BAB II LANDASAN TEORI. Pada Bab Landasan Teori ini akan dibahas mengenai definisi-definisi, dan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN TEORI. memahami sifat-sifat dari barisan fungsi. Pada bab ini akan diuraikan materimateri

BAB I PENDAHULUAN. disebut dengan sistem dinamik kontinu dan sistem dinamik yang. menggunakan waktu diskrit disebut dengan sistem dinamik diskrit.

BAB II TEOREMA NILAI RATA-RATA (TNR)

BARISAN BILANGAN REAL

BAB II DASAR TEORI. Di dalam BAB II ini akan dibahas materi yang menjadi dasar teori pada

Ilustrasi Persoalan Matematika

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan landasan teori tentang optimasi, fungsi, turunan,

BAB II LANDASAN TEORI. selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi

3 LIMIT DAN KEKONTINUAN

II. LANDASAN TEORI ( ) =

3 LIMIT DAN KEKONTINUAN

Dari contoh di atas fungsi yang tak diketahui dinyatakan dengan y dan dianggap

2 BARISAN BILANGAN REAL

Analisis Riil II: Diferensiasi

BAB II LANDASAN TEORI

PENGANTAR ANALISIS REAL

PAM 252 Metode Numerik Bab 2 Persamaan Nonlinier

BAB II LANDASAN TEORI

II. TINJAUAN PUSTAKA. iterasi Picard di dalam persamaan diferensial orde pertama, perlu diketahui

F. RANCANGAN KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR

3 LIMIT DAN KEKONTINUAN

11. FUNGSI MONOTON (DAN FUNGSI KONVEKS)

BAB II KAJIAN TEORI. pada penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, dan

Barisan dan Deret Agus Yodi Gunawan

Memahami definisi barisan tak hingga dan deret tak hingga, dan juga dapat menentukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. variabel x, sehingga nilai y bergantung pada nilai x. Adanya relasi kebergantungan

BAB 2 LANDASAN TEORI

CATATAN KULIAH ANALISIS REAL LANJUT

II. TINJAUAN PUSTAKA

PAM 252 Metode Numerik Bab 2 Persamaan Nonlinier

UJI KONVERGENSI. Januari Tim Dosen Kalkulus 2 TPB ITK

DASAR-DASAR ANALISIS MATEMATIKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pemrograman nonlinear, fungsi konveks dan konkaf, pengali lagrange, dan

MA1201 KALKULUS 2A Do maths and you see the world

3 LIMIT DAN KEKONTINUAN

ANALISIS KEKONVERGENAN PADA BARISAN FUNGSI

Akar-Akar Persamaan. Definisi akar :

BAB III SUB BARISAN DAN TEOREMA BOLZANO-WEIERSTRASS

ABSTRAK 1 PENDAHULUAN

BAB II LANDASAN TEORI. dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta

BAB I VEKTOR DALAM BIDANG

TITIK TETAP NADLR FUNGSI MULTI NILAI KONTRAKTIF PADA RUANG METRIK ( ) Rinurwati Jurusan Matematika FMIPA-ITS Jl. Arif Rahman Hakim Surabaya 60111

TINJAUAN PUSTAKA. Distribusi Weibull adalah distribusi yang paling banyak digunakan untuk waktu

Asimtot.wordpress.com FUNGSI TRANSENDEN

Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 1

BAB II LANDASAN TEORI

MAT 602 DASAR MATEMATIKA II

BAB III. PECAHAN KONTINU dan PIANO. A. Pecahan Kontinu Tak Hingga dan Bilangan Irrasional

BUKU DIKTAT ANALISA VARIABEL KOMPLEKS. OLEH : DWI IVAYANA SARI, M.Pd

asimtot.wordpress.com BAB I PENDAHULUAN

2 BARISAN BILANGAN REAL

FUNGSI KONTINU. sedemikian sehingga jika x adalah titik dari A (c), maka f (x) berada pada Vg (f (c)). (Lihat Gambar 5.1.1).

PENCARIAN AKAR-AKAR PERSAMAAN NONLINIER SATU VARIABEL DENGAN METODE ITERASI BARU HASIL DARI EKSPANSI TAYLOR

SISTEM BILANGAN REAL

BAB II LANDASAN TEORI. eigen dan vektor eigen, persamaan diferensial, sistem persamaan diferensial, titik

BAB III TURUNAN DALAM RUANG DIMENSI-n

Pengantar Metode Numerik

1 SISTEM BILANGAN REAL

Matematika Semester IV

Triyana Muliawati, S.Si., M.Si.

