah kawan hanya berhubungan erat dengan letak galaksi target dalam gugus. 6. Terdapat hubungan yang erat antara kerapatan luminositas dari galaksi target dengan jarak target tersebut dari pusat gugus. Kerapatan luminositas yang dimaksud dihitung pada radius 200 kpc dari galaksi target. Ukuran radius 200 kpc dapat dikatakan baik untuk mendefinisikan lingkungan di sekitar galaksi target untuk gugus dengan ukuran 1 Mpc. Hasil lain yang diperoleh adalah bahwa terdapat puncak kerapatan kedua pada jarak sekitar 850 kpc dari pusat serta terdapat celah pada daerah antara kpc dari pusat dimana tidak terdapat galaksi yang mendiami daerah tersebut. Belum dapat dipastikan apakah ketiadaan hubungan antara morfologi radius dan morfologi lingkungan disebabkan oleh karakterisasi lingkungan yang kurang tepat ataukah dari identifikasi bentuk galaksi anggota gugus tersebut yang didasari pada warna (u r). Penerapan pada gugus lain dengan kelas richness serta redshift yang berbeda amat diperlukan untuk membantu perolehan kesimpulan apakah memang terdapat hubungan antara morfologi radius serta morfologi densitas dengan karakterisasi yang dipakai untuk mempelajari gugus Abell Identifikasi bentuk galaksi dapat dilakukan secara visual bersama-sama dengan krtiteria pemisahan warna untuk memeriksa apakah hubungan warna dengan bentuk morfologi galaksi konsisten. Pemeriksaan gugus Abell 2219 lebih lanjut perlu dilakukan untuk memeriksa lebih lanjut hubungan Dressler. Beberapa hal yang dapat dilakukan adalah memeriksa gugus dengan memisahkan bagian utama gugus dengan bagian substruktur, membuat bin kerapatan lingkungan dan menghitung fraksi tipe galaksi untuk masing-masing bagian gugus dan substrukturnya. 67

44 Daftar Pustaka Abell, G.O The Distribution of Rich Cluster of Galaxies. ApJs Abell, G.O., H. G. Corwin, Jr., R.P. Olowin A catalog of rich clusters of galaxies. ApJs Bahcall, N. A Clusters and Superclusters of Galaxies. ( Bautz, L.P. & W.W. Morgan On The Classification of The Forms of Clusters of Galaxies. ApJ L149 L162. Binney, J., & S. Tremaine Galactic Dynamics. Princeton University Press : Princeton, New Jersey. Biviano, A From Messier to Abell : 200 Years of Science with Galaxy Clusters. ( Blanton, M. R & S. Roweis K-correction and Filter Transformations in The Ultraviolet, Optical, and Near Infrared. ( Boschin, W., M. Girardi, R. Barrena, A. Biviano, L. Ferreti, dan M. Ramella Internal Dynamics of The Radio-Halo Cluster A2219: A Multi-Wavelength Analysis. A&A. astro-ph/ v1. Dressler, A Galaxy Morphology in Rich Clusters: Implication for The Formation and Evolution of Galaxies. AJ Harrison, E.R Interpretation of Redshifts of Galaxies in Clusters. AJ L51 L52. Longair, M.S Galaxy Formation. Springer-Verlag : Berlin. i

45 Mariyam, A.S Studi Evolusi Galaksi pada Redshift 0.005< z < 0.3 : Tinjauan Kebergantungan Laju Pembentukan Bintang (SFR) terhadap Kerapatan Lingkungan dan Properti Galaksi. Tesis S2 Program Studi Astronomi ITB. Oemler, A. Jr The Systematic Properties of Clusters of Galaxies. Photometry of 15 Clusters. ApJ Rood, H.J. & G. N. Sastry Tuning Fork Classification of Rich Clusters of Galaxies. PASP Ryden, B Introduction to Cosmology. Addison-Wesley : New York. Sarazin, C.L X-Ray Emission from Clusters of Galaxies. Press Syndicate of The University of Cambridge : Cambridge. Schindler, S Gas in Groups and Clusters of Galaxies. astro-ph/ v1 ( Sparke, L.S. & J.S, Gallagher III Galaxies in The Universe : An Introduction. Cambridge University Press: Cambridge. Strateva, I. et. al Color Separation of Galaxy Types in Sloan Digital Sky Survey Imaging Data. AJ Zwicky, F., E. Herzog, Catalogue of Galaxies and of Clusters of Galaxies. California Institute of Technology: Pasadena. ii

46 Lampiran A. Data A. 1 Data Awal Data di bawah ini merupakan data awal yang belum diolah dengan mendalam. Data magnitudo semu diperoleh dari SDSS dengan alamat taut ( sedangkan data kecepatan radial diperoleh dari Boschin, Galaksi E, S0 No. RA ( ) DEC ( ) u g r i z v rad. km/s) (u-r) i

47 ii

Bab IV DISTRIBUSI LUMINOSITAS GALAKSI TARGET, KERAPATAN LUMINOSITAS SERTA KAITANNYA DENGAN MORFOLOGI GALAKSI KAWAN

Bab IV DISTRIBUSI LUMINOSITAS GALAKSI TARGET, KERAPATAN LUMINOSITAS SERTA KAITANNYA DENGAN MORFOLOGI GALAKSI KAWAN Bab IV DISTRIBUSI LUMINOSITAS GALAKSI TARGET, KERAPATAN LUMINOSITAS SERTA KAITANNYA DENGAN MORFOLOGI GALAKSI KAWAN Studi lebih lanjut dilakukan untuk memeriksa korelasi antara morfologi sebuah galaksi

Lebih terperinci

Bab II GUGUS GALAKSI. II.1 Properti Gugus Galaksi

Bab II GUGUS GALAKSI. II.1 Properti Gugus Galaksi Bab II GUGUS GALAKSI Identifikasi gugus galaksi yang dilakukan secara saintifik dimulai pada abad ke-18, ketika untuk pertama kalinya katalog nebula dikeluarkan oleh C. Messier dan William Herschel secara

