BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH

dokumen-dokumen yang mirip
BAB VI ANALISIS PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

2.2 Six Sigma Pengertian Six Sigma Sasaran dalam meningkatkan kinerja Six Sigma Arti penting dari Six Sigma...

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

DAFTAR ISI. HALAMAN PENGAKUAN... ii. SURAT PENGAMBILAN DATA DARI PERUSAHAAN... iii. HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING... iv. HALAMAN PERSEMBAHAN...

BAB V ANALISA DAN INTEPRETASI

TUGAS SARJANA Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Industri. Oleh IVAN HERBETH H. SIBURIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA

Oleh : ERLANGGA PUTRANDIE W JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAWA TIMUR 2010

BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. faktor-faktor, unsur-unsur bentuk, dan suatu sifat dari fenomena di masyarakat.

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 4 PEMBAHASAN. Pengumpulan data dilakukan sebagai bahan pengolahan data yang perlu

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN... ii SURAT PERNYATAAN HASIL KARYA PRIBADI... iii ABSTRAK... iv KATA PENGANTAR DAN UCAPAN TERIMA KASIH... v DAFTAR ISI...

ABSTRAK. Kata Kunci: Punch, Kualitas, DMAIC, Upaya Menekan Variasi Kualitas Produk

BAB V ANALISIS HASIL

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH. Gramedia Cikarang yaitu dengan menggunakan metode DMAIC (Define,

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

KATA PENGANTAR DAN UCAPAN TERIMAKASIH DAFTAR ISI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian yang dilakukan dalam penyusunan tugas akhir ini mencakup langkah-langkah sebagai berikut :

BAB V HASIL DAN ANALISA

ABSTRAK. Kata Kunci: Slide Bracket, Kualitas, Six Sigma, DMAIC, DPMO, Usulan Peningkatan Kualitas

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB V PEMBAHASAN. lima kategori produk cacat, yaitu Filling Height, No Crown, Breakage Full, Out of Spec,

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Tahap Define 5.2 Tahap Measure Jenis Cacat Jumlah Cacat jumlah

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... SURAT PERNYATAAN... LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING... LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI... HALAMAN PERSEMBAHAN... MOTTO...

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di PT. Coca Cola Bottling Indonesia Central Java Semarang

Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Dalam Mencapai Gelar Sarajana Strata Satu (S1)

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

Tabel 4.29 Cara Memperkirakan DPMO dan Kapabilitas Sigma Variabel L. Pergelangan.. 90 Tabel 5.1 Kapabilitas Proses produksi Sarung Tangan Golf...

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

xiii BAB VI PENUTUP Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, persaingan antara perusahaan-perusahaan tidak hanya terjadi di

Oleh : Miftakhusani

Sejarah Six Sigma Jepang ambil alih Motorola produksi TV dng jumlah kerusakan satu dibanding duapuluh Program Manajemen Partisipatif Motorola (Partici

3.1 Persiapan Penelitian

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Setelah siklus DMAIC telah diterapkan dan diperoleh hasilnya, tujuan dari

BAB V PENGOLAHAN DATA DAN PERBAIKAN. pada define dan hasil pengukuran (measure) pada permasalahan yang telah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. merupakan UKM yang bergerak dibidang produksi furniture.

BAB V ANALISA DATA Tahap Analyze. Pada tahap ini penyusun akan menganalisis hambatan dan kendala yang

BAB V HASIL ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Data Atribut Menganalisis CTQ ( Critical to Quality) Mengidentifikasi Sumber-sumber dan Akar Penyebab Kecacatan

ABSTRAK Kata Kunci: Six Sigma, Sigma Level, Kualitas Produk, DMAIC, Quality Control.

