Bab II GUGUS GALAKSI. II.1 Properti Gugus Galaksi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab II GUGUS GALAKSI. II.1 Properti Gugus Galaksi"

Transkripsi

1 Bab II GUGUS GALAKSI Identifikasi gugus galaksi yang dilakukan secara saintifik dimulai pada abad ke-18, ketika untuk pertama kalinya katalog nebula dikeluarkan oleh C. Messier dan William Herschel secara terpisah (Biviano, 2000). Gugus galaksi dideteksi secara visual sebagai daerah dengan kerapatan galaksi yang lebih terkonsentrasi daripada medan langit. Deteksi gugus galaksi yang dilakukan saat ini tidak hanya terbatas pada pemeriksaan secara visual saja namun sudah mencakup inspeksi pada panjang gelombang sinar-x, dimana daerah gugus didapati sebagai sumber pemancar sinar-x yang membentang, serta pemeriksaan terhadap shear lensa gravitasi yang menunjukkan bahwa daerah gugus merupakan puncak dari shear field. Gugus galaksi merupakan sistem galaksi di mana galaksi-galaksi berkumpul dan terikat oleh gravitasi diri gugus. Gugus galaksi memiliki karakteristik yang berbeda dengan karakteristik masing-masing galaksi penyusunnya sebagaimana yang telah dibahas pada bab sebelumnya. Karena itu pada bab berikut akan diulas mengenai karakteristik gugus galaksi sebagai sistem galaksi. II.1 Properti Gugus Galaksi Salah satu katalog gugus yang banyak dipakai adalah katalog gugus yang disusun oleh Abell pada tahun Pengelompokan dilakukan dengan cara pemeriksaan plat foto visual. Pengelompokan gugus dilakukan berdasar pada kriteria yang digunakan oleh Abell, Corwin, dan Olowin (Abell, Corwin, Olowin, 1989) untuk mengidentifikasi 4073 gugus galaksi. Kriteria tersebut adalah : 1. Richness (R). Kriteria Richness memberikan informasi tentang seberapa banyak jumlah galaksi yang masuk sebagai anggota gugus galaksi bersangkutan. Jumlah galaksi yang 4

2 dihitung adalah galaksi yang memiliki kecerlangan antara magnitudo galaksi terterang ketiga (m 3 ) dalam gugus sampai dua magnitudo lebih redup pada m 3 (N(m m 3 + 2)). Pemilihan magnitudo terterang ketiga sampai dua magnitudo lebih redup diambil dengan harapan diperolehnya gambaran tentang richness gugus yang lebih adil. Gugus paling tidak memiliki 30 galaksi dengan magnitudo sama dengan magnitudo anggota gugus terterang ketiga sampai 2 magnitudo lebih redup. Richness class dibagi menjadi 6 kelas dengan jumlah anggota gugus yang makin banyak dengan besarnya angka kelas. 2. Compactness. Jumlah galaksi yang berada dalam radius Abell (R A ) 1.5 h -1 Mpc, yang memperlihatkan kompak atau tidaknya sebaran galaksi dalam sebuah gugus. Galaksigalaksi yang dihitung untuk menentukan kelas richness adalah galaksi yang berada dalam radius Abell dari pusat gugus. 3. Kriteria jarak. Katalog gugus Abell berasal dari studi yang dilakukan dengan menggunakan teleskop UK Schmidt 48 inchi. Keterbatasan plat membuat Abell menentukan batas bawah jarak gugus yang diamati dari apakah bentangan gugus yang dipotret dalam plat melebihi ukuran plat tersebut. Dari pemilihan di atas gugus Abell memiliki redshift terendah Sementara batas atas ditentukan oleh galaksi teredup yang dapat diamati yakni yang memiliki magnitudo 20, sehingga batas magnitudo ketiga yang dapat diamati adalah Gugus Abell terbatas hanya sampai redshift 0.2 saja, padahal terdapat banyak gugus yang ditemukan berada pada redshift yang lebih jauh lagi. Dari pengamatan beberapa gugus didapati bahwa redshift gugus memiliki hubungan dengan magnitudo semu anggota terterang kesepuluh dalam gugus artinya semakin besar redshift gugus maka semakin redup m 10 yang dimilikinya. Sampel pada tabel II.1 lengkap (complete) untuk langit belahan utara. Kelengkapan sampel didasarkan pada adanya sampel gugus dari kelas jarak 1 6 dan kelas richness 0 5. Densitas ruang dari gugus Abell untuk kelas richness lebih besar sama dengan 1 (R 1) adalah N cl ((R 1) = 10-5 h 3 Mpc -3. Dengan demikian jarak antar gugus dapat diestimasi dengan asumsi dalam volum ruang sebesar 1000 Mpc 3 5

3 terdapat 1 buah gugus, maka jarak rata-rata antar pusat gugus adalah sekitar ~ 50 h -1 Mpc. Tabel II.1 Kriteria pengelompokkan gugus (Abell, 1958) Richness Class (R) N (Jumlah Galaksi) Jumlah gugus untuk sampel lengkap ( 0 ) a ( 10 3 ) a sampel tidak lengkap untuk kelas Richness 0. Jarak ( D ) z est N cl (1 R) z est = perkiraan redshift rata-rata dari magnitudo semu galaksi terang kesepuluh N cl = jumlah gugus 6

4 Gambar II.1 : Gugus Abell 1689 dan 68. Sumber : Gambar II.1 adalah gambar contoh dua gugus Abell dengan kelas jarak sama yakni z = 0.22 dan kelas richness berbeda. Gambar kiri adalah gugus Abell 1689, R = 4 memiliki galaksi, kanan adalah Abell 68 R = 1, memiliki galaksi. Selain klasifikasi Abell, kedua gugus di atas juga terdaftar dalam katalog lainnya. Diantara katalog gugus lain adalah yang disusun oleh Zwicky yang dikenal dengan Catalogue of Galaxies and Clusters of Galaxies (CGCG) (Zwicky, ), kelemahan katalog ini adalah ukuran gugus bergantung pada jarak gugus tersebut. Hal ini muncul karena gugus didefinisikan dalam daerah dengan kerapatan dua kali kerapatan medan, artinya sebuah gugus yang mungkin memiliki anggota gugus yang sama banyak dengan gugus lain memiliki ukuran yang lebih besar atau kecil bergantung pada ukuran kontur daerah dua kali rapat medan. Klasifikasi lainnya yang memiliki kriteria yang lebih rinci adalah klasifikasi Bautz Morgan. Klasifikasi ini didasarkan pada bentangan gugus dan jenis galaksi apa yang mendominasi gugus tersebut (Bautz dan Morgan, 1970). Gugus tipe I Bautz- Morgan adalah gugus yang memiliki satu galaksi cd di bagian pusat. Tipe II memiliki galaksi pusat pertengahan antara bentuk cd dengan galaksi ellips raksasa, sementara pada tipe III gugus Bautz-Morgan tidak didapati galaksi yang dominan yang membentuk pusat gugus. Klasifikasi berikutnya adalah klasifikasi yang disusun Rood dan Sastry (RS) yang didasarkan pada distribusi dari sepuluh anggota terterang dalam gugus (Rood dan Sastry, 1971). Kelas (RS) dibedakan menjadi cd, binary (B), 7

5 Core (C), Line (L), Flat (F), dan Irregular (I)). Deskripsi untuk masing-masing kelasnya adalah sebagai berikut : Kelas cd : gugusnya didominasi galaksi cd di bagian pusatnya (contoh : A2199) Kelas B : bagian pusat didominasi oleh dua galaksi yang terang (contoh : A1656) Kelas L : sekurang-kurangnya tiga buah galaksi nampak dalam satu garis lurus (contoh : A426) Kelas C : nampak empat sampai sepuluh buah galaksi anggota yang paling terang membentuk pusat gugus (contoh : A2065) Kelas F : galaksi-galaksi terang membentuk distribusi yang rata (contoh: A2151) Kelas I : distribusi galaksi galaksi paling terang tidak teratur (contoh: A400). Sama seperti urutan dalam diagram garpu tala Hubble di mana terdapat urutan keteraturan dimana kelas cd B adalah kelas gugus dengan bentuk teratur (regular) menuju ke kelas yang agak teratur, kelas L C, sampai dengan kelas tidak teratur (irregular) yakni kelas F I. Klasifikasi selanjutnya adalah klasifikasi Morgan dan Oemler yang membagi gugus berdasarkan isi dari galaksi-galaksi yang ada di dalamnya. Kriterianya adalah seberapa besar fraksi dari anggota gugus yang berupa galaksi spiral (Sp), galaksi disk tanpa struktur spiral (S0) dan galaksi ellips (Es). Morgan membagi menjadi dua kelas yakni kelas i jika fraksi galaksi spiral dan tipe ii jika galaksi spiral sedikit (Morgan, 1966). Oemler membuat klasifikasi yang lebih halus yakni gugus kaya spiral (spiral rich) jika didominasi oleh galaksi spiral, kemudian gugus miskin spiral (poor-spiral cluster) jika didominasi oleh galaksi S0 dan yang terakhir adalah gugus cd yang memiliki galaksi cd di bagian pusat gugus dan didominasi oleh galaksi ellips (Oemler, 1974). Dua katalog yang terakhir memperhatikan tampakan fisis galaksi anggota gugus sebagai kriteria klasifikasi, berbeda dengan kriteria yang digunakan oleh Abell yang lebih didasarkan pada jumlah galaksi. Namun dalam banyak hal kriteria masingmasing katalog dapat dihubungsilangkan, misalnya sebuah gugus yang masuk dalam 8