BAB II LANDASAN TEORI. pada bab pembahasan. Materi-materi yang akan dibahas yaitu pemodelan

Ayundyah Kesumawati. April 29, Prodi Statistika FMIPA-UII. Deret Tak Terhingga. Ayundyah. Barisan Tak Hingga. Deret Tak Terhingga

TINJAUAN SINGKAT KALKULUS

MA5031 Analisis Real Lanjut Semester I, Tahun 2015/2016. Hendra Gunawan

SATUAN ACARA PERKULIAHAN UNIVERSITAS GUNADARMA

Misal, dan diberikan sebarang, terdapat sehingga untuk setiap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III INTEGRAL LEBESGUE. Pada bab sebelumnya telah disebutkan bahwa ruang dibangun oleh

MODUL RESPONSI MAM 4222 KALKULUS IV

II. TINJAUAN PUSTAKA. Turunan fungsi f adalah fungsi lain f (dibaca f aksen ) yang nilainya pada ( ) ( ) ( )

MA5031 Analisis Real Lanjut Semester I, Tahun 2015/2016. Hendra Gunawan

HUKUM ITERASI LOGARITMA. TUGAS AKHIR untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar sarjana sains SORTA PURNAWANTI NIM.

I. PENDAHULUAN. dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk. ke dalam sungai dan langsung tercampur dengan air sungai.

BAB I TEOREMA TEOREMA LIMIT BARISAN

Turunan Fungsi. h asalkan limit ini ada.

BAB III KEKONVERGENAN LEMAH

Sistem Hasil Kali Persamaan Diferensial Otonomus pada Bidang

BAB 2 LANDASAN TEORI

III PEMBAHASAN. 3.1 Analisis Metode. dan (2.52) masing-masing merupakan penyelesaian dari persamaan

-LIMIT- -KONTINUITAS- -BARISAN- Agustina Pradjaningsih, M.Si. Jurusan Matematika FMIPA UNEJ

BAB I INTEGRAL TAK TENTU

TINJAUAN PUSTAKA. Pada bagian ini akan diberikan konsep dasar graf dan bilangan kromatik lokasi pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK

BAB 4 KEKONSISTENAN PENDUGA DARI FUNGSI SEBARAN DAN FUNGSI KEPEKATAN WAKTU TUNGGU DARI PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT

5. Sifat Kelengkapan Bilangan Real

1 Sistem Bilangan Real

TURUNAN DALAM RUANG DIMENSI-n

BAB III OPERATOR LINEAR TERBATAS PADA RUANG HILBERT. Operator merupakan salah satu materi yang akan dibahas dalam fungsi

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Air Dangkal (SWE)

DERET TAK HINGGA. Contoh deret tak hingga :,,, atau. Barisan jumlah parsial, dengan. Definisi Deret tak hingga,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembeli opsi untuk menjual atau membeli suatu sekuritas tertentu pada waktu dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

SISTEM BILANGAN REAL

KALKULUS 1 HADI SUTRISNO. Pendidikan Matematika STKIP PGRI Bangkalan. Hadi Sutrisno/P.Matematika/STKIP PGRI Bangkalan

Penerapan Aproksimasi Fejer dalam Membuktikan Teorema Weierstrass

SATUAN ACARA PERKULIAHAN (SAP) MATA KULIAH ANALISIS REAL II (MT410) / 3 SKS

BAGIAN KEDUA. Fungsi, Limit dan Kekontinuan, Turunan

Pengantar : Induksi Matematika

BAB V KEKONVERGENAN BARISAN PADA DAN KETERKAITAN DENGAN. Pada subbab 4.1 telah dibahas beberapa sifat dasar yang berlaku pada koleksi

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI Pada Bab Landasan Teori ini akan dibahas mengenai definisi-definisi, dan teorema-teorema yang akan menjadi landasan untuk pembahasan pada Bab III nanti, diantaranya: fungsi komposisi, barisan, fungsi kontinu, persamaan diferensial, metode numerik, persamaan beda, dan teorema fungsi implisit. Berikut akan dibahas tiap definisi dan teorema tersebut. A. Fungsi Komposisi Pada ilmu matematika sering kali kita jumpai suatu fungsi. Fungsi merupakan pemetaan setiap anggota himpunan ke anggota himpunan yang lain atau secara umum didefinisikan sebagai berikut. Definisi 2.1.1 (Goodaire & Parmenter, 1998: 63) Suatu fungsi dari himpunan A ke himpunan B merupakan suatu relasi biner dari A ke B (himpunan bagian ) jika memenuhi untuk setiap pasti terdapat satu sedemikian sehingga. Fungsi disebut juga dengan pemetaan. Sebuah fungsi dari ke dapat dinotasikan sebagai. Notasi jika dihubungkan dengan. Himpunan disebut dengan daerah asal (domain) dari dan himpunan disebut daerah kawan (codomain) dari. Jika, maka dinamakan bayangan (image) dari dan dinamakan pra-bayangan (pra-image) dari. Himpunan yang berisi semua nilai pemetaan disebut range dari (Munir, 2010: 129). 6

