HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian dilakukan dari April Juli 2007 bertepatan dengan akhir musim hujan, yang merupakan salah satu puncak masa pembungaan (Hasnam, 2006c), sehingga waktu penelitian dianggap tepat karena masa pembungaan yang baik sangat penting dalam penelitian ini. Tanaman contoh dipilih dari tanaman induk jarak pagar yang ditanam di daerah dengan ketinggian ±450 m di atas permukaan laut, jenis tanah Latosol, tipe iklim B1, jumlah curah hujan mm/tahun, dan jumlah hari hujan 105 hari/tahun (Lampiran 1 dan 2). Wahid (2006) menyatakan bahwa jarak pagar tidak dapat berproduksi optimal ketika ditanam di daerah dengan curah hujan di atas 1500 mm/tahun. Hal ini karena hujan yang banyak biasanya disertai dengan tingkat per-awanan yang tinggi sehingga akan mengurangi intensitas radiasi energi surya. Jumlah malai per tanaman merupakan jumlah malai baru yang muncul pada tiap tanaman contoh dengan umur relatif sama. Bentuk malai bunga jarak pagar adalah dikasium berganda (dichasium compositum). Pada tangkai utama bunga (poros bunga) akan terbentuk dua cabang saling berhadapan. Umumnya percabangan akan terus terjadi sampai percabangan ketiga pada masing-masing tangkai bunga. Bunga mulai muncul pada percabangan kedua tiap tangkai bunga. Pada ujung masing-masing tangkai bunga akan terbentuk satu bunga betina. Berdasarkan jenis bunga yang menyusun malai, terdapat dua kecenderungan jenis malai bunga yang dibedakan menjadi dua tipe yaitu malai yang tersusun atas bunga jantan dan bunga betina saja (Tipe I), dan malai yang tersusun atas bunga jantan dan bunga hermaprodit saja (Tipe II). Dari pengamatan dilapang, dalam satu tanaman hanya terdapat satu tipe malai bunga dan umumnya malai bunga yang terbentuk pada tanaman jarak pagar adalah malai bunga Tipe I. Aksesi dengan malai bunga tipe II terbanyak adalah aksesi Jateng, dari 20 tanaman contoh tercatat 17 tanaman menghasilkan malai bunga tipe II. Tipe-tipe malai bunga jarak pagar dapat dilihat pada Gambar 2 di bawah ini.

2 19 Gambar 2. Malai bunga Tipe I (A) dan malai bunga Tipe II (B). Panah biru: bunga betina, merah: jantan, dan hitam: hermaprodit. Buah jarak pagar dipanen setelah terjadi perubahan warna dan penampilan pada buah yaitu setelah buah berwarna kuning dan kulit buah mulai keriput (Gambar 3A). Pada percobaan sistem perkawinan diketahui bahwa buah siap panen pada hari setelah penyerbukan buatan, sedikit lebih lama dari yang disarankan Hasnam (2006c) bahwa buah jarak pagar dapat dipanen hari setelah pembuahan (penyerbukan) namun sejalan dengan hasil penelitian Utomo (2008). Hasil pengamatan pada buah hasil panen menunjukkan bahwa benih sudah berwarna hitam (Gambar 3B). Gambar 3. Buah siap panen (A) dan benih saat panen (B). Keberhasilan Reproduksi Jarak Pagar Bunga jarak pagar terdiri atas bunga jantan, bunga betina, dan bunga hermaprodit. Masing-masing bunga memiliki lima sepala dan lima petala dengan rambut-rambut halus. Bunga jantan memiliki 10 stamen yang tersusun melingkar dalam dua tingkat (Gambar 4A), sedangkan bunga betina memiliki satu ovarium berbentuk elips yang umumnya berisi tiga ovul, tiga stilus yang melekat pada ujung ovarium, dan dua stigma yang tersusun pada tiap ujung stilus sehingga terdapat enam stigma (Gambar 4B). Sepala bunga betina berukuran lebih besar 19

3 20 dan lebih panjang daripada bunga jantan. Bunga hermaprodit memiliki struktur mirip dengan bunga betina namun dengan ukuran yang lebih besar dari pada bunga betina dan memiliki 10 stamen yang tersusun melingkar (Gambar 4C). Dalam percobaan ini, bunga hermaprodit dihitung sebagai bunga betina karena memiliki ovarium sehingga berpotensi menghasilkan buah dan benih sama seperti bunga betina. Gambar 4. Bunga jantan (A), bunga betina (B), dan bunga hermaprodit (C). Selama pengamatan, bunga jantan sangat mudah rontok dibandingkan dengan bunga betina dan hermaprodit pada 1-2 hari setelah mekar. Dari 1481 bunga betina yang diamati hanya 71 bunga betina yang rontok atau sekitar 5% dari seluruh bunga betina yang terbentuk. Hasil pengamatan ini tidak sama dengan pernyataan Hartati (2006) bahwa bunga betina jarak pagar mudah gugur. Kerontokan bunga betina umumnya terjadi pada 5-10 hari setelah mekar. Hal ini dapat disebabkan oleh serangan hama karena hama utama jarak pagar adalah kepik lembing (Chrysochoris javanus) yang menyerang pada fase pembungaan, menjelang pembentukan buah, dan pemasakan buah (Rumini, 2006b dan Karmawati 2006), atau rontok secara alami ketika tidak terjadi fertilisasi pada bunga betina karena masa pembungaan bunga betina maksimal hanya 4 hari (Hasnam 2006c). Pengamatan terhadap jumlah ovul per bunga betina menunjukkan bahwa dalam tiap bunga betina umumnya terdapat tiga ovul (Gambar 5A) dan sangat sedikit dengan empat ovul (Gambar 5B). 20