ABSTRAK. iii. Universitas Kristen Maranatha

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODE PEMECAHAN MASALAH

BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

USULAN PERBAIKAN KUALITAS PRODUK GENTENG DENGAN METODE SIX SIGMA (DMAIC) DAN FAILURE MODE AND EFFECT ANALYSIS (FMEA) DI PT. MONIER

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan menerapkan berbagai macam cara agar produk-produk mereka dapat

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ANALISIS DEFECT RATE PENGELASAN DAN PENANGGULANGANNYA DENGAN METODE SIX SIGMA DAN FMEA DI PT PROFAB INDONESIA

IDENTIFIKASI KUALITAS PRODUK GENTENG BETON DENGAN METODE DMAIC DI UD.PAYUNG SIDOARJO. Dedy Ermanto Jurusan Teknik Industri FTI UPN Veteran Jawa Timur

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI. Persyaratan utama untuk mencapai kepuasan pelanggan (customer

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA. Jurusan Teknik Industri Tugas Akhir Semester Genap tahun 2007/2008

BAB III METODE PENELITIAN

BAB V HASIL DAN ANALISIS

: defect, six sigma, DMAIC,

ABSTRAK UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

ANALISIS PENGENDALIAN KUALITAS PADA PROSES PRODUKSI POMPA MINYAK MENGGUNAKAN METODE DMAIC

BAB I PENDAHULUAN. gilirannya akan mengakibatkan meningkatnyapersaingan di pasair internasional. Oleh

ABSTRAK. viii. Universitas Kristen Maranatha

PENGUKURAN KUALITAS PRODUK FURNITURE DENGAN METODE SIX SIGMA UNTUK MEMINIMUMKAN KACACATAN PRODUK DI CV. TIGA PUTRA MALANG SKRIPSI OLEH :

ANALISIS KUALITAS PRODUK NIGHT STAND (PROGRESSIVE 1416) DENGAN METODE SIX SIGMA DI PT. IGA ABADI - PASURUAN

Simposium Nasional Teknologi Terapan (SNTT) ISSN: X PENGENDALIAN KUALITAS PRODUK BENANG COTTON DENGAN METODE SIX SIGMA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam bab ini dijelaskan mengenai tahapan-tahapan yang dilakukaan oleh

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGENDALIAN KUALITAS BLOK SILINDER (TIPE-G) DENGAN METODE DEFINE, MEASURE, ANALYZE, IMPROVE DAN CONTROL (DMAIC)

PENGUKURAN KUALITAS PELAYANAN TERHADAP PENJUALAN ALAT ALAT LISTRIK DENGAN METODE SIX SIGMA ( Studi kasus pada PT. X )

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS DATA. Universitas Indonesia. Peningkatan kualitas..., Wilson Kosasih, FT UI, 2009

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

DAFTAR ISI Pengertian Variasi Dalam Proses Produksi

BAB I PENDAHAHULUAN I.1

KUALITAS PRODUK BEDAK TWO-WAY CAKE DENGAN METODE STATISTICAL PROCESS CONTROL (SPC) DAN FMEA PADA PT UNIVERSAL SCIENCE COSMETIC

UNIVERSITAS INDONESIA PENINGKATAN KUALITAS PROSES PACKING PERMEN COKLAT DI PT BATMAN KENCANA DENGAN PENDEKATAN DMAIC SIX SIGMA TESIS

PENINGKATAN KUALITAS SEPATU DENGAN MENGGUNAKAN METODE SIX SIGMA DI PT. ECCO INDONESIA SIDOARJO

memuaskan pelanggan dan memenangkan persaingan PT. ITS selalu berasaha mengurangi adanya aktivitas tambahan atau pemborosan yang disebabkan karena

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

UPAYA PERBAIKAN KUALITAS PRODUK KAIN KATUN TIPE PADA PROSES PENCELUPAN DI PT ARGO PANTES,TBK. DENGAN MENGGUNAKAN METODE DMAIC

BAB 2 LANDASAN TEORI

Bab 3 Metodologi Penelitian

Transkripsi:

BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH 5.1. Analisa Tahap Define Adapun persentase produk cacat terbesar periode September 2012 s/d Desember 2012 terdapat pada produk Polyester tipe T.402 yaitu dengan persentase 8,74%. Hal ini juga disebabkan karena produk Polyester tipe T.402 merupakan produk yang volume produksinya lebih tinggi jika dibandingkan dengan produk tipe tipe T.301 yaitu dengan cacat sebesar 7,51%. sehingga secara tidak langsung berpengaruh pada persentase produk cacatnya Berdasarkan hasil dari wawancara dan dokumentasi catatan bagian Quality control, diketahui bahwa terdapat 10 jenis Critical To Quality (CTQ) untuk produk Polyester tipe T.402 seperti yang tertera pada table 5.1. 96

