BAB VI TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT YANG TERGABUNG DALAM OTL PASAWAHAN II PASCA RECLAIMING

dokumen-dokumen yang mirip
TABEL FREKUENSI DAN HASIL UJI CROSSTABS

REFORMA AGRARIA DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI

BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP)

PADUAN WAWANCARA PENELITIAN. : Fenomena Kemiskinan Pada Masyarakat Petani Sawah. : Desa Karang Anyar Kecamatan Jati Agung

VII. ANALISIS TINGKAT KESEJAHTERAAN PEDAGANG DI TAMAN MARGASATWA RAGUNAN. 7.1 Pengaruh TMR terhadap Terciptanya Lapangan Usaha

PENGARUH KETIMPANGAN GENDER TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN PADA RUMAH TANGGA BURUH TANI

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI

BAB III METODE PENELITIAN

BAB V BENTUK DAN SISTEM KELEMBAGAAN PERTANIAN PASCA RECLAIM

BAB VI STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT SEBELUM DAN SESUDAH TERJADINYA KONVERSI LAHAN

BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Tabel 15. Hubungan Luas Lahan dengan Tingkat Pendapatan Tahun 2011

KARAKTERISTIK RESPONDEN

BAB VII HUBUNGAN PERILAKU KONSUMSI DENGAN SIKAP TERHADAP MAKANAN POKOK NON BERAS

BAB V POLA PENGUASAAN LAHAN DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUASAAN LAHAN

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG INDIKATOR KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN BANYUWANGI

IDENTIFIKASI POTENSI EKONOMI DI PEDESAAN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH

Lampiran 1. Lokasi Tempat Penelitian

BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN

KUESIONER BEASISWA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

VII. KEMISKINAN DI TINGKAT RUMAHTANGGA

BAB VI IDENTIFIKASI TINGKAT KEMISKINAN DAN TINGKAT PENGETAHUAN RUMAH TANGGA PESERTA PROGRAM MISYKAT

BAB V PERAN USAHA KAYU RAKYAT DALAM STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA PETANI

BAB V PERAN KELOMPOK TANI BAGI KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA

BAB V STRUKTUR PENGUASAAN TANAH LOKAL

Utomo, M., Eddy Rifai dan Abdulmutalib Thahir Pembangunan dan Alih Fungsi Lahan. Lampung: Universitas Lampung.


Lampiran 1 KUISIONER PENELITIAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA HUTAN OLEH MASYARAKAT DESA BUNIWANGI KECAMATAN PELABUHAN RATU KABUPATEN SUKABUMI

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2 Persentase responden berdasarkan kelompok umur

LAMPIRAN. Lampiran 1. Matrik Kebutuhan Data, Metode, Jenis dan Sumber Data

BAB II PENDEKATAN KONSEPTUAL

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a. Letak, Luas, dan Batas Wilayah. dengan batas-batas administratif sebagai berikut:

ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga

BAB VII DAMPAK LANDREFORM DARI BAWAH (BY LEVERAGE) DAN ARAH TRANSFER MANFAAT DALAM KEBIJAKAN PROGRAM PEMBARUAN AGRARIA NASIONAL

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang

NO RESPONDEN : PEWAWANCARA :

PROGRAM KREATIFITAS MAHASISWA

KUESIONER PENELITIAN PENERAPAN POLA KEMITRAAN DENGAN SISTEM GADUHAN TERHADAP KESEJAHTERAAN PETANI/PETERNAK DI

Tabel 1.1 Profil keluarga Dampingan No Nama Stataus Umur Pendidikan Pekerjaan Keterangan 1 I Nyoman Suami & 62 Tidak Buruh Pekerja

HASIL DAN PEMBAHASAN. Sumber: Data primer Profil Kelurahan Lenteng Agung 2009.

VII. ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

SURVEI KOMUTER MEBIDANG 2015

BAB VI DAMPAK KONVERSI LAHAN TERHADAP HUBUNGAN AKTOR

BAB V FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU KONVERSI LAHAN PERTANIAN

Analisis Dan Perhitungan Pembanding Kemiskinan Di Provinsi Lampung

LAPORAN KINERJA INVESTASI KEM. PERTAMINAFlip DESA MERDEN KEC. PURWANEGARA KABUPATEN BANJARNEGARA (Senin, 18 Mei 2015) Disusun oleh: PoedjiHaryanto

SENSUS PENDUDUK 1980

BAB V11 KESEJAHTERAAN KELUARGA PEKERJA PEREMPUAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

BAB II RANCANGAN PELAKSANAAN KEGIATAN PLPBK

FORM WAWANCARA PROGRAM KELUARGA HARAPAN 2011

REPUBLIK INDONESIA SENSUS PERTANIAN 2003 SURVEI PENDAPATAN PETANI

IMPLEMENTASI SANITASI PANGAN PADA PRODUKSI KOPI DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IX, JAMBU-SEMARANG. Roswita Sela 14.I1.0174

