IV. PEMBAHASAN. Tabel 11. Komposisi kimia tongkol jagung awal

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV. PEMBAHASAN. Tabel 11. Komposisi kimia tongkol jagung awal"

Transkripsi

1 IV. PEMBAHASAN A. KARATERISASI BAHAN BAKU 1. Kadar Air dan Kadar Serat Bahan Karakterisasi bahan baku bertujuan untuk mengetahui sifat fisiko kimia bahan baku. Sifat yang diukur adalah kadar air dan kadar serat awal tongkol. Jagung yang digunakan dalam penelitian ini adalah jagung manis varietas Hawai dengan umur panen 90 hari yang bijinya digunakan sebagai bibit. Pada tahap awal, tongkol jagung dikeringkan terlebih dahulu baik dengan sinar matahari maupun oven. Pengeringan bertujuan untuk mengurangi kandungan air dalam tongkol sehingga mudah dihaluskan dan telah memenuhi syarat bahan baku yang dapat digunakan untuk proses pirolisis yaitu di bawah 10%. Tongkol kemudian diperkecil dengan hammer mill hingga ukurannya ± 40 mesh. Pengecilan ukuran bahan bertujuan untuk meningkatkan luas permukaan bahan yang kontak dengan panas sehingga mempercepat proses pirolisis, dekomposisi bahan, dan memperbanyak cairan yang dihasilkan. Sebelum proses pirolisis, tongkol yang sudah kering diukur kadar air, kadar serat (selulosa, hemiselulosa, dan lignin), serta silikanya. Komposisi fisiko kimia tongkol jagung awal disajikan pada Tabel 10. Tabel 11. Komposisi kimia tongkol jagung awal Analisis Tongkol Jagung Kadar Air (%b/b) 6.90 Selulosa (%) Hemiselulosa (%) Lignin (%) 6.22 Silika (%) 0.00 Kadar air merupakan salah satu parameter penting dalam pirolisis. Menurut Bridghwater (2004) kadar air bahan yang dipirolisis adalah 10% hingga 15%. Namun, pada penelitian ini tongkol yang digunakan memiliki kadar air 6.9% yang bertujuan mencegah tumbuhnya jamur pada tongkol

2 karena adanya aktivitas mikroba yang dapat tumbuh pada kadar air di atas 10%. Kadar air yang terlalu tinggi akan menghambat proses pembakaran sehingga mengurangi cairan yang dihasilkan. Sebagian energi panas yang seharusnya dapat digunakan untuk mendekomposisi serat akan digunakan untuk menguapkan air yang terdapat di dalam bahan. Kadar serat juga merupakan parameter penting dalam pirolisis karena selama proses pirolisis terjadi dekomposisi serat bahan sehingga menghasilkan cairan pirolisis. Kadar serat awal diperlukan untuk mengetahui kandungan hemiselulosa, selulosa, lignin, dan silika dalam tongkol jagung. Kadar serat awal yang dihitung adalah kadar serat tongkol tanpa campuran katalis. Pengujian kadar serat dilakukan di Balai Penelitian Ternak Ciawi yang telah mendapat sertifikasi dari KAN (Komite Akreditasi Nasional). Pada 50 gram tongkol jagung yang digunakan untuk setiap pirolisis mengandung 38.34% selulosa, 40.79% hemiselulosa, 6.22% lignin, dan 0% silika. Menurut Ye dan Cheng (2002), tongkol jagung mengandung 45% selulosa, 35% hemiselulosa, dan 15 % lignin. Kandungan serat dalam tongkol dipengaruhi oleh varietas jagung, lama penanaman, dan kondisi penanamannya. Pada umumnya, jagung yang ditanam lebih lama dengan varietas sama akan memiliki kandungan lignoselulosik yang lebih besar karena terjadi pengerasan pada tongkol dan bagian tanaman jagung lainnya akibat semakin kerasnya dinding sel tanaman. Kandungan silika tongkol awal sebesar 0 gram yang berarti bahwa kandungan silikanya tidak ada sama sekali. Silika berfungsi menjaga tanaman agar tidak mudah rusak oleh ancaman fisik, kimia, dan biologis. Silika sangat sulit dirombak oleh bakteri, bahkan oleh jamur. Silika merupakan bagian yang paling sulit terdekompisisi di antara lignoselulosik lainnya karena terletak di bagian paling dalam pada dinding sel tanaman. 31

