BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Agroforestri di Lokasi Penelitian Lahan agroforestri di Desa Bangunjaya pada umumnya didominasi dengan jenis tanaman buah, yaitu: Durian (Durio zibethinus), Petai (Parkia speciosa), Jengkol (Pithecellobium jiringa), Mangga (Mangifera indica), Rambutan (Nephelium lappaceum), Nangka (Artocarpus heterophyllus), Manggis (Garcinia mangostana), Kopi (Coffea arabica), Cengkih (Syzygium aromaticum), Kelapa (Cocos nucifera), dan Pisang (Musa acuminata). Beberapa jenis tanaman tersebut seperti: Durian, Petai, Jengkol, dan Pisang menjadi jenis tanaman buah andalan bagi petani. Secara umum petani yang ada di Desa Bangunjaya saat ini mendapatkan lahan hutan tersebut sebagai warisan, sehingga mayoritas tanaman buah yang ada di kawasan hutan sudah tumbuh dan berada dalam masa produktif. Hal tersebut juga menjelaskan pola tanam yang tidak sistematis seperti pengaturan jarak tanam, jenis tanaman, dan sebagainya pada Gambar 3. Gambar 3 Pola tanam hutan rakyat di lokasi penelitian. Selain memiliki lahan hutan atau biasa disebut oleh petani lokal sebagai lahan darat, petani pada umumnya juga memiliki areal persawahan seperti tersaji pada Gambar 4. Areal persawahan ini dimanfaatkan oleh petani guna memenuhi kebutuhan pangan rumah tangga petani sehari-hari juga pemasukan selingan. Pada areal persawahan ini pula petani menanam jenis palawija sebagai pengisi masa

2 19 bera tanaman padi. Pada umumnya kedua areal tersebut yang dijumpai di lokasi penelitian dari kediaman petani jaraknya cukup jauh. Gambar 4 Areal persawahan pada lokasi penelitian. Berkaitan dengan definisi Sistem agroforestri kompleks yang dikemukakan oleh De Foresta dan Michon (1997) yakni suatu sistem pertanian menetap yang melibatkan banyak jenis pepohonan (berbasis pohon) baik sengaja ditanam maupun yang tumbuh secara alami pada sebidang lahan dan dikelola petani mengikuti pola tanam dan ekosistem yang menyerupai hutan. Jenis tanaman yang banyak ditanam, yaitu: singkong, jagung, kacang tanah dan jenis kacang-kacangan lainnya. Jenis pohon yang banyak ditanam adalah buah-buahan. Petani memanfaatkan ruang lahan yang mereka miliki seoptimal mungkin baik dengan jenis tanaman dengan daur tahunan maupun dengan jenis tanaman pertanian atau palawija dengan daur yang lebih pendek, sehingga sulit dijumpai area lahan yang masih kosong Karakteristik Petani Agroforestri Gambaran mengenai karakteristik petani agroforestri dilakukan dengan metode wawancara terhadap responden. Jumlah responden yang diambil adalah sebanyak 45 orang mengacu pada jumlah anggota gabungan kelompok tani sebanyak 107 orang petani sebagai populasi yang mewakili satu desa. Data yang dikumpulkan, yaitu: identitas, umur, tingkat pendidikan, pekerjaan, jumlah anggota keluarga, pendapatan responden, dan pengeluaran responden.

3 Umur Berdasarkan data yang dikumpulkan, umur responden yang paling muda adalah 30 tahun dan yang paling tua berumur 83 tahun. Data mengenai umur responden disakikan pada Tabel 2. Tabel 2 Umur responden Umur (tahun) Jumlah (Orang) Persentase (%) , , , , ,56 Tabel 2 menunjukkan persentase umur responden terbesar berada pada selang umur tahun sebesar 42,22%. Hal ini disebabkan pada rentang umur tersebut responden masih masuk pada kategori umur produktif dan rata-rata telah berkeluarga serta merupakan generasi yang terdekat dari generasi sebelumnya sebagai pewaris lahannya. Hasil wawancara di lapangan juga menunjukkan bahwa responden dengan rentang umur tahun memiliki anggota keluarga (anak) yang berada pada usia sekolah sehingga tekanan untuk bisa mendapatkan penghasilan lebih besar. Adanya responden yang berusia muda menunjukkan bahwa pada dasarnya lahan hutan rakyat yang ada di Desa Bangunjaya merupakan lahan turun temurun yang dalam proses pengelolaannya juga turun temurun ke generasi berikutnya Pendidikan Tingkat pendidikan berpengaruh pada pola pikir petani dalam mengelola lahan yang dimilikinya. Kebanyakan dari petani atau dalam hal ini diwakili oleh responden, belum mampu mengaplikasikan pengelolaan lahannya secara lestari, dalam artian belum ada usaha yang dilakukan oleh petani untuk bisa menanggulangi problem yang akan dihadapi bila tanaman mereka memasuki masa tidak produktif lagi. Berdasarkan proses wawancara yang dilakukan selama penelitian, para petani seolah berada dalam zona aman dan nyaman ketika saat ini mereka tidak membutuhkan modal untuk mengelola lahan dikarenakan lahan

4 21 garapan mereka merupakan warisan dari generasi sebelumnya yang juga mewariskan tanaman yang sedang dalam masa produktif. Tingkat pendidikan dapat juga menjadi indikator status sosial dalam masyarakat, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin tinggi pula status sosialnya di dalam masyarakat tersebut. Data tingkat pendidikan responden dalam penelitian ini bisa dilihat pada Tabel 3 sebagai berikut : Tabel 3 Tingkat pendidikan responden Tingkat Pendidikan Jumlah (Orang) Presentase (%) 1. Tidak Bersekolah SD SMP SMA Sarjana 5 11 Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa sebanyak 29 orang (64%) responden dengan tingkat pendidikan hanya sampai tingkat SD dan sebanyak 3 orang (7%) tidak bersekolah. Rendahnya tingkat pendidikan dipicu oleh besarnya biaya untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, selain itu juga fasilitas pendidikan pada tingkat lanjutan yang ada di wilayah Desa Bangunjaya baru tersedia beberapa tahun terakhir. Selama ini masyarakat desa yang ingin melanjutkan pendidikan ke tingkat lebih tinggi harus memiliki kemampuan untuk sekolah keluar desa. Sementara sebanyak 5 orang (11%) responden yang memiliki gelar sarjana merupakan pendatang yang kemudian menetap di Desa Bangunjaya. Tingkat pendidikan yang masih rendah menyebabkan keterbatasan kemampuan apalagi disertai dengan tekanan untuk memenuhi kebutuhan hidup rumah tangga sehingga kebanyakan usaha yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup rumah tangganya adalah dengan meneruskan kelola lahan yang telah diwariskan atau pergi keluar desa untuk mendapatkan pekerjaan lain. Tingkat pendidikan sendiri tidak berpengaruh secara nyata terhadap tingkat pendapatan responden melainkan terhadap cara responden dalam merespon pasar atau pun kebutuhan kemudian mengaplikasikannya pada lahan mereka. Beberapa responden yang tingkat pendidikannya di atas pendidikan dasar atau sarjana sudah

