BAB 3 LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Jl. Kaliurang Km 14.4 Sleman, DIY ,2) ABSTRAK

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PRESENTASI SIDANG SKRIPSI. September

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian, adalah sebagai berikut :

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada bab ini akan diuraikan tahapan atau langkah-langkah yang dilakukan

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI MESIN RING FRAME DENGAN TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE DI PT INDORAMA SYNTHETICS Tbk

Analisa Total Productive Maintenance pada Mesin Machining Center pada PT. Hitachi Power System Indonesia (HPSI) Dengan Menggunakan Metode

Prosiding SNATIF Ke-1 Tahun ISBN:

dalam pembahasan sehingga hasil dari pembahasan sesuai dengan tujuan yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH

Nia Budi Puspitasari, Avior Bagas E *) Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Sudharto, Tembalang, Semarang

BAB III METODELOGI PENELITIAN

Analisis Overall Equipment Effectiveness dalam Meminimalisasi Six Big Losses pada Area Kiln di PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk.

DAFTAR ISI Halaman Halaman Judul... i Halaman Pengajuan... ii Halaman Pengesahan... iii Kata Pengantar... iv Daftar Isi... vi Daftar Tabel...

Evaluasi Efektivitas Mesin Creeper Hammer Mill dengan Pendekatan Total Productive Maintenance (Studi Kasus: Perusahaan Karet Remah di Lampung Selatan)

Analisis Overall Equipment Effectiveness pada Mesin Wavetex 9105 di PT. PLN Puslitbang

BAB V ANALISIS HASIL

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN LITERATUR...

BAB V ANALISA HASIL PERHITUNGAN. Equipment Loss (Jam)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. berperan penting dalam perusahaan selain manajemen sumber daya manusia,

1 BAB I PENDAHULUAN. ini disebabkan karena tim perbaikan tidak mendapatkan dengan jelas

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

HASBER F. H. SITANGGANG

Sunaryo dan Eko Ardi Nugroho

Nama : Teguh Windarto NPM : Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr.Ir Rakhma Oktavina, MT

ANALISA FAKTOR-FAKTOR SIX BIG LOSSES PADA MESIN CANE CATTER I YANG MEMPENGARUHI EFESIENSI PRODUKSI PADA PABRIK GULA PTPN II SEI SEMAYANG

Implementasi Metode Overall Equipment Effectiveness Dalam Menentukan Produktivitas Mesin Rotary Car Dumper

BAB III METODE PENELITIAN. ada sekarang secara sistematis dan faktual berdasarkan data-data. penelitian ini meliputi proses

KARYA AKHIR Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan. Oleh TENGKU EMRI FAUZAN

BAB II LANDASAN TEORI

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. NASKAH SOAL TUGAS AKHIR... iv. HALAMAN PERSEMBAHAN... v. ABSTRACT... vii. KATA PENGANTAR... viii. DAFTAR ISI...

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB V ANALISA HASIL Analisis Perhitungan Overall Equipment Effectiveness (OEE)

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE PADA TURNTABLE VIBRRATING COMPACTOR GUNA MEMPERBAIKI KINERJA PERUSAHAAN PT. INDONESIA ASAHAN ALUMINIUM (Persero)

Simposium Nasional Teknologi Terapan (SNTT) ISSN : X

BAB II LANDASAN TEORI

PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA

BAB II LANDASAN TEORI

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di PT. Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Way

PERHITUNGAN OEE (OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENES) PADA MESIN TRUPUNCH V 5000 I MENUJU TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE (TPM) Study Kasus Pada PT XYZ

BAB V ANALISIS PEMECAHAN MASALAH Analisis Perhitungan Overall Equipmenteffectiveness (OEE).