4 21 Gambar 5. Bunga betina dengan tiga ovul (A) dan empat ovul (B) Perlakuan aksesi berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah malai per tanaman namun tidak berngaruh nyata terhadap jumlah bunga betina per malai, ovul per bunga betina, bunga betina per malai, dan benih per buah (Lampiran 3). Jumlah malai per tanaman berada pada kisaran 2-10 malai/tanaman (Lampiran 4). Rataan malai per tanaman tertinggi sebesar 5.02 pada aksesi Banten dan terendah sebesar 2.58 pada aksesi Jabar (Tabel 1). Perbedaan jumlah malai per tanaman antar aksesi dapat disebabkan oleh faktor genetik seperti kemampuan tanaman untuk membentuk malai bunga, dan faktor lingkungan seperti kondisi iklim (curah hujan dan intensitas penyinaran) di lokasi pertanaman. Jumlah malai per tanaman yang tinggi tidak secara langsung menentukan tingginya produksi benih, namun juga dipengaruhi oleh jumlah bunga betina per malai, ovul per bunga betina, dan buah per malai. Jumlah bunga betina per malai dan ovul per bunga betina menunjukkan bahwa potensi reproduksi keempat aksesi yang diuji adalah sama yaitu sebesar 5 bunga betina/malai dan 3 ovul/bunga (Tabel 1). Rataan jumlah ovul sejalan dengan pernyataan Hariyadi (2005) bahwa dalam satu bunga betina jarak pagar umumnya terdapat tiga ovul. Perlakuan aksesi tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah buah per malai dan benih per buah (Lampiran 7 dan 8) yang berarti bahwa keberhasilan reproduksi keempat aksesi yang diuji adalah sama yaitu sebesar 4 buah/malai dan 2 benih/buah (Tabel 1). Keberhasilan reproduksi lebih rendah dari potensinya yang mengindiksikan bahwa tidak semua bunga betina dan ovul yang terbentuk berhasil berkembang menjadi buah yang masak dan benih yang viabel. Hal ini dapat terjadi antara lain karena kerontokan bunga betina dan buah, atau kegagalan 21

5 22 pembentukan benih. Kerontokan terjadi diduga karena serangan hama atau perkembangan embrio yang tidak memadai yang akan menyebabkan benih tidak terbentuk atau menghasilkan benih yang tidak viabel, sedangkan kegagalan pembentukan benih diduga karena kerusakan beberapa bagian bunga akibat serangan hama yang relatif tinggi serta penyerbukan alami yang tidak sempurna karena terbatasnya serangga penyerbuk atau efisiensi yang rendah dalam membantu penyerbukan. Tabel 1. Pengaruh Aksesi terhadap Beberapa Peubah Pengamatan Keberhasilan Reproduksi Aksesi M/T Bg/M Bh/M O/Bg B/Bh R:Bh/Bg R:B/O KR Lampung 3.75 b ab b Banten 5.02 a b b Jabar 2.58 c b b Jateng 3.26 bc a a Tanda huruf yang sama pada kolom yang sama di akhir tiap nilai rataan menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata berdasarkan Uji Jarak Ganda Duncan pada α = M/T: jumlah malai per tanaman, Bg/M: jumlah bunga betina per malai, Bh/M: jumlah buah per malai, O/Bg: jumlah ovul per bunga betina, B/Bh: jumlah benih per buah, R:Bh/Bg: rasio buah/bunga betina, R:B/O: rasio benih/ovul, KR: tingkat keberhasilan reproduksi. Tingkat keberhasilan reproduksi ditentukan oleh rasio buah/bunga betina dan rasio benih/ovul. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan aksesi berpengaruh nyata terhadap rasio buah/bunga betina namun tidak berpengaruh nyata terhadap rasio benih/ovul (Lampiran 9 dan 10). Rasio buah/bunga betina tertinggi sebesar 0.86 pada aksesi Jateng dan terendah sebesar 0.69 pada aksesi Banten (Tabel 1). Rasio buah/bunga betina merupakan proporsi bunga betina yang berhasil berkembang menjadi buah yang masak, sehingga semakin rendah rasionya maka semakin banyak bunga betina yang rontok, begitu juga sebaliknya. Hal ini menunjukkan bahwa kerontokan bunga betina tidak sama antar aksesi. Berdasarkan rasio buah/bunga betina pada aksesi Jateng, maka dari 100 bunga betina yang terbentuk hanya 86 bunga betina mampu berkembang menjadi buah yang masak. Rasio benih/ovul merupakan proporsi ovul yang berhasil berkembang menjadi benih yang viabel. Rataan rasio benih/ovul sebesar 0.79 (Tabel 1) yang berarti bahwa dari 100 ovul yang terbentuk hanya 79 ovul yang berhasil 22

6 23 berkembang menjadi benih yang viabel. Rataan rasio benih/ovul jarak pagar menunjukkan nilai yang relatif tinggi dibandingkan pada Acacia yaitu sebesar 0.58 (Owens, 1995). Hasil pengujian sidik ragam menunjukkan perlakuan aksesi berpengaruh sangat nyata terhadap tingkat keberhasilan reproduksi tanaman jarak pagar (Lampiran 11). Tingkat keberhasilan reproduksi tertinggi sebesar 0.73 pada aksesi Jateng atau sekitar 73% dari potensinya (Tabel 1). Upaya peningkatan produksi benih dapat dilakukan dengan meningkatkan keberhasilan reproduksi melalui perbaikan teknik budidaya seperti pemupukan, perawatan tanaman, pengendalian hama dan penyakit, serta peningkatan efisiensi penyerbukan dengan meningkatkan populasi serangga penyerbuk, atau meningkatkan potensi reproduksi melalui perbaikan sifat-sifat tanaman salah satunya dengan teknik pemuliaan tanaman. Sistem Perkawinan Jarak Pagar Pada percobaan sistem perkawinan jarak pagar, kegagalan penyerbukan buatan terjadi pada setiap taraf perlakuan yang diterapkan. Kegagalan penyerbukan buatan umumnya diakibatkan oleh kerontokan bunga betina dan kerontokan buah. Sebelum rontok, stigma akan layu dan mengering beberapa hari setelah penyerbukan buatan. Kerontokan bunga betina dapat terjadi antara lain karena pelukaan pada salah satu bagian bunga akibat emaskulasi atau akibat viabilitas polen dan fertilitas stigma yang rendah, sedangkan kerontokan buah dapat terjadi karena serangan hama yang relatif tinggi pada setiap tanaman contoh. Perlakuan tipe penyerbukan buatan tidak berpengaruh nyata terhadap persentase pembentukan buah dan benih, serta kerontokan buah (Lampiran 12, 13, dan 14) yang mengindikasikan keberhasilan pembentukan buah dan benih jarak pagar tidak disebabkan perbedaan sumber polen, namun karena faktor lain seperti suhu udara, curah hujan, atau serangan hama dan penyakit. Rataan persentase pembentukan buah sebesar 68 % dan pembentukan benih sebesar 50% (Tabel 2). 23