Tabel 5.1. CTQ (Critical To Quality) Potensial Produk Polyester tipe T.402 No Critical to Quality Keterangan 1 Bulu Keba Benang Berbulu 2 Hosoito Benang Mengecil 3 Uster Ketidakrataan Benang 4 Kuning Benang Berwarna Kuning 5 Belang Benang berwarna belang 6 Fushu Mengkerut nya benang pada Tabung Boiling Water 7 Fotoito Benang Membesar 8 Chien Mengkerut nya benang dalam temperatur ruang 9 Oil Yagure Kotor Berminyak 10 Kotor Benang Tidak Bersih 5.2. Analisa Tahap Measure 5.2.1. Analisis Perhitungan Nilai DPMO dan Nilai σ (Sigma) Adapun perhitungan nilai tingkat DPMO (Defect Per Million Opportunity) dan nilai Sigma (σ) diperoleh hasil seperti yang dapat dilihat pada tabel 5.2 Periode Tabel 5.2. Nilai DPMO dan σ Proses Produksi (bale) Cacat (bale) Jumlah CTQ DPMO Nilai σ September 3300 267 10 8090.91 3.90 Oktober 2980 347 10 11644.30 3.77 November 3000 353 10 11766.67 3.76 Desember 2500 365 10 14600.00 3.68 Total 11780 1332 10 11307.30 3.78 Nilai DPMO dan nilai σ tersebut masih sangat jauh dari standar yang diterapkan oleh Six Sigma yang menghendaki nilai DPMO sebesar 3,4 dengan nilai sigma sebesar 6σ, dan persentase produk bebas cacat sebesar 99,99966 %. Namun nilai σ proses sebesar 3,86 sudah cukup baik jika 97

dibandingkan dengan rata-rata industri di Indonesia yang berkisar antara 3 4 σ. Adapun gambar nilai DPMO dan nilai Sigma dapat dilihat dapat dilihat pada Gambar 5.1 dan Gambar 5.2. Gambar 5.1. Grafik Nilai DPMO Nilai DPMO Polyester T.402 9500.00 9000.00 8500.00 8000.00 7500.00 7000.00 September Oktober November Desember DPMO Perio Gambar 5.2. Grafik Nilai σ (Sigma) 3.92 3.90 3.88 3.86 3.84 3.82 Sigma Periode Sigma Proses Semakin rendah nilai DPMO mengakibatkan nilai σ akan semakin tinggi. Semakin tinggi nilai σ sebuah proses memperlihatkan bahwa proses tersebut semakin baik karena mampu menghasilkan produk bebas cacat yang semakin tinggi. Perbedaan nilai DPMO dan σ proses produksi Polyester tipe T.402 pada tiap periode disebabkan karena perbedaan jumlah produksi dan jumlah produk cacat. 98

5.2.2. Analisis Kemampuan Proses (Process Capability) Adapun data total kecacatan pada periode Desember 2012 yang diperoleh dari dokumentasi catatan bagian Quality control dengan menggunakan metode Kolmogorov-Smirnov Test adalah berdistribusi normal dimana D (0.1033) < D (0.264) dan dengan menggunakan peta kendali np, diketahui bahwa semua data telah berada dalam batas kendali (in control) seperti pada gambar 5.3. Gambar 5.3. Peta Kendali np yang berarti tidak ada variasi yang disebabkan oleh faktor khusus (assignable cause), sehingga tidak perlu dilakukan proses revisi. Berdasarkan perhitungan Process Capability diperoleh nilai C p dan C pk, yaitu 0.42 dan 0.37. Nilai Cp tersebut menunjukkan bahwa proses tidak memiliki kapabilitas (kapabilitas proses rendah) dan variasi hasil proses produksi lebih kecil dari variasi proses yang diperbolehkan / diinginkan konsumen, karena nilai berada pada kriteria C p < 1. Serta rata-rata proses menghasilkan produk yang tidak sesuai dengan spesifikasi karena nilai berada pada kriteria C pk < 1. 5.3. Analisa Tahap Analyze Tahap analisis merupakan fase mencari dan menentukan akar permasalahan. 99