Penerapan Total Productive Maintenance Pada Mesin Electric Resistance Welding Menggunakan Metode Overall Equipment Effectiveness

1. Tingkat efectivitas dan efisiensi mesin yang diukur adalah dengan Metode Overall

ANALISIS TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE PADA LINI PRODUKSI MESIN PERKAKAS GUNA MEMPERBAIKI KINERJA PERUSAHAAN

Suharjo Jurnal OE, Volume VI, Maret No. 1, 2014

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pemeliharaan (Maintenance) Pengertian Pemeliharaan (Maintenance)

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat Stephens (2004:3), yang. yang diharapkan dari kegiatan perawatan, yaitu :

PERHITUNGAN DAN ANALISIS NILAI OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (OEE) PADA MESIN MESPACK DI PT. UNILEVER INDONESIA DEA DERIANA

BAB I PENDAHULUAN. perbaikan. Perbaikan yang diharapkan dapat meningkatkan keutungan bagi

BAB III KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN

EFFECTIVENESS (OEE) DAN FAILURE MODE AND EFFECT ANALYSIS (FMEA) DALAM MENGUKUR

STUDI PENERAPAN TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE (TPM) UNTUK PENINGKATAN EFESIENSI PRODUKSI DI PT. SINAR SOSRO

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

Universitas Widyatama

Universitas Bakrie BAB I

RANCANGAN PERBAIKAN EFEKTIVITAS MESIN SPINNING DENGAN MENGGUNAKAN METODE OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS DAN GREY FMEA DI PT XYZ

PENGUKURAN NILAI OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS SEBAGAI DASAR USAHA PERBAIKAN PROSES MANUFAKTUR (Betrianis, et al.

TUGAS AKHIR ANALISIS PENGUKURAN PRODUKTIVITAS MESIN CNC DI PT. RAJA PRESISI SUKSES MAKMUR DENGAN METODE OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (OEE)

Pengukuran Efektivitas Mesin Rotary Vacuum Filter dengan Metode Overall Equipment Effectiveness (Studi Kasus: PT. PG. Candi Baru Sidoarjo)

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

KEPEKAAN TERHADAP ADANYA LOSSES

BAB IV ANALISIS HASIL PENGOLAHAN DATA

BAB III METODOLOGI.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. industri baik dalam bidang teknologi maupun dalam bidang manajemen,

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Teknologi merupakan komponen penting bagi berkembangnya

BAB I PENDAHULUAN. masalah dalam mesin/peralatan produksi, misalnya mesin berhenti secara tiba-tiba,

Prosiding Teknik Industri ISSN:

PENGUKURAN PRODUKTIFITAS MESIN UNTUK MENGOPTIMALKAN PENJADWALAN PERAWATAN (STUDI KASUS DI PG LESTARI)

ANALISIS SISTEM PERAWATAN PADA MESIN KMF 250 A MENGGUNAKAN METODE OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (OEE) DI PT TSG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di masa sekarang

STUDI PENERAPAN TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE (TPM) UNTUK PENINGKATAN EFISIENSI PRODUKSI PADA PTP.N II PABRIK RSS TANJUNG MORAWA KEBUN BATANG SERANGAN

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N 2016

ANALISIS EFEKTIVITAS MESIN HOPPER DENGAN METODE OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS DAN FMEA PADA PT. KARYA MURNI PERKASA

PDF Compressor Pro. Kata Pengantar. Tekinfo --- Jurnal Ilmiah Teknik Industri dan Informasi

PENGUKURAN KINERJA MESIN PRODUKSI DENGAN METODE OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS PADA PT. CAHAYA BIRU SAKTI ABADI

EVALUASI KINERJA KEGIATAN PERAWATAN MESIN INJECTION MOLD MENGGUNAKAN METODE TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE (TPM) PADA PT ICHIKOH INDONESIA

PT. PP LONDON SUMATERA INDONESIA Tbk BAGERPANG POM SKRIPSI. Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi. Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

BAB I PENDAHULUAN. tersebut adalah performance mesin yang digunakan (Wahjudi et al., 2009). Salah

