BAB 2 LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN disebut vektor eigen dari matriks A =

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II MATRIKS POSITIF. Pada bab ini akan dibahas mengenai Teorema Perron, yaitu teori hasil kontribusi

METODE PANGKAT DAN METODE DEFLASI DALAM MENENTUKAN NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN DARI MATRIKS

uiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasd fghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzx wertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyui opasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfg

7. NILAI-NILAI VEKTOR EIGEN. Nilai Eigen dan Vektor Eigen Diagonalisasi Diagonalisasi Ortogonal

BAB III MATRIKS HERMITIAN. dan konsep-konsep lainnya yang berkaitan dengan matriks Hermitian. Matriks

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

ALJABAR LINIER MAYDA WARUNI K, ST, MT ALJABAR LINIER (I)

APLIKASI MATRIKS LESLIE UNTUK MEMPREDIKSI JUMLAH DAN LAJU PERTUMBUHAN SUATU POPULASI

Aljabar Linear Elementer

Aljabar Linier Elementer. Kuliah 1 dan 2

BAB II KAJIAN PUSTAKA. operasi matriks, determinan dan invers matriks), aljabar max-plus, matriks atas

MODUL ALJABAR LINEAR 1 Disusun oleh, ASTRI FITRIA NUR ANI

Menentukan Nilai Eigen Tak Dominan Suatu Matriks Definit Negatif Menggunakan Metode Kuasa Invers dengan Shift

Eigen value & Eigen vektor

PENGHITUNGAN VEKTOR-KHARAKTERISTIK SECARA ITERATIF MENGGUNAKAN TITIK TETAP BROUWER

Yang dipelajari. 1. Masalah Nilai Eigen dan Penyelesaiannya 2. Masalah Pendiagonalan. Referensi : Kolman & Howard Anton. Ilustrasi

Matriks Leslie dan Aplikasinya dalam Memprediksi Jumlah dan Laju pertumbuhan Penduduk di Kota Makassar

DIAGONALISASI MATRIKS ATAS RING KOMUTATIF DENGAN ELEMEN SATUAN INTISARI

BAB 5 RUANG VEKTOR A. PENDAHULUAN

SUMMARY ALJABAR LINEAR

Operasi perkalian skalar merupakan suatu aturan yang mengasosiasikan setiap skalar k dan setiap objek u pada v dengan suatu objek ku, yang disebut

BAB V DIAGONALISASI DAN DEKOMPOSISI MATRIKS. Sub bab ini membahas tentang faktorisasi matriks A berorde nxn ke dalam hasil

Matriks - 1: Beberapa Definisi Dasar Latihan Aljabar Matriks

MATRIKS UNITER, SIMILARITAS UNITER DAN MATRIKS NORMAL. Anis Fitri Lestari. Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Ponorogo ABSTRAK

Matriks. Baris ke 2 Baris ke 3

BAB II LANDASAN TEORI

(MS.3) SUBRUANG CONINVARIAN DARI MATRIKS KUADRAT KOMPLEKS

Sebuah garis dalam bidang xy bisa disajikan secara aljabar dengan sebuah persamaan berbentuk :

II. TINJAUAN PUSTAKA. nyata (fenomena-fenomena alam) ke dalam bagian-bagian matematika yang. disebut dunia matematika (mathematical world).

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI

MUH1G3/ MATRIKS DAN RUANG VEKTOR

BAB 2 LANDASAN TEORI. Analisis Komponen Utama (AKU, Principal Componen Analysis) bermula dari

BAB 2 LANDASAN TEORI. yang dibicarakan yang akan digunakan pada bab selanjutnya. Bentuk umum dari matriks bujur sangkar adalah sebagai berikut:

BAB 3 FUNGSI MONOTON MATRIKS

KAJIAN MATRIKS JORDAN DAN APLIKASINYA PADA SISTEM LINEAR WAKTU DISKRIT

Tujuan. Mhs dapat mendemonstrasikan operasi matriks: penjumlahan, perkalian, dsb. serta menentukan matriks inverse

6 Sistem Persamaan Linear

BAB II LANDASAN TEORI. yang biasanya dinyatakan dalam bentuk sebagai berikut: =

DIAGONALISASI MATRIKS HILBERT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Analisis Matriks. Ahmad Muchlis

Ruang Vektor. Kartika Firdausy UAD blog.uad.ac.id/kartikaf. Ruang Vektor. Syarat agar V disebut sebagai ruang vektor. Aljabar Linear dan Matriks 1

Lampiran 1 Pembuktian Teorema 2.3

KS KALKULUS DAN ALJABAR LINEAR Eigen Value Eigen Vector TIM KALIN

Aljabar Linear. & Matriks. Evangs Mailoa. Pert. 5

Pengantar Vektor. Besaran. Vektor (Mempunyai Arah) Skalar (Tidak mempunyai arah)

Trihastuti Agustinah

MULTIMEDIA PEMBELAJARAN DIAGONALISASI MATRIKS

Aljabar Linier Elementer. Kuliah 7

KAJIAN MATRIKS JORDAN DAN APLIKASINYA PADA SISTEM LINEAR WAKTU DISKRIT

A 10 Diagonalisasi Matriks Atas Ring Komutatif

DIKTAT ALJABAR LINIER DAN MATRIKS VEKTOR. Penyusun Ir. S. Waniwatining Astuti, M.T.I.