3 2. Penentuan Suhu dan Konsentrasi Katalis Suhu ditentukan berdasarkan penelitian Choiriyah (2010) yaitu 550 o C sebagai titik tengah (titik 0). Titik tengah ditentukan berdasarkan penelitian terdahulu yang menghasilkan rendemen terbanyak sehingga diharapkan titik tengah yang ditentukan dalam penelitian ini akan mendekati suhu optimum. Titik atas (+1) dan titik bawah (-1) ditentukan berdasarkan range suhu yang dipakai pada penelitian Choiriyah (2010) yaitu rata-rata sebesar 100 o C. Penentuan titik tengah (titik 0) untuk konsentrasi penambahan katalis pada bahan juga didasarkan penelitian Choiriyah (2010), yaitu sebesar 1.5% dari bobot tongkol jagung kering. Penggunaan katalis sebesar 1.5% bobot bahan baku juga digunakan pada penelitian Amin dan Asmadi (2009). Titik atas (+1) dan titik bawah (-1) ditentukan dengan range sebesar 0.5%. Pemilihan range yang cukup berdekatan ini bertujuan untuk lebih mempersempit range perlakuan sehingga kondisi optimal dapat ditentukan dengan mudah dan diharapkan berada pada perlakuan yang telah ditentukan. Secara sederhana, desain kombinasi perlakuan suhu (X 1 ) dan penambahan katalis (X 2 ) berdasarkan metode permukaan respon atau Response Surface Methodology (RSM) disajikan pada Gambar 5. Rancangan faktorial perlakuan suhu dan penambahan katalis disajikan pada Tabel 8. Titik 0 (nol) diulang sebanyak tiga kali untuk memvalidkan data yang dihasilkan. Sehingga, untuk dua variabel yaitu suhu dan konsentrasi katalis ada sebelas perlakuan yang dilakukan dengan rincian sembilan perlakuan yang berbeda ditambah dua perlakuan untuk titik nol. B. PENGARUH SUHU DAN KONSENTRASI KATALIS TERHADAP CAIRAN HASIL PROSES PIROLISIS Pirolisis merupakan proses pemanasan dengan meminimalkan penggunaan oksigen. Pirolisis merupakan tahap awal proses pembakaran dan gasifikasi yang diikuti dengan oksidasi sebagian atau total dari produk utamanya. Pemilihan suhu yang rendah dan waktu yang lama dalam proses pirolisis akan menghasilkan banyak arang, sedangkan pemilihan suhu tinggi dan waktu pirolisis yang lama akan meningkatkan konversi biomassa menjadi gas. 32

4 Sedangkan pemilihan temperatur yang sedang dan waktu pirolisis yang singkat akan mengoptimumkan cairan yang dihasilkan (Bridgwater, 2004). Pirolisis biomassa dideskripsikan sebagai dekomposisi secara panas langsung komponen organik dalam kondisi minimum oksigen untuk menghasilkan produk yang berguna. Produk yang dihasilkan berupa cairan, padatan, dan gas (Klass, 1998). Pirolisis menghasilkan cairan sebagai rendemen, arang sebagai sisa reaksi dan gas yang tidak terkondensasi. Proporsi ketiganya sangat tergantung dari parameter reaksi dan teknik pirolisis yang digunakan (Amin dan Asmadi, 2009). Bahan yang telah dicampur atapulgit dengan konsentrasi tertentu dimasukkan ke dalam pyrolyzer yang telah dipanaskan sebelumnya selama ±30 menit agar suhu alat stabil. Pyrolyzer dialiri gas nitrogen inert dengan kecepatan 50 cm 3 /menit untuk mengurangi kandungan oksigen dalam reaktor (Raveendran et al.,1996). Gas nitrogen dipilih karena bobot molekulnya lebih kecil daripada oksigen sehingga dapat membawa oksigen keluar dari pyrolyzer serta diharapkan dapat mengurangi jumlah air dan karbondioksida yang dihasilkan dalam proses pirolisis. Rendemen pirolisis tongkol jagung berupa cairan berwarna bening kekuningan hingga kuning pekat. Perbedaan warna cairan ini dikarenakan perbedaan suhu yang digunakan. Gambar cairan hasil pirolisis disajikan pada Gambar o C 450 o C 450 o C 550 o C 0.79% 550 o C 550 o C 2.21% 650 o C 650 o C o C Gambar 11. Cairan hasil pirolisis Cairan hasil pirolisis umumnya berwarna bening kekuningan sesuai dengan warna tongkol jagung. Semakin tinggi suhu yang digunakan, semakin pekat warna cairan yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan semakin banyak bahan 33

5 yang terdekomposisi oleh panas yang dihasilkan sehingga semakin pekat asap yang dihasilkan yang akan mempengaruhi warna cairan. Penambahan katalis cukup mempengaruhi warna cairan. Semakin banyak katalis yang ditambahkan, semakin cerah warna cairan yang dihasilkan. Katalis akan menutupi struktur berongga tongkol jagung sehingga menghalangi panas yang akan masuk ke dalam rongga-rongga tongkol jagung. Aroma cairan semakin menyengat seiring suhu yang digunakan. Semakin banyaknya dekomposisi bahan menyebabkan variasi aroma yang lebih beragam dari hasil dekomposisi bahan terutama lignoselulosa. Variasi aroma yang terbentuk inilah yang menyebabkan aroma cairan yang menyengat. Menurut Girard (1992) dan Maga (1988) di dalam Darmadji (2002), pirolisa pada suhu 400 o C menghasilkan senyawa yang mempunyai kualitas organoleptik yang tinggi dan pada suhu lebih tinggi lagi akan terjadi reaksi kondensasi pembentukan senyawa baru dan oksidasi produk kondensasi diikuti kenaikan linier senyawa tar dan hidrokarbon polisiklis aromatis. Cairan pirolisis yang dihasilkan mengalami kenaikan dari suhu o C hingga 550 o C, kemudian menurun hingga suhu o C. Dengan peningkatan suhu, akan terjadi peruraian komponen biomassa tongkol jagung, mulai dari hemiselulosa, selulosa, dan lignin. Peruraian yang semakin meningkat akan meningkatkan banyaknya gas yang dihasilkan. Gas ini akan terkondensasi sehingga menghasilkan cairan. Cairan hasil pirolisis tongkol jagung disajikan pada Tabel 12. Tabel 12. Cairan hasil pirolisis tongkol jagung Suhu ( o Katalis C) (%b/b) Wo (gram) Cairan (gram) Cairan (%)

