MODEL MATERI PENGETAHUAN SUDUT DALAM PERKULIAHAN IPBA BAGI MAHASISWA FISIKA DAN APLIKASINYA DALAM MEMAHAMI JARAK ANTARBENDA-LANGIT (CELESTIAL BODIES)

dokumen-dokumen yang mirip
TATA KOORDINAT BENDA LANGIT. Kelompok 6 : 1. Siti Nur Khotimah ( ) 2. Winda Yulia Sari ( ) 3. Yoga Pratama ( )

MENYENANGI MATEMATIKA DAN SAINS MELALUI ASTRONOMI* 1

ILMU PENGETAHUAN BUMI DAN ANTARIKSA

Ilmu Pengetahuan Bumi dan Antariksa

Deskripsi, Silabus dan Satuan Acara Perkuliahan Ilmu Pengetahuan Bumi dan Antariksa

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS)

5. BOLA LANGIT 5.1. KONSEP DASAR SEGITIGA BOLA

JAWABAN DAN PEMBAHASAN

MENGENAL GERAK LANGIT DAN TATA KOORDINAT BENDA LANGIT BY AMBOINA ASTRONOMY CLUB

Bab 3. Teleskop Bamberg

BAB I PENDAHULUAN. Satu hal yang menarik ketika kita mengamati bintang-bintang dengan mata

AS Astronomi Bola. Suhardja D. Wiramihardja Endang Soegiartini Yayan Sugianto Program Studi Astronomi FMIPA Institut Teknologi Bandung

θ = 1.22 λ D...1 point θ = 2R d...2 point θ Bulan θ mata = 33.7 θ Jupiter = 1.7

FI322 Ilmu Pengetahuan Bumi dan Antariksa

A. Peta 1. Pengertian Peta 2. Syarat Peta

PROGRAM PERSIAPAN OLIMPIADE SAINS BIDANG ASTRONOMI 2014 SMA 2 CIBINONG TES 20 MEI 2014

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DITJEN MANAJEMEN PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA

Wilfried Suhr Gambar 1. Waktu-waktu kontak dalam peristiwa transit Venus.

Meridian Greenwich. Bujur

BAB I SISTEM KOORDINAT

BAB I PENDAHULUAN. beraktifitas pada malam hari. Terdapat perbedaan yang menonjol antara siang

SOAL SELEKSI OLIMPIADE SAINS TINGKAT KABUPATEN/KOTA 2014 CALON TIM OLIMPIADE ASTRONOMI INDONESIA 2015

3. ORBIT KEPLERIAN. AS 2201 Mekanika Benda Langit. Monday, February 17,

BAB I PENDAHULUAN. bawah interaksi gravitasi bersama dan berasal dari suatu awan gas yang sama

APLIKASI SEGITIGA BOLA DALAM RUMUS-RUMUS HISAB RUKYAT

MAKALAH SEGITIGA BOLA. disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Astronomi. Program Studi Pendidikan Fisika. oleh. 1. Dyah Larasati ( )

GELIAT ASTRONOMI DI KAMPUS BUMI SILIWANGI

GERAK BUMI DAN BULAN

Bintang Ganda DND-2006

SAINS BUMI DAN ANTARIKSA

Satuan Besaran dalam Astronomi. Dr. Chatief Kunjaya KK Astronomi ITB

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL DITJEN MANAJEMEN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA

MODUL PRAKTIKUM Perkuliahan Astrofisika (FI567)

IPA TERPADU KLAS VIII BAB 14 BUMI, BULAN, DAN MATAHARI

BAB IV ANALISIS PERHITUNGAN ARAH KIBLAT DENGAN MENGGUNAKAN AZIMUT PLANET. A. Algoritma Penentuan Arah Kiblat dengan Metode Azimut Planet

Cahaya sebagai bentuk informasi dari langit Teleskop sebagai kolektor cahaya

DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN

PEKERJAAN RUMAH SAS PERTEMUAN-1 DAN PERTEMUAN-2 A.Pilihan Ganda

indahbersamakimia.blogspot.com Soal Olimpiade Astronomi Tingkat Provinsi 2011, Waktu : 150 menit

Sabar Nurohman Prodi Pendidikan IPA FMIPA UNY

indahbersamakimia.blogspot.com

: Jarak titik pusat benda langit, sampai dengan Equator langit, di ukur sepanjang lingkaran waktu, dinamakan Deklinasi. Jika benda langit itu