Republik Indonesia BADAN PUSAT STATISTIK. SURVEI PENYEMPURNAAN DIAGRAM TIMBANG NILAI TUKAR PETANI 2012 Subsektor Tanaman Pangan PERHATIAN

BAB V ANALISIS. V.1.1 Kualitas Lahan Permukiman. yang telah ditentukan masyarakat bersama. V.1.2 Kapasitas Lahan Permukiman

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2016 T E N T A N G INDIKATOR LOKAL KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN CIAMIS

VI. ALOKASI WAKTU KERJA, KONTRIBUSI PENDAPATAN, DAN POLA PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH

MACAM-MACAM KOLAM IKAN DIPEKARANGAN

V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING. responden memberikan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar

Seorang diri, Sadiman memerdekakan desanya dari kekeringan

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

PROPOSAL PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM. TERKAM (Budidaya Ternak dan Penggemukan Kambing Milik Individu)

V. GAMBARAN UMUM. Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal,

BAB III METODE PENELITIAN

HASIL BASIS DATA TERPADU (BDT) 2015 PROVINSI BALI

DISTRIBUSI PEMILIKAN DAN PENGUSAHAAN LAHAN PERTANIAN DI SULAWESI SELATAN*

JENIS DAN KOMPONEN SPALD

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH

Dampak Kenaikan Harga BBM bagi Golongan Termiskin di Dua Desa

14 KRITERIA MISKIN MENURUT STANDAR BPS ; 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang.

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

VIII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KEMISKINAN RUMAHTANGGA NELAYAN. Pendapatan rumahtangga nelayan terdiri dari pendapatan di dalam sub

BAB III METODE PENELITIAN. sesuai dengan tujuannya (Moh. Pabundu Tika, 2005: 12).

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN KERAGAAN EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan provinsi yang mempunyai

Lampiran 1 Peta Lokasi Kabupaten Sukabumi

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. ketinggian 123 dari permukaan laut dengan suhu rata-rata o C dengan

Paired Samples Statistics. Mean N Std. Deviation Std. Error Mean Pair 1 SEBELUM_BLT SESUDAH_BLT

V. DESKRIPSI LOKASI DAN SAMPEL PENELITIAN. Kelurahan Kamal Muara merupakan wilayah pecahan dari Kelurahan

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan.

BAB 1 KONDISI KAWASAN KAMPUNG HAMDAN

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi

BAB IV DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN. bagian timur dan merupakan Kabupaten yang letaknya paling

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH

BAB I GAMBARAN UMUM KELUARGA DAMPINGAN. sebagai muatan lokal dalam pelaksanaan program KKN PPM yang diberi nama

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

Republik Indonesia BADAN PUSAT STATISTIK SURVEI PENYUSUNAN DIAGRAM TIMBANG NILAI TUKAR PETANI 18 KABUPATEN TAHUN Subsektor Tanaman Pangan

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

Transkripsi:

BAB VI TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT YANG TERGABUNG DALAM OTL PASAWAHAN II PASCA RECLAIMING Menurut Sadiwak (1985) dalam Munir (2008) bahwa kesejahteraan merupakan kepuasan yang diperoleh seseorang dari hasil mengkonsumsi pendapatan yang diterima, namun tingkat kesejahteraan merupakan sesuatu yang bersifat relatif karena tergantung dari besarnya kepuasan yang diperoleh dari hasil mengkonsumsi pendapatan tersebut. Menurut Badan Pusat Statistik tahun 1995 indikator kesejahteraan dapat dilihat dari aspek tertentu, misalnya kependudukan, kesehatan dan gizi, pendidikan, ketenagakerjaan, taraf dan pola konsumsi, perumahan dan lingkungan, serta sosial dan budaya. Namun, karena tingkat kesejahteraan bersifat relatif perlu, maka ditetapkan kembali indikator-indikator kesejahteraan berdasarkan persepsi dari masyarakat setempat, dalam hal ini berdasarkan persepsi masyarakat Pasawahan. Berikut merupakan beberapa indikator yang diperoleh berdasarkan kesepakatan masyarakat Pasawahan melalui FGD. Masyarakat menetapkan lima indikator kesejahteraan rumahtangga petani Pasawahan, yaitu kondisi tempat tinggal, tingkat pendapatan, kepemilikan aset, MCK/kamar mandi, dan Sumber air. Penetapan indikator ini berdasarkan pada situasi dan kondisi masyarakat saat ini. Responden pada penelitian ini merupakan masyarakat Pasawahan yang menjadi anggota OTL Pasawahan II yaitu sebanyak 40 orang. 6.1 Indikator Kesejahteraan 6.1.1 Tingkat Kondisi Tempat Tinggal Responden Kondisi tempat tinggal dijadikan sebagai salah satu indikator untuk mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat Desa Pasawahan karena menurut BPS, 1995 dalam Munir (2008) menerangkan bahwa semakin baik fasilitas yang dimiliki, dapat diasumsikan semakin sejahtera rumahtangga yang menempati rumah tersebut. Kondisi tempat tinggal masyarakat sebelum mereclaim sudah terbilang cukup bagus. Atap sudah terbuat dari genting, lantai sudah ada yang