6 Hasil pirolisis menunjukkan peningkatan jumlah rendemen seiring dengan peningkatan suhu. Jumlah cairan meningkat dari suhu o C hingga menghasilkan cairan terbanyak pada suhu 550 o C, kemudian menurun pada suhu 650 o C dan berakhir pada suhu o C. Pada suhu 650 o C, cairan menurun karena dengan peningkatan suhu yang lebih tinggi akan terjadi pemecahan kedua terhadap uap yang dominan sehingga menurunkan rendemen cairan yang dihasilkan dan meningkatkan jumlah gas yang dihasilkan. Hasil ini sesuai dengan penelitian Zhang et.al (2009) yang menyatakan cairan yang dihasilkan meningkat dari 48.3% pada suhu 400 C sampai maksimum 56.8% pada suhu 550 C, kemudian menurun menjadi 54.2% pada suhu 700 C. Cairan yang dihasilkan sebagian besar terdiri dari air sebagai pelarut. Cairan hasil pirolisis mengandung air sebesar % (Maga, 1988). Penambahan konsentrasi katalis yaitu atapulgit yang semakin besar akan memperbesar cairan yang dihasilkan. Penambahan katalis akan menyebabkan peristiwa pirolisis dengan katalisis yang dibagi dalam dua proses, yaitu pirolisis awal biomassa dan pemecahan secara katalisis bahan-bahan organik yang mudah menguap. Pada proses pirolisis awal, biomassa akan menghasilkan gas tak terkondensasi, air, uap air organik primer, dan padatan melalui panas pirolisis. Uap air organik primer akan diserap oleh permukaan aktif dari katalis dan kemudian pecah menjadi uap air yang lebih ringan (light vapor). Uap air yang lebih ringan (light vapor) kemudian mengalami reaksi lebih lanjut seperti deoksigenasi, pemecahan dengan katalis menjadi bentuk H 2 O, CO 2, CO, alkana, alkena, dan hidrokarbon aromatik. Reaksi ini akan menurunkan uap yang mengandung minyak serta meningkatkan gas dan air. Katalis juga akan menekan terjadinya dekomposisi bahan menjadi arang dan gas tak terkondensasi sehingga akan meningkatkan produk cairan yang dihasilkan. Silika merupakan komponen terbesar penyusun atapulgit, yaitu sebesar ±55%. Silika berfungsi dalam isomerisasi sehingga dapat melepas gugus hidroksil dan atom hidrogen yang menyebabkan terjadinya ikatan rangkap baru. Proses isomerisasi juga dibantu dengan tingginya suhu reaksi yang digunakan. Dalam proses pirolisis, terjadi pemecahan komponen penyusun tongkol jagung 35

7 menjadi molekul-molekul yang lebih sederhana dan memiliki berat molekul yang lebih ringan. Silika membantu proses isomerisasi molekul-molekul sederhana ini menjadi molekul-molekul baru yang lebih kompleks. Hal ini akan berpengaruh terhadap kenaikan cairan hasil pirolisis karena semakin banyak molekul kompleks baru yang terbentuk, semakin banyak juga cairan yang dihasilkan. Hasil pirolisis kemudian diolah menggunakan program SAS 9.1 sehingga didapatkan citraan tiga dimensi yang disajikan pada Gambar 12. Gambar 12. Citraan tiga dimensi surface plot cairan hasil proses pirolisis Citraan tiga dimensi memperlihatkan bahwa perlakuan optimum berada pada daerah puncak dan memiliki warna biru tergelap yaitu pada titik nol untuk variabel suhu atau pada suhu 550 o C. Semakin terang warnanya dan semakin turun posisinya dari puncak, perlakuan yang dilakukan semakin jauh dari nilai optimum. Nilai optimum sebanding dengan nilai cairan terbanyak yang dihasilkan yaitu pada suhu 550 o C dan terus meningkat ke puncak seiring dengan besarnya konsentrasi katalis. Ketika hasil optimum untuk suhu dan konsentrasi katalis 36

8 telah tercapai, rendemen mulai menurun yang direfleksikan sebagai bentuk puncak yang agak melengkung. Untuk lebih mengetahui penyebaran data pada surface plot, digunakan contour plot yang memiliki citraan dua dimensi dan merupakan citraan yang dilihat dari sisi atas surface plot. Contour plot disajikan pada Gambar 13. Gambar 13. Contour plot cairan hasil pirolisis Dari gambar di atas, dapat diketahui penyebaran data cairan hasil pirolisis. Titik-titik merah merupakan titik perlakuan yang dilakukan sesuai rancangan faktorial untuk dua variabel yang dibandingkan. Sedangkan oval berwarna kuning merupakan kontur data yang dihasilkan. Contour plot data RSM pada umumnya berbentuk oval dengan titik tengah berupa hasil optimum dari kedua faktor yang akan memberikan hasil optimum. Dari kontur yang terlihat diketahui daerah optimum berada pada titik (0, 0) dan (0, + 2). Namun, titik (0, 0) lebih mendekati titik tengah optimum dan hanya berbeda sedikit dengan titik (0, + 2). Meskipun titik (0, + 2) menghasilkan cairan lebih banyak daripada titik (0, 0), tetapi yang lebih mendekati titik pusat 37