6 kriteria kelas richness 6 dalam klasifikasi Abell biasanya masuk dalam kelas I klasifikasi Bautz-Morgan dan klasifikasi Rood-Sastry yang memiliki galaksi pembentuk pusat gugus. Biasanya gugus yang menempati indeks I pada katalog Bautz Morgan yang berarti memiliki galaksi cd memiliki richness yang tinggi dalam katalog Abell dengan bentuk yang nampak lebih simetrik. Tabel II.2 Klasifikasi gugus dan karakteristiknya (Bahcall, 1996) Properti Tipe regular / early type Intermediate Tipe Irregular/ late type Klasifikasi Zwicky Kompak Cukup kompak Terbuka Klasifiaksi Bautz- I, I II, II (II), II III (II III), III Morgan (BM) Klasifikasi Rood- Cd, B, (L, C) (L), (F), ( C) (F), I Sastry (RS) Simetrik Simetrik Intermediate Tidak beraturan Konsentrasi pusat Tinggi Sedang Rendah Galaksi penyusun Kaya ellips Miskin spiral Kaya spiral Fraksi Ellips 35% 20% 15% Fraksi S0 45% 50% 35% Fraksi spiral E : S0 : Sp 3:4:2 2:5:3 1:2:3 Emisi radio ~ 50% terdeteksi ~ 50% terdeteksi ~ 25% terdeteksi Luminositas Tinggi Sedang Rendah daerah X-ray Contoh A401, Coma A194 A1228, Virgo Gugus regular memiliki bentuk yang lebih simetrik dengan konsentrasi galaksi yang lebih tinggi di bagian inti gugus. Jarang atau tidak terdapat struktur sub gugus (subclustering) yang dideteksi dalam gugus ini. Hal ini menunjukkan bahwa gugus regular telah berevolusi lebih lanjut secara dinamik dibandingkan dengan 9

7 gugus yang iregular. Gugus iregular memiliki struktur yang lebih tidak simetrik di mana konsentrasi gugus di bagian pusat lebih rendah dibandingkan dengan gugus regular. Lebih sering ditemukannya subgugus dalam gugus ini menunjukkan bahwa sedang terjadi proses relaksasi dari bentuk dini gugus menuju bentuk yang lebih teratur. Nampaknya ada suatu korelasi antara keteraturan gugus dengan isi galaksi penyusunnya serta simetri bentuk. Walaupun demikian bukan berarti bahwa gugus dengan kelas richness lebih tinggi adalah gugus regular atau sebaliknya bahwa gugus dengan richness lebih rendah adalah gugus iregular. Gugus regular didapati lebih rapat sedangkan gugus iregular sebaliknya. Keteraturan atau tidak dari sebuah gugus hanya dapat dipastikan melalui pemeriksaan dinamika internal dalam gugus tersebut yang meliputi distribusi materi dalam gugus. Selain gugus galaksi juga terdapat asosiasi galaksi dengan konsentrasi yang lebih rendah. Asosiasi ini dikenal dengan grup galaksi. Perbedaan yang mencolok antara gugus dengan grup adalah pada jumlah galaksi dimana gugus memiliki anggota yang lebih banyak dibandingkan dengan grup. Gambar II.1 menunjukkan contoh gambar dari gugus galaksi dengan kelas richness yang sama namun berada pada dengan anggota yang jauh lebih sedikit dari kelas jarak yang berbeda. Gambar II.2 menunjukkan gambar grup dengan anggota yang lebih sedikit dari gugus galaksi pada gambar II.1. Perbedaan lain adalah evolusi terinci yang dialami oleh masingmasing galaksi anggota yang berada dalam lingkungan gugus yang lebih rapat daripada lingkungan grup. Hal ini terbukti salah satunya dengan hanya didapatinya galaksi cd dalam lingkungan gugus dengan kerapatan yang tinggi dan fraksi spiral yang rendah dalam gugus galaksi. Kesemuanya dapat menawarkan informasi tentang bagaimana galaksi berevolusi dalam lingkungan yang membatasinya. Tabel II.3 Properti Gugus galaksi dan Grup (Bahcall, 1996) Properti Gugus Galaksi Grup/Poor Cluster Richness galaksi 3 30 galaksi Radius (1 2)h -1 Mpc ( 0.1 1)h -1 Mpc 10

8 Dispersi Kecepatan km s km s -1 Radial Massa ( M(r 1.5 h -1 ( 1x x10 15 ) h -1 M ( ) h -1 M Mpc)) Luminositas (daerah (6 x x10 12 ) h -2 L ( ) h -2 L biru) < M / L B > ~ 300 h M /L ~ 200 h M /L Temperatur X-ray 2 14 kev 2keV Luminositas X-ray ( ) h -2 L h -2 L Densitas Gugus ( ) h 3 Mpc 3 ( ) h 3 Mpc 3 Gambar II.2 Contoh grup galaksi Hickson 44 dengan beberapa anggota galaksi. Sumber : Dispersi kecepatan yang tinggi dalam gugus memberikan informasi bahwa gugus menyimpan lebih banyak massa dibandingkan grup, hal ini juga dikonfirmasi oleh data temperatur sinar - X dalam gugus yang lebih tinggi, serta luminositas gugus yang lebih besar dibandingkan dengan grup. Secara fisis gugus memiliki ukuran yang sepuluh kali lipat lebih besar, antara 1 sampai beberapa Mpc, dibandingkan dengan grup, sehingga dengan jumlah anggota yang lebih banyak dibandingkan dengan grup,kerapatan serta kandungan massa lebih banyak dibandingkan dengan grup. Seperti yang dikemukakan tadi bahwa lingkungan yang berbeda sedikit banyak menentukan bagaimana evolusi dari galaksi yang berada dalam lingkungan tersebut. Lingkungan gugus memiliki keragaman yang lebih banyak dibandingkan dengan grup, salah satu 11

9 bukti dari keragaman ini adalah adanya galaksi tipe cd dalam gugus yang kaya sementara di lingkungan grup dipastikan tidak terdapat galaksi cd. Dalam gugus juga terdapat berbagai macam tipe morfologi galaksi mulai dari ellips, lentikular sampai iregular dengan fraksi tertentu demikian pula grup. Keragaman serta berbagai macam karakter lingkungan ini dapat dijadikan batasan untuk memodelkan evolusi galaksi dalam gugus ataupun evolusi gugus itu sendiri. Studi grup memberikan hasil yang diharapkan melengkapi informasi tentang evolusi dengan lebih lengkap. II.1.1 Galaksi Galaksi merupakan salah satu elemen penyusun gugus yang penting. Galaksi merupakan konstituen gugus yang diamati pada panjang gelombang optik, sinar X serta radio dan dapat menjadi petunjuk bagi studi gugus. Morfologi gugus dibagi menjadi beberapa jenis tergantung pada struktur dari galaksi tersebut. Salah satu klasifikasi yang terus dijadikan dasar adalah klasifikasi yang dilakukan oleh Hubble. Diagram Hubble mengklasifikasikan galaksi menjadi 2 macam kelas yakni, galaksi ellips dan spiral. Galaksi ellips terletak di ujung paling kiri dari diagram dengan pertambahan elliptisitas dari kiri menuju kanan, kemudian sampai pada galaksi lentikular (lens-like) diagram ini mulai bercabang 2 menjadi galaksi spiral normal dan galaksi spiral berpalang (barred-spiral galaxy). Masing-masing tipe galaksi diklasifisikasikan lagi menjadi subtipe galaksi yang lebih halus transisinya dari satu galaksi ke galaksi berikutnya. Misalnya, untuk galaksi tipe Ellips dibagi menjadi subtipe berdasarkan elliptisitas dari galaksi tersebut dengan aturan angka yang diperoleh dari hasil 10 x (a b)/a diletakkan setelah huruf E. Notasi a adalah setengah sumbu mayor dan b adalah setengah sumbu minor. Galaksi yang berbentuk bulat memiliki indeks E0, sedangkan galaksi dengan elliptisitas paling tinggi mempunyai indeks E7 dengan perbandingan b/a = 0,3. Galaksi lentikular tidak masuk dalam kelas yang sama dengan galaksi ellips karena bentuknya yang pipih dan memiliki fitur piringan. Statistik studi galaksi menunjukkan bahwa tidak terdapat ellips dengan 12

10 rasio b/a yang lebih kecil daripada 0,3, dengan kata lain indeks terbesar dari galaksi ellips yang menunjukkan rasio ini adalah E7. Gambar II.3 Diagram klasifikasi Hubble. Sumber : Gambar II.3 menggambarkan diagram klasifikasi Hubble dengan galaksi yang terletak di sebelah kiri adalah galaksi tipe awal (early type) sementara semakin ke kanan tipe galaksinya adalah tipe akhir (late type). Galaksi spiral normal diberi indeks S dengan subtipe galaksi Sa, Sb, dan Sc. Pembagian menjadi subtipe galaksi ini didasarkan pada terbuka atau tertutupnya lengan spiral galaksi, apakah bintangbintang yang terletak di lengan spiral dapat terpisahkan dengan baik, perbandingan ukuran antara komponen piringan dengan komponen bulge-nya, serta luminositas dari galaksi. Berturut-turut dari subtipe Sa menuju Sc, subtipe Sa memiliki lengan spiral yang rapat, halus tidak terpisahkan menjadi bintang-bintang penyusun, dengan komponen bulge yang lebih dominan daripada komponen piringan. Subtipe Sb memiliki lengan spiral yang lebih terbuka daripada subtipe Sa, bintang penyusun lengan spiral yang dapat terpisahkan, serta memiliki komponen bulge yang lebih kecil dibandingkan dengan subtipe Sa. Subtipe Sc memiliki lengan spiral yang terbuka, menampakkan daerah gugus bintang terbuka serta daerah HII, dengan komponen bulge yang kecil. 13