Materi Bumi dan Antariksa)

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDRAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH UMUM

KONSEPSI AWAL MAHASISWA FISIKA TERHADAP MATERI BINTANG DAN EVOLUSI BINTANG DALAM PERKULIAHAN ASTROFISIKA

ANALISIS MATERI IPBA DALAM KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP)

dengan vektor tersebut, namun nilai skalarnya satu. Artinya

BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN HISAB IRTIFA HILAL MENURUT ALMANAK NAUTIKA DAN NEWCOMB

Oleh : Kunjaya TPOA, Kunjaya 2014

BOLA LANGIT DAN TATA KOORDINAT

BAB IV ANALISIS KOMPARASI ALGORITMA EQUATION OF TIME JEAN MEEUS DAN SISTEM NEWCOMB

Cladius Ptolemaus (abad 2) Geosentris

GERHANA MATAHARI DAN GERHANA BULAN

KUMPULAN SOAL & PEMBAHASAN OSK OSP OSN DLL KOORDINAT BENDA LANGIT (By. Mariano N.)

Fisika Umum (MA 301)

MATEMATIKA ASTRONOMI: BAGAIMANA MATEMATIKA MEMPELAJARI ALAM

SISTEM KOORDINAT SISTEM TRANSFORMASI KOORDINAT RG091521

Gerhana Bulan Total 31 Januari 2018

OLIMPIADE SAINS NASIONAL TAHUN 2009 TINGKAT KABUPATEN/KOTA FISIKA SMP

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan Tugas Akhir ini adalah

SELEKSI TINGKAT PROVINSI CALON PESERTA INTERNATIONAL ASTRONOMY OLYMPIAD (IAO) TAHUN 2009

Matematika Astronomi: Bagaimana Matematika Mempelajari Alam 1

PENGUKURAN MAGNITUDO SEMU PLANET VENUS FASE QUARTER MENGGUNAKAN SOFTWARE

Astronomi Sabar Nurohman, M.Pd

BAB IV ANALISIS FORMULA PENENTUAN ARAH KIBLAT DENGAN THEODOLIT DALAM BUKU EPHEMERIS HISAB RUKYAT 2013

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDRAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA. Soal Tes Olimpiade Sains Nasional 2011

INFORMASI ASTRONOMIS HILAL DAN MATAHARI SAAT MATAHARI TERBENAM TANGGAL 8 DAN 9 SEPTEMBER 2010 PENENTU AWAL BULAN SYAWWAL 1431 H

BAB IV APLIKASI DAN UJI AKURASI DATA GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) DAN AZIMUTH MATAHARI PADA SMARTPHONE BERBASIS ANDROID UNTUK HISAB ARAH KIBLAT

SISTEM KOORDINAT GEOGRAFIK

BAB IV ANALISIS SISTEM HISAB AWAL BULAN KAMARIAH ALMANAK NAUTIKA DAN ASTRONOMICAL ALGORITHMS JEAN MEEUS

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Tinjauan Umum Teknologi Pemetaan Tiga Dimensi

SISTEM KOORDINAT SISTEM TRANSFORMASI KOORDINAT RG091521

11 Lebih Jauh tentang Lingkaran

(Fenomena Matahari di Atas Ka bah) Pandapotan Harahap NIM: Abstrak

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDRAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN : Analisis Lintasan Foton Dalam Ruang-Waktu Schwarzschild

BAB IV ANALISIS PENGGUNAAN BINTANG SEBAGAI PENUNJUK ARAH KIBLAT KELOMPOK NELAYAN MINA KENCANA DESA JAMBU KECAMATAN MLONGGO KABUPATEN JEPARA

Pertemuan 3. Penentuan posisi titik horizontal dan vertikal

INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM TANGGAL 2 JUNI 2011 M PENENTU AWAL BULAN RAJAB 1432 H

FENOMENA ASTRONOMI SISTEM BUMI, BULAN & MATAHARI

1. Fenomena Alam Akibat Perubahan Kedudukan Bumi, Bulan, terhadap Matahari. Gerhana Matahari

B. Analisis Besaran Fisika Pada Gerak Melingkar dengan Laju Konstan

OLIMPIADE SAINS NASIONAL TAHUN 2009 TINGKAT KABUPATEN/KOTA FISIKA SMP

Draft Marking Scheme. (Berdasarkan Solusi OSP Astronomi 2013)