Perluasan Teorema Cayley-Hamilton pada Matriks

RUANG VEKTOR. Nurdinintya Athari (NDT)

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MATRIKS BENTUK KANONIK RASIONAL DENGAN MENGGUNAKAN PEMBAGI ELEMENTER INTISARI

DIAGONALISASI MATRIKS HERMITE A UNTUK MENGHITUNG MATRIKS HERMITE A n, n Z + DAN APLIKASINYA PADA PENGAMANAN PESAN RAHASIA

& & # = atau )!"* ( & ( ( (&

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS VETERAN BANGUN NUSANTARA SUKOHARJO

BAB II TEORI KODING DAN TEORI INVARIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Suatu himpunan tak kosong F dengan operasi penjumlahan dan perkalian, dikatakan sebagai field jika untuk setiap,, memenuhi sifat-sifat berikut:

Bab 4 RUANG VEKTOR. 4.1 Ruang Vektor

DIAGONALISASI MATRIKS KOMPLEKS

MODUL V EIGENVALUE DAN EIGENVEKTOR

MATRIKS. Notasi yang digunakan NOTASI MATRIKS

SOLUSI PENDEKATAN TERBAIK SISTEM PERSAMAAN LINEAR TAK KONSISTEN MENGGUNAKAN DEKOMPOSISI NILAI SINGULAR

Bab 2 LANDASAN TEORI

Matriks adalah susunan segi empat siku-siku dari objek yang diatur berdasarkan baris (row) dan kolom (column). Objek-objek dalam susunan tersebut

BAB 2 LANDASAN TEORI

Matriks Jawab:

Aljabar Linier Elementer

Ruang Baris, Ruang Kolom, dan Ruang Null (Kernel)

MATEMATIKA INFORMATIKA 2 TEKNIK INFORMATIKA UNIVERSITAS GUNADARMA FENI ANDRIANI

BAB II LANDASAN TEORI

untuk setiap x sehingga f g

Chapter 5 GENERAL VECTOR SPACE 5.1. REAL VECTOR SPACES 5.2. SUB SPACES

BAB 2 LANDASAN TEORI

II. LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan dijelaskan mengenai teori-teori yang berhubungan dengan

BAB II KAJIAN TEORI. representasi pemodelan matematika disebut sebagai model matematika. Interpretasi Solusi. Bandingkan Data

Pelabelan matriks menggunakan huruf kapital. kolom ke-n. kolom ke-3

DIKTAT PERKULIAHAN. EDISI 1 Aljabar Linear dan Matriks

RANK MATRIKS ATAS RING KOMUTATIF

BAB 2 LANDASAN TEORI

Banyaknya baris dan kolom suatu matriks menentukan ukuran dari matriks tersebut, disebut ordo matriks

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MENENTUKAN INVERS MOORE PENROSE DARI MATRIKS KOMPLEKS

KETERCAPAIAN DARI RUANG EIGEN MATRIKS ATAS ALJABAR MAKS-PLUS. 1. Pendahuluan

8 MATRIKS DAN DETERMINAN

KS KALKULUS DAN ALJABAR LINEAR Ruang Vektor TIM KALIN

BAB II KAJIAN TEORI. linier, varian dan simpangan baku, standarisasi data, koefisien korelasi, matriks

Definisi Jumlah Vektor Jumlah dua buah vektor u dan v diperoleh dari aturan jajaran genjang atau aturan segitiga;

BAB II KAJIAN TEORI. dinamik, sistem linear, sistem nonlinear, titik ekuilibrium, analisis kestabilan

MATRIKS A = ; B = ; C = ; D = ( 5 )

G a a = e = a a. b. Berdasarkan Contoh 1.2 bagian b diperoleh himpunan semua bilangan bulat Z. merupakan grup terhadap penjumlahan bilangan.