5 22 mampu memodifikasi jenis-jenis selingan terkait dengan kebutuhannya dan mengelola lahan dengan menggunakan sumberdaya tambahan. Berkaitan dengan hal tersebut, gabungan kelompok tani desa mendapatkan pendampingan dan penyuluhan dari Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan (BP4K) setempat untuk lebih memperhatikan pengelolaan lahannya, seperti pola penanaman, pemilihan tanaman yang baik, serta mekanisme panen, namun sampai saat ini proses tersebut diprioritaskan pada area non hutan Pendapatan Responden Pendapatan dihitung dalam jangka waktu satu tahun terakhir berdasarkan perolehan dari pekerjaan masing-masing responden baik dari agroforestri maupun non agroforestri. Pendapatan yang berasal dari agroforestri dihitung dari penjualan kayu, panen buah, padi dan palawija yang ada di lahan milik petani. Sedangkan pendapatan non agroforestri dihitung dari hasil perdagangan, peternakan, gaji atau upah, dan lain-lain. Data penghasilan responden disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Pendapatan seluruh responden tahun 2010 Sumber Pendapatan Jumlah (Rp/45 Responden/Tahun) Rata-rata Selang Pendapatan 1. Agroforestri a. Buah b. Kayu c. Padi & Palawija Non Agroforestri Total ,46 Tabel 4 memberikan informasi bahwa pendapatan dari agroforestri dibagi menjadi pendapatan dari penjualan buah, kayu, padi dan palawija. Secara keseluruhan pendapatan yang berasal dari agroforestri lebih besar jika dibandingkan dengan pendapatan dari non agroforestri dimana hasil dari penjualan buah memiliki porsi yang paling besar. Hal ini disebabkan karena mayoritas responden sangat mengandalkan lahan agroforestri untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya.

6 23 Pendapatan rata-rata responden per tahun terbesar berasal dari produk agroforestri berupa buah-buahan sebesar Rp dengan selang pendapatan minimum sebesar Rp 0/tahun dan maksimum Rp /tahun. Kemudian hasil terkecil rata-rata dari produk agroforestri adalah dari komoditi padi dan palawija yakni Rp /tahun dengan selang minimum sebesar Rp 0/tahun dan maksimum Rp /tahun. Sementara dari produk non agroforestri diperoleh rata-rata Rp /tahun dengan selang minimum sebesar Rp 0/tahun dan maksimum sebesar Rp /tahun. Nilai dari selang minimum pada beberapa sumber pendapatan tersebut disebabkan oleh karena tidak semua responden memiliki atau mengusahakan sumber-sumber tersebut. Ada hal menarik yang dijumpai di lokasi penelitian dan juga bisa dijelaskan berdasarkan data pada Tabel 4 yaitu pendapatan terbesar responden berasal dari hasil penjualan buah. Berbeda dengan hutan rakyat atau agroforestri pada umumnya yang mempercayakan mekanisme pemasaran atau penjualan hasil agroforestrinya ke tengkulak, hasil panen di Desa Bangunjaya umumnya langsung dijual responden ke pasar yang terletak di luar desa, yakni di daerah Parung Panjang atau Leuwiliang. Jikapun melalui perantara, biasanya dilakukan oleh para petani lain yang memiliki kemampuan lebih sehingga harga yang didapatkan bisa jauh lebih baik dibandingkan dengan penjualan melalui tengkulak. Jika agroforestri pada umumnya atau di Jawa khusunya dimana hasil terbesarnya mayoritas berasal dari penjualan kayu terutama jenis Sengon (Paraserianthes falcataria), dalam konteks pemanfaatan hasil hutan berupa kayu di Desa Bangunjaya, dikenal istilah daur butuh. Hal ini disampaikan oleh petani yang menjadi responden pada penelitian ini. Apalagi responden tidak membutuhkan modal berarti untuk mengelola lahan mereka terutama hutan karena lahan yang mereka miliki sekarang merupakan warisan dari generasi sebelumnya yang juga sudah ditanami. Berdasarkan informasi pendukung yang didapat di lapangan, komposisi jenis dan jumlah tanaman serta luas lahan sangat mempengaruhi tingkat pendapatan. Adapun kemudian faktor-faktor yang berpengaruh terhadap total pendapatan

7 24 responden tersebut diuji melalui persamaan regresi linier menggunakan software Minitab 14 sebagai berikut : Total Pendapatan = ,09 padi palawija Durian Petai Mangga Jengkol Cengkeh Pisang Manggis Kopi Dukuh Rambutan Nangka Kelapa... (1) R-Sq = 78,1% Dibandingkan dengan faktor luas lahan terhadap pendapatan responden dihasilkan persamaan regresi linier, sebagai berikut : Total Pendapatan = Pertanian Hutan... (2) R-Sq = 25,9% Persamaan (1) menguji hubungan antara komposisi (jenis dan jumlah) tanaman yang mengisi lahan terhadap total pendapatan, sedangkan persamaan (2) menguji hubungan antara luas lahan yang dimiliki responden terhadap total pendapatan. Kedua persamaan tersebut memberikan informasi bahwa ada beberapa faktor yang memperngaruhi besarnya tingkat pendapatan yang diperoleh responden seperti luas lahan dan komposisi tanaman, namun luas lahan yang dimiliki oleh responden tidak berpengaruh secara nyata terhadap jumlah pendapatan, yakni dinyatakan oleh R² yang diperoleh dari persamaan hanya sebesar 25,9%. Komposisi dan jumlah tanaman yang mengisi lahan menjadi faktor yang berpengaruh nyata terhadap total pendapatan, dinyatakan dengan perolehan R² sebesar 78,1% Pengeluaran Responden Pengeluaran responden dihitung untuk semua keperluan mulai dari kebutuhan tetap tahunan, kebutuhan insidental, dan kebutuhan lainnya yang dikerluarkan tahun Kebutuhan rumah tangga responden berbeda-beda dipengaruhi jumlah anggota keluarga dan jenis kebutuhan lainnya. Data pengeluaran responden disajikan pada Tabel 5. Berdasarkan data pada Tabel 5, pengeluaran untuk biaya tetap tahunan yang dikeluarkan oleh seluruh responden petani sebesar Rp /45