9 optimum yang berada pada titik (0.023, 0.699) atau suhu o C dan konsentrasi katalis 1.85% adalah titik (0, 0). Pada titik optimum, akan dihasilkan cairan sebanyak gram berdasarkan perhitungan statistik. Berdasarkan hasil validasi, didapatkan cairan sebanyak gram. Validasi dilakukan untuk mengetahui kesesuaian model respon terhadap tingkat rendemen hasil pirolisis. Nilai hasil pendugaan dan validasi cukup valid karena memiliki nilai deviasi 0.34 di bawah hasil pendugaan yaitu Selain mengetahui surface plot dan contour plot cairan, SAS juga dapat digunakan untuk mengetahui analisis deskriptif cairan yang dihasilkan. Analisis deskriptif yang didapat berupa persamaan yang menyatakan pengaruh variabel terhadap rendemen pirolisis. Orde yang digunakan adalah orde dua karena pada Tabel 6 langsung disajikan titik nol. Sehingga dalam persamaannya disajikan pula besarnya interaksi antar variabel terhadap cairan. Koefisien parameter dan nilai signifikasi optimasi variabel suhu dan konsentrasi katalis terhadap cairan hasil pirolisis dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Pengaruh kuadratik variabel suhu dan konsentrasi katalis serta interaksi variabel suhu dan konsentrasi katalis terhadap cairan hasil pirolisis Parameter Koefisien Parameter Signifikasi Intersep Suhu (X 1 ) Konsentrasi Katalis (X 2 ) Interaksi X 1 *X Interaksi X 1 *X Interaksi X 2 *X r Dari hasil signifikasi masing-masing faktor, diketahui variabel yang berpengaruh nyata terhadap rendemen adalah interaksi X 1 *X 1 atau kuadrat suhu karena nilai signifikasinya di bawah standar error yang ditetapkan yaitu sebesar 5% atau Konsentrasi katalis, interaksi suhu dan konsentrasi katalis, serta konsentrasi katalis kuadrat memiliki nilai signifikasi di atas error sehingga mengindikasikan bahwa variabel-variabel tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap rendemen 38

10 Nilai r 2 memperlihatkan besarnya tingkat kepercayaan data yang didapat. Nilai kepercayaan sebesar 76% menyatakan bahwa data yang didapatkan belum terlalu baik. Hal ini dikarenakan adanya pengaruh faktor lain yang tidak dijadikan variabel dalam penelitian ini yang turut mempengaruhi rendemen hasil pirolisis. Dari Tabel 13 persamaan yang didapat untuk rendemen adalah Y= X X X X 1 X X 2 Tanda plus (+) pada persamaan di atas memperlihatkan pengaruh yang searah dari variabel suhu dan konsentrasi katalis terhadap respon yaitu rendemen. Semakin besar nilai variabel yang dimasukkan akan menambah nilai rendemen. Sedangkan tanda minus (-) memberikan pengaruh yang tidak searah atau berbanding terbalik terhadap interaksi antar variabel. Semakin kecil nilai interaksi antar variabel yang diberikan, semakin besar nilai rendemennya. Interaksi suhu kuadrat sebagai satu-satunya variabel yang berpengaruh nyata terhadap rendemen diperkuat dengan perhitungan ANOVA yang disajikan pada Tabel 14. Tabel 14. Perhitungan ANOVA cairan hasil pirolisis Parameter DF SS MS Fhitung Signifikasi Suhu (X 1 ) Konsentrasi Katalis (X 2 ) Interaksi X 1 *X Interaksi X 1 *X Interaksi X 2 *X Model (Linear) (Quadratic) (Cross Product) Error (Lack of fit) (Pure error) Total ANOVA merupakan salah satu metode uji statistik yang berfungsi untuk mengetahui pengaruh variabel terhadap rendemen. Dari perhitungan ANOVA, diketahui bahwa variabel yang berpengaruh nyata terhadap rendemen pirolisis adalah suhu kuadrat atau interaksi X 1 *X 1. Interaksi tersebut memiliki nilai 39

11 signifikasi di bawah error yaitu , sedangkan variabel lain memiliki nilai signifikasi di atas error sebesar Perhitungan ini sesuai dengan perhitungan pada Tabel 13. C. ARANG HASIL PROSES PIROLISIS Arang merupakan sisa proses pirolisis yang terbentuk karena pembakaran tongkol yang kontak dengan panas dari pyrolizer. Secara bertahap, pirolisis kayu akan mengalami peruraian : (i) hemisellulosa terdegradasi pada o C, (ii) selulosa pada 240 o C-350 o C, dan (iii) lignin pada 280 o C sampai 500 o C (Sjostrom, 1993). Jumlah arang hasil proses pirolisis disajkan pada Tabel 15. Tabel 15. Arang hasil proses pirolisis Suhu ( C) Katalis (%Bahan Baku) Wo (gram) Arang (gram) Arang (%) Dari Tabel 15 diketahui semakin tinggi suhu yang diberikan, semakin kecil arang yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan semakin banyaknya dekomposisi bahan baku khususnya serat bahan yang terdiri dari lignoselulosa seiring dengan kenaikan suhu. Semakin tinggi suhu, maka dekomposisi lignoselulosa semakin sempurna sehingga mengurangi bobot akhir bahan setelah proses pirolisis. Menurut Raveendran et al. (1996), peristiwa dekomposisi pada proses pirolisis dapat dibagi menjadi lima zona. Zona I pada suhu kurang dari 100 C, 40