69 terbuat dari semen, dan dinding sudah terbuat dari bilik bambu. Sesuai dengan pernyataan dari CNT (pemilik warung sekaligus anggota OTL): Dulu mah rumah ibu masih saung, asal ada buat berteduh Pernyataan yang singkat di atas cukup menggambarkan bagaimana kondisi tempat tinggal masyarakat sebelum reclaim. Istilah saung menunjukkan kondisi rumah yang masih terbuat dari bilik bambu dan pondasi rumah yang tidak kokoh. Pada penelitian ini, kondisi tempat tinggal dilihat berdasarkan kondisi atap, lantai dan dinding. Untuk atap dibedakan berdasarkan atap genting, asbes, dan daun kirai. Lantai dibedakan berdasarkan lantai keramik, semen, dan tanah. Sedangkan untuk dinding dibedakan berdasarkan dinding tembok, dan bambu/ bilik. Kondisi tempat tinggal dibedakan menjadi tiga tingkatan, yaitu: tinggi (atap genting, lantai keramik, dinding tembok), sedang (atap genting, lantai semen, dinding bilik bambu), dan rendah (atap asbes, lantai tanah, dinding bilik bambu). Kondisi tempat tinggal diukur dengan menjumlahkan skor dari hasil jawaban responden: Tabel 17. Distibusi Responden Menurut Kondisi Tempat Tinggal di OTL Pasawahan II, tahun 2010 Kondisi Tempat Tinggal Jumlah (n) Persentase (%) Atap asbes, lantai tanah, dinding bilik bambu 0 0 Atap genting, lantai semen, dinding bilik 7 17,5 bambu Atap genting, lantai keramik, dinding tembok 33 82,5 Jumlah 40 100 Tabel 16 menunjukkan bahwa sebagian besar (82,5 persen) anggota OTL Pasawahan II kondisi tempat tinggalnya sudah meningkat, namun masih ada 17,5 persen anggota OTL yang kondisi tempat tinggalnya masih sedang. Hal ini menunjukkan bahwa keadaan masyarakat setelah bergabung kedalam OTL dan memperoleh lahan garapan mengalami peningkatan. Sebagian besar anggota OTL dapat memperbaiki kondisi tempat tinggalnya menjadi lebih baik, bahkan sudah bisa dikatakan sangat meningkat. Hasil yang diperoleh dari lahan garapan masyarakat mampu memperbaiki kehidupan dengan menata kembali kondisi tempat tinggal. Berikut ungkapan NNH (anggota OTL Pasawahan II):

70 Alhamdulillah jang, saatosna gabung SPP, ibu jadi nggaduhan lahan kanggo digarap. Tina hasil garapan eta, alhamdulillah ibu tiasa ngagentos tehel anu tadina tina semen janten keramik. Meskipun hasil panen saalit, ku ibu disimpen. Teu sadayana dianggo. Terjemahan dalam Indonesia: Alhamdulilah de, setelah gabung SPP, ibu jadi memiliki lahan garapan. Dari hasil garapan itu, alhamdulillah ibu bisa mengganti lantai dari semen jadi keramik. Meskipun hasil panen sedikit, ibu rajin nabung. Tidak semuanya dipakai. Pernyataan di atas menjelaskan, untuk memperbaiki kondisi tempat tinggal, hasil dari panen lahan garapan tidak semuanya dibelanjakan. Bagi petani yang hasil panennya sedikit, mereka tidak membelanjakan semua hasil penen tersebut, namun sebagian disimpan untuk memperbaiki tempat tinggal sedikit demi sedikit. Namun bagi petani yang hasil panennya tinggi, mereka ada yang mampu membangun kembali rumah. Misalnya, Bapak JML memanen pohon albasia yang sudah ditanamnya selama ± 5 tahun. Dari hasil panen tersebut, beliau kembali membangun rumah yang baru di lahan hasil perjuangan. 6.1.2 Tingkat Pendapatan Responden Pendapatan rata-rata per bulan responden, yaitu pendapatan per bulan yang diperoleh responden sesuai jenis pekerjaan yang digeluti. Tingkat pendapatan responden sebelum merecalim masih tergolong rendah. Karena pekerjaan yang digeluti oleh masyarakat tidak tetap. Menurut data nominatif lahan tahun 2009, tingkat pendapatan sebelum dan sesudah memiliki lahan garapan mengalami perubahan yang cukup besar. Misalnya, Cucu yang awalnya hanya memiliki pendapatan Rp. 10.000/ bulan, kini pendapatannya menjadi Rp. 300.000/ bulan. Pada penelitian ini tingkat pendapatan diukur berdasarkan selang yang diperoleh dari hasil rata-rata pendapatan responden dan dibagi menjadi tiga tingkatan yaitu tinggi (Rp. 2.000.000 < x < Rp. 3.000.000/ bulan), sedang (Rp. 1.100.000 < x < Rp. 2.000.000/ bulan), dan rendah (Rp. 200.000 < x < Rp. 1.100.000/ bulan). Distribusi responden berdasarkan tingkat pendapatan rata-rata per bulan dapat dilihat pada Tabel 18 di bawah ini:

71 Tabel 18. Distribusi Tingkat Pendapatan Responden di OTL Pasawahan II, tahun 2010 Tingkat Pendapatan (Rp/bulan) Jumlah (n) Persentase (%) 200.000 < x < 1.100.000 32 80 1.100.000 < x < 2.000.000 6 15 2.000.000 < x < 3.000.000 2 5 Jumlah 40 100 Tabel 18 menunjukkan sebagian besar pendapatan responden rendah (80 persen), yaitu antara Rp. 200.000 - Rp. 1.100.000/ bulannya. Ada juga responden yang memiliki pendapatan tinggi (5 persen) dengan pendapatan Rp. 2.000.000 - Rp. 3.000.000/ bulannya. Responden yang rata-rata pendapatannya rendah karena pekerjaan utama mereka adalah bertani. Selain itu, luas lahan yang dimiliki oleh responden merupakan lahan sempit dan hasil yang diperoleh tidak besar dan tidak tetap. Sedangkan responden yang rata-rata pendapatannya tinggi karena selain memiliki lahan yang luas, mereka juga tidak bekerja pada satu jenis pekerjaan saja. Misalnya, sebagai pegawai desa, guru, dan buruh bangunan. 6.1.3 Kepemilikan Aset Responden Kepemilikan aset merupakan banyaknya barang berharga yang dimiliki oleh responden berupa barang-barang elektronik dan kendaraan bermotor. Kepemilikan aset dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Kategori tinggi yaitu bagi responden yang memiliki kendaraan bermotor dan barang elektronik lebih dari dua jenis. Kategori sedang yaitu responden yang memiliki barang elektronik lebih dari dua jenis. Sedangkan kategori rendah yaitu responden yang memiliki barang elektronik maksimal dua jenis. bawah ini: Distribusi kepemilikan aset responden dapat dilihat pada Tabel 19 di Tabel 19. Distribusi Kepemilikan Aset Pada Responden di OTL Pasawahan II, tahun 2010 Kepemilikan Aset Jumlah (n) Persentase (%) Memiliki barang elektronik maks. dua jenis 2 5 Memiliki barang elektronik lebih dari dua 8 20 jenis Memiliki kendaraan bermotor dan barang 30 75 elektronik lebih dari dua jenis Jumlah 40 100

72 Tabel 19 menunjukkan bahwa kepemilikan aset responden tinggi sebanyak 30 orang atau 75 persen dan 2 orang atau 5 persen termasuk kategori rendah. Data tersebut menunjukkan bahwa anggota OTL Pasawahan II sudah mampu memiliki kendaraan bermotor dan mampu membeli barang elektronik seperti televisi, radio, VCD/DVD, handphone, setrika, lemari es, dan lainnya. Kendaraan bermotor dianggap lebih penting karena sebagai alat transportasi masyarakat. Melihat kondisi daerah yang sulit dijangkau oleh transportasi umum, sehingga kendaraan bermotor khususnya sepeda motor menjadi alat transportasi utama yang digunakan oleh masyarakat pasawahan. Selain sebagai alat transportasi, sepeda motor juga digunakan sebagai alat pengangkut hasil perkebunan. Misalnya untuk membawa pakan ternak (rumput), membawa kayu yang sudah dipotong-potong, dan untuk menjual hasil kebun ke pasar di daerah Banjarsari 6.1.4 Sumber Air yang Digunakan oleh Responden Sumber air merupakan asal atau sumber air yang digunakan oleh responden untuk kebutuhan sehari-hari. Sumber air dibedakan menjadi tiga, yaitu tinggi (sumber air yang berasal dari sumur sendiri), sedang (sumber air yang berasal dari sumur milik umum), rendah (sumber air yang berasal dari mata air). Ditribusi sumber air yang digunakan oleh responden dapat dilihat pada Tabel 20 di bawah ini: Tabel 20. Distribusi Sumber Air yang Digunakan oleh Responden di OTL Pasawahan II, tahun 2010 Sumber Air Jumlah (n) Persentase (%) Mata Air 19 47,5 Sumur Umum 5 12,5 Sumur Sendiri 16 40 Jumlah 40 100 Tabel 20 menunjukkan bahwa responden yang menggunakan mata air sebagai sumber air dalam kehidupan sehari-harinya sebanyak 19 orang atau 47,5 persen. Sedangkan sebanyak 16 orang atau 40 persen dari responden sudah memiliki sumur sendiri. Bagi responden yang sumber airnya berasal dari mata air, mereka harus menyiapkan saluran air untuk mengalirkan air dari mata air ke tempat penampungan di rumah masing-masing dengan menggunakan pipa plastik,