8 25 responden/tahun, sedangkan rata-ratanya sebesar Rp /tahun. Rata-rata untuk biaya tetap diperoleh dari jumlah total pengeluaran dibagi dengan jumlah seluruh responden. Dikarenakan setiap rumah tangga responden mengeluarkan biaya yang berbeda untuk setiap kebutuhan yang sama dalam memenuhi pengeluaran tetap tahunan, maka disampaikan selang pengeluarannya. Pengeluaran tetap terbesar dialokasikan untuk pangan dengan selang minimum sebesar Rp /tahun dan maksimum sebsar Rp /tahun, sedangkan yang terkecil adalah untuk pembayaran pajak dengan selang minimum sebesar Rp /tahun dan maksimum sebesar Rp /tahun. Tabel 5 Pengeluaran responden untuk biaya tetap tahunan pada tahun 2010 Biaya Tetap Tahunan Jumlah (Rp/45 Responden/Tahun) Rata-rata 1. Pangan Sandang Pendidikan Anak Pajak Sarana Rumah Tangga Tabungan Kesehatan Total Selang Pengeluaran Hasil perhitungan di atas juga memberikan informasi bahwa ada alokasi pendapatan responden yang digunakan untuk tabungan. Hal ini membuktikan selain penting untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, hasil agroforestri juga berperan untuk memberikan simpanan bagi responden. Namun berdasarkan Tabel 5, besarnya pengeluaran tetap pada tabungan hanya Rp /tahun. Jumlah ini terbilang sangat kecil jika dibandingkan dengan total pendapatan yang dieproleh responden per tahunnya. Jumlah tersebut pun sudah termasuk kebiasaan masyarakat setempat untuk mengadakan arisan desa dimana setiap kepala keluarga wajib menabungkan sejumlah tertentu pendapatannya untuk nantinya digunakan sebagai keperluan bersama. Responden cenderung lebih memilih mengalokasikan sisa pendapatannya untuk diinvestasikan ke emas. Perilaku konsumtif juga sangat tinggi dimana masyarakat masih memiliki pemikiran jika ada uang harus digunakan, sehingga

9 26 tak jarang masyarakat membelanjakan uangnya untuk keperluan, seperti: membeli televisi, perabot rumah tangga, kendaraan bermotor, dan lain-lain. Faktor lain yang mempengaruhi responden untuk enggan menabung adalah tidak adanya lembaga terkait seperti bank atau koperasi di desa. Tabel 5 juga memberikan informasi bahwa pendapatan responden dari hutan rakyat masih lebih besar daripada total pengeluaran tetap tahunan. Selain biaya tetap tahunan, pengeluaran responden untuk biaya insidental dapat dilihat pada Tabel 6. Biaya insidental dikeluarkan dalam jumlah besar dan dalam waktu yang mendesak untuk dipenuhi. Biaya insidental yang dikeluarkan oleh responden berupa biaya untuk pesta pernikahan, khitanan, dan biaya lain-lain yang meliputi biaya transportasi, rekreasi, pembangunan rumah, sumbangan atau bantuan lingkungan. Tabel 6 Pengeluaran responden untuk biaya insidental tahun 2010 Biaya Insidental Jumlah (Rp/45 Responden/Tahun) Rata-rata Selang Pengeluaran 1. Pesta Pernikahan Pesta Khitanan Naik Haji Lain-lain Total Berbeda dengan pengeluaran tetap tahunan, besarnya rata-rata biaya insidental yang dikeluarkan responden diperoleh dari total pengeluaran untuk masing-masing pengeluaran insidental dibagi dengan jumlah rumah tangga responden yang mengeluarkan biaya tersebut, tidak dibagi dengan jumlah keseluruhan jumlah responden. Dari Tabel 7 diatas, didapat informasi bahwa biaya insidental terbesar dikeluarkan untuk pesta pernikahan, yaitu: rata-rata sebesar Rp /tahun dengan selang minimum sebesar Rp /tahun dan maksimum sebesar Rp /tahun, sementara yang terkecil dikeluarkan untuk pesta khitanan rata-rata sebesar Rp /tahun. Sehingga perbandingan antara pendapatan dan pengeluaran untuk keseluruhan responden dapat dilihat pada Tabel 7.

10 27 Tabel 7 Perbandingan total pendapatan dan pengeluaran seluruh responden tahun 2010 Indikator Jumlah Rata-rata 1. Total Pendapatan Seluruh Responden Total Pengeluaran Seluruh Responden Total pengeluaran responden baik dari biaya tetap tahunan maupun biaya insidental adalah Rp dan rata-rata pengeluaran untuk rumah tangga dari masing-masing responden selama satu tahun adalah sebesar Rp Hal ini menunjukkan bahwa jika dilakukan perbandingan antara pendapatan dengan pengeluaran baik total maupun rata-rata dapat diketahui bahwa pendapatan responden lebih besar dari pengeluarannya. Petani mampu membiayai kebutuhannya dengan baik dari hasil agroforestri maupun dari hasil non agroforestri Kontribusi sistem agroforestri terhadap pendapatan dan pengeluaran responden Kontribusi sistem agroforestri dibagi menjadi kontribusi pendapatan dari agroforestri baik dari buah, kayu, padi dan palawija terhadap total pendapatan dan pengeluaran. Selain itu juga dapat dihitung kontribusi non agroforestri terhadap total pendapatan dan pengeluaran. Hasil perhitungan tersebut dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 memberikan penjelasan bahwa sistem agroforestri memberikan kontribusi sebesar 79,5% (dari buah sebesar 68,3% ditambah kayu sebesar 6,5% ditambah padi dan palawija sebesar 4,7%) terhadap total pendapatan. Sedangkan dari hasil non agroforestri hanya memberikan kontribusi sebesar 20,5% terhadap total pendapatan. Untuk keseluruhan perhitungan yang dilakukan didapatkan nilai positif yaitu nilai yang lebih besar dari 100% untuk presentase total pendapatan terhadap total pengeluaran. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pendapatan responden terutama dari agroforestri sangat mencukupi untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya sehari-hari. Sementara hasil agroforestri dari komoditi buah memberikan

11 28 kontribusi yang lebih besar daripada komoditi kayu, padi dan palawija baik terhadap total pendapatan maupun total pengeluaran. Tabel 8 Presentase kontribusi agroforestri dan non agroforestri terhadap pendapatan dan pengeluaran responden tahun 2010 Indikator Presentase Kontribusi (%) 1. Persentase total pendapatan AF (buah) terhadap total pendapatan 2. Persentase total pendapatan AF (kayu) terhadap total pendapatan 3. Persentase total pendapatan AF (padi & Palawija) terhadap total pendapatan 4. Persentase total pendapatan non AF terhadap total pendapatan 5. Persentase total pendapatan AF terhadap total pendapatan 6. Persentase total pendaptan AF (buah) terhadap total pengeluaran 7. Persentase total pendapatan AF (kayu) terhadap total pengeluaran 8. Persentase total pendapatan AF (padi & palawija) terhadap total pengeluaran 9. Persentase total pendapatan non AF terhadap total pengeluaran 10.Persentase total pendapatan terhadap total pengeluaran 68,3 6,5 4,7 20,5 79,5 272,7 26,2 18,9 81,9 399,7 Menurut Suharjito (2000), hutan rakyat agroforestri merupakan pendapatan sampingan dan bersifat insidentil dengan kisaran tidak lebih dari 10% dari total pendapatan. Tetapi pada kenyataannya di Desa Bangunjaya, kontribusinya jauh diatas 10%. Lahan agroforestri di Desa Bangunjaya memiliki peranan yang sangat penting dan dapat menjadi bermanfaat secara kontinyu, selain itu jelas memberikan dampak positif terutama bagi ekonomi petani maupun ekologi dan sosial. Besarnya presentase kontribusi komoditi buah terhadap total pendapatan disebabkan karena responden memanfaatkan ruang lahannya secara maksimal, selain itu faktor tanaman buah yang diwariskan oleh generasi sebelumnya sedang dalam masa produktif juga sangat berpengaruh. Secara keseluruhan, keberadaan sistem agroforestri di Desa Bangunjaya bisa jadi merupakan alternatif pemanfaatan lahan yang lebih baik dan menguntungkan, namun kebijakan yang baik untuk memfasilitasi kontribusi keberadaan