SOAL PILIHAN GANDA ASTRONOMI 2008/2009 Bobot nilai masing-masing soal : 1

Fisika Umum (MA101) Kinematika Rotasi. Dinamika Rotasi

BAB II PEMBAHASAN. Gambar 2.1 Lenturan Gelombang yang Melalui Celah Sempit

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 3. Mengenal Planet Bumilatihan soal 3.2

Dr. Ramadoni Syahputra Jurusan Teknik Elektro FT UMY

ROTASI BENDA LANGIT. Chatief Kunjaya. KK Atronomi, ITB. Oleh : TPOA, Kunjaya 2014

APLIKASI DERET FOURIER UNTUK MENGETAHUI WAKTU TERBIT, KULMINASI, DAN TERBENAM MATAHARI SKRIPSI. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Telaah Indikator Arah Kiblat melalui bayang bayang oleh Matahari pada saat di dekat zenith Ka bah

Difraksi. Agus Suroso Fisika Teoretik Energi Tinggi dan Instrumentasi, Institut Teknologi Bandung

GEOMETRI ANALITIK PERTEMUAN2: GARIS LURUS PADA BIDANG KOORDINAT. sofyan mahfudy-iain Mataram 1

SEGITIGA BOLA DAN ARAH KIBLAT

BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN SAADOEDDIN DJAMBEK TENTANG ARAH KIBLAT. A. Penentuan Arah Kiblat Pemikiran Saadoeddin Djambek

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDRAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA

Analisis koefisien gesek statis dan kinetis berbagai pasangan permukaan bahan pada bidang miring menggunakan aplikasi analisis video tracker

Transkripsi:

Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011 MODEL MATERI PENGETAHUAN SUDUT DALAM PERKULIAHAN IPBA BAGI MAHASISWA FISIKA DAN APLIKASINYA DALAM MEMAHAMI JARAK ANTARBENDA-LANGIT (CELESTIAL BODIES) J.A. Utama Laboratorium Bumi dan Antariksa, Jurusan Pendidikan Fisika, Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Pendidikan Indonesia Jl. Dr. Setiabudhi 229 Bandung 40154 Abstrak Dalam makalah ini disajikan model materi pengetahuan sudut dalam perkuliahan Ilmu Pengetahuan Bumi dan Antariksa (IPBA). Perkuliahan IPBA (FI322) di Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA UPI dikelompokkan sebagai Mata Kuliah Keahlian Program Studi (MKKPS) yang merupakan mata kuliah wajib bagi mahasiswa program studi Pendidikan Fisika, pilihan bagi mahasiswa program studi fisika, dan Mata Kuliah Keterampilan Tambahan (MKKT) bagi mahasiswa di luar jurusan pendidikan Fisika. Sebagai mata kuliah wajib, kuliah ini diberikan di semester ke dua dengan beban 3 SKS. Dengan beban SKS tersebut terbuka kesempatan untuk memberi pengalaman kepada mahasiswa guna mengeksplorasi alam secara langsung dalam sesi praktikum, sekaligus menerapkan konsep fisika dan matematika dalam memahami fenomena-fenomena kebumian dan keantariksaan melalui penelaahan gejala alam secara fisis. Dalam perkuliahan IPBA, satuan sudut yang telah dikenal mahasiswa, yaitu radian dan derajat, diperluas hingga satuan yang lebih kecil, meliputi menit busur dan detik busur. Di dalam ruang yang sangat luas, di mana posisi semua benda langit seolah-olah menempel di bagian dalam kubah langit, jarak antarbenda lazim dinyatakan dalam satuan sudut alih-alih menggunakan satuan jarak. Demikian pula untuk menyatakan ukuran, gerak diri maupun sudut paralaks suatu benda langit. Menggunakan citra digital sabit Bulan yang diperoleh dalam sesi pengamatan sebagai salah satu model materi, dalam makalah ini dikemukakan aplikasi konsep sudut untuk perhitungan jarak sudut (elongasi) benda-benda langit. Kata kunci: Model Materi IPBA, Jarak Sudut (Elongasi), Trigonometri Bola PENDAHULUAN Otak manusia menyenangi hal yang aneh-aneh. Dengan memberinya suatu tantangan yang kreatif, otak akan terlatih untuk berpikir cerdas dalam upaya menemukan berbagai solusi yang mungkin atas tantangan yang dihadapi tersebut. Fisikawan Albert Einstein pernah berujar bahwa imajinasi lebih berharga daripada pengetahuan (knowledge). Sayangnya, semakin beranjak dewasa semakin pula kita kehilangan daya imajinasi. Beruntung, astronomi dengan laboratorium alam semestanya senantiasa mengguncang emosi terdalam kemanusiaan kita melalui imajinasi, rasa ingin tahu, dan dorongan untuk bereksplorasi dan mengajak melakukan penemuan. Lebih jauh lagi, astronomi yang futuristik telah menjadi keilmuan yang berada di garda terdepan pengetahuan umat manusia melalui laboratorium alam semestanya yang mampu menyediakan lingkungan ekstrem lebih dari apapun yang terdapat di Bumi. Astronomi telah pula memperluas khasanah pengetahuan geologi manusia dengan tersedianya beraneka contoh planet dan satelit alam di dalam jangkauan, masing-masing dengan kondisi lingkungan yang beragam. Di sini astronomi bersinggungan dengan biologi luar angkasa yang mencoba menjawab pertanyaan fundamental umat manusia, Adakah kawan bagi dirinya di keluasan semesta?. Astronomi juga memacu perkembangan cabang matematika seperti trigonometri, logaritma, dan kalkulus yang kita tahu saat ini mengendalikan perkembangan superkomputer. Kaitannya dengan pendidikan sains, astronomi menyediakan alternatif pendekatan di dalam metode ilmiah, yaitu melalui kegiatan observasi simulasi teori melengkapi eksperimen teori yang sudah lazim kita kenal. F-29