(Departemen Matematika FMIPA-IPB) Matriks Bogor, / 66

Transkripsi:

BAB 2 LANDASAN TEORI Dalam bab ini akan diberikan beberapa materi yang akan diperlukan di dalam pembahasan, seperti: matriks secara umum; matriks yang dipartisi; matriks tereduksi dan taktereduksi; matriks primitif; nilai eigen, vektor eigen, dan diagonalisasi matriks; teorema Perron-Frobenius; serta model populasi Leslie. 2.1 Matriks Matriks adalah susunan bilangan atau fungsi yang diletakkan atas baris dan kolom serta diapit oleh dua kurung siku. Bilangan atau fungsi tersebut disebut entri atau elemen matriks. Lambang matriks dilambangkan dengan huruf besar, sedangkan entri (elemen) dilambangkan dengan huruf kecil. Definisi 2.1. Sebuah matriks adalah susunan segi empat siku-siku dari bilangan-bilangan. Bilangan-bilangan dalam susunan tersebut dinamakan entri dalam matriks. (Anton, 24) Dalam matriks dikenal ukuran matriks yang disebut ordo, yaitu banyak baris banyak kolom (tanda bukan menyatakan perkalian, tetapi hanya sebagai tanda pemisah). Secara umum sebuah matriks dapat ditulis: a 11 a 21 A = [ a m1 a 12 a 22 a m2 a 1n a 2n ] atau a mn 4

5 penulisan yang lebih singkat A = [a ij ] dengan i = 1, 2,, n dan j = 1, 2,, m. Indeks pertama (i) menyatakan baris ke-i dan indeks kedua (j) menyatakan kolom ke-j. Dua matriks disebut sama, jika ordonya sama dan entri yang seletak bernilai sama, matriks A dan B sama dapat ditulis A = B. Definisi 2.2. Misalkan V adalah suatu himpunan tak kosong dari objek-objek sebarang, dengan dua operasinya didefinisikan, yaitu penjumlahan dan perkalian dengan skalar (bilangan). Operasi penjumlahan dapat diartikan sebagai suatu aturan yang mengasosiasikan setiap pasang objek u dan v pada V dengan suatu objek u + v, yaitu disebut jumlah dari u dan v. Operasi perkalian skalar, dapat diartikan sebagai suatu aturan yang mengasosiasikan setiap skalar k dan setiap objek u pada V dengan suatu objek ku, yang disebut kelipatan skalar dari u oleh k. Jika aksioma-aksioma berikut dipenuhi oleh semua objek u, v, w pada V dan semua skalar k dan l, maka kita menyebut V sebagai ruang vektor dan objek-objek pada Vdisebut sebagai vektor. (Anton, 24) Definisi tersebut terdiri dari 1 aksioma. (1) Jika u dan v adalah objek-objek pada V, maka u + v berada pada V. (2) u + v = v + u (3) u + (v + w) = (u + v) + w (4) Di dalam V terdapat suatu objek, yang disebut vektor nol untuk V, sedemikian rupa sehingga + u = u + = u untuk semua u pada V.

6 (5) Untuk setiap u pada V, terdapat suatu objek u pada V, yang disebut sebagai negatif dari u, sedemikian rupa sehingga u + ( u) = ( u) + u = (6) Jika k adalah skalar sebarang dan u adalah objek sebarang pada V, maka ku terdapat pada V. (7) k(u + v) = ku + kv (8) (k + I)u = ku + lu (9) k(lu) = (kl)(u) (1) lu = u Skalar dapat berupa bilangan real atau bilangan kompleks, tergantung pada aplikasinya. Ruang vektor dengan skalar-skalarnya adalah bilangan kompleks disebut ruang vektor kompleks, dan ruang vektor dengan skalar-skalarnya merupakan bilangan real disebut ruang vektor real. Definisi dari suatu ruang vektor tidak menyebutkan sifat dari vektor maupun operasinya. Objek apa saja dapat menjadi suatu vektor dan operasi penjumlahan dan perkalian skalar kemungkinan tidak memiliki hubungan atau kemiripan apapun dengan operasi-operasi vektor standar pada R n. Satu-satunya syarat adalah terpenuhinya kesepuluh aksioma ruang vektor. Definisi 2.3. Subhimpunan W dari sebuah ruang vektor V dinamakan subruang V jika W itu sendiri adalah ruang vektor di bawah penambahan dan perkalian skalar yang didefinisikan pada V. (Anton, 24) Umumnya, dibuktikan kesepuluh aksioma ruang vektor untuk memperlihatkan bahwa himpunan W dengan penambahan dan perkalian skalar