Suatu fungsi sering diberi nama dengan sebuah huruf tunggal seperti atau. Fungsi dibaca dari atau pada yang menunjukkan nilai yang diberikan oleh kepada. Berikut diberikan contoh 2.1 dan contoh 2.2 mengenai fungsi. Contoh 2.1 Andaikan { } { } dan { } maka merupakan fungsi dengan domain dan codomain. Contoh 2.2 Fungsi merupakan fungsi dengan sebarang. Domain dari adalah dan range dari adalah himpunan bilangan positif { }. Selanjutnya, akan dijelaskan mengenai definisi fungsi komposisi. Definisi 2.1.2 (Goodaire & Parmenter, 1998: 78) Jika dan adalah fungsi, maka komposisi dari dan merupakan fungsi yang didefinisikan sebagai ( ) untuk semua. Ilustrasi dari definisi 2.1.1 diberikan melalui Gambar 1. A B C ( ) Gambar 1 Ilustrasi dari Fungsi Komposisi 7

Berikut diberikan Contoh 2.3 dan Contoh 2.4 mengenai fungsi komposisi. Contoh 2.3 Jika { }, { }, { } dan dan merupakan fungsi { }, { } maka ( ) ( ) ( ) Jadi, { }. Contoh 2.4 Jika dan adalah fungsi yang didefinisikan dengan maka dapat didefinisikan dan sebagai berikut ( ) ( ). Jadi, dan. Pada umumnya, namun terkadang dapat pula seperti halnya Contoh 2.5. Contoh 2.5 Jika dan adalah fungsi yang didefinisikan dengan maka dapat didefinisikan dan sebagai berikut ( ) 8

( ) Jadi,. B. Barisan Suatu barisan dalam himpunan merupakan suatu fungsi yang daerah asalnya merupakan himpunan bilangan asli dan daerah hasilnya (range) dalam himpunan atau secara umum didefinisikan sebagai berikut. Definisi 2.2.1 (Bartle & Sherbert, 2000: 53) Barisan dari bilangan riil (barisan pada ) adalah fungsi yang didefinisikan pada himpunan { } dari bilangan asli dimana range termuat dalam himpunan dari bilangan riil. Jika adalah barisan, nilai dari pada dinotasikan dengan. Nilai disebut dengan elemen dari barisan. Notasi dari barisan yaitu atau. Berikut ini merupakan contoh dari suatu barisan. Contoh 2.6 merupakan barisan bilangan genap dan dapat ditulis sebagai. Contoh 2.7 Jika, maka merupakan barisan. Misalkan, maka diperoleh barisan ( ) ( ). Berikutnya akan dibahas mengenai barisan konvergen, barisan yang terbatas dan barisan monoton. 9

1. Barisan Konvergen Pada suatu barisan, seiring dengan semakin besarnya nilai dari akan mendekati ke suatu nilai, maka dapat dikatakan dengan konvergen ke Barisan konvergen secara formal didefinisikan sebagai berikut. Definisi 2.2.2 (Bartle & Sherbert, 2000: 54) Barisan pada kovergen ke atau merupakan limit dari, jika untuk setiap terdapat bilangan asli sedemikian sehingga untuk semua, memenuhi. Jika barisan mempunyai limit, maka barisan tersebut konvergen dan sebaliknya jika barisan tidak mempunyai limit, maka barisan divergen. Bilangan dalam hal ini disebut sebagai limit barisan dan dinotasikan dengan. Terkadang dalam menyatakan suatu barisan konvergen digunakan simbol yang berarti akan mencapai, mendekati, atau menghampiri untuk. Berikut diberikan contoh mengenai barisan konvergen. Contoh 2.8 Akan dibuktikan bahwa ( ). Diberikan. Berdasarkan sifat Archimedes, ada sedemikian sehingga. Jika, maka sehingga 10

Jadi, barisan limit tersebut konvergen ke. 2. Barisan Terbatas Barisan terbatas secara formal didefinisikan sebagai berikut. Definisi 2.2.3 (Bartle & Sherbert, 2000: 60) Barisan bilangan riil dikatakan terbatas jika ada bilangan riil sedemikian sehingga untuk semua. Barisan terbatas pada terbatas jika dan hanya jika himpunan. Berikutnya diberikan Teorema 2.1 mengenai barisan konvergen yang terbatas sebagai berikut. Teorema 2.1 (Bartle & Sherbert, 2000: 60) Suatu barisan konvergen dari bilangan riil adalah terbatas. Bukti : Andaikan dan, maka ada bilangan asli sedemikian sehingga untuk semua. Berdasarkan pertidaksamaan segitiga dengan diperoleh Jika { } maka untuk semua. Hal ini menunjukkan bahwa terbatas. Berikut akan diberikan contoh dari barisan konvergen yang terbatas. Contoh 2.9 Diberikan barisan dengan. 11