Pada tahap ini dilakukan analisis terhadap semua sumber potensial yang memungkinkan terjadi variasi pada proses maupun produk yang mengakibatkan terjadinya produk cacat (Defect). Tools yang digunakan yaitu Pareto Diagram dan Cause and Effect Diagram (Fishbone). 5.3.1 Analisis CTQ Potensial Dengan Pareto Diagram Dari Diagram Pareto diketahui cacat yang paling sering muncul (dominan) terjadi, yaitu dapat dilihat pada gambar 5.4. Gambar 5.4 Diagram Pareto Jenis Kecacatan Produk Polyester Tipe T.402 Jumlah Kecacatan 1200 1000 800 600 400 200 0 67.9% 75.1%82.2% 59.5% 50.8% 41.9% 88.9% 95.5% 293 265 22.0% 119 116 111 96 95 89 88 60 Bulu Keba Pareto Chart of Jenis Kecacatan Hosoito Kotor Fushu Oil Yagure Belang Fotoito Chien Uster Kuning 100.0% 90.0% 80.0% 70.0% 60.0% 50.0% 40.0% 30.0% 20.0% 10.0% 0.0% Dari 10 jenis cacat Critical To Quality (CTQ) yang ada, diketehui jenis cacat dominan Bulu Keba dengan persentasi 22%. Yang menandakan bahwa tipe cacat Bulu Keba harus segera dapat diketahui faktor penyebabnya serta dapat dilakukan perbaikan segera. 5.3.2. Analisis Cause & Effect Diagram Setelah diperoleh hasil dari diagram pareto, maka selanjutnya pembuatan diagram sebab-akibat (Cause-Effect Diagram), ini berguna untuk menganalisis dan menentukan faktor-faktor yang berpengaruh secara signifikan di 100

dalam menentukan karakteristik kualitas produk berdasarkan kategori rasional. Pada Cause and Effect Diagram (Fishbone), sumber-sumber masalah potensial dibagi menjadi beberapa kategori. Pengkategorian berdasarkan dari jenis dan sumber masalah berasal, yaitu mesin, material, metode, operator. dan lingkungan. Dari setiap kategori diidentifikasi semua faktor yang mungkin dapat mempengaruhi terjadinya produk cacat. Adapun gambar diagram Fishbone seperti pada gambar 5.5 Gambar 5.5 Cause and Effect Diagram Penyebab Bulu Keba Adapun uraian dari gambar 5.5 Cause & Effect Diagram cacat pecah sudut yaitu: 1. Mesin Adapun uraian permasalahan yang terjadi pada mesin adalah : a. Frekuensi Inspeksi Kurang, ini terjadi lantaran pemeriksaan mesin untuk setiap pergantian shift kurang disiplin, sehingga saat komposisi bahan kimia kurang untuk shift proses prosuksi selanjut nya terkadang kurang dan mesin harus di maintenance 101

sesaat untuk pengisian kembali. b. Konveyer bermasalah, ini juga merupakan salah satu penyebab terjadinya bulu keba, karna saat konveyer mengalami masalah, dalam hal ini berhenti di tengah jalan, kondisi dan suhu lingkungan di sekitar mesin akan mempengahuri kualitas benang. Dalam hal ini menyebabkan setelah proses Drawing, benang menjadi berbulu. c. Posisi penempatan subtow tidak pas, pada point ini dimaksudkan bahwa saat proses pengeringan subtow setelah proses pencucian, posisi subtow basah tidak sepenuhnya bedara pada posisi yang tepat atau ada sebagian subtow yang bergeser. Dikarnakan hal ini maka benang setelah proses Drawing selesai, menjadi berbulu. 2. Material Adapun uraian permasalahan yang terjadi pada Material adalah : a. Chip tidak bagus, ini juga merupakan salah satu faktor penyebab Bulu Keba, karna chip yang digunakan saat proses spining, akan menentukan kadar dari hasil chip yang telah di proses pada proses Spining, sehingga sangat berpengaruh terhadap proses drawing. b. Sesuai dengan chip tadi, bahwa jika setelah proses Drying kadar chip yang dihasilkan terlalu tinggi, maka ini akan sangat berdampak pada proses produksi selanjutnya yaitu Drawing c. Komposisi bahan tidak sesuai dengan spesifikasi, maksud dari point ini setelah proses Spining, kadar chip yang dihasilkan 102