7 membentuk sebuah vektor. Akan tetapi, jika W adalah bagian dari himpunan V yang lebih besar, yang dikenal sebagai ruang vektor, aksioma-aksioma tertentu tidak perlu dibuktikan untuk W karena aksioma-aksioma tersebut diwarisi dari V. Misalnya, tidak perlu untuk memeriksa bahwa u + v = v + u (Aksioma 2) untuk W karena ini berlaku untuk semua vektor pada V dan sebagai konsekuensinya akan berlaku juga untuk semua vektor pada W. Aksioma-aksioma lain yang diwarisi oleh W dan V adalah aksioma 3, 7, 8, 9, dan 1. Jadi, untuk memperlihatkan bahwa himpunan W adalah subruang dari ruang vektor V, hanya perlu dibuktikan Aksioma 1, 4, 5, dan 6. Definisi 2.4. Jika S = {v 1, v 2,, v n } adalah himpunan vektor, maka persamaan vektor k 1 v 1 + k 2 v 2 + + k n v n = Mempunyai paling sedikit satu pemecahan, yakni k 1 =, k 2 =, k n = (Anton, 24) Jika ini adalah satu-satunya pemecahan, maka S dinamakan himpunan bebas linear. Jika ada pemecahan lain, maka S dinamakan himpunan tak-bebas linear. 2.1.1 Matriks yang Dipartisi Jika A = [a ij ] adalah matriks m n dan kemudian mencoret beberapa baris atau kolom, diperoleh submatriks dari A.

8 Misalkan: 1 A = [ 2 3 2 4 3 3 5 4 5]. 3 Jika menghilangkan baris kedua dan kolom ketiga, diperoleh submatriks [ 1 3 2 4 3 ]. Matriks dapat dibagi menjadi submatriks dengan menggambar garis horizontal antara baris dan garis vertikal antara kolom. Partisi dapat dilakukan dalam berbagai cara. Misalkan: dipartisi menjadi a 11 a 21 a 12 a 22 a 13 a 14 a 23 a 24 a 15 a 25 A = a 31 a 32 a 33 a 34 a 35 [ a 41 a 42 a 43 a 44 a 45 ] Dapat ditulis juga menjadi (Kollman dan Hill, 2) A = [ A 11 A 12 A 21 A 22 ]. a 11 a 21 a 12 a 13 a 22 a 23 a 14 a 15 a 24 a 25 A = a 31 [ a 41 a 32 a 33 a 42 a 43 a 34 a 35 a 44 a 45 ] = [ A 11 A 12 A 13 A 21 A 22 A 23 ].

9 2.1.2 Matriks Tereduksi dan Tak Tereduksi Definisi 2.5. Matriks A berukuran n n dikatakan tereduksi jika memenuhi: (a) n = 1 dan A = ; atau (b) n 2, terdapat matriks permutasi K M n, dan terdapat beberapa bilangan bulat r dengan 1 r n 1, sehingga K T AK = [ B C D ] dimana B M r, D M n r, C M r,n r, dan M n r, r matriks nol. (Horn dan Johnson, 1985) Suatu matriks dikatakan tak tereduksi jika matriks tersebut tidak tereduksi. Teorema 2.1. Misalkan matriks A berukuran n x n dan A. Maka A taktereduksi jika dan hanya jika (I + A) n 1 >. Bukti Teorema (2.1) dapat dilihat di (Horn dan Johnson, 1985) 2.2 Nilai Eigen dan Vektor Eigen Nilai Eigen (λ) adalah nilai karakteristik dari suatu matriks berukuran n n. Definisi 2.6. Jika A adalah sebuah matriks n n, maka sebuah vektor taknol x pada R n disebut vektor eigen dari A jika Ax adalah sebuah kelipatan skalar dari x; jelasnya, Ax = λx

1 Untuk skalar sebarang λ. Skalar λ disebut nilai eigen dari A, dan x disebut sebagai vektor eigen dari A yang terkait dengan λ. (Anton, 24) Nilai eigen dan vektor eigen mempunyai tafsiran geometrik yang bermanfaat dalam R 2 dan R 3. Jika λ adalah nilai eigen dari A yang bersesuaian dengan x, maka Ax = λx, sehingga perkalian oleh A akan memperbesar x, atau membalik arah x yang bergantung pada nilai λ (Gambar 1). (a) Dilatasi (Pembesaran) λ > 1. (b) Kontraksi < λ < 1. (c) Pembalikan arah λ <. Untuk mencari nilai eigen matriks A yang berukuran n x n maka dapat dituliskan kembali Ax = λx sebagai Ax = λx λx Ax = atau secara ekivalen (λi A)x = (2.2.1) Agar λ menjadi nilai eigen, maka harus ada pemecahan taknol dari persamaan ini. Persamaan (2.2.1) akan mempunyai pemecahan taknol jika dan hanya jika det(λi A) = (2.2.2)