Total Productive Maintenance (TPM) Sistem Perawatan TIP FTP UB Mas ud Effendi

BAB III METODE PENELITIAN

PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA 2013

3 BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Seminar Nasional IENACO ISSN:

BAB V ANALISA HASIL. sebelumnya menggunakan metode OEE maka dapat disimpulkan bahwa hasil

PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA 2016

NASKAH PUBLIKASI ILMIAH ANALISIS TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE PENINGKATAN EFISIENSI PRODUK MESIN B-3 MELALUI OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENEES (OEE)

Transkripsi:

BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1. Pengukuran Performansi Pengukuran performansi sering disalah artikan oleh kebanyakan perusahaan saat ini. Indikator performansi hanya dianggap sebagai indikator yang menunjukkan seberapa bagus perusahaan mereka dibandingkan dengan perusahaan lain, tetapi tidak didukung dengan adanya keinginan untuk menjadi lebih baik dari perusahaan lain. Indikator performansi seharusnya dapat digunakan untuk memberikan gambaran mengenai peluang perbaikan bagi perusahaan tersebut. Efektivitas adalah salah satu indikator performansi menurut Wireman, 1998. Efektivitas merupakan tingkat pencapaian dari suatu tujuan (Sumanth, 1984). 3.2. Overall Equipment Effectiveness Overall Equipment Effectiveness (OEE) adalah pengukuran efektivitas penggunaan suatu peralatan. OEE dikenal sebagai salah satu aplikasi program Total Productive Maintenance (TPM). OEE dapat digunakan untuk mengevaluasi seberapa besar pencapaian performansi pada sistem manufaktur khususnya peralatan dan mengidentifikasi penyebab ketidakefektifan peralatan tersebut sehingga dapat dilakukan proses perbaikan (Hansen, 2001). Jika peralatan tidak bekerja sesuai dengan fungsinya maka kinerja peralatan akan melemah (Hansen, 2001). Menurut Nakajima (1989), Total productive 17

maintenance (TPM) berdasarkan tiga konsep yang berhubungan yaitu: a. Memaksimalkan efektivitas peralatan b. Autonomous maintenance peralatan, dan c. Kegiatan group kecil OEE mampu meningkatkan efektivitas peralatan dan melatih operator untuk bertanggung jawab terhadap kegiatan rutin seperti inspeksi, membersihkan komponen peralatan, perawatan mesin, dan perbaikan-perbaikan kecil. Kegiatan-kegiatan rutin tersebut mampu meningkatkan produktivitas, memperluas keterlibatan dan tanggung jawab para karyawan (Nakajima, 1989). Pengukuran OEE dapat diaplikasikan pada setiap bagian atau departemen yang berbeda dalam lingkungan manufaktur. Bamber dkk (2003) menyebutkan ada tiga kegunaan OEE: a. OEE dapat digunakan sebagai benchmark untuk mengukur performansi awal perusahaan manufaktur. Dalam hal ini nilai OEE awal dapat dibandingkan dengan nilai OEE pada waktu berikutnya, sehingga ukuran level improvement dapat ditargetkan. b. Nilai OEE tertentu dihitung untuk satu bagian (divisi) manufaktur yang sebanding dengan performanasi perusahaan tersebut. c. Jika proses permesinan bekerja secara individual ukuran OEE dapat mengidentifikasikan mana performasi mesin yang jelek sehingga mengidentifikasi kemana memfokuskan sumber (resources) TPM (Nakajima, 1988). Oleh karena itu sistem pengukuran OEE dalam sebuah perusahaan menjadi fundamental untuk aktivitas-aktivitas TPM dan menjadi dasar perbaikan untuk sistem TPM. 18