Akan ditunjukkan bahwa ( ). Diberikan, berdasarkan sifat Archimedes, ada sedemikian sehingga. Jika, maka sehingga Oleh karena itu, ( ) konvergen ke. Selanjutnya, akan ditunjukkan bahwa ( ) terbatas. Pilih sedemikian sehingga. Ada sedemikian sehingga untuk semua, maka barisan tersebut terbatas dengan 1. Jadi, merupakan barisan konvergen yang terbatas. 3. Barisan Monoton Barisan monoton secara formal didefinisikan sebagai berikut. Definisi 2.2.4 (Bartle & Sherbert, 2000: 69) Misalkan merupakan barisan bilangan riil. Barisan dikatakan monoton naik jika memenuhi Barisan dikatakan monoton turun jika memenuhi Barisan dikatakan monoton jika monoton naik atau monoton turun. Berikut diberikan contoh mengenai barisan monoton. Contoh 2.10 Barisan merupakan barisan monoton naik. 12

Contoh 2.11 Barisan ( ) merupakan barisan monoton turun. Selanjutnya, diberikan Teorema 2.2 mengenai kekonvergenan monoton sebagai berikut. Teorema 2.2 (Bartle & Sherbert, 2000: 69) Barisan monoton dari bilangan riil konvergen jika dan hanya jika barisan tersebut terbatas. Selanjutnya, 1. jika adalah barisan monoton naik dan terbatas, maka { } 2. jika adalah barisan monoton turun dan terbatas, maka { }. Bukti : Berdasarkan Teorema 2.1, barisan konvergen pasti terbatas. Sebaliknya, merupakan barisan monoton dan terbatas, maka merupakan barisan monoton naik atau monoton turun. 1. Akan dibuktikan jika terbatas, maka barisan monoton naik. Karena terbatas, ada bilangan riil sedemikian sehingga untuk semua. Jadi { } terbatas. Supremum dari barisan tersebut adalah { }. Selanjutnya, akan ditunjukkan bahwa. Jika, maka bukan batas atas dari himpunan{ } dan oleh karena itu ada anggota dari himpunan sedemikian 13

sehingga. Karena merupakan barisan monoton naik maka diperoleh untuk setiap, sehingga untuk semua. Oleh karena itu, diperoleh untuk semua Karena sembarang maka konvergen ke atau. 2. Jika merupakan barisan monoton turun dan terbatas, maka jelas bahwa merupakan barisan monoton naik dan terbatas. Pada bagian pertama terlihat bahwa { } karena jika dan { }, maka diperoleh { } { } Oleh karena itu, { } atau { }. Berikut ini diberikan contoh dari barisan monoton riil yang konvergen sebagai berikut. Contoh 2.12 ( ). Batas bawah dari himpunan ( ) adalah. Contoh 2.13 Akan diselidiki apakah barisan yang didefinisikan oleh 14

konvergen atau divergen. Barisan merupakan barisan monoton naik sebab, untuk setiap. Perhitungan secara numerik untuk barisan tersebut diberikan sebagai berikut:,,,. Terlihat bahwa kenaikan nilai dari barisan sangat lambat sehingga seolah-olah suku-suku barisan ini akan menuju bilangan tertentu dan menjadi konvergen. Selanjutnya, perhatikan suku-suku ke dengan, yaitu. Untuk, maka. Untuk ( ). Untuk, maka ( ) ( ). Secara umum diperoleh barisan ( ) ( ) ( ) ( ) sebanyak suku Jadi, selalu ada suku pada barisan ini yang lebih besar dari bilangan riil manapun sehingga barisan ini tidak terbatas dan disimpulkan bahwa barisan ini divergen. 15

C. Fungsi Kontinu Secara formal, fungsi kontinu didefinisikan sebagai berikut. Definisi 2.3 (Bartle & Sherbert, 2000: 120) Misalkan, dan. Fungsi kontinu pada jika diberikan sebarang, ada sedemikian sehingga jika adalah sembarang titik pada yang memenuhi, maka. Jika fungsi tidak kontinu pada, maka diskontinu pada. Berikut diberikan contoh dari fungsi kontinu. Contoh 2.14 {. Fungsi bernilai saat yaitu Kemudian,. Jadi, sehingga kontinu pada. Contoh 2.15 diskontinu pada. Jika untuk maka tidak didefinisakan untuk sehingga diskontinu pada. Contoh 2.16 Perhatikan fungsi berikut ini { Fungsi bernilai untuk, yaitu. Sedangkan.. Jadi, sehingga diskontinu pada 16

