III. HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
IMUNITAS NON-SPESIFIK DAN SINTASAN LELE MASAMO (Clarias sp.) DENGAN APLIKASI PROBIOTIK, VITAMIN C DAN DASAR KOLAM BUATAN ABSTRAK

PEMBERIAN SINBIOTIK DENGAN DOSIS BERBEDA UNTUK MENINGKATKAN KINERJA PERTUMBUHAN DAN RESPON IMUN BENIH IKAN PATIN Pangasius sp. NURLITA ANNISA SARI

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMBAEIASAN. leukosit, jenis leukosit, nilai indeks fagositik serta adanya perbedaan tingkat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Antibodi pada Mukus Ikan. Data tentang antibodi dalam mukus yang terdapat di permukaan tubuh

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

II. METODOLOGI 2.1 Penyediaan Bakteri Probiotik 2.2 Ekstraksi Oligosakarida/Prebiotik

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tingkat Kelangsungan Hidup

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. adanya perubahan kondisi kesehatan ikan baik akibat faktor infeksi

I. PENDAHULUAN. atau ayam yang kemampuan produksi telurnya tinggi. Karakteristik ayam petelur

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Uji LD-50 merupakan uji patogenitas yang dilakukan untuk mengetahui

Tabel 1 Nilai (rataan ± SD) PBBH, FEC, dan gambaran darah domba selama masa infeksi Parameter Amatan Domba

GAMBARAN DARAH IKAN II (SDP, AF DAN DL)

Gambar 1 Rata-rata Jumlah Sel Darah Putih Ikan Lele Dumbo Setiap Minggu

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 7. Bakteri Bacillus Sumber : Dokumentasi Pribadi

Sistem Transportasi Manusia L/O/G/O

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1.Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo Taksonomi Dan Morfologi. Klasifikasi lele menurut Saanin (1984) adalah :

I. PENDAHULUAN. masamo (Clarias gariepinus >< C. macrocephalus) merupakan lele varian baru.

Darah 8 % bb Komposisi darah : cairan plasma ± 60 % Padatan 40-45% sel darah merah (eritrosit), sel darah putih, trombosit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Kedu merupakan jenis ayam kampung yang banyak dikembangkan di

SISTEM PEREDARAN DARAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI

Makalah Sistem Hematologi

Darah 8 % bb Komposisi darah : cairan plasma ± 60 % Padatan 40-45% sel darah merah (eritrosit), sel darah putih, trombosit

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IMUNITAS NON-SPESIFIK DAN SINTASAN LELE MASAMO (Clarias sp.) DENGAN APLIKASI PROBIOTIK DAN DASAR KOLAM BUATAN

PRAKTIKUM II : DARAH, PEMBULUH DARAH, DARAH DALAM BERBAGAI LARUTAN, PENGGOLONGAN DARAH SISTEM ABO DAN RHESUS.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. ternak. Darah terdiri dari dua komponen berupa plasma darah dan bagian padat yang

Sri Yuningsih Noor 1 dan Rano Pakaya Mahasiswa Program Studi Perikanan dan Kelautan. Abstract

HASIL DAN PEMBAHASAN

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem

Eritrosit Vertebrata

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. pendapatan perkapita masyarakat, kebutuhan bahan makanan semakin

HASIL DAN PEMBAHASAN. diberi Fructooligosaccharide (FOS) pada level berbeda dapat dilihat pada Tabel 5.

Gambar 2. Grafik Pertumbuhan benih ikan Tagih

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hemoglobin. Hemoglobin Burung Merpati Jantan dan Betina sebelum dan sesudah Dilatih Terbang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh rata-rata jumlah

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE

TINJAUAN PUSTAKA. genetis ayam, makanan ternak, ketepatan manajemen pemeliharaan, dan

Gambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Rata-rata Benih Lele Dumbo pada Setiap Periode Pengamatan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh Variasi Dosis Tepung Ikan Gabus Terhadap Pertumbuhan

PS-S1 Jurusan Biologi, FMIPA, UNEJ (2017) JARINGAN IKAT SYUBBANUL WATHON, S.SI., M.SI.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%)

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus

HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. tawar yang cukup digemari masyarakat Indonesia. Ikan ini memiliki nilai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Di seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas.

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

PEMBAHASAN Jumlah dan Komposisi Sel Somatik pada Kelompok Kontrol

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kompetensi SISTEM SIRKULASI. Memahami mekanisme kerja sistem sirkulasi dan fungsinya

PENDAHULUAN. masyarakat. Permintaan daging broiler saat ini banyak diminati oleh masyarakat

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Lingkungan Ikan Nila Gift 2.2 Distribusi dan Akumulasi Pencemar Logam oleh Hewan Air

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII

I. PENDAHULUAN. dumbo (Clarias gariepinus) ke Indonesia pada tahun Keunggulan lele

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan histopatologi pada timus

BAB 1 PENDAHULUAN. menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA Perikanan di Pckanbaru Di daerah Pekanbaru, terutama di daerah yang berdekatan dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Bila Darah Disentifus

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL. Pertumbuhan. Perlakuan A (0%) B (5%) C (10%) D (15%) E (20%) gurame. Pertambahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. rawat inap di RSU & Holistik Sejahtera Bhakti Kota Salatiga. kanker payudara positif dan di duga kanker payudara.