73 atau dari bambu. Di Pasawahan khususnya di daerah OTL Pasawahan II, terdapat dua mata air yang digunakan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan seharihari. Responden yang sudah memiliki sumur sendiri, umumnya mereka yang sudah memiliki kamar mandi sendiri. Kedalaman sumur yang digali tidak terlalu dalam, ± 10-15 meter sudah keluar sumber air. Mengambil air dari dalam sumur ada yang sudah menggunakan mesin pompa air, ada juga yang masih manual dengan menggunakan katrol, pakai ember kemudian ditampung di ember atau bak yang sudah disediakan. Adapun yang menjadi alasan kenapa masih banyak yang menggunakan mata air sebagai sumber air, yaitu karena tanah dekat tempat tinggal mereka tidak memiliki kadar air yang cukup bagus, sehingga untuk mendapatkan sumber air harus menggali sumur yang sangat dalam. Semakin dalam menggali sumur, maka biaya yang dikeluarkan juga semakin besar. Hal ini lah yang menyebabkan lebih dari 40 persen responden lebih baik menggunakan mata air sebagai sumber air rumahtangga mereka. 6.1.5 Kamar Mandi/MCK yang Digunakan oleh Responden Kamar mandi/ MCK merupakan fasilitas rumahtangga yang digunakan sebagai tempat untuk mandi dan buang air besar. Penggunaan kamar mandi/mck dibedakan menjadi tiga, yaitu: tinggi (responden yang memiliki kamar mandi/ MCK sendiri), sedang (responden yang kamar mandi/mck nya milik umum), rendah (responden yang kamar mandi/mck nya di alam terbuka). Distribusi kamar mandi/mck yang digunakan oleh responden dapat dilihat pada Tabel 21 di bawah ini: Tabel 21. Distribusi Penggunaan Kamar Mandi/MCK oleh Responden di OTL Pasawahan II, tahun 2010 MCK/ Kamar mandi Jumlah (n) Persentase (%) Alam Terbuka 0 0 Milik Umum 6 15 Milik Sendiri 34 85 Jumlah 40 100

74 Tabel 21 di atas menunjukkan bahwa 85 persen dari responden sudah memiliki kamar mandi/ MCK sendiri, dan 15 persen lainnya masih menggunakan kamar mandi/mck milik umum. Responden yang memiliki kamar mandi/mck sendiri umumnya mereka yang mampu membuat sumur sendiri atau menampung air dari mata air dengan memakai saluran air seperti selang, pipa air (paralon), atau membuatnya sendiri dengan menggunakan bambu. Selain itu juga, dengan memiliki kamar mandi/mck sendiri akan lebih mudah dan lebih dekat. Tidak perlu lagi mengantri atau kehabisan air. 6.2 Hubungan Distribusi Penguasaan Tanah dengan Tingkat Pendapatan Responden Berdasarkan hasil penghitungan dengan menggunakan tabulasi silang, maka hubungan antara distribusi penguasaan tanah terhadap tingkat pendapatan dapat dilihat pada Tabel 22 di bawah ini: Tabel 22. Distribusi Tingkat Pendapatan Menurut Luas Pemilikan Lahan di OTL Pasawahan II, tahun 2010 Luas lahan Tingkat Pendapatan (m 2 ) Rendah Sedang Tinggi Total 0-9994 24 0 0 24 9995-19989 7 4 0 11 19990-29981 1 2 2 5 Total 32 6 2 40 Pada Tabel 22 di atas menunjukkan bahwa responden yang memiliki luas lahan rendah, pendapatannya pun rendah. Sebaliknya, responden yang memiliki luas lahan tinggi, pendapatannya tinggi. Jadi semakin luas lahan yang dimiliki, maka pendapatan yang diperoleh semakin tinggi. Hal ini sesuai dengan hasil uji tabulasi silang yang menunjukkan bahwa koefisien kontingensi 0.000 < α 0.050. Artinya, luas lahan sangat berhubungan signifikan terhadap tingkat pendapatan. Pak AMD seorang petani yang memiliki lahan 8 kapling memiliki rata-rata pendapatan + Rp. 3.000.000/ bulan dibandingkan dengan SRN seorang petani yang memiliki lahan dua kapling yang hanya memiliki pendapatan rata-rata + Rp. 500.000/ bulannya. Berdasarkan luas lahan yang dimiliki, jelas terlihat bahwa AMD memiliki luas lahan empat kali lebih besar daripada luas lahan yang