12 peristiwa evolusi kadar air secara umum; zona II pada suhu C, bahan baku mulai terdekomposisi; zona III pada suhu C, dekomposisi hemiselulosa secara dominan; zona IV pada suhu C, secara umum terjadi dekomposisi selulosa dan lignin; dan zona V pada suhu di atas 500 C, terjadi dekomposisi lignin. Grafik arang yang dihasilkan disajikan pada Gambar 14. Gram Arang Hasil Pirolisis Arang Perlakuan Gambar 14 Grafik arang hasil pirolisis Dari Gambar 14 diketahui semakin tinggi suhu yang diberikan dan semakin kecil katalis yang digunakan menyebabkan semakin menurunnya arang yang dihasilkan. Arang terbanyak dihasilkan pada titik (- 2, 0) atau suhu o C dengan penambahan katalis 1.5% wt menghasilkan arang terbanyak yaitu gram atau 80.52% dari bobot bahan baku yang direaksikan dalam pyrolyzer. Arang terkecil dihasilkan pada perlakuan titik (+ 2, 0) atau pada suhu o C dengan penambahan katalis 1.5% wt yang menghasilkan arang sebanyak gram atau % dari bahan baku yang digunakan. Dalam proses ini, atapulgit bertindak sebagai katalis homogen karena memiliki fase sama dengan reaktan yaitu dalam fase kering atau nonkoloid. Namun, katalis homogen memiliki beberapa kelemahan seperti sulit pada proses 41

13 pemisahannya dengan produk, menimbulkan korosi pada tangki, dan menimbulkan masalah lingkungan (Ono, 1999). Penambahan katalis tidak terlalu berpengaruh terhadap arang yang dihasilkan. Semakin banyak penambahan katalis, semakin besar arang yang dihasilkan meskipun perbedaannya tidak terlalu signifikan. Saat proses pencampuran dengan bahan baku, atapulgit akan terjerat ke dalam rongga tongkol jagung. Atapulgit yang terjerat ke dalam rongga tongkol akan menutupi permukaan tongkol dan mengeras karena tekanan saat proses pemasukan bahan dan pemanasan. Hal ini menyebabkan permukaan tongkol sulit terjangkau oleh panas sehingga sulit terbakar. Oleh karena itu, jumlah arang meningkat seiring penambahan katalis. Warna arang yang terbentuk sangat dipengaruhi oleh suhu pirolisis. Warna arang hasil pirolisis disajikan pada Gambar o C; 1.5% 450 o C; 2% 450 o C; 1% 550 o C; 0.79% 550 o C; 1.5% 550 o C; 2.21% 650 o C; 2% 650 o C; 1% o C; 1.5% Gambar 15. Arang hasil pirolisis Gambar 15 menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu yang digunakan semakin hitam arang yang dihasilkan karena semakin banyak bahan yang kontak dengan panas dan semakin banyak bahan yang terdekomposisi. Warna tercerah terdapat pada perlakuan suhu o C dengan penambahan katalis sebesar 42

14 1.5% wt. Warna arang semakin hitam seiring dengan kenaikan suhu dan pengurangan konsentrasi katalis yang digunakan. Warna arang tergelap terdapat pada perlakuan suhu o C dengan penambahan katalis sebesar 1.5 % wt. Semakin tinggi suhu yang diberikan, semakin sedikit arang dan semakin hitam warna arang yang dihasilkan. Arang yang dihasilkan juga dipengaruhi kandungan serat dalam arang. Kandungan lignoselulosik arang hasil pirolisis beberapa perlakuan disajikan pada Gambar 16 dan perhitungan lignoselulosik disajikan pada Lampiran 14. g/100g Bahan Baku Kadar Lignoselulosik Suhu ( C) Kadar Lignoselulosik Gambar 16. Kadar lignoselulosik arang hasil pirolisis Lignoselulosa saat berada dalam tongkol jagung berikatan satu sama lain sehingga selama proses pirolisis sebagian energi digunakan untuk memotong ikatan antar rantai lignoselusosa menjadi struktur hemiselulosa, selulosa, dan lignin yang berdiri sendiri. Pemotongan rantai lignin merupakan bagian paling sulit karena struktur lignin yang berbentuk heterosiklik sehingga sulit terdekomposisi. Struktur kimia lignin disajikan pada Gambar 4. Menurut Sjostrom (1993), ikatan-ikatan kimia telah dilaporkan antara lignin dan praktis semua konstituen hemiselulosa. Bahkan ada indikasi adanya ikatanikatan lignin dan selulosa. Kadar hemiselulosa dan selulosa terus mengalami penurunan seiring dengan kenaikan suhu. Penurunan kadar keduanya disebabkan adanya dekomposisi bahan yang disebabkan oleh pemberian suhu tinggi. Kadar silika 43