tidak sesuai dengan standart spesifikasi untuk pembuatan benang Polyester tipe T.402 3. Metode Adapun uraian permasalahan yang terjadi pada Metode adalah : a. Terlalu lama pada proses Drawing, ini terjadi karna pada saat proses pengeringan subtow ini terlalu lama sehingga output benang yang dihasilkan menjadi tidak sempurna, dalam hal ini benang menjadi berbulu. b. Prosedur Kurang Baik, ini disebabkan karna proses pengolahan di mesin Drawing terkadang kelebihan atau kekurangan, sehingga menyebabkan kualitas benang di akhir proses menjadi jelek, salah satunya benang berbulu. c. Inspeksi kurang ketat, hal ini disebabkan olah operator yang bertugas berbeda-beda setiap Shift nya, sehingga inspeksi yang dilakukan oleh operator yang berbeda ini terkadang juga berbeda dari operator yang sebelumnya. d. Kontrol mesin tidak tepat waktu, ini juga disebabkan oleh kelalaian operator dalam proses Spining dimana operator malas untuk memeriksa kondisi subtow di setiap proses drawing. 4. People Adapun uraian permasalahan yang terjadi pada People adalah : a. Lelah, ini disebabkan karna adanya sebagian operator yang terkadang suka mengambil lembur saat bekerja, sehingga untuk shift selanjutnya mengalami kurang stamina atau mengantuk. 103

b. Lalai, masalah ini banyak dijumpai di hampir setiap perusahaan manufaktur, adalah operator yang malas atau lalai dalam bekerja, baik dalam pengispeksian mesin, pengecekan proses produksi dan pengontrolan mesin. c. Kurang pengawasan, ini juga merupakan salah satu faktor yang dimana operator yang malas mengawasi jalannya proses produksi akan menyebabkan hasil akhir pada proses Drawing menjadi tidak sesuai dengan standart spesifikasi hasil barang produksi. Tidak disiplin, ini juga terjadi dikarnakan operator yang bertugas kurang cekatan dalam menjalankan tugasnya. 5.3.3 Analisis Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) ini berjtujuan untuk menganalisis resiko kegagalan pada proses maupun produk yang berpengaruh pada tingkat kualitas produk akhir. Dalam penggunaan FMEA, diidentifikasi setiap mode kegagalan potensial yaitu keseriusan dari efek kegagalan potensial pada fungsional produk, frekuensi terjadinya kegagalan potensial akibat penyebab tertentu dan kemungkinan kegagalan potensial dan penyebabnya dapat dideteksi. Dari hasil analisis FMEA diperoleh nilai Risk Priority Number (RPN) tertinggi yaitu 270 untuk penyebab kegagalan karena operator lelah / capek. Nilai tersebut merupakan mode kegagalan paling kritis dan dijadikan sebagai prioritas pertama sehingga perlu dilakukan tindakan korektif segera. 5.4. Analisa Tahap Improve Pada tahapan improve (perbaikan) ini diterapkan suatu rencana tindakan peningkatan kualitas Six sigma, melalui perbaikan terhadap sumber-sumber 104