75 dimiliki SRN. Sehingga pendapatan yang diperoleh oleh AMD jauh lebih besar dibandingkan SRN. Lahan yang dimiliki oleh AMD, dua kapling merupakan lahan basah atau sawah dan sisanya merupakan lahan kering. Di sawah ditanami oleh padi dan kacang-kacangan dengan dua kali panen dalam setahun. Sedangkan untuk lahan kering atau kebun ditanami oleh tanaman singkong, pisang, kopi, cokelat, pohon albasia, pohon nangka, pohon kelapa, dan banyak lagi tanaman palawija lainnya. Sedangkan lahan milik SRN yang dua kapling merupakan lahan kering yang hanya ditanami pohon albasia dan diselangi oleh tanaman pisang. AMD sudah pernah memanen pohon albasia yang ditanamnya, sedangkan SRN belum pernah memanennya. Selain dari pohon albasia, tanaman yang lainnya sudah dipanen dan hasilnya dijual ke tengkulak atau untuk konsumsi pribadi. Oleh karena itu, pendapatan AMD lebih tinggi daripada SRN. 6.3 Hubungan Antara Tingkat Pendapatan Responden dengan Kondisi Tempat Tinggal Berdasarkan hasil penghitungan dengan menggunakan tabulasi silang, maka hubungan antara tingkat pendapatan terhadap kondisi tempat tinggal dapat dilihat pada Tabel 23 di bawah ini: Tabel 23. Hubungan Antara Tingkat Pendapatan dengan Kondisi Tempat Tinggal Responden di OTL Pasawahan II, tahun 2010 Tingkat Kondisi Tempat Tinggal Pendapatan (Rp/bulan) Rendah Sedang Tinggi Total 200.000 < x < 1.100.000 0 7 25 32 1.100.000 < x < 2.000.000 0 0 6 6 2.000.000 < x < 3.000.000 0 0 2 2 Total 0 7 33 40 Tabel 23 di atas menunjukkan bahwa responden yang memiliki pendapatan rendah kondisi tempat tinggalnya sudah bagus, namun tidak semua yang pendapatannya rendah kondisi tempat tinggalnya bagus. Ada beberapa responden yang tempat tinggalnya sedang (lantai semen, dinding dari bilik bambu, dan atap genteng). Sedangkan responden yang pendapatannya sedang dan tinggi semua kondisi tempat tinggalnya sudah bagus (lantai keramik, dinding tembok, dan atap genteng). Hal ini menunjukkan bahwa tempat tinggal merupakan

76 kebutuhan utama yang harus segera dipenuhi. Sehingga tingkat pendapatan responden tidak berhubungan dengan kondisi tempat tinggal. Tidak semua responden yang tingkat pendapatannya rendah memiliki kondisi tempat tinggal yang bagus, masih ada beberapa yang kondisi tempat tinggalnya sedang. Hal ini karena pendapatan yang diperoleh tidak hanya digunakan untuk memperbaiki kondisi rumah. Masih banyak keperluan yang harus dipenuhi misalnya untuk kebutuhan pangan, beli pupuk, dan kebutuhan lainnya. Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari pun tidak cukup. Berbeda dengan responden yang tingkat pendapatannya tinggi. Kondisi tempat tinggal yang mereka tinggali sudah bagus. Misalnya, ISK yang memiliki pendapatan rendah (+ Rp. 400.000/ bulan) kondisi tempat tinggalnya sedang (lantai semen, dinding dari bilik bambu, dan atap genteng), sedangkan SRT yang memiliki penghasilan sedang (+ Rp. 1000.000/ bulan) kondisi tempat tinggalnya sudah bagus (lantai keramik, dinding tembok, dan atap genteng). Hal ini diperkuat dengan pernyataan dari DSU yang memiliki mata pencaharian sebagai petani dan tingkat pendapatannya rendah (anggota OTL Pasawahan II): Pendapatan bapa mah pas-pasan, boro-boro ngahadean saung, kanggo dahar oge masih kurang. Bapa mah kudu kukumpul heula hayang nembok oge. Saeutik-saeutik, nu penting mah kasampeur Terjemahan dalam Indonesia: Pendapatan bapa itu pas-pasan, jangankan untuk memperbaiki rumah, untuk makan saja masih kurang. Untuk memperbaiki tembok rumah saja, bapak harus menabung dulu. Sedikit-sedikit, yang penting tercapai. Berdasarkan pernyataan di atas, semakin memperkuat bahwa yang memiliki tingkat pendapatan rendah kondisi tempat tinggalnya masih rendah atau sedang. Sedangkan yang memiliki tingkat pendapatan tinggi, kondisi tempat tinggalnya tinggi atau bagus.