12 29 agroforestri menjadi sangat penting agar agroforestri terus memberikan tren yang positif.

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN dengan pusat pemerintahan di Gedong Tataan. Berdasarkan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN dengan pusat pemerintahan di Gedong Tataan. Berdasarkan 66 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Pesawaran 1. Keadaan Geografis Pemerintah Daerah Kabupaten Pesawaran dibentuk berdasarkan Undangundang Nomor 33 Tahun 2007 dan diresmikan

Lebih terperinci

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN. pada 3 (tiga) fisiografi berdasarkan ketinggian tempat/elevasi lahan. Menurut

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN. pada 3 (tiga) fisiografi berdasarkan ketinggian tempat/elevasi lahan. Menurut BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN Pola tanam agroforestri yang diterapkan petani di Desa Pesawaran Indah terdapat pada 3 (tiga) fisiografi berdasarkan ketinggian tempat/elevasi lahan. Menurut Indra, dkk (2006)

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2013) Pringsewu merupakan Kabupaten

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2013) Pringsewu merupakan Kabupaten IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Kabupaten Pringsewu 1. Geografi dan Iklim Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2013) Pringsewu merupakan Kabupaten hasil pemekaran dari Kabupaten Tanggamus dan

Lebih terperinci

RADITYA MACHDI RACHMAN

RADITYA MACHDI RACHMAN KONTRIBUSI PENGELOLAAN AGROFORESTRI TERHADAP PENDAPATAN RUMAH TANGGA PETANI (STUDI KASUS: DESA BANGUNJAYA, KECAMATAN CIGUDEG, KABUPATEN BOGOR, PROVINSI JAWA BARAT) RADITYA MACHDI RACHMAN DEPARTEMEN MANAJEMEN

Lebih terperinci

BAB V KARAKTERISTIK DAN PERKEMBANGAN PRODUKSI KAYU PETANI HUTAN RAKYAT

BAB V KARAKTERISTIK DAN PERKEMBANGAN PRODUKSI KAYU PETANI HUTAN RAKYAT 19 BAB V KARAKTERISTIK DAN PERKEMBANGAN PRODUKSI KAYU PETANI HUTAN RAKYAT 5.1 Karakteristik Responden 5.1.1 Umur Umur merupakan salah satu faktor penting dalam bekerja karena umur mempengaruhi kekuatan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 23 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Hutan Rakyat di Wilayah Penelitian Hutan Rakyat di wilayah penelitian yang berada di daerah Pasir Madang Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor pada umumnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Agroforestry dalam Bahasa Indonesia, dikenal dengan istilah wanatani atau

I. PENDAHULUAN. Agroforestry dalam Bahasa Indonesia, dikenal dengan istilah wanatani atau I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agroforestry dalam Bahasa Indonesia, dikenal dengan istilah wanatani atau agroforestri, arti sederhananya adalah menanam pepohonan di lahan pertanian. Sistem ini telah

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Petani Hutan Rakyat 5.1.1. Karakteristik Petani Hutan Rakyat Karakteristik petani hutan rakyat merupakan suatu karakter atau ciri-ciri yang terdapat pada responden.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Agroforestri merupakan salah satu bentuk penggunaan lahan secara multitajuk yang

I. PENDAHULUAN. Agroforestri merupakan salah satu bentuk penggunaan lahan secara multitajuk yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agroforestri merupakan salah satu bentuk penggunaan lahan secara multitajuk yang terdiri dari campuran pepohonan, semak dengan atau tanaman semusim yang sering disertai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Rakyat 2.1.1. Pengertian Dalam UU No. 41 tahun 1999, hutan rakyat merupakan jenis hutan yang dikelompokkan ke dalam hutan hak. Hutan hak merupakan hutan yang berada di

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Marga dan Hutan Rakyat 1. Hutan Marga Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi

Lebih terperinci

V HASIL DAN PEMBAHASAN

V HASIL DAN PEMBAHASAN V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Keadaan Umum Responden Tingkat pendidikan di Desa Babakanreuma masih tergolong rendah karena dari 36 responden sebagian besar hanya menyelesaikan pendidikan sampai tingkat SD,

Lebih terperinci

BAB VI ANALISIS PERKEMBANGAN PRODUKSI KAYU PETANI HUTAN RAKYAT

BAB VI ANALISIS PERKEMBANGAN PRODUKSI KAYU PETANI HUTAN RAKYAT 26 BAB VI ANALISIS PERKEMBANGAN PRODUKSI KAYU PETANI HUTAN RAKYAT 6.1 Analisis Perkembangan Produksi Kayu Petani Hutan Rakyat Produksi kayu petani hutan rakyat pada penelitian ini dihitung berdasarkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 13 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April Mei 2012 dan bertempat di hutan Desa Pasir Madang, Kec. Sukajaya, Kab. Bogor, Jawa Barat. 3.2. Alat dan Bahan

Lebih terperinci

BAB IV PROFIL VEGETASI GUNUNG PARAKASAK

BAB IV PROFIL VEGETASI GUNUNG PARAKASAK BAB IV PROFIL VEGETASI GUNUNG PARAKASAK A. Kehadiran dan Keragaman Jenis Tanaman Pada lokasi gunung parakasak, tidak dilakukan pembuatan plot vegetasi dan hanya dilakukan kegiatan eksplorasi. Terdapat

Lebih terperinci

BAB V PERAN KELOMPOK TANI BAGI KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA

BAB V PERAN KELOMPOK TANI BAGI KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA BAB V PERAN KELOMPOK TANI BAGI KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA 5.1 Pengorganisasian Kegiatan Produksi Kelembagaan Kelompok Tani Peran produksi kelembagaan Kelompok Tani yang dikaji dalam penelitian ini ialah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya hutan tropis untuk kepentingan pertanian terkait dengan upayaupaya