11 Tipe galaksi spiral berpalang (selanjutnya dinotasikan dengan SB) juga memiliki subtipe yakni SBa, SBb, dan SBc dengan bentuk morfologi yang berbeda dengan galaksi spiral tanpa palang. Pembagian sub kelas juga didasarkan atas kriteria yang sama dengan galaksi spiral, dimana semakin ke kanan, menuju tipe SBc warna galaksi semakin biru, bukaan lengan makin lebar, serta bintang penyusunnya dapat teresolusi dengan baik. Kriteria klasifikasi dari subtipe dari SB tidak jauh berbeda dengan galaksi spiral normal (SA). Klasifikasi yang diusulkan oleh Hubble masih dipakai sampai sekarang karena memakai kriteria morfologi dasar tanpa memperhatikan rincian bentuk galaksi yang lebih rumit. Walaupun demikian seiring dengan berkembangnya pengamatan astronomi galaksi, diagram klasifikasi Hubble mengalami modifikasi dimana tipe galaksi cd yang banyak terdapat di dalam gugus galaksi dengan densitas tinggi dimasukkan dalam klasifikasi. Diagram yang telah dimodofikasi ini ditunjukkan oleh gambar II.4. Galaksi katai seperti katai ellips, katai lentikular, katai irregular yang memiliki ukuran, massa serta luminositas yang lebih kecil dibandingkan dengan galaksi dengan morfologi sama dengan ukuran normal juga dimasukkan. Gambar II.4 Klasifikasi Hubble yang sudah dimodifikasi- Sparke & Gallagher,

12 Letak galaksi dalam klasifikasi Hubble nampaknya memiliki korelasi dengan kecenderungan properti galaksi tersebut seperti warna galaksi, kandungan bintang, spektrum, kandungan gas HI, dan banyaknya daerah HI. Karakter galaksi seperti warna galaksi serta banyak sedikitnya daerah HII dikaitkan dengan laju pembentukan bintang yang terjadi dalam galaksi tersebut pada masa lalu. Galaksi dengan tipe early atau awal, seperti ellips dan lentikular, memiliki warna yang lebih merah, miskin gas hidrogen netral, serta sedikit daerah HII yang aktif. Galaksi dengan tipe late atau akhir, seperti spiral dan galaksi iregular, memiliki warna yang lebih biru, kandungan gas hidrogen netral yang banyak serta terdapat daerah HII yang aktif. Hal ini menunjukkan bahwa proses pembentukan bintang masih terus berlangsung dan akan berlangsung pada galaksi dengan tipe akhir, sementara hal sebaliknya terjadi pada galaksi dengan tipe awal seperti ellips dan lentikular dimana nampaknya proses pembentukan bintang baru tidak terjadi sesering galaksi tipe akhir. Korelasi properti dengan morfologi macam ini dapat dimanfaatkan untuk mencari cara lain untuk mengidentifikasi morfologi galaksi jika pada kondisi pengamatan tertentu gambar morfologi tidak didapatkan. Gambar II.5 Relasi antara warna dengan tipe morfologi galaksi. Longair,

13 Gambar II.6 Relasi antara ukuran galaksi serta luminositas dengan tipe galaksi Longair, Sumbu horisontal dari gambar II.6 adalah urutan bentuk galaksi, sama dengan sumbu horisontal gambar II.5 di atas, titik paling kiri mewakili galaksi ellips (E), lentikular (S0), S0a, spiral (Sa), kemudian Sab, Sb, Sbc, Sc, Scd, Sd, Sm, dan yang terakhir adalah Im. Sumbu vertikalnya untuk gambar atas yang terletak di atas adalah log dari radius galaksi, sedangkan pada gambar bawah adalah log dari luminositas galaksi. Simbol lingkaran hitam melambangkan nilai median, sedangkan simbol lingkaran putih adalah nilai rata-rata. 16

14 Gambar II.7 Perbedaan spektrum galaksi ellips pada kolom kiri dengan spiral pada kolom kanan. Gambar II.5 menunjukkan adanya korelasi antara warna dengan tipe morfologi galaksi, dimana galaksi tipe awal memiliki warna yang lebih merah dengan indeks (B-V) yang lebih besar daripada galaksi tipe akhir. Gambar II.6 menunjukkan bahwa nampaknya ada kecenderungan galaksi dengan tipe awal seperti ellips dan lentikular memiliki batas ukuran radius yang lebih besar jika dibandingkan dengan galaksi dengan tipe akhir seperti spiral. Juga ada kecenderungan bahwa galaksi dengan tipe awal memiliki luminositas yang lebih besar dibandingkan dengan galaksi tipe akhir. Gambar II.7 menunjukkan perbedaan spektrum yang dimiliki oleh galaksi tipe awal dengan tipe akhir. Spektrum galaksi ellips (kiri) menunjukkan penurunan intensitas pada panjang gelombang pendek, sementara spektrum galaksi spiral (kanan) tidak demikian. Kemungkinan besar terdapat hubungan antara bentuk galaksi dengan bintang penyusun galaksi tersebut. Galaksi tipe awal disusun oleh bintangbintang tua yang berwarna lebih merah sedangkan galaksi dengan tipe akhir disusun oleh bintang-bintang muda yang berwarna lebih biru. 17

15 II.1.2 Gas dalam Gugus Selain galaksi, elemen lain dalam sebuah gugus adalah gas. Gas dalam gugus dipelajari melalui pengamatan pada panjang gelombang sinar-x, berbeda dengan galaksi yang dapat dipelajari pada daerah optik. Gambar sinar-x dapat memberikan informasi proses hidrodinamika apa yang terjadi dalam gugus tersebut. Dua gambar di bawah diambil pada panjang gelombang sinar-x, gambar pertama adalah gambar dari gugus RBS797 yang diambil oleh CHANDRA, sedangkan gambar sebelah kanan adalah gugus CL yang diambil oleh XMM. Gugus RBS797 menunjukkan pola distribusi surface brightness yang regular dan simetris, sementara distribusi surface brightness CL menunjukkan terjadinya proses merger dua buah substruktur dalam gugus yang akan membentuk pusat dari gugus tersebut. Gambar II.8 Gambar sinar-x gugus RBS797 dari ROSAT, dan CL (XMM) Struktur gugus yang dipelajari dalam daerah sinar-x memberikan petunjuk apakah gugus tersebut secara dinamika masih muda atau sebaliknya. Gugus yang secara dinamik masih muda sebagian besar memiliki kecerlangan dalam sinar-x yang rendah, kerapatan pusat yang rendah, terdapat substruktur dalam gugus, memiliki dispersi kecepatan yang rendah dan fraksi galaksi tipe akhir yang lebih besar. 18

16 Sedangkan gugus yang secara dinamika telah lanjut memiliki karakteristik cemerlang di daerah sinar-x, dispersi kecepatan yang tinggi, bentuk gugus yang simetris, fraksi galaksi elliptikal yang lebih besar, serta kerapatan pusat gugus yang tinggi. Beberapa contoh gugus yang muda secara dinamik adalah gugus galaksi Virgo dan Hercules. Gugus yang secara dinamik telah lanjut adalah gugus Coma. II.2 Dinamika Gugus Galaksi Gaya fundamental yang bekerja dalam skala gugus adalah gaya gravitasi. Asumsi umum yang diterapkan dalam gugus adalah ia menyerupai bola gas isotermal. Jika energi termal berkaitan dengan energi kinetik gugus lewat hubungan 3 1 kt v, (II.1) dimana T adalah temperatur, k adalah kostanta Boltzmann, <v 2 > adalah rata-rata dari kuadrat kecepatan partikel dan μ adalah berat molekul rata-rata dari partikel, maka kecepatan galaksi dengan massa yang sama akan bernilai sama pula. Nilai dispersi kecepatan adalah sama untuk semua tempat dalam gugus. Asumsi berikutnya adalah sistem galaksi dalam gugus tersebut adalah sistem collisionless di mana perubahan gerak galaksi dalam gugus tersebut lebih dominan diatur oleh potensial rata-rata dari gugus, bukan potensial galaksi secara individu sehingga gaya yang bekerja bersifat weak yang disebabkan oleh distant encounter. Untuk sistem seperti ini skala waktu relaksasi menjadi ukuran apakah sistem tersebut adalah sistem yang muda atau tua secara dinamika. Sebagian besar gugus yang diamati berada dalam keadaan yang muda secara dinamika ditunjukkan oleh adanya substruktur dan bentuk gugus yang tidak teratur. Jika skala waktu relaksasi lebih pendek daripada umur sistem gugus maka dapat dikatakan gugus tersebut telah tervirialisasi. Virialisasi merupakan proses dimana gugus tersebut berusaha menyeimbangkan energi potensial dengan energi kinetiknya melalui hubungan 19

17 E p 2E 0, (II.2) k Waktu relaksasi yang dibutuhkan untuk sebuah gugus dapat didekati melalui persamaan trelaksasi ncross tcross, (II.3) t cross R, (II.4) v n cross N ln 8, (II.5) dengan n cross adalah jumlah berapa kali putaran sebuah galaksi mengelilingi sistem gugus tersebut, t cross adalah waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan satu putaran itu, R adalah jari-jari sistem, v adalah kecepatan galaksi, N adalah jumlah galaksi dan ln Λ adalah log natural dari perbandingan radius sistem, dalam hal ini gugus, dengan b, parameter tumbukan (Binney dan Tremaine, 1987). Untuk sebuah gugus galaksi dengan jumlah galaksi ~ 1000 galaksi akan memiliki waktu t cross selama 10 9 tahun. Dalam suatu gugus kemungkian terjadinya interaksi antara dua galaksi adalah lebih mungkin dibandingkan peristiwa tumbukan antar bintang (Binney dan Tremaine, 1987). II.3 Gugus Abell 2219 Gugus Abell 2219 merupakan obyek yang dijadikan studi kasus tugas akhir ini. Dalam klasifikasi Abell, ia masuk dalam kelas Richness = 3 ( galaksi anggota dalam R A = 1.5 h -1 Mpc ) dan masuk kelas jarak 6, dengan redshift z = Koordinat pusat gugus terletak pada daerah RA (J2000) = 16 h 40 m s, DEC (J2000) = berdekatan dengan koordinat galaksi cd RA (J2000) = 16 h 40 m s dan DEC (J2000) = , Boschin et. al (2004). Abell 2219 merupakan gugus pemancar sinar-x dan juga gugus pelensa gravitasi. Abell