77 6.4 Hubungan Antara Tingkat Pendapatan Responden dengan Kepemilikan Aset Berdasarkan hasil penghitungan dengan menggunakan tabulasi silang, maka hubungan antara tingkat pendapatan terhadap kepemilikan aset dapat dilihat pada Tabel 24 di bawah ini: Tabel 24. Hubungan Antara Tingkat Pendapatan Responden dengan Kepemilikan Aset di OTL Pasawahan II, tahun 2010 Tingkat Kepemilikan Aset Pendapatan (Rp/bulan) Rendah Sedang Tinggi Total 200.000 < x < 1.100.000 2 7 23 32 1.100.000 < x < 2.000.000 0 0 6 6 2.000.000 < x < 3.000.000 0 1 1 2 Total 2 8 30 40 Tabel 24 di atas menunjukkan bahwa 23 responden yang memiliki aset tinggi merupakan responden yang pendapatannya rendah. Hal ini terlihat bahwa kepemilikan aset khususnya terhadap sepeda motor dianggap penting. Karena daerah pasawahan merupakan daerah pegunungan dan jarak antar kampung berjauhan maka sepeda motor merupakan alat transportasi yang utama. Baik mereka yang pendapatannya rendah, sedang, maupun tinggi sudah mampu membeli sepeda motor. Sehingga sepeda motor bukan lagi merupakan bawang mewah, tapi sudah menjadi kebutuhan warga untuk membantu kehidupan seharihari. Selain sebagai alat transportasi, juga untuk mengangkut hasil panen atau kayu dari kebun. Selain sepeda motor, ada juga barang-barang elektronik yang dijadikan indikator untuk mengukur tingkat kepemilikan aset seperti TV, radio, VCD, handphone, setrika, dan lemari es. Responden yang pendapatannya rendah, sedang, maupun tinggi sama-sama memiliki barang-barang elektronik yang dijadikan indikator untuk kepemilikan aset. Misalnya, ELM yang pendapatannya tinggi (+ Rp. 2.500.000/ bulan) dan WWN yang pendapatannya rendah (+ Rp. 300.000/ bulan) sama-sama memiliki sepeda motor, TV, HP, dan setrika. Berdasarkan perbandingan tersebut terlihat bahwa tingkat pendapatan tidak membuat perbedaan dalam kepemilikan aset. Artinya, tingkat pendapatan yang diperoleh responden tidak berpengaruh terhadap kepemilikan aset.

78 6.5 Hubungan Antara Tingkat Pendapatan dengan Sumber Air yang Digunakan oleh Responden Berdasarkan hasil penghitungan dengan menggunakan tabulasi silang, maka hubungan antara tingkat pendapatan terhadap distribusi sumber air dapat dilihat pada Tabel 25 di bawah ini: Tabel 25. Hubungan Antara Tingkat Pendapatan Responden dengan Sumber Air di OTL Pasawahan II, tahun 2010 Tingkat Sumber Air Pendapatan (Rp/bulan) Rendah Sedang Tinggi Total 200.000 < x < 1.100.000 18 5 9 32 1.100.000 < x < 2.000.000 1 0 5 6 2.000.000 < x < 3.000.000 0 0 2 2 Total 19 5 16 40 Berdasarkan Tabel 25 di atas, 18 responden yang tingkat pendapatannya rendah masih menggunakan mata air sebagai sumber air. Namun dua orang responden yang pendapatannya tinggi semuanya sudah memiliki sumur sendiri, tidak ada yang sumber airnya dari mata air. Berdasarkan hal tersebut, maka tingkat pendapatan dengan sumber air yang digunakan oleh responden. Responden yang tingkat pendapatannya tinggi, cenderung memiliki sumber air yang tinggi (sumur sendiri). Hasil uji statistik menggunakan tabulasi silang menunjukkan koefisien kontingensi 0.005 > α 0.050. Sehingga terdapat hubungan antara tingkat pendapatan dengan sumber air yang digunakan oleh responden. Misalnya DSU yang memiliki pendapatan rendah (+ Rp. 500.000/ bulan) menggunakan mata air sebagai sumber air. Air dari mata air dialirkan dengan menggunakan saluran air (paralon), kemudian ditampung dirumah dalam bak/ ember. Berbeda dengan ELM yang tingkat pendapatannya tinggi (+ Rp. 2.500.000/ bulan) sudah memiliki sumur sendiri. Air dari sumur ditarik dengan menggunakan pompa air (sanyo). Perbandingan kedua contoh di atas menggambarkan bahwa responden yang tingkat pendapatannya rendah belum mampu membuat sumur sendiri, namun masih menggunakan mata air sebagai sumber air. Jika membuat sumur sendiri, harus mengeluarkan biaya yang cukup besar. Biaya untuk pembuatan sumur, pembelian mesin pompa air, jika masih menggunakan katrol harus beli tali buat nimba air dari dalam sumur dan memakai ember. Tapi untuk air dari mata air