D. Persamaan Diferensial Persamaan diferensial adalah persamaan-persamaan yang memuat turunan-turunan (derivatif) dari satu atau lebih peubah (variabel) bebas terhadap satu atau lebih peubah tak bebas (Ross, 1984: 3). Sedangkan turunan dari suatu fungsi secara formal didefinisikan sebagai berikut. Definisi 2.4.1 (Bartle & Sherbert, 2000: 158) Misalkan, dan. Bilangan riil merupakan turunan pada jika diberikan sebarang ada sedemikian sehingga jika memenuhi, maka Jadi, terdiferensial pada dan dituliskan dengan. Turunan dari pada dapat pula didefinisikan melalui limit sebagai berikut : Notasi menyatakan berturut-turut adalah turunan pertama, kedua, ketiga,, turunan ke-. Selanjutnya diberikan Teorema 2.3 sebagai berikut. Teorema 2.3 (Bartle & Sherbert, 2000: 159) Jika mempunyai turunan pada, maka kontinu pada. Bukti : Untuk semua,, sehingga diperoleh ( ) 17

Karena ada, maka ( ) ( ) ( ) ( ) Jadi, sehingga kontinu pada. Kebalikan dari Teorema 2.3 ini tidak benar. Jika fungsi kontinu di, maka bukan berarti mempunyai turunan di. Himpunan semua fungsi kontinu dinotasikan dengan dan himpunan semua fungsi diferensial dengan turunan pertama kontinu dinotasikan dengan merupakan fungsi dengan turunan orde Oleh karena itu, yang kontinu. Berikut diberikan contoh mengenai turunan. Contoh 2.17 Misalkan dengan, maka untuk sebarang pada diperoleh Karena fungsi didefinisikan pada, maka untuk. Contoh 2.18 Misalkan dengan, maka untuk. diperoleh untuk sama dengan jika dan sama dengan. Limit dititik tidak ada sehingga fungsi tersebut tidak terdiferensial pada. Oleh karena itu, kekontinuan pada titik bukan syarat cukup yang memenuhi turunan pada ada. 18

Selanjutnya akan dijelaskan mengenai Chain Rule dan Teorema Nilai Rata-Rata sebagai berikut. 1. Chain Rule Chain Rule merupakan teorema yang membahas mengenai turunan dari suatu fungsi komposisi. Namun, sebelum membahas mengenai Chain Rule akan dibahas dahulu Teorema 2.4 yaitu teorema Caratheodory yang akan digunakan dalam pembuktian Chain Rule. Teorema 2.4 Caratheodory (Bartle & Sherbert, 2000: 160) Fungsi terdefinisi pada interval yang memuat titik sehingga terdiferensial pada jika dan hanya jika terdapat suatu fungsi pada yang kontinu pada dan memenuhi untuk. (2.1) Pada kasus ini. Bukti : Akan dibuktikan jika terdiferensial pada maka terdapat fungsi pada yang kontinu pada dan memenuhi untuk. Jika ada, maka didefinisikan dengan { Berdasarkan definisi fungsi, maka sehingga fungsi kontinu. Jika, maka kedua sisi pada persamaan (2.1) 19

sama dengan nol. Kemudian jika, maka dengan mengalikan dengan diperoleh persamaan (2.1) untuk. Jika kontinu pada pada dan memenuhi persamaan (2.1), maka terdiferensial pada. Jika persamaan (2.1) dibagi dengan, maka kekontinuan dari mengimplikasikan bahwa ada. Oleh karena itu, terdiferensial pada dan. Berikut diberikan contoh mengenai penggunaan Teorema 2.4. Contoh 2.19 Fungsi didefinisikan dengan untuk semua. Ada, maka dengan sehingga memenuhi Teorema 2.4. Oleh karena itu, terdiferensial pada dan. Teorema 2.5 Chain Rule (Bartle & Sherbert, 2000: 162) Diberikan interval pada fungsi dan sedemikian sehingga Jika terdiferensial pada dan jika terdiferensial pada maka fungsi komposisi terdiferensial pada dan ( ) (2.2) Bukti : 20

Karena ada, menurut Teorema 2.4 terdapat fungsi pada sedemikian sehingga kontinu pada dan untuk dimana. Karena ( ) ada, terdapat suatu fungsi pada sedemikian sehingga kontinu pada dan untuk, dimana. Subsitusikan dan, maka diperoleh ( ) ( ) ( )( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) [( ) ] ( ) ( ) [( ) ] untuk semua sedemikian sehingga. Karena fungsi kontinu pada dan nilai pada yaitu ( ) sehingga dengan menggunakan Teorema 2.4 diperoleh persamaan (2.2). Berikut diberikan contoh dari Teorema 2.5 (Chain Rule). Contoh 2.20 Jika terdiferensial pada dan untuk setiap dan, maka. Berdasarkan Teorema 2.5, diperoleh bahwa ( ) untuk semua. Oleh karena itu, ( ) untuk semua. 21