11 Persamaan (2.2.2) dinamakan persamaan karakteristik A karena skalar nilai λ yang memenuhi persamaan ini adalah nilai eigen dari A. Bila diperluas maka determinan det (λi A) adalah polinom λ yang kita namakan polinom karakteristik dari A. Jika A adalah matriks n n, maka polinom karakteristik A = dan koefisien λ n adalah 1. Jadi, polinom karakteristik dari matriks n x n mempunyai bentuk det (λi A) = λ n + c 1 λ n 1 + + c n. Untuk mencari vektor eigen A yang bersesuaian dengan nilai eigen λ adalah vektor taknol x yang memenuhi Ax = λx. Secara ekivalen, vektor eigen yang bersesuaian dengan λ adalah vektor taknol dalam ruang pemecahan dari (λi A)x =. Ruang pemecahan ini dinamakan sebagai ruang eigen dari A yang bersesuaian dengan λ. Definisi 2.7 (Nilai Eigen Dominan). Sebuah nilai eigen dari sebuah matriks A dinamakan nilai eigen dominan A jika nilai mutlaknya lebih besar dari nilainilai mutlak dari nilai-nilai eigen yang lainnya. (Anton, 24) Jika matriks A berukuran n n yang mempunyai nilai-nilai eigen yang berbeda didefinisikan nilai modulusnya dan dipilih yang terbesar, maka nilai eigen modulus yang terbesar disebut sebagai radius spektral dari A dan dinotasikan dengan ρ(a). Atau ditulis ρ(a) = max λεσ(a) { λ } Definisi 2.8 (Matriks Primitif). Matriks A taknegatif berukuran n n dikatakan primitif jika matriks tersebut taktereduksi dan hanya mempunyai satu nilai eigen modulus maksimum. (Horn dan Johnson, 1985)

12 Teorema 2.2. Jika matriks A berukuran n n adalah taknegatif, maka matriks A adalah primitif jika dan hanya jika A n2 2n+2 >. Bukti Teorema (2.3) dapat dilihat di (Horn dan Johnson, 1985) 2.3 Diagonalisasi Matriks Diagonalisasi matriks adalah mengenai penentuan matriks yang dapat dibalik sedemikian sehingga dapat membentuk matriks pendiagonal. Definisi 2.9. Sebuah matriks persegi A dikatakan dapat didiagonalisasi jika terdapat sebuah matriks P yang dapat dibalik sedemikian rupa sehingga P 1 AP adalah sebuah matriks diagonal maka matriks P dikatakan mendiagonalisasi A. (Anton, 24) Teorema 2.3. Jika A adalah sebuah matriks n n mempunyai n nilai eigen yang berbeda, maka kedua pernyataan berikut ini adalah ekuivalen. (a) A dapat didiagonalisasi. (b) A memiliki n vektor eigen yang bebas linier. Bukti (a) (b). Karena A diasumsikan dapat didiagonalisasi, maka terdapat sebuah matriks yang dapat dibalik P = [ p 11 p 21 p 12 p 22 p n1 p n2 p 1n p 2n ] p nn Sedemikian rupa sehingga P 1 AP adalah diagonal, katakanlah P 1 AP = D, dengan

13 λ 1 D = [ λ 2 ] λ n Berdasarkan rumus P 1 AP = D maka PP 1 AP = PD AP = PD sehingga. AP = [ p 11 p 21 p 12 p 22 p n1 p n2 p 1n p 2n ] [ p nn λ 1 λ 2 ] λ n λ 1 p 11 λ 2 p 12 λ n p 1n λ = [ 1 p 21 λ 2 p 22 λ n p 2n ] (2.2.3) λ 1 p n1 λ 2 p n2 λ n p nn Misalkan bahwa p 1, p 2,, p n dinotasikan sebagai vektor-vektor kolom dari matriks P, maka dari persamaan (2.2.3) urutan kolom-kolom AP adalah λ 1 p 1, λ 2 p 2,, λ n p n. Akan tetapi, dengan melakukan perkalian matriks dengan kolom dan dengan baris maka urutan kolom-kolom AP adalah Ap 1, Ap 2,, Ap n sehingga dapat diperoleh Ap 1 = λ 1 p 1, Ap 2 = λ 2 p 2,, Ap n = λ n p n (2.2.4) Karena P dapat dibalik, vektor-vektor kolomnya semua taknol sehingga berdasarkan persamaan (2.2.4), λ 1, λ 2,, λ n adalah nilai-nilai eigen dari A, dan p 1, p 2,, p n adalah vektor-vektor eigen yang bersesuaian dengan λ 1, λ 2,, λ n. Karena P dapat dibalik, maka p 1, p 2,, p n bebas linear. Dengan demikian, A memiliki n vektor eigen yang bebas linear.