79 disalurkan dengan menggunakan saluran air yang terbuat dari bambu, selang atau saluran air plastik (paralon). 6.6 Hubungan Antara Tingkat Pendapatan dengan Kamar Mandi/ MCK yang Digunakan oleh Responden Berdasarkan hasil penghitungan dengan menggunakan tabulasi silang, maka hubungan antara tingkat pendapatan terhadap distribusi kamar mandi/ MCK dapat dilihat pada Tabel 26 di bawah ini: Tabel 26. Hubungan Antara Tingkat Pendapatan Responden dengan Kamar Mandi/ MCK di OTL Pasawahan II, tahun 2010 Tingkat Kamar Mandi/ MCK Pendapatan (Rp/bulan) Rendah Sedang Tinggi Total 200.000 < x < 1.100.000 0 6 26 32 1.100.000 < x < 2.000.000 0 0 6 6 2.000.000 < x < 3.000.000 0 0 2 2 Total 0 6 34 40 Tabel 26 menunjukkan bahwa dari 32 orang responden yang tingkat pendapatannya rendah masih ada enam orang responden yang masih menggunakan kamar mandi/mck milik umum dan 26 lainnya sudah memiliki kamar mandi/mck sendiri. Adapun dari 2 orang responden yang tingkat pendapatannya tinggi, semuanya sudah memiliki kamar mandi/mck sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendapatan tidak berpengaruh terhadap kepemilikan kamar mandi/mck. Kamar mandi/mck merupakan fasilitas rumahtangga yang sangat penting bagi seluruh masyarakat. Karena lebih memudahkan masyarakat untuk melakukan kegiatan mandi, nyuci, atau kegiatan lainnya. Selain itu, kepemilikan kamar mandi/mck merupakan salah satu indikator bagi pemerintah dalam mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat. Dalam penelitian ini, masih ditemukan beberapa dari responden yang masih menggunakan kamar mandi/mck milik umum. Hal ini disebabkan oleh ketidakmampuan mereka dalam membuatnya. Pendapatan yang diperoleh tidak cukup untuk membuat kamar mandi/mck sendiri, lebih diakumulasikan untuk kepentingan rumahtangga lainnya yang lebih penting. Namun ada juga responden yang pendapatannya rendah sudah memiliki kamar mandi/mck sendiri, karena bagi mereka kamar mandi/mck sangat

80 penting. Fasilitas kamar mandi/mck umum sudah sangat jarang ditemui, walaupun ada aksesnya cukup jauh. Oleh karena itu, meskipun tingkat pendapatan rendah, pembuatan kamar mandi/mck dipaksakan dengan pembangunan yang bertahap. Sesuai dengan pernyataan WWN (seorang ibu rumahtangga): Sekarang ibu punya kamar mandi sendiri. Dulu ibu suka numpang ke tetangga, tapi suami ibu bilang untuk buat kamar mandi sendiri. Pake bahan saayana, karena ibu tidak kuat beli peralatannya. Yah meskipun kecil dan jelek, tapi alhamdulillah. Yang penting bisa dipakai untuk mandi, nyuci, dan lainnya. Teu kudu numpang-numpang deui ayeuna mah. Dari pernyataan di atas menunjukkan bahwa fasilitas kamar mandi/mck merupakan kebutuhan yang cukup penting. Meskipun WWN tidak mampu, namun dengan bahan seadanya beliau membuat kamar mandi sendiri. Berbeda dengan OYN, sudah memiliki kamar mandi/mck sendiri yang luas dan cukup bagus dan memiliki tempat penampungan air, karena air yang disedot dari sumur dengan menggunakan mesin pompa air sehingga air bisa terlebih dahulu ditampung. 6.7 Ikhtisar Pengukuran tingkat kesejahteraan masyarakat Pasawahan ditentukan berdasar lima indikator yaitu, tingkat pendapatan, kondisi tempat tinggal, kepemilikan aset, sumber air yang digunakan, dan kepemilikan kamar mandi/mck. Berdasarkan lima indikator tersebut dapat disimpulkan bahwa masyarakat Pasawahan yang tergabung dalam OTL Pasawahan II belum seluruhnya sejahtera. Tapi jika dibandingkan dengan kondisi sebelum berhasil mereclaim lahan, kondisi saat ini tentu sudah lebih baik. Hal ini dapat dilihat dari tingkat pendapatan masyarakatnya. Makin luas lahan yang dimiliki, semakin besar pula tingkat pendapatannya. Makin tinggi tingkat pendapatannya, semakin besar pula keinginan masyarakat untuk memiliki sumber air dari sumur sendiri dan membuat kamar mandi/mck sendiri. Tapi bagi masyarakat Pasawahan, kepemilikan aset khususnya sepeda motor dan tempat

81 tinggal sudah menjadi kebutuhan yang paling utama, sehingga perbedaan tingkat pendapatan tidak memiliki pengaruh yang besar. Baik petani yang tingkat pendapatannya rendah ataupun tinggi, sama-sama sudah memiliki sepeda motor. Sepeda motor merupakan alat transportasi yang utama, selain itu juga berfungsi untuk membawa hasil panen.