15 terus mengalami kenaikan seiring dengan penambahan katalis. Semakin banyak katalis yang diberikan, semakin tinggi kadar silikanya. Hal ini dikarenakan komponen atapulgit yang mengandung silika sebesar % (Bradley, 1937). Atapulgit mempunyai komponen utama berupa silika, aluminium, dan magnesium. Komponen silika berfungsi dalam isomerisasi, sebagai absorben, dan meningkatkan viskositas. Aluminium berfungsi mencegah polimerisasi dan magnesium untuk menjaga kestabilan warna minyak (Kirk dan Othmer 1994). Kadar lignoselulosik terus mengalami penurunan seiring dengan kenaikan suhu yang diberikan. Hal ini menunjukkan semakin banyak bahan yang terdekomposisi pada suhu yang tinggi sehingga mempengaruhi jumlah arang yang tersisa selama proses pirolisis. D. WEIGHT LOSS SELAMA PROSES PIROLISIS Weight loss merupakan persentase selisih bobot awal dan bobot akhir dibandingkan dengan bobot awal. Weight loss ini menggambarkan banyaknya tongkol jagung yang terdekomposisi selama proses pirolisis. Nilai weight loss setiap perlakuan disajikan pada Tabel 16. Tabel 16. Weight loss setiap perlakuan Suhu ( C) Katalis (%Bahan Weight Loss Weight Loss Baku) Wo (gram) (gram) (%) Dari Tabel 16 diketahui bahwa semakin tinggi suhu dan semakin kecil katalis yang diberikan semakin besar nilai weight lossnya. Grafik weight loss disajikan pada Gambar

16 Gram Weight Loss Weight Loss Perlakuan Gambar 17. Grafik weight loss Pada Gambar 17 diketahui bahwa nilai weight loss terbesar berada pada bagian paling kanan yaitu pada titik (+ 2, 0) yaitu pada suhu o C dan penambahan katalis sebesar 1.5% wt. Nilai weight loss pada perlakuan ini adalah sebesar gram atau 45.98% dari bahan baku yang dihasilkan. Sedangkan nilai weight loss terkecil terdapat pada titik (- 2, 0) yaitu pada suhu o C dengan penambahan katalis sebesar 1.5% wt yang mengalami kehilangan bobot sebesar 9.89 gram atau 19.48% dari bahan baku yang direaksikan. Nilai weight loss sangat dipengaruhi oleh suhu, sedangkan penambahan katalis tidak terlalu berpengaruh. Semakin tinggi suhu, semakin banyak bahan yang terdekomposisi. Kenaikan suhu juga menyebabkan kenaikan gas yang dihasilkan. Apabila suhu yang diberikan melebihi 550 o C akan lebih banyak gas tak terkondensasi yang dihasilkan. Hal ini akan menyebabkan semakin besarnya kehilangan bobot selama proses karena sebagian bahan yang terdekomposisi pada suhu di atas 550 o C tidak terkondensasi, tetapi justru menjadi gas ringan yang tidak terkondensasi. Nilai weight loss berbanding terbalik dengan banyaknya arang yang dihasilkan. Semakin banyak arang yang dihasilkan, semakin kecil nilai weight lossnya, begitu pula sebaliknya. Nilai weight loss juga dipengaruhi kandungan lignoselulosik dalam arang. Kandungan lignoselulosik khususnya selulosa dan hemiselulosa mengalami penurunan seiring kenaikan suhu yang diberikan 45

17 sehingga semakin tinggi nilai weight loss, semakin rendah kandungan hemiselulosa dan selulosa. Sedangkan nilai lignin berdasarkan analisa kadar lignin terus mengalami kenaikan seiring dengan kenaikan suhu dan nilai weight loss. Berdasarkan perhitungan basis awal, kandungan lignin dibandingkan bahan bahan baku awal terus menurun seiring dengan kenaikan suhu. Sehingga semakin tinggi weight loss, semakin rendah nilai lignin berdasarkan basis bahan baku awal. Secara keseluruhan, nilai weight loss lignoselulosik terus mengalami kenaikan seiring bertambahnya suhu. E. ANALISA GC-MS (GAS CHROMATOGRAPHY-MASS SPECTROMETRY) Pirolisis biomassa merupakan salah satu teknologi alternatif yang dikembangkan pada beberapa bidang dalam kimia. Salah satunya adalah untuk mengisolasi senyawa kimia yang kemudian dapat dikonversi menjadi bahan tambahan makanan alternatif. Pada proses pirolisis terhadap tongkol jagung, terjadi degradasi lignin sebagai akibat dari kenaikan temperatur sehingga dihasilkan senyawa-senyawa karakteristik sesuai dengan suhu yang digunakan (Czernik, 2002). Umumnya, identifikasi hasil pirolisis dilakukan menggunakan gas kromatografi-spektra massa atau Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC- MS). Intepretasi data GC-MS dilakukan dengan mengelompokkan puncakpuncak kromatogram yang berubah pada variasi proses. Senyawa dikelompokkan berdasarkan banyaknya C dalam senyawa dan pola perubahan konsentrasi pada perubahan temperatur (Fatimah dan Nugraha, 2005). Pengujian GC-MS diperlukan untuk mengetahui komponen kimia yang terdapat dalam cairan hasil pirolisis. Salah satu fungsi komponen-komponen tersebut adalah sebagai Bahan Tambahan Pangan. Pengujian dilakukan di Pusat Laboratorium Forensik Mabes Polri Jakarta. Alat GC-MS yang digunakan memiliki seri HP 6890 yang didatangkan dari Amerika. Instrument control parameter GC-MS disajikan pada Lampiran 5. Sebelum dianalisa, cairan harus dipreparasi terlebih dahulu untuk memisahkan fase organik dan inorganik. Salah satu syarat bahan yang akan dianalisa dengan 46