18 109 memiliki dispersi kecepatan sebesar v 1438 km / s, (Boschin, 2004), yang dapat menunjukkan besarnya massa yang dikandung. Massa gugus Abell 2219, M ~ h M berkaitan dengan temperatur sinar-x ~ 10.3 kev. 86 Abell 2219 dipilih karena ketersediaan data spektroskopi maupun fotometri. Data fotometri untuk gugus ini diambil dari Sloan Digital Sky Survey (SDSS) melalui antar muka navigate ( dengan memasukkan koordinat galaksi yang dituju. Koordinat galaksi anggota diperoleh dari Boschin et. al. (2004). Pita fotometri SDSS u,g,r,i,z dengan u = 3551Å, g = 4686Å, r = 6165Å, i = 7481Å, z = 8931Å. Data fotometri kemudian diolah untuk mendapatkan warna galaksi serta magnitudo mutlak. Sumber data spektroskopi untuk Abell 2219 diperoleh dari Boschin et. al. (2004) dengan jumlah galaksi sebanyak 132 galaksi yang menjadi 113 setelah dikoreksi terhadap galaksi latar depan dan latar belakang. Data spektroskopi kemudian dikoreksi terhadap gerak Tata Surya mengelilingi Galaksi Bima Sakti dan digunakan untuk menentukan jarak gugus tersebut. 21

19 M( ) Gambar II.9 Gugus Galaksi Abell 2219 Boschin, Gambar II.9 adalah gambar gugus Abell 2219 dari Boschin, 2004 dengan jumlah galaksi sebanyak 132 galaksi. Galaksi cd bernomor 65 berada pada pusat gugus dalam gambar berukuran 36 menit busur persegi ini. Hal lain yang menarik adalah diagram magnitudo-warna dari galaksi-galaksi gugus Abell 2219 untuk beberapa daerah panjang gelombang. Diagram Magnitudo - Warna E,S0 Sa,Sb,Sc,Irr (u-g) (a) 22

20 M( ) M( ) Diagram Magnitudo - Warna E,S0 Sa,Sb,Sc,Irr (g-r) (b) Diagram Magnitudo - Warna E,S0 Sa,Sb,Sc,Irr (r-i) (c) Gambar II.10 (a),(b), dan (c) Tiga buah diagram magnitudo warna untuk galaksi galaksi di gugus Abell Diagram magnitudo warna dibuat pada 3 macam daerah dengan panjang gelombang yang berbeda yaitu dengan daerah panjang gelombang yang berbeda yakni, λ = Å dengan warna (u-g), kemudian λ = Å dengan warna (g-r) dan yang terakhir adalah λ = Å dengan warna (r i). Ketiga diagram memiliki skala sumbu yang sama. Galaksi yang ditunjukkan dengan simbol persegi warna merah adalah galaksi tipe akhir yaitu Sa, Sb, Sc yang memiliki warna (u r) < 2.5, sedangkan galaksi dengan simbol titik warna biru adalah galaksi tipe awal seperti E dan S0 yang memiliki warna (u-r) > 2.5. Terlihat bahwa galaksi tipe akhir pada semua diagram 23

21 magnitudo-warna ini memiliki kecerlangan atau luminositas yang lebih kecil dibandingkan galaksi tipe awal. Galaksi tipe awal tersebar di hampir semua tingkat luminositas dari yang paling redup sampai yang paling terang. Gugus Abell 2219 memiliki sebuah galaksi cd yang masuk dalam galaksi tipe awal dan memiliki kecerlangan di atas galaksi rata-rata secara umum. Keberadaan galaksi cd diwakili oleh sebuah titik yang konsisten memiliki magnitudo mutlak paling kecil di semua diagram magnitudo warna. Terlihat pergeseran warna dari galaksi-galaksi anggota gugus untuk warna yang lebih merah. Pada diagram II.10(a) nampak kedua tipe galaksi terpisahkan dengan baik dimana galaksi tipe akhir menempati daerah kiri yang menunjukkan warna biru sedangkan galaksi tipe akhir menempati daerah kanan untuk warna yang lebih merah. Pada diagram II.10(b) nampak bahwa galaksi tipe akhir mulai bercampur dengan galaksi tipe awal, dan akhirnya pada diagram II.10(c) nampak bahwa kedua tipe galaksi telah tercampur pada daerah warna merah. Hal yang yang bisa disimpulkan adalah pada warna biru galaksi tipe awal dan tipe akhir masih dapat terpisahkan dengan baik di mana galaksi tipe akhir memang luminus secara intrinsik pada daerah biru. Sementara galaksi tipe awal tidak demikian di mana ia secara konsisten cemerlang di daerah merah. Dispersi dari sumbu warna terlihat pada diagram II.10(a) dan berangsur-angsur menyempit pada diagram II.10(b) dan II.10(c). Hal ini menunjukkan bahwa galaksi tipe awal memang tidak cemerlang pada warna biru sedangkan galaksi tipe akhir sebaliknya. Semakin bergerak ke daerah yang lebih merah dapat disimpulkan bahwa galaksi galaksi tipe awal berwarna merah secara intrinsik. 24

Bab IV DISTRIBUSI LUMINOSITAS GALAKSI TARGET, KERAPATAN LUMINOSITAS SERTA KAITANNYA DENGAN MORFOLOGI GALAKSI KAWAN

Bab IV DISTRIBUSI LUMINOSITAS GALAKSI TARGET, KERAPATAN LUMINOSITAS SERTA KAITANNYA DENGAN MORFOLOGI GALAKSI KAWAN Bab IV DISTRIBUSI LUMINOSITAS GALAKSI TARGET, KERAPATAN LUMINOSITAS SERTA KAITANNYA DENGAN MORFOLOGI GALAKSI KAWAN Studi lebih lanjut dilakukan untuk memeriksa korelasi antara morfologi sebuah galaksi

Lebih terperinci

Bab III MORFOLOGI-DENSITAS DAN MORFOLOGI RADIUS GUGUS GALAKSI ABELL 2219

Bab III MORFOLOGI-DENSITAS DAN MORFOLOGI RADIUS GUGUS GALAKSI ABELL 2219 Bab III MORFOLOGI-DENSITAS DAN MORFOLOGI RADIUS GUGUS GALAKSI ABELL 2219 Hubungan morfologi galaksi dengan radius serta kerapatan diungkapkan oleh Dressler dari hasil survei terhadap tujuh buah gugus galaksi

Lebih terperinci

STUDI HUBUNGAN MORFOLOGI-RADIUS DAN MORFOLOGI-DENSITAS GUGUS GALAKSI ABELL 2219 PADA DAERAH OPTIK

STUDI HUBUNGAN MORFOLOGI-RADIUS DAN MORFOLOGI-DENSITAS GUGUS GALAKSI ABELL 2219 PADA DAERAH OPTIK STUDI HUBUNGAN MORFOLOGI-RADIUS DAN MORFOLOGI-DENSITAS GUGUS GALAKSI ABELL 2219 PADA DAERAH OPTIK TUGAS AKHIR Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Institut Teknologi

Lebih terperinci

STAR FORMATION RATE (SFR) PADA GALAKSI YANG BERINTERAKSI

STAR FORMATION RATE (SFR) PADA GALAKSI YANG BERINTERAKSI Bab IV STAR FORMATION RATE (SFR) PADA GALAKSI YANG BERINTERAKSI IV.1 Star Formation Rate (SFR) di Galaksi Star formation adalah suatu peristiwa pembentukan bintang yang terjadi di suatu daerah. Sebagai

Lebih terperinci

Populasi Bintang. Ferry M. Simatupang

Populasi Bintang. Ferry M. Simatupang Ferry's Astronomy Page Populasi Bintang Ferry M. Simatupang Populasi bintang adalah kelompok bintang-bintang dalam skala galaktik, yang memiliki kesamaan usia, lokasi, kinematik, dan komposisi kimia (terutama

Lebih terperinci

Ide Dasar: Matahari dan bintang-bintang menggunakan reaksi nuklir fusi untuk mengubah materi menjadi energi. Bintang padam Ketika bahan bakar

Ide Dasar: Matahari dan bintang-bintang menggunakan reaksi nuklir fusi untuk mengubah materi menjadi energi. Bintang padam Ketika bahan bakar PERTEMUAN KE 2 Ide Dasar: Matahari dan bintang-bintang menggunakan reaksi nuklir fusi untuk mengubah materi menjadi energi. Bintang padam Ketika bahan bakar nuklirnya habis. SIFAT BINTANG Astronomi Ilmu

Lebih terperinci

Oleh : Chatief Kunjaya. KK Astronomi, ITB

Oleh : Chatief Kunjaya. KK Astronomi, ITB Oleh : Chatief Kunjaya KK Astronomi, ITB Kompetensi Dasar XI.3.10 Menganalisis gejala dan ciri-ciri gelombang secara umum XII.3.1 Menerapkan konsep dan prinsip gelombang bunyi dan cahaya dalam teknologi

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS Dapatkan soal-soal lainnya di http://forum.pelatihan-osn.com KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS Tes Seleksi Olimpiade Astronomi

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN SOAL OLIMPIADE SAINS NASIONAL ASTRONOMI Ronde : Analisis Data Waktu : 240 menit KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS

Lebih terperinci

indahbersamakimia.blogspot.com Soal Olimpiade Astronomi Tingkat Provinsi 2011, Waktu : 150 menit

indahbersamakimia.blogspot.com Soal Olimpiade Astronomi Tingkat Provinsi 2011, Waktu : 150 menit Soal Olimpiade Astronomi Tingkat Provinsi 2011, Waktu : 150 menit Pilihan Berganda, 20 Soal 1. Jika jarak rata-rata planet Mars adalah 1,52 SA dari Matahari, maka periode orbit planet Mars mengelilingi

Lebih terperinci

SIFAT BINTANG. Astronomi. Ilmu paling tua. Zodiac of Denderah

SIFAT BINTANG. Astronomi. Ilmu paling tua. Zodiac of Denderah PERTEMUAN KE 2 Ide Dasar: Matahari dan bintang-bintang menggunakan reaksi nuklir fusi untuk mengubah materi menjadi energi. Bintang padam Ketika bahan bakar nuklirnya habis. SIFAT BINTANG Astronomi Ilmu

Lebih terperinci

Riwayat Bintang. Alexandre Costa, Beatriz García, Ricardo Moreno, Rosa M Ros

Riwayat Bintang. Alexandre Costa, Beatriz García, Ricardo Moreno, Rosa M Ros Riwayat Bintang Alexandre Costa, Beatriz García, Ricardo Moreno, Rosa M Ros International Astronomical Union - Comm. 46 Escola Secundária de Loulé, Portugal Universidad Tecnológica Nacional, Argentina

Lebih terperinci

SOAL SELEKSI PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL BIDANG ASTRONOMI

SOAL SELEKSI PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL BIDANG ASTRONOMI SOAL SELEKSI PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL BIDANG ASTRONOMI Waktu Jumlah Soal : 150 menit : 30 Soal 1. Bintang A memiliki tingkat kecemerlangan tiga kali lebih besar dibandingkan dengan Bintang B. Bintang

Lebih terperinci

PEKERJAAN RUMAH SAS PERTEMUAN-1 DAN PERTEMUAN-2 A.Pilihan Ganda

PEKERJAAN RUMAH SAS PERTEMUAN-1 DAN PERTEMUAN-2 A.Pilihan Ganda PEKERJAAN RUMAH SAS PERTEMUAN-1 DAN PERTEMUAN-2 A.Pilihan Ganda 1. Tinggi bintang dari bidang ekuator disebut a. altitude b. latitude c. longitude d. deklinasi e. azimut 2. Titik pertama Aries, didefinisikan

Lebih terperinci

SOAL UJIAN SELEKSI CALON PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2016 TINGKAT PROVINSI

SOAL UJIAN SELEKSI CALON PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2016 TINGKAT PROVINSI HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG SOAL UJIAN SELEKSI CALON PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2016 TINGKAT PROVINSI BIDANG ASTRONOMI Waktu : 180 Menit KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

SOAL SELEKSI OLIMPIADE SAINS TINGKAT KABUPATEN/KOTA 2014 CALON TIM OLIMPIADE ASTRONOMI INDONESIA 2015

SOAL SELEKSI OLIMPIADE SAINS TINGKAT KABUPATEN/KOTA 2014 CALON TIM OLIMPIADE ASTRONOMI INDONESIA 2015 HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG SOAL SELEKSI OLIMPIADE SAINS TINGKAT KABUPATEN/KOTA 2014 CALON TIM OLIMPIADE ASTRONOMI INDONESIA 2015 Bidang Astronomi Waktu : 150 menit KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

Lebih terperinci

Bintang Ganda DND-2006

Bintang Ganda DND-2006 Bintang Ganda Bintang ganda (double stars) adalah dua buah bintang yang terikat satu sama lain oleh gaya tarik gravitasi antar kedua bintang tersebut. Apabila sistem bintang ini lebih dari dua, maka disebut

Lebih terperinci

θ = 1.22 λ D...1 point θ = 2R d...2 point θ Bulan θ mata = 33.7 θ Jupiter = 1.7

θ = 1.22 λ D...1 point θ = 2R d...2 point θ Bulan θ mata = 33.7 θ Jupiter = 1.7 Soal & Kunci Jawaban 1. [HLM] Diketahui diameter pupil mata adalah 5 mm. Dengan menggunakan kriteria Rayleigh, (a) hitunglah limit resolusi sudut mata manusia pada panjang gelombang 550 nm, (b) hitunglah

Lebih terperinci

Bab II Dasar Teori Evolusi Bintang

Bab II Dasar Teori Evolusi Bintang 5 Bab II Dasar Teori Evolusi Bintang II.1 Mengenal Diagram Hertzprung-Russel (HR) Ejnar Hertzprung pada tahun 1911 mem-plot sebuah diagram yang menghubungkan antara magnitudo relatif bintang-bintang dalam

Lebih terperinci

JAWABAN DAN PEMBAHASAN

JAWABAN DAN PEMBAHASAN JAWABAN DAN PEMBAHASAN 1. Dalam perjalanan menuju Bulan seorang astronot mengamati diameter Bulan yang besarnya 3.500 kilometer dalam cakupan sudut 6 0. Berapakah jarak Bulan saat itu? A. 23.392 km B.

Lebih terperinci

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DITJEN MANAJEMEN PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DITJEN MANAJEMEN PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DITJEN MANAJEMEN PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA Olimpiade Sains Nasional Bidang Astronomi 2012 ESSAY Solusi Teori 1) [IR] Tekanan (P) untuk atmosfer planet

Lebih terperinci

HUBUNGAN GAMMA-RAY BURST DAN SUPERNOVA

HUBUNGAN GAMMA-RAY BURST DAN SUPERNOVA Bab III HUBUNGAN GAMMA-RAY BURST DAN SUPERNOVA Pengamatan menunjukkan bahwa beberapa Gamma-Ray Burst terjadi bersamaan dengan supernova keruntuhan-pusat khususnya supernova tipe Ib/c. Mengingat energi

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN SOAL OLIMPIADE SAINS NASIONAL ASTRONOMI Ronde : Teori Waktu : 240 menit KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS TAHUN 2014

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN Hak Cipta Dilindungi Undang-undang SOAL OLIMPIADE SAINS NASIONAL TAHUN 2015 ASTRONOMI RONDE ANALISIS DATA Waktu: 240 menit KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH

Lebih terperinci

sangat pesat adalah kosmologi, yaitu studi tentang asal-mula, isi, bentuk, dan

sangat pesat adalah kosmologi, yaitu studi tentang asal-mula, isi, bentuk, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu bidang kajian fisika yang paling menarik dan berkembang sangat pesat adalah kosmologi, yaitu studi tentang asal-mula, isi, bentuk, dan evolusi alam semesta.

Lebih terperinci

PROGRAM PERSIAPAN OLIMPIADE SAINS BIDANG ASTRONOMI 2014 SMA 2 CIBINONG TES 20 MEI 2014

PROGRAM PERSIAPAN OLIMPIADE SAINS BIDANG ASTRONOMI 2014 SMA 2 CIBINONG TES 20 MEI 2014 PROGRAM PERSIAPAN OLIMPIADE SAINS BIDANG ASTRONOMI 2014 SMA 2 CIBINONG TES 20 MEI 2014 NAMA PROVINSI TANGGAL LAHIR ASAL SEKOLAH KABUPATEN/ KOTA TANDA TANGAN 1. Dilihat dari Bumi, bintang-bintang tampak

Lebih terperinci

PENGENALAN ASTROFISIKA

PENGENALAN ASTROFISIKA PENGENALAN ASTROFISIKA Hukum Pancaran Untuk memahami sifat pancaran suatu benda kita hipotesakan suatu pemancar sempurna yang disebut benda hitam (black body) Pada keadaan kesetimbangan termal, temperatur

Lebih terperinci

GALAKSI DAN INDIKATOR-INDIKATOR TERJADINYA INTERAKSI GALAKSI

GALAKSI DAN INDIKATOR-INDIKATOR TERJADINYA INTERAKSI GALAKSI Bab II GALAKSI DAN INDIKATOR-INDIKATOR TERJADINYA INTERAKSI GALAKSI II.1 Pendahuluan Galaksi Langit malam yang penuh bintang merupakan sebuah pemandangan indah nan menakjubkan. Begitu banyaknya bintang

Lebih terperinci

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DITJEN MANAJEMEN PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA Tes Seleksi Olimpiade Astronomi Tingkat Provinsi 2012 Waktu 180 menit Nama Provinsi Tanggal Lahir.........