Lebih terperinci

STUDI HUBUNGAN MORFOLOGI-RADIUS DAN MORFOLOGI-DENSITAS GUGUS GALAKSI ABELL 2219 PADA DAERAH OPTIK

STUDI HUBUNGAN MORFOLOGI-RADIUS DAN MORFOLOGI-DENSITAS GUGUS GALAKSI ABELL 2219 PADA DAERAH OPTIK STUDI HUBUNGAN MORFOLOGI-RADIUS DAN MORFOLOGI-DENSITAS GUGUS GALAKSI ABELL 2219 PADA DAERAH OPTIK TUGAS AKHIR Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Institut Teknologi

Lebih terperinci

STAR FORMATION RATE (SFR) PADA GALAKSI YANG BERINTERAKSI

STAR FORMATION RATE (SFR) PADA GALAKSI YANG BERINTERAKSI Bab IV STAR FORMATION RATE (SFR) PADA GALAKSI YANG BERINTERAKSI IV.1 Star Formation Rate (SFR) di Galaksi Star formation adalah suatu peristiwa pembentukan bintang yang terjadi di suatu daerah. Sebagai

Lebih terperinci

Laju Pengembangan Alam Semesta Berdasarkan Data Supernova Tipe Ia

Laju Pengembangan Alam Semesta Berdasarkan Data Supernova Tipe Ia ISSN 2302-8491 Jurnal Fisika Unand Vol. 5, No. 4, Oktober 2016 Laju Pengembangan Alam Semesta Berdasarkan Data Supernova Tipe Ia Fitri Rahma Yanti 1*, Wildian 1, Premana W. Premadi 2 Jurusan Fisika, Universitas

Lebih terperinci

Oleh : Chatief Kunjaya. KK Astronomi, ITB

Oleh : Chatief Kunjaya. KK Astronomi, ITB Oleh : Chatief Kunjaya KK Astronomi, ITB Kompetensi Dasar XI.3.10 Menganalisis gejala dan ciri-ciri gelombang secara umum XII.3.1 Menerapkan konsep dan prinsip gelombang bunyi dan cahaya dalam teknologi

Lebih terperinci

Populasi Bintang. Ferry M. Simatupang

Populasi Bintang. Ferry M. Simatupang Ferry's Astronomy Page Populasi Bintang Ferry M. Simatupang Populasi bintang adalah kelompok bintang-bintang dalam skala galaktik, yang memiliki kesamaan usia, lokasi, kinematik, dan komposisi kimia (terutama

Lebih terperinci

PROGRAM PERSIAPAN OLIMPIADE SAINS BIDANG ASTRONOMI 2014 SMA 2 CIBINONG TES 20 MEI 2014

PROGRAM PERSIAPAN OLIMPIADE SAINS BIDANG ASTRONOMI 2014 SMA 2 CIBINONG TES 20 MEI 2014 PROGRAM PERSIAPAN OLIMPIADE SAINS BIDANG ASTRONOMI 2014 SMA 2 CIBINONG TES 20 MEI 2014 NAMA PROVINSI TANGGAL LAHIR ASAL SEKOLAH KABUPATEN/ KOTA TANDA TANGAN 1. Dilihat dari Bumi, bintang-bintang tampak

Lebih terperinci

θ = 1.22 λ D...1 point θ = 2R d...2 point θ Bulan θ mata = 33.7 θ Jupiter = 1.7

θ = 1.22 λ D...1 point θ = 2R d...2 point θ Bulan θ mata = 33.7 θ Jupiter = 1.7 Soal & Kunci Jawaban 1. [HLM] Diketahui diameter pupil mata adalah 5 mm. Dengan menggunakan kriteria Rayleigh, (a) hitunglah limit resolusi sudut mata manusia pada panjang gelombang 550 nm, (b) hitunglah

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN Hak Cipta Dilindungi Undang-undang SOAL OLIMPIADE SAINS NASIONAL TAHUN 2015 ASTRONOMI RONDE ANALISIS DATA Waktu: 240 menit KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH

Lebih terperinci

sangat pesat adalah kosmologi, yaitu studi tentang asal-mula, isi, bentuk, dan

sangat pesat adalah kosmologi, yaitu studi tentang asal-mula, isi, bentuk, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu bidang kajian fisika yang paling menarik dan berkembang sangat pesat adalah kosmologi, yaitu studi tentang asal-mula, isi, bentuk, dan evolusi alam semesta.

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN Hak Cipta Dilindungi Undang-undang SOLUSI SOAL UJIAN SELEKSI CALON PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL 014 TINGKAT PROVINSI ASTRONOMI Waktu : 180 menit KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

Bintang Ganda DND-2006

Bintang Ganda DND-2006 Bintang Ganda Bintang ganda (double stars) adalah dua buah bintang yang terikat satu sama lain oleh gaya tarik gravitasi antar kedua bintang tersebut. Apabila sistem bintang ini lebih dari dua, maka disebut

Lebih terperinci

indahbersamakimia.blogspot.com

indahbersamakimia.blogspot.com Tes Seleksi Olimpiade Astronomi Tingkat Provinsi 2007 Materi Uji : Astronomi Waktu : 150 menit Tidak diperkenankan menggunakan alat hitung (kalkultor). Di bagian akhir soal diberikan daftar konstanta yang

Lebih terperinci

indahbersamakimia.blogspot.com Soal Olimpiade Astronomi Tingkat Provinsi 2011, Waktu : 150 menit

indahbersamakimia.blogspot.com Soal Olimpiade Astronomi Tingkat Provinsi 2011, Waktu : 150 menit Soal Olimpiade Astronomi Tingkat Provinsi 2011, Waktu : 150 menit Pilihan Berganda, 20 Soal 1. Jika jarak rata-rata planet Mars adalah 1,52 SA dari Matahari, maka periode orbit planet Mars mengelilingi

Lebih terperinci

Bab II Dasar Teori Evolusi Bintang

Bab II Dasar Teori Evolusi Bintang 5 Bab II Dasar Teori Evolusi Bintang II.1 Mengenal Diagram Hertzprung-Russel (HR) Ejnar Hertzprung pada tahun 1911 mem-plot sebuah diagram yang menghubungkan antara magnitudo relatif bintang-bintang dalam