7 24 Tabel 2. Pengaruh Perlakuan Tipe Penyerbukan terhadap Persentase Pembentukan Buah dan Benih serta kerontokan buah Perlakuan Pembentukan Kerontokan Buah (%) Biji (%) Buah (%) P P P P Rataan IIS 0.98 P1: penyerbukan dalam satu malai, P2: penyerbukan dalam satu tanaman, P3: penyerbukan tanaman, P4: penyerbukan antar aksesi, dan IIS: indeks inkompatibilitas-sendiri. Persentase pembentukan buah digunakan untuk menentukan indeks inkompatibilitas-sendiri (IIS) yang menunjukkan kompatibilitas antara pistil dengan polen yang viabel dan fertil sehingga fertilisasi dapat terjadi. Penghitungan menghasilkan nilai IIS sebesar 0.98 yang menunjukkan bahwa polen dan pistil tanaman jarak pagar bersifat inkompatibel sebagian (Zapata dan Arroyo, 1978). Hal ini berarti sebagian besar pistil akan mampu membentuk buah dari penyerbukan sendiri baik dengan polen yang berasal dari malai bunga yang sama maupun dari malai yang berbeda tetapi pada tanaman yang sama. Heller (1996) menyatakan bahwa jarak pagar adalah tanaman yang menyerbuk silang, yaitu tanaman yang sebagian besar benihnya dihasilkan dari penyerbukan silang. Kenyataan bahwa jarak bersifat inkompatibel sebagian tidak dapat diasumsikan bahwa benih yang terbentuk merupakan hasil penyerbukan sendiri karena vektor yang membantu penyerbukan adalah serangga yang cenderung berpindah-pindah. Penelitian lebih lanjut untuk mengamati efisiensi penyerbukan dan konstitusi genetik biji yang dihasilkan perlu dilakukan untuk mengklarifikasi masalah ini. Tipe perkecambahan benih jarak pagar adalah tipe epigeal. Kecambah normal akan terbentuk setelah 9-14 hari. Mula-mula testa akan retak diikuti dengan pertumbuhan hipokotil dan radikula yang akan terus mendorong endosperm bersama kotiledon muncul ke permukaan tanah. Selanjutnya endosperm akan mengering dan terlepas dari kotiledon diikuti dengan pertumbuhan kotiledon yang membuka seperti sepasang daun. Proses perkecambahan seperti ini sama seperti pada perkecambahan tanaman jarak kepyar (Bewley dan Black, 1986). Daun primer akan muncul 1-3 hari setelah 24

8 25 kotiledon membuka sempurna. Waktu dari kecambah muncul ke permukaan sampai kotiledon membuka sempurna adalah 2-3 hari. Tinggi kecambah normal pada 14 HSP adalah cm, kotiledon telah berkembang sempurna berwarna hijau, sepasang daun pertama telah tumbuh sepanjang 1-2 cm berwarna hijau-kemerahan (Gambar 6A dan 6B). Kecambah abnormal setelah 14 HSP umumnya ditandai oleh perkembangan kotiledon tidak sempurna (jaringan efektif < 50%), pertumbuhan lambat dengan tinggi 5-10 cm (Gambar 6C). Pertumbuhan jarak pagar relatif cepat dari HSP, daun sudah bertambah menjadi 4-6 daun dengan ukuran daun pertama sudah lebih besar dari kotiledon yang berbentuk elips (Gambar 6D). Gambar 6. Kecambah normal 14 HSP (A), kecambah kormal dalam polybag 14 HSP (B), kecambah bbnormal 14 HSP (C), dan kecambah normal 21 HSP. Perlakuan aksesi, tipe penyerbukan buatan, dan interaksinya dapat mempengaruhi viabilitas dan vigor benih (Lampiran 17, 18, dan 19). Viabilitas benih ditunjukkan oleh persentase daya berkecambah (DB) dan potensi tumbuh maksimum (PTM) sedangkan vigor benih ditentukan oleh kecepatan tumbuh (K CT ). Kedua perlakuan dan interaksinya juga mempengaruhi diameter benih 25

9 26 (Lampiran 15). Penyerbukan dalam satu malai pada aksesi Jabar (Jabar x P1) dan penyerbukan antar tanaman pada aksesi jabar (Jabar x P3) menghasilkan nilai tertinggi yaitu 1.04 cm (Tabel 3). Namun uji korelasi menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan linier antara peubah diameter benih dengan peubah DB, PTM, dan K CT yang mengindikasikan bahwa diameter benih tidak berkaitan dengan viabilitas dan vigor benih. Diduga diameter benih ini dapat mempengaruhi kandungan minyak karena semakin besar diameter benih maka akan berpengaruh terhadap besarnya jaringan aktif benih tersebut sehingga kandungan minyaknya juga diduga akan semakin tinggi. Tabel 3. Pengaruh Interaksi Faktor Aksesi dan Tipe Penyerbukan terhadap Diameter Benih (cm) Perlakuan P1 P2 P3 P4 Lampung bcde ab cdef fg Banten cdefg cdef gh efg Jabar a h a abcd Jateng abc efg efg defg P1: penyerbukan dalam satu malai, P2: penyerbukan dalam satu tanaman, P3: penyerbukan antar tanaman dalam satu aksesi, P4: penyerbukan antar aksesi. Penyerbukan sendiri (P1 dan P2) dan penyerbukan silang dalam satu aksesi (P3) menghasilkan viabilitas potensial benih yang sama pada aksesi Lampung, dan Jateng, sedang pada aksesi Jabar penyerbukan silang dalam satu aksesi menghasilkan benih dengan viabilitas potensial yang lebih tinggi daripada penyerbukan sendiri (Tabel 4). Sebaliknya aksesi Banten menghasilkan benih dengan viabilitas potensial yang tinggi apapun tipe penyerbukannya, bahkan ada kecenderungan penyerbukan viabilitas potensial lebih tinggi. antar aksesi (P4) menghasilkan benih dengan Penyerbukan sendiri baik polen berasal dari malai yang sama (P1) atau dari malai yang berbeda tetapi masih dalam satu tanaman (P2) menghasilkan viabilitas potensial benih yang sama. Persilangan dalam satu aksesi menghasilkan benih dengan viabilitas potensial yang tidak berbeda antar aksesi. Hal ini mengindikasikan bahwa penyerbukan silang lebih stabil dalam menghasilkan benih, sebagaimana dinyatakan oleh Heller (1996) bahwa jarak pagar adalah 26