penyebab terjadinya Bulu Keba. Pemilihan sasaran improvement ini didasarkan pada hasil analisis Cause and effect diagram. Namun perbaikan yang dilakukan hanya sebatas rekomendasi, tidak diterapkan langsung pada perusahaan karena keterbatasan waktu dan kesempatan yang diberikan pihak perusahaan, sehingga tidak memungkinkan untuk dilakukannya kegiatan eksperimen. Usulan perbaikan dilakukan pada aspek mesin karena sumber variasi terbesar terjadi akibat kegagalan proses yang disebabkan oleh kegagalan fungsi mesin. Adapun usulan perbaikan yang diberikan pada aspek mesin dapat dilihat pada Tabel 5.3. Tabel 5.3. Perbandingan Kondisi Aktual dengan UsulanPerbaikan (Mesin) No Kondisi aktual Usulan Perbaikan 1 2 3 Pemeriksaan Konveyer hanya pada saat alam berbunyi Penggantian Cairan Kimia saat Proses Drawing hanya pada saat ketika mesin berhenti beroperasi karna habis, sehingga menggangu proses produksi dan kualitas produk Pembilasan dan pengeringan benang tidak berlangsung secara optimal sehingga menyebabkan benang menjadi terlalu kering dan berbulu Lakukan Pemeriksaan secara rutin terhadap seluruh aspek mesin, tidak hanya setelah pergantian shift dan mengunggu alarm error mesin menyala. Selalu periksa banyak sedikitnya kandungan bahan kimia yang digunakan pada proses Drawing sedang berjalan, ini untuk mengantisipasi agar mesin tidak berhenti mendadak saat masih berlangsung nya proses produksi Penempatan informasi SOP pada tempat kerja diletakkan di tempat yang dimana operator bisa selalu melihat dan membaca dengan baik. Adapun dari segi material tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap produk cacat, sebab material yang digunakan sebagai bahan baku sudah mendekati standar kualitas yang ditetapkan oleh perusahaan. Kecacatan akibat faktor material berasal dari kesalahan yang dilakukan operator maupun kegagalan mesin. 105

Jadi dari segi material tidak ada yang perlu diperbaiki. Adapun pada aspek metode, juga tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap produk cacat. Kecacatan akibat faktor metode berasal dari kesalahan yang dilakukan operator maupun kegagalan mesin. Jadi dari segi material tidak ada yang perlu diperbaiki. Pada aspek operator, usulan perbaikan diarahkan pada peningkatan disiplin dan motivasi kerja. Adapun usulan perbaikan yang diberikan pada aspek operator dapat dilihat pada Tabel 5.4. Tabel 5.4. Perbandingan Kondisi Aktual dengan Rekomendasi Perbaikan (Human) No Kondisi Aktual Usulan Perbaikan 1 2 Operator tidak fokus dan teliti dalam pengecekan dan pengoperasian mesin Kurang sigap dalam penanganan mesin yang sedang bermasalah Hindari pen double an jam kerja, ini untuk mengantisipasi kelelahan pada operator dan nanti nya bisa lebih fokus dan teliti dalam proses pengoperasian mesin Pemberian pelatihan khusus kepada operator yang kinerjanya masih kurang atau menggati operator sebagai alternatif lain. 3 Operator lelah / capek Penambahan jumlah operator pada stasiun kerja yang memerlukan ketelitian dan fokus tinggi Adapun dari segi lingkungan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap produk cacat, sebab khususnya lingkungan pada bagian produksi cukup terbuka dan tidak gelap. Kecacatan pada umumnya diakibatkan oleh faktor kesalahan yang dilakukan operator maupun kegagalan mesin. 106

5.5. Analisa Tahap Control Adapun Control (tahapan pengendalian) sebagai proyek six sigma yang menekankan terhadap pembakuan, pendokumentasian dan penyebarluasan tindakan yang telah dilakukan dan mempunyai tujuan untuk mengevaluasi proses perbaikan yang telah dilakukan dengan efektif dan efisien serta untuk menjaga kondisi proses agar tetap stabil dan tidak dapat mengalami penurunan kembali. Karena pada penelitian ini tindakan perbaikan masih berupa usulan, jadi control dilakukan setelah usulan perbaikan diimplementasikan. Adapun tindakan-tindakan yang perlu dilakukan untuk terus menjaga dan meningkatkan hasil yang telah dicapai yaitu: 1. Teratur memeriksa mesin Drawing sebelum pengoperasian mesin. 2. Periksa penempatan benang saat sebelum proses Drawing dimulai. 3. Periksa penempatan benang saat setelah proses pembilasan. 4. Pastikan operator berada pada kondisi yang fit saat bertugas. 5. Bertindak cepat saat mesin standby / mati karna adanya error pada benang selama proses Drawing berjalan. 6. Pastikan kadar air yang diberikan sesuai dengan SOP pada saat proses pembilasan benang. 7. Periksa tow saat hendak menuju ke proses Drawing apakah sudah sesuai dengan SOP atau tidak 8. Pastikan situasi dan kondisi lingkungan sekitar proses Drawing sesuai dengan SOP. 107