Lebih terperinci

PENGENALAN ASTROFISIKA

PENGENALAN ASTROFISIKA PENGENALAN ASTROFISIKA Hukum Pancaran Untuk memahami sifat pancaran suatu benda kita hipotesakan suatu pemancar sempurna yang disebut benda hitam (black body) Pada keadaan kesetimbangan termal, temperatur

Lebih terperinci

SOAL SELEKSI PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL BIDANG ASTRONOMI

SOAL SELEKSI PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL BIDANG ASTRONOMI SOAL SELEKSI PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL BIDANG ASTRONOMI Waktu Jumlah Soal : 150 menit : 30 Soal 1. Bintang A memiliki tingkat kecemerlangan tiga kali lebih besar dibandingkan dengan Bintang B. Bintang

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS Dapatkan soal-soal lainnya di http://forum.pelatihan-osn.com KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS Tes Seleksi Olimpiade Astronomi

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN SOAL OLIMPIADE SAINS NASIONAL ASTRONOMI Ronde : Analisis Data Waktu : 240 menit KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN Hak Cipta Dilindungi Undang-undang SOLUSI OLIMPIADE SAINS NASIONAL TAHUN 2015 ASTRONOMI RONDE TEORI Waktu: 210 menit KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bawah interaksi gravitasi bersama dan berasal dari suatu awan gas yang sama

BAB I PENDAHULUAN. bawah interaksi gravitasi bersama dan berasal dari suatu awan gas yang sama BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Gugus bintang (stellar cluster) adalah suatu kelompok bintang yang berada di bawah interaksi gravitasi bersama dan berasal dari suatu awan gas yang sama yang menjadi

Lebih terperinci

SOAL UJIAN SELEKSI CALON PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2016 TINGKAT PROVINSI

SOAL UJIAN SELEKSI CALON PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2016 TINGKAT PROVINSI HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG SOAL UJIAN SELEKSI CALON PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2016 TINGKAT PROVINSI BIDANG ASTRONOMI Waktu : 180 Menit KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

Galaksi. Ferry M. Simatupang

Galaksi. Ferry M. Simatupang Ferry's Astronomy Page Galaksi Ferry M. Simatupang Galaksi adalah suatu sistem bintang-bintang, gas dan debu yang amat luas, dimana anggotanya saling mempengaruhi secara gravitasional. Matahari kita (bersama-sama

Lebih terperinci

Bab III INTERAKSI GALAKSI

Bab III INTERAKSI GALAKSI Bab III INTERAKSI GALAKSI III.1 Proses Dinamik Selama Interaksi Interaksi merupakan sebuah proses saling mempengaruhi yang terjadi antara dua atau lebih obyek. Obyek-obyek yang saling berinteraksi dapat

Lebih terperinci

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL Dapatkan soal-soal lainnya di http://forum.pelatihan-osn.com DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDRAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA Soal Test Olimpiade Sains Nasional

Lebih terperinci

Sistem Magnitudo Terang suatu bintang dalam astronomi dinyatakan dalam satuan magnitudo Hipparchus (abad ke-2 SM) membagi terang bintang

Sistem Magnitudo Terang suatu bintang dalam astronomi dinyatakan dalam satuan magnitudo Hipparchus (abad ke-2 SM) membagi terang bintang Fotometri Bintang Sistem Magnitudo Terang suatu bintang dalam astronomi dinyatakan dalam satuan magnitudo Hipparchus (abad ke-2 SM) membagi terang bintang dalam 6 kelompok, Bintang paling terang tergolong

Lebih terperinci

Draft Marking Scheme. (Berdasarkan Solusi OSP Astronomi 2013)

Draft Marking Scheme. (Berdasarkan Solusi OSP Astronomi 2013) Draft arking Scheme (Berdasarkan Solusi OSP Astronomi 013) A. C No A B C D E 1 X X 3 X 4 X 5 X 6 X 7 X 8 X 9 X 10 X 11 X 1 X 13 X 14 X 15 X 16 X 17 X 18 19 X 0 X 1 X X 3 X 4 X 5 X Berdasarkan dokumen Petunjuk

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDRAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA. Soal Tes Olimpiade Sains Nasional 2011

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDRAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA. Soal Tes Olimpiade Sains Nasional 2011 KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDRAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA Soal Tes Olimpiade Sains Nasional 2011 Bidang : ASTRONOMI Materi : Teori Tanggal : 14 September 2011 Soal

Lebih terperinci

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL Dapatkan soal-soal lainnya di http://forum.pelatihan-osn.com DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDRAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA Tes Seleksi Olimpiade Astronomi Tingkat

Lebih terperinci

FOTOMETRI OBJEK LANGIT

FOTOMETRI OBJEK LANGIT FOTOMETRI OBJEK LANGIT Kecerahan Cahaya Bintang: * Semu (apparent) * Mutlak (absolute) * Bolometrik Warna Bintang Kompetensi Dasar: Memahami konsep dasar astrofisika Judhistira Aria Utama, M.Si. Lab. Bumi

Lebih terperinci

TATA KOORDINAT BENDA LANGIT. Kelompok 6 : 1. Siti Nur Khotimah ( ) 2. Winda Yulia Sari ( ) 3. Yoga Pratama ( )

TATA KOORDINAT BENDA LANGIT. Kelompok 6 : 1. Siti Nur Khotimah ( ) 2. Winda Yulia Sari ( ) 3. Yoga Pratama ( ) TATA KOORDINAT BENDA LANGIT Kelompok 6 : 1. Siti Nur Khotimah (4201412051) 2. Winda Yulia Sari (4201412094) 3. Yoga Pratama (42014120) 1 bintang-bintang nampak beredar dilangit karena bumi berotasi. Jika

Lebih terperinci

JAWABAN DAN PEMBAHASAN

JAWABAN DAN PEMBAHASAN JAWABAN DAN PEMBAHASAN 1. Dalam perjalanan menuju Bulan seorang astronot mengamati diameter Bulan yang besarnya 3.500 kilometer dalam cakupan sudut 6 0. Berapakah jarak Bulan saat itu? A. 23.392 km B.