10 tanaman yang menyerbuk silang. Namun demikian perlu dicatat bahwa persilangan antar aksesi justru tidak menjamin viabilitas benih yang dihasilkan. 27 Tabel 4. Pengaruh Interaksi Faktor Aksesi dan Tipe Penyerbukan terhadap Persentase Daya Berkecambah (%) dan Kecambah Abnormal (%) Perlakuan P1 P2 P3 P4 DB Kab DB Kab DB Kab DB Kab Lampung 97 a 0 b 82 abcde 7 b 82 abcde 3 b 70 e 8 ab Banten 90 ab 0 b 92 ab 0 b 91 ab 6 b 97 a 0 b Jabar 72 de 18 a 73 cde 10 ab 90 abc 4 b 77 bcde 4 b Jateng 96 a 0 b 89 abcd 0 b 86 abcde 12 b 40 f 2 b P1: penyerbukan dalam satu malai, P2: penyerbukan dalam satu tanaman, P3: penyerbukan antar tanaman dalam satu aksesi, P4: penyerbukan antar aksesi. Interaksi antara penyerbukan sendiri dan penyerbukan silang dalam satu aksesi (P1, P2, dan P3) dengan aksesi tidak berpengaruh nyata terhadap viabilitas total benih sebagaimana ditunjukkan oleh potensi tumbuh maksimum (Tabel 5). Sama seperti pada peubah DB, viabilitas total benih yang dihasilkan aksesi Banten cenderung meningkat bila dilakukan persilangan antar aksesi sedangkan pada aksesi Jateng justru akan menurunkan viabilitas total benih. Persentase PTM tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan dibanding persentase DB, sehingga dapat dikatakan bahwa pada umumnya benih jarak pagar yang mampu berkecambah kemungkinan besar akan mampu membentuk kecambah normal. Tabel 5. Pengaruh Interaksi Faktor Aksesi dan Tipe Penyerbukan terhadap Potensi Tumbuh Maksimum (%) Perlakuan P1 P2 P3 P4 Lampung 97 a 89 abc 85 abc 78 c Banten 90 abc 92 ab 97 a 97 a Jabar 90 abc 83 abc 94 ab 81 bc Jateng 96 a 89 abc 88 abc 43 d P1: penyerbukan dalam satu malai, P2: penyerbukan dalam satu tanaman, P3: penyerbukan antar tanaman dalam satu aksesi, P4: penyerbukan antar aksesi. Seperti pada peubah DB, penyerbukan sendiri dan persilangan dalam satu aksesi akan menghasilkan vigor benih yang relatif sama, sedangkan persilangan antar aksesi pada aksesi Banten akan meningkatkan vigor benih, dan sebaliknya pada aksesi Jateng akan menurunkan vigor benih (Tabel 6). 27

11 28 Tabel 6. Pengaruh Interaksi Faktor Aksesi dan Tipe Penyerbukan terhadap Kecepatan Tumbuh (%/etmal) Perlakuan P1 P2 P3 P4 Lampung 8.5 ab 7.5 bcd 7.4 bcd 6.6 cd Banten 8.0 abc 8.2 ab 8.1 ab 9.3 a Jabar 6.6 cd 6.4 d 8.3 ab 7.2 bcd Jateng 8.3 ab 8.0 abc 8.2 ab 3.5 e P1: penyerbukan dalam satu malai, P2: penyerbukan dalam satu tanaman, P3: penyerbukan antar tanaman dalam satu aksesi, P4: penyerbukan antar aksesi. Berdasarkan Tabel 6, 7, dan 8, dapat dilihat bahwa penyerbukan sendiri (P1 dan P2) dan penyerbukan silang dalam satu aksesi (P3) cenderung akan menghasilkan benih dengan viabilitas dan vigor yang relatif sama. Persilangan antar aksesi dapat menurunkan viabilitas dan vigor benih yang dihasilkan, khususnya pada aksesi Jateng, kecuali aksesi Banten yang justru menghasilkan benih dengan viabilitas dan vigor benih yang tinggi bila disilangkan dengan aksesi lain. Data ini mengindikasikan bahwa untuk produksi benih aksesi Lampung, Jabar, dan Jateng, persilangan dalam satu aksesi akan lebih menguntungkan daripada antar aksesi, sedangkan untuk aksesi Banten persilangan antar aksesi justru lebih menguntungkan. Oleh karena itu seleksi massa negatif untuk perbaikan tanaman jarak pagar secara umum merupakan salah satu langkah yang efektif dan mudah. Disamping itu, aksesi Banten sangat potensial untuk dikembangkan dalam rangka perbaikan tanaman karena memiliki potensi reproduksi yang relatif lebih tinggi dibandingkan aksesi lain seperti telah dijelaskan diatas. 28

BAHAN DAN METODE. Metode Percobaan Penelitian ini terdiri atas dua percobaan yaitu pengamatan tingkat keberhasilan reproduksi dan sistem perkawinan.

BAHAN DAN METODE. Metode Percobaan Penelitian ini terdiri atas dua percobaan yaitu pengamatan tingkat keberhasilan reproduksi dan sistem perkawinan. BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 30 Maret sampai 21 Juli 2007 di Kebun Induk Jarak Pagar (KIJP), Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Aneka Tanaman Industri, Pakuwon,

Lebih terperinci

KEBERHASILAN REPRODUKSI DAN SISTEM PERKAWINAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas Linn.) : AKSESI LAMPUNG, BANTEN, JAWA BARAT, DAN JAWA TENGAH

KEBERHASILAN REPRODUKSI DAN SISTEM PERKAWINAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas Linn.) : AKSESI LAMPUNG, BANTEN, JAWA BARAT, DAN JAWA TENGAH KEBERHASILAN REPRODUKSI DAN SISTEM PERKAWINAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas Linn.) : AKSESI LAMPUNG, BANTEN, JAWA BARAT, DAN JAWA TENGAH Oleh: Ade Sukma Ahmad A34402038 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Jarak Pagar

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Jarak Pagar TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Jarak Pagar Jarak pagar (Jatropha curcas Linn.) adalah tanaman perdu (semak) famili Euphorbiaceae yang berasal dari Amerika Selatan. Dari berbagai pustaka disebutkan bahwa jarak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Benih Indigofera yang digunakan dalam penelitian ini cenderung berjamur ketika dikecambahkan. Hal ini disebabkan karena tanaman indukan sudah diserang cendawan sehingga

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkecambahan Benih Penanaman benih pepaya dilakukan pada tray semai dengan campuran media tanam yang berbeda sesuai dengan perlakuan. Kondisi kecambah pertama muncul tidak seragam,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Keadaan tanaman cabai selama di persemaian secara umum tergolong cukup baik. Serangan hama dan penyakit pada tanaman di semaian tidak terlalu banyak. Hanya ada beberapa

Lebih terperinci

KEBERHASILAN REPRODUKSI JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.): PENYERBUKAN ALAMI DAN BUATAN

KEBERHASILAN REPRODUKSI JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.): PENYERBUKAN ALAMI DAN BUATAN KEBERHASILAN REPRODUKSI JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.): PENYERBUKAN ALAMI DAN BUATAN Oleh: Rofiq Afandi A34404029 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

Lebih terperinci

Jumlah Hari Hujan Gerimis Gerimis-deras Total September. Rata-rata Suhu ( o C) Oktober '13 23,79 13,25 18, November

Jumlah Hari Hujan Gerimis Gerimis-deras Total September. Rata-rata Suhu ( o C) Oktober '13 23,79 13,25 18, November BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang disajikan dalam bab ini adalah pengamatan selintas dan utama. 4.1. Pengamatan Selintas Pengamatan selintas merupakan pengamatan yang hasilnya tidak diuji

