BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Kimia Farma (Persero) Tbk sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah perusahaan farmasi

(BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus Sejak berdirinya hingga sekarang ini PT. Kimia Farma (Persero) Tbk.

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus 1971.

BAB II PT. KIMIA FARMA. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI.

(BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus Sejak berdirinya hingga sekarang ini PT. Kimia Farma (Persero) Tbk telah

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus 1971.

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus 1971.

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) TBK. PLANT MEDAN

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad)

BAB II TINJAUAN UMUM. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN UMUM. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER FARMASI INDUSTRI

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI

CPOB. (Cara Pembuatan Obat yang Baik)

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal dari industri rumah

B. Tujuan Tujuan Qualiy Assurance adalah untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya.

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:. TENTANG PEDOMAN PENERAPAN CARA PEMBUATAN KOSMETIKA YANG BAIK

PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42,

Tugas Individu Farmasi Industri. Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu

BAB III KEGIATAN DI INDUSTRI FARMASI P.T. KIMIA FARMA (PERSERO) TBK. PLANT MEDAN

BAB 1 MANAJEMEN MUTU

PERSYARATAN TEKNIS CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG BAIK BAB 1

Oleh : Bambang Priyambodo

Produksi di Industri Farmasi

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42,

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT BANDUNG

KATA PENGANTAR QUALITY CONTROL

2. KETENTUAN UMUM Obat tradisional Bahan awal Bahan baku Simplisia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

MODUL MATERI UJIAN PERPINDAHAN JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS FARMASI DAN MAKANAN TERAMPIL KE AHLI PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) BADAN POM RI

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi no. 61,

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang : Mengingat :

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

Aspek-aspek CPOB. Manajemen Mutu Personalia Bangunan dan Fasilitas Peralatan Sanitasi dan Higiene Produksi

2 Presiden Nomor 55 Tahun 2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 125); 3. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan,

UNIVERSITAS INDONESIA

BAB 2 GAMBARAN UMUM OBJEK

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI KOMUNITAS. PT. KIMIA FARMA (PERSERO) Tbk. Plant MEDAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI P.T. KIMIA FARMA (PERSERO) TBK. PLANT MEDAN. Naamloze Vennootschap (N.V.) Chemicalien Handle Rathkamp & Co.

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI. PT. KIMIA FARMA (Persero) Tbk. PLANT MEDAN DISUSUN OLEH: YELNI EKA PUTRISNA, S.Farm.

UNIVERSITAS INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri

1 dari1717 I. PENDAHULUAN. I. Latar Belakang

Quality Control (QC) dan Quality Assurance (QA) Mata Kuliah : Rancangan Produk Industri (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B.,S.Farm., M.Farm., Apt.

BAB III CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK (CPOB) dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan

Tugas dan tanggungjawab Quality Assurance (QA) / Jaminan Mutu

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas, dan obat jadi yang

DOKUMENTASI

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. KIMIA FARMA PLANT MEDAN

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 466/Kpts/TN.260/V/99 TENTANG PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT HEWAN YANG BAIK MENTERI PERTANIAN,

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Medan

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) Tbk PLANT MEDAN

PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG BAIK

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK TENTANG PEDOMAN CARA PEMBUATAN KOSMETIK YANG BAIK

Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG PERIODE MARET 2012

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. SANBE FARMA UNIT II CIMAHI

BAB II. TINJAUAN UMUM DI PT. INDOFARMA (Persero) Tbk. 2.1 Sejarah dan Perkembangan PT. Indofarma (Persero) Tbk.

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 2.1 Tinjauan Lembaga Farmasi Angkatan Udara (LAFIAU) Sejarah dan Perkembangan Lembaga Farmasi Angkatan Udara

No Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK. Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt.

BAB III OBJEK PENELITIAN. pada pemerintahan Hindia Belanda tahun1817. Nama perusahaan ini awalnya adalah NV

BAB III ANALISIS SISTEM YANG BERJALAN. 3.1 Sejarah Singkat PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Bandung

TUGAS FARMASI INDUSTRI ELIMINASI DAN VALIDASI 12 ASPEK CPOB

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT BANDUNG

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. mendapatkan sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik pada tahun Saat ini

PERSONALIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT BANDUNG

Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN (Berdasarkan PP 50 Tahun 2012) Nama : Alamat : Jabatan : Lama Bekerja : NO Isi pertanyaan Kel.

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam industri manufaktur saat ini sebagian besar proses produksi

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI

UNIVERSITAS INDONESIA

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1. Tinjauan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. 2.1.1. Sejarah Perusahaan. Kimia Farma merupakan pioner dalam industri farmasi Indonesia. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus 1971. Sejak berdirinya hingga sekarang ini PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. telah mengalami beberapa perubahan,yaitu: Periode I (1957-1959) Periode ini adalah periode dimana pemerintah melaksanakan nasionalisasi perusahaan farmasi milik bangsa Belanda yang ada di Indonesia. Program nasionalisasi ini dikoordinasi oleh Badan Pengambil alihan Perusahaan Farmasi (BAPPHAR). Adapun perusahaan farmasi milik Belanda tersebut yaitu : 1. NV. Rathkamp dan NV Bavosta di Jakarta 2. NV. Bandoengsche Kinine Febriek di Bandung 3. NV. Ordeneming Iodium Watadakon di Mojokerto 4. NV. Industri Tella di Surabaya 5. CV. Apotek Malang di Malang 6. Drogistry Van Belem dan NV. Sari Delle di Yogyakarta Periode II (1960-1968) Periode ini adalah periode pembentukan Perusahaan Negara Farmasi (PNF) dan perusahaan-perusahaan farmasi milik Belanda yang telah dinasionalisasikan sebelumnya. PNF ini berdasarkan PP.No.60/1961 dibawah 3

koordinasi Badan Pimpinan Umum Farmasi Negara sebagai peleburan BAPPHAR yang bernaung dibawah Departemen Kesehatan. Perusahaan-perusahaan yang didirikan adalah : 1. PNF. Radja Farma (ex. Rathkamp) di Jakarta 2. PNF. Nurani Farma (ex. Van Gorkom) di Jakarta 3. PNF. Nakula Farma (ex. Bavosta) di Jakarta 4. PNF. Bhinneka Kina Farma di Bandung 5. PNF. Sari Husada (ex. Sari Delle) di Yogyakarta 6. PNF. Kasa Husada (ex. Varbanstaffen) 7. PNF. Biofarma (ex. Pasteur Institute) di Bandung Periode III (1969-1970) Untuk meningkatkan efisiensi setiap BUMN, dikeluarkan Intruksi Presiden No. 17/1967 sehingga Departemen Kesehatan melebur perusahaanperusahaan milik Negara tersebut kedalam perusahaan Negara Farmasi dan alatalat Kesehatan Bhinneka Kimia Farma dan PNF Kasa Husada di Surabaya dirubah menjadi Perusahaan Umum dan Perusahaan Daerah, kemudian PN Sari Husada di yogyakarta berdiri sendiri sebagai anak perusahaan. Periode IV (1971-2001) Periode IV dimulai tahun 1971 ditandai dengan dikeluarkannya PP No.116 tahun 1971 yang berlaku sejak tanggal 19 maret 1971. Perusahaan Negara Farmasi dan Alat-alat Kesehatan Bhinneka Kimia Farma setelah melalui proses audit dinyatakan lulus untuk menjadi Perseroan Terbatas (PT) yang selanjutnya disahkan pada tanggal 16 Agustus 1971 sebagai PT. Kimia Farma (Persero) dengan Akta Notaris dan diumumkan dalam berita Negara. 4

Periode V (2001-sekarang) Pada periode ini tepatnya tanggal 28 juni 2001 PT. Kimia Farma (Persero) menjadi Perusahaan Terbuka (Tbk) dengan nama PT. Kimia Farma (Persero) Tbk dimana untuk privatisasi tahap I saham yang lepas adalah sebanyak 9% dengan rincian 3% untuk program Kepemilikan Saham Karyawan dan Manajemen (KSKM) PT. Kimia Farma, dan sebanyak 6% untuk masyarakat umum. Pada tanggal 4 januari 2003 PT. Kimia Farma membentuk 2 anak perusahaan yaitu : 1. PT. Kimia Farma Health & Care 2. PT. Kimia Farma Trading & Distribution Sedangkan pabrik sebagai Holding Company Sejak tanggal 4 Juli 2001 pula P.T. Kimia Farma (Persero) Tbk. tercatat sebagai perusahaan publik di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya. Berbekal tradisi industri yang panjang selama lebih dari 187 tahun dan nama yang identik dengan mutu, sekarang P.T. Kimia Farma (Persero) Tbk. telah berkembang menjadi sebuah perusahaan pelayanan kesehatan utama di Indonesia yang kian memainkan peranan penting dalam pengembangan dan pembangunan bangsa dan masyarakat. Dengan dukungan kuat Penelitian dan Pengembangan, segmen usaha yang dikelola oleh perusahaan induk ini memproduksi obat jadi dan obat tradisional, yodium, kina dan produk-produk turunannya, serta minyak nabati. Lima fasilitas produksi yang tersebar di Indonesia merupakan tulang punggung dari industri. 5

Plant Jakarta memproduksi sediaan tablet, tablet salut, kapsul, sirup kering, suspensi, sirup, tetes mata, krim, antibiotika dan injeksi. Unit ini merupakan satu-satunya pabrik obat di Indonesia yang mendapat tugas dari pemerintah untuk memproduksi obat golongan narkotika. Industri formulasi ini telah memperoleh sertifikat, yaitu: Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dan ISO (International Organization for Standardization) 9001:2008. Plant Bandung memproduksi bahan baku kina dan turunan-turunannya, rifampisin, obat asli indonesia dan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR). Selain itu, Plant Bandung juga memproduksi tablet, sirup, serbuk, dan produk kontrasepsi Pil Keluarga Berencana (Pil KB). Unit produksi ini telah menerima sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dan ISO (International Organization for Standardization) 9002. Plant Semarang mengkhususkan diri pada minyak jarak, minyak nabati, serta bedak. Untuk menjamin kualitas produksi, unit ini secara konsisten menerapkan Sistem Manajemen Mutu (SMM) ISO (International Organization for Standardization) 9001:2008 serta telah memperoleh sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Plant Watudakon di Jawa Timur merupakan satu-satunya pabrik yang mengolah tambang yodium di Indonesia. Unit ini memproduksi yodium dan garam-garamnya, bahan baku ferro sulfat sebagai bahan utama pembuatan tablet besi untuk obat tambah darah, dan kapsul lunak Yodiol yang merupakan obat pilihan untuk pencegahan gondok. Plant Watudakon juga mempunyai fasilitas produksi formulasi seperti tablet, tablet salut, kapsul lunak, salep, sirup, dan cairan obat. Unit ini telah memperoleh sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik 6

(CPOB), ISO (International Organization for Standardization) 9002 dan ISO (International Organization for Standardization) 14001. Plant Medan di Tanjung Morawa, Sumatera Utara, dikhususkan untuk memasok kebutuhan obat di wilayah Sumatera. Produk yang dihasilkan oleh pabrik yang telah memperoleh sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) untuk tablet, krim dan kapsul serta ISO (International Organization for Standardization) 9001:2008. 2.2 Visi dan Misi Perusahaan 2.2.1 Visi Perusahaan Komitmen pada peningkatan kualitas kehidupan, kesehatan dan lingkungan. 2.2.2 Misi Perusahaan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. mempunyai misi: 1. Mengembangkan industri kimia dan farmasi dengan melakukan penelitian dan pengembangan produk yang inovatif. 2. Mengembangkan bisnis pelayanan kesehatan terpadu yang berbasis jaringan distribusi dan jaringan apotek. 3. Meningkatkan sumber daya manusia dan mengembangkan sistem informasi perusahaan. 2.3 Lokasi dan Sarana Produksi Plant Medan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan terletak di jalan Sisingamangaraja Km. 9 No. 59 Medan dengan luas 20.269 m 2 yang terdiri dari: 1. Ruang perkantoran 2. Ruang laboratorium pengawasan mutu 7

3. Ruang produksi tablet 4. Ruang produksi kapsul 5. Ruang produksi krim/salep 6. Ruang penimbangan sentral 7. Ruang sampling 8. Gudang bahan baku 9. Gudang bahan kemas 10. Gudang etiket 11. Gudang obat jadi 12. Bangunan penunjang seperti tempat pencucian, dapur, mushola, dan tempat olah raga. Kontruksi bangunan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan telah dibuat sesuai dengan persyaratan CPOB dimana dinding dan langit-langit memiliki permukaan licin dan tidak terdapat sambungan. Lantai dan dinding di dalam ruangan produksi dilapisi dengan epoksi, ruang produksi untuk masingmasing bentuk sediaan terletak terpisah. Sistem pengaturan udara pada ruang produksi menggunakan Air Handling System (AHS) dengan Air Conditioner (AC) sentral. 2.4 Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) 2.4.1 Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar (registrasi) dan tidak menimbulkan resiko yang membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu rendah dan tidak efektif. 8

Pemastian mutu merupakan suatu konsep luas yang mencakup semua hal baik secara tersendiri maupun secara kolektif yang akan mempengaruhi mutu dari obat yang dihasilkan. Pemastian mutu adalah totalitas semua pengaturan yang dibuat dengan tujuan untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya, karena itu pemastian mutu mencakup CPOB ditambah dengan faktor lain diluar pedoman ini seperti desain dan pengembangan produk. Sistem pemastian mutu yang benar dan tepat bagi industri farmasi hendaklah memastikan bahwa: a. Desain dan pengembangan obat dilakukan dengan memperhatikan persyaratan CPOB. b. Semua langkah produksi dan pengendalian diuraikan secara jelas dan CPOB diterapkan. c. Tanggung jawab manajerial diuraikan dengan jelas dalam uraian jabatan. d. Pengaturan disiapkan untuk pembuatan pasokan dan penggunaan bahan awal dan pengemas yang benar. e. Semua pengawasan terhadap produk antara dan pengawasan selama proses (in proses control) lain serta validasi yang diperlukan. f. Pengkajian terhadap semua dokumen yang terkait dengan proses pengemasan dan pengujian bets dilakukan sebelum memberikan pengesahan pelulusan untuk distribusi penilaian hendaklah meliputi semua faktor yang relevan termasuk kondisi pembuatan, hasil dan pengawasan selama proses, pengkajian dokumen produksi termasuk pengemasan, pengkajian penyimpangan dari prosedur yang telah ditetapkan, pemenuhan 9

persyaratan dari spesifikasi produk jadi dan pemeriksaan produk dalam kemasan akhir. g. Obat tidak dijual atau dipasok sebelum kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu) menyatakan bahwa tiap bets produksi dibuat dan dikendalikan sesuai dengan persyaratan yang tercantum dalam izin edar dan peraturan lain yang berkaitan dengan aspek produksi, pengawasan mutu dan pelulusan produk. h. Tersedia pengaturan yang memadai untuk memastikan bahwa sedapat mungkin produk disimpan, didistribusikan dan selanjutnya ditangani sedemikian rupa agar mutu tetap dijaga selama masa edar/ simpan obat. i. Tersedia prosedur inspeksi diri dan audit mutu yang secara berkala mengevaluasi efektivitas dan penerapan sistem pemastian mutu. j. Pemasok bahan awal dan pengemas dievaluasi dan disetujui untuk memenuhi spesifikasi mutu yang telah ditentukan oleh perusahaan. k. Penyimpangan dilaporkan, diselidiki dan dicatat. l. Tersedia sistem persetujuan terhadap perubahan yang berdampak pada mutu produk. m. Prosedur pengolahan ulang dievaluasi dan disetujui. n. Evaluasi mutu produk berkala dilakukan untuk verifikasi konsistensi proses dan memastikan perbaikan proses yang berkesinambungan. CPOB adalah bagian dari Pemastian Mutu yang memastikan bahwa obat dibuat dan dikendalikan secara konsisten untuk mencapai standar mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaan dan dipersyaratkan dalam izin edar dan spesifikasi produk. 10

Persyaratan dasar dari CPOB adalah: Semua proses pembuatan obat dijabarkan dengan jelas, dikaji secara sistematis berdasarkan pengalaman dan terbukti mampu secara konsisten menghasilkan obat yang memenuhi persyaratan mutu dan spesifikasi yang telah ditetapkan; Tahap proses yang kritis dalam pembuatan, pengawasan proses dan sarana penunjang serta perubahannya yang signifikan divalidasi; Tersedia semua sarana yang diperlukan dalam CPOB termasuk: - Personil yang terkualifikasi dan terlatih; - Bangunan dan sarana dengan luas yang memadai; - Peralatan dan sarana penunjang yang sesuai; - Bahan, wadah dan label yang benar; Prosedur dan instruksi yang disetujui; dan tempat penyimpanan dan transportasi yang memadai. Prosedur dan instruksi ditulis dalam bentuk instruksi dengan bahasa yang jelas, tidak bermakna ganda, dapat diterapkan secara spesifik pada sarana yang tersedia; Operator memperoleh pelatihan untuk menjalankan prosedur secara benar; Pencatatan dilakukan secara manual atau dengan alat pencatat selama pembuatan yang menunjukkan bahwa semua langkah yang dipersyaratkan dalam prosedur dan instruksi yang ditetapkan benar-benar dilaksanakan dan jumlah serta mutu produk yang dihasilkan sesuai dengan yang diharapkan. Tiap penyimpangan dicatat secara lengkap dan diinvestigasi; 11

Catatan pembuatan termasuk distribusi yang memungkinkan penelusuran riwayat bets secara lengkap, disimpan secara komprehensif dan dalam bentuk yang mudah diakses; Penyimpanan dan distribusi obat yang dapat memperkecil risiko terhadap mutu obat, Tersedia sistem penarikan kembali bets obat manapun dari peredaran; Keluhan terhadap produk yang beredar dikaji, penyebab cacat mutu diinvestigasi serta dilakukan tindakan perbaikan yang tepat dan pencegahan pangulangan kembali keluhan. 2.4.2 Personalia Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh sebab itu industri farmasi bertanggung-jawab untuk menyediakan personil yang terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Tiap personil hendaklah memahami tanggung jawab masing-masing dan dicatat. Seluruh personil hendaklah memahami prinsip CPOB dan memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai higiene yang berkaitan dengan pekerjaan. Personil Kunci mencakup kepala bagian Produksi, kepala bagian Pengawasan Mutu dan kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). Posisi utama tersebut dijabat oleh personil purnawaktu. Kepala bagian Produksi dan kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu)/kepala bagian Pengawasan Mutu harus independen satu terhadap yang lain. 12

Kepala bagian Produksi hendaklah seorang Apoteker yang terdaftar dan terkualifikasi, memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis yang memadai dalam bidang pembuatan obat dan keterampilan manajerial sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tugas secara profesional. Kepala bagian Produksi hendaklah diberi kewenangan dan tanggung jawab penuh dalam produksi obat. Kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) hendaklah seorang Apoteker yang terdaftar dan terkualifikasi, memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis yang memadai dan keterampilan manajerial sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tugas secara profesional. Kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) hendaklah diberi kewenangan dan tanggung jawab penuh untuk melaksanakan tugas yang berhubungan dengan sistem mutu/ pemastian mutu Setiap karyawan yang langsung ikut serta dalam kegiatan pembuatan obat dan yang karena tugasnya harus memasuki daerah pembuatan obat, hendaklah diberikan pelatihan yang sesuai dengan tugasnya maupun pelatihan CPOB. Pelatihan hendaknya dilaksanakan secara berkesinambungan dengan program tertulis yang disetujui oleh manajer produksi dan manajer pengawasan mutu. Pelatihan khusus diberikan kepada karyawan yang bekerja didaerah steril, didaerah bersih, atau bagi mereka yang bekerja menggunakan bahan yang beresiko tinggi, toksis atau yang menimbulkan alergi. Pelatihan hendaknya diberikan oleh orang yang cakap. Dokumen pelatihan harus disimpan dengan baik dan efektifitas program pelatihan hendaknya dinilai secara berkala. 13

2.4.3 Bangunan dan Fasilitas Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain, konstruksi dan letak yang memadai, serta disesuaikan kondisinya dan dirawat dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil risiko terjadinya kekeliruan, pencemaran-silang dan kesalahan lain, dan memudahkan pembersihan, sanitasi dan perawatan yang efektif untuk menghindari pencemaran silang, penumpukan debu atau kotoran dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu obat. Bangunan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki ukuran, rancangan kontruksi serta letak yang memadai agar memudahkan dalam melaksanakan kerja, pembersihan dan pemeliharaan yang baik. Tiap sarana kerja hendaklah memadai, sehingga setiap resiko terjadinya kekeliruan, pencemaran silang dan berbagai kesalahan lain yang dapat menurunkan mutu obat, dapat dihindarkan. Lokasi bangunan hendaklah sedemikian rupa untuk mencegah terjadinya pencemaran dari lingkungan sekelilingnya, seperti pencemaran dari udara, tanah dan air maupun dari kegiatan di dekatnya. Apabila bangunan itu terletak pada tempat yang tidak sesuai, tindakan yang efektif hendaklah diambil untuk mencegah pencemarannya. Dalam menentukan rancang bangun dan penataan gedung hendaklah dipertimbangkan hal-hal berikut : 1. Kesesuaian dengan kegiatan lain, yang mungkin dilakukan dalam sarana yang sama atau dalam sarana yang berdampingan. 14

2. Tata ruang, yang memungkinkan kegiatan produksi dilakukan secara efektif dan efisien. 3. Luasnya ruang kerja, yang memungkinkan penempatan peralatan dan bahan-bahan secara teratur dan logis serta memungkinkan terlaksananya kegiatan, kelancaran arus kerja, komunikasi dan pengawasan yang efektif maupun untuk mencegah kesesakan dan ketidakteraturan. 4. Pencegahan terjadinya penggunaan kawasan produksi sebagai lalu lintas umum bagi karyawan atau bahan-bahan ataupun sebagai tempat penyimpanan kecuali untuk bahan-bahan yang sedang dalam proses. 5. Terdapat pemisahan jalan (pintu) masuk bagi karyawan dengan bahan/barang yang dapat menyebabkan resiko pencemaran silang. Rancang bangun dan penataan gedung hendaklah memenuhi persyaratanpersyaratan berikut: 1. Mencegah resiko tercampur baurnya obat atau komponen obat yang berbeda, kemungkinan terjadinya pencemaran silang oleh obat atau bahanbahan lain serta resiko terlewatnya salah satu langkah dalam proses produksi. 2. Kegiatan pengolahan bahan bagi produk bukan obat dipisahkan dari ruang produksi obat. 3. Disedikan ruang terpisah untuk membersihkan alat yang dapat dipindahpindahkan dan ruangan untuk menyimpan alat pembersih. 4. Kamar ganti-simpan pakaian berhubungan langsung dengan daerah pengolahan tetapi letaknya terpisah. 15

5. Toilet tidak terbuka langsung kedaerah produksi dan dilengkapi dengan ventilasi yang baik. Untuk kegiatan-kegiatan berikut diperlukan daerah tertentu yaitu: 1. Penerimaan bahan 2. Karantina barang masuk 3. Ruang sampling 4. Penyimpanan bahan awal 5. Penimbangan dan penyerahan 6. Pengolahan 7. Penyimpanan produk ruahan 8. Pengemasan 9. Karantina obat jadi selama menunggu pelulusan akhir 10. Penyimpanan obat jadi 11. Pengiriman barang 12. Laboratorium 13. Pencucian peralatan Bangunan hendaklah mendapatkan penerangan yang efektif dan mempunyai ventilasi dengan fasilitas pengendali udara (termasuk suhu, kelembaban dan penyaring) yang sesuai untuk kegiatan dalam bangunan maupun dengan lingkungan sekitarnya. 16

2.4.4 Peralatan Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan tepat, agar mutu obat terjamin sesuai dengan desain serta seragam dari bets ke bets dan untuk memudahkan pembersihan serta perawatan. Peralatan yang digunakan dalam pembuatan obat hendaklah memiliki rancang bangun dan kontruksi yang tepat. Permukaan peralatan yang bersentuhan langsung dengan bahan atau produk tidak boleh bereaksi karena dapat merubah identitas, mutu dan kemurnian produk yang dihasilkan, tidak boleh mencemari produk, harus mudah dibersihkan baik bagian dalam maupun bagian luar mesin/alat tersebut. Peralatan yang digunakan untuk menimbang, mengukur, dan menguji harus diperiksa ketelitiannya secara teratur serta dikalibrasi menurut program dan prosedur yang tepat. Pemasangan dan penempatan alat harus dapat mencegah terjadinya kontaminasi silang dan cukup renggang untuk memberikan keleluasaan kerja. Saluran air, uap, udara bertekanan atau hampa udara harus dipasang dengan baik sehingga mudah dicapai selama kegiatan berlangsung. Peralatan hendaknya dirawat menurut jadwal agar tetap berfungsi dengan baik dan mencegah pencemaran terhadap produk. Catatan mengenai pelaksanaan, pemeliharaan dan pemakaian suatu peralatan utama hendaklah dicakup dalam buku catatan harian yang menunjukkan tanggal, waktu, kekuatan dan nomor batch atau lot produk yang diolah dengan peralatan tersebut serta pelaksana pembersihan. 17

2.4.5 Sanitasi dan Higiene Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personil, bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, dan segala sesuatu yang dapat merupakan sumber pencemaran produk. Sumber pencemaran potensial hendaklah dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu. 2.4.5.1 Higiene Perorangan a. Tiap personil yang masuk ke area pembuatan hendaklah mengenakan pakaian pelindung yang sesuai dengan kegiatan yang dilaksanakan. b. Prosedur higiene perorangan termasuk persyaratan untuk mengenakan pakaian pelindung hendaklah diberlakukan bagi semua personil yang memasuki area produksi, baik karyawan purna waktu, paruh waktu atau bukan karyawan yang berada di area pabrik, misalnya karyawan kontraktor, pengunjung anggota manajemen senior dan inspektur. c. Untuk menjamin perlindungan produk dari pencemaran dan untuk keamanan personil, hendaklah personil mengenakan pakaian pelindung yang bersih dan sesuai dengan tugasnya termasuk penutup rambut. Pakaian kerja kotor (yang dapat dipakai ulang) hendaklah disimpan dalam wadah tertutup hingga saat pencucian. d. Program higiene yang rinci hendaklah dibuat dan diadaptasikan terhadap berbagai kebutuhan di dalam area pembuatan. Program tersebut hendaklah mencakup prosedur yang berkaitan dengan kesehatan, praktik higiene dan pakaian pelindung personil. Prosedur hendaklah dipahami dan dipatuhi 18

secara ketat oleh setiap personil yang bertugas di area produksi dan pengawasan. Program higiene hendaklah dipromosikan oleh manajemen dan dibahas secara luas selama sesi pelatihan. e. Semua personil hendaklah menjalani pemeriksaan kesehatan pada saat direkrut. Industri harus bertanggung jawab agar tersedia instruksi yang memastikan bahwa keadaan kesehatan personil yang dapat memengaruhi mutu produk diberitahukan kepada manajemen industri. Sesudah pemeriksaan kesehatan kerja dan kesehatan personil secara berkala. Petugas pemeriksa visual hendaklah menjalani pemeriksaan mata secara berkala. f. Semua personil hendaklah menerapkan higiene perorangan yang baik. Hendaklah mereka dilatih mengenai penerapan higiene perorangan. Semua personil yang berhubungan dengan proses pembuatan hendaklah memperhatikan tingkat higiene perorangan yang tinggi. g. Tiap personil yang mengidap penyakit atau menderita luka terbuka yang dapat merugikan mutu produk hendaklah dilarang menangani bahan awal, bahan pengemas, bahan yang sedang diproses dan obat jadi sampai dia sembuh kembali. h. Semua personil hendaklah diperintahkan dan didorong untuk melaporkan kepada atasan langsung tiap keadaan (pabrik, peralatan atau personil) yang menurut penilaian mereka dapat merugikan produk. i. Hendaklah dihindarkan persentuhan langsung antara tangan operator dengan bahan awal, produk antara dan produk ruahan yang terbuka dan juga dengan bagian peralatan yang bersentuhan dengan produk. 19

j. Personil hendaklah diinstruksikan supaya menggunakan sarana mencuci tangan dan mencuci tangannya sebelum memasuki area produksi. Untuk tujuan itu perlu dipasang poster yang sesuai. k. Merokok, makan, minum, mengunyah, memelihara tanaman, menyimpan makanan, minuman, bahan untuk merokok atau obat pribadi hanya diperbolehkan di area tertentu dan dilarang dalam area produksi, laboratorium, area gudang dan area lain yang mungkin berdampak terhadap mutu produk. 2.4.5.2 Sanitasi Bangunan dan Fasilitas Bangunan yang digunakan untuk pembuatan obat hendaklah didesain dan dikonstruksi dengan tepat untuk memudahkan sanitasi yang baik. a. Hendaklah tersedia dalam jumlah yang cukup sarana toilet dengan ventilasi yang baik dan tempat cuci bagi personil yang letaknya mudah diakses dari area pembuatan. b. Hendaklah disediakan sarana yang memadai untuk penyimpanan pakaian personil dan milik pribadinya ditempat yang tepat. c. Penyiapan, penyimpanan dan konsumsi makanan dan minuman hendaklah dibatasi di area khusus, misalnya kantin. Sarana ini hendaklah memenuhi standar sanitasi. d. Sampah tidak boleh dibiarkan menumpuk. Sampah hendaklah dikumpulkan didalam wadah yang sesuai untuk dipindahkan ke tempat penampungan di luar bangunan dan dibuang secara teratur dan berkata dengan mengindahkan persyaratan sanitasi. 20

e. Rodentisida, insektisida, agens fumigasi dan bahan sanitasi tidak boleh mencemari peralatan, bahan awal, bahan pengemas, bahan yang sedang diproses atau produk jadi. f. Hendaklah ada prosedur tertulis untuk pemakaian rodentisida, insektisida, agens fumigasi, pembersih dan sanitasi yang tepat. Prosedur tertulis tersebut hendaklah disusun dan dipatuhi untuk mencegah pencemaran terhadap peralatan, bahan awal, wadah obat, tutup wadah, bahan pengemas dan label atau produk jadi. Rodentisida, insektisida dan fungisida hendaklah tidak digunakan kecuali yang sudah terdaftar dan digunakan sesuai peraturan terkait. g. Hendaklah ada prosedur tertulis yang menunjukkan penanggung jawab untuk sanitasi serta menguraikan dengan cukup rinci mengenai jadwal, metode, peralatan dan bahan pembersih yang harus digunakan untuk pembersihan sarana dan bangunan. Prosedur tertulis terkait hendaklah dipatuhi. h. Prosedur sanitasi hendaklah berlaku untuk pekerjaan yang dilaksanakan oleh kontraktor atau karyawan sementara maupun karyawan purna waktu selama pekerjaan operasional biasa. i. Segala praktik tidak higienes di area pembuatan atau area lain yang dapat berdampak merugikan terhadap mutu produk, hendaklah dilarang. 2.4.5.3 Pembersihan dan Sanitasi Peralatan a. Setelah digunakan, peralatan hendaklah dibersihkan baik bagian luar maupun bagian dalam sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan, serta dijaga dan disimpan dalam kondisi yang bersih. Tiap kali sebelum dipakai, 21

kebersihannya diperiksa untuk memastikan bahwa semua produk atau bahan dari bets sebelumnya telah dihilangkan. b. Metode pembersihan dengan cara vakum atau cara basah lebih dianjurkan. Udara bertekanan dan sikat hendaklah digunakan dengan hati-hati dan sedapat mungkin dihindari karena menambah risiko pencemaran produk. c. Pembersihan dan penyimpanan peralatan yang dapat dipindah-pindahkan dan penyimpanan bahan pembersih hendaklah dilaksanakan dalam ruangan yang terpisah dari ruangan pengolahan. d. Prosedur tertulis yang cukup rinci untuk pembersihan dan sanitasi peralatan serta wadah yang digunakan dalam pembuatan obat hendaklah dibuat, divalidasi dan ditaati. Prosedur ini hendaklah dirancang agar pencemaran peralatan oleh agen pembersih atau sanitasi yang dicegah. Prosedur ini setidaknya meliputi penanggung jawab pembersihan, jadwal, metode, peralatan dan bahan yang dipakai dalam pembersihan serta metode pembongkaran dan perakitan kembali peralatan yang mungkin diperlukan untuk memastikan pembersihan yang benar terlaksana. Jika perlu, prosedur juga meliputi sterilisasi peralatan, penghilangan identitas bets sebelumnya serta perlindungan peralatan yang telah bersih terhadap pencemaran sebelum digunakan. e. Catatan mengenai pelaksanaan pembersihan, sanitasi dan inspeksi sebelum penggunaan peralatan hendaklah disimpan secara benar. f. Disinfektan dan deterjen hendaklah dipantau terhadap pencemaran mikroba; enceran disinfektan dan deterjen hendaklah disimpan dalam 22

wadah yang sebelumnya telah dibersihkan dan hendaklah disimpan untuk jangka waktu tertentu kecuali bila disterilkan. 2.4.5.4 Validasi Prosedur Pembersihan dan Sanitasi Prosedur pembersihan sanitasi dan higiene hendaklah divalidasi dan dievaluasi secara berkala untuk memastikan efektivitas prosedur memenuhi persyaratan. 2.4.6 Produksi Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar (registrasi). 2.4.6.1 Bahan Awal 1. Setiap pemasukan, pengeluaran dan sisa bahan harus dilakukan pencatatan. 2. Pada saat diterima harus diperiksa keutuhan kemasan dan kebenaran label dari bahan tersebut. 3. Setiap bahan awal, sebelum dinyatakan lulus untuk digunakan hendaklah memenuhi spesifikasi bahan awal yang sudah ditetapkan yang diberi label dengan nama yang dinyatakan dalam spesifikasi. 4. Bahan awal yang mengalami kerusakan oleh suhu disimpan ditempat yang suhu udaranya diatur. 5. Bahan awal yang mudah terurai atau menurun potensinya harus dinyatakan batas waktu penggunaannya. 23

6. Penyimpanan hendaklah dilakukan dalam ruangan atau tempat yang suhu nya diatur dan disesuaikan dengan sifat fisik dan kimia bahan tersebut. 7. Persediaan bahan awal diperiksa dalam selang waktu tertentu untuk menyakinkan bahwa wadahnya tertutup rapat, bertanda yang benar dan dalam kondisi yang baik pemeriksaan laboratorium kembali dilakukan sesuai prosedur yang ditentukan. 8. Semua bahan awal yang tidak memenuhi syarat ditandai dengan jelas, ditempatkan terpisah dan secepatnya dikembalikan kepemasok atau dimusnahkan. 2.4.6.2 Validasi Prosedur Semua prosedur produksi hendaklah divalidasi dengan tepat. Validasi dilaksanakan menurut prosedur yang telah ditentukan dan catatan hasilnya harus disimpan. Program dan dokumentasi validasi hendaklah membuktikan kecocokan bahan yang dipakai, keandalan peralatan dan sistem serta kemampuan petugas pelaksana. Perubahan penting dalam proses, peralatan atau bahan hendaklah disertai dengan validasi ulang, untuk menjamin bahwa perubahan tersebut akan tetap menghasilkan produk yang memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan. 2.4.6.3 Pencemaran Pencemaran kimiawi atau mikroba terhadap suatu obat yang dapat merugikan kesehatan atau mengurangi daya terapeutik atau mempengaruhi kualitas suatu produk, tidak dapat diterima. Perhatian khusus hendaklah diberikan pada masalah pencemaran silang, karena sekalipun sifat dan tingkatannya tidak 24

berpengaruh langsung pada kesehatan, hal ini menunjukkan pelaksanaan pembuatan obat yang tidak sesuai dengan CPOB. 2.4.6.4 Sistem Penomoran Batch Dan Lot. Penomoran batch dan lot diperlukan secara rinci untuk memastikan bahwa produk antara, produk ruahan, dan produk jadi dapat dikenali dengan nomor batch atau lot tertentu. Sistem penomoran ini hendaknya menjamin bahwa nomor batch dan lot yang sama tidak digunakan secara berulang. Tidak diperkenankan memakai nomor bets atau nomor lot yang sama selama periode tertentu yaitu paling sedikit 10 tahun. Untuk bets yang diolah ulang hendaklah diberikan kode tambahan terhadap nomor bets tersebut. 2.4.6.5 Penimbangan dan penyerahan Penimbangan dan penyerahan bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi harus dilakukan dan didokumentasikan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Sebelum dilakukan penimbangan harus dilakukan pemeriksaan kebenaraan penandaan termasuk hasil pemeriksaan laboratorium. Untuk menghindari terjadinya kontaminasi silang, dan hilangnya identitas maka bahan awal, produk antara, dan produk ruahan yang ada didaerah penyerahan hanya boleh untuk satu batch saja. 2.4.6.6 Pengolahan Semua bahan yang digunakan dalam pengolahan harus diperiksa lebih dahulu. Hendaklah tidak memasukkan bahan lain selain bahan untuk bets yang sedang diolah tersebut. Pemantauan kondisi area pengolahan dan langkah yang harus dilakukan sebelum memulai proses pengolahan sebaiknya menggunakan suatu daftar periksa yang mencakup antara lain kondisi daerah pengolahan harus 25

dipantau dan dikendalikan sesuai persyaratan yang telah ditetapkan, peralatan harus dinyatakan bersih secara tertulis sebelum digunakan. Kegiatan pengolahan harus mengikuti prosedur tetap, dan tiap penyimpangan harus segera dilaporkan kepada supervisor dan di dokumentasikan di dalam catatan pengolahan batch. 2.4.6.7 Pengawasan Selama Proses Prosedur pengawasan selama proses harus dipatuhi seperti pengambilan contoh, frekuensi pengambilan contoh, dan jumlah yang diambil untuk pemeriksaan. Hasil pengujian pengawasan selama proses harus dicatat dan di dokumentasikan. Pengawasan mutu selama proses produksi (IPC) dilakukan untuk : 1. Sediaan padat meliputi: pemeriksaan kadar zat aktif, pemeriksaan keseragaman bobot untuk tablet dan kapsul, dilakukan beberapa kali selama proses produksi, pemeriksaan waktu hancur, kekerasan tablet (kadar air), sample diambil pada waktu permulaan, pertengahan, dan akhir pencetakan tablet. 2. Sediaan setengah padat meliputi: keseragaman dan homogenitas obat, pemeriksaan ukuran partikel, pemeriksaan tampilan, viskositas, berat jenis, pemeriksaan berat, pemeriksaan kebocoran tube (wadah). 2.4.6.8 Pengemasan Kegiatan pengemasan berfungsi membagi-bagi dan mengemas produk ruahan menjadi produk jadi. Proses pengemasan hendaklah dilaksanakan dibawah pengawasan ketat untuk menjaga identitas, keutuhan, dan kualitas barang yang sudah dikemas. Sebelum kegiatan pengemasan dimulai hendaklah dilakukan pemeriksaan untuk memastikan bahwa peralatan dan ruang kerja dalam keadaan 26

bersih dan bebas dari produk dan sisa produk lain atau dokumen yang tidak diperlukan untuk kegiatan yang dilakukan. Sebelum menempatkan bahan pengemas pada jalur pengemasan hendaklah diadakan pemeriksaan kesiapan jalur pengemasan yang bersangkutan oleh petugas yang ditunjuk sesuai dengan prosedur tertulis yang ditentukan. Pada penyelesaian proses pengemasan produk yang sudah dikemas hendaklah diperiksa dengan teliti untuk memastikan bahwa produk obat tersebut sesuai dengan persyaratan dalam prosedur pengemasan induk. Hanya obat jadi yang berasal dari satu batch pengemasan saja yang boleh ditempatkan pada satu plat. Bila ada karton yang tidak penuh maka jumlah yang ada didalamnya hendaklah dituliskan pada karton tersebut. Produk dalam status karantina hendaklah diberi label karantina dan disimpan dalam rak khusus untuk karantina atau ditempat yang diberi tanda khusus sehingga mudah dibedakan dengan produk yang telah diluluskan. 2.4.6.9 Penyimpanan Bahan Awal, Produk Antara, Produk Ruahan, dan Obat Jadi Semua bahan hendaklah disimpan secara rapi dan teratur untuk mencegah resiko tercampur-baur atau pencemaran serta memudahkan pemeriksaan dan pemeliharaan. Semua bahan ini disimpan dengan jarak yang cukup terhadap bahan lainnya maupun terhadap dinding, tidak diletakkan dilantai, dan dalam kondisi lingkungan yang sesuai. Penyimpanan diluar gudang diperbolehkan bagi bahan yang dikemas dalam wadah kedap yang mutunya tidak terpengaruh oleh suhu, kelembaban dan faktor lainnya. Bahan yang mudah terbakar hendaklah disimpan di gudang khusus yang letaknya terpisah sesuai dengan peraturan yang berlaku. 27

Setiap bahan awal, produk antara, produk ruahan, dan obat jadi yang disimpan hendaklah mempunyai kartu persediaan yang senantiasa direkonsiliasi dan jika terdapat penyimpangan hendaklah dicatat disertai penjelasan. 2.4.7 Pengawasan Mutu Pengawasan mutu adalah bagian yang penting dari cara pembuatan obat yang baik agar tiap obat yang dibuat memenuhi persyaratan mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaannya. Rasa keterikatan dan tanggung jawab semua unsur dalam semua rangkaian pembuatan adalah mutlak untuk menghasilkan obat yang bermutu mulai dari saat obat dibuat sampai pada distribusi obat jadi. Untuk keperluan tersebut harus ada suatu bagian pengawasan mutu yang berdiri sendiri. Sistem pengawasan mutu hendaklah dirancang dengan tepat untuk menjamin bahwa tiap obat mengandung bahan dengan mutu yamg benar dan jumlah yang ditetapkan dan dibuat pada kondisi yang tepat dan mengikuti prosedur standar sehingga obat tersebut senantiasa memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan mengenai identitas, kadar, kemurnian mutu, dan keamanannya. Pengawasan mutu meliputi semua fungsi analisa yang dilakukan laboratorium termasuk pengambilan contoh, pemeriksaan dan pengujian bahan awal, produk antara, produk ruahan, dan obat jadi. Pengawasan mutu juga meliputi program uji stabilitas, pemantauan lingkungan kerja, validasi, dokumentasi suatu batch, program penyimpanan contoh dan penyusunan serta penyimpanan spesifikasi yang berlaku dari tiap bahan dan produk termasuk metode pengujiannya. 28

Bagian pengawasan mutu melaksanakan tugas pokok sebagai berikut : a. Menyusun dan merevisi prosedur pengawasan dan spesifikasi. b. Menyiapkan intruksi tertulis yang rinci untuk tiap pemeriksaan dan pengujian. c. Menyusun rencana dan prosedur tertulis mengenai pengambilan contoh untuk pemeriksaan. d. Menyimpan contoh pertinggal untuk rujukan dimasa mendatang. e. Meluluskan atau menolak tiap batch bahan awal, produk antara, produk ruahan, dan obat jadi serta hal-hal lain yang telah ditentukan, f. Meneliti catatan yang berhubungan dengan pengolahan, pengemasan, dan pengujian obat jadi batch yang bersangkutan sebelum meluluskannya untuk didistribusikan. g. Mengevaluasi stabilitas semua obat jadi secara berlanjut, bahan awal jika diperlukan, dan menyiapkan intruksi mengenai cara penyimpanan bahan awal dan obat jadi dipabrik berdasarkan data stabilitas yang ada. h. Menetapkan tanggal kadarluarsa dan batas waktu penggunaan bahan awal dan obat jadi berdasarkan data stabilitas dan kondisi penyimpanannya. i. Mengevaluasi dan menyetujui prosedur pengolahan ulang suatu produk. j. Menyetujui penunjukkan pemasok bahan baku dan bahan pengemas yang diketahui dapat dipercayai mampu atau dapat diandalkan untuk memasok bahan awal yang memenuhi spesifikasi mutu yang telah ditetapkan. k. Mengambil bagian atau memberikan bantuan dalam pelaksanaan program validasi. 29

l. Mengevaluasi semua keluhan yang diterima atau kekurangan yang ditemukan mengenai suatu batch, dan bila perlu bekerjasama dengan bagian lain untuk mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan. m. Menyediakan baku pembanding sekunder sesuai spesifikasi yang terdapat pada prosedur pengujian yang berlaku dan menyimpan baku pembanding ini pada kondisi yang tepat. n. Menyimpan catatan pemeriksaan dan pengujian semua contoh yang diambil. o. Mengevaluasi obat yang dikembalikan dan menetapkan apakah obat tersebut dapat digunakan langsung atau diproses ulang atau harus dimusnahkan. p. Ikut serta dalam program inspeksi diri bersama bagian lain dalam perusahaan. q. Memberikan rekomendasi untuk pembuatan obat oleh pihak lain atas dasar kontrak setelah diadakan evaluasi terhadap kontraktor yang bersangkutan di nilai mampu membuat obat yang memenuhi standart mutu yang ditetapkan. 2.4.8 Inspeksi Diri dan Audit Mutu Tujuan inspeksi diri adalah untuk melakukan penilaian apakah seluruh aspek produksi dan pengendaliaan mutu senantiasa memenuhi persyaratan CPOB. Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mencari kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikannya. Inspeksi diri ini hendaklah dilaksanakan secara teratur. Tindakan perbaikan yang disarankan hendaklah dilaksanakan. Untuk pelaksanaan inspeksi diri ditunjuk tim inspeksi 30

yang mampu menilai secara objektif pelaksanaan CPOB. Prosedur dan catatan mengenai inspeksi diri hendaklah dibuat. Untuk mendapatkan standar inspeksi diri yang minimal dan seragam maka disusun daftar pemeriksaan selengkap mungkin. Daftar pemeriksaan hendaklah meliputi pertanyaan mengenai hal-hal berikut : 1. Personalia 2. Bangunan termasuk fasilitas untuk personil 3. Perawatan bangunan dan peralatan 4. Penyimpanan bahan awal, bahan pngemas dan bahan jadi 5. Peralatan 6. Produksi 7. Pengawasan mutu 8. Dokumentasi 9. Sanitasi dan higiene 10. Pemeliharaan gedung dan peralatan Tim inspeksi diri ditunjuk oleh pimpinan perusahaan terdiri dari sekurang-kurangnya tiga orang yang ahli dibidang yang berlainan dan paham mengenai CPOB. Anggota tim dapat berasal dari lingkungan perusahaan atau dari luar lingkungan perusahaan. Tiap anggota tim hendaklah bebas dalam memberikan penilaian atas hasil inspeksi. Penyelenggaraan audit mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi diri. Audit mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem manajemen mutu dengan tujuan spesifik untuk meningkatkan mutu. 31

2.4.9 Penanganan Keluhan Terhadap produk, Penarikan Kembali Produk dan Produk Kembalian Keluhan dan laporan dapat menyangkut kualitas, efek samping yang merugikan atau masalah medis lainnya. Semua keluhan dan laporan hendaklah diselidiki dan dievaluasi serta diambil tindak lanjut yang sesuai. Produk kembalian adalah obat jadi yang telah beredar, yang kemudian dikembalikan ke industri farmasi karena keluhan mengenai kerusakan, daluarsa, atau alasan lain misalkan kondisi wadah atau kemasan yang dapat menimbulkan keraguan akan identitas, mutu, jumlah dan keamanan obat yang bersangkutan. Penarikan kembali obat jadi dapat berupa penarikan kembali satu atau beberapa batch atau seluruh obat jadi tertentu dari semua mata rantai distribusi. Penarikan kembali dilakukan apabila ditemukan adanya produk yang tidak memenuhi persyaratan kualitas atau atas dasar pertimbangan adanya efek samping yang tidak diperhitungkan yang merugikan kesehatan. Penarikan kembali seluruh obat jadi tertentu dapat merupakan tindak lanjut penghentian pembuatan satu jenis obat jadi yang bersangkutan. 2.4.10 Dokumentasi Dokumentasi pembuatan obat merupakan bagian dari sistem informasi manajemen yang meliputi spesifikasi, prosedur, metode dan instruksi, catatan dan laporan serta jenis dokumentasi lain yang diperlukan dalam perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, serta evaluasi seluruh rangkaian kegiatan pembuatan obat. Sistem dokumentasi hendaklah menggambarkan riwayat lengkap dari setiap batch atau lot suatu produk sehingga memungkinkan penyelidikan serta penelusuran terhadap batch atau lot produk yang bersangkutan. Sistem 32

dokumentasi diperlukan pula dalam pemantauan dan pengendalian, misalnya kondisi lingkungan, perlengkapan dan personalia. 2.4.11 Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar, disetujui dan dikendalikan untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Kontrak tertulis antara pemberi kontrak dan penerima kontrak harus dibuat secara jelas menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian manajemen mutu. 2.4.11.1 Umum a. Hendaklah dibuat kontrak tertulis yang meliputi pembuatan dan atau analisis obat yang dikontrakkan dan semua pengaturan teknis terkait b. Semua pengaturan untuk pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak termasuk usul perubahan dalam pengaturan teknis atau pengaturan lain hendaklah sesuai dengan izin edar untuk produk yang bersangkutan c. Dalam hal analisis berdasarkan kontrak, pelulusan akhir harus diberikan oleh kepala bagian manajemen mutu (Pemastian mutu) pemberi kontrak 2.4.11.2 Pemberi Kontrak a. Pemberi kontrak bertanggung jawab untuk menilai kompetensi penerima kontrak dalam melaksanakan pekerjaan atau pengujian yang diperlukan dan memastikan bahwa prinsip dan pedoman CPOB diikuti. 33

b. Pemberi kontrak hendaklah menyediakan semua informasi yang diperlukan kepada penerima kontrak untuk melaksanakan pekerjaan kontrak secara benar sesuai izin edar dan persyaratan legal lain. c. Pemberi kontrak hendaklah memastikan bahwa semua produk yang diproses dan bahan yang dikirimkan oleh penerima kontrak memenuhi spesifikasi yang ditetapkan atau produk telah diluluskan oleh kepala bagian manajemen mutu. 2.4.11.3 Penerima Kontrak a. Penerima kontrak harus mempunyai gedung dan peralatan yang cukup, pengetahuan dan pengalaman dan personil yang kompeten untuk melakukan pekerjaan yang diberikan oleh pemberi kontrak dengan memuaskan. Pembuatan obat berdasarkan kontrak hanya dapat dilakukan oleh industri farmasi yang memiliki sertifikat CPOB yang diterbitkan oleh Otoritas Pengawasan Obat b. Penerima kontrak hendaklah memastikan bahwa semua produk dan bahan yang diterima sesuai dengan tujuan penggunaannya. 2.4.11.4 Kontrak Kontrak hendaklah dibuat antara pemberi kontrak dan penerima kontrak dengan menetapkan tanggung jawab masing-masing pihak yang berhubungan dengan produksi dan pengendalian mutu produk. Semua pengaturan pembuatan dan analisis harus sesuai dengan izin edar dan disetujui oleh kedua belah pihak. 34

2.4.12 Kualifikasi dan Validasi 2.4.12.1 Kualifikasi Validasi untuk mesin, peralatan produksi dan sarana penunjang disebut dengan kualifikasi. Jadi, kualifikasi adalah istilah yang digunakan untuk validasi mesin, peralatan produksi maupun sarana penunjang. Kualifikasi mesin, peralatan produksi maupun sarana penunjang merupakan langkah pertama dalam pelaksanakan validasi di industri farmasi. Kualifikasi adalah kegiatan pembuktian bahwa perlengkapan fasilitas atau sistem yang digunakan dalam suatu proses/ sistem akan selalu bekerja sesuai dengan kriteria yang diinginkan dan konsisten. Kualifikasi peralatan merupakan identitas sifat suatu peralatan yang berkaitan dengan kinerja dan fungsinya serta pemberian batasan nilai tertentu terhadap sifat tersebut. Validasi/kualifikasi mesin, peralatan produksi dan sarana penunjang terdiri dari 4 tingkatan, yaitu: 1. Kualifikasi Desain ( Design qualification/dq ) Tujuan dari kualifikasi desain adalah untuk menjamin dan mendokumentasikan bahwa sistem atau peralatan atau bangunan yang akan dipasang atau dibangun (rancang bangunan) sesuai dengan ketentuan atau spesifikasi yang diatur dalam ketentuan CPOB yang berlaku. Jadi kualifikasi desain dilaksanakan sebelum mesin, peralatan produksi atau sarana penunjang (termasuk bangunan untuk industri farmasi) tersebut dibeli/ dipasang/ dibangun. 2. Kualifikasi Instalasi ( Installation qualification/iq ) Tujuan kualifikasi instalasi adalah untuk menjamin dan mendokumentasikan bahwa sistem atau peralatan yang diinstalasi sesuai dengan 35

spesifikasi yang tertera pada dokumen pembelian, manual alat yang bersangkutan dan pemasangannya dilakukan memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan. Jadi kualifikasi instalasi dilaksanakan pada saat pemasangan atau instalasi peralatan produksi atau sarana penunjang. 3. Kualifikasi Operasional ( Operational qualification/oq ) Tujuan dari kualifikasi operasional adalah untuk menjamin dan mendokumentasikan bahwa sistem atau peralatan yang telah diinstalasi bekerja (beroperasi) sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan. Jadi kualifikasi operasional dilaksanakan setelah pemasangan atau instalasi mesin atau peralatan produksi atau sarana penunjang dan digunakan sebagai tes mesin/ peralatan. 4. Kualifikasi Kinerja ( Performance qualification/pq ) Tujuan dari kualifikasi kinerja adalah untuk menjamin dan mendokumentasikan bahwa sistem atau peralatan yang telah diinstalasi bekerja (beroperasi) sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan dengan cara menjalankan sistem sesuai dengan tujuan penggunaan. Masing-masing pelaksanaan kualifikasi harus dilakukan secara berurutan dan berkesinambungan. Artinya, dalam pelaksanaan kualifikasi dimulai dari Kualifikasi Desain, kemudian Kualifikasi Instalasi, Kualifikasi Operasional dan yang terakhir Kualifikasi Kinerja, tidak bisa dibolak-balik. 2.4.12.2 Validasi Validasi adalah tindakan pembuktian yang didokumentasi dengan caracara yang sesuai bahwa tiap bahan, prosedur, kegiatan, sistem, dan perlengkapan yang digunakan dalam produksi dan pengawasan mutu akan senantiasa mencapai hasil yang diinginkan. 36

Cara-cara pelaksanaan validasi terbagi empat yaitu : 1. Validasi Prospektive Adalah validasi berdasarkan pada perolehan data pertama sesuai protokol validasi yang direncanakan. Validasi ini berlaku untuk produk yang belum beredar. 2. Validasi Concurrent Adalah validasi yang berdasarkan data otentik yang diperoleh dan dikumpulkan dari proses yang sedang dilaksanakan. Validasi ini berlaku pada produk yang sedang beredar. 3. Validasi Retrospektive Adalah validasi yang berdasarkan data otentik yang diperoleh dan dikumpulkan dari proses yang sudah dilaksanakan dan dinilai menurut prinsip statistik. Validasi ini berlaku pada produk yang sudah beredar. 4. Validasi Ulang Adalah validasi yang dilakukan bila ada perubahan bahan baku, proses pembuatan, dan mesin. 2.4.12.3 Validasi Prosedur Analitik Validasi prosedur analitik merupakan proses yang dilakukan melalui penelitian laboratorium untuk membuktikan bahwa karakteristik kinerja prosedur itu memenuhi persyaratan aplikasi analitik yang dimaksudkan. Jenis prosedur analitik yang harus divalidasi pada umumnya adalah uji identifikasi, uji kuantitatif komponen terpilih lainnya dalam suatu produk obat, uji kuantitatif kandungan cemaran, dan uji batas untuk mengendalikan jumlah cemaran. 37

2.4.12.4 Validasi Berkala Bagian pengawasan mutu hendaklah memberikan bantuan yang diperlukan atau mengambil bagian dalam pelaksanaan validasi berkala oleh bagian lain, khususnya bagian produksi untuk menjamin bahwa setiap produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan. 2.4.12.5 Langkah-langkah Pelaksanaan Validasi Begitu luasnya cakupan validasi, terkadang membingungkan kalangan praktisi di industri farmasi untuk melaksanakannya. Food and Drug Administration (FDA) dalam Guideline on General Principles of Process Validation memberikan langkah-langkah dalam pelaksanaan validasi, yang tertuang dalam validation life cyle berikut ini, yaitu: 1. Membentuk Validation Comitee (Komite Validasi), yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan validasi di industri farmsai bersangkutan. 2. Menyusun Validation Master Plan (Rencana Induk Validasi), yaitu dokumen yang menguraikan (secara garis besar) pedoman pelaksaan validasi di industri farmasi yang bersangkutan. 3. Membuat Dokumen Validasi, yaitu protap (prosedur tetap), protokol serta laporan validasi. 4. Pelaksanaan Validasi. 5. Melaksanakan Peninjauan Periodik, Change Control dan Validasi ulang (revalidation). 38