14 (b) (a). Asumsikan bahwa A memiliki n vektor eigen p 1, p 2,, p n yang bebas linear, dengan nilai-nilai eigen λ 1, λ 2,, λ n yang terkait, dan misalkan P = [ p 11 p 21 p n1 p 12 p 22 p n2 p 1n p 2n p nn ] adalah sebuah matriks yang vektor-vektor kolomnya p 1, p 2,, p n. Vektor-vektor kolom dari matriks hasilkali AP adalah Namun Ap 1, Ap 2,, Ap n Sehingga Ap 1 = λ 1 p 1, Ap 2 = λ 2 p 2, Ap n = λ 2 p n λ 1 p 11 λ 2 p 12 λ n p 1n λ AP = [ 1 p 21 λ 2 p 22 λ n p 2n ] λ 1 p n1 λ 2 p n2 λ n p nn = [ p 11 p 21 p 12 p 22 p n1 p n2 p 1n p 2n ] [ p nn λ 1 λ 2 ] = PD (2.2.5) λ n D adalah matriks diagonal yang memiliki nilai-nilai eigen λ 1, λ 2,, λ n sebagai entri-entri diagonal utamanya. Karena vektor-vektor kolom matriks P bebas linear, P dapat dibalik sehingga, persamaan (2.2.5) dapat ditulis kembali sebagai P 1 AP = D. Jadi, A dapat didiagonalisasi. Berdasarkan bukti tersebut maka didapatkan prosedur untuk mendiagonalisasi matriks A yang berukuran n n dapat didiagonalisasi. Langkah 1. Carilah vektor-vektor eigen dari A yang bebas linier sebanyak n, yaitu p 1, p 2,, p n.

15 Langkah 2. Bentuklah matriks P yang mempunyai p 1, p 2,, p n sebagai vektorvektor kolomnya. Langkah 3. Matriks P 1 AP akan diagonal dengan λ 1, λ 2,, λ n sebagai entri-entri diagonalnya yang berurutan, dengan λ i adalah nilai eigen yang bersesuaian dengan p i, i = 1,2,, n. 2.4 Teorema Perron-Frobenius Teori Perron Frobenius, yaitu teori hasil kontribusi dari seorang matematikawan asal German, Oskar Perron dan Ferdinand Georg Frobenius. Teori ini pada dasarnya membahas sifat-sifat dari matriks positif dan negatif berdasarkan sifat spektralnya. Akibat 2.1. Misalkan matriks A berukuran n n dan n j=1 a ij > untuk semua i = 1, 2,, n maka ρ(a)>. Khususnya, ρ(a) > jika A > atau jika A taktereduksi dan nonnegatif. Teorema 2.4. Misalkan matriks A dan B berukuran n n. Jika A B, maka ρ( A ) ρ(b). Bukti. Untuk setiap m = 1, 2, didapatkan A m A m B m dengan A m A m dan jika A B, maka A m B m. Demikian jika A B, maka A 2 B 2 dan A 2 = A 2 didaptkan A m 2 A m 2 B m 2 dan A m 2 1/m A m 2 1/m B m 2 1/m untuk setiap m = 1, 2,. Jika dimisalkan m dapat disimpulkan bahwa ρ(a) ρ( A ) ρ(b).

16 Teorema 2.5. Jika matriks A berukuran n n dan A, maka ρ(a) adalah nilai-nilai eigen dari A dan terdapat vektor nonegatif x, x, sehingga Ax = ρ(a)x. Bukti. Untuk setiap ε >, menjelaskan A(ε) [a ij + ε] >. Dinotasikan dengan x(ε) vektor dari A(ε). Jadi x(ε) > dan x(ε) i = 1. Karena aturan dari vektor {x(ε): ε > } yang terkandung dalam aturan yang telah ditentukan x: x C n, x 1 1}, terdapat rangkaian monoton turun ε 1, ε 2, dengan lim k ε k = sedemikian sehingga lim k x(ε k ) x ada. Karena x(ε k ) > untuk semua k = n i=1 1, 2,, bahwa x = lim k x(ε k ) ; x = tidak mungkin karena n x 1 = lim x (ε k ) i 1 k i=1 n i=1 Dari Teorema (2.4), ρ(a(ε k )) ρ(a(ε k+1 )) ρ(a) untuk k = 1, 2,, jadi urutan bilangan real { ρ(a(ε k ))} k=1,2, adalah monoton turun. Demikian, ρ lim ρ(a(ε k )) ada dan ρ ρ(a). Tetapi kenyataannya bahwa k A x = lim k A(ε k ) x(ε k ) = lim k (A(ε k ))x(ε k ) = lim k ρ(a(ε k )) lim k x(ε k ) = ρx dan faktanya bahwa x, dapat disimpulkan bahwa ρ adalah nilai eigen dari A. Tetapi ρ ρ(a), jadi ρ = ρ(a). Lemma 2.1. Misalkan matriks A berukuran n n dan misalkan λ 1, λ 2,, λ n nilai eigen dari A. Kemudian λ 1 + 1, λ 2 + 1,, λ n + 1 adalah nilai eigen dari I + A dan ρ(i + A) 1 + ρ(a). Jika A >, maka ρ(i + A) = 1 + ρ(a).