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Biji Buru Hotong Gambar biji buru hotong yang diperoleh dengan menggunakan Mikroskop Sterio tipe Carton pada perbesaran 2 x 10 diatas kertas millimeter blok menunjukkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. panennya menunjukkan bahwa ada perbedaan yang nyata (hasil analisis disajikan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. panennya menunjukkan bahwa ada perbedaan yang nyata (hasil analisis disajikan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Air Berdasarkan analisis varian satu jalur terhadap variabel kadar air biji sorgum yang berasal dari posisi yang berbeda pada malai sorgum disetiap umur panennya menunjukkan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Pengaruh perlakuan terhadap pertambahan tinggi tanaman kedelai dan nilai AUHPGC

Lampiran 1 Pengaruh perlakuan terhadap pertambahan tinggi tanaman kedelai dan nilai AUHPGC LAMPIRAN 38 38 Lampiran 1 Pengaruh perlakuan terhadap pertambahan tinggi tanaman kedelai dan nilai AUHPGC Perlakuan Laju pertambahan tinggi (cm) kedelai pada minggu ke- a 1 2 3 4 5 6 7 AUHPGC (cmhari)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Kualitatif Karakter kualitatif yang diamati pada penelitian ini adalah warna petiol dan penampilan daun. Kedua karakter ini merupakan karakter yang secara kualitatif berbeda

Lebih terperinci

Tipe perkecambahan epigeal

Tipe perkecambahan epigeal IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya ukuran dan jumlah sel tanaman sedangkan perkembangan tanaman merupakan suatu proses menuju kedewasaan. Parameter pertumbuhan meliputi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Hubungan viabilitas diperlukan untuk menduga keberhasilan proses fertilisasi atau viabilitas suatu polen yang ditunjukkan oleh diameter polen pepaya, daya berkecambah polen pepaya,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan data dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah Dramaga, keadaan iklim secara umum selama penelitian (Maret Mei 2011) ditunjukkan dengan curah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar Hasil Uji t antara Kontrol dengan Tingkat Kematangan Buah Uji t digunakan untuk membandingkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lahan penelitian yang digunakan merupakan lahan yang selalu digunakan untuk pertanaman tanaman padi. Lahan penelitian dibagi menjadi tiga ulangan berdasarkan ketersediaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Benih kedelai dipanen pada dua tingkat kemasakan yang berbeda yaitu tingkat kemasakan 2 dipanen berdasarkan standar masak panen pada deskripsi masing-masing varietas yang berkisar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penanaman dilakukan pada bulan Februari 2011. Tanaman melon selama penelitian secara umum tumbuh dengan baik dan tidak ada mengalami kematian sampai dengan akhir penelitian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Studi Fenologi Pembungaan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Studi Fenologi Pembungaan 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Studi Fenologi Pembungaan Studi fenologi pembungaan jarak kepyar dilaksanakan di Kebun Raya Bogor, dengan ketinggian lahan ± 260 m di atas permukaan laut (Subarna 2003). Curah hujan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Upaya peningkatan produksi ubi kayu seringkali terhambat karena bibit bermutu kurang tersedia atau tingginya biaya pembelian bibit karena untuk suatu luasan lahan, bibit yang dibutuhkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil Percobaan I. Pengaruh Suhu Air dan Intensitas Perendaman terhadap Perkecambahan Benih Kelapa Sawit

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil Percobaan I. Pengaruh Suhu Air dan Intensitas Perendaman terhadap Perkecambahan Benih Kelapa Sawit 20 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Percobaan I. Pengaruh Suhu Air dan Intensitas Perendaman terhadap Perkecambahan Benih Kelapa Sawit Berdasarkan rekapitulasi hasil sidik ragam pada Tabel 1 menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

Makalah Seminar Departement Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Makalah Seminar Departement Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor Makalah Seminar Departement Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor PENGARUH TINGKAT KEMASAKAN BUAH TERHADAP PERKECAMBAHAN BERBAGAI AKSESI JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Posisi Biji pada Tongkol terhadap Viabilitas Biji Jagung (Zea

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Posisi Biji pada Tongkol terhadap Viabilitas Biji Jagung (Zea BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Posisi Biji pada Tongkol terhadap Viabilitas Biji Jagung (Zea mays L.) Berdasarkan hasil analisa varian (ANAVA) 5% tiga jalur menunjukkan bahwa posisi biji pada

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 35 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Indeks Panen dan Produksi Tanaman Indeks panen menunjukkan distribusi bahan kering dalam tanaman yang menunjukkan perimbangan bobot bahan kering yang bernilai ekonomis dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) berasal dari benua Amerika Selatan,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) berasal dari benua Amerika Selatan, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Kacang Tanah Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) berasal dari benua Amerika Selatan, diperkirakan dari lereng pegunungan Andes, di negara-negara Bolivia, Peru, dan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian ± 32 meter di

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian ± 32 meter di 14 BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Benih, Fakultas Pertanian,, Medan dengan ketinggian ± 32 meter di atas permukaan laut, pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. yang berbeda menunjukkan bahwa ada perbedaan yang nyata (hasil analisis disajikan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. yang berbeda menunjukkan bahwa ada perbedaan yang nyata (hasil analisis disajikan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Berat Kering Biji Jagung (Zea mays L.) Berdasarkan hasil analisis varian dua jalur terhadap variabel berat kering biji jagung yang berasal dari posisi yang berbeda pada

Lebih terperinci

VI. UBI KAYU. Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 41

VI. UBI KAYU. Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 41 VI. UBI KAYU 6.1. Perbaikan Genetik Sejatinya komoditas ubi kayu memiliki peran cukup penting dalam perekonomian Indonesia. Pada level harga ubi kayu Rp750/kg, maka dengan produksi 25,5 juta ton (tahun

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. wilayah beriklim sedang, tropis, dan subtropis. Tanaman ini memerlukan iklim

II. TINJAUAN PUSTAKA. wilayah beriklim sedang, tropis, dan subtropis. Tanaman ini memerlukan iklim 15 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Tanaman Buncis Buncis berasal dari Amerika Tengah, kemudian dibudidayakan di seluruh dunia di wilayah beriklim sedang, tropis, dan subtropis. Tanaman ini memerlukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 28 HASIL DAN PEMBAHASAN Penentuan Metode Pengusangan Cepat Benih Kedelai dengan MPC IPB 77-1 MM Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menentukan metode pengusangan cepat benih kedelai menggunakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang ditampilkan pada bab ini terdiri dari hasil pengamatan selintas dan pengamatan utama. Pengamatan selintas terdiri dari curah hujan, suhu udara, serangan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Hasil analisis tanah sebelum perlakuan dilakukan di laboratorium Departemen Ilmu Tanah Sumberdaya Lahan IPB. Lahan penelitian tergolong masam dengan ph H O