18 GC-MS adalah bahan yang terlarut dalam pelarut organik dan tidak mengandung air karena akan merusak komponen alat. Cairan diekstrak terlebih dahulu dengan kloroform untuk memisahkan fase polar dan nonpolar. Pemilihan kloroform karena sifatnya semipolarnya sehingga dapat mengekstrak komponen yang polar dan nonpolar. Cairan pirolisis cenderung bersifat polar karena terlarut dalam air, tetapi ada kemungkinan terkandung zat-zat yang bersifat nonpolar di dalamnya. Oleh karena itu, dipilih pengekstrak yang dapat mewakili sifat keduanya. Kedua fase dipisahkan dengan labu pemisah lalu dipekatkan dengan dialiri gas nitrogen inert. Selama proses preparasi tidak digunakan panas sama sekali karena dikhawatirkan akan mengurangi kandungan zat dalam cairan dan merusak strukturnya. Setelah kering, zat dilarutkan dalam metanol yang bersifat polar sesuai sifat cairan pirolisis. Cara preparasi cairan disajikan pada Lampiran1. Cairan yang telah dipreparasi kemudian diinject ke dalam alat GC-MS sebanyak ± 5µl. Suhu oven awal yang digunakan adalah 40 o C. Ketika kontak dengan panas oven, metanol akan menguap pada menit-menit awal. Oleh karena itu, dipakai waktu delay 2-3 menit untuk menguapkan metanol sehingga hasil analisa untuk menit awal tidak terbaca pada software. Komponen-komponen yang menguap akan dibawa oleh gas pengemban. Pada alat GC-MS ini, gas pengemban yang digunakan adalah helium. Gas helium akan membawa komponen yang teruapkan melewati kolom kapiler menuju detektor sehingga membentuk puncak-puncak kromatogram yang menyerupai gunung. Area kromatogram yang terbentuk merupakan jumlah komponen yang terkandung dalam cairan. Puncak kromatogram terbentuk didasarkan pada bobot molekul komponen yang teridentifikasi. Semakin kecil bobot molekulnya, maka akan lebih cepat teridentifikasi dan semakin kecil pula waktu retensinya. Waktu retensi (retention time) merupakan waktu yang dibutuhkan senyawa untuk bergerak melalui kolom menuju detektor. Waktu retensi diukur berdasarkan waktu di mana sampel diinjeksikan sampai sampel menunjukkan ketinggian puncak maksimum dari senyawa itu (Anonim, 2008 di dalam Febrianto, 2009). 47

19 Waktu retensi akan tertera pada puncak kromatogram. Masing-masing komponen akan terbaca pada waktu retensi yang sama meskipun berbeda cairan yang diuji karena setiap komponen memiliki bobot molekul tersendiri. Namun, pembacaan waktu retensi juga dipengaruhi oleh jenis alat GC-MS yang digunakan karena setiap seri memiliki karakteristik tersendiri. Hasil analisa GC-MS selanjutnya diolah menggunakan software MSD ChemStation, Data Analysis tahun Dari software tersebut, dapat diketahui kandungan komponen dalam cairan beserta kualitas dan kuantitasnya. Kualitas komponen merupakan kemiripan komponen yang terbaca dengan komponen pada database. Semakin tinggi kualitasnya, semakin identik komponen dengan database sehingga memiliki tingkat kepercayaan yang lebih baik. Kuantitas komponen disajikan dengan % luas area dari total puncak yang terbentuk. Pembacaan data analisis dalam penelitian ini menggunakan skala , nilai threshold sebesar 15.5, dan menggunakan database Wiley 7. Cairan yang dianalisis dengan GC-MS terdapat pada Tabel 10. Hanya komponen yang memiliki kualitas di atas 80 yang diambil karena memiliki tingkat keidentikan sebesar 80% dari database. Sedangkan komponen yuang memiliki kualitas dibawah 80 tidak diambil karena dinilai tidak terlalu identik dan kemungkinan merupakan suatu pengotor tetapi memiliki struktur mirip komponen dalam database. Hasil analisa GC-MS disajikan pada Lampiran 5. Grafik pengelompokan cairan pirolisis disajikan pada Gambar