17 Bukti. Jika λ σ(a) adalah sebarang k, maka λ adalah akar karakteristik p A (t) = det(ti A) = dari sebarang k. Tetapi λ + 1 adalah akar dari p A+1 (s) = det[si (A + I)] = dari sebarang k karena det(ti A) = det[(t + 1)I (A + I)]. Jadi λ 1 + 1, λ 2 + 1,, λ n + 1 adalah nilai eigen dari A + I. Oleh karena itu, ρ(i + A) = max λ i + 1 max λ i + 1 = 1 + ρ(a). Dari Teorema 2.3, 1 + 1 i n 1 i n ρ(a) adalah nilai eigen dari I + A dimana A, jadi dalam kasus ini ρ(i + A) = 1 + ρ(a). Lemma 2.2. Jika matriks A berukuran n n, dimana A dan A k > untuk setiap k 1 maka ρ(a) adalah persamaan aljabar nilai eigen sederhana dari A. Bukti. Jika λ 1, λ 2,, λ n adalah nilai eigen dari A, maka λ 1 k, λ 2 k,, λ n k adalah nilai eigen dari A k. Menurut Teorema (2.5) diketahui bahwa ρ(a) adalah nilai eigen dari A, jadi jika ρ(a) adalah perkalian nilai eigen dari A, maka ρ(a) k = ρ(a k ) akan menjadi perkalian nilai eigen dari A k. Tetapi ini tidak mungkin karena ρ(a k ) nilai eigen dari A k. Teorema 2.6 (Perron-Frobenius). Misalkan matriks A berukuran n n dan jika A taktereduksi dan nonnegatif, maka (a) ρ(a) > ; (b) (c) ρ(a) adalah nilai eigen dari A; terdapat vektor positif x sehingga Ax = ρ(a)x; dan (d) ρ(a) adalah nilai eigen dari A yang multiplisitas dan aljabar geometrinya 1. (e) λ k < ρ(a) dimana λ k adalah nilai-nilai eigen dari matriks Leslie yang lain.

18 Bukti. Akibat (2.1) menunjukkan bahwa (a) mengikuti kondisi yang lebih kecil dari taktereduksi. Pernyataan (b) untuk semua matriks nonnegatif A dari Teorema (2.5), yang mana juga dijamin bahwa terdapat vektor nonnegatif x sehingga Ax = ρ(a)x. Tetapi kemudian (I + A) n 1 x = [I + ρ(a)] n 1 x, dan karena matriks (I + A) n 1 positif berdasarkanteorema (2.1) dapat dilihat bahwa vektor (I + A) n 1 x harus positif. Demikian, x = [1 + ρ(a)] 1 n (I + A) n 1 x >. Untuk membuktikan (d) dapat dilihat dari Lemma (2.1) untuk menunjukkan bahwa jika ρ(a) adalah nilai eigen dari A, kemudian 1 + ρ(a) = ρ(i + A) adalah perkalian nilai eigen dari I + A. Tetapi I + A dan (I + A) n 1 > dari Teorema (2.1), jadi 1 + ρ(a) nilai eigen sederhana dari I + A mengikuti Lemma (2.2). Pada matriks primitif, teorema Perron Frobenius berlaku karena matriks primitif tersebut merupakan matriks taktereduksi dan taknegatif. Namun, matriks primitif memiliki satu sifat tambahan yaitu, radius spektralnya (ρ(a)) juga merupakan nilai eigen dominan. (Horn dan Johnson, 1985) 2.5 Model Populasi Leslie Salah satu model pertumbuhan populasi yang digunakan adalah model Leslie. Model ini menggunakan suatu matriks yang disebut matriks Leslie. Populasi yang digunakan pada perhitungan dengan matriks Leslie adalah populasi betina dari populasi yang diamati. Matriks Leslie ini menggambarkan proyeksi suatu populasi