2. Teorema Nilai Rata-Rata Teorema nilai rata-rata merupakan teorema yang menghubungkan suatu fungsi dengan nilai turunannya (derivatif). Sebelum membahas mengenai teorema tersebut, terlebih dahulu akan diberikan pengertian maksimum dan minimum relatif suatu fungsi. Definisi 2.4.2 (Bartle & Sherbert, 2000: 168) Fungsi mempunyai nilai maksimum relatif di titik jika terdapat persekitaran dari titik dengan radius, yaitu sehingga untuk setiap. Sedangkan, fungsi mempunyai nilai minimum relatif di titik jika terdapat persekitaran dari titik dengan radius, yaitu sehingga untuk setiap. Jika fungsi mempunyai nilai maksimum relatif atau minimum relatif di titik, maka fungsi dikatakan mempunyai nilai ekstrem relatif di titik. Selanjutnya, suatu proses untuk menemukan titik dimana fungsi mempunyai nilai ekstrem relatif yaitu dengan mencari nilai derivatif fungsi di suatu titik di dalam domainnya agar sama dengan nol. Namun, cara tersebut hanya dapat diaplikasikan pada titik-titik interior dari suatu interval, perhatikan Contoh 2.21. Contoh 2.21 Diberikan fungsi pada interval. Titik merupakan satu-satunya titik dimana mencapai nilai minimum relatif dan merupakan satu-satunya titik dimana mencapai 22

nilai maksimum relatif. Akan tetapi, tidak satupun ditemukan nilai nol dari turunan. Sebelum diberikan Teorema 2.6, perlu diketahui pengertian dari titik interior suatu himpunan tak kosong. Definisi 2.4.3 (Chatterjee, 2012: 39) Diberikan, titik disebut titik interior himpunan jika terdapat persekitaran dengan radius, yaitu. Kumpulan semua titik interior himpunan disebut interior himpunan dan dinotasikan dengan. Teorema 2.6 Teorema Ekstremum Interior (Bartle & Sherbert, 2000: 168) Diberikan titik interior interval dan fungsi mempunyai nilai ekstrem relatif. Jika fungsi mempunyai turunan di titik, maka. Bukti : Akan dibuktikan untuk kasus mempunyai nilai maksimum relatif. Misalkan maksimum relatif. Andaikan, maka atau. a. Jika, maka ada suatu persekitaran sedemikian sehingga dan. Jika dan, maka, sehingga diperoleh 23

. Hal ini kontradiksi dengan sebagai nilai maksimum relatif. b. Jika, maka ada suatu persekitaran sedemikian sehingga dan. Jika dan, maka, sehingga diperoleh. Hal ini kontradiksi dengan sebagai nilai maksimum relatif. Berdasarkan pembuktian (a) dan (b) di atas, maka terbukti bahwa. Akibat 2.1 (Bartle & Sherbert, 2000: 168) Diberikan fungsi kontinu pada dan andaikan mempunyai nilai ektremum relatif pada titik interior pada, maka turunan fungsi di titik tidak ada atau. Berikut diberikan contoh kasus dari Akibat 2.1. Contoh 2.22 Jika pada, maka mempunyai interior minimum pada, tetapi tidak ada. Teorema 2.7 Teorema Rolle (Bartle & Sherbert, 2000: 168) Andaikan kontinu pada interval tertutup. ada pada setiap titik dari interval terbuka dan, maka 24

terdapat paling sedikit satu titik pada sedemikian sehingga. Bukti : Jika sama dengan nol ( fungsi nol), maka sembarang pada akan memenuhi teorema tersebut. Oleh karena itu, andaikan tidak sama dengan nol, substitusi dengan dan andaikan memiliki nilai positif. Berdasarkan teorema maksimum dan minimum (jika ada interval tertutup dan kontinu pada maka memiliki absolute minimum dan absolute maksimum pada ) fungsi mencapai nilai { } dititik pada. Karena, titik pasti pada sehingga ada. mempunyai relatif maksimum pada, maka menurut Teorema 2.7. Ilustrasi dari Teorema 2.7 diberikan melalui Gambar 2. a b c Gambar 2 Ilustasi dari Teorema 2.7. Teorema 2.8 Teorema Nilai Rata-Rata (Bartle & Sherbert, 2000: 169) Andaikan kontinu pada interval tertutup dan mempunyai turunan pertama pada interval terbuka, maka terdapat minimal satu titik pada sedemikian sehingga 25

Gambar 3 Ilustrasi dari Teorema 2.8 Bukti: Fungsi pada didefinisikan sebagai berikut : Berdasarkan Teorema 2.7, kontinu pada, terdiferensial pada, dan. Oleh karena itu, ada titik pada sedemikian sehingga Jadi,. Berikut diberikan contoh mengenai Teorema 2.8. Contoh 2.23 Akan dibuktikan bahwa,. 26