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN Hak Cipta Dilindungi Undang-undang SOAL OLIMPIADE SAINS NASIONAL TAHUN 2015 ASTRONOMI SOLUSI ANALISIS DATA KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL DITJEN MANAJEMEN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL DITJEN MANAJEMEN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL DITJEN MANAJEMEN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA Soal Test Olimpiade Sains Nasional 2010 Bidang : ASTRONOMI Materi : Teori (Pilihan Berganda) Tanggal

Lebih terperinci

PEKERJAAN RUMAH SAS PERTEMUAN-1 DAN PERTEMUAN-2 A.Pilihan Ganda

PEKERJAAN RUMAH SAS PERTEMUAN-1 DAN PERTEMUAN-2 A.Pilihan Ganda PEKERJAAN RUMAH SAS PERTEMUAN-1 DAN PERTEMUAN-2 A.Pilihan Ganda 1. Tinggi bintang dari bidang ekuator disebut a. altitude b. latitude c. longitude d. deklinasi e. azimut 2. Titik pertama Aries, didefinisikan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK GAMMA-RAY BURST

KARAKTERISTIK GAMMA-RAY BURST Bab II KARAKTERISTIK GAMMA-RAY BURST Gamma-Ray Burst (GRB) merupakan fenomena semburan sinar-gamma yang berlangsung secara singkat dan intensif. Energi yang terlibat dalam semburan ini mencapai 10 54 erg

Lebih terperinci

POSITRON, Vol. II, No. 1 (2012), Hal ISSN : Efek Reaksi Balik Gelombang Gravitasi pada Lensa Gravitasi

POSITRON, Vol. II, No. 1 (2012), Hal ISSN : Efek Reaksi Balik Gelombang Gravitasi pada Lensa Gravitasi Efek Reaksi Balik Gelombang Gravitasi pada Lensa Gravitasi Imamal Muttaqien 1) 1)Kelompok Keahlian Astrofisika, Jurusan Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati,

Lebih terperinci

SOAL SELEKSI OLIMPIADE SAINS TINGKAT KABUPATEN/KOTA 2014 CALON TIM OLIMPIADE ASTRONOMI INDONESIA 2015

SOAL SELEKSI OLIMPIADE SAINS TINGKAT KABUPATEN/KOTA 2014 CALON TIM OLIMPIADE ASTRONOMI INDONESIA 2015 HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG SOAL SELEKSI OLIMPIADE SAINS TINGKAT KABUPATEN/KOTA 2014 CALON TIM OLIMPIADE ASTRONOMI INDONESIA 2015 Bidang Astronomi Waktu : 150 menit KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

Lebih terperinci

M-5 PENENTUAN PANJANG GELOMBANG CAHAYA TAMPAK

M-5 PENENTUAN PANJANG GELOMBANG CAHAYA TAMPAK M-5 PENENTUAN PANJANG GELOMBANG CAHAYA TAMPAK I. TUJUAN Tujuan percobaan ini adalah untuk menentukan besar panjang gelombang dari cahaya tampak dengan menggunakan konsep difraksi dan interferensi. II.

Lebih terperinci

BAB IV. Analisis Power spectrum CMB dan Power spectrum Galaksi. IV.1 Model Concordance

BAB IV. Analisis Power spectrum CMB dan Power spectrum Galaksi. IV.1 Model Concordance BAB IV Analisis Power spectrum CMB dan Power spectrum Galaksi IV.1 Model Concordance Fisikawan teoritis hanya dapat menduga bentuk power spectrum dari pemodelan berdasarkan alam semesta mengembang dengan

Lebih terperinci

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDRAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH UMUM

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDRAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH UMUM DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDRAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH UMUM Tes Seleksi Olimpiade Astronomi Tingkat Provinsi 2004 Materi Uji : ASTRONOMI Waktu :

Lebih terperinci

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DITJEN MANAJEMEN PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA Tes Seleksi Olimpiade Astronomi Tingkat Provinsi 2012 Waktu 180 menit Nama Provinsi Tanggal Lahir.........

Lebih terperinci

SELEKSI TINGKAT PROVINSI CALON PESERTA INTERNATIONAL ASTRONOMY OLYMPIAD (IAO) TAHUN 2009

SELEKSI TINGKAT PROVINSI CALON PESERTA INTERNATIONAL ASTRONOMY OLYMPIAD (IAO) TAHUN 2009 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIRJEN MANAJEMEN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS SELEKSI TINGKAT PROVINSI CALON PESERTA INTERNATIONAL ASTRONOMY OLYMPIAD (IAO) TAHUN

Lebih terperinci

HUBUNGAN GAMMA-RAY BURST DAN SUPERNOVA

HUBUNGAN GAMMA-RAY BURST DAN SUPERNOVA Bab III HUBUNGAN GAMMA-RAY BURST DAN SUPERNOVA Pengamatan menunjukkan bahwa beberapa Gamma-Ray Burst terjadi bersamaan dengan supernova keruntuhan-pusat khususnya supernova tipe Ib/c. Mengingat energi

Lebih terperinci

Ide Dasar: Matahari dan bintang-bintang menggunakan reaksi nuklir fusi untuk mengubah materi menjadi energi. Bintang padam Ketika bahan bakar

Ide Dasar: Matahari dan bintang-bintang menggunakan reaksi nuklir fusi untuk mengubah materi menjadi energi. Bintang padam Ketika bahan bakar PERTEMUAN KE 2 Ide Dasar: Matahari dan bintang-bintang menggunakan reaksi nuklir fusi untuk mengubah materi menjadi energi. Bintang padam Ketika bahan bakar nuklirnya habis. SIFAT BINTANG Astronomi Ilmu

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN Hak Cipta Dilindungi Undang-undang SOLUSI SOAL OLIMPIADE SAINS NASIONAL TAHUN 2016 ASTRONOMI RONDE TEORI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN

Lebih terperinci

Riwayat Bintang. Alexandre Costa, Beatriz García, Ricardo Moreno, Rosa M Ros

Riwayat Bintang. Alexandre Costa, Beatriz García, Ricardo Moreno, Rosa M Ros Riwayat Bintang Alexandre Costa, Beatriz García, Ricardo Moreno, Rosa M Ros International Astronomical Union - Comm. 46 Escola Secundária de Loulé, Portugal Universidad Tecnológica Nacional, Argentina

Lebih terperinci

K 1. h = 0,75 H. y x. O d K 2

K 1. h = 0,75 H. y x. O d K 2 1. (25 poin) Dari atas sebuah tembok dengan ketinggian H ditembakkan sebuah bola kecil bermassa m (Jari-jari R dapat dianggap jauh lebih kecil daripada H) dengan kecepatan awal horizontal v 0. Dua buah

Lebih terperinci

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DITJEN MANAJEMEN PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DITJEN MANAJEMEN PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DITJEN MANAJEMEN PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA Olimpiade Sains Nasional Bidang Astronomi 2012 ESSAY Solusi Teori 1) [IR] Tekanan (P) untuk atmosfer planet

Lebih terperinci

PR ONLINE MATA UJIAN: FISIKA (KODE A07)

PR ONLINE MATA UJIAN: FISIKA (KODE A07) PR ONLINE MATA UJIAN: FISIKA (KODE A07) 1. Gambar di samping ini menunjukkan hasil pengukuran tebal kertas karton dengan menggunakan mikrometer sekrup. Hasil pengukurannya adalah (A) 4,30 mm. (D) 4,18

Lebih terperinci

ANGIN BINTANG & HORIZONTAL BRANCH

ANGIN BINTANG & HORIZONTAL BRANCH Bab V ANGIN BINTANG & HORIZONTAL BRANCH Angin bintang adalah sebuah parameter yang mutlak digunakan agar model evolusi yang dibuat lebih realistis, karena sekecil apa pun suatu bintang pastilah memiliki

Lebih terperinci

KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL

KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDERAL MANAJEMAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA Olimpiade Sains Tingkat Prvinsi 2010 Bidang : ASTRONOMI Waktu : 150 menit Jika diperlukan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Kumpulan Rasi Bintang (Sumber:

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Kumpulan Rasi Bintang (Sumber: BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sejak masa lampau bintang-bintang telah menjadi bagian dari kebudayaan manusia. Banyak kebudayaan masa lampau yang menjadikan bintang-bintang sebagai patokan dalam kegiatan

Lebih terperinci

Dr. Ramadoni Syahputra Jurusan Teknik Elektro FT UMY

Dr. Ramadoni Syahputra Jurusan Teknik Elektro FT UMY SISTEM-SISTEM KOORDINAT Dr. Ramadoni Syahputra Jurusan Teknik Elektro FT UMY Sistem Koordinat Kartesian Dalam sistem koordinat Kartesian, terdapat tiga sumbu koordinat yaitu sumbu x, y, dan z. Suatu titik

Lebih terperinci

BAB III. TEORI DASAR. benda adalah sebanding dengan massa kedua benda tersebut dan berbanding

BAB III. TEORI DASAR. benda adalah sebanding dengan massa kedua benda tersebut dan berbanding 14 BAB III. TEORI DASAR 3.1. Prinsip Dasar Metode Gayaberat 3.1.1. Teori Gayaberat Newton Teori gayaberat didasarkan oleh hukum Newton tentang gravitasi. Hukum gravitasi Newton yang menyatakan bahwa gaya

Lebih terperinci

Satuan Besaran dalam Astronomi. Dr. Chatief Kunjaya KK Astronomi ITB

Satuan Besaran dalam Astronomi. Dr. Chatief Kunjaya KK Astronomi ITB Satuan Besaran dalam Astronomi Dr. Chatief Kunjaya KK Astronomi ITB Kompetensi Dasar X.3.1 Memahami hakikat fisika dan prinsipprinsip pengukuran (ketepatan, ketelitian dan aturan angka penting) X.4.1 Menyajikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Fotometri dalam astronomi pertama kali diperkenalkan berdasarkan sensitivitas mata. Dengan mengandalkan kepekaan mata maka manusia mengukur dan membandingkan kecerlangan cahaya

Lebih terperinci

seperti sebuah bajak, masyarakat Cina melihatnya seperti kereta raja yang ditarik binatang, dan masyarakat Jawa melihatnya seperti bajak petani.

seperti sebuah bajak, masyarakat Cina melihatnya seperti kereta raja yang ditarik binatang, dan masyarakat Jawa melihatnya seperti bajak petani. GALAKSI Pada malam yang cerah, ribuan bintang dapat kamulihat di langit. Sesungguhnya yang kamu lihat itu belum seluruhnya, masih terdapat lebih banyak lagi bintang yangtidak mampu kamu amati. Di angkasa

Lebih terperinci

SIFAT BINTANG. Astronomi. Ilmu paling tua. Zodiac of Denderah

SIFAT BINTANG. Astronomi. Ilmu paling tua. Zodiac of Denderah PERTEMUAN KE 2 Ide Dasar: Matahari dan bintang-bintang menggunakan reaksi nuklir fusi untuk mengubah materi menjadi energi. Bintang padam Ketika bahan bakar nuklirnya habis. SIFAT BINTANG Astronomi Ilmu

Lebih terperinci

Sas Wahid H. Bogor, 07 Agustus 2012 PLOT FUNGSI

Sas Wahid H. Bogor, 07 Agustus 2012 PLOT FUNGSI PLOT FUNGSI A. PEMAHAMAN FUNGSI Suatu fungsi dapat didefinisikan sebagai suatu aturan yang membuat korespondensi antara dua himpunan bilangan sehingga hubungan dari dua himpunan bilangan tersebut menjadi

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS Nama Kelas & Sekolah Provinsi Kabupaten/Kota Tanggal Lahir Tanda Tangan Naskah ini