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Perbanyakan tanaman cabai secara in vitro dapat dilakukan melalui organogenesis ataupun embriogenesis. Perbanyakan in vitro melalui organogenesis dilakukan dalam media MS dengan penambahan

Lebih terperinci

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MUTU BENIH. Faktor Genetik/ Faktor Lingkungan/ Eksternal

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MUTU BENIH. Faktor Genetik/ Faktor Lingkungan/ Eksternal FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MUTU BENIH Faktor Genetik/ Internal Faktor Lingkungan/ Eksternal FAKTOR GENETIK Genetik merupakan faktor bawaan yang berkaitan dengan komposisi genetika benih. Mutu benih berbeda

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pengamatan Buah per Tandan. Perkembangan ini dapat dilihat dari beberapa indikator seperti jumlah buah,

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pengamatan Buah per Tandan. Perkembangan ini dapat dilihat dari beberapa indikator seperti jumlah buah, 20 IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Pengamatan Buah per Tandan Salah satu ciri perkembangan pada buah yang baik yaitu ditentukan bertambahnya volume dan biomassa selama proses tersebut berlangsung.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan 10 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan Percobaan dilakukan di Kebun Percobaan Babakan Sawah Baru, Darmaga Bogor pada bulan Januari 2009 hingga Mei 2009. Curah hujan rata-rata dari bulan Januari

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 15 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca dan laboratorium silvikultur Institut Pertanian Bogor serta laboratorium Balai Penelitian Teknologi

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Kedelai Varietas Argomulyo VARIETAS ARGOMULYO

Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Kedelai Varietas Argomulyo VARIETAS ARGOMULYO Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Kedelai Varietas Argomulyo VARIETAS ARGOMULYO Asal : Introduksi dari Thailand oleh PT. Nestle Indonesia tahun 1988 dengan nama asal Nakhon Sawan I Nomor Galur : - Warna hipokotil

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di UPTD Pengembangan Teknologi Lahan Kering Desa Singabraja, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Waktu pelaksanaan penelitian mulai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Penyimpanan Suhu Rendah Pepaya Varietas Sukma Rekapitulasi sidik ragam pada pepaya Varietas Sukma baik pada faktor tunggal maupun interaksinya dilihat pada Tabel 1. Faktor

Lebih terperinci

Ulangan ANALISIS SIDIK RAGAM Sumber variasi db jk kt F hitung

Ulangan ANALISIS SIDIK RAGAM Sumber variasi db jk kt F hitung Lampiran 1. Analisis Tinggi Tanaman Data Tinggi Tanaman Minggu ke-14 Ulangan 1 2 3 Jumlah Purata M1 114,40 107,30 109,40 331,10 110,37 M2 110,90 106,60 108,50 326,00 108,67 M3 113,40 108,60 109,20 331,20

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Sebaran Jumlah Telur S. manilae Per Larva Inang

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Sebaran Jumlah Telur S. manilae Per Larva Inang HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Sebaran Jumlah Telur S. manilae Per Larva Inang Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa rata-rata jumlah inang yang terparasit lebih dari 50%. Pada setiap perlakuan inang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 2. Kondisi Pols (8 cm) setelah Penyimpanan pada Suhu Ruang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 2. Kondisi Pols (8 cm) setelah Penyimpanan pada Suhu Ruang HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Bahan Tanam Setelah Penyimpanan Penyimpanan bahan tanam dilakukan pada kondisi suhu yang berbeda dengan lama simpan yang sama. Kondisi yang pertama ialah suhu ruang yang

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu 14 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Balai Penelitian Tanaman Hias (Balithi) Segunung dengan ketinggian 1 100 m dpl (di atas permukaan laut). Penelitian dilakukan pada Februari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Lokasi penelitian mempunyai topografi lahan datar dengan tekstur tanah yang remah dengan jenis tanah inseptisol. Pohon aren yang terseleksi untuk sampel

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Penelitian dilaksanakan di daerah pesisir pantai Wonokerto, Kelurahan Wonokerto Kulon, Kecamatan Wonokerto, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah. Lokasi ini

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Data penelitian yang diperoleh pada penelitian ini berasal dari beberapa parameter pertumbuhan anakan meranti merah yang diukur selama 3 bulan. Parameter yang diukur

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN. Hasil analisis statistika menunjukkan adaptasi galur harapan padi gogo

BAB V HASIL PENELITIAN. Hasil analisis statistika menunjukkan adaptasi galur harapan padi gogo 26 BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Adaptasi Galur Harapan Padi Gogo Hasil analisis statistika menunjukkan adaptasi galur harapan padi gogo berpengaruh nyata terhadap elevasi daun umur 60 hst, tinggi tanaman

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian dimulai bulan November 2009 sampai dengan bulan Mei 2010. Kondisi curah hujan selama penelitian berlangsung berada pada interval 42.9 mm sampai dengan 460.7

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut : II. TINJAUAN PUSTAKA.1 Kacang Panjang.1.1 Klasifikasi Tanaman Kacang Panjang Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut : Kerajaan Divisi Kelas Sub kelas Ordo Famili Genus : Plantae : Spermatophyta

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. terutama India dan Birma. Terung dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian

II. TINJAUAN PUSTAKA. terutama India dan Birma. Terung dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terung Ungu 2.1.1 Klasifikasi Tanaman Terung Ungu Terung merupakan tanaman asli daerah tropis yang diduga berasal dari Asia, terutama India dan Birma. Terung dapat tumbuh dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Percobaan ini dilakukan mulai bulan Oktober 2007 hingga Februari 2008. Selama berlangsungnya percobaan, curah hujan berkisar antara 236 mm sampai dengan 377 mm.

Lebih terperinci

PENGARUH KEMASAKAN BUAH TERHADAP MUTU BENIH JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.)