Fungsi kontinu dan terdiferensial pada, maka Teorema 2.8 dapat digunakan untuk membuktikan ketidaksamaan tersebut. Terdapat tiga kemungkinan dari nilai, yaitu 1. Jika, maka benar. 2. Jika, dengan menggunakan Teorema 2.8 pada interval terdapat sehingga Karena, maka sehingga diperoleh,. 3. Jika, dengan menggunakan Teorema 2.8 pada interval terdapat sehingga Karena, maka dan karena, maka sehingga diperoleh,. Berdasarkan hal di atas, maka terbukti bahwa. 27

E. Metode Numerik Metode numerik adalah teknik yang digunakan untuk memformulasikan persoalan matematik sehingga dapat dipecahkan dengan operasi hitungan (arithmetic) biasa (Munir, 2013: 5). Solusi yang diperoleh dengan menggunakan metode numerik merupakan solusi yang menghampiri atau mendekati solusi sejati sehingga solusi numerik disebut dengan solusi hampiran (approximation) atau solusi pendekatan. Solusi hampiran dapat dibuat seteliti yang diinginkan. Solusi hampiran tidak tepat sama dengan solusi sejati, sehingga ada selisih antara keduanya. Selisih ini disebut dengan galat (error). Metode numerik dapat digunakan untuk menyelesaikan persamaan diferensial yaitu dengan menghitung nilai fungsi dengan merupakan ukuran langkah (step size) setiap iterasi. Nilai awal berfungsi untuk memulai iterasi. Salah satu hal penting dari metode numerik adalah deret Taylor. Deret Taylor digunakan sebagai dasar dari pengembangan metode-metode yang ada dalam metode numerik. Oleh karena itu, akan dijelaskan mengenai deret Taylor sebagai berikut. Definisi 2.5.1 (Rinaldi Munir, 2013: 18) Andaikan dan semua turunannya,, pada selang. Misalkan, maka untuk nilai-nilai disekitar (lihat Gambar 4) dan, dapat diekspansi ke dalam deret Taylor: (2.3) 28

Gambar 4 Nilai-nilai di sekitar. Persamaan (2.3) merupakan penjumlahan dari suku-suku yang disebut dengan deret. Misalkan, maka persamaan (2.3) menjadi (2.4) Berikut diberikan contoh mengenai deret Taylor. Contoh 2.24 Hampiran dari fungsi ke dalam deret Taylor di sekitar ditunjukkan sebagai berikut: Turunan-turunan dari fungsi terhadap, yaitu,,,,. Berdasarkan persamaan (2.3) dan, maka diperoleh deret Taylor sebagai berikut 29

Metode numerik juga dapat digunakan untuk mencari solusi dari persamaan. Proses pencarian solusi tersebut atau biasanya mencari nilai akar dilakukan dengan cara iterasi. Untuk mendapatkan solusi diperlukan tebakan (guest) awal akar, lalu dengan menggunakan prosedur iterasi akan diperoleh hampiran akar yang baru. Pada setiap kali iterasi, hampiran akar yang lama digunakan untuk menghitung hampiran akar yang baru. Hampiran akar yang baru mungkin dapat mendekati akar sejati (konvergen), atau mungkin juga menjauhinya (divergen). Banyak sekali metode pencarian akar yang ada, misalnya saja metode Euler dan metode Newton Rhapson. Berikut ini diberikan penjelasan mengenai metode Euler dan metode Newton-Rhapson. 1. Metode Euler Diberikan persamaan diferensial, dan nilai awal. Misalkan adalah hampiran nilai pada yang dihitung dengan metode Euler. Dalam hal ini Metode Euler diturunkan dengan cara menguraikan di sekitar ke dalam deret Taylor : (2.5) 30

Bila persamaan (2.5) dipotong sampai suku orde tiga, maka diperoleh (2.6) dengan Berdasarkan persamanan bentuk baku persamaam diferensial orde satu maka dan maka persamaan (2.6) dapat ditulis menjadi (2.7) Dua suku pertama persamaan (2.7) yaitu: (2.8) atau dapat ditulis (2.9) yang merupakan metode Euler. 2. Metode Titik Tetap Metode titik tetap merupakan salah satu metode dalam metode numerik yang digunakan untuk mencari suatu hampiran akar persamaan. Misalkan (2.10) dapat dituliskan dalam bentuk (2.11) 31

Penyelesaian dari persamaan (2.11) disebut dengan titik tetap. Misalkan dipilih sebarang, maka hasil iterasi hampiran titik tetap fungsi adalah sebagai berikut (2.12) dengan. Barisan hasil iterasi dari persamaan (2.11) adalah yang mungkin konvergen ke suatu akar dari sehingga memenuhi persamaan (2.10). Persamaan (2.11) merupakan bentuk lain untuk sehingga merupakan pembuat nol dari fungsi. Secara formal hal ini dinyatakan sebagai berikut. Lemma 2.1 (Sahid, 2005: 144) Misalkan adalah fungsi kontinu dan misalkan barisan dihasilkan dengan iterasi. Jika, maka merupakan titik tetap fungsi. Bukti: Jika, maka. Fungsi merupakan fungsi kontinu, maka ( ) Jadi, terbukti bahwa dan merupakan titik tetap. Berikut akan diberikan Lemma 2.2 mengenai keberadaan akar dan ketunggalan dari suatu titik tetap dari persamaan (2.10). Lemma 2.2 (Sahid, 2005: 146) Misalkan adalah fungsi kontinu pada interval. 32

1. Jika memenuhi untuk semua, maka persamaan (2.10) memiliki sedikitnya sebuah penyelesaian dalam. 2. Jika terdefinisi pada dan jika untuk semua, maka memiliki titik tetap tunggal pada. Bukti: 1. Akan dibuktikan jika memenuhi untuk semua maka persamaan (2.10) memiliki sedikitnya sebuah penyelesaian dalam. Fungsi didefinisikan sebagai berikut. Fungsi kontinu pada, maka fungsi juga kontinu pada interval tersebut. Selanjutnya,, karena dan. Fungsi merupakan fungsi kontinu, dan, maka menurut Teorema Nilai Antara terdapat titik sedemikian sehigga. Jadi, merupakan titik tetap. 2. Selanjutnya, akan dibuktikkan Jika terdefinisi pada dan jika untuk semua, maka memiliki titik tetap tunggal pada. Andaikan terdapat dua titik tetap, misalkan dan yang memenuhi dan. Fungsi kontinu pada interval dan mempunyai pada, maka menurut Teorema 2.8 terdapat titik dengan sedemikian sehingga 33

Hal ini kontradiksi dengan pengandaian bahwa untuk semua. Jadi pengandaian harus diingkar sehingga hanya ada tepat sebuah titik tetap. Gambar 5 Keberadaan Akar persamaan. Gambar 5 menunjukkan keberadaan penyelesaian yaitu titik potong antara garis dan. Selanjutnya diberikan Teorema 2.9 mengenai syarat cukup dari kekonvergenan metode titik tetap. Teorema 2.9 (Sahid, 2005: 148) Misalkan metode titik tetap digunakan untuk menghitung hampiran-hampiran titik tetap 34

. Misalkan interval memuat titik tetap dan hampiran awal titik tetap. Apabila terdapat bilangan sedemikian sehingga untuk semua, Maka barisan hampiran titik-titik tetap konvergen ke. Bukti: Misalkan. Oleh karena merupakan titik tetap, maka memenuhi. Apabila dikurangi dengan, maka berdasarkan persamaan (2.13) diperoleh Menurut Teorema 2.8 terdapat bilangan sedemikian hingga sehingga Oleh karena, maka. Akibatnya, mengingat hipotesis untuk semua, maka Hal ini berarti lebih dekat ke (, karena dan titik tengah titik tengah ) daripada. Oleh karena hampiran awal, maka semua hampiran berikutnya juga termuat di dalam interval, serta 35

Oleh karena, maka Jadi, konvergen ke. Metode titik tetap ini digunakan sebagai dasar pada titik kesetimbangan dari scalar mapping dan disebut dengan titik tetap. F. Persamaan Beda Diketahui himpunan diskrit dari titik. Jarak antara dua titik berurutan yaitu dan disebut dengan step size. Step size bernilai konstan. Dengan menggunakan metode Euler, jika dan mensubstitusi dengan maka persamaan diferensial menjadi persamaan beda sebagai berikut: (2.13) (Kocak, 1991: 68). Jika diberikan suatu nilai awal, maka nilai perkiraan dapat diperoleh. Contoh 2.25 Diberikan persamaan diferensial sebagai berikut: (2.14) dengan merupakan parameter positif. Untuk memperkirakan solusi dari persamaan (2.14) dapat menggunakan metode Euler dengan sehingga diperoleh: 36

; (( ) ) (2.15) Jika sangat kecil, dan juga sangat kecil maka untuk sembarang nilai awal pada interval solusi dari persamaan (2.15) konvergen monoton ke 1 untuk. G. Teorema Fungsi Implisit Pada teori bifurkasi, teorema fungsi implisit sangat dibutuhkan. Teorema ini digunakan untuk mempelajari titik ekuilibrium maupun titik tetap. Oleh karena itu diberikan teorema fungsi implisit sebagai berikut. Teorema 2.10 Teorema Fungsi Implisit (Hale & Kocak, 1991: 41) Andaikan ; merupakan fungsi yang memenuhi dan. maka, ada konstanta, dan fungsi { } sedemikian sehingga dan ( ) untuk. 37

Selain itu, jika ada sedemikian sehingga dan, dan memenuhi persamaan, maka. 38