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya hutan tropis untuk kepentingan pertanian terkait dengan upayaupaya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berkurangnya hutan tropis untuk kepentingan pertanian terkait dengan upayaupaya masyarakat sekitar hutan untuk memenuhi kebutuhan pangan. Khusus di Propinsi Lampung, pembukaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segi ekonomi, ekologi maupun sosial. Menurut Undang-undang Kehutanan No. 41

BAB I PENDAHULUAN. segi ekonomi, ekologi maupun sosial. Menurut Undang-undang Kehutanan No. 41 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan komponen alam yang memiliki banyak fungsi, baik dari segi ekonomi, ekologi maupun sosial. Menurut Undang-undang Kehutanan No. 41 tahun 1999, hutan didefinisikan

Lebih terperinci

KOMPOSISI JENIS DAN POLA AGROFORESTRY di DESA SUKARASA, KECAMATAN TANJUNGSARI, BOGOR, JAWA BARAT ABSTRACT

KOMPOSISI JENIS DAN POLA AGROFORESTRY di DESA SUKARASA, KECAMATAN TANJUNGSARI, BOGOR, JAWA BARAT ABSTRACT KOMPOSISI JENIS DAN POLA AGROFORESTRY di DESA SUKARASA, KECAMATAN TANJUNGSARI, BOGOR, JAWA BARAT (The types and patterns of agroforestry composition at Sukarasa Village, Tanjungsari District, Bogor, West

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 39 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden 5.1.1 Umur Umur seseorang merupakan salah satu karakteristik internal individu yang ikut mempengaruhi fungsi biologis dan psikologis individu tersebut.

Lebih terperinci

KONTRIBUSI AGROFORESTRI TERHADAP PENDAPATAN RUMAH TANGGA PETANI (Studi Kasus: Desa Janji Raja, Kecamatan Sitiotio, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara)

KONTRIBUSI AGROFORESTRI TERHADAP PENDAPATAN RUMAH TANGGA PETANI (Studi Kasus: Desa Janji Raja, Kecamatan Sitiotio, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara) KONTRIBUSI AGROFORESTRI TERHADAP PENDAPATAN RUMAH TANGGA PETANI (Studi Kasus: Desa Janji Raja, Kecamatan Sitiotio, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara) REVENUE CONTRIBUTION OF THE AGROFORESTRY TO FARMERS

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 33 4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Umum Desa Karacak 1. Letak dan Luas Desa Karacak Desa Karacak secara administratif berada dalam wilayah Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor dengan orbitasi

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. buah-buahan (kelapa, pisang, MPTS). Klasifikasi untuk komposisi tanaman

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. buah-buahan (kelapa, pisang, MPTS). Klasifikasi untuk komposisi tanaman 41 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Komposisi Jenis Tanaman Agroforestri Komposisi tanaman yang menjadi penyusun kebun campuran ini terdiri dari tanaman pertanian (padi, kakao, kopi, cengkeh), tanaman kayu,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk menopang perekonomian nasional. Pembangunan pertanian yang baik untuk Negara Indonesia adalah

Lebih terperinci

Lampiran 4. Kriteria Kesesuaian Lahan Tanaman Kehutanan Persyaratan penggunaan/ karakteristik lahan (1)

Lampiran 4. Kriteria Kesesuaian Lahan Tanaman Kehutanan Persyaratan penggunaan/ karakteristik lahan (1) Lampiran 4. Kriteria Kesesuaian Lahan Tanaman Kehutanan Persyaratan penggunaan/ karakteristik lahan (1) Kelas kesesuaian (2) Kemiri (Aleuriteus Moluccana WILLD) (3) Durian (Durio zibethinus MURR) (4) Tanaman

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. menggabungkan unsur tanaman dan pepohonan. Agroforestri adalah suatu

II. TINJAUAN PUSTAKA. menggabungkan unsur tanaman dan pepohonan. Agroforestri adalah suatu II. TINJAUAN PUSTAKA A. Agroforestri Hairiah, dkk (2003) mendefinisikan agroforestri merupakan suatu cabang ilmu pengetahuan di bidang pertanian dan kehutanan yang mencoba menggabungkan unsur tanaman dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki 1539 spesies burung atau 17% dari jumlah seluruh spesies

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki 1539 spesies burung atau 17% dari jumlah seluruh spesies 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki 1539 spesies burung atau 17% dari jumlah seluruh spesies burung dunia. Tiga ratus delapan puluh satu spesies di antaranya merupakan endemik Indonesia

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN KERAGAAN EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan provinsi yang mempunyai

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN KERAGAAN EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan provinsi yang mempunyai V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN KERAGAAN EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI Keadaan Umum Wilayah Penelitian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan provinsi yang mempunyai ratio jumlah rumahtangga petani

Lebih terperinci

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN A. Kondisi Kekinian dan Status Kawasan Gunung Parakasak Kondisi tutupan lahan Gunung Parakasak didominasi oleh kebun campuran. Selain kebun campuran juga terdapat sawah dan

Lebih terperinci

BAB VI HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR PENGUASAAN LAHAN TERHADAP TINGKAT PENGUASAAN LAHAN

BAB VI HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR PENGUASAAN LAHAN TERHADAP TINGKAT PENGUASAAN LAHAN 51 BAB VI HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR PENGUASAAN LAHAN TERHADAP TINGKAT PENGUASAAN LAHAN 6.1 Keragaman Penguasaan Lahan Penguasaan lahan menunjukkan istilah yang perlu diberi batasan yaitu penguasaan dan tanah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengelolaan sumberdaya hutan pada masa lalu banyak menimbulkan kerugian baik secara sosial, ekonomi, dan ekologi. Laju angka kerusakan hutan tropis Indonesia pada

Lebih terperinci

BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kecamatan Conggeang 4.1.1 Letak geografis dan administrasi pemerintahan Secara geografis, Kecamatan Conggeang terletak di sebelah utara Kabupaten Sumedang. Kecamatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Rakyat 2.1.1. Pengertian Hutan Rakyat Hutan secara singkat dan sederhana didefinisikan sebagai suatu ekosistem yang didominasi oleh pohon (Suharjito, 2000). Menurut

Lebih terperinci

KETERKAITAN JENIS SUMBERDAYA LAHAN DENGAN BESAR DAN JENIS PENGELUARAN RUMAH TANGGA DI PEDESAAN LAMPUNG

KETERKAITAN JENIS SUMBERDAYA LAHAN DENGAN BESAR DAN JENIS PENGELUARAN RUMAH TANGGA DI PEDESAAN LAMPUNG KETERKAITAN JENIS SUMBERDAYA LAHAN DENGAN BESAR DAN JENIS PENGELUARAN RUMAH TANGGA DI PEDESAAN LAMPUNG Aladin Nasution*) Abstrak Secara umum tingkat pendapatan dapat mempengaruhi pola konsumsi suatu rumah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pertanian dan peternakan untuk mendapatkan keanekaragaman dan berkelanjutan