PENGARUH KEMASAKAN BUAH TERHADAP MUTU BENIH JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) Pengaruh Kemasakan Buah (Sri Adikadarsih dan Choirul Anam) 125 PENGARUH KEMASAKAN BUAH TERHADAP MUTU BENIH JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) Sri Adikadarsih Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Aneka Tanaman

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Curah hujan harian di wilayah Kebun Percobaan PKBT IPB Tajur 1 dan 2 pada Februari sampai Juni 2009 berkisar 76-151 mm. Kelembaban udara harian rata-rata kebun tersebut

Lebih terperinci

Ketahanan Pada Penyakit : Toleran Penyakit bercak daun dan embun tepung : M.M.Anwari, Soehadi.Hadi. I.A, Supeno dan Ismanto

Ketahanan Pada Penyakit : Toleran Penyakit bercak daun dan embun tepung : M.M.Anwari, Soehadi.Hadi. I.A, Supeno dan Ismanto 65 Lampiran I Deskripsi Kultivar Kacang Hijau Nama Kultivar : Perkutut Tahun Lepas : 2001 No Induk/ Galur : Mlg 1025/VC2750 Asal : Introduksi AVRDC Taiwan Tipe Tumbuh : Determinat Warna Batang : Hijau

Lebih terperinci

PENAMPILAN GALUR-GALUR JAGUNG BERSARI BEBAS DI LAHAN KERING KALIMANTAN SELATAN

PENAMPILAN GALUR-GALUR JAGUNG BERSARI BEBAS DI LAHAN KERING KALIMANTAN SELATAN PENAMPILAN GALUR-GALUR JAGUNG BERSARI BEBAS DI LAHAN KERING KALIMANTAN SELATAN Sumanto, L. Pramudiani dan M. Yasin Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalinatan Selatan ABSTRAK Kegiatan dilaksanakan di

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian Tanaman salak yang digunakan pada penelitian ini adalah salak pondoh yang ditanam di Desa Tapansari Kecamatan Pakem Kabupaten Sleman Yogyakarta.

Lebih terperinci

BAHAN METODE PENELITIAN

BAHAN METODE PENELITIAN BAHAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan penelitian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl, dilaksanakan pada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani tanaman karet Menurut Sianturi (2002), sistematika tanaman karet adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi 11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Viabilitas Benih 2.1.1 Viabilitas benih Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi kecambah. Istilah lain untuk viabilitas benih adalah daya kecambah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Posisi Biji Padi pada Malai Terhadap Kematangan dan Viabilitas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Posisi Biji Padi pada Malai Terhadap Kematangan dan Viabilitas BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Posisi Biji Padi pada Malai Terhadap Kematangan dan Viabilitas pada Berbagai Umur Panen Berdasarkan hasil analisis varian (ANOVA) menunjukkan bahwa posisi benih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Biji merupakan perkembangan lanjut dari bakal biji yang telah dibuahi dan

BAB I PENDAHULUAN. Biji merupakan perkembangan lanjut dari bakal biji yang telah dibuahi dan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Biji merupakan perkembangan lanjut dari bakal biji yang telah dibuahi dan berfungsi sebagai alat perkembangbiakan. Secara agronomis biji merupakan hasil budidaya yang

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Margahayu Lembang Balai Penelitian Tanaman Sayuran 1250 m dpl mulai Juni 2011 sampai dengan Agustus 2012. Lembang terletak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 24 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Propagul Rhizophora mucronata dikecambahkan selama 90 hari (3 bulan) dan diamati setiap 3 hari sekali. Hasil pengamatan setiap variabel pertumbuhan dari setiap

Lebih terperinci

SELEKSI POTENSI HASIL BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI GOGO DI DESA SIDOMULYO KABUPATEN KULON PROGO

SELEKSI POTENSI HASIL BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI GOGO DI DESA SIDOMULYO KABUPATEN KULON PROGO SELEKSI POTENSI HASIL BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI GOGO DI DESA SIDOMULYO KABUPATEN KULON PROGO Sutardi, Kristamtini dan Setyorini Widyayanti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta ABSTRAK Luas

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Penelitian Penelitian dilaksanakan di rumah kaca C Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian ini dilakukan selama kurun waktu 4 bulan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daryanto ( 2013 ) mengemukakan bahwa Sistematika tanaman (taksonomi)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daryanto ( 2013 ) mengemukakan bahwa Sistematika tanaman (taksonomi) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taksonomi Tanaman Jagung Daryanto ( 2013 ) mengemukakan bahwa Sistematika tanaman (taksonomi) diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Sub

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Aplikasi Insektisida terhadap Populasi WBC dan Musuh Alaminya di Lapangan Nilaparvata lugens Populasi wereng batang cokelat (WBC) selama penelitian dipengaruhi oleh interaksi antara

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deskripsi Varietas Tembakau (Nicotiana tabacum)

Lampiran 1. Deskripsi Varietas Tembakau (Nicotiana tabacum) 72 Lampiran 1. Deskripsi Varietas Tembakau (Nicotiana tabacum) Nama Varietas : Coker 176 Tanggal uji : 23 Juli 2010 Uji daya kecambah : 98% Uji kadar air : 6,9% penyimpanan : 16-18 C Tahun Lepas : 2011

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani dan Morfologi Kacang Tanah

TINJAUAN PUSTAKA. Botani dan Morfologi Kacang Tanah TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Kacang Tanah Kacang tanah tergolong dalam famili Leguminoceae sub-famili Papilinoideae dan genus Arachis. Tanaman semusim (Arachis hypogaea) ini membentuk polong dalam

Lebih terperinci

METODE MAGANG. Tempat dan Waktu

METODE MAGANG. Tempat dan Waktu 10 METODE MAGANG Tempat dan Waktu Kegiatan magang dilaksanakan di Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), Unit Usaha Marihat, Provinsi Sumatera Utara selama 4 bulan yang dimulai dari tanggal 1 Maret 2010

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Benih Fakultas Pertanian,, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai dari bulan April 2016 hingga Mei

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Kedelai Varietas Argomulyo VARIETAS ARGOMULYO

Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Kedelai Varietas Argomulyo VARIETAS ARGOMULYO Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Kedelai Varietas Argomulyo VARIETAS ARGOMULYO Asal : Introduksi dari Thailand oleh PT. Nestle Indonesia tahun 1988 dengan nama asal Nakhon Sawan I Nomor Galur : - Warna hipokotil

Lebih terperinci

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida,

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida, PEMBAHASAN PT National Sago Prima saat ini merupakan perusahaan satu-satunya yang bergerak dalam bidang pengusahaan perkebunan sagu di Indonesia. Pengusahaan sagu masih berada dibawah dinas kehutanan karena

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Morfologi dan Agroekologi Tanaman Kacang Panjang. Kacang panjang merupakan tanaman sayuran polong yang hasilnya dipanen

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Morfologi dan Agroekologi Tanaman Kacang Panjang. Kacang panjang merupakan tanaman sayuran polong yang hasilnya dipanen II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Agroekologi Tanaman Kacang Panjang Kacang panjang merupakan tanaman sayuran polong yang hasilnya dipanen dalam bentuk polong muda. Kacang panjang banyak ditanam di

Lebih terperinci

BAB II. PEMBENTUKAN DAN PERKEMBANGAN BENIH SECARA GENERATIF

BAB II. PEMBENTUKAN DAN PERKEMBANGAN BENIH SECARA GENERATIF BAB II. PEMBENTUKAN DAN PERKEMBANGAN BENIH SECARA GENERATIF PEMBUNGAAN: Struktur Bunga: Bunga merupakan modifikasi dari tunas vegetatif/batang dengan bagian daun khusus yang berubah fungsi menjadi alat

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU TANAM INDUK BETINA TERHADAP PRODUKTIVITAS DAN MUTU BENIH JAGUNG HIBRIDA

PENGARUH WAKTU TANAM INDUK BETINA TERHADAP PRODUKTIVITAS DAN MUTU BENIH JAGUNG HIBRIDA PENGARUH WAKTU TANAM INDUK BETINA TERHADAP PRODUKTIVITAS DAN MUTU BENIH JAGUNG HIBRIDA Fauziah Koes dan Oom Komalasari Balai Penelitian Tanaman Serealia ABSTRAK Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Jagung (Zea Mays L.) Jagung (Zea mays L) adalah tanaman semusim dan termasuk jenis rumputan/graminae yang mempunyai batang tunggal, meski terdapat kemungkinan

Lebih terperinci

FENOLOGI PEMBUNGAAN DAN PEMBUAHAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.)