Menurut Dal dkk (2000) ukuran OEE dapat dijadikan informasi khusus untuk pengambilan keputusan harian dalam hal preventive maintenance, kebutuhan material, absensi, kecelakaan, alokasi tenaga kerja, konfirmasi schedule, set up dan lain-lain. OEE dapat pula dijadikan perhitungan untuk berinisiatif improvement, menyediakan metode yang sistematis untuk mengejar target produksi dan bekerjasama antar manajemen serta teknik-teknik pencapaian serta seimbang antar proses Availability, Performance Efficiency, Quality Rate. Menurut Nakajima (1989) menggunakan OEE, berbagai kerugian (loss) yang dapat menurunkan produktivitas dapat dikurangi, pada gambar 3.1 ditunjukkan enam kerugian yang dapat menurunkan nilai OEE yang dikenal sebagai six major losses. Gambar 3.1 Six Major Losses (Waunters dan Mathot, 2002) Pada gambar 3.1 enam kerugian peralatan terbagi menjadi tiga yaitu: 19

a. Downtime Losses (availability loss) Yang termasuk dalam downtime losses adalah: 1. Equipment Failure / Breakdown Loss Kerusakan mesin yang disebabkan karena kerusakan mendadak dan tidak diharapkan. Dalam kondisi seperti ini mesin tidak dapat menghasilkan produk. 2. Setup and Adjusment Proses pergantian mesin yang mengharuskan mesin harus dalam keadaan shutdown. Hal tersebut akan membutuhkan waktu yang digunakan mesin untuk setup ulang agar sesuai dengan spesifikasi produk yang diinginkan. b. Speed Losses (performance loss) Yang termasuk dalam speed losses adalah: 1. Idling and Minor stoppages Pada saat mesin beroperasi dengan kecepatan yang tidak stabil, maka mesin tersebut akan kehilangan kecepatan dan mulai berjalan lambat. Meskipun kerugian ini hanya disebabkan oleh masalah kecil dan dapat ditangani oleh operator tapi adanya kejadian yang terus-menerus dapat menurunkan efektivitas dari mesin. 2. Reduced Speed Operation Tipe loss yang dimaksud adalah adanya perbedaan (gap) antara kecepatan operasi aktual dengan kecepatan mesin yang sudah di setting. Hal tersebut menunjukkan bahwa mesin tidak beroperasi dengan kecepatan maksimal. 20

c. Defect Losses (quality loss) Yang termasuk dalam defect losses adalah: 1. Scrap and Rework (Defect in Process) Kerugian yang terjadi saat produk yang dihasilkan tidak memenuhi spesifikasi kualitas yang diinginkan. 2. Start up Losses (Reduced Yield) Kerugian yang terjadi saat mesin tidak segera mencapai keadaan stabil sesaat setelah start up sehingga menyebabkan produk yang dihasilkan tidak sesuai dengan spesifikasi. Menurut Hansen (2001), terdapat berbagai istilah pendefinisian waktu dalam OEE, yaitu: a. Downtime (DT) Downtime atau waktu kerusakan merupakan berhentinya mesin yang tidak terencana yang terbagi dalam beberapa kategori: 1. DT teknikal Proses berhenti karena kerusakan pada peralatan atau mesin, seperti kesalahan perawatan, kotoran atau goresan. 2. DT operasional Waktu kerusakan yang disebabkan oleh prosedur yang tidak benar, bekerja diluar spesifikasi dan kesalahan operator. 3. DT kualitas Waktu kerusakan yang disebabkan oleh ketidaksesuaian material, pengendalian terhadap permasalahan diproses dan kotoran pada produk. 21

b. Excluded time Waktu yang dijadwalkan tidak untuk operasi, seperti rapat yang terjadwal, percobaan-percobaan (produk yang untuk tidak dijual), pelatihan dan pendidikan (apabila tidak ada produk yang sedang diproduksi), istirahat, libur dan lain-lain. c. Ideal cycle time (siklus aktual ideal) Waktu ideal bekerjanya mesin sesuai dengan spesifikasi peralatan atau mesin. d. Loading time (waktu terjadwal) Waktu normal untuk melakukan produksi. e. Operating time (waktu operasi) Waktu sesungguhnya yang untuk membuat produk, biasanya juga disebut runtime. f. Stop time (ST) Waktu berhentinya peralatan atau mesin baik terjadwal maupun tidak terjadwal, yang terbagi menjadi beberapa kategori, yaitu: 1. ST operasional Merupakan berhenti yang direncanakan dan termasuk dalam kegiatan operasional seperti pergantian model, pergantian ukuran produk, percobaan standarisasi, pengambilan data-data operasional dan lain-lain. 2. ST induced Merupakan berhentinya proses yang disebabkan karena sesuatu hal yang tidak terjadwal dan diluar permasalahan mesin, seperti kekurangan material, kekurangan pekerja, kekurangan informasi dan rapat yang tidak direncanakan terlebih dahulu. 22