Lebih terperinci

SATUAN JARAK DALAM ASTRONOMI

SATUAN JARAK DALAM ASTRONOMI SATUAN JARAK DALAM ASTRONOMI Satuan Astronomi (SA) atau Astronomical Unit 1 Astronomical Unit = 149 598 000 kilometers dibulatkan menjadi 150.000.000 kilometer Menurut definisinya, 1 Satuan Astronomi adalah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 1. Metode Penelitian Penelitian menggunakan metode deskriptif melalui pendekatan kuantitatif. Fenomena yang ada merupakan fenomena alam berupa kumpulan bintang-bintang dalam gugus

Lebih terperinci

HASIL DAN ANALISA. 3.1 Penentuan Batas Penetrasi Maksimum

HASIL DAN ANALISA. 3.1 Penentuan Batas Penetrasi Maksimum BAB 3 HASIL DAN ANALISA 3.1 Penentuan Batas Penetrasi Maksimum Zonasi kedalaman diperlukan untuk mendapatkan batas penetrasi cahaya ke dalam kolom air. Nilai batas penetrasi akan digunakan dalam konversi

Lebih terperinci

CAHAYA. CERMIN. A. 5 CM B. 10 CM C. 20 CM D. 30 CM E. 40 CM

CAHAYA. CERMIN. A. 5 CM B. 10 CM C. 20 CM D. 30 CM E. 40 CM CAHAYA. CERMIN. A. 5 CM B. 0 CM C. 20 CM D. 30 CM E. 40 CM Cahaya Cermin 0. EBTANAS-0-2 Bayangan yang terbentuk oleh cermin cekung dari sebuah benda setinggi h yang ditempatkan pada jarak lebih kecil

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN SOAL OLIMPIADE SAINS NASIONAL ASTRONOMI Ronde : Teori Waktu : 240 menit KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS TAHUN 2014

Lebih terperinci

ρ menyatakan kerapatan proton di dekat Bumi, sedangkan A menyatakan luas penampang yang ditembus proton di dekat Bumi, A = 4πd 2 maka,

ρ menyatakan kerapatan proton di dekat Bumi, sedangkan A menyatakan luas penampang yang ditembus proton di dekat Bumi, A = 4πd 2 maka, OLIMPIADE ASTRONOMI Tingkat Propinsi - 2017 Copyright (c) 2017 Ridlo W. Wibowo (ridlo.w.wibowo@gmail.com) Sulistiyowati (sulis.astro08@gmail.com) Solusi ini dibuat tanpa jaminan kesesuaian dengan solusi

Lebih terperinci

UN SMA IPA 2008 Fisika

UN SMA IPA 2008 Fisika UN SMA IPA 008 Fisika Kode Soal P44 Doc. Name: UNSMAIPA008FISP44 Doc. Version : 011-06 halaman 1 01. Berikut ini disajikan diagram vektor F 1 dan F! Persamaan yang tepat untuk resultan R = adalah... (A)

Lebih terperinci

SOAL UJIAN SELEKSI CALON PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2013 TINGKAT PROVINSI

SOAL UJIAN SELEKSI CALON PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2013 TINGKAT PROVINSI SOAL UJIAN SELEKSI CALON PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2013 TINGKAT PROVINSI ASTRONOMI Waktu : 180 menit KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN

Lebih terperinci

Bab 2 Metode Pendeteksian Planet Luar-surya

Bab 2 Metode Pendeteksian Planet Luar-surya Bab 2 Metode Pendeteksian Planet Luar-surya Mendeteksi sebuah planet di bintang lain sangat sulit. Cahaya bintang terlalu terang sehingga kalaupun terdapat planet di bintang tersebut, kontras cahaya antara

Lebih terperinci

biasanya dialami benda yang tidak tembus cahaya, sedangkan pembiasan terjadi pada benda yang transparan atau tembus cahaya. garis normal sinar bias

biasanya dialami benda yang tidak tembus cahaya, sedangkan pembiasan terjadi pada benda yang transparan atau tembus cahaya. garis normal sinar bias 7.3 Cahaya Cahaya, apakah kamu tahu apa itu cahaya? Mengapa dengan adanya cahaya kita dapat melihat lingkungan sekitar kita? Cahaya Matahari yang begitu terang dapat membentuk pelangi setelah hujan berlalu?

Lebih terperinci

1. (25 poin) Sebuah bola kecil bermassa m ditembakkan dari atas sebuah tembok dengan ketinggian H (jari-jari bola R jauh lebih kecil dibandingkan

1. (25 poin) Sebuah bola kecil bermassa m ditembakkan dari atas sebuah tembok dengan ketinggian H (jari-jari bola R jauh lebih kecil dibandingkan . (5 poin) Sebuah bola kecil bermassa m ditembakkan dari atas sebuah tembok dengan ketinggian H (jari-jari bola R jauh lebih kecil dibandingkan dengan H). Kecepatan awal horizontal bola adalah v 0 dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. geologi, seperti data kekar dan cermin sesar, untuk melukiskan karakteristik

BAB III METODE PENELITIAN. geologi, seperti data kekar dan cermin sesar, untuk melukiskan karakteristik BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Obyek Penelitian Obyek penelitian difokuskan pada pengambilan data unsur struktur geologi, seperti data kekar dan cermin sesar, untuk melukiskan karakteristik hubungan antara

Lebih terperinci

B.1. Menjumlah Beberapa Gaya Sebidang Dengan Cara Grafis

B.1. Menjumlah Beberapa Gaya Sebidang Dengan Cara Grafis BAB II RESULTAN (JUMLAH) DAN URAIAN GAYA A. Pendahuluan Pada bab ini, anda akan mempelajari bagaimana kita bekerja dengan besaran vektor. Kita dapat menjumlah dua vektor atau lebih dengan beberapa cara,

Lebih terperinci

HASIL DAN ANALISIS. Karakteristik Hasil Evolusi

HASIL DAN ANALISIS. Karakteristik Hasil Evolusi Bab VII HASIL DAN ANALISIS Sintesis populasi dengan simulasi Monte Carlo memberikan sekitar 220.000 percobaan untuk 1300 sistem bintang ganda progenitor. Sistem bintang progenitor sebelumnya telah diseleksi