J.A. Utama / Model materi pengetahuan Tidaklah berlebihan untuk mengatakan bahwa astronomi membangun jembatan dengan matematika, fisika, biologi, geologi, kimia, ekologi, dan beragam bidang ilmu lainnya termasuk bidang rekayasa (engineering). Meskipun demikian, tidak berarti bahwa pengajaran astronomi cukup dilakukan melalui masing-masing disiplin ilmu tersebut. Keterkaitan astronomi dengan berbagai disiplin ilmu memang tidak dapat dihindari, namun sebagai ilmu, astronomi tetap berbeda dengan lainnya dan merupakan sains yang independen. Hal ini sejalan dengan sifat alamiahnya sebagai sebuah observational science alih-alih experimental science. Berbeda dengan bidang keilmuan seperti fisika maupun kimia yang dapat mengontrol kondisi suatu eksperimen, tidak demikian halnya dalam astronomi. Astronom tidak dapat mengubah ataupun mempengaruhi proses yang terjadi di luar angkasa sana. Kecuali untuk wilayah antariksa dekat yang telah dapat dikunjungi secara langsung berkat kemajuan teknologi peroketan, astronom lebih banyak mengandalkan kurir informasi dari seluruh spektrum gelombang elektromagnetik yang diterimanya dari objek-objek jauh untuk membangun sebuah teori dan menguji kesahihannya melalui kegiatan observasi kembali. PERKULIAHAN IPBA Dalam struktur kurikulum 2006 (direvisi pada tahun 2009) Program Studi Pendidikan Fisika Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA UPI, dicantumkan perkuliahan IPBA (Ilmu Pengetahuan Bumi dan Antariksa) yang dikelompokkan sebagai Mata Kuliah Keahlian Program Studi wajib dengan beban 3 SKS di semester ke dua. Perkuliahan ini dapat diikuti oleh mahasiswa yang sudah mengikuti perkuliahan Fisika Umum. Dalam perkuliahan ini dibahas mengenai gravitasi universal, gerak dan posisi benda langit, struktur Bumi, Tata Surya, asteroid dan komet sebagai benda kecil di Tata Surya, bintang dan dinamikanya, serta galaksi dan alam semesta (Anonim, 2009). Selama ini pelaksanaan perkuliahan yang diikuti oleh tidak kurang dari 90 mahasiswa yang dibagi menjadi dua kelas menggunakan pendekatan ekspositori dalam bentuk ceramah dibantu dengan simulasi komputer, juga pendekatan inkuiri dalam rangka tugas pengamatan benda langit dan penggunaan alat-alat peraga hands-on. Melalui perkuliahan ini mahasiswa diharapkan memiliki pengetahuan dan wawasan yang lebih luas mengenai Bumi dan antariksa serta mampu menerapkan ilmu fisika dan matematika dalam memahami fenomena-fenomena alam semesta melalui penelaahan gejala alam secara fisis. SATUAN SUDUT: RADIAN, DERAJAT, DAN TURUNANNYA Dalam matematika, satu radian merupakan sudut pusat di bidang yang dilingkupi oleh busur lingkaran dengan panjang busur yang sama dengan radius lingkaran tersebut (Ayres, 1954). Untuk nilai sudut θ yang sangat kecil (θ << ), penggunaan satuan radian ini sangat membantu dalam menyederhanakan bentuk trigonometri. Untuk sudut θ yang sangat kecil dan dinyatakan dalam radian, uraian deret Taylor untuk sin θ dan tan θ memiliki nilai yang dapat dihampiri oleh nilai θ sendiri. Inilah yang dikenal sebagai teorema Sudut Kecil. R θ R S 1 Gambar 1. Ketika S = K 2π, dengan K menyatakan keliling lingkaran, maka S sama dengan R. Untuk S = R, sudut θ bernilai 1 radian. Satuan sudut lainnya yang juga telah dikenal luas adalah derajat (dengan simbol 0 ) yang dapat diturunkan menjadi menit busur (dengan simbol ) dan detik busur (dengan simbol ). Analog dengan satuan waktu berupa jam yang dapat diturunkan menjadi menit dan detik (1 jam = 60 menit, 1 menit = 60 detik), demikian pula dengan satuan derajat ini (1 0 = 60, 1 = 60 ). Sudut yang dilingkupi oleh busur lingkaran yang panjangnya sama dengan keliling lingkaran adalah sebesar 360 0 atau 2π radian. Dengan demikian, sudut sebesar 1 0 adalah sudut yang dilingkupi oleh busur F-30

Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011 lingkaran sebesar 1/360 keliling lingkaran. Dapat dibayangkan betapa kecilnya sudut sebesar 1 ( = 1/60 derajat) dan 1 ( = 1/60 menit busur atau 1/3600 derajat). Faktanya, dalam banyak hal astronomi berkenaan dengan pengukuran sudut-sudut yang kecil, seperti sudut paralaks, gerak diri (proper motion), maupun jarak antarkomponen dalam suatu sistem bintang ganda (dua bintang yang mengorbit pusat massa bersama). Oleh karena sedemikian kecilnya nilai sudut yang diukur, lebih disukai untuk menyatakannya dalam satuan detik busur ( ) alih-alih dalam satuan derajat ataupun radian. Konversi antarsatuan tersebut adalah sebagai berikut. 0 180 1 radian = (1) π dan π 1 derajat = radian (2) 180 Dari hubungan dalam (1) dapat diperoleh 1 radian sama dengan 206265. APLIKASI SATUAN SUDUT Dalam topik gerak dan posisi benda langit perkuliahan IPBA, di antaranya diulas tentang tiga macam sistem koordinat langit, yaitu sistem koordinat horison, ekuatorial, dan ekliptika, serta pengaruh perbedaan posisi pengamat di permukaan Bumi terhadap penampakan gerak harian benda langit. Dalam pembahasan tentang sistem koordinat langit di atas, mahasiswa mulai diperkenalkan kepada penggunaan satuan sudut untuk menyatakan jarak. Dalam koordinat langit yang paling sederhana, yaitu sistem horison, posisi suatu objek di bola langit (perluasan bola Bumi hingga radius tak berhingga) dinyatakan melalui sudut azimut dan ketinggian. Azimut adalah sudut di bidang horison (bidang yang dipijak oleh pengamat) yang diukur dari titik utara sebagai titik nolnya membesar ke arah timur. Dengan ketentuan ini, azimut di titik utara memiliki nilai 0 0, di arah timur 90 0, arah selatan 180 0, dan di arah barat sama dengan 270 0. Penting untuk diperhatikan bahwa arah-arah kardinal di atas (utara, timur, selatan, dan barat) merupakan arah-arah sejati yang mengacu kepada sumbu rotasi alih-alih sumbu magnet Bumi. Sementara itu, ketinggian merupakan sudut yang diukur mulai dari pemberhentian pengukuran sudut azimut di bidang horison menuju ke posisi benda langitnya di bola langit. Sudut ketinggian bertanda positif (+) untuk pengukuran ke arah atas dari horison (seperti pada kasus objek-objek langit yang telah terbit atau belum terbenam), dan bertanda ( ) ke arah bawah dari horison untuk objek-objek yang telah terbenam atau belum terbit. Penggunaan satuan sudut menggantikan satuan jarak untuk menyatakan ketinggian objek langit dari horison lebih karena pertimbangan kepraktisan semata, sebab seluruh objek langit terlihat berjarak sama dari pengamat di Bumi karena menempel di kubah langit. Gambar 2. Posisi suatu objek di bola langit dinyatakan dalam sistem koordinat horison. Satuan sudut pun lazim digunakan untuk menyatakan ukuran fisik objek-objek langit, yaitu diameter ataupun radiusnya. Artinya, alih-alih menyatakan dalam ukuran linear mereka, astronom seringkali menyatakan ukuran objek-objek langit dalam diameter sudut ataupun radius sudut. Hal F-31