3.2.1. Perhitungan Nilai OEE Nilai OEE dapat dihitung degan menggabungkan ketiga faktor yaitu Availability, Performance Efficiency, dan Quality Rate. Menurut Hansen (2001) formula untuk perhitungan OEE dapat dilihat pada persamaan 3.1....(3.1) Dengan: A = Availability PE = Performance Efficiency QR = Quality Rate a. Availability Secara umum Availability dapat dikatakan sebagai kemungkinan suatu sistem atau komponen berhasil menjalankan fungsinya ketika dioperasikan setiap saat. Availability dapat ditingkatkan dengan menurunkan kerusakan dan kerugian akan persiapan dan penyesuaian ulang peralatan. Persamaan Availability dapat dilihat pada persamaan 3.2....(3.2)...(3.3)...(3.4) Dengan: A LT TT = Availability = Loading Time = Total Time (working Hour) PDT = Planned Downtime OPT = Operating Time 23

DT ST = Downtime = Stop Time b. Performance Efficiency Nilai Performance Efficiency adalah rasio ideal atau rencana waktu siklus peralatan dengan kondisi sebenarnya. Performance efficiency dapat ditingkatkan dengan menurunkan kerugian terhadap turunnya kecepatan mesin dan tingkat berhenti mesin. Performance Efficiency dapat dilihat pada persamaan 3.5....(3.5)...(3.6)...(3.7)...(3.8)...(3.9) Dengan: PE = Performance Efficiency NOPR = Net Operating Rate OPSR = Operating Speed Rate APR = Actual Processing Time OPT = Operating Time ICT = Ideal Cycle Time ACT = Actual Cycle Time AAP = Actual Amount Product 24

c. Quality Rate Quality Rate adalah perbandingan antara jumlah produk yang bagus terhadap jumlah total yang diproduksi. Quality Rate dapat ditingkatkan dengan menurunkan jumlah produk cacat pada saat proses produksi dan waktu awal mesin bekerja. Persamaan Quality Rate dapat dilihat pada persamaan 3.10....(3.10) Dengan: QR = Quality Rate GU = Good Unit TU = Total Unit Standar nilai dari masing-masing faktor OEE dapat dilihat dalam tabel 3.1. Tabel 3.1 OEE World Class Standart (Levitt, 1996) Komponen OEE World Class Score Availability 90.0% Performance Efficiency 95.0% Quality Rate 99.0% OEE 85% Menurut Hansen (2001), nilai dari efektivitas peralatan keseluruhan (OEE) dihubungkan dengan kondisi yang ada adalah sebagai berikut: 25

a. <65% Batasan keadaan yang tidak bisa diterima dan harus dilakukan perbaikan. b. 65%-75% Batasan keadaan yang cukup baik. c. 75%-85% Batasan keadaan yang baik, namun perusahaan tidak boleh tinggal diam dan berusaha untuk mencapai level tingkat dunia (world class), yaitu: 1. >85%, untuk tipe proses batch, 2. >90%, untuk tipe proses diskrit berkelanjutan (continous discrete process) 3. >95%, untuk tipe proses produksi massal (continous on stream process industries). 3.3. Diagram Pareto Diagram pareto adalah diagram batang berurutan yang ketinggian diagram menggambarkan frekuensi atau impact problem. Ketinggian diagram batang ini tersusun descending dari kiri ke kanan. Artinya bahwa posisi diagram batang sebelah kiri relatif lebih penting dibandingkan sebelah kanan. Prinsip pareto adalah 20 penyebab dapat mendatangkan 80 efek (Hansen, 2001). Diagram pareto adalah suatu grafik batang yang berisi informasi yang dapat dipakai dalam menentukan prioritas, sehingga dapat digunakan untuk perbaikan suatu proses (Hansen, 2001). Kelebihan diagram pareto adalah dapat membantu mengidentifikasi secara cepat masalah yang paling penting. 26