Lebih terperinci

KISI DIFRAKSI (2016) Kisi Difraksi

KISI DIFRAKSI (2016) Kisi Difraksi KISI DIFRAKSI (2016) 1-6 1 Kisi Difraksi Rizqi Ahmad Fauzan, Chi Chi Novianti, Alfian Putra S, dan Gontjang Prajitno Jurusan Fisika, Fakultas MIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Jl. Arief Rahman

Lebih terperinci

SOAL PILIHAN GANDA ASTRONOMI 2008/2009 Bobot nilai masing-masing soal : 1

SOAL PILIHAN GANDA ASTRONOMI 2008/2009 Bobot nilai masing-masing soal : 1 SOAL PILIHAN GANDA ASTRONOMI 2008/2009 Bobot nilai masing-masing soal : 1 1. [SDW] Tata Surya adalah... A. susunan Matahari, Bumi, Bulan dan bintang B. planet-planet dan satelit-satelitnya C. kumpulan

Lebih terperinci

Luminositas Matahari menyatakan jumlah energi total yang dipancarkan Matahari per satuan waktu.

Luminositas Matahari menyatakan jumlah energi total yang dipancarkan Matahari per satuan waktu. OLIMPIADE ASTRONOMI Tingkat Provinsi - 2014 Copyright (c) 2014 Ridlo W. Wibowo (ridlo.w.wibowo@gmail.com) Sulistiyowati (sulis.astro08@gmail.com) Solusi ini dibuat tanpa jaminan kesesuaian dengan solusi

Lebih terperinci

Rancang Bangun Spektrofotometer untuk Analisis Temperatur Matahari di Laboratorium Astronomi Jurusan Fisika UM

Rancang Bangun Spektrofotometer untuk Analisis Temperatur Matahari di Laboratorium Astronomi Jurusan Fisika UM Rancang Bangun Spektrofotometer untuk Analisis Temperatur Matahari di Laboratorium Astronomi Jurusan Fisika UM NOVITA DEWI ROSALINA*), SUTRISNO, NUGROHO ADI PRAMONO Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri

Lebih terperinci

DATA DIGITAL BENDA LANGIT

DATA DIGITAL BENDA LANGIT DATA DIGITAL BENDA LANGIT Chatief Kunjaya KK Astronomi, ITB KOMPETENSI DASAR XII.3.8 Memahami efek fotolistrik dan sinar X dalam kehidupan sehari-hari XII.3.9 Memahami transmisi dan penyimpanan data dalam

Lebih terperinci

Ringkasan Materi Kuliah Bab II FUNGSI

Ringkasan Materi Kuliah Bab II FUNGSI Ringkasan Materi Kuliah Bab II FUNGSI. FUNGSI REAL, FUNGSI ALJABAR, DAN FUNGSI TRIGONOMETRI. TOPIK-TOPIK YANG BERKAITAN DENGAN FUNGSI.3 FUNGSI KOMPOSISI DAN FUNGSI INVERS. FUNGSI REAL, FUNGSI ALJABAR,

Lebih terperinci

Karena hanya mempelajari gerak saja dan pergerakannya hanya dalam satu koordinat (sumbu x saja atau sumbu y saja), maka disebut sebagai gerak

Karena hanya mempelajari gerak saja dan pergerakannya hanya dalam satu koordinat (sumbu x saja atau sumbu y saja), maka disebut sebagai gerak BAB I. GERAK Benda dikatakan melakukan gerak lurus jika lintasan yang ditempuhnya membentuk garis lurus. Ilmu Fisika yang mempelajari tentang gerak tanpa mempelajari penyebab gerak tersebut adalah KINEMATIKA.

Lebih terperinci

Dinamika Rotasi, Statika dan Titik Berat 1 MOMEN GAYA DAN MOMEN INERSIA

Dinamika Rotasi, Statika dan Titik Berat 1 MOMEN GAYA DAN MOMEN INERSIA Dinamika Rotasi, Statika dan Titik Berat 1 MOMEN GAYA DAN MOMEN INERSIA Dalam gerak translasi gaya dikaitkan dengan percepatan linier benda, dalam gerak rotasi besaran yang dikaitkan dengan percepatan

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN ALGORITMA TRACKING

BAB IV PENGUJIAN ALGORITMA TRACKING BAB IV PENGUJIAN ALGORITMA TRACKING Pada Bab III sebelumnya telah dijelaskan mengenai pemodelan dalam Simulink yang dibuat untuk menguji algoritma Filter Kalman dalam sistem Radar Tracking dan juga algoritma

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (statistik) dinamakan galat baku statistik, yang dinotasikan dengan

TINJAUAN PUSTAKA. (statistik) dinamakan galat baku statistik, yang dinotasikan dengan TINJAUAN PUSTAKA Penduga Titik dan Selang Kepercayaan Penduga bagi parameter populasi ada dua jenis, yaitu penduga titik dan penduga selang atau disebut sebagai selang kepercayaan. Penduga titik dari suatu

Lebih terperinci

PETA TOPOGRAFI DAN PEMBACAAN KONTUR

PETA TOPOGRAFI DAN PEMBACAAN KONTUR PETA TOPOGRAFI DAN PEMBACAAN KONTUR Peta topografi adalah peta penyajian unsur-unsur alam asli dan unsur-unsur buatan manusia diatas permukaan bumi. Unsur-unsur alam tersebut diusahakan diperlihatkan pada

Lebih terperinci

GAMBAR TEKNIK PROYEKSI ISOMETRI. Gambar Teknik Proyeksi Isometri

GAMBAR TEKNIK PROYEKSI ISOMETRI. Gambar Teknik Proyeksi Isometri GAMBAR TEKNIK PROYEKSI ISOMETRI Gambar Teknik i halaman ini sengaja dibiarkan kosong Gambar Teknik ii Daftar Isi Daftar Isi... iii... 1 1 Pendahuluan... 1 2 Sumbu, Garis, dan Bidang Isometri... 2 3 Skala