Lebih terperinci

Sistem Magnitudo Terang suatu bintang dalam astronomi dinyatakan dalam satuan magnitudo Hipparchus (abad ke-2 SM) membagi terang bintang

Sistem Magnitudo Terang suatu bintang dalam astronomi dinyatakan dalam satuan magnitudo Hipparchus (abad ke-2 SM) membagi terang bintang Fotometri Bintang Sistem Magnitudo Terang suatu bintang dalam astronomi dinyatakan dalam satuan magnitudo Hipparchus (abad ke-2 SM) membagi terang bintang dalam 6 kelompok, Bintang paling terang tergolong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Kumpulan Rasi Bintang (Sumber:

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Kumpulan Rasi Bintang (Sumber: BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sejak masa lampau bintang-bintang telah menjadi bagian dari kebudayaan manusia. Banyak kebudayaan masa lampau yang menjadikan bintang-bintang sebagai patokan dalam kegiatan

Lebih terperinci

Galaksi. Ferry M. Simatupang

Galaksi. Ferry M. Simatupang Ferry's Astronomy Page Galaksi Ferry M. Simatupang Galaksi adalah suatu sistem bintang-bintang, gas dan debu yang amat luas, dimana anggotanya saling mempengaruhi secara gravitasional. Matahari kita (bersama-sama

Lebih terperinci

SELEKSI TINGKAT PROVINSI CALON PESERTA INTERNATIONAL ASTRONOMY OLYMPIAD (IAO) TAHUN 2009

SELEKSI TINGKAT PROVINSI CALON PESERTA INTERNATIONAL ASTRONOMY OLYMPIAD (IAO) TAHUN 2009 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIRJEN MANAJEMEN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS SELEKSI TINGKAT PROVINSI CALON PESERTA INTERNATIONAL ASTRONOMY OLYMPIAD (IAO) TAHUN

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK GAMMA-RAY BURST

KARAKTERISTIK GAMMA-RAY BURST Bab II KARAKTERISTIK GAMMA-RAY BURST Gamma-Ray Burst (GRB) merupakan fenomena semburan sinar-gamma yang berlangsung secara singkat dan intensif. Energi yang terlibat dalam semburan ini mencapai 10 54 erg

Lebih terperinci

SOAL SELEKSI OLIMPIADE SAINS TINGKAT KABUPATEN/KOTA 2014 CALON TIM OLIMPIADE ASTRONOMI INDONESIA 2015

SOAL SELEKSI OLIMPIADE SAINS TINGKAT KABUPATEN/KOTA 2014 CALON TIM OLIMPIADE ASTRONOMI INDONESIA 2015 HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG SOAL SELEKSI OLIMPIADE SAINS TINGKAT KABUPATEN/KOTA 2014 CALON TIM OLIMPIADE ASTRONOMI INDONESIA 2015 Bidang Astronomi Waktu : 150 menit KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

Lebih terperinci

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL Dapatkan soal-soal lainnya di http://forum.pelatihan-osn.com DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDRAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA Soal Test Olimpiade Sains Nasional

Lebih terperinci

Cahaya sebagai bentuk informasi dari langit Teleskop sebagai kolektor cahaya

Cahaya sebagai bentuk informasi dari langit Teleskop sebagai kolektor cahaya CAHAYA & TELESKOP Cahaya sebagai bentuk informasi dari langit Teleskop sebagai kolektor cahaya Kompetensi Dasar: Memahami konsep cahaya sebagai bentuk informasi dari langit dan mengembangkan kemampuan

Lebih terperinci

Bab III INTERAKSI GALAKSI

Bab III INTERAKSI GALAKSI Bab III INTERAKSI GALAKSI III.1 Proses Dinamik Selama Interaksi Interaksi merupakan sebuah proses saling mempengaruhi yang terjadi antara dua atau lebih obyek. Obyek-obyek yang saling berinteraksi dapat

Lebih terperinci

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDRAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH UMUM

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDRAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH UMUM DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDRAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH UMUM Tes Seleksi Olimpiade Astronomi Tingkat Provinsi 2004 Materi Uji : ASTRONOMI Waktu :

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Pada salah satu cabang ilmu fisika yaitu kosmologi merupakan hal yang menarik untuk dikaji. Kosmologi merupakan ilmu yang mengulas alam semesta beserta dinamikanya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bawah interaksi gravitasi bersama dan berasal dari suatu awan gas yang sama

BAB I PENDAHULUAN. bawah interaksi gravitasi bersama dan berasal dari suatu awan gas yang sama BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Gugus bintang (stellar cluster) adalah suatu kelompok bintang yang berada di bawah interaksi gravitasi bersama dan berasal dari suatu awan gas yang sama yang menjadi

Lebih terperinci

Bab 2 Metode Pendeteksian Planet Luar-surya

Bab 2 Metode Pendeteksian Planet Luar-surya Bab 2 Metode Pendeteksian Planet Luar-surya Mendeteksi sebuah planet di bintang lain sangat sulit. Cahaya bintang terlalu terang sehingga kalaupun terdapat planet di bintang tersebut, kontras cahaya antara

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN Hak Cipta Dilindungi Undang-undang SOLUSI SOAL UJIAN SELEKSI CALON PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL 014 TINGKAT PROVINSI ASTRONOMI Waktu : 180 menit KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

Low Mass X-ray Binary

Low Mass X-ray Binary Bab II Low Mass X-ray Binary Sco X-1 merupakan obyek yang pertama kali ditemukan sebagai sumber sinar- X di luar Matahari (Giacconi et al., 1962). Berbagai pengamatan dilakukan untuk mencari sumber sinar-x

Lebih terperinci

indahbersamakimia.blogspot.com

indahbersamakimia.blogspot.com Tes Seleksi Olimpiade Astronomi Tingkat Provinsi 2007 Materi Uji : Astronomi Waktu : 150 menit Tidak diperkenankan menggunakan alat hitung (kalkultor). Di bagian akhir soal diberikan daftar konstanta yang

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN Hak Cipta Dilindungi Undang-undang SOLUSI OLIMPIADE SAINS NASIONAL TAHUN 2015 ASTRONOMI RONDE TEORI Waktu: 210 menit KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT

Lebih terperinci

3. MEKANIKA BENDA LANGIT

3. MEKANIKA BENDA LANGIT 3. MEKANIKA BENDA LANGIT 3.1. ELIPS Sebelum belajar Mekanika Benda Langit lebih lanjut, terlebih dahulu perlu diketahui salah satu bentuk irisan kerucut yaitu tentang elips. Gambar 3.1. Geometri Elips

Lebih terperinci

LATIHAN UJIAN NASIONAL

LATIHAN UJIAN NASIONAL LATIHAN UJIAN NASIONAL 1. Seorang siswa menghitung luas suatu lempengan logam kecil berbentuk persegi panjang. Siswa tersebut menggunakan mistar untuk mengukur panjang lempengan dan menggunakan jangka

Lebih terperinci

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDRAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDRAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDRAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA Tes Seleksi Olimpiade Astronomi Tingkat Kabupaten/Kota 2010 Waktu : 150 menit Nama Provinsi Tanggal

Lebih terperinci

FOTOMETRI OBJEK LANGIT

FOTOMETRI OBJEK LANGIT FOTOMETRI OBJEK LANGIT Kecerahan Cahaya Bintang: * Semu (apparent) * Mutlak (absolute) * Bolometrik Warna Bintang Kompetensi Dasar: Memahami konsep dasar astrofisika Judhistira Aria Utama, M.Si. Lab. Bumi

Lebih terperinci

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL Dapatkan soal-soal lainnya di http://forum.pelatihan-osn.com DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDRAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA Tes Seleksi Olimpiade Astronomi Tingkat

Lebih terperinci

CAHAYA. CERMIN. A. 5 CM B. 10 CM C. 20 CM D. 30 CM E. 40 CM

CAHAYA. CERMIN. A. 5 CM B. 10 CM C. 20 CM D. 30 CM E. 40 CM CAHAYA. CERMIN. A. 5 CM B. 0 CM C. 20 CM D. 30 CM E. 40 CM Cahaya Cermin 0. EBTANAS-0-2 Bayangan yang terbentuk oleh cermin cekung dari sebuah benda setinggi h yang ditempatkan pada jarak lebih kecil

Lebih terperinci

PERINGATAN. Singapura, 5 April David Orlando Kurniawan SOLUSI SOAL SELEKSI OLIMPIADE SAINS KABUPATEN/KOTA BIDANG ASTRONOMI 2014

PERINGATAN. Singapura, 5 April David Orlando Kurniawan SOLUSI SOAL SELEKSI OLIMPIADE SAINS KABUPATEN/KOTA BIDANG ASTRONOMI 2014 PERINGATAN Solusi ini bukanlah solusi resmi dari pihak panitia, solusi ini hanyalah solusi versi saya pribadi. Jawaban sudah saya cocokkan dengan kunci yang saya dapat, namun solusi saya bisa jadi kurang

Lebih terperinci

SATUAN JARAK DALAM ASTRONOMI

SATUAN JARAK DALAM ASTRONOMI SATUAN JARAK DALAM ASTRONOMI Satuan Astronomi (SA) atau Astronomical Unit 1 Astronomical Unit = 149 598 000 kilometers dibulatkan menjadi 150.000.000 kilometer Menurut definisinya, 1 Satuan Astronomi adalah

Lebih terperinci

SOAL PILIHAN GANDA ASTRONOMI 2008/2009 Bobot nilai masing-masing soal : 1

SOAL PILIHAN GANDA ASTRONOMI 2008/2009 Bobot nilai masing-masing soal : 1 SOAL PILIHAN GANDA ASTRONOMI 2008/2009 Bobot nilai masing-masing soal : 1 1. [SDW] Tata Surya adalah... A. susunan Matahari, Bumi, Bulan dan bintang B. planet-planet dan satelit-satelitnya C. kumpulan

Lebih terperinci

Satuan Besaran dalam Astronomi. Dr. Chatief Kunjaya KK Astronomi ITB

Satuan Besaran dalam Astronomi. Dr. Chatief Kunjaya KK Astronomi ITB Satuan Besaran dalam Astronomi Dr. Chatief Kunjaya KK Astronomi ITB Kompetensi Dasar X.3.1 Memahami hakikat fisika dan prinsipprinsip pengukuran (ketepatan, ketelitian dan aturan angka penting) X.4.1 Menyajikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 1. Metode Penelitian Penelitian menggunakan metode deskriptif melalui pendekatan kuantitatif. Fenomena yang ada merupakan fenomena alam berupa kumpulan bintang-bintang dalam gugus

Lebih terperinci

SOAL UJIAN SELEKSI CALON PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2014 TINGKAT PROVINSI

SOAL UJIAN SELEKSI CALON PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2014 TINGKAT PROVINSI HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG SOAL UJIAN SELEKSI CALON PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2014 TINGKAT PROVINSI BIDANG ASTRONOMI Waktu : 210 Menit KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Satu hal yang menarik ketika kita mengamati bintang-bintang dengan mata