Diagram pareto dapat dibuat dengan membagi sejumlah data ke dalam grup-grup. Diagram pareto dapat menjawab beberapa pertanyaan dibawah ini (www.isixsigma.com): a. Masalah terbesar apa yang sedang dihadapi sebuah sistem? b. Sumber sebanyak 20% apakah yang dapat menyebabkan 80% terjadinya masalah? c. Di mana seharusnya dilakukan perbaikan untuk mendapatkan hasil yang optimal? Penyusunan diagram Pareto meliputi enam langkah, yaitu: a. Menentukan metode atau arti dari pengklasifikasian data, misalnya berdasarkan masalah, penyebab jenis ketidaksesuaian, dan sebagainya. b. Menentukan satuan yang digunakan untuk membuat urutan karakteristik-karakteristik tersebut, misalnya rupiah, frekuensi, unit, dan sebagainya. c. Mengumpulkan data sesuai dengan interval waktu yang telah ditentukan. d. Merangkum data dan membuat rangking kategori data tersebut dari yaang terbesar hingga yang terkecil. e. Menghitung frekuensi kumulatif atau persentase kumulatif yang digunakan. f. Menggambar diagram batang, menunjukkan tingkat kepentingan relatif masing-masing masalah. Mengidentifikasi beberapa hal yang penting untuk mendapat perhatian. Kegunaan diagram pareto: a. Menganalisa data tentang frekuensi masalah dalam proses. b. Terdapat sejumlah masalah dan ingin difokuskan pada masalah yang berpengaruh paling signifikan. 27

c. Menganalisa penyebab masalah dengan melihat pada komponen yang lebih spesifik. 3.4. Diagram Sebab-akibat Diagram sebab-akibat pertama kali dibuat oleh Dr. Kaoru Ishikawa pada tahun 1943 sehingga kemudian disebut Ishikawa diagram. Sering kali juga dikenal dengan fishbone diagram karena betuknya yang serupa dengan tulang ikan. Tujuan utama diagram ini adalah untuk mengkategorikan berbagai sebab potensial dari suatu masalah atau pokok persoalan dengan cara yang mudah dimengerti. Diagram sebab-akibat menunjukkan hubungan antara suatu masalah dan kemungkinan penyebabnya (Mitra, 1993). Alat ini membantu dalam menganalisis apa yang sesungguhnya terjadi dalam proses yaitu dengan cara memecah proses menjadi sejumlah kategori berkaitan dengan proses, mencakup man, method, machine, material, dan environment. Diagram ini biasanya disusun berdasarkan informasi yang didapat dari sumbang saran atau brainstorming. Permasalahan utama dituliskan pada garis horizontal yang diangap sebagai garis utama dari fishbone diagram. Penyebab utama dari permasalahan dituliskan pada garis yang secara langsung menuju garis horizontal. Kemudian setiap penyebab utama dianalisa sehingga diperoleh penyebab-penyebab sekunder. Penyebab sekunder dituliskan pada garis yang secara langsung menuju garis penyebab utama. Pada dasarnya diagram sebab-akibat dapat dipergunakan untuk kebutuhan berikut: a. Membantu untuk mengidentifikasi akar penyebab dari suatu masalah. 28

b. Membantu membangkitkan ide-ide untuk solusi suatu masalah. c. Membantu dalam penyelidikan atau pencarian fakta lebih lanjut. People / man Material Man Root cause Machine Causes Environtment Effect Gambar 3.2 Fishbone Diagram (Besterfield, 1990) 29