20 Jumlah Jumlah komponen dalam Cairan Pirolisis 450oC ; 2% 550oC ; 0.79% Perlakuan 550oC ; 2.21% 650oC ; 2% Asam Hidrokarbon Fenol Aldehid Furan Keton Akohol Gambar 18. Jumlah komponen cairan pirolisis Berdasarkan uji GC-MS, cairan pirolisis tongkol jagung mengandung senyawa fenol, asam, aldehid, alkohol, keton, furan, dan hidrokarbon yang dapat diaplikasikan sebagai Bahan Tambahan Pangan (BTP) khususnya flavour, antioksidan, dan pengawet. Jumlah masing-masing komponen berbeda pada setiap perlakuan. Kandungan komponen dipengaruhi oleh suhu yang digunakan dalam menghasilkan cairan. Perbedaan suhu yang digunakan akan mempengaruhi jenis serat yang terdekomposisi. Setiap jenis serat yang terdegradasi akan menghasilkan komponen yang khas. Beberapa bahan hasil degradasi dari lignin, selulosa, dan hemiselulosa diantaranya adalah beberapa jenis asam karboksilat (contohnya: asam oxopentana, asam asetat, asam benzoat, asam format, asam glikolik, asam hexadekanoat, asam hexanoat, asam propanoat, asam valeric), gula (1,6- anhydroglucofuranose, D-arabinose, D-glucose, fructose, oligosacharides dan levoglucosan), keton ( 1-hidroxy 2-propanon, 2,5 hexanedione, 2-butanon, 2- ethylcyclopentanone, 2-methyl2-cyclopenten-1-one, dsb), fenol, oxygenates seperti furan dan hidrokarbon lainnya (Anand et al., 2004). 49

21 Cairan pirolisis dengan perlakuan suhu 450 o C dan penambahan katalis 2% bahan baku menghasilkan komponen berupa asam dan hidrokarbon. Komponen yang dihasilkan pada perlakuan ini disajikan pada Gambar 19. Jumlah Komponen Perlakuan 450 o C ; katalis 1% Asam Hidrokarbon 50% 50% Gambar 19. Komponen pada suhu 450 o C dan penambahan katalis 1% Cairan hasil pirolisis pada suhu 450 o C dan penambahan katalis 1% hanya menghasilkan komponen berupa asam heksadekanoat yang berfungsi sebagai pengawet dan flavour serta decane yang berfungsi untuk bio-oil. Pada suhu ini, hanya komponen hemiselulosa yang telah terdekomposisi sempurna, sedangkan komponen lain belum terdekomposisi secara sempurna. Hemiselulosa adalah komponen kayu yang mengalami pirolisa paling awal menghasilkan furfural, furan, asam asetat, dan homolognya. Hemiselulosa terdiri dari pentosan (C 5 H 8 O 4 ) dan heksosan (C 6 H 10 O 5 ), dan rata-rata proporsi ini tergantung pada spesies kayu (Darmadji, 2002). Asam heksadekanoat yang dihasilkan memiliki kualitas 98% dengan luas area sebesar 19.52%, sedangkan decane memiliki kualitas 94% dengan luas area sebesar 11.76% dari total area yang terbentuk. Komponen yang terkandung dalam perlakuan ini memang cenderung lebih sedikit dibanding lainnya karena hanya sedikit serat yang terdegradasi sehingga menghasilkan variasi komponen paling kecil. 50

22 Puncak-puncak kromatogram yang terbentuk hanya sedikit yang memiliki luas area yang cukup besar. Kebanyakan puncak yang terbentuk memiliki luas area yang kecil sehingga tidak terlalu berpengaruh terhadap kandungan cairan. Puncak kromatogram yang terbentuk dan fungsi masing-masing komponen disajikan pada Lampiran 6. Cairan pirolisis pada perlakuan suhu 550 o C dan penambahan katalis 0.79% bahan baku memiliki variasi jenis komponen terbanyak. Pada suhu 550 o C semua komponen lignoselulosa telah terdekomposisi termasuk lignin yang merupakan bagian yang paling sulit terdekomposisi. Hasil pirolisis selulosa akan menghasilkan asam asetat dan senyawa-senyawa karbonil seperti asetaldehid, glikosal, dan akreolin. Lignin dalam pirolisis menghasilkan senyawa yang berperan terhadap aroma asap dari produk-produk hasil pengasapan. Senyawa-senyawa tersebut adalah fenol dan eter fenolik seperti guaiakol (2 metoksi fenol) dan homolognya serta turunannya (Darmadji, 2002). Hasil analisa komponen dalam cairan ini disajikan pada gambar 20. Jumlah Komponen Perlakuan 550 o C ; katalis 0.79% Asam Hidrokarbon Fenol Aldehid Keton Akohol 8% 17% 8% 17% 17% 33% Gambar 20. Komponen pada suhu 550 o C dan penambahan katalis 0.79% Cairan pada suhu 550 o C dan penambahan katalis 0.79% menghasilkan komponen asam, hidrokarbon, fenol, aldehid, keton, dan alkohol. Fenol merupakan komponen terbanyak yang terdapat pada cairan yaitu 4 komponen 51

23 dari total jumlah komponen yang terbaca pada alat GC-MS. Fenol secara umum berfungsi sebagai pengawet, flavour, dan antioksidan. Komponen fenol yang terdapat dalam cairan ini antara lain 4-vinylphenol, 2-Methoxy-4-vinylphenol, Phenol, 2,6-dimethoxy-, dll. Fenol rata-rata merupakan komponen yang terdeteksi paling awal dibanding komponen lainnya. Komponen terkecil yang terkandung adalah asam dan keton yaitu masingmasing sebesar 1 komponen. Pada umumnya, asam berfungsi sebagai pengawet dan flavour, sedangkan keton berfungsi sebagai flavouring agent. 2-Methyl-4,5- dihydroxybenzaldehyde merupakan komponen yang memiliki luas area terbesar yaitu 14.53% dan memiliki kualitas 80%. Komponen ini merupakan golongan aldehid yang berfungsi sebagai flavouring agent. Alkohol hanya teridentifikasi