BAB I PENDAHULUAN. Satu hal yang menarik ketika kita mengamati bintang-bintang dengan mata 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Satu hal yang menarik ketika kita mengamati bintang-bintang dengan mata telanjang adalah sebagian di antara mereka bukan bintang tunggal. Jika dilihat dengan jeli

Lebih terperinci

Antiremed Kelas 12 Fisika

Antiremed Kelas 12 Fisika Antiremed Kelas 12 Fisika Fisika Kuantum - Latihan Soal Doc. Name: AR12FIS0799 Version: 2012-09 halaman 1 01. Daya radiasi benda hitam pada suhu T 1 besarnya 4 kali daya radiasi pada suhu To, maka T 1

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDRAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA. Soal Tes Olimpiade Sains Nasional 2011

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDRAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA. Soal Tes Olimpiade Sains Nasional 2011 KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDRAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA Soal Tes Olimpiade Sains Nasional 2011 Bidang : ASTRONOMI Materi : Teori Tanggal : 14 September 2011 Soal

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL DITJEN MANAJEMEN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL DITJEN MANAJEMEN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL DITJEN MANAJEMEN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA Soal Test Olimpiade Sains Nasional 2010 Bidang : ASTRONOMI Materi : Teori (Pilihan Berganda) Tanggal

Lebih terperinci

Xpedia Fisika DP SNMPTN 05

Xpedia Fisika DP SNMPTN 05 Xpedia Fisika DP SNMPTN 05 Doc. Name: XPFIS9910 Version: 2012-06 halaman 1 Sebuah bola bermassa m terikat pada ujung sebuah tali diputar searah jarum jam dalam sebuah lingkaran mendatar dengan jari-jari

Lebih terperinci

Rancang Bangun Spektrofotometer untuk Analisis Temperatur Matahari di Laboratorium Astronomi Jurusan Fisika UM

Rancang Bangun Spektrofotometer untuk Analisis Temperatur Matahari di Laboratorium Astronomi Jurusan Fisika UM Rancang Bangun Spektrofotometer untuk Analisis Temperatur Matahari di Laboratorium Astronomi Jurusan Fisika UM NOVITA DEWI ROSALINA*), SUTRISNO, NUGROHO ADI PRAMONO Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri

Lebih terperinci

PR ONLINE MATA UJIAN: FISIKA (KODE A07)

PR ONLINE MATA UJIAN: FISIKA (KODE A07) PR ONLINE MATA UJIAN: FISIKA (KODE A07) 1. Gambar di samping ini menunjukkan hasil pengukuran tebal kertas karton dengan menggunakan mikrometer sekrup. Hasil pengukurannya adalah (A) 4,30 mm. (D) 4,18

Lebih terperinci

PUSAT MASSA DAN TITIK BERAT

PUSAT MASSA DAN TITIK BERAT PUSAT MASSA DAN TITIK BERAT Pusat massa dan titik berat suatu benda memiliki pengertian yang sama, yaitu suatu titik tempat berpusatnya massa/berat dari benda tersebut. Perbedaannya adalah letak pusat

Lebih terperinci

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL PENGOLAHAN CITRA DIGITAL Aditya Wikan Mahastama mahas@ukdw.ac.id Sistem Optik dan Proses Akuisisi Citra Digital 2 UNIV KRISTEN DUTA WACANA GENAP 1213 v2 Bisa dilihat pada slide berikut. SISTEM OPTIK MANUSIA

Lebih terperinci

Raksasa Merah di Rasi Carinae

Raksasa Merah di Rasi Carinae 2017 Raksasa Merah di Rasi Carinae Suryadi Siregar Astronomy Research Group Center for Advances Sciences Bld Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha 10, Bandung 40132 Indonesia Email: Suryadi@as.itb.ac.idnomy

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Padatan TiO 2 Amorf Proses sintesis padatan TiO 2 amorf ini dimulai dengan melarutkan titanium isopropoksida (TTIP) ke dalam pelarut etanol. Pelarut etanol yang digunakan

Lebih terperinci

Pendahuluan. Tata surya

Pendahuluan. Tata surya Pendahuluan Pada langit malam yang cerah (dan tidak mendung), cobalah lihat ke langit. Maka anda akan melihat bintang-bintang di langit yang jumlahnya tergantung pada kualitas langit tempat kita berada.

Lebih terperinci

Apakah bintang itu? Jika malam datang dan langit sedang cerah, pergilah ke halaman rumah lalu

Apakah bintang itu? Jika malam datang dan langit sedang cerah, pergilah ke halaman rumah lalu Apakah bintang itu? Jika malam datang dan langit sedang cerah, pergilah ke halaman rumah lalu lihatlah ke langit. Indah bukan? Benda di angkasa yang berkelap-kelip memancarkan cahaya itulah bintang. Apakah

Lebih terperinci

Relasi Empirik Diameter Asteroid Dengan Fenomena Tsunami Dan Gempa

Relasi Empirik Diameter Asteroid Dengan Fenomena Tsunami Dan Gempa Relasi Empirik Diameter Asteroid Dengan Fenomena Tsunami Dan Gempa TUGAS AKHIR Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana dari Institut Teknologi Bandung oleh: Dhany Dewantara

Lebih terperinci

SIMAK UI Fisika

SIMAK UI Fisika SIMAK UI 2016 - Fisika Soal Halaman 1 01. Fluida masuk melalui pipa berdiameter 20 mm yang memiliki cabang dua pipa berdiameter 10 mm dan 15 mm. Pipa 15 mm memiliki cabang lagi dua pipa berdiameter 8 mm.

Lebih terperinci

seperti sebuah bajak, masyarakat Cina melihatnya seperti kereta raja yang ditarik binatang, dan masyarakat Jawa melihatnya seperti bajak petani.

seperti sebuah bajak, masyarakat Cina melihatnya seperti kereta raja yang ditarik binatang, dan masyarakat Jawa melihatnya seperti bajak petani. GALAKSI Pada malam yang cerah, ribuan bintang dapat kamulihat di langit. Sesungguhnya yang kamu lihat itu belum seluruhnya, masih terdapat lebih banyak lagi bintang yangtidak mampu kamu amati. Di angkasa

Lebih terperinci

BAB IV. Analisis Power spectrum CMB dan Power spectrum Galaksi. IV.1 Model Concordance

BAB IV. Analisis Power spectrum CMB dan Power spectrum Galaksi. IV.1 Model Concordance BAB IV Analisis Power spectrum CMB dan Power spectrum Galaksi IV.1 Model Concordance Fisikawan teoritis hanya dapat menduga bentuk power spectrum dari pemodelan berdasarkan alam semesta mengembang dengan

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN. Gambar 2.1 Lenturan Gelombang yang Melalui Celah Sempit

BAB II PEMBAHASAN. Gambar 2.1 Lenturan Gelombang yang Melalui Celah Sempit BAB II PEMBAHASAN A. Difraksi Sesuai dengan teori Huygens, difraksi dapat dipandang sebagai interferensi gelombang cahaya yang berasal dari bagian-bagian suatu medan gelombang. Medan gelombang boleh jadi

Lebih terperinci

SOAL FISIKA UNTUK TINGKAT PROVINSI Waktu: 180 menit Soal terdiri dari 30 nomor pilihan ganda, 10 nomor isian dan 2 soal essay

SOAL FISIKA UNTUK TINGKAT PROVINSI Waktu: 180 menit Soal terdiri dari 30 nomor pilihan ganda, 10 nomor isian dan 2 soal essay SOAL FISIKA UNTUK TINGKAT PROVINSI Waktu: 180 menit Soal terdiri dari 30 nomor pilihan ganda, 10 nomor isian dan 2 soal essay A. PILIHAN GANDA Petunjuk: Pilih satu jawaban yang paling benar. 1. Grafik

Lebih terperinci

Luminositas Matahari menyatakan jumlah energi total yang dipancarkan Matahari per satuan waktu.

Luminositas Matahari menyatakan jumlah energi total yang dipancarkan Matahari per satuan waktu. OLIMPIADE ASTRONOMI Tingkat Provinsi - 2014 Copyright (c) 2014 Ridlo W. Wibowo (ridlo.w.wibowo@gmail.com) Sulistiyowati (sulis.astro08@gmail.com) Solusi ini dibuat tanpa jaminan kesesuaian dengan solusi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Fotometri dalam astronomi pertama kali diperkenalkan berdasarkan sensitivitas mata. Dengan mengandalkan kepekaan mata maka manusia mengukur dan membandingkan kecerlangan cahaya

Lebih terperinci

Laju Pengembangan Alam Semesta Berdasarkan Data Supernova Tipe Ia

Laju Pengembangan Alam Semesta Berdasarkan Data Supernova Tipe Ia ISSN 2302-8491 Jurnal Fisika Unand Vol. 5, No. 4, Oktober 2016 Laju Pengembangan Alam Semesta Berdasarkan Data Supernova Tipe Ia Fitri Rahma Yanti 1*, Wildian 1, Premana W. Premadi 2 Jurusan Fisika, Universitas

Lebih terperinci

D. 6,25 x 10 5 J E. 4,00 x 10 6 J

D. 6,25 x 10 5 J E. 4,00 x 10 6 J 1. Besarnya usaha untuk menggerakkan mobil (massa mobil dan isinya adalah 1000 kg) dari keadaan diam hingga mencapai kecepatan 72 km/jam adalah... (gesekan diabaikan) A. 1,25 x 10 4 J B. 2,50 x 10 4 J

Lebih terperinci

SOAL FISIKA UNTUK TINGKAT KAB/KOTA Waktu: 120 menit. Laju (m/s)

SOAL FISIKA UNTUK TINGKAT KAB/KOTA Waktu: 120 menit. Laju (m/s) SOAL FISIKA UNTUK TINGKAT KAB/KOTA Waktu: 120 menit A. SOAL PILIHAN GANDA Petunjuk: Pilih satu jawaban yang paling benar. 1. Sebuah mobil bergerak lurus dengan laju ditunjukkan oleh grafik di samping.