Lebih terperinci

Koordinat Kartesius, Koordinat Tabung & Koordinat Bola. Tim Kalkulus II

Koordinat Kartesius, Koordinat Tabung & Koordinat Bola. Tim Kalkulus II Koordinat Kartesius, Koordinat Tabung & Koordinat Bola Tim Kalkulus II Koordinat Kartesius Sistem Koordinat 2 Dimensi Sistem koordinat kartesian dua dimensi merupakan sistem koordinat yang terdiri dari

Lebih terperinci

Pengertian Fungsi. MA 1114 Kalkulus I 2

Pengertian Fungsi. MA 1114 Kalkulus I 2 Fungsi Pengertian Fungsi Relasi : aturan yang mengawankan himpunan Fungsi Misalkan A dan B himpunan. Relasi biner dari A ke B merupakan suatu ungsi jika setiap elemen di dalam A dihubungkan dengan tepat

Lebih terperinci

Bab IV Spektroskopi. IV Obyek Pengamatan. Bintang program: Nama : RS Gru (HD ) α 2000 : 21 h m δ 2000

Bab IV Spektroskopi. IV Obyek Pengamatan. Bintang program: Nama : RS Gru (HD ) α 2000 : 21 h m δ 2000 Bab IV Spektroskopi Pengamatan spektroskopi variabel delta Scuti biasanya dimaksudkan untuk mendeteksi komponen non-radial dari pulsasi. Hal ini membutuhkan resolusi kisi yang tinggi demi dapat mendeteksi

Lebih terperinci

SOAL SELEKSI OLIMPIADE SAINS TINGKAT KABUPATEN/KOTA 2014 CALON TIM OLIMPIADE ASTRONOMI INDONESIA 2015

SOAL SELEKSI OLIMPIADE SAINS TINGKAT KABUPATEN/KOTA 2014 CALON TIM OLIMPIADE ASTRONOMI INDONESIA 2015 HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG SOAL SELEKSI OLIMPIADE SAINS TINGKAT KABUPATEN/KOTA 2014 CALON TIM OLIMPIADE ASTRONOMI INDONESIA 2015 Bidang Astronomi Waktu : 150 menit KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

Lebih terperinci

KELAS XII FISIKA SMA KOLESE LOYOLA SEMARANG SMA KOLESE LOYOLA M1-1

KELAS XII FISIKA SMA KOLESE LOYOLA SEMARANG SMA KOLESE LOYOLA M1-1 KELAS XII LC FISIKA SMA KOLESE LOYOLA M1-1 MODUL 1 STANDAR KOMPETENSI : 1. Menerapkan konsep dan prinsip gejala gelombang dalam menyelesaikan masalah KOMPETENSI DASAR 1.1. Mendeskripsikan gejala dan ciri-ciri

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA PENGUKURAN JARAK MENGGUNAKAN INFRA MERAH DAN ULTRASONIK

BAB IV ANALISIS DATA PENGUKURAN JARAK MENGGUNAKAN INFRA MERAH DAN ULTRASONIK 60 BAB IV ANALISIS DATA PENGUKURAN JARAK MENGGUNAKAN INFRA MERAH DAN ULTRASONIK 4.1 Karakteristik Infra Merah Untuk pengukuran, digunakan konversi intensitas dari fototransistor menjadi nilai tegangan

Lebih terperinci

Pertemuan 1. Membuat Sudut Siku-Siku. Pengukuran Guna Pembuatan Peta dengan Alat-alatalat Sederhana Can be accessed on: http://haryono_putro.staff.gunadarma.ac.id/ Email: haryono_putro@gunadarma.ac.id

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN SISTEM DAN ANALISIS HASIL KARAKTERISASI LED

BAB IV PENGUJIAN SISTEM DAN ANALISIS HASIL KARAKTERISASI LED BAB IV PENGUJIAN SISTEM DAN ANALISIS HASIL KARAKTERISASI LED 4.1 Kalibrasi DAC Gambar 4.1. Diagram blok proses kalibrasi DAC Gambar 4.1 memperlihatkan diagram blok proses kalibrasi DAC. Komputer dihubungkan

Lebih terperinci

Analisis Vektor. Ramadoni Syahputra Jurusan Teknik Elektro FT UMY

Analisis Vektor. Ramadoni Syahputra Jurusan Teknik Elektro FT UMY Analisis Vektor Ramadoni Syahputra Jurusan Teknik Elektro FT UMY Analisis Vektor Analisis vektor meliputi bidang matematika dan fisika sekaligus dalam pembahasannya Skalar dan Vektor Skalar Skalar ialah

Lebih terperinci

Gelombang sferis (bola) dan Radiasi suara

Gelombang sferis (bola) dan Radiasi suara Chapter 5 Gelombang sferis (bola) dan Radiasi suara Gelombang dasar lain datang jika jarak dari beberapa titik dari titik tertentu dianggap sebagai koordinat relevan yang bergantung pada variabel akustik.

Lebih terperinci

GALAKSI DAN INDIKATOR-INDIKATOR TERJADINYA INTERAKSI GALAKSI

GALAKSI DAN INDIKATOR-INDIKATOR TERJADINYA INTERAKSI GALAKSI Bab II GALAKSI DAN INDIKATOR-INDIKATOR TERJADINYA INTERAKSI GALAKSI II.1 Pendahuluan Galaksi Langit malam yang penuh bintang merupakan sebuah pemandangan indah nan menakjubkan. Begitu banyaknya bintang

Lebih terperinci

GAYA GESEK. Gaya Gesek Gaya Gesek Statis Gaya Gesek Kinetik

GAYA GESEK. Gaya Gesek Gaya Gesek Statis Gaya Gesek Kinetik GAYA GESEK (Rumus) Gaya Gesek Gaya Gesek Statis Gaya Gesek Kinetik f = gaya gesek f s = gaya gesek statis f k = gaya gesek kinetik μ = koefisien gesekan μ s = koefisien gesekan statis μ k = koefisien gesekan

Lebih terperinci