II. TINJAUAN PUSTAKA. pertanian dan peternakan untuk mendapatkan keanekaragaman dan berkelanjutan 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Agroforestri Agroforestri adalah sistem manajemen sumberdaya alam yang bersifat dinamik dan berbasis ekologi, dengan upaya mengintegrasikan pepohonan dalam usaha pertanian dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Pemilihan Jenis Tanaman dan Pola Tanam Pemilihan jenis tanaman dan pola tanam merupakan suatu cara rumah tangga petani dalam pengambilan keputusan untuk mengelola sumberdaya

Lebih terperinci

KONTRIBUSI PENGELOLAAN AGROFORESTRI TERHADAP PENDAPATAN RUMAH TANGGA PETANI

KONTRIBUSI PENGELOLAAN AGROFORESTRI TERHADAP PENDAPATAN RUMAH TANGGA PETANI i KONTRIBUSI PENGELOLAAN AGROFORESTRI TERHADAP PENDAPATAN RUMAH TANGGA PETANI Studi Kasus Di Desa Sukaluyu, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat YUDI FERDINANTA SITEPU DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

Lebih terperinci

MODEL AGROFORESTRY BERBASIS TONGKONAN YANG BERWAWASAN KONSERVASI LINGKUNGAN DI KABUPATEN TANA TORAJA. Oleh: SAMUEL ARUNG PAEMBONAN.

MODEL AGROFORESTRY BERBASIS TONGKONAN YANG BERWAWASAN KONSERVASI LINGKUNGAN DI KABUPATEN TANA TORAJA. Oleh: SAMUEL ARUNG PAEMBONAN. MODEL AGROFORESTRY BERBASIS TONGKONAN YANG BERWAWASAN KONSERVASI LINGKUNGAN DI KABUPATEN TANA TORAJA Oleh: SAMUEL ARUNG PAEMBONAN Dosen pada Laboratorium Silvikultur Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin

Lebih terperinci

Pada gambar 2.3 diatas, digambarkan bahwa yang melatarbelakangi. seseorang berpindah tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian

Pada gambar 2.3 diatas, digambarkan bahwa yang melatarbelakangi. seseorang berpindah tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian 31 Pada gambar 2.3 diatas, digambarkan bahwa yang melatarbelakangi seseorang berpindah tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian dilatar belakangi oleh alih fungsi lahan. Lalu, perpindahan

Lebih terperinci

BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN

BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN 5.1 Aksesibilitas Masyarakat terhadap Hutan 5.1.1 Sebelum Penunjukan Areal Konservasi Keberadaan masyarakat Desa Cirompang dimulai dengan adanya pembukaan lahan pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tinggi secara langsung dalam pemasaran barang dan jasa, baik di pasar domestik

I. PENDAHULUAN. tinggi secara langsung dalam pemasaran barang dan jasa, baik di pasar domestik I. PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan daerah dalam era globalisasi saat ini memiliki konsekuensi seluruh daerah di wilayah nasional menghadapi tingkat persaingan yang semakin tinggi secara langsung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hutan pada hakekatnya mempunyai karakteristik multi fungsi yang bersifat

I. PENDAHULUAN. Hutan pada hakekatnya mempunyai karakteristik multi fungsi yang bersifat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan pada hakekatnya mempunyai karakteristik multi fungsi yang bersifat holistik dan jangka panjang. Keberadaan hutan senantiasa berkaitan erat dengan isu-isu strategis

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 18 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Surat Keterangan Asal Usul Kayu di Desa Jugalajaya Dalam rangka mendorong bergeraknya sektor kehutanan dengan dukungan ekonomi rakyat, diperlukan pengakuan, perlindungan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49 29 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

Apa itu Agroforestri?

Apa itu Agroforestri? Apa itu Agroforestri? Apa itu Agroforestri? Apa itu Agroforestri? @ 2012 Penyusun: 1. Ujang S. Irawan, Operation Wallacea Trust, 2. Fransiskus Harum, consultant of Royal Danish Embassy in Jakarta DANIDA,

Lebih terperinci

BAB V PERAN USAHA KAYU RAKYAT DALAM STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA PETANI

BAB V PERAN USAHA KAYU RAKYAT DALAM STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA PETANI BAB V PERAN USAHA KAYU RAKYAT DALAM STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA PETANI 5.1 Strategi Nafkah Petani Petani di Desa Curug melakukan pilihan terhadap strategi nafkah yang berbeda-beda untuk menghidupi keluarganya.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agroforestri Definisi agroforestri

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agroforestri Definisi agroforestri II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agroforestri 2.1.1 Definisi agroforestri Dalam Bahasa Indonesia, kata agroforestry dikenal dengan istilah wanatani atau agroforestri yang arti sederhananya adalah menanam pepohonan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (Sujatnika, Joseph, Soehartono, Crosby, dan Mardiastuti, 1995). Kekayaan jenis

I. PENDAHULUAN. (Sujatnika, Joseph, Soehartono, Crosby, dan Mardiastuti, 1995). Kekayaan jenis I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki 1539 spesies burung atau 17 persen dari jumlah seluruh spesies burung dunia, 381 spesies diantaranya merupakan spesies endemik (Sujatnika, Joseph, Soehartono,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan mulai dari tanaman keras, non kayu, satwa, buah-buahan, satuan budi

TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan mulai dari tanaman keras, non kayu, satwa, buah-buahan, satuan budi TINJAUAN PUSTAKA Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Hutan rakyat adalah hutan yang pengelolaannya dilaksanakan oleh organisasi masyarakat baik pada lahan individu, komunal (bersama), lahan adat, maupun

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI No. 04/06/Th. XIV, 1 Juni 2011 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI MEI 2011 NILAI TUKAR PETANI SEBESAR 99,49 PERSEN NTP Provinsi Sulawesi Tengah (NTP-Gabungan) bulan Mei 2011 tercatat sebesar 99,49 persen,

Lebih terperinci

BAB VI KELEMBAGAAN USAHA KAYU RAKYAT

BAB VI KELEMBAGAAN USAHA KAYU RAKYAT BAB VI KELEMBAGAAN USAHA KAYU RAKYAT 6.1 Kelembagaan Pengurusan Hutan Rakyat Usaha kayu rakyat tidak menjadi mata pencaharian utama karena berbagai alasan antara lain usia panen yang lama, tidak dapat

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 32 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengelolaan Hutan Rakyat di Kabupaten Sumedang Kabupaten Sumedang memiliki luas wilayah sebesar 155.871,98 ha yang terdiri dari 26 kecamatan dengan 272 desa dan 7 kelurahan.