19 yang dibangun dari hasil pengamatan tingkat kesuburan betina dan tingkat ketahan hidup dari suatu jenis populasi pada daerah tertentu. Dalam matriks Leslie ini faktor perubahan jumlah suatu populasi yang digunakan adalah faktor internal dari populasi, yaitu kelahiran, kematian, dan ketahanan hidup. Matriks Leslie memiliki bentuk yang unik yaitu matriks Leslie berbentuk matriks persegi dengan entri baris pertama dari matriks Leslie terdiri dari tingkat kesuburan betina, sub diagonalnya berisi tingkat ketahanan hidup betina dan entri yang lain bernilai nol. Misalkan umur maksimum hidup dari betina pada suatu populasi adalah T tahun, dan populasi dibagi menjadi i kelas umur, maka masing-masing kelas umur memiliki rentang umur T/i tahun. (Pratama, 213) Seperti yang terlihat pada Tabel 1. Menunjukkan penentuan kelas umur dalam model populasi Leslie. Tabel 1. Penentuan Kelas Umur Kelas umur Rentang umur 1 t < T i 2 3 i 1 i T i t < 2T i 2T i (i 2)T i (i 1)T i t < 3T i t < (i 1)T i t < T

2 Misalkan diketahui jumlah populasi betina pada masing-masing dari i kelas tersebut pada saat t =, dan n i () adalah jumlah betina di kelas umur ke-i, maka jumlah keseluruhan populasi betina adalah N() = n 1 () + n 2 () + n 3 () + + n i (). Dengan n bilangan-bilangan ini dapat dibentuk sebuah vektor kolom n 1 () n 2 () N() = n 3 () [ n i ()] Vektor N() dinamakan vektor distribusi umur awal. Prediksi jumlah populasi tahun berikutnya dipengaruhi oleh batas hidup dari suatu betina, tingkat kesuburan betina, dan tingkat ketahanan hidup betina. Dimisalkan a k sebagai tingkat kesuburan betina yaitu rata-rata jumlah anak betina yang lahir dari tiap betina yang ada dalam kelas umur ke-k saat waktu ke-t. Dimisalkan b k sebagai tingkat ketahanan hidup betina yaitu peluang betina yang dapat bertahan hidup dari kelas umur ke k sampai k + 1 saat waktu ke t. a k, untuk k = 1,2,, i < b k 1, untuk k = 1,2,, i 1 Berdasarkan batasan-batasan diatas maka paling sedikit satu kelas umur dari a k >, karena jika a k = untuk setiap k, maka pada kelas tersebut tidak ada kelahiran yang terjadi. Kelas umur yang memiliki nilai a k >, disebut kelas usia subur. Kemudian untuk b k menunjukkan peluang betina yang bertahan hidup pada kelas umur berikutnya, sehingga untuk b k = 1 untuk setiap k, maka tidak ada kematian yang terjadi pada kelas tersebut.

21 Berikutnya untuk waktu t = 1 dan n k (t = 1) adalah jumlah betina di kelas umur ke-i, maka jumlah keseluruhan populasi betina pada waktu t = 1 adalah N(1) = n 1 (1) + n 2 (1) + n 3 (1) + + n i (1). Vektor distribusi umur N saat waktu t = 1 dapat ditulis n 1 (1) n 2 (1) N(1) = n 3 (1) [ n i (1)] Jumlah betina pada kelas umur ke-1 adalah banyaknya betina yang lahir antara waktu t = dan t = 1 sehingga populasi pada kelas umur ke-1 adalah N 1 (1) = a 1 n 1 (t) + a 2 n 2 (t) + + a i n i (t). Populasi betina pada kelas umur ke-k + 1 saat t = 1 adalah jumlah betina yang berada pada kelas umur ke-k pada saat t yang dapat bertahan hidup saat t = 1 dengan kata lain n k+1 (1) = b k n k (). Jadi dapat dituliskan dalam bentuk matriks sebagai berikut, n 1 (1) a 1 n 2 (1) b 1 n 3 (1) = [ n i (1)] [ a 2 b 2 a i 1 b i 1 a i ] [ n 1 () n 2 () n 3 () n i ()] Jadi, model pertumbuhan populasi dapat dituliskan sebagai berikut: N(1) = LN() (2.2.7)

22 dengan L = a 1 b 1 [ a 2 b 2 a i 1 b i 1 Matriks L yang demikian dinamakan Matriks Leslie. Model pertumbuhan populasi pada Persamaan (2.2.7) digunakan untuk memprediksi jumlah populasi 1 tahun berikutnya. Untuk mengetahui prediksi jumlah pertumbuhan populasi hingga t tahun berikutnya dilakukan beberapa pengembangan. Dari Persamaan (2.2.7) diperoleh N(1) = LN() a i ] N(2) = LN(1) = LLN() = L 2 N() N(3) = LN(2) = LL 2 N() = L 3 N() N(t) = LN(t 1) = LL t 1 N() = L t N() Sehingga untuk t tahun berikutnya, model pertumbuhan populasi menjadi N(t) = L t N() (2.2.8)