BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 7. Bakteri Bacillus Sumber : Dokumentasi Pribadi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 7. Bakteri Bacillus Sumber : Dokumentasi Pribadi"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembentukan Organisme Bioflok Populasi Bakteri Populasi bakteri pada teknologi bioflok penting untuk diamati, karena teknologi bioflok didefinisikan sebagai teknologi yang memanfaatkan bakteri heterotrofik sebagai pengolah limbah dalam perairan (Aiyushirota 2009). Dari hasil pengamatan, diduga bakteri yang terdapat dalam bioflok adalah Bacillus (Gambar 7). Gambar 7. Bakteri Bacillus Sumber : Dokumentasi Pribadi Hasil uji mikrobiologi menunjukan jumlah koloni bakteri dalam 1 ml bioflok sebesar 86 x 10 7 cfu/ml, pertumbuhan bakteri pada media biakan nutrien agar menunjukan koloni bakteri yang berada pada bagian atas nutrien agar, warna putih dan permukaannya datar. Dari ciri-ciri yang diamati, diduga bakteri yang tumbuh dalam media agar merupakan bakteri Bacillus. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tay et al. (1982) bahwa pertumbuhan bakteri Bacillus pada media biakan menunjukan morfologi berbentuk ireguler, permukaan koloni kasar, datar dan agak mengkilap, warna koloni putih.

2 4.1.2 Kelimpahan Plankton Bioflok terbentuk oleh bermacam-macam organisme, dengan adanya bakteri dalam bioflok maka proses degradasi bahan organik akan lancar, sehingga menghasilkan zat-zat yang bermanfaat bagi pertumbuhan plankton. Bahan organik yang mengalami mineralisasi oleh bakteri akan diubah menjadi bahan anorganik seperti nitrat dan fosfat. Bahan organik ini dapat digunakan secara langsung oleh fitoplankon dalam air untuk kelangsungan hidupnya. Fitoplankton makanan bagi zooplankton, sehingga jumlahnya melimpah. Hal ini menyebabkan perairan tersebut menjadi subur. Zooplankton merupakan pakan alami bagi sebagian besar ikan, dengan demikian maka ketersediaan pakan alami bagi ikan akan tetap terjaga. Kelimpahan plankton dapat menjadi indikasi tingkat kesuburan, kelimpahan plankton dipengaruhi oleh senyawa nitrat dan fosfat yang merupakan elemen utama bagi pertumbuhan plankton. Hasil kelimpahan plankton pada media bioflok tercantum pada Tabel 4. Tabel 4. Kelimpahan Plankton Pada Media Bioflok No Kelompok Kelimpahan (Ind/L) 1 Chlorophyceae Rotatoria Protozoa 8100 Kelimpahan plankton yang tinggi menunjukan kesuburan yang tinggi juga, artinya ketersedian pakan alami yang berlimpah. Makanan merupakan salah satu faktor penunjang dalam perkembangan benih ikan mas koki, ikan memerlukan energi untuk kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu untuk memenuhi kebutuhan energi perlu diberikan makanan yang berkualitas tinggi sehingga memenuhi kebutuhan nutrisi ikan. Nilai nutrisi makanan, pada umumnya dilihat dari komposisi gizinya seperti kandungan protein, lemak, kadar air, serat kasar dan abu (Hariati 1989). Rotifera memiliki kandungan gizi yang tinggi, menurut Anonim (1990), kandungan gizi dari rotifera adalah: kadar air 85,70 %, protein: 8,60 %, lemak: 4,50 %, abu: 0,70 %. Terpenuhinya nutrisi dapat meningkatkan sistem

3 kekebalan tubuh pada ikan, menurut Galeotti (1998) bahan imunostimulan dapat berasal dari komponen bakteri, ekstrak tumbuhan dan hewan, serta faktor nutrisi. Selain itu, menurut Lewis et al dalam Taufik (1996), fitoplankton mempunyai aktifitas antibakteri dimana proses fotosintesa sel fitoplankton yang menghasilkan karbohidrat atau polisakarida memiliki peranan penting dalam menekan perkembangan bakteri patogen. Hasil pengamatan plankton terdapat pada Gambar 8. (a) (b) (c) Gambar 8. (a) Spirogyra, (b) Chlorella, (c) Rotatoria Sumber : Dokumentasi Pribadi 4.2 Kelangsungan Hidup Benih Ikan Mas Koki Sebelum Uji Tantang Kelangsungan hidup benih ikan mas koki merupakan sebuah tolak ukur mengenai keberhasilan benih ikan mas koki untuk hidup dalam suatu perlakuan penelitian, yaitu penambahan bioflok sebagai pakan alami untuk benih ikan mas koki. Penambahan bioflok sesuai perlakuan feeding rate, yaitu 0 %, 7 %, 14 %, 21 % dan 28 % memberikan hasil kelangsungan hidup yang sama pada setiap perlakuan yaitu 100 %. Kelangsungan hidup yang tinggi dari semua perlakuan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya kualitas benih awal ikan mas koki, pakan yang diberikan dan kualitas air selama pemeliharaan. Kualitas benih ikan merupakan faktor penting yang menunjang keberhasilan budidaya ikan. Kualitas benih ikan yang bermutu baik dapat membantu ikan tahan terhadap kondisi lingkungan yang buruk dan nutrisi dari pakan yang kurang baik. Pada penelitian ini benih ikan mas koki yang digunakan bermutu baik sehingga dapat menghasilkan kelangsungan hidup yang tinggi yaitu 100 %.

4 Pemberian bioflok sebagai pakan alami sesuai feeding rate ternyata memerlukan waktu untuk benih ikan mas koki menyesuaikan dengan pakan alami bioflok yang diberikan. Waktu yang diperlukan yaitu selama empat hari untuk adaptasi sampai benih ikan mas koki mulai memakan pakan alami bioflok. Pemeliharaan benih ikan mas koki yang diberi pakan alami bioflok sebelum uji tantang dilakukan selama 20 hari. Menurut Supriyadi (2004) pemberian pakan alami yang tepat pada benih ikan mas koki adalah sekitar 10 % - 15 % dari bobot tubuhnya. Pada benih ikan mas koki tanpa pemberian pakan alami bioflok kelangsungan hidupnya sama dengan benih ikan mas koki yang diberi pakan alami bioflok yaitu 100 %. Hal ini dipengaruhi oleh pakan buatan yang diberikan pada benih ikan mas koki selama pemeliharaan yaitu pakan buatan PF-600 dengan kandungan protein sebanyak 39 % sehingga dapat memenuhi nutrisi yang dibutuhkan oleh benih ikan mas koki untuk kelangsungan hidupnya. Kualitas air berperan sangat penting sebagai media hidup bagi ikan, maka dalam budidaya perairan, kualitas air atau media hidup bagi ikan mutlak diperhatikan demi menjaga kehidupan yang sesuai bagi ikan budidaya. Pengamatan kualitas air media pemeliharaan benih ikan mas koki sebelum uji tantang tercantum pada Tabel 5. Tabel 5. Kisaran Kualitas Air Media Pemeliharaan Benih Ikan Mas koki No Parameter Kisaran Optimum * Kisaran Selama Pemeliharaan 1 Suhu (ºC) ,3-24,8 2 ph 5-7 ppm 6,4-7,1 3 DO 6-7 6,4-6,9 4 Amonia <1 0,003-0,006 Keterangan : * Menurut Bachtiar (2005) Derajat kelangsungan hidup benih ikan mas koki selama penelitian adalah 100% pada setiap perlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas air selama penelitian masih dalam keadaan yang layak untuk menunjang derajat kelangsungan hidup benih ikan mas koki. Kualitas air selama pemeliharaan berada pada kisaran normal disebabkan secara rutin dilakukan penyiponan atau pergantian air dalam akuarium.

5 4.3 Pengamatan Gejala Klinis Ikan Mas Koki Pasca Uji Tantang Pengamatan gejala klinis dilakukan setelah uji tantang, pengamatan gejala klinis pada benih ikan mas koki yang diinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila dengan kepadatan 10 8 cfu/ml meliputi pengamatan ciri fisik, respon terhadap pakan dan pengamatan respon terhadap kejutan (Lampiran 3). Tujuan dari dilakukannya uji tantang ini yaitu untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pemberian bioflok untuk mencegah serangan bakteri Aeromonas hydrophila. Pengamatan ciri fisik dilakukan dengan cara mengamati kerusakan tubuh ikan mas koki bagian luar akibat terinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila. Pengamatan gejala klinis ciri fisik benih ikan mas koki yang terinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila mulai terlihat setelah dilakukan pengamatan selama 4 jam, ikan mas koki yang diinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila mengalami gejala stres, cenderung berenang di permukaan air dan berada dekat aerasi. Pada hari kedua ciri fisik mulai terlihat pada perlakuan D dan E (pemberian bioflok 21 % dan 28 %) yaitu terdapat luka dan bercak-bercak merah di sekitar kepala, tubuh dan pangkal sirip punggung. Pada hari ke-3 semua perlakuan telah terlihat gejala klinis serangan bakteri Aeromonas hydrophila yaitu pada perlakuan D dan E (pemberian bioflok 21 % dan 28 %) luka pada ikan semakin besar menjadi tukak dan bengkak pada bagian tubuh ikan disertai pendarahan, sisik terlepas, warna ikan kusam, gerakan ikan cenderung lamban dan berenang di permukaan air. Pada perlakuan A (pemberian bioflok 0 %) terdapat tukak di bagian tubuh ikan, warna kusam, sisik terlepas, gerakan ikan lamban dan mengap-mengap di permukaan air. Pada perlakuan B (pemberian bioflok 7 %) terdapat luka pada bagian tubuh ikan dan sisik ikan mengalami kerusakan. Pengamatan pada perlakuan C (pemberian bioflok 14 %) gejala klinis yang terlihat yaitu terdapat bercak-bercak merah di sekitar kepala dan tubuh ikan, warna ikan cemerlang, ikan yang dipelihara mengalami gejala stres (Gambar 9).

6 (a) Gambar 9. Gejala Klinis Pasca Uji Tantang, (a) Terdapat Tukak Pada Punggung Ikan, (b) Terdapat Luka Pada Punggung Ikan Sumber : Dokumentasi Pribadi (b) Pengamatan respon terhadap kejutan dilakukan dengan cara memberikan ketukan pada dinding akuarium tempat pemeliharaan, respon dikatakan baik apabila ketika akuarium diketuk ikan langsung merespon menjauhi dinding akuarium, namun sebaliknya respon ikan dikatakan kurang apabila disaat dinding akuarium diketuk ikan tidak merespon dan cenderung diam. Pada ikan yang dipelihara dengan penambahan bioflok dan diinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila menunjukan hasil yang berbeda-beda terhadap respon gerak yang diperlihatkan ikan untuk kembali pada kondisi normal (Tabel 6). Tabel 6. Respon Kejutan Benih Ikan Mas Koki Pasca Uji Tantang Pengamatan Perlakuan Hari Ke - A B C D E Keterangan : ( + ) : Respon terhadap kejutan normal dan aktif ( - ) : Respon terhadap kejutan tidak ada

7 Hasil pengamatan yang dilakukan menunjukan bahwa penambahan bioflok memberikan pengaruh terhadap ketahanan benih ikan mas koki dari serangan bakteri Aeromonas hydrophila. Pada perlakuan A (pemberian bioflok 0 %) waktu kembali normal benih ikan mas koki terhadap respon kejutan memerlukan waktu yang cukup lama yaitu pada hari ketujuh, sedangkan pada perlakuan B (pemberian bioflok 7 %) waktu kembali normal pada hari keenam. Pada perlakuan C (pemberian bioflok 14 %) membuat aktivitas atau gerak udang lebih cepat kembali normal yaitu pada hari keempat. Pada perlakuan D dan E (pemberian bioflok 21 % dan 28 %) benih ikan mas koki kembali normal pada hari kedelapan. Pengamatan respon terhadap pakan dilakukan dengan cara memberikan pakan kepada ikan yang telah diinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila, respon ikan terhadap pakan dikatakan baik apabila pada saat ikan diberi pakan langsung merespon dengan memakan pakan yang diberikan. Namun, sebaliknya respon ikan terhadap pakan dikatakan kurang jika pada saat pakan diberikan ikan tidak merespon dan cenderung menjauhinya. Pada ikan yang dipelihara dengan penambahan bioflok, respon ikan terhadap pemberian pakan bervariasi. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh perlakuan penambahan bioflok terhadap patogenitas bakteri Aeromonas hydrophila. Respon yang diperlihatkan ikan mas koki untuk kembali normal tertera pada Tabel 7. Tabel 7. Respon Benih Ikan Mas Koki Terhadap Pakan Pasca Uji Tantang Pengamatan Perlakuan Hari Ke - A B C D E Keterangan : ( + ) : Respon terhadap pakan normal dan aktif ( - ) : Respon terhadap pakan tidak ada

8 Hasil pengamatan terhadap respon pakan benih ikan mas koki yang diinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila pada hari kesatu sampai hari ketiga respon pakan tidak ada. Kondisi tersebut sesuai dengan pendapat Sitanggang (2002) yang menyatakan salah satu ciri ikan yang terkena infeksi bakteri Aeromonas hydrophila adalah nafsu makannya berkurang. Pada perlakuan A (pemberian bioflok 0 %) respon benih ikan mas koki terhadap pakan memerlukan waktu untuk kembali normal yang cukup lama yaitu ikan normal pada hari ketujuh. Sedangkan pada perlakuan B (pemberian bioflok 7%) waktu benih ikan mas koki terhadap respon pakan kembali normal pada hari keenam. Pada perlakuan C (pemberian bioflok 14 %) respon pakan cepat kembali normal yaitu pada hari kelima. Pada perlakuan D dan E (pemberian bioflok 21% dan 28 %) respon pakan benih ikan mas koki memerlukan waktu yang paling lama dibandingkan dengan semua perlakuan yaitu respon pakan kembali normal pada hari kedelapan. Gejala klinis yang berbeda-beda dari setiap perlakuan menunjukan adanya pengaruh dari pemberian bioflok terhadap serangan bakteri Aeromonas hydrohila. Hal ini diduga karena keberadaan bakteri Bacillus dan plankton yang terdapat pada bioflok memiliki kemampuan untuk menekan patogenitas dan pertumbuhan dari bakteri patogen sehingga gejala klinisnya ringan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Moriarty (1999) bahwa Bacillus memiliki kemampuan memproduksi antibiotik dalam bentuk lipopeptida, salah satunya adalah iturin. Iturin membantu Bacillus berkompetisi dengan mikroorganisme lain sebagai antibiotik bagi mikroorganisme lain atau menurunkan tingkat pertumbuhannya. Iturin juga memiliki aktivitas antibiotik terhadap bakteri dan virus patogen. Selain itu, menurut Lewis et al. dalam Taufik (1996) fitoplankton mempunyai aktifitas antibakteri dimana proses fotosintesa sel fitoplankton yang menghasilkan karbohidrat atau polisakarida memiliki peranan penting dalam menekan perkembangan bakteri patogen sehingga gejala klinis yang terjadi tergolong ringan. Namun, pemberian pakan alami dengan jumlah yang melebihi atau kurang dari kebutuhan tubuh memberikan efek buruk pada kondisi benih ikan mas koki.

9 Jumlah Ikan Mati (ekor) 4.3 Kelangsungan Hidup Benih Ikan Mas Koki Pasca Uji Tantang Kelangsungan hidup adalah persentase ikan yang hidup dari jumlah seluruh ikan yang dipelihara dalam suatu wadah. Kelangsungan hidup merupakan salah satu parameter keberhasilan organisme tersebut untuk hidup dalam suatu perlakuan penelitian dalam hubungannya dengan ketahanan terhadap lingkungan, parasit dan penyakit. Pengamatan kelangsungan hidup benih ikan mas koki yang diinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila bertujuan untuk mengetahui apakah pemberian bioflok dapat meningkatkan ketahanan tubuh ikan terhadap bakteri yang diinfeksikan. Berdasarkan hasil pengamatan, mortalitas ikan mas koki yang dipelihara dengan media yang ditambahkan bioflok dan diinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila memberikan hasil yang berbeda-beda antar perlakuan, data mortalitas dapat dilihat pada Gambar feeding rate 0 % feeding rate 7 % feeding rate 14 % feeding rate 21 % feeding rate 28 % Pengamatan Hari Ke- Gambar 10. Grafik Jumlah Ikan Mati Pasca Uji Tantang Mortalitas pada setiap perlakuan memberikan hasil yang berbeda pada setiap harinya, mortalitas benih ikan mas koki yang tinggi terjadi pada hari kedua setelah penginjeksian. Hal ini diduga antibodi pada tubuh ikan memerlukan waktu yang cukup lama untuk menghambat serangan bakteri Aeromonas hydrophila. Pada hari ketiga sampai dengan hari kedelapan mortalitas ikan mengalami

10 Kelangsungan Hidup (%) penurunan, pada hari kesembilan sampai hari keempat belas tidak terjadi kematian pada benih ikan mas koki. Dari hasil pengamatan yang dilakukan selama 14 hari, maka dapat dihitung tingkat kelangsungan hidup benih ikan mas koki. Tingkat kelangsungan hidup benih ikan mas koki pada masing-masing perlakuan tertera pada Gambar %. 7% 14% 21% 28% Feeding rate (%) Gambar 11. Grafik Kelangsungan Hidup Benih Ikan Mas Koki Perbedaan perlakuan pada saat pemeliharaan benih ikan mas koki setelah uji tantang memberikan persentase kelangsungan hidup yang berbeda, hal ini menandakan bahwa penambahan media bioflok dapat mempengaruhi ketahanan tubuh ikan mas koki terhadap serangan bakteri Aeromonas hydrophila. Pada perlakuan A (penambahan bioflok 0 %) persentase kelangsungan hidup rendah yaitu 57,78 %. Kelangsungan hidup yang rendah dikarenakan mekanisme pertahanan yang terjadi dalam tubuh benih ikan mas koki setelah bakteri (antigen) yang diinfeksikan masuk kedalam tubuh benih ikan mas koki adalah pertamatama antigen tersebut akan diproses oleh makrofag yang ada di dalam jaringan. Makrofag sebagai antigen precenting cell akan memberikan pesan kepada limposit sehingga produksi dan proliferasi limfosit menjadi sel plasma akan meningkat. Kemudian sel plasma akan menghasilkan antibodi sebagai mekanisme kekebalan humoral (Anderson 1974 dalam Haryani 2012). Mekanisme ketahanan tubuh ini memerlukan waktu yang lama dan melalui reaksi-reaksi yang kompleks,

11 oleh karena itu ketika benih ikan mas koki diinfeksikan bakteri Aeromonas hydrophila mekanisme ketahanan tubuh ikan tidak dapat melindungi ikan dari bakteri patogen sehingga mudah terserang penyakit dan kelangsungan hidupnya rendah. Kelangsungan hidup yang rendah ini, juga disebabkan benih ikan mas koki pada perlakuan A (Penambahan Bioflok 0 %) mengalami gejala klinis yang cukup berat dan respon ikan terhadap pakan memerlukan waktu yang relatif lama sehingga benih ikan mas koki kekurangan asupan nutrisi yang dapat menyebabkan ikan menjadi lemah dan mudah terserang penyakit sehingga kelangsungan hidupnya rendah. Pada perlakuan B dan C (pemberiaan bioflok 7 % dan 14 %) memberikan persentase kelangsungan hidup yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan A (pemberian bioflok 0 %) yaitu 68,89 % dan 75,56 %. Hal ini diduga karena organisme yang ada dalam bioflok merupakan imunostimulan, menurut Galeotti 1998) bahan imunostimulan dapat berasal dari komponen bakteri, ekstrak tumbuhan dan hewan, serta faktor nutrisi. Imunostimulan merupakan suatu senyawa biologi, sintesis atau bahan lainnya yang dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh (Raa et al 1992). Galeotti (1998) mengungkapkan bahwa imunostimulan dapat meningkatkan respon kekebalan spesifik dan non-spesifik ikan. Apabila masuk ke dalam tubuh ikan, imunostimulan akan merangsang makrofag untuk memproduksi interleukin yang akan menggiatkan sel limfosit yang kemudian membelah menjadi limfosit-t dan B (Raa et al 1992). Selanjutnya dijelaskan bahwa limfosit-t memproduksi interferon yang meningkatkan kemampuan makrofag sehingga dapat mengfagositosis bakteri, virus dan partikel asing lainnya yang masuk ke tubuh ikan. Masuknya imunostimulan juga akan merangsang makrofag untuk memproduksi lebih banyak lisozim dan komplemen. Interleukin juga menggiatkan limfosit-b menjadi meningkat dalam memproduksi antibodi. Meningkatnya antibodi pada benih ikan mas koki terlihat dari gejala klinis pada perlakuan C (pemberian bioflok 14 %) gejala klinisnya tergolong ringan sehingga respon pakan dan respon kejutan lebih cepat kembali pada kondisi normal, keadaan ini mempengaruhi kelangsungan hidup benih ikan mas koki menjadi tinggi yaitu 75,56 %. Sedangkan pada perlakuan B (pemberian

12 bioflok 7 %) memberikan persentase yang lebih rendah dari perlakuan C (pemberian bioflok 14 %) namun lebih tinggi dari perlakuan A (pemberian bioflok 0 %) yaitu 68, 69 %. Perbedaan persentase kelangsungan hidup ini menunjukan pemberian bioflok optimum sebanyak 14 % dari bobot biomassa benih ikan mas koki, sehingga pemberian bioflok 7 % dari bobot biomassa benih ikan mas koki tidak mencukupi untuk meningkatkan ketahanan tubuh ikan terhadap serangan bakteri Aeromonas hydrophila. Pada perlakuan D dan E (pemberian bioflok 21 % dan 28 %) persentase kelangsungan hidupnya rendah yaitu 51,11 % dan 42,22 %. Hal ini menunjukan pemberian bioflok hanya efektif sampai pemberian 14 % dari bobot biomassa benih ikan mas koki. Pemberian bioflok yang berlebih memberikan efek negatif terhadap benih ikan mas koki, salah satunya adalah mengganggu kesetimbangan media pemeliharaan benih ikan mas koki sehingga ikan mengalami stress, kondisi ini membuat ikan menjadi lemah dan mudah terserang penyakit. Dilihat dari gejala klinisnya yang mulai terlihat sejak hari kedua benih ikan mas koki sudah terserang bakteri Aeromonas hydrophila, respon pakan dan respon kejutan pada perlakuan D dan E (pemberian bioflok 21 % dan 28 %) memerlukan waktu kembali normal yang lama. Hal ini membuat benih ikan mas koki kekurangan asupan nutrisi sehingga kelangsungan hidupnya rendah. Hasil analisis sidik ragam kelangsungan hidup benih ikan mas koki menunjukan bahwa perlakuan penambahan pakan alami bioflok sebagai upaya pencegahan infeksi bakteri Aeromonas hydrophila memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kelangsungan benih ikan mas koki. Hasil uji Duncan pada taraf kepercayaan 95 % memperlihatkan bahwa rata-rata tingkat kelangsungan hidup benih ikan mas koki pada perlakuan D (pemberian bioflok 21%) dengan perlakuan A dan E (pemberian bioflok 0 % dan 28 %) tidak berbeda nyata, namun perlakuan A (pemberian bioflok 0 %) berbeda nyata dengan perlakuan E (pemberian bioflok 28 %). Perlakuan B (pemberian bioflok 7 %) dengan perlakuan A dan C (pemberian bioflok 0 % dan 14 %) tidak berbeda nyata, namun pada petlakuan C (pemberian bioflok 14 %) dan A (pemberian bioflok 0 %) terdapat perbedaan yang berbeda nyata (Tabel 8).

13 Kelangsungan Hidup (%) Tabel 8. Kelangsungan Hidup Ikan Mas Koki Setelah Uji Duncan Feeding Rate (%) Kelangsungan Hidup (%) Signifikan 0 57,78 ± 10,18 bc 7 68,89 ± 13,87 cd 14 75,56 ± 13,87 d 21 51,11 ± 3,84 ab 28 42,22 ± 10,18 a Keterangan : Tiap rata-rata perlakuan yang diikuti huruf yang sama memberikan pengaruh tidak berbeda nyata menurut uji Duncan Tingkat kelangsungan hidup tertinggi diperoleh pada perlakuan C (pemberian bioflok 14 %), menunjukan bahwa penambahan bioflok sebanyak 14 % dari bobot biomassa ikan merupakan jumlah yang paling tepat untuk mempertahankan kehidupan benih ikan mas koki yang diinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila selama masa pengamatan 14 hari. Berdasarkan analisis regresi (Lampiran 6) menunjukan bahwa adanya pengaruh dari pemberian bioflok terhadap tingkat kelangsungan hidup benih ikan mas koki yang diinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila (Gambar 12) y = x x R² = Pemberian Bioflok (Feeding Rate) Gambar 12. Grafik Hubungan Pemberian Bioflok Terhadap Tingkat Kelangsungan Hidup Benih Ikan Mas Koki

14 Pada Gambar 12 terlihat bahwa analisis regresi untuk melihat antara pemberian bioflok dan tingkat kelangsungan hidup benih ikan mas koki yang diinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila menghasilkan hubungan kuadratik dengan mengikuti persamaan y = -0,103x 2 + 2,203x + 58,73. Dari hasil analisis regresi, pemberian pakan alami bioflok terhadap kelangsungan hidup akan optimum pada pemberian pakan alami bioflok 10,631 % dari bobot biomassa ikan dan nilai kelangsungan hidup optimum benih ikan mas koki sebesar 70,446 %. 4.5 Kualitas Air Dalam usaha budidaya kualitas air harus selalu diperhatikan agar keberadaan ikan budidaya dalam lingkungan yang baik dan seimbang. Kualitas air yang tidak mendukung atau kurang baik dapat menyebabkan ikan stres dan mudah terserang penyakit. Kisaran kualitas air selama penelitian tertera pada Tabel 9. Tabel 9. Kualitas Air Media Pemeliharaan Benih Ikan Mas Koki Parameter Kisaran Kisaran Selama Penelitian Optimum* 0 7 % 14 % 21 % 28 % Suhu 22º - 26ºC 23,9-24,5 24,2-24,7 23,7-24,3 23,3-23,9 23,8-23,9 DO 5-7 ppm 6,2-6,6 6,0-6,3 6,2-6,3 6,0-6,2 6,1-6,3 Amonia mg/l <1 0,003-0,006 0,003-0,006 0,003-0,006 0,006-0,01 0,006-0,01 Keterangan : *Bachtiar 2005 Hasil pengukuran kualitas air selama penelitian yang diperoleh menunjukan ph air antara 6,4 6,9, suhu air antar 23,3º - 24,7ºC, DO antara 6,2 6,6 dan amonia antara ,01. Dari hasil pengukuran kualitas air ph, Suhu, DO dan amonia tidak menunjukan adanya perbedaan dengan kualitas air yang disyaratkan bagi usaha budidaya ikan mas koki.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan Gejala Klinis Pengamatan gejala klinis pada benih ikan mas yang diinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila meliputi kelainan fisik ikan, uji refleks, dan respon

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Hematokrit Ikan Hematokrit adalah persentase sel darah merah dalam darah, bila kadar hematokrit 40% berarti dalam darah tersebut terdiri dari 40% sel darah merah dan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini terdiri dari dua tahap, tahap pertama dilaksanakan di laboratorium bioteknologi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unpad, tahap

Lebih terperinci

Lampiran 1. Perhitungan Kebutuhan Molase Perhitungan untuk molase adalah sebagai berikut :

Lampiran 1. Perhitungan Kebutuhan Molase Perhitungan untuk molase adalah sebagai berikut : LAMPIRAN Lampiran 1. Perhitungan Kebutuhan Molase Perhitungan untuk molase adalah sebagai berikut : CH = N %C x E /(C /N) Keterangan : CH :Jumlah karbon yang harus ditambah. N :Degradasi residu N oleh

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Gambar 4. Borok Pada Ikan Mas yang Terinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophila

BAB IV PEMBAHASAN. Gambar 4. Borok Pada Ikan Mas yang Terinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophila BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Gejala Klinis Ikan Mas yang Terinfeksi Aeromonas hydrophila Pengamatan gejala klinis pada ikan mas yang diinfeksi Aeromonas hydrophila meliputi kerusakan jaringan tubuh dan perubahan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gejala Klinis Ikan Nilem yang Terinfeksi Aeromonas hydrophila 4.1.1 Kerusakan Tubuh Berdasarkan hasil pengamatan, gejala klinis yang pertama kali terlihat setelah ikan diinfeksikan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Berdasarkan hasil pengamatan selama 40 hari massa pemeliharaan terhadap benih ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) diketahui rata-rata tingkat kelangsungan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Air Kualitas hidup ikan akan sangat bergantung dari keadaan lingkunganya. Kualitas air yang baik dapat menunjang pertumbuhan, perkembangan, dan kelangsungan hidup

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gejala Klinis Benih Lele Sangkuriang yang terinfeksi Aeromonas hydrophila Pengamatan gejala klinis benih lele sangkuriang yang diinfeksikan Aeromonas hydrophila meliputi

Lebih terperinci

Gambar 1 Rata-rata Jumlah Sel Darah Putih Ikan Lele Dumbo Setiap Minggu

Gambar 1 Rata-rata Jumlah Sel Darah Putih Ikan Lele Dumbo Setiap Minggu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Jumlah Sel Darah Putih (Leukosit) Ikan Lele Dumbo Pada penelitian ini dihitung jumlah sel darah putih ikan lele dumbo untuk mengetahui pengaruh vitamin dalam meningkatkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelangsungan hidup dari setiap perlakuan memberikan hasil yang berbeda-beda. Tingkat kelangsungan hidup yang paling

Lebih terperinci

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat Kelangsungan Hidup BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

Gambar 2. Grafik Pertumbuhan benih ikan Tagih

Gambar 2. Grafik Pertumbuhan benih ikan Tagih BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju Pertumbuhan Laju pertumbuhan merupakan penambahan jumlah bobot ataupun panjang ikan dalam periode waktu tertentu. Pertumbuhan terkait dengan faktor luar dan dalam

Lebih terperinci

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang Bobot ikan (g) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju Pertumbuhan Pertumbuhan merupakan penambahan jumlah bobot ataupun panjang ikan dalam satu periode waktu tertentu. Pertumbuhan dapat diartikan sebagai

Lebih terperinci

Gambar 9a-d. Gejala Klinis Penyakit MAS (Motile Aeromonas Septicemia)

Gambar 9a-d. Gejala Klinis Penyakit MAS (Motile Aeromonas Septicemia) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengamatan Gejala Klinis Pengamatan gejala klinis pada benih ikan mas sebagai ikan uji yang terinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila dilakukan dengan mengamati kerusakan

Lebih terperinci

Gambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Rata-rata Benih Lele Dumbo pada Setiap Periode Pengamatan

Gambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Rata-rata Benih Lele Dumbo pada Setiap Periode Pengamatan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Laju Pertumbuhan adalah perubahan bentuk akibat pertambahan panjang, berat, dan volume dalam periode tertentu (Effendi, 1997). Berdasarkan hasil

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama ikan air tawar. Ikan patin siam (Pangasius hypophthalmus)

BAB I PENDAHULUAN. terutama ikan air tawar. Ikan patin siam (Pangasius hypophthalmus) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan masyarakat terhadap protein hewani dari ikan mengalami peningkatan pesat di setiap tahunnya. Berdasarkan data yang diperoleh, tingkat konsumsi ikan nasional

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Parameter pada penelitian pembesaran ikan lele ini meliputi derajat kelangsungan hidup, laju pertumbuhan mutlak, laju pertumbuhan harian, perhitungan jumlah bakteri

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Berdasarkan hasil yang diperoleh dari kepadatan 5 kijing, persentase penurunan total nitrogen air di akhir perlakuan sebesar 57%, sedangkan untuk kepadatan 10 kijing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Jawa Tengah (Purwanti et al., 2014). Lele dumbo merupakan jenis persilangan lele

BAB I PENDAHULUAN. di Jawa Tengah (Purwanti et al., 2014). Lele dumbo merupakan jenis persilangan lele BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) adalah salah satu komoditas ikan air tawar yang bernilai ekonomis tinggi dan dapat dipelihara pada padat penebaran tinggi. Ikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan lele dumbo (Clarias sp.) merupakan ikan air tawar yang banyak dibudidaya secara intensif hampir di seluruh wilayah Indonesia. Hal ini disebabkan ikan lele dumbo

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan mas (Cyprinus carpio L) merupakan salah satu jenis ikan air tawar

I. PENDAHULUAN. Ikan mas (Cyprinus carpio L) merupakan salah satu jenis ikan air tawar I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan mas (Cyprinus carpio L) merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sangat populer di masyarakat. Selain dagingnya yang enak, ikan mas juga memiliki nilai jual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus) merupakan ikan lele hasil persilangan antara induk betina F 2 dengan induk jantan F 6 sehingga menghasilkan F 26. Induk jantan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut ini adalah hasil penelitian dari perlakuan perbedaan substrat menggunakan sistem filter undergravel yang meliputi hasil pengukuran parameter kualitas air dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit MAS (Motile Aeromonas Septicemia). Penyakit ini juga dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. penyakit MAS (Motile Aeromonas Septicemia). Penyakit ini juga dikenal sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan patin siam (P. hypophthalmus) merupakan salah satu komoditas ikan konsumsi air tawar yang bernilai ekonomis penting karena beberapa kelebihan yang dimiliki seperti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang 70% alamnya merupakan perairan

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang 70% alamnya merupakan perairan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang 70% alamnya merupakan perairan yang terdiri dari rawa, sungai, danau, telaga, sawah, tambak, dan laut. Kekayaan alam ini sangat potensial

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budidaya ikan lele merupakan salah satu jenis usaha budidaya perikanan yang semakin berkembang. Budidaya lele berkembang pesat dikarenakan teknologi budidaya yang relatif

Lebih terperinci

KESEHATAN IKAN. Achmad Noerkhaerin P. Jurusan Perikanan-Untirta

KESEHATAN IKAN. Achmad Noerkhaerin P. Jurusan Perikanan-Untirta KESEHATAN IKAN Achmad Noerkhaerin P. Jurusan Perikanan-Untirta Penyakit adalah Akumulasi dari fenomena-fenomena abnormalitas yang muncul pada organisme (bentuk tubuh, fungsi organ tubuh, produksi lendir,

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil dari penelitian yang dilakukan berupa parameter yang diamati seperti kelangsungan hidup, laju pertumbuhan bobot harian, pertumbuhan panjang mutlak, koefisien keragaman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Lele Dumbo 2.1.1. Klasifikasi Ikan Lele Dumbo Klasifikasi ikan lele dumbo menurut (Saanin,1984) adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Sub kingdom : Metazoa Phylum

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Hasil pengamatan kelangsungan hidup larva ikan Nilem selama 15 hari dengan pemberian Artemia yang diperkaya dengan susu bubuk afkir 0,3 g/l, 0,5 g/l,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masamo (Clarias gariepinus >< C. macrocephalus) merupakan lele varian baru.

I. PENDAHULUAN. masamo (Clarias gariepinus >< C. macrocephalus) merupakan lele varian baru. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lele merupakan salah satu jenis ikan unggulan budidaya ikan air tawar. Lele masamo (Clarias gariepinus >< C. macrocephalus) merupakan lele varian baru. Lele masamo diperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. relatif mudah, dapat memanfaatkan berbagai jenis bahan sebagai makanannya,

BAB I PENDAHULUAN. relatif mudah, dapat memanfaatkan berbagai jenis bahan sebagai makanannya, i BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) adalah salah satu ikan air tawar yang memiliki sejumlah keistimewaan yaitu pertumbuhannya cepat, pemeliharaanya relatif mudah,

Lebih terperinci

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan % BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Berdasarkan hasil pengamatan terhadap benih Lele Sangkuriang selama 42 hari masa pemeliharaan diketahui bahwa tingkat penggunaan limbah ikan tongkol

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Lele Dumbo 2.1.1. Taksonomi Klasifikasi atau pengelompokkan ikan lele dumbo menurut Bachtiar (2007) adalah sebagai berikut : Filum Kelas Sub kelas Ordo Sub ordo Famili

Lebih terperinci

II. METODOLOGI 2.1 Metode Penelitian Karakterisasi Sifat Biokimia dan Fisiologi A. hydrophila Uji Postulat Koch

II. METODOLOGI 2.1 Metode Penelitian Karakterisasi Sifat Biokimia dan Fisiologi A. hydrophila Uji Postulat Koch II. METODOLOGI 2.1 Metode Penelitian 2.1.1 Karakterisasi Sifat Biokimia dan Fisiologi A. hydrophila Pewarnaan Gram adalah salah satu teknik pewarnaan yang penting dan luas yang digunakan untuk mengidentifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Lele dumbo (Clarias gariepinus) merupakan salah satu ikan air tawar yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Lele dumbo (Clarias gariepinus) merupakan salah satu ikan air tawar yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lele dumbo (Clarias gariepinus) merupakan salah satu ikan air tawar yang sering dipelihara dan dibudidayakan oleh masyarakat Indonesia. Alasan utama masyarakat memelihara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perubahan Kualitas Gizi Kulit Kopi Keterbatasan pemanfaatan bahan baku yang berasal dari limbah agroindustri yaitu keberadaan serat kasar yang tinggi dan zat anti nutrisi,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL. Pertumbuhan. Perlakuan A (0%) B (5%) C (10%) D (15%) E (20%) gurame. Pertambahan

BAB IV HASIL. Pertumbuhan. Perlakuan A (0%) B (5%) C (10%) D (15%) E (20%) gurame. Pertambahan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pertumbuhan Bobot Mutlak dan Laju Pertumbuhan Bobot Harian Pertumbuhan adalah perubahan bentuk akibat pertambahan panjang, berat, dan volume dalam periode tertentu (Effendi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN IKAN PATIN SIAM (Pangasianodon hypopthalmus) YANG DIPELIHARA DENGAN SISTEM BIOFLOK PADA Feeding Rate YANG BERBEDA

PERTUMBUHAN IKAN PATIN SIAM (Pangasianodon hypopthalmus) YANG DIPELIHARA DENGAN SISTEM BIOFLOK PADA Feeding Rate YANG BERBEDA e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume IV No 1 Oktober 2015 ISSN: 2302-3600 PERTUMBUHAN IKAN PATIN SIAM (Pangasianodon hypopthalmus) YANG DIPELIHARA DENGAN SISTEM BIOFLOK PADA Feeding

Lebih terperinci

Lampiran 1a. Pengenceran konsentrasi bakteri dalam biakan murni dengan teknik pengenceran berseri

Lampiran 1a. Pengenceran konsentrasi bakteri dalam biakan murni dengan teknik pengenceran berseri Lampiran 1a. Pengenceran konsentrasi bakteri dalam biakan murni dengan teknik pengenceran berseri A 2 lup biakan bakteri padat Inkubasi+shaker (suhu kamar, 18-24 jam) a b b b 0.1 ml 0.1 ml 0.1ml 1:10-1

Lebih terperinci

PEMBAEIASAN. leukosit, jenis leukosit, nilai indeks fagositik serta adanya perbedaan tingkat

PEMBAEIASAN. leukosit, jenis leukosit, nilai indeks fagositik serta adanya perbedaan tingkat PEMBAEIASAN Penambahan Spirulina platensis dalam pakan ikan sebanyak 296, 4% dan 6% baik secara kontinyu maupun diskontinyu dapat meningkatkan respon kekebalan ikan patin. Peningkatan ini dapat dilihat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup (SR) Kelangsungan hidup merupakan suatu perbandingan antara jumlah organisme yang hidup diakhir penelitian dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

OPTIMASI BUDIDAYA SUPER INTENSIF IKAN NILA RAMAH LINGKUNGAN:

OPTIMASI BUDIDAYA SUPER INTENSIF IKAN NILA RAMAH LINGKUNGAN: OPTIMASI BUDIDAYA SUPER INTENSIF IKAN NILA RAMAH LINGKUNGAN: DINAMIKA MIKROBA BIOFLOK Widanarni Dinamella Wahjuningrum Mia Setiawati INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 BUDIDAYA INTENSIF SUPLAI PAKAN (PROTEIN)

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian Jenis nutrien Kandungan (%) 2.2 Metode Penelitian Rancangan Penelitian

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian Jenis nutrien Kandungan (%) 2.2 Metode Penelitian Rancangan Penelitian II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian Ikan nilem yang digunakan berasal dari Cijeruk. Pada penelitian ini digunakan ikan nilem berumur 4 minggu sebanyak 3.150 ekor dengan ukuran panjang 5,65 ± 0,62

Lebih terperinci

menjaga kestabilan kondisi rumen dari pengaruh aktivitas fermentasi. Menurut Ensminger et al. (1990) bahwa waktu pengambilan cairan rumen berpengaruh

menjaga kestabilan kondisi rumen dari pengaruh aktivitas fermentasi. Menurut Ensminger et al. (1990) bahwa waktu pengambilan cairan rumen berpengaruh HASIL DAN PEMBAHASAN Derajat Keasaman (ph) Rumen Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi (P>0,05) antara jenis ransum dengan taraf suplementasi asam fulvat. Faktor jenis ransum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan mas (Cyprinus carpio L.) sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Ikan air tawar yang bernilai ekonomis cukup penting ini sudah sangat dikenal luas oleh

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Pertumbuhan Bobot, Panjang, dan Biomassa Peningkatan bobot rerata dan biomassa ikan sidat yang diberi perlakuan perendaman hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan konsumsi yang dinilai memiliki nilai ekonomis tinggi adalah ikan mas. Data

I. PENDAHULUAN. Ikan konsumsi yang dinilai memiliki nilai ekonomis tinggi adalah ikan mas. Data I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan konsumsi yang dinilai memiliki nilai ekonomis tinggi adalah ikan mas. Data KKP menunjukkan bahwa produksi ikan mas pada tahun 2010 mencapai 282.695 ton, dengan persentasi

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Akuakultur Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Padjadjaran, Jatinangor Sumedang, Jawa Barat. Penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu ikan air tawar yang terus dikembangkan di Indonesia yaitu ikan mas.

I. PENDAHULUAN. Salah satu ikan air tawar yang terus dikembangkan di Indonesia yaitu ikan mas. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu ikan air tawar yang terus dikembangkan di Indonesia yaitu ikan mas. Ikan mas (Cyprinus carpio L) merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sangat populer

Lebih terperinci

PENGARUH KUALITAS AIR TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA (Oreochromis sp.) DI KOLAM BETON DAN TERPAL

PENGARUH KUALITAS AIR TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA (Oreochromis sp.) DI KOLAM BETON DAN TERPAL PENGARUH KUALITAS AIR TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA (Oreochromis sp.) DI KOLAM BETON DAN TERPAL FAISOL MAS UD Dosen Fakultas Perikanan Program Studi Manajemen Sumber Daya Perairan Universitas Islam Lamongan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tawar yang cukup digemari masyarakat Indonesia. Ikan ini memiliki nilai

BAB I PENDAHULUAN. tawar yang cukup digemari masyarakat Indonesia. Ikan ini memiliki nilai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan tawes (Barbonymus gonionotus) termasuk salah satu jenis ikan air tawar yang cukup digemari masyarakat Indonesia. Ikan ini memiliki nilai ekonomis yang cukup

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kecerahan Warna Timbulnya warna ikan secara alami disebabkan tersedianya karotenoid dari makanan alami (Simpson et al. 1981 dalam Utomo dkk 2006), sedangkan sumber

Lebih terperinci

Gambar 4. Kelangsungan Hidup Nilem tiap Perlakuan

Gambar 4. Kelangsungan Hidup Nilem tiap Perlakuan Kelangsugan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelangsungan Hidup Nilem Pada penelitian yang dilakukan selama 30 hari pemeliharaan, terjadi kematian 2 ekor ikan dari total 225 ekor ikan yang digunakan.

Lebih terperinci

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS KD 3.8. Menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama fermentasi berlangsung terjadi perubahan terhadap komposisi kimia substrat yaitu asam amino, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral, selain itu juga

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Kelangsungan hidup dapat digunakan sebagai tolok ukur untuk mengetahui toleransi dan kemampuan ikan untuk hidup dan dinyatakan sebagai perbandingan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Lele Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Filum: Chordata Kelas : Pisces Ordo : Ostariophysi Famili : Clariidae Genus : Clarias Spesies :

Lebih terperinci

Seminar Nasional Tahunan Ke-IV Hasil-Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan

Seminar Nasional Tahunan Ke-IV Hasil-Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan ANALISA KELULUSHIDUPAN DAN PERTUMBUHAN IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias gariepinus Burchell, 1822) DENGAN PERENDAMAN REKOMBINAN GROWTH HORMONE (rgh) DAN VAKSIN Arya Nada 1, Fajar Basuki 2, Alfabetian Harjuno

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelangsungan Hidup Berdasarkan hasil pengamatan dari penelitian yang dilakukan selama 30 hari, diperoleh bahwa pengaruh salinitas terhadap kelangsungan hidup benih nila

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Probiotik Penggunaan bakteri untuk kesejahteraan manusia seperti kesehatan dan pertanian sangat menarik perhatian lebih dari satu dekade terakhir. Probiotik sudah digunakan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha budidaya ikan pada dewasa ini nampak semakin giat dilaksanakan baik secara intensif maupun ekstensif. Usaha budidaya tersebut dilakukan di perairan tawar, payau,

Lebih terperinci

PENGARUH KITOSAN DALAM MENINGKATKAN RESPON IMUN NON-SPESIFIK PADA IKAN PATIN SIAM Pangasius hypophthalmus YANG DI INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophila

PENGARUH KITOSAN DALAM MENINGKATKAN RESPON IMUN NON-SPESIFIK PADA IKAN PATIN SIAM Pangasius hypophthalmus YANG DI INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophila PENGARUH KITOSAN DALAM MENINGKATKAN RESPON IMUN NON-SPESIFIK PADA IKAN PATIN SIAM Pangasius hypophthalmus YANG DI INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophila SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagian syarat Mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Budidaya ikan hias dapat memberikan beberapa keuntungan bagi pembudidaya antara lain budidaya ikan hias dapat dilakukan di lahan yang sempit seperti akuarium atau

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KOMPOS KULIT KAKAO (Theobroma cacao) UNTUK BUDIDAYA Daphnia sp. ABSTRAK

PEMANFAATAN KOMPOS KULIT KAKAO (Theobroma cacao) UNTUK BUDIDAYA Daphnia sp. ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume II No 2 Februari 2014 ISSN: 2302-3600 PEMANFAATAN KOMPOS KULIT KAKAO (Theobroma cacao) UNTUK BUDIDAYA Daphnia sp. Arif Wibowo *, Henni Wijayanti

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Data rata-rata parameter uji hasil penelitian, yaitu laju pertumbuhan spesifik (LPS), efisiensi pemberian pakan (EP), jumlah konsumsi pakan (JKP), retensi protein

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produk Fermentasi Fermentasi merupakan teknik yang dapat mengubah senyawa kompleks seperti protein, serat kasar, karbohidrat, lemak dan bahan organik lainnya

Lebih terperinci

MANAJEMEN KUALITAS AIR

MANAJEMEN KUALITAS AIR MANAJEMEN KUALITAS AIR Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya,

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur Penelitian Bahan dan Alat Persiapan Wadah Pemeliharaan Ikan Uji Rancangan Pakan Perlakuan

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur Penelitian Bahan dan Alat Persiapan Wadah Pemeliharaan Ikan Uji Rancangan Pakan Perlakuan II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur Penelitian Penelitian ini meliputi tahap bahan dan alat, persiapan wadah pemeliharaan, ikan uji, rancangan pakan perlakuan, dan tahap pemeliharaan ikan serta pengumpulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan nila merah (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu komoditas budidaya perikanan yang banyak dikonsumsi, karena dagingnya enak, juga merupakan sumber protein

Lebih terperinci

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian 5.1.1. Pertumbuhan Bobot dan Panjang Ikan Selais (Ompok hypophthalmus) Setelah 112 hari pemeliharaan benih ikan selais (Ompok hypophthalmus) didapatkan

Lebih terperinci

PEMBERIAN PAKAN YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP BENIH IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) ABSTRAK

PEMBERIAN PAKAN YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP BENIH IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) ABSTRAK Media Litbang Sulteng IV (2) : 83 87, Desember 2011 ISSN : 1979 5971 PEMBERIAN PAKAN YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP BENIH IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) Oleh : Madinawati,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Grafik pertumbuhan benih C. macropomum yang dihasilkan selama 40 hari

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Grafik pertumbuhan benih C. macropomum yang dihasilkan selama 40 hari IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1 Pertumbuhan benih C. macropomum Grafik pertumbuhan benih C. macropomum yang dihasilkan selama 40 hari pemeliharaan disajikan pada Gambar 3. Gambar 3. Pertumbuhan C.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan lele sangkuriang merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sudah umum

I. PENDAHULUAN. Ikan lele sangkuriang merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sudah umum I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan lele sangkuriang merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sudah umum dibudidayakan oleh masyarakat Indonesia. Karakteristik dari ikan lele yang memiliki pertumbuhan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Uji LD-50 merupakan uji patogenitas yang dilakukan untuk mengetahui

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Uji LD-50 merupakan uji patogenitas yang dilakukan untuk mengetahui 41 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Uji LD-50 Uji LD-50 merupakan uji patogenitas yang dilakukan untuk mengetahui kepadatan bakteri yang akan digunakan pada tahap uji in vitro dan uji in vivo. Hasil

Lebih terperinci

PEMANFAATAN BIOFLOK DARI LIMBAH BUDIDAYA LELE DUMBO (Clarias gariepinus) SEBAGAI PAKAN NILA (Oreochromis niloticus) ABSTRAK

PEMANFAATAN BIOFLOK DARI LIMBAH BUDIDAYA LELE DUMBO (Clarias gariepinus) SEBAGAI PAKAN NILA (Oreochromis niloticus) ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume II No 2 Februari 2014 ISSN: 2302-3600 PEMANFAATAN BIOFLOK DARI LIMBAH BUDIDAYA LELE DUMBO (Clarias gariepinus) SEBAGAI PAKAN NILA (Oreochromis niloticus)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN meningkat menjadi 31,64 kg per kapita per tahun (KKP, 2012).

BAB I PENDAHULUAN meningkat menjadi 31,64 kg per kapita per tahun (KKP, 2012). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan masyarakat terhadap protein hewani dari ikan mengalami peningkatan pesat di tiap tahunnya. Berdasarkan data yang diperoleh, tingkat konsumsi ikan nasional

Lebih terperinci

II. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus

II. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus II. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2013 di Laboratorium Budidaya Perikanan Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lele dumbo (Clarias gariepinus) merupakan salah satu ikan budidaya

BAB I PENDAHULUAN. Lele dumbo (Clarias gariepinus) merupakan salah satu ikan budidaya BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Lele dumbo (Clarias gariepinus) merupakan salah satu ikan budidaya yang banyak diminati oleh masyarakat.perkembangan dan perawatan lele dumbo yang mudah menjadi alasan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 10 Mei 30 Juni 2013 selama 50

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 10 Mei 30 Juni 2013 selama 50 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 10 Mei 30 Juni 2013 selama 50 hari di Balai Benih Ikan (BBI) Natar, Kabupaten Lampung Selatan. Pembuatan pakan

Lebih terperinci

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) FUNGSI SISTEM IMUN: Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit; menghancurkan & menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan

Lebih terperinci

IMUNITAS NON-SPESIFIK DAN SINTASAN LELE MASAMO (Clarias sp.) DENGAN APLIKASI PROBIOTIK, VITAMIN C DAN DASAR KOLAM BUATAN ABSTRAK

IMUNITAS NON-SPESIFIK DAN SINTASAN LELE MASAMO (Clarias sp.) DENGAN APLIKASI PROBIOTIK, VITAMIN C DAN DASAR KOLAM BUATAN ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume IV No 2 Februari 2016 ISSN: 2302-3600 IMUNITAS NON-SPESIFIK DAN SINTASAN LELE MASAMO (Clarias sp.) DENGAN APLIKASI PROBIOTIK, VITAMIN C DAN DASAR

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis IV. HASIL DA PEMBAHASA A. Penelitian Pendahuluan 1. Analisis Karakteristik Bahan Baku Kompos Nilai C/N bahan organik merupakan faktor yang penting dalam pengomposan. Aktivitas mikroorganisme dipertinggi

Lebih terperinci

PENAMBAHAN TEPUNG BIOFLOK SEBAGAI SUPLEMEN PADA PAKAN IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias gariepinus) ABSTRAK

PENAMBAHAN TEPUNG BIOFLOK SEBAGAI SUPLEMEN PADA PAKAN IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias gariepinus) ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume IV No 2 Februari 2016 ISSN: 2302-3600 PENAMBAHAN TEPUNG BIOFLOK SEBAGAI SUPLEMEN PADA PAKAN IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias gariepinus) Cindy Ria

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Sintasan Sintasan pada penelitian ini dibagi dalam dua tahap, yakni setelah 30 hari perlakuan sinbiotik dan setelah uji tantang dengan IMNV selama 12 hari. Nilai

Lebih terperinci

Pendahuluan. Pada umumnya budidaya dilakukan di kolam tanah, dan sebagian di kolam semen.

Pendahuluan. Pada umumnya budidaya dilakukan di kolam tanah, dan sebagian di kolam semen. OLEH : Ir. SUPRATO Pendahuluan Budidaya lele telah berkembang sejak lama. Awalnya jenis ikan lele yang dibudidayakan adalah lele lokal (Clarias batrachus L.) dengan waktu pemeliharaan 6 8 bulan, dengan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Mei - Juni 2014 di Laboratorium Basah Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Mei - Juni 2014 di Laboratorium Basah Jurusan III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada Mei - Juni 2014 di Laboratorium Basah Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. 3.2 Alat dan Bahan Alat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang dibutuhkan untuk pertumbuhan larva (Renaud et.al, 1999). Pemberian pakan

I. PENDAHULUAN. yang dibutuhkan untuk pertumbuhan larva (Renaud et.al, 1999). Pemberian pakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pakan alami memiliki peran penting dalam usaha akuakultur, terutama pada proses pembenihan. Peran pakan alami hingga saat ini belum dapat tergantikan secara menyeluruh.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan budidaya perikanan (akuakultur) saat ini telah berkembang tetapi

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan budidaya perikanan (akuakultur) saat ini telah berkembang tetapi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan budidaya perikanan (akuakultur) saat ini telah berkembang tetapi terdapat kendala yang dapat menurunkan produksi berupa kematian budidaya ikan yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan nilem (Osteochilus vittatus) merupakan ikan air tawar yang termasuk kedalam famili Cyprinidae yang bersifat herbivore. Ikan ini menyebar di Asia Tenggara, di Indonesia

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di LaboratoriumPembenihan Ikan Ciparanje, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran pada bulan Maret sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Budidaya lele dumbo tergolong mudah dan pertumbuhannya relatif cepat.

BAB I PENDAHULUAN. Budidaya lele dumbo tergolong mudah dan pertumbuhannya relatif cepat. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) adalah salah satu spesies ikan air tawar yang memiliki prospek yang baik untuk dibudidayakan. Ikan tersebut memiliki laju pertumbuhan

Lebih terperinci

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA BY: Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya, karena hasil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tinggi. Budidaya ikan mas telah lama berkembang di Indonesia, karena selain

I. PENDAHULUAN. tinggi. Budidaya ikan mas telah lama berkembang di Indonesia, karena selain I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan mas merupakan salah satu jenis ikan konsumsi yang bernilai ekonomis tinggi. Budidaya ikan mas telah lama berkembang di Indonesia, karena selain mudah, peluang usaha

Lebih terperinci

PENGGUNAAN TEPUNG ONGGOK SINGKONG YANG DIFERMENTASI DENGAN Rhizopus sp. SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN IKAN NILA MERAH (Oreochromis niloticus) ABSTRAK

PENGGUNAAN TEPUNG ONGGOK SINGKONG YANG DIFERMENTASI DENGAN Rhizopus sp. SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN IKAN NILA MERAH (Oreochromis niloticus) ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume II No 2 Februari 2014 ISSN: 2302-3600 PENGGUNAAN TEPUNG ONGGOK SINGKONG YANG DIFERMENTASI DENGAN Rhizopus sp. SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN IKAN NILA

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi dan tatanama ikan nila menurut Cholik et al. (2005), adalah sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi dan tatanama ikan nila menurut Cholik et al. (2005), adalah sebagai II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi Ikan Nila Merah Ikan nila yang digunakan dalam penelitian ini adalah strain nila merah. Klasifikasi dan tatanama ikan nila menurut Cholik et al. (2005), adalah sebagai berikut

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pertumbuhan Chaetoceros sp. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi parameter kualitas air terkontrol (Lampiran 4). Selama kultur berlangsung suhu

Lebih terperinci