Lebih terperinci

AGROFORESTRI PENDAHULUAN. Apa itu Agroforestri? Cakupan pembahasan agroforestri

AGROFORESTRI PENDAHULUAN. Apa itu Agroforestri? Cakupan pembahasan agroforestri AGROFORESTRI Ellyn K. Damayanti, Ph.D.Agr. M.K. Ekoteknologi Konservasi Tumbuhan Bogor, 19 Maret 2013 PENDAHULUAN Apa itu Agroforestri? Agro/agriculture; forestry Nama bagi sistem-sistem dan teknologi

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Desa Situ Udik Desa Situ Udik terletak dalam wilayah administratif Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Desa Situ Udik terletak

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Letak dan Keadaan Geografi Daerah Penelitian Desa Perbawati merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Batas-batas

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR LUDY K. KRISTIANTO, MASTUR dan RINA SINTAWATI Balai Pengkajian Teknologi Pertanian ABSTRAK Kerbau bagi

Lebih terperinci

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN A. Kondisi Kekinian dan Status Kawasan Gunung Pulosari Hasil analisis yang dilakukan terhadap citra Landsat 7 liputan tahun, kondisi tutupan lahan Gunung Pulosari terdiri dari

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI No. 04/04/Th. XV, 2 April 2012 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI BULAN MARET 2012 SEBESAR 97,86 PERSEN NTP Provinsi Sulawesi Tengah (NTP-Gabungan) bulan Maret 2012 sebesar 97,86 persen,

Lebih terperinci

VII. KOMODITAS UNGGULAN DI KABUPATEN BOGOR

VII. KOMODITAS UNGGULAN DI KABUPATEN BOGOR VII. KOMODITAS UNGGULAN DI KABUPATEN BOGOR 7.1 Komoditas Unggulan di Kecamatan Pamijahan Berdasarkan hasil analisis Location Quotient (LQ) terhadap komoditas pertanian di Kabupaten Bogor yang menggambarkan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2 Persentase responden berdasarkan kelompok umur

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2 Persentase responden berdasarkan kelompok umur V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Masyarakat Desa Hutan Gambaran mengenai karakteristik masyarakat sekitar hutan di Desa Buniwangi dilakukan dengan metode wawancara terhadap responden. Jumlah responden

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikelola dengan agroforestri. Sistem agroforestri yang banyak berkembang pada

BAB I PENDAHULUAN. dikelola dengan agroforestri. Sistem agroforestri yang banyak berkembang pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemanfaatan lahan kering pada tanah milik di Desa Wukirsari umumnya dikelola dengan agroforestri. Sistem agroforestri yang banyak berkembang pada lahan yang sempit

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal,

V. GAMBARAN UMUM. Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal, V. GAMBARAN UMUM 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa ini berbatasan dengan Desa Bantarjati

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. hutan yang dialih-gunakan menjadi lahan usaha lain. Agroforestry adalah salah

PENDAHULUAN. hutan yang dialih-gunakan menjadi lahan usaha lain. Agroforestry adalah salah PENDAHULUAN Latar Belakang Alih-guna lahan hutan menjadi lahan pertanian disadari menimbulkan banyak masalah seperti penurunan kesuburan tanah, erosi, kepunahan flora dan fauna, banjir, kekeringan dan

Lebih terperinci

SISTEM PENGELOLAAN DAN POTENSI TEGAKAN HUTAN RAKYAT KECAMATAN NUSAHERANG KABUPATEN KUNINGAN

SISTEM PENGELOLAAN DAN POTENSI TEGAKAN HUTAN RAKYAT KECAMATAN NUSAHERANG KABUPATEN KUNINGAN SISTEM PENGELOLAAN DAN POTENSI TEGAKAN HUTAN RAKYAT KECAMATAN NUSAHERANG KABUPATEN KUNINGAN Agus Yadi Ismail, Oding Syafrudin, Yudi Yutika Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan Universitas Kuningan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Dari hasil analisis yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan, sebagai berikut: 1. Secara umum Kecamatan Paloh termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya sebagai modal dasar pembangunan nasional dengan. Menurut Dangler (1930) dalam Hardiwinoto (2005), hutan adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya sebagai modal dasar pembangunan nasional dengan. Menurut Dangler (1930) dalam Hardiwinoto (2005), hutan adalah suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan sumber daya alam yang mampu dan dapat diperbaharui. Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang besar peranannya dalam berbagai aspek kehidupan

Lebih terperinci

VII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBIAYAAN AGRIBISNIS PADA KOPERASI BAYTUL IKHTIAR

VII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBIAYAAN AGRIBISNIS PADA KOPERASI BAYTUL IKHTIAR VII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBIAYAAN AGRIBISNIS PADA KOPERASI BAYTUL IKHTIAR 7.1. Karakteristik Umum Responden Responden penelitian ini adalah anggota Koperasi Baytul Ikhtiar yang sedang memperoleh

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. berinteraksi dalam satu sistem (pohon, tanaman dan atau ternak) membuat

II. TINJAUAN PUSTAKA. berinteraksi dalam satu sistem (pohon, tanaman dan atau ternak) membuat 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Agroforestri Sistem agroforestri memiliki karakter yang berbeda dan unik dibandingkan sistem pertanian monokultur. Adanya beberapa komponen berbeda yang saling berinteraksi dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dianggap sebagai sumber kehidupan dan lapangan kerja, maka pertanian

I. PENDAHULUAN. dianggap sebagai sumber kehidupan dan lapangan kerja, maka pertanian 1 I. PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan kegiatan pemanfaatan sumberdaya hayati yang dilakukan manusia untuk menghasilkan bahan pangan dan industri. Apabila pertanian dianggap sebagai

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI No. 04/05/Th. XIV, 2 Mei 2011 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI APRIL 2011 NILAI TUKAR PETANI SEBESAR 98,78 PERSEN NTP Provinsi Sulawesi Tengah Subsektor Tanaman Pangan (NTP-P) tercatat sebesar 84,25 persen,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2007 Tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan

Lebih terperinci

VI KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN

VI KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN VI KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN Karakteristik umum dari responden pada penelitian ini diidentifikasi berdasarkan jenis kelamin, usia, status pernikahan, tingkat pendidikan, pendapatan di luar usahatani

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 20 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Keadaan Umum Responden Petani yang mengikuti program Koperasi Hutan Jaya Lestari di Desa Lambakara ini berjumlah 579 orang. Untuk pengambilan sampel digunakan statistik

Lebih terperinci

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 65 V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 5.1. Gambaran Umum dan Hasil dari Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 Pada bab ini dijelaskan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal memiliki potensi sumberdaya alam yang tinggi dan hal itu telah diakui oleh negara-negara lain di dunia, terutama tentang potensi keanekaragaman hayati

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, pembangunan dan

PENDAHULUAN. peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, pembangunan dan PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan sebagai bagian dari sumber daya alam nasional memiliki arti dan peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, pembangunan dan lingkungan hidup. Hutan memiliki

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Interpretasi Visual Penggunaan Lahan Melalui Citra Landsat Interpretasi visual penggunaan lahan dengan menggunakan citra Landsat kombinasi band 542 (RGB) pada daerah penelitian

Lebih terperinci

V. KONDISI WILAYAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK PERILAKU RUMAHTANGGA PETANI

V. KONDISI WILAYAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK PERILAKU RUMAHTANGGA PETANI 54 V. KONDISI WILAYAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK PERILAKU RUMAHTANGGA PETANI 5. by Kondisi Umum Wilayah Penelitian 5. Kondisi Geografis Wilayah Penelitian Wilayah Kecamatan Sadang memiliki luas 5.7212,8

Lebih terperinci

BAB VI PENGEMBANGAN KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA

BAB VI PENGEMBANGAN KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA BAB VI PENGEMBANGAN KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA 6.1 Pengembangan Kegiatan Usahatani Anggota Pengembangan usatani dapat terlihat melalui penerapan diversifikasi usahatani yang dilakukan, peningkatan produktivitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terhadap sumber daya hutan. Eksploitasi hutan yang berlebihan juga mengakibatkan

I. PENDAHULUAN. terhadap sumber daya hutan. Eksploitasi hutan yang berlebihan juga mengakibatkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya jumlah penduduk mengakibatkan tekanan yang semakin besar terhadap sumber daya hutan. Eksploitasi hutan yang berlebihan juga mengakibatkan menurunnya produktivitas

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PETANI DALAM PEMILIHAN JENIS TANAMAN PENYUSUN HUTAN RAKYAT DI KABUPATEN CIAMIS

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PETANI DALAM PEMILIHAN JENIS TANAMAN PENYUSUN HUTAN RAKYAT DI KABUPATEN CIAMIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PETANI DALAM PEMILIHAN JENIS TANAMAN PENYUSUN HUTAN RAKYAT DI KABUPATEN CIAMIS Tri Sulistyati Widyaningsih dan Budiman Achmad Balai Penelitian Teknologi Agroforestry Jl.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional.

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan regional memiliki peran utama dalam menangani secara langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional. Peranan perencanaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Rakyat 1. Pengertian Hutan Rakyat Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGAH JULI 2009 SEBESAR PERSEN

NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGAH JULI 2009 SEBESAR PERSEN No.02/09/72/Th. XII, 1 September 2009 NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGAH JULI 2009 SEBESAR 98.92 PERSEN A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI *) Pada Bulan Juli 2009, NTP Provinsi Sulawesi Tengah

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI 4.1 Letak dan Luas Desa Curug Desa Curug merupakan sebuah desa dengan luas 1.265 Ha yang termasuk kedalam wilayah Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1. Lokasi dan Topografi Kabupaten Donggala memiliki 21 kecamatan dan 278 desa, dengan luas wilayah 10 471.71 kilometerpersegi. Wilayah ini

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGAH NOVEMBER 2008 SEBESAR PERSEN

NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGAH NOVEMBER 2008 SEBESAR PERSEN No.02/01/72/Th. X, 5 Januari 2009 NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGAH NOVEMBER 2008 SEBESAR 98.02 PERSEN A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI *) Pada Bulan November 2008, NTP Provinsi Sulawesi Tengah

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 25 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kegiatan Pengelolaan Hutan Pinus 5.1.1 Potensi Getah Pinus Getah pinus di KPH Banyumas Barat seperti yang tertera pada Tabel 4 berasal dari 6 BKPH yang termasuk ke dalam

Lebih terperinci

5.1. Analisa Produk Unggulan Daerah (PUD) Analisis Location Quotient (LQ) Sub Sektor Pertanian, Perkebunan, Peternakan, Perikanan, dan Kehutanan

5.1. Analisa Produk Unggulan Daerah (PUD) Analisis Location Quotient (LQ) Sub Sektor Pertanian, Perkebunan, Peternakan, Perikanan, dan Kehutanan 5.1. Analisa Produk Unggulan Daerah (PUD) 5.1.1 Analisis Location Quotient (LQ) Sub Sektor Pertanian, Perkebunan, Peternakan, Perikanan, dan Kehutanan Produk Unggulan Daerah (PUD) Lamandau ditentukan melalui

Lebih terperinci

BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN

BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN 23 Gambaran penelitian yang dimuat dalam bab ini merupakan karakteristik dari sistem pertanian yang ada di Desa Cipeuteuy. Informasi mengenai pemerintahan

Lebih terperinci

AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN

AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN Noviana Khususiyah, Subekti Rahayu, dan S. Suyanto World Agroforestry Centre (ICRAF) Southeast

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Keadaan Anggota Kelompok Wanita Tani Menurut Umur. Anggota Kelompok Wanita Tani (KWT) Dusun Pakel Jaluk juga merupakan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Keadaan Anggota Kelompok Wanita Tani Menurut Umur. Anggota Kelompok Wanita Tani (KWT) Dusun Pakel Jaluk juga merupakan V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Petani 1. Keadaan Anggota Kelompok Wanita Tani Menurut Umur Anggota Kelompok Wanita Tani (KWT) Dusun Pakel Jaluk juga merupakan ibu rumah tangga yang mengurusi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya dibentuk berdasarkan pada Peraturan Daerah Kota Tasikmalaya nomor 8 tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DESEMBER 2010 NILAI TUKAR PETANI SEBESAR 97,63 PERSEN No. 04/01/Th. XIV, 3 Januari 2011 Pada bulan Desember 2010, NTP Provinsi Sulawesi Tengah masing-masing subsektor tercatat

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI No. 04/09 /Th. XIV, 5 September 2011 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI BULAN AGUSTUS 2011 SEBESAR 99,44 PERSEN NTP Provinsi Sulawesi Tengah (NTP-Gabungan) bulan Agustus 2011 sebesar 99,44

Lebih terperinci

Responden yang diwawancarai dalam penelitian ini terdiri dari responden. petani, responden pedagang, dan industri pengolahan buah.

Responden yang diwawancarai dalam penelitian ini terdiri dari responden. petani, responden pedagang, dan industri pengolahan buah. V. HASIL PENGAMATAN 5.1 Karakteristik Responden Responden yang diwawancarai dalam penelitian ini terdiri dari responden petani, responden pedagang, dan industri pengolahan buah. Responden petani berjumlah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.6/Menhut-II/2009 tentang Pembentukan

I. PENDAHULUAN. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.6/Menhut-II/2009 tentang Pembentukan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.6/Menhut-II/2009 tentang Pembentukan Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) menjelaskan bahwa KPH merupakan wilayah pengelolaan hutan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 24 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Keadaan Wilayah dan Potensi Sumber daya Alam Desa Cikarawang adalah sebuah desa yang terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dengan luas wilayah 2.27

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 3C Tahun 2008 Lampiran : 1 (satu) berkas TENTANG

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 3C Tahun 2008 Lampiran : 1 (satu) berkas TENTANG WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 3C Tahun 2008 Lampiran : 1 (satu) berkas TENTANG INTENSIFIKASI PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN PERKEBUNAN TAHUN 2008 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci