LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN Penyesuaian Hewan Poikiloterik terhadap Oksigen Lingkungan Oleh: Kelopok 2 Aini Maskuro (0910211107) Arizal Irawan P (0910211082) Ani Mar atu A (0910211092) orina Oktavia (0910211093) Nur Iaah Novita Sari (0910211115) Mega Wahyuni (0910211101) PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI JURUSAN PENDIDIKAN MIPA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER 2012
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tujuan Mengetahui penyesuaian hewan poikiloterik terhadap oksigen yang terkandung di dala karena pengaruh suhu. 1.2 Dasar Teori Oksigen berperanan pada respirasi aupun etabolis. Respirasi eliputi 2 hal, respirasi eksternal dan respirasi interna.respirasi eksternal bersangkutan dengan peasukan oksigen ke dala tubuh organise. Respirasi internalatau etabolise interediet, bersangkutan dengan keseluruhan reaksi oksidatif dan reaksi non oksidatif yang dapat enghasilkan energi untuk aktivitas biologis. Metabolise bersangkutan dengan konsusi oksigen, produksi panas dan pebebasan karbondioksida. Respirasi eksternal sangat dipengaruhi oleh kadar oksigen di dala lingkungan yang bersangkutan. Untuk lingkungan, kadar oksigen dipengaruhi oleh kelarutan oksigen dala, kelarutan oksigen dala can secara uu dipengaruhi: Tekanan parsial oksigen (PO 2 ) di atas perukaan can. Makin tin tekanan parsial O2 di atas can, akin tin pula kelarutan oksigen dala can. Suhu can/ ediu. Makin tin suhu can/ediu, akin rendah kelarutan oksigen dala can/ ediu. Kadar gara di dala can. Makin tin kadar gara can, akin rendah kelarutan oksigen di dala can Dengan engubah- ubah suhu can, aka kadar oksigen dala can akan berubah- ubah.deikian pula dengan engubah-ubah kadar gara can, aka kelarutan oksigen dala can juga berubah-ubah. Suhu erupakan faktor penting dala ekosiste peran (Ewusie. 1990;180). Kenaikan suhu dapat akan enibulkan kehidupan ikan dan hewan lainnya terganggu (Kanisius. 1992; 22). Menurut Soetjipta (1993; 71), Air eilikibeberapa sifat teral yang unik, sehingga perubahan suhu dala berjalan lebihlabat dari pada udara. Selanjutnya Soetjipta enabahkan bahwa walaupun suhukurang udah berubah di dala daripada di udara, naun suhu erupakan faktorpebatas utaa, oleh karena itu ahluk akuatik sering eiliki toleransi yangsepit.ikan erupakan hewan ektoterik yang berarti tidak enghasilkan panastubuh, sehingga suhu tubuhnya tergantung atau enyesuaikan suhu lingkungansekelilingnya (Hoole et al, dala Tunas. 2005; 16). Sebagai hewan, ikan eilikibeberapa ekanise fisiologis yang tidak diiliki oleh hewan darat. Perbedaanhabitat enyebabkan perkebangan organ-organ ikan disesuaikan dengan kondisilingkungan (Yushinta. 2004: 14). Secara kesuluruhan ikan lebih toleran terhadapperubahan suhu, beberapa spesies apu hidup pada suhu encapai 290,sedangkan jenis lain dapat hidup pada suhu yang sangat dingin, akan tetapi kisarantoleransi individual terhadap suhu uunya terbatas(sukiya. 2005; 9) Ikan yang hidup di dala yang epunyai suhu relatif tin akanengalai kenaikan kecepatan respirasi (Kanisius. 1992; 23). Hal tersebut dapatdiaati dari perubahan gerakan operculu ikan. Kisaran toleransi suhu antara spesiesikan satu dengan lainnya berbeda, isalnya pada
ikan salonid suhu terendah yangdapat enyebabkan keatian berada tepat diatas titik beku, sedangkan suhu tindapat enyebabkan gangguan fisiologis ikan (Tunas. 2005; 16-17) Sebagai biota peran, Ikan erupakan endapatkan Oksigen terlarut dala. Pada hapir seua Ikan, insang erupakan koponen penting dala pertukaran gas, insang terbentuk dari lengkungan tulang rawan yang engeras, dengan beberapa filaen insang di dalanya (Fujaya. 1999; 103). Menurut Sukiya (2005; 16), Setiap kali ulut dibuka, aka dari luar akan asuk enuju farink keudian keluar lagi elalui elewati celah insang, peristiwa ini elibatkan kartilago sebagai penyokong filaen ikan. Selanjutnya Sukiya enabahkan bahwa laella insang berupa lepengan tipis yang diselubungi epitel pernafasan enutup jaringan vaskuler dan busur aorta, sehingga karbondioksida darah dapat bertukar dengan oksigen terlarut di dala. Organ insang pada ikan ditutupi oleh bagian khusus yang berfungsi untuk engeluarkan dari insang yang disebut operculu yang ebentuk ruang operkulu di sebelah sisi lateral insang (Sugiri. 1984; 1966). Laju gerakan operculu ikan epunyai korelasi positif terhadap laju respirasi ikan. Sebagai biota peran, Ikan erupakan endapatkan Oksigen terlarut dala. Pada hapir seua Ikan, insang erupakan koponen penting dala pertukaran gas, insang terbentuk dari lengkungan tulang rawan yang engeras, dengan beberapa filaen insang di dalanya (Fujaya. 1999; 103). Menurut Sukiya (2005; 16), Setiap kali ulut dibuka, aka dari luar akan asuk enuju farink keudian keluar lagi elalui elewati celah insang, peristiwa ini elibatkan kartilago sebagai penyokong filaen ikan. Selanjutnya Sukiya enabahkan bahwa laella insang berupa lepengan tipis yang diselubungi epitel pernafasan enutup jaringan vaskuler dan busur aorta, sehingga karbondioksida darah dapat bertukar dengan oksigen terlarut di dala. Organ insang pada ikan ditutupi oleh bagian khusus yang berfungsi untuk engeluarkan dari insang yang disebut operculu yang ebentuk ruang operkulu di sebelah sisi lateral insang (Sugiri. 1984; 1966). Laju gerakan operculu ikan epunyai korelasi positif terhadap laju respirasi ikan. Salah satu faktor fisik lingkungan peran adalah suhu. Perukaan peka terhadap perubahan suhu, perubahan suhu dipengaruhi oleh letak geoafisnya, ketinan tepat, laa paparan terhadap atahari dan kedalaan badan (Tunas. 2005;16, 18). Kenaikan suhu akan dapat enibulkan beberapa akibat sebagai berikut (Kanisius. 2005; 22-23): a. Julah oksigen terlarut di dala enurun. b. Kecepatan reaksi kiia eningkat c. Kehidupan ikan dan hewan lainnya terganggu. d. Jika batas suhu yang eatikan terlapaui, ikan dan hewan lainnya ungkin akan ati.
Selanjutnya enurut Munro (1978 dala Tunas 2005; 18), Peningkatan suhu dapat enyebabkan penurunan kelarutan gas-gas, tetapi eningkatkan solubilitas senyawa-senyawa toksik seperti polutan inyak entah dan pestisida, serta eningkatkan toksisitas loga berat, sebagai contoh bahwa pada tawar (salinitas 0%) peningkatan suhu dari 25 enjadi 300 enyebabkan penurunan kelarutan oksigen dari 8,4 enjadi 7,6 g/liter. Salah satu faktor fisik lingkungan peran adalah suhu. Perukaan peka terhadap perubahan suhu, perubahan suhu dipengaruhi oleh letak geoafisnya, ketinan tepat, laa paparan terhadap atahari dan kedalaan badan (Tunas. 2005;16, 18). Kenaikan suhu akan dapat enibulkan beberapa akibat sebagai berikut (Kanisius. 2005; 22-23): a. Julah oksigen terlarut di dala enurun. b. Kecepatan reaksi kiia eningkat c. Kehidupan ikan dan hewan lainnya terganggu. d. Jika batas suhu yang eatikan terlapaui, ikan dan hewan lainnya ungkin akan ati. Selanjutnya enurut Munro (1978 dala Tunas 2005; 18), Peningkatan suhu dapat enyebabkan penurunan kelarutan gas-gas, tetapi eningkatkan solubilitas senyawa-senyawa toksik seperti polutan inyak entah dan pestisida, serta eningkatkan toksisitas loga berat, sebagai contoh bahwa pada tawar (salinitas 0%) peningkatan suhu dari 25 enjadi 300 enyebabkan penurunan kelarutan oksigen dari 8,4 enjadi 7,6 g/liter.
BAB II METODELOGI 2.1 Alat dan Bahan Adapaun alat yang digunakan adalah: Bak plastik Teroeter Tibangan Kopor Panci Gelas piala Gelas ukur Pengaduk Alat penghitung Boardaker Es batu Hewan coba ikan as, ikan tobro 2.2 ara Kerja Jerang dala panci Isi bak plastik dengan kran, beri tanda tin dengan boardaker, dan catat suhu Tibng berat ikan yang akan dipakai, keudian asukkan ke dala bak plastik yang telah diisi tadi. Tunggu sapai ikan napak tenang.keudian hitung gerak operkulu selaa 1 enitulangi sapai 3 kali ulangan, keudian abil rata-ratanya. Naikkan suhu ediu dengn interval 3, dengan cara enuangkan panas ke dala bak sapai tercapai suhu yang kita kehendaki, nun jaga volue bak tidak berubah, yaitu dengan engurangi bak selaa panas ditabahkan, pada saat enabahkan panas jangan sapai engenai ikan, setelah ikan napak tenang, hitung gerak operkulu pe enit. Lakukan sebanyak 3 kali Kenaikkan suhu diteruskan sapai encapai suhu kritis tertin.hentikan perlakuan pada saat ikan napak kolaps Penurunan suhu ara kerja saa dengan di atas naun:
Penurunan suhu dikerjakan dengan easukkan es ke dala bak sapai tercapai suhu yang dikehendaki (interval suhu 3 ) Penurunan suhu diteruskan sapai tercapai suhu kritis terendah (ikan napak kolaps)
BAB III HASIL PENGAMATAN 3.1 Tabel pengaatan kenaikan suhu terhadap fisiologis operculu ikan Kelo pok n 1 18, 56 2 25, 53 3 10, 68 4 10, 17 Kegiatan awal 1 enit ke 1 1 enit ke 2 1 enit ke 3 Rat Be rat ika suh u Su hu Gerak an operk Su hu Gerak an operk Su hu Gerak an operk a2 suh u 5 5c 5c 5c 28 o 27 0 28 o 28 o 6 5,8 5,6 5,9c 31 30 31 31 0 ulu 100 X 6,3 103 X 7 80X 70X 6c 7c 33 33 34 34 ulu 107 X 8 110X 8c 98X 6,8c 72X 7,9c 36 36 37 37 ulu 115 X 2,6 112X 111X 77X 3 o 3 o 3 o Rata 2 t. 1,3c 1 0,6c 0,96 Untuk penghitungan rata-rata kenaikan suhu (T) : A= tenggang suhu pada ulangan 1 B= tenggang suhu pada ulangan 2 = tenggang suhu pada ulangan 3 A= T1-T0=...,B= T2-T1=..., =T3-T2=... T rata-rata= A+B+/3 Misal kenaikan suhu kelopok 1: A= 31-28 = 3 B=33 31 = 2 = 36-33 =3 T rata-rata= A+B+/3 =3 + 2 +3 = 8/3 = Untuk perhitungan tin (ta) A=kenaikan tin pada perlakuan 1 B=Kenaikan tin pada perlakuan 2 = kenaikan tin pada perlakuan 3 A= ta 1 - ta 0 B= ta 2 -ta 1 =ta 3 -ta 2
ontoh kenaikan tin pengaatan kelopok 2; A= 5,8-5= 0,8 B=7-5,8 = 1,2, B= 8-7 =1 Rata-rata tin pengaatan kelopok1:a+b+/3= 0,8 +1,2 + 1= 3/3=1 3.2 Tabel pengaatan penurunan suhu terhadap fisiologis operculu ikan Kelo pok n 5 11, 5 6 1,1 7 7 11, 65 8 10, 17 Kegiatan awal 1 enit ke 1 1 enit ke 2 1 enit ke 3 Rat Be rat ika suh u Su hu Gerak an operk Su hu Gerak an operk Su hu Gerak an operk a2 suh u 5 5c 5c 5c 26 o 25 0 27 o 28 o 5,5 5,7 5,5 6c 23 30 24 25 0 ulu 129 X 6 19 X 5,5 66X 5,6 52X 6c 20 19 21 22 0 ulu 53 X 6,3 55X 5,5 53X 5,7 48X 7c 17 16 18 19 ulu 35 X 20 o 58X 21, 6 27X 43X 22 o 22 o Rata 2 t. 0.43 0,3c 0,23 0,67 Untuk penurunan suhu langsung ditabah suhu dari enit 1-3, dan untuk penghitungan tin saa dengan langkah diatas.
BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Analisa hasil pengaatan dan pebahasan praktiku kali ini kai ebahas percobaan pengaruh kenaikan dan penurunan suhu terhadap fisiologis gerak operculu pada ikan. Kelopok 1-4 engaati kenikan suhu terhadap gerak operculu ikan data yang diperoleh dari: Kelopok 1 selaa selang waktu 1 enit dengan 3 kali pengulangan aka didapat data gerak operculu 100x paa enit pertaa dengan suhu 31 0 keudian pada enit ke 2 denga suhu 33 0 gerak operculu berubah enjadi 107x dan pada enit ke 3 dengan suhu 36 0 gerak operculu enjadi 115x kelopok 2 selaa selang waktu 1 enit dengan 3 kali pengulangan aka didapat data gerak operculu 80x paa enit pertaa dengan suhu 31 0 keudian pada enit ke 2 dengan suhu 33 0 gerak operculu berubah enjadi 110x dan pada enit ke 3 dengan suhu 36 0 gerak operculu enjadi 112x kelopok 3 selaa selang waktu 1 enit dengan 3 kali pengulangan aka didapat data gerak operculu 80x paa enit pertaa dengan suhu 31 0 keudian pada enit ke 2 dengan suhu 34 0 gerak operculu berubah enjadi 98 x dan pada enit ke 3 dengan suhu 37 0 gerak operculu enjadi 111x kelopok 4 selaa selang waktu 1 enit dengan 3 kali pengulangan aka didapat data gerak operculu 70x paa enit pertaa dengan suhu 31 0 keudian pada enit ke 2 dengan suhu 34 0 gerak operculu berubah enjadi 72 x dan pada enit ke 3 dengan suhu 37 0 gerak operculu enjadi 77x Kelopok 5-8 engaati penurunan suhu terhadap gerak operculu ikan data yang diperoleh dari. kelopok 5 selaa selang waktu 1 enit dengan 3 kali pengulangan aka didapat data gerak operculu 100x paa enit pertaa dengan suhu 31 0 keudian pada enit ke 2 denga suhu 33 0 gerak operculu berubah enjadi 107x dan pada enit ke 3 dengan suhu 36 0 gerak operculu enjadi 115x kelopok 6 selaa selang waktu 1 enit dengan 3 kali pengulangan aka didapat data gerak operculu 59x paa enit pertaa dengan suhu 22 0 keudian pada enit ke 2 denga suhu 19 0 gerak operculu berubah enjadi 55x dan pada enit ke 3 dengan suhu 16 0 gerak operculu enjadi 58x kelopok 7 selaa selang waktu 1 enit dengan 3 kali pengulangan aka didapat data gerak operculu 66x paa enit pertaa dengan suhu 24 0 keudian pada enit ke 2 denga
suhu 21 0 gerak operculu berubah enjadi 53x dan pada enit ke 3 dengan suhu 18 0 gerak operculu enjadi 27x kelopok 8 selaa selang waktu 1 enit dengan 3 kali pengulangan aka didapat data gerak operculu 52x pada enit pertaa dengan suhu 25 0 keudian pada enit ke 2 denga suhu 22 0 gerak operculu berubah enjadi 48x dan pada enit ke 3 dengan suhu 19 0 gerak operculu enjadi 43x Peristiwa fisiologis yang terjadi pada kenaikan suhu dan penurunan disebabkan oleh: frekuensi ebuka serta enutupnya operculu pada ikan as terjadi lebih sering pada setiap kenaikan suhu dibandingkan penurunan suhu dari suhu awal T₁ di 1 enit ke 1 sapai dengan T₃ di 1 enit ke 3 seakin sering ikan itu ebuka serta enutup ulutnya hal ini dapat kita sipulkan bahwa bila suhu eningkat, aka laju etabolise ikan akan eningkat sehingga gerakan ebuka dan enutupnya operculu ikan akan lebih cepat daripada suhu pada suhu di T1(pengaatan 1 enit pertaa) dan sebaliknya pula jika suhu enurun aka seakin jarang pula ikan itu ebuka serta enutup ulutnya. Hubungan antara peningkatan teperatur dengan laju etabolise ikan berbanding lurus, sedangkan kelarutan O₂ di lingkungannya enurun dengan eningkatnya teperature. Pada peristiwa teperature dibawah suhu kaar atau penurunan suhu aka tingkat frekuensi ebuka dan enutupnya operculu akan seakin labat dari pada suhu kaar. Dengan adanya penurunan teperature, aka terjadi penurunan etabolise pada ikan yang engakibatkan kebutuhan O₂ enurun, sehingga gerakannya elabat. Penurun O₂ juga dapat enyebabkan kelarutan O₂ di lingkungannya eningkat. Dala tubuh ikan suhunya bisa berkisar ± 1 dibandingkan teperature linkungannya (Nikolsky, 1927). Maka dari itu, perubahan yang endadak dari teperature lingkungan akan sangat berpengaruh pada ikan itu sendiri. Pada praktiku kali ini kita dapat eahai bahwa sebenarnya suhu pada edia bak plastik ini dala suhu26, 27-28 (kondisi suhu yang bervariasi pada pengaatan kelopok 1-8 ) lebih tin dari pada suhu kaar yang ada di ruangan yaitu 25, sehingga pada waktu dipindahkan ke dala bak plastik ikan tersebut akan engalai stress sehingga tubuh ikan engadakan respon fisiologis terhadap kondisi lingkungannya dengan
epercepat gerak operkulu pada kenaikan suhu dan eperlabat gerak operkulu pada penurunan suhu, praktiku kali ini bisa dikatakan berhasil karena sesuai dengan literatur yang engatakan Suhu tin tidak selalu berakibat eatikan tetapi dapat enyebabkan gangguan status kesehatan untuk jangka panjang. Misalnya stres yang ditandai tubuh leah, kurus, dan tingkah laku abnoral, sedangkan suhu rendah engakibatkan ikan enjadi rentan terhadap infeksi fungi dan bakteri patogen akibat eleahnya siste iun (Tunas. 2005;16-17). Pada dasarnya suhu rendah eungkinkan engandung oksigen lebih tingi, tetapi suhu rendah enyebabkan stres pernafasan pada ikan berupa penurunan laju respirasi dan denyut jantung sehingga dapat berlanjut dengan pingsannya ikan-ikan akibat kekurangan oksigen.
BAB V KESIMPULAN Dari hasil pengaatan dan pebahasan di atas aka dapat disipulkan: Hewan poikiloterik (ikan) engadakan penyesuaian terhadap kadar oksigen di dala karena pengaruh suhu dengan cara epercepat gerak operkulu jika terjadi peningkatan suhu dan eperlabat gerak operkulu jika terjai penurunan suhu pada ediu / lingkungan hidupnya.
DAFTAR PUSTAKA Ti ata Kuliah Fisiologi hewan.2011.petunjuk Praktiku Fisiologi Hewan.Jeber: Universitas Muhaadiyah Jeber. http://dhaadhara.wordpress.co/2009/11/21/laporan-praktiku-fisiologi-hewan-operculu-ikan-as/ diacces tanggal 15 Juni 2012 http://www.scribd.co/doc/35386449/laporan-praktiku-pengaruh-suhu-terhadap-gerak- Operkulu-Pada-Ikan diacces tanggal 15 Juni 2012 http://www.scribd.co/doc/87648090/laporan-pengaruh-sifat--terhadap-tingkah-laku-ikan diacces tanggal 15 Juni 2012 http://herisantoso89.blogspot.co/2011/04/laporan-pengaruh-lingkungan-terhadap.htl diacces tanggal 15 Juni 2012 http://deviansouisa.blogspot.co/2009/07/laporan-praktiku-fisiologi-hewan-.htl diacces tanggal 15 Juni 2012