Lebih terperinci

ANGIN BINTANG & HORIZONTAL BRANCH

ANGIN BINTANG & HORIZONTAL BRANCH Bab V ANGIN BINTANG & HORIZONTAL BRANCH Angin bintang adalah sebuah parameter yang mutlak digunakan agar model evolusi yang dibuat lebih realistis, karena sekecil apa pun suatu bintang pastilah memiliki

Lebih terperinci

Bab IV Spektroskopi. IV Obyek Pengamatan. Bintang program: Nama : RS Gru (HD ) α 2000 : 21 h m δ 2000

Bab IV Spektroskopi. IV Obyek Pengamatan. Bintang program: Nama : RS Gru (HD ) α 2000 : 21 h m δ 2000 Bab IV Spektroskopi Pengamatan spektroskopi variabel delta Scuti biasanya dimaksudkan untuk mendeteksi komponen non-radial dari pulsasi. Hal ini membutuhkan resolusi kisi yang tinggi demi dapat mendeteksi

Lebih terperinci

BUKTI VISUAL PENEMUAN PLANET PADA BINTANG FOMALHAUT

BUKTI VISUAL PENEMUAN PLANET PADA BINTANG FOMALHAUT Berita Dirgantara Vol. 10 No. 1 Maret 2009:26-31 BUKTI VISUAL PENEMUAN PLANET PADA BINTANG FOMALHAUT Emanuel Sungging Mumpuni Peneliti Bidang Matahari dan Antariksa, LAPAN RINGKASAN Untuk pertama kalinya

Lebih terperinci

SOAL UJIAN SELEKSI CALON PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2013 TINGKAT PROVINSI

SOAL UJIAN SELEKSI CALON PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2013 TINGKAT PROVINSI SOAL UJIAN SELEKSI CALON PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2013 TINGKAT PROVINSI ASTRONOMI Waktu : 180 menit KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN

Lebih terperinci

TATA KOORDINAT BENDA LANGIT. Kelompok 6 : 1. Siti Nur Khotimah ( ) 2. Winda Yulia Sari ( ) 3. Yoga Pratama ( )

TATA KOORDINAT BENDA LANGIT. Kelompok 6 : 1. Siti Nur Khotimah ( ) 2. Winda Yulia Sari ( ) 3. Yoga Pratama ( ) TATA KOORDINAT BENDA LANGIT Kelompok 6 : 1. Siti Nur Khotimah (4201412051) 2. Winda Yulia Sari (4201412094) 3. Yoga Pratama (42014120) 1 bintang-bintang nampak beredar dilangit karena bumi berotasi. Jika

Lebih terperinci

BEBERAPA CATATAN SAINS MODERN TENTANG PEMBENTUKAN KOSMOS

BEBERAPA CATATAN SAINS MODERN TENTANG PEMBENTUKAN KOSMOS BEBERAPA CATATAN SAINS MODERN TENTANG PEMBENTUKAN KOSMOS SISTEM MATAHARI Bumi dan planet-planet yang beredar sekitar matahari merupakan suatu alam yang teratur yang dimensinya sangat besar bagi ukuran

Lebih terperinci

PEMBAHASAN SOAL OLIMPIADE ASTRONOMI SELEKSI KOTA TAHUN

PEMBAHASAN SOAL OLIMPIADE ASTRONOMI SELEKSI KOTA TAHUN PEMBAHASAN SOAL OLIMPIADE ASTRONOMI SELEKSI KOTA TAHUN 2010 Typed and Solved by Mariano N. Mohon saya dikontak jika ada yang perlu direvisi mariano.nathanael@gmail.com http://soal-olim-astro.blogspot.com

Lebih terperinci

DATA DIGITAL BENDA LANGIT

DATA DIGITAL BENDA LANGIT DATA DIGITAL BENDA LANGIT Chatief Kunjaya KK Astronomi, ITB KOMPETENSI DASAR XII.3.8 Memahami efek fotolistrik dan sinar X dalam kehidupan sehari-hari XII.3.9 Memahami transmisi dan penyimpanan data dalam

Lebih terperinci

BAB III. Proses Fisis Penyebab Fluktuasi Temperatur CMB

BAB III. Proses Fisis Penyebab Fluktuasi Temperatur CMB BAB III Proses Fisis Penyebab Fluktuasi Temperatur CMB III.1 Penyebab Fluktuasi Struktur di alam semesta berasal dari fluktuasi kuantum di awal alam semesta. Akibat pengembangan alam semesta, fluktuasi

Lebih terperinci

MISTERI JAGAT BAYI (BABY UNIVERSES), LUBANG HITAM DAN JAGAT GAIB

MISTERI JAGAT BAYI (BABY UNIVERSES), LUBANG HITAM DAN JAGAT GAIB MISTERI JAGAT BAYI (BABY UNIVERSES), LUBANG HITAM DAN JAGAT GAIB AGUS SISWANTO Jagat Raya berawal dari singularitas (titik awal) yang kemudian terjadi Big Bang (Dentuman Besar). Namun teori ini tidak menjawab

Lebih terperinci

2 A (C) - (D) - (E) -

2 A (C) - (D) - (E) - 01. Gaya F sebesar 12 N bekerja pada sebuah benda yang masanya m 1 menyebabkan percepatan sebesar 8 ms -2. Jika F bekerja pada benda yang bermassa m 2 maka percepatannya adalah 2m/s -2. Jika F bekerja

Lebih terperinci

LEMBARAN SOAL. Mata Pelajaran : FISIKA Sat. Pendidikan : SMA/MA Kelas / Program : XII ( DUA BELAS )

LEMBARAN SOAL. Mata Pelajaran : FISIKA Sat. Pendidikan : SMA/MA Kelas / Program : XII ( DUA BELAS ) LEMBARAN SOAL Mata Pelajaran : FISIKA Sat. Pendidikan : SMA/MA Kelas / Program : XII ( DUA BELAS ) PETUNJUK UMUM 1. Tulis nomor dan nama Anda pada lembar jawaban yang disediakan 2. Periksa dan bacalah

Lebih terperinci

Mekanika (interpretasi grafik GLB dan GLBB) 1. Diberikan grafik posisi sebuah mobil terhadap waktu yang melakukan gerak lurus sebagai berikut: X

Mekanika (interpretasi grafik GLB dan GLBB) 1. Diberikan grafik posisi sebuah mobil terhadap waktu yang melakukan gerak lurus sebagai berikut: X Pengukuran, Besaran dan Satuan: 1. Besi mempunyai massa jenis 7,86 kg/m 3. Tentukan volume sepotong besi yang massanya 3,93 g. A. 0,5 cm 3 B. 0,5 m 3 C. 2,0 cm 3 D. 2,0 m 3 (hubungan besaran pokok dan

Lebih terperinci

3. (4 poin) Seutas tali homogen (massa M, panjang 4L) diikat pada ujung sebuah pegas

3. (4 poin) Seutas tali homogen (massa M, panjang 4L) diikat pada ujung sebuah pegas Soal Multiple Choise 1.(4 poin) Sebuah benda yang bergerak pada bidang dua dimensi mendapat gaya konstan. Setelah detik pertama, kelajuan benda menjadi 1/3 dari kelajuan awal benda. Dan setelah detik selanjutnya

Lebih terperinci

FISIKA IPA SMA/MA 1 D Suatu pipa diukur diameter dalamnya menggunakan jangka sorong diperlihatkan pada gambar di bawah.

FISIKA IPA SMA/MA 1 D Suatu pipa diukur diameter dalamnya menggunakan jangka sorong diperlihatkan pada gambar di bawah. 1 D49 1. Suatu pipa diukur diameter dalamnya menggunakan jangka sorong diperlihatkan pada gambar di bawah. Hasil pengukuran adalah. A. 4,18 cm B. 4,13 cm C. 3,88 cm D. 3,81 cm E. 3,78 cm 2. Ayu melakukan

Lebih terperinci

SUMBER Z DAN SUMBER ATOLL

SUMBER Z DAN SUMBER ATOLL Bab IV SUMBER Z DAN SUMBER ATOLL Pengamatan obyek-obyek LMXB yang terus menerus dilakukan mengantarkan kita pada klasifikasi baru berdasarkan analisis diagram dua warna sinar-x, diantaranya sumber Z dan

Lebih terperinci

SOAL DAN PEMBAHASAN FINAL SESI I LIGA FISIKA PIF XIX TINGKAT SMA/MA SEDERAJAT PAKET 1

SOAL DAN PEMBAHASAN FINAL SESI I LIGA FISIKA PIF XIX TINGKAT SMA/MA SEDERAJAT PAKET 1 SOAL DAN PEMBAHASAN FINAL SESI I LIGA FISIKA PIF XIX TINGKAT SMA/MA SEDERAJAT PAKET 1 1. Terhadap koordinat x horizontal dan y vertikal, sebuah benda yang bergerak mengikuti gerak peluru mempunyai komponen-komponen

Lebih terperinci

SOAL SELEKSI PENERIMAAN MAHASISWA BARU (BESERA PEMBAHASANNYA) TAHUN 1984

SOAL SELEKSI PENERIMAAN MAHASISWA BARU (BESERA PEMBAHASANNYA) TAHUN 1984 SOAL SELEKSI PENERIMAAN MAHASISWA BARU (BESERA PEMBAHASANNYA) TAHUN 1984 BAGIAN KEARSIPAN SMA DWIJA PRAJA PEKALONGAN JALAN SRIWIJAYA NO. 7 TELP (0285) 426185) 1. Besarnya usaha untuk menggerakkan mobil

Lebih terperinci