J.A. Utama / Model materi pengetahuan ini diilustrasikan sebagai berikut. 2R θ Penggunaan ukuran sudut ini memberikan penjelasan mengapa meskipun secara fisik Bulan 400 kali lebih kecil daripada Matahari, namun Bulan mampu menutupi piringan Matahari dalam peristiwa gerhana Matahari total. Besar-kecilnya ukuran sudut ini sangat dipengaruhi oleh faktor jarak. Karena pada saat yang sama Matahari pun sekitar 400 kali lebih jauh dari Bumi daripada jarak Bulan Bumi, Matahari dan Bulan terlihat memiliki ukuran sudut yang sama di langit, yakni sekitar 0,5 0 atau 30. Dari gambar 3 terlihat jelas hubungan trigonometri dari besaran-besaran terkait sebagai 2R D tan θ = d = d (3) dan dengan menerapkan teorema sudut kecil diperoleh D θ = (4) d Dalam (4), θ menyatakan diameter sudut dalam satuan radian, sedangkan D dan d masing-masing diameter linear dan jarak dalam satuan yang sama. MODEL MATERI PENGETAHUAN SUDUT Pengetahuan tentang sudut yang telah diperoleh mahasiswa dalam uraian di atas dapat diperluas aplikasinya. Perluasan aplikasi pengetahuan tentang sudut ini tidak bisa dihindari membawa konsekuensi kepada bertambah kompleksnya konsep yang harus dikuasai. Dengan pertimbangan bahwa kompleksitas tersebut layak diberikan kepada mahasiswa demi menambah kompetensi mereka, di bagian ini akan diuraikan sejumlah contoh model materi pengetahuan sudut yang dirangkum dalam perkuliahan IPBA. Model 1: Jarak terdekat dan arah antara dua kota di permukaan Bumi Dengan menganggap Bumi berbentuk bola sempurna, maka Bumi merupakan contoh benda putar, yaitu benda yang diperoleh dengan memutar sebuah lingkaran menurut diameternya. Untuk menyatakan posisi suatu titik di permukaan Bumi, digunakan sistem koordinat geografis yang terdiri atas bujur geografis (belahan timur (+) dan barat ( )) dan lintang geografis (belahan utara (+) dan selatan ( )). Jarak antara dua kota di permukaan Bumi, dapat dengan mudah ditentukan untuk kasus-kasus yang istimewa, seperti bila kedua kota berada di lintang geografis yang sama (dengan bujur geografis berbeda) atau berada di bujur geografis yang sama (dengan lintang geografis berbeda). Untuk kasus pertama, yakni kedua kota berada di lintang geografis yang sama, jarak sudut kedua kota merupakan panjang busur lingkaran kecil yang menghubungkan keduanya. Disebut busur lingkaran kecil karena menjadi bagian dari lingkaran kecil, yaitu lingkaran yang tidak berpusat di pusat Bumi. Jarak antara kedua kota dapat dihitung menggunakan hubungan di bawah ini. d Gambar 3. Diameter linear 2R suatu benda langit bersesuaian dengan diameter sudut θ di jarak d dari pengamat. S λ 360 = 2πR cosφ 0 (5) F-32

Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011 dengan R menyatakan radius linear Bumi, φ lintang geografis kota, dan λ selisih bujur geografis kedua kota. Sementara itu pada kasus ke dua (kedua kota berada di bujur geografis yang sama), jarak kedua kota dinyatakan oleh panjang busur lingkaran besar yang menghubungkan keduanya. Semua lingkaran bujur yang merupakan lingkaran-lingkaran vertikal di permukaan Bumi adalah lingkaran besar, yaitu lingkaran yang juga berpusat di pusat Bumi. Berlawanan dengan hal ini, hanya lingkaran khatulistiwa (atau lingkaran ekuator yang membagi Bumi menjadi dua belahan sama besar; belahan utara dan selatan), yang termasuk lingkaran besar. Lingkaran-lingkaran lintang lainnya yang merupakan lingkaran-lingkaran horisontal di permukaan Bumi adalah lingkaran kecil sebab tidak berpusat di pusat Bumi. Jarak kedua kota yang berada di bujur geografis yang sama dapat dihitung menggunakan hubungan berikut ini. φ S = 2πR 360 0 (6) dengan R menyatakan radius linear Bumi dan φ selisih lintang geografis kedua kota. Dalam permukaan lengkung seperti permukaan Bumi, jarak terdekat yang menghubungkan dua buah titik adalah sepanjang busur di sebuah lingkaran besar. Dengan demikian, hubungan dalam (5) tidak memberikan jarak terdekat antara kedua kota sebagaimana yang diberikan dalam (6). Penentuan jarak terdekat antara dua kota di permukaan Bumi menuntut pengetahuan tentang trigonometri bola (spherical trigonometry) yang diaplikasikan dalam sebuah segitiga bola astronomi (segitiga di permukaan lengkung yang ketiga sisinya merupakan busur lingkaran besar; perhatikan segitiga merah dalam gambar 4). Gambar 4. Bola Bumi. Titik A, B, dan C berturutan masingmasing menyatakan kutub Bumi dan dua kota dengan bujur dan lintang geografis sebarang. Pengetahuan tentang trigonometri bola dapat diberikan sebagai materi lanjutan pembahasan sistem koordinat geografis, sekaligus menjadi dasar bagi pembahasan sistem koordinat langit. Jarak terdekat yang menghubungkan dua buah kota dengan bujur dan lintang geografis sebarang, dapat diperoleh menggunakan hubungan di bawah ini. 0 0 0 0 ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) cos d = cos 90 φ cos 90 φ + sin 90 φ sin 90 φ cos λ (7) 1 2 1 2 F-33

J.A. Utama / Model materi pengetahuan dengan d menyatakan jarak terdekat antara kedua kota, φ lintang geografis masing-masing kota, dan λ selisih bujur geografis kedua kota. Ke arah manakah seorang yang berada di suatu kota harus menghadap untuk mengarahkan dirinya ke suatu kota lainnya? Problem yang disodorkan pertanyaan ini adalah penentuan azimut suatu kota dari posisi pengamat ( seseorang tersebut) berada. Bila kota yang ingin dicari azimutnya tersebut adalah Mekah, azimut kota Mekah yang diperoleh menjadi arah kiblat dari posisi pengamat berada. Model 2: Jarak sudut (elongasi) antara dua objek di bola langit Secara prinsip tidak ada perbedaan antara penentuan jarak sudut dua buah objek di bola langit dengan model materi sebelumnya. Bola langit hanyalah perbesaran dari bola Bumi hingga mencapai radius tak berhingga. Oleh karenanya, semua atribut yang terdapat di permukaan Bumi (kutub-kutub, khatulistiwa, bujur, dan lintang geografis) juga dimiliki oleh bola langit. Hanya saja sekarang semua istilahnya diganti menjadi kutub utara dan selatan langit, khatulistiwa langit, bujur langit (asensio rekta; right ascension), dan lintang langit (deklinasi; declination). 0 0 0 0 cos d = cos 90 δ cos 90 δ + sin 90 δ sin 90 δ cos α (8) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) 1 2 1 2 Dalam (8), d menyatakan jarak sudut antara kedua objek langit, δ lintang langit (deklinasi) masingmasing objek, dan α selisih bujur langit (asensio rekta) kedua objek. Penerapan praktis pengetahuan jarak sudut antarbenda langit ini misalnya untuk mengetahui apakah dalam pemotretan objek langit yang mengkombinasikan instrumen teleskop (sebagai pengumpul cahaya) dan kamera (sebagai perekam citra), kedua objek dapat terekam dalam satu bingkai (frame) citra ataukah tidak. Hal ini vital misalnya dalam studi fotometri diferensial, di mana bintang program (bintang yang menjadi target pengukuran kecerahan) dan bintang pembanding (bintang yang diketahui kecerahannya) harus berada dalam satu bingkai citra yang sama. Bila jarak sudut kedua objek lebih kecil daripada medan pandang (field of view) instrumen, kedua objek akan dapat direkam dalam satu bingkai citra yang sama. Bila sebaliknya, maka masing-masing objek akan terekam dalam bingkai citra yang berbeda. Ukuran medan pandang sendiri ditentukan oleh parameter optik instrumen yang digunakan. Faktorfaktor yang berperan adalah panjang fokus objektif teleskop dan ukuran chip kamera yang digunakan. Persoalan medan pandang menjadi krusial untuk objek-objek membentang (extended source) seperti planet, Bulan, dan Matahari terutama bila dikehendaki seluruh piringan objek masuk dalam satu bingkai citra. Untuk meyakinkan bahwa seluruh citra objek dengan diameter sudut tertentu dapat ditampung dalam medan pandang instrumen, pengamat perlu mengetahui skala bayangan teleskop. Skala bayangan dihitung dengan persamaan berikut. 206265" Skala bayangan ( /mm) = (9) f Skala bayangan yang dinyatakan dalam satuan /mm mendeskripsikan besar sudut di langit yang dibentuk oleh tiap mm panjang citra di bidang fokus. Untuk dapat merekam secara utuh Bulan dalam satu bingkai citra misalnya, harus dipilih teleskop dengan skala bayangan kecil (memiliki panjang fokus objektif yang besar) dan ukuran chip kamera yang besar. Berikut ini adalah citra digital sabit Bulan yang diperoleh dalam suatu sesi pengamatan bersama mahasiswa. objektif F-34

Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011 Gambar 5. Salah satu citra hilal usia 2 hari sejak konjungsi yang berhasil diperoleh tim pengamat hilal UPI pada Rabu 11 Agustus 2010, pukul 18.05 WIB dari Menara Timur Gedung JICA FPMIPA UPI. Citra diperoleh dengan teleskop Celestron 70 Alt-Azimuth Mount (D= 70mm; f/13) yang dilengkapi detektor kamera DSLR CANON EOS 1000D. Berdasarkan orientasi sabit Bulan dalam bingkai citra, posisi Matahari (tidak nampak dalam bingkai) dapat diperkirakan keberadaannya, yaitu di sebelah kanan bawah. Citra sabit Bulan yang telah diperoleh dapat diolah untuk menentukan jarak sudut Bulan dengan Matahari. Untuk mengolah data berupa citra seperti di atas diperlukan perangkat lunak pengolah citra seperti CorelDraw. Pusat piringan Bulan dan diameter sudutnya dapat diketahui dengan teknik lingkaran berpotongan yang fit dengan busur-luar dan busur-dalam sabut Bulan seperti ditunjukkan dalam gambar di bawah ini (sudah dirotasi untuk kenyamanan pandangan). M C N B A Gambar 6. Kedua lingkaran berpotongan di titik M dan N. Garis ABC yang tegak lurus garis MCN berpotongan di titik C yang menjadi pusat piringan. CA menyatakan radius piringan Bulan. BA menyatakan tebal sabit Bulan. Dengan bantuan perangkat lunak pengolah citra dapat diketahui nilai CA dan CB. Jarak sudut (elongasi) Bulan Matahari pada saat citra diperoleh adalah sudut yang dibentuk oleh Matahari Bumi Bulan sebagaimana teramati dari pusat Bumi. Jarak sudut tersebut dapat dihitung dengan formula berikut. 1 CB E = cos (10) CA F-35

J.A. Utama / Model materi pengetahuan KESIMPULAN Model materi pengetahuan sudut dan aplikasinya bagi penentuan jarak antarbenda langit sebagai perluasan dari materi yang telah ada di dalam perkuliahan IPBA telah dipaparkan. Konten tambahan ini diharapkan mampu memberi wawasan lebih dalam serta menambah kompetensi bagi mahasiswa peserta perkuliahan tentang pemanfaatan konsep sudut dalam keperluan praktis lainnya. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis menyampaikan terima kasih atas dukungan dari program studi Fisika Jurusan Pendidikan Fisika maupun Fakultas Pendidikan MIPA UPI yang telah memungkinkan Penulis untuk dapat hadir di seminar nasional ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Sdr. Agus Fany Chandra Wijaya, M.Pd. dan mahasiswa UKK Cakrawala untuk kerjasamanya dalam kegiatan pengamatan hilal Ramadhan 2010 yang lalu. Potret hilal yang ditampilkan dalam makalah ini adalah hasil karya Sdr. Agus Fany Chandra Wijaya. DAFTAR PUSTAKA Ayres Jr., F. (1954). Schaum s Outine of Theory and Problems of Plane and Spherical Trigonometry. New York: McGraw Hill Book Company, pp 2. F-36