FENOLOGI PEMBUNGAAN DAN PEMBUAHAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) FENOLOGI PEMBUNGAAN DAN PEMBUAHAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) Oleh : Bambang Priyo Utomo A34403054 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA Analisis Keragaan Pengaruh Tingkat Kemasakan Terhadap Daya Berkecambah Benih Jarak Pagar (Jatropha curcas L) Oleh : Badrul Munir, S.TP, MP (PBT Ahli Pertama BBPPTP Surabaya) I. PENDAHULUAN Jarak pagar

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Posisi PPKS sebagai Sumber Benih di Indonesia

PEMBAHASAN. Posisi PPKS sebagai Sumber Benih di Indonesia 57 PEMBAHASAN Posisi PPKS sebagai Sumber Benih di Indonesia Hasil pertemuan yang dilakukan pengusaha sumber benih kelapa sawit yang dipimpin oleh Direktur Jenderal Perkebunan pada tanggal 12 Februari 2010,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini berlangsung di kebun manggis daerah Cicantayan Kabupaten Sukabumi dengan ketinggian 500 700 meter di atas permukaan laut (m dpl). Area penanaman manggis

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan lapangan dilaksanakan pada bulan Oktober 2009 hingga Maret 2010 di kebun percobaan Pusat Kajian Buah Tropika (PKBT) IPB, Tajur dengan elevasi 250-300 m dpl

Lebih terperinci

Tabel Lampiran 1. Pengaruh Suhu dan Kelembaban terhadap Resistensi Kulit Buah Manggis

Tabel Lampiran 1. Pengaruh Suhu dan Kelembaban terhadap Resistensi Kulit Buah Manggis LAMPIRAN Tabel Lampiran 1. Pengaruh Suhu dan Kelembaban terhadap Resistensi Kulit Buah Manggis 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24... (Bar) Suhu 15 0 C 1.64 0.29 0.16 0.32 0.24b 0.32b 0.27b 0.29b 0.39b 0.76b

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2009 sampai Oktober 2009. Suhu rata-rata harian pada siang hari di rumah kaca selama penelitian 41.67 C, dengan kelembaban

Lebih terperinci

USULAN PELEPASAN VARIETAS KENTANG

USULAN PELEPASAN VARIETAS KENTANG USULAN PELEPASAN VARIETAS KENTANG DEA NADIA KERJASAMA ABG DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA - IPB CV HORTITEK Pangalengan Bandung UPTD BPSBTPH PROVINSI JAWA BARAT 2008 Dalam Kerangka Horticultural Partnership

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistematika dan Botani Tanaman Jagung Manis Tanaman jagung manis termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays saccharata Sturt. Dalam Rukmana (2010), secara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Konsentrasi Air Kelapa (Cocos nucifera) terhadap Viabilitas Rosella Merah (Hibiscus sabdariffa var. sabdariffa) Berdasarkan hasil analisis (ANAVA) pada lampiran

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Vegetatif Dosis pupuk kandang berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman (Lampiran 5). Pada umur 2-9 MST, pemberian pupuk kandang menghasilkan nilai lebih

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 21 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Intensitas Serangan Hama Penggerek Batang Padi (HPBP) Hasil penelitian tingkat kerusakan oleh serangan hama penggerek batang pada tanaman padi sawah varietas inpari 13

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Mentimun Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : Divisi :

Lebih terperinci

UJI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.) HIBRIDA PADA TINGKAT POPULASI TANAMAN YANG BERBEDA. Oleh. Fetrie Bestiarini Effendi A

UJI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.) HIBRIDA PADA TINGKAT POPULASI TANAMAN YANG BERBEDA. Oleh. Fetrie Bestiarini Effendi A UJI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.) HIBRIDA PADA TINGKAT POPULASI TANAMAN YANG BERBEDA Oleh Fetrie Bestiarini Effendi A01499044 PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum 26 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, Institut Pertanian Bogor yang berada pada ketinggian 216 m di atas permukaan laut, 06.55 LS dan 106.72 BT pada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Tanaman Jengkol Klasifikasi tanaman jengkol dalam ilmu tumbuh-tumbuhan dimasukkan dalam klasifikasi sebagai berikut (Pitojo,1992). Divisi : Spermatophyta Kelas : Dicotyledonae

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP MUTU BENIH JAGUNG MANIS (Zea Mays Sachaarata Strurt) DI PT. SANG HYANG SERI (PERSERO) SUKAMANDI

PENGARUH SUHU DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP MUTU BENIH JAGUNG MANIS (Zea Mays Sachaarata Strurt) DI PT. SANG HYANG SERI (PERSERO) SUKAMANDI Jurnal Agrorektan: Vol. 2 No. 2 Desember 2015 117 PENGARUH SUHU DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP MUTU BENIH JAGUNG MANIS (Zea Mays Sachaarata Strurt) DI PT. SANG HYANG SERI (PERSERO) SUKAMANDI Tita Kartika

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai 3 2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) bukanlah tanaman asli Indonesia. Kedelai diduga berasal dari daratan China Utara atau kawasan subtropis. Kedelai

Lebih terperinci

BAB VI PRODUKSI BENIH (SEED) TANAMAN

BAB VI PRODUKSI BENIH (SEED) TANAMAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS PERBENIHAN DAN KULTUR JARINGAN TANAMAN BAB VI PRODUKSI BENIH (SEED) TANAMAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Pepaya

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Pepaya 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Pepaya Pepaya (Carica papaya L.) adalah tanaman yang berasal dari daerah Amerika tropis. Tanaman ini termasuk dalam ordo Caricales, famili Caricaceae, dan genus Carica

Lebih terperinci

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili Papilionaceae; genus Arachis; dan spesies Arachis hypogaea L. Kacang tanah

Lebih terperinci