STORYBOARD SISTEM PEREDARAN DARAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II. Tinjauan Pustaka. 2.1 Biologi Ikan Gurami (Osphronemus gouramy)

Transkripsi:

III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kelangsungan Hidup Kelangsungan hidup benih ikan patin diamati selama 3 hari masa pemeliharaan. Data hasil kelangsungan hidup benih ikan patin dapat dilihat pada Gambar 1 berikut. 1 1 a 1 a 1 a 1 a Kelangsungan Hidup (%) 8 6 4 2 Keterangan: Huruf superscript yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P>,5). Gambar 1. Kelangsungan hidup benih ikan patin selama perlakuan sinbiotik; K.kontrol; A. sinbiotik,5 dosis; B. sinbiotik 1 dosis; C. sinbiotik 2 Berdasarkan hasil yang ditunjukkan pada Gambar 1 dan uji statistik pada Lampiran 2, diketahui bahwa tingkat kelangsungan hidup pada semua perlakuan tidak menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata dimana semua perlakuan memiliki tingkat kelangsungan hidup sebesar 1%. 3.1.2 Laju Pertumbuhan Harian Pengaruh pemberian sinbiotik dengan dosis yang berbeda pada pakan menghasilkan nilai laju pertumbuhan harian yang berbeda pula. Perbedaan nilai laju pertumbuhan harian pada setiap perlakuan dapat dilihat pada Gambar 2 berikut. 11

Laju Pertumbuhan Harian (%) 5 4 3 2 1 2.63 a 3.14 b 3.56 b 2.24 a Keterangan: Huruf superscript yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P>,5). Gambar 2. Laju pertumbuhan harian benih ikan patin selama perlakuan sinbiotik; K. kontrol; A. sinbiotik,5 dosis; B. sinbiotik 1 dosis; C. sinbiotik 2 Berdasarkan hasil yang ditunjukkan pada Gambar 2 di atas, dapat dilihat bahwa nilai laju pertumbuhan harian tertinggi diperoleh pada perlakuan B yaitu sebesar 3,56%. Sedangkan nilai yang terendah terdapat pada perlakuan C yaitu sebesar 2,24%. Pada kontrol, nilai laju pertumbuhan harian sebesar 2,63% dan pada perlakuan A sebesar 3,14%. Hasil uji statistik pada Lampiran 3 menunjukkan bahwa nilai laju pertumbuhan harian perlakuan A dan B berbeda nyata dengan kontrol dan perlakuan C. Namun perlakuan A tidak berbeda nyata dengan perlakuan B, sedangkan kontrol tidak berbeda nyata dengan perlakuan C. 3.1.3 Pertumbuhan Panjang Perbedaan panjang awal dan akhir benih ikan patin selama 3 hari pemeliharaan dapat dilihat pada Tabel 2 berikut. Tabel 2. Rata-rata panjang awal dan akhir benih ikan patin Rata-rata panjang awal (Lo) (cm) Rata-rata panjang akhir (Lt) (cm) K 3,52 7,4 A 3,62 7,92 B 3,48 8,2 C 3,62 7,24 Keterangan: K. kontrol; A. sinbiotik,5 dosis; B. sinbiotik 1 dosis; C. sinbiotik 2 12

Pengaruh pemberian sinbiotik dengan dosis berbeda terhadap pertumbuhan panjang yang dihasilkan oleh masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Gambar 3 di bawah ini. Pertumbuhan panjang (cm) 5 4.5 4 3.5 3 2.5 2 1.5 1.5 3.89 b 4.31 c 4.54 c 3.62 a Keterangan: Huruf superscript yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P>,5). Gambar 3. Pertumbuhan panjang benih ikan patin selama perlakuan sinbiotik; K. kontrol; A. sinbiotik,5 dosis; B. sinbiotik 1 dosis; C. sinbiotik 2 Nilai dari pertumbuhan panjang yang dihasilkan masing-masing perlakuan mengalami perbedaan, dimana nilai tertinggi terdapat pada perlakuan B yaitu sebesar 4,54 cm. Nilai pertumbuhan panjang terendah terdapat pada perlakuan C yaitu sebesar 3,62 cm. Sedangkan nilai pertumbuhan panjang pada kontrol dan perlakuan A secara berturut-turut adalah sebesar 3,89 cm dan 4,31 cm. Berdasarkan hasil uji statistik pada Lampiran 4, didapatkan bahwa perlakuan A dan B tidak menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata. Namun kedua perlakuan ini menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata dengan perlakuan yang lainya. 3.1.4 Konversi Pakan Nilai konversi pakan yang dihasilkan dari pemberian pakan sinbiotik dengan dosis berbeda dapat dilihat pada Gambar 4 berikut. 13

Konversi Pakan 1.6 1.4 1.2 1.8.6.4.2 1.4 c 1.46 c 1.28 b 1.7 a Keterangan: Huruf superscript yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P>,5). Gambar 4. Konversi pakan benih ikan patin selama perlakuan sinbiotik; K. kontrol; A. sinbiotik,5 dosis; B. sinbiotik 1 dosis; C. sinbiotik 2 Berdasarkan Gambar 4 di atas, diketahui bahawa nilai konversi pakan tertinggi selama pemeliharaan benih ikan patin terdapat pada perlakuan C yaitu sebesar1,46. Konversi pakan yang terendah terdapat pada perlakuan B dengan nilai 1,7. Sedangkan nilai konversi pakan pada kontrol dan perlakuan A secara berturut-turut adalah sebesar 1,4 dan 1,28. Setelah diuji statistik, didapatkan pengaruh yang tidak berbeda nyata antara kontrol dengan perlakuan C, namun kedua perlakuan tersebut berbeda nyata dengan perlakuan A dan B (Lampiran 5). 3.1.5 Hematologi Ikan 3.1.5.1 Total Eritrosit Hasil pengukuran rata-rata jumlah sel darah merah (1 6 sel/mm 3 ) pada masing-masing perlakuan pada akhir pemeliharaan dapat dilihat pada Gambar 5 berikut. 14

Total Eritrosit (1 6 sel/mm 3 ) 3 2 1 1.74 1.9 1.27.53 Gambar 5. Total eritrosit benih ikan patin selama perlakuan sinbiotik; K. kontrol; A. sinbiotik,5 dosis; B. sinbiotik 1 dosis; C. sinbiotik 2 Total eritrosit benih ikan patin pada akhir pemeliharaan menunjukkan hasil yang berbeda-beda. Total eritrosit dengan nilai tertinggi terdapat pada perlakuan B yaitu sebesar 1,74 x 1 6 sel/mm 3. Nilai terendah total eritrosit terdapat pada perlakuan C dengan nilai,53 x 1 6 sel/mm 3. Sedangkan total eritrosit pada kontrol adalah sebesar 1,9 x 1 6 sel/mm 3 dan pada perlakuan A sebesar 1,27 x 1 6 sel/mm 3. 3.1.5.2 Total Leukosit Rata-rata total leukosit (1 5 sel/mm 3 ) masing-masing perlakuan yang diamati pada akhir pemeliharaan ditunjukkan pada Gambar 6 berikut. Total Leukosit (1 5 sel/mm 3 ) 14 12 1 8 6 4 2 1.29 8.9 6.78 6.96 Gambar 6. Total leukosit benih ikan patin selama perlakuan sinbiotik; K. kontrol; A. sinbiotik,5 dosis; B. sinbiotik 1 dosis; C. sinbiotik 2 15

Berdasarkan data yang disajikan pada Gambar 6 diatas, diketahui bahwa total leukosit pada kontrol adalah sebesar 1,29 x 1 5 sel/mm 3. Berikutnya pada perlakuan A sebesar 8,9 x 1 5 sel/mm 3, perlakuan B sebesar 6,78 x 1 5 sel/mm 3, dan perlakuan C sebesar 6,96 x 1 5 sel/mm 3. Dari data tersebut diketahui bahwa nilai rata-rata total leukosit tertinggi terdapat pada kontrol, sedangkan yang terendah terdapat pada perlakuan B. 3.1.5.3 Kadar Hemoglobin Kadar hemoglobin (gram%) yang diamati pada masing-masing perlakuan disajikan pada Gambar 7 berikut. 1 Hemoglobin (gram%) 8 6 4 2 5.4 6.4 6.8 3.4 Gambar 7. Kadar hemoglobin benih ikan patin selama pemeliharaan perlakuan sinbiotik; K. kontrol; A. sinbiotik,5 dosis; B. sinbiotik 1 dosis; C. sinbiotik 2 Kadar hemoglobin yang didapat pada masing-masing perlakuan menunjukkan korelasi yang positif terhadap total eritrosit, dimana nilai tertinggi terdapat pada perlakuan B dan yang terendah terdapat pada perlakuan C. Adapun nilai kadar hemoglobin pada masing-masing perlakuan adalah kontrol sebesar 5,4 gram%, perlakuan A sebesar 6,4 gram%, perlakuan B sebesar 6,8 gram%, dan perlakuan C sebesar 3,4 gram%. 3.1.5.4 Kadar Hematokrit Kadar hematokrit (%) yang terukur dari masing-masing perlakuan pada akhir pemeliharaan disajikan pada Gambar 8 berikut. 16

Kadar Hematokrit (%) 3 25 2 15 1 Gambar 8. Kadar hematokrit benih ikan patin selama perlakuan sinbiotik; K. kontrol; A. sinbiotik,5 dosis; B. sinbiotik 1 dosis; C. sinbiotik 2 Sama halnya dengan nilai dari kadar hemoglobin, kadar hematokrit juga memiliki hasil yang berkorelasi positif dengan total eritrosit. Namun nilai terendah dari kadar hematokrit terdapat pada kontrol dan perlakuan C yaitu sebesar 12,5%. Sedangkan kadar hematokrit pada perlakuan B dengan nilai tertinggi adalah sebesar 22,5% dan nilai kadar hematokrit pada perlakuan A adalah sebesar 17,95%. 5 12.5 17.95 22.5 12.5 3.1.5.5 Diferensial Leukosit Pengamatan diferensial leukosit pada benih ikan patin terdiri dari jumlah limfosit, monosit, trombosit dan neutrofil yang ditunjukkan pada Gambar 9 berikut. L M T N Gambar 9. Diferensial leukosit; L. limfosit; M. monosit; T. trombosit; N. neutrofil. 17

3.1.5.5.1 Jumlah Limfosit Rata-rata jumlah limfosit (%) benih ikan patin pada akhir perlakuan ditunjukkan pada Gambar 1 berikut. Jumlah Limfosit (%) 8 7 6 5 4 3 2 1 71 64 54 49 Gambar 1. Jumlah limfosit benih ikan patin selama perlakuan sinbiotik; K. kontrol; A. sinbiotik,5 dosis; B. sinbiotik 1 dosis; C. sinbiotik 2 Data dari Gambar 1 di atas terlihat bahwa jumlah limfosit pada masingmasing perlakuan menunjukkan hasil yang berbeda. Jumlah limfosit terbanyak terdapat pada perlakuan B yaitu sebesar 71%, dan yang paling sedikit terdapat pada kontrol dengan nilai 49%. Sedangkan jumlah limfosit pada perlakuan A dan C secara berturut-turut adalah sebanyak 64% dan 54%. 3.1.5.5.2 Jumlah Monosit Perbedaan rata-rata jumlah monosit benih ikan patin yang diamati pada akhir perlakuan disajikan pada Gambar 11 berikut. 18

Jumlah Monosit (%) 3 25 2 15 1 5 26 16 12 22 Gambar 11. Jumlah monosit benih ikan patin selama perlakuan sinbiotik; K. kontrol; A. sinbiotik,5 dosis; B. sinbiotik 1 dosis; C. sinbiotik 2 Berdasarkan data yang ditunjukkan oleh Gambar 11 di atas, diketahui bahwa rata-rata jumlah monosit benih ikan patin tertinggi terdapat pada kontrol dengan nilai sebesar 26%. Nilai terendah dari jumlah monosit terdapat pada perlakuan B yaitu sebesar 12%. Sedangkan jumlah monosit pada perlakuan A adalah sebesar 16% dan pada perlakuan C adalah sebesar 22%. 3.1.5.5.3 Jumlah Trombosit Rata-rata jumlah trombosit (%) yang berbeda-beda dari masing-masing perlakuan pada akhir pemeliharaan dapat dilihat pada Gambar 12 berikut. Jumlah Trombosit (%) 15 13 11 9 7 5 3 1-1 1 9 6 3 Gambar 12. Jumlah trombosit benih ikan patin selama perlakuan sinbiotik; K. kontrol; A. sinbiotik,5 dosis; B. sinbiotik 1 dosis; C. sinbiotik 2 19

Seperti halnya dengan jumlah limfosit dan jumlah monosit, jumlah trombosit pada setiap perlakuan memiliki nilai yang berbeda. Nilai tertinggi dari jumlah trombosit terdapat pada kontrol yaitu sebesar 1%. Nilai terendah terdapat pada perlakuan B yaitu sebesar 3%. Sedangkan pada perlakuan A sebesar 6% dan pada perlakuan C sebesar 9%. 3.1.5.5.4 Jumlah Neutrofil Rata-rata jumlah neutrofil (%) yang terhitung dari masing-masing perlakuan pada akhir pemeliharaan disajikan pada Gambar 13 berikut. Jumlah Neutrofil (%) 2 18 16 14 12 1 8 6 4 2 15 14 14 15 Gambar 13. Jumlah neutrofil benih ikan patin selama perlakuan sinbiotik; K. kontrol; A. sinbiotik,5 dosis; B. sinbiotik 1 dosis; C. sinbiotik 2 Data pada Gambar 13 di atas menunjukkan bahwa rata-rata jumlah neutrofil pada beberapa perlakuan menghasilkan nilai yang relatif sama. Jumlah neutrofil pada kontrol dan perlakuan C sebesar 15%, sedangkan pada perlakuan A dan B sebesar 14%. 3.1.5.6 Aktivitas fagositosis Persentase aktivitas fagositosis yang dihasilkan oleh masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Gambar 14 berikut. 2

Aktivitas Fagositosis (%) 4 35 3 25 2 15 1 5 16 Gambar 14. Aktivitas fagositosis benih ikan patin selama perlakuan sinbiotik; K. kontrol; A. sinbiotik,5 dosis; B. sinbiotik 1 dosis; C. sinbiotik 2 Persentase aktivitas fagositosis yang dihasilkan oleh masing-masing perlakuan menunjukkan nilai yang berbeda. Nilai persentase tertinggi terdapat pada perlakuan B yaitu sebesar 37%. Persentase terendah terdapat pada kontrol dengan nilai 16%. Sedangkan persentase aktivitas fagositosis pada perlakuan A dan C adalah sebesar 29% dan 3%. 29 37 3 3.1.6 Kualitas Air Parameter kualitas air yang diamati pada penelitian ini terdiri dari suhu, DO, ph, dan TAN. Adapun kisaran dari parameter kualitas air tersebut dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini. Tabel 3. Kualitas air selama perlakuan sinbiotik Parameter Referensi (SNI 2) Suhu ( C) 24 3 24 3 24,5 3 24 3 24 3 DO (ppm) 5,3 7,5 5,8 7,5 5,5 7,5 6,2 7,5 > 4 ph 6,7 7,49 6,63 7,49 6,68 7,49 7,18 7,49 6,5 7,5 TAN (ppm),5,6,5,9,5,51,5,94 < 1 Keterangan: K. kontrol; A. sinbiotik,5 dosis; B. sinbiotik 1 dosis; C. sinbiotik 2 21

Berdasarkan data yang ditunjukkan pada Tabel 3, kisaran suhu, DO, ph, dan TAN air selama pemeliharaan masih berada pada batas toleransi benih ikan patin. 3.2 Pembahasan Penggunaan probiotik dalam kegiatan akuakultur saat ini mulai banyak diterapkan untuk meningkatkan produksi. Ada beberapa fungsi probiotik dalam akuakultur seperti meningkatkan nilai nutrisi pakan, meningkatkan sistem imun, dan memperbaiki kualitas air media pemeliharaan. Dari beberapa keuntungan tersebut, fungsi probiotik yang paling diandalkan saat ini adalah potensinya untuk meningkatkan sistem imun pada ikan (Nayak 21). Sedangkan prebiotik merupakan salah satu bahan penyusun makanan yang tidak dicerna oleh saluran pencernaan dan dapat menstimulasi pertumbuhan serta aktivitas bakteri flora normal di dalam saluran pencernaan hewan inang (Ringo et al. 21). Kerjasama antara penggunaan probiotik dan prebiotik biasa disebut dengan sinbiotik. Penggunaan sinbiotik dalam dosis yang tepat mampu meningkatkan pertumbuhan serta sistem imun pada ikan. Kelangsungan hidup ikan dalam penelitian ini adalah sebesar 1% pada semua perlakuan. Hal ini menandakan bahwa semua ikan dalam keadaan sehat. Namun dilihat dari pertumbuhan dan sistem imun ikan dari masing-masing perlakuan menunjukkan hasil yang berbeda. Dimana dapat dikatakan bahwa terdapat pengaruh pemberian sinbiotik dengan dosis berbeda melalui pakan terhadap kinerja pertumbuhan dan sistem imun pada benih ikan patin. Pertumbuhan merupakan pertambahan ukuran baik bobot maupun panjang dalam suatu periode atau waktu tertentu. Pertumbuhan ikan dapat dipengaruhi oleh faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam meliputi keturunan, umur dan penyakit ikan sedangkan faktor luar meliputi pakan, padat penebaran dan lingkungan (Effendie 1997). Penggunaan sinbiotik pada pakan dengan dosis berbeda menghasilkan kinerja pertumbuhan benih ikan patin yang berbeda pula. Berdasarkan hasil yang didapat, laju pertumbuhan harian benih ikan patin tertinggi terdapat pada perlakuan B (sinbiotik 1 dosis) yaitu sebesar 3,56% dan yang terendah terdapat pada perlakuan C (sinbiotik 2 dosis) yaitu sebesar 2,24%. 22

Selain itu, pertumbuhan panjang benih ikan patin yang paling tinggi juga didapat pada perlakuan B yaitu sebesar 4,54 cm. Sedangkan nilai terendah juga terdapat pada perlakuan C yaitu sebesar 3,62 cm. Hasil yang didapat tersebut menunjukkan bahwa dosis optimal pemberian sinbiotik untuk meningkatkan pertumbuhan benih ikan patin adalah 1 dosis (1% probiotik dan 2% prebiotik). Semakin tinggi pemberian dosis sinbiotik menyebabkan semakin menurunnya kinerja pertumbuhan pada benih patin bahkan menghasilkan pertumbuhan yang lebih kecil dibandingkan kontrol. Hasil penelitian Li et al. (29) menyebutkan bahwa pengaruh optimal pemberian sinbiotik pada udang vaname terdapat pada dosis,2% isomaltooligosaccharides (IMO) yang ditambahkan 1 8 CFU/gram pakan bakteri Bacillus OJ (PB). Selanjutnya, efek positif tersebut menurun secara signifikan ketika dosis pemberian PB ditingkatkan menjadi 1 1 CFU/gram pakan. Dalam penelitian ini, pada perlakuan B diduga dosis sinbiotik yang diberikan merupakan dosis yang paling efektif untuk meningkatkan kinerja pertumbuhan pada benih ikan patin. Pada perlakuan ini, diduga bahwa pemberian sinbiotik mampu meningkatkan kecernaan pakan yang mampu meningkatkan laju pertumbuhan. Menurut Putra (21), gabungan pemberian bakteri NP5 sebagai probiotik dan oligosakarida dari ekstrak ubi jalar sebagai prebiotik menunjukkan pemanfaatan karbohidrat sebagai sumber energi cukup baik, sehingga protein digunakan secara optimal untuk proses pertumbuhan. Konversi pakan atau feed conversion ratio (FCR) merupakan suatu ukuran yang menyatakan rasio jumlah pakan yang dibutuhkan untuk menghasilkan daging ikan kultur (Effendi, 24). Menurut Mahyuddin (28), konversi pakan (FCR) dapat digunakan untuk mengetahui kualitas pakan yang diberikan terhadap pertumbuhan ikan. Apabila nilai konversi pakan rendah, kualitas pakan yang diberikan baik (analog dengan pertumbuhan ikan baik). Namun jika konversi pakannya tinggi, berarti kualitas pakannya kurang baik atau jumlah pakan yang diberikan tidak efektif untuk pertumbuhan berat badan ikan. Berdasarkan hasil yang didapat, nilai konversi pakan terendah terdapat pada perlakuan B, sedangkan yang tertinggi terdapat pada perlakuan C. Hasil ini juga menunjukkan bahwa semakin tinggi pemberian dosis sinbiotik, semakin tidak efisien pemanfaatan pakan yang diberikan. Hasil penelitian Son et al. (29) menyatakan bahwa 23

pemberian probiotik Lactobacillus plantarum dengan dosis 1 8 CFU/kg pakan pada ikan kerapu lumpur Epinephelus coioides menunjukkan hasil terbaik dibandingkan dosis 1 6 dan 1 1 CFU/kg pakan terhadap peningkatan nilai efisiensi pakan. Pada perlakuan B, terlihat bahwa pemanfaatan pakan yang diberikan menunjukkan hasil yang paling efisien dibandingkan perlakuan lainnya. Hal ini diduga karena adanya peningkatan aktivitas enzim amilase dan enzim protease yang mampu meningkatkan kecernaan karbohidrat dan protein pada pakan sehingga pemanfaatan pakan menjadi lebih efektif. Hasil penelitian Putra (21) menunjukkan pada perlakuan sinbiotik terjadi peningkatan aktivitas enzim amilase dan enzim protease dalam pencernaan ikan nila yang kemudian mampu meningkatkan nilai kecernaan karbohidrat dan protein dalam pakan. Dengan demikian protein dan energi nutrien pakan yang diserap oleh usus untuk dimanfaatkan tubuh menjadi lebih tinggi, sehingga pemanfaatan pakan menjadi lebih optimal. Darah ikan tersusun atas cairan plasma dan sel-sel darah yang terdiri dari sel-sel darah merah (eritrosit), sel-sel darah putih (leukosit), dan keping-keping darah (Randal 197 dalam Affandi dan Tang 22). Darah ikan berfungsi utuk mengedarkan nutrien yang berasal dari pencernaan makanan ke sel-sel tubuh, membawa oksigen ke sel-sel tubuh (jaringan), serta membawa hormon dan enzim ke organ tubuh yang memerlukannya (Lagler et al. 1977). Berdasarkan hasil yang ditunjukkan pada Gambar 5, jumlah sel darah merah yang paling tinggi terdapat pada perlakuan B yaitu sebesar 1,74 x 1 6 sel/mm 3, dan terendah pada perlakuan C dengan nilai,53 x 1 6 sel/mm 3. Tingginya nilai sel darah merah pada perlakuan B diduga karena fungsi ginjal pada ikan dalam keadaan baik, sehingga jumlah sel darah merah yang diproduksi pun dalam jumlah yang baik untuk keadaan ikan yang sehat. Sedangkan rendahnya total eritrosit pada perlakuan C menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis pemberian sinbiotik tidak memberikan pengaruh yang baik terhadap respon imun benih ikan patin. Li et al. (29) menyatakan bahwa pengaruh peningkatan dosis bakteri probiotik tidak selalu berimplikasi positif terhadap peningkatan respon imun. Pemberian dengan dosis tinggi mungkin tidak mampu meningkatkan respon imun, bahkan mungkin dapat menghambat respon imun. Hasil penelitian 24

Li et al. (29) menunjukkan bahwa pada perlakuan sinbiotik dengan dosis prebiotik IMO,2%, menghasilkan penurunan nilai aktivitas fagositosis dan phenoloxidase ketika dosis probiotik PB ditingkatkan dari 1 8 menjadi 1 1 CFU/gram pakan. Menurut Chinabut et al. (1991) leukosit terdiri atas dua bagian yaitu agranulosit dan granulosit. Agranulosit terdiri dari limfosit, trombosit, dan monosit. Sedangkan granulosit terdiri dari neutrofil, eosinofil, dan basofil. Jumlah leukosit pada benih ikan patin di akhir pemeliharaan menunjukkan nilai yang berbeda-beda. Nilai leukosit terendah terdapat pada perlakuan B yaitu sebesar 6,78 x 1 5 sel/mm 3, sedangkan nilai tertinggi terdapat pada kontrol yaitu sebesar 1,29 x 1 5 sel/mm 3. Rendahnya nilai leukosit pada perlakuan B ini dapat disebabkan karena kondisi ikan yang sehat. Menurut Angka et al. (1985), ikan yang sehat memiliki jumlah sel darah putih yang lebih rendah dibandingkan dengan ikan yang sakit. Sedangkan tingginya nilai sel darah putih pada kontrol diduga karena pada kontrol tidak diberikan perlakuan sinbiotik yang mampu membentuk sistem kekebalan tubuh pada ikan, sehingga menyebabkan ikan kontrol memiliki kondisi yang rentan terhadap serangan penyakit akibat tidak adanya respon imun yang terbentuk untuk mengatasi serangan penyakit. Marthen (25) menyatakan bahwa peningkatan jumlah leukosit mengindikasikan adanya respon dari tubuh ikan terhadap infeksi bakteri atau stres. Kadar hemoglobin dan hematokrit memiliki kaitan yang erat terhadap sel darah merah (Fujaya 24). Menurut Lagler et al. (1977), hemoglobin merupakan protein dalam eritrosit yang tersusun atas protein globin tidak berwarna dan pigmen heme. Hemoglobin berfungsi untuk mengikat oksigen kemudian digunakan dalam proses katabolisme untuk menghasilkan energi. Kemampuan darah untuk mengangkut oksigen bergantung pada kadar hemoglobin dalam darah. Kadar hemoglobin tertinggi pada akhir perlakuan terdapat pada perlakuan B dengan nilai 6,8 gram%, dan yang terendah terdapat perlakuan C sebesar 3,4 gram%. Tingginya kadar hemoglobin pada perlakuan B menunjukkan hasil yang berkorelasi positif terhadap jumlah sel darah merah. Rendahnya kadar hemoglobin yang terjadi pada perlakuan C juga menandakan korelasi yang positif terhadap jumlah sel darah merah. Hemoglobin merupakan indikator anemia atau dengan 25

kata lain penurunan kadar hemoglobin adalah indikator ikan terserang anemia (Blaxhall 1971). Hematokrit merupakan perbandingan antara sel darah merah dan plasma darah, serta berpengaruh terhadap pengaturan sel darah merah (Hesser 196 dalam Marthen 25). Hal ini dapat diartikan bahwa kadar hematokrit memiliki korelasi positif terhadap jumlah sel darah merah. Berdasarkan hasil yang ditunjukkan pada Gambar 8, terlihat bahwa kadar hematokrit terendah terdapat pada kontrol dan perlakuan C dengan nilai 12,5%. Sedangkan kadar hematokrit tertinggi terdapat pada perlakuan B dengan nilai 22,5%. Tanbiyaskur (211) menyatakan bahwa pemberian probiotik, prebiotik dan sinbiotik pada ikan nila memberikan pengaruh yang baik terhadap kadar hematokrit darah. Tingginya kadar hematokrit pada perlakuan B diduga karena pakan perlakuan B memiliki kandungan nutrisi yang paling baik dibandingkan perlakuan lainnya. Hal ini diduga karena adanya peningkatan aktifitas enzim amilase dan enzim protease akibat pemberian sinbiotik yang mampu meningkatkan kecernaan karbohidrat dan protein di dalam pakan. Sedangkan rendahnya kadar hematokrit pada kontrol dan perlakuan C diduga karena nilai nutrisi pakan kedua perlakuan masih belum cukup optimal bagi ikan patin. Pada kontrol, rendahnya nilai nutrisi pakan ini diduga karena tidak adanya penambahan sinbiotik yang mampu meningkatkan nilai nutrisi pakan. Menurunnya kadar hematokrit dapat dijadikan petunjuk mengenai rendahnya kandungan protein pakan, defisiensi vitamin atau ikan mendapat infeksi sehingga nafsu makan menurun (Wedemeyer dan Yasutake 1977). Sel limfosit mampu menerobos jaringan organ lunak dan mempunyai peranan dalam pembentukan antibodi (Dellmann dan Brown 1989). Jumlah limfosit yang dihasilkan pada masing-masing perlakuan menunjukkan presentase yang paling banyak dibandingkan dengan jenis-jenis leukosit lainnya. Berdasarkan hasil yang didapat, persentase jumlah limfosit terbanyak terdapat pada perlakuan B yaitu sebesar 71%. Sedangkan persentase jumlah limfosit terendah terdapat pada kontrol dengan nilai 49%. Tingginya persentase jumlah limfosit pada perlakuan B diduga karena pemberian sinbiotik mampu merangsang organ pembentuk limfosit untuk menghasilkan limfosit dalam jumlah yang lebih 26

banyak sebagai respon adanya peningkatan respon imun. Menurut Moyle dan Cech (1988), limfosit berfungsi sebagai penghasil antibodi untuk kekebalan tubuh dari gangguan penyakit. Fujaya (24) menyatakan bahwa limfosit yang bersirkulasi dalam darah dan jaringan berasal dari timus dan organ limfoid perifer seperti ginjal dan limpa. Apabila terjadi kerusakan pada organ penghasil ini maka dapat menghambat pembentukkan limfosit. Kekurangan limfosit dapat menurunkan konsentrasi antibodi dan dapat meningkatkan serangan penyakit. Monosit berfungsi sebagai fagosit terhadap benda-benda asing termasuk agen penyakit (Moyle dan Cech 1988). Berdasarkan hasil penelitian, presentase jumlah monosit yang paling tinggi terdapat pada kontrol dengan nilai 26%, sedangkan yang paling rendah terdapat pada perlakuan B dengan nilai 12%. Menurut Hurriyani (211), rendahnya jumlah monosit pada larva patin yang diberi imunostimulan tanpa diuji tantang disebabkan karena kondisi larva yang baik, sehingga monosit akan menembus dinding kapiler, masuk ke jaringan dan berdiferensiasi menjadi sel makrofag yang terikat pada jaringan dan menjadi ekstravaskuler. Nabib dan Pasaribu (1989) menyatakan bahwa trombosit berperan penting dalam proses pembekuan darah dan juga berfungsi mencegah kehilangan cairan tubuh pada kerusakan-kerusakan di permukaan. Berdasarkan hasil penelitian, persentase nilai trombosit masing-masing perlakuan menunjukkan hasil yang cukup rendah. Persentase nilai trombosit paling rendah terdapat pada perlakuan B yaitu sebesar 3%. Rendahya nilai trombosit ini diduga karena semua ikan dalam keadaan sehat dengan tingkat kelangsungan hidup 1%. Angka et al. (24) menyatakan bahwa trombosit diproduksi agar darah membeku untuk mencegah terjadinya lebih banyak pendarahan. Menurut Fujaya (24), trombosit tidak umum terdapat dalam darah pada kondisi normal. Tetapi apabila terjadi sesuatu yang mengejutkan, jumlah trombosit dapat meningkat tajam. Neutrofil adalah sel darah putih yang mengandung vakuola yang berisi lisozim untuk menghancurkan organisme yang dimakannya (Chinabut et al. 1991). Hasil penelitian menunjukkan persentase nilai neutrofil yang hampir sama. Nilai neutrofil yang didapat dari masing-masing perlakuan berkisar 14-15%. Keseragaman nilai neutrofil pada semua perlakuan diduga karena tidak adanya 27

serangan bakteri pada semua perlakuan. Hal ini menyebabkan tidak adanya perbedaan signifikan dari jumlah neutrofil dari masing-masing perlakuan. Dellman dan Brown (1989) menyatakan bahwa pada saat terjadi infeksi bakteri biasanya jumlah neutrofil dalam darah akan meningkat, hal ini disebabkan karena limfoid perlu melepas leukosit untuk melawan infeksi. Fagositosis merupakan pertahanan pertama dari respon selular yang dilakukan oleh monosit (makrofag) dan granulosit (netrofil) (Tizard 1988). Menurut Secombes (1996), proses fagositosis terjadi dalam beberapa tahap yang terdiri dari pergerakkan (kemotaksis), pelekatan partikel (antigen) pada permukaan sel, penelanan yang kemudian terjadi pembentukan fagosom, pemusnahan dan pencernaan. Berdasarkan hasil yang ditunjukan pada Gambar 14, nilai aktivitas fagositosis yang paling tinggi terjadi pada pelakuan B yaitu sebesar 37%, sedangkan yang paling rendah terdapat pada kontrol yaitu sebesar 16%. Rendahnya nilai aktivitas fagositosis pada kontrol diduga karena kontrol tidak diberikan pakan sinbiotik yang mampu membentuk sistem kekebalan tubuh pada benih ikan patin. Menurut Pirarat et al. (26), pemberian bakteri probiotik Lactobacillus rhamnosus selama 2 minggu dalam pakan mampu meningkatkan nilai aktivitas fagositosis pada ikan nila. Carver (1994) menyatakan bahwa peningkatan kekebalan tubuh dapat diketahui dari peningkatan aktivitas sel fagositik. Parameter kualitas air yang diamati selama penelitian meliputi suhu, DO, ph, dan TAN. Berdasarkan data yang ditunjukkan pada Tabel 3, kisaran suhu, DO, ph, dan TAN air selama pemeliharaan masih berada pada batas toleransi benih ikan patin. Hal ini juga dapat menjadi salah satu penyebab tidak adanya kematian ikan selama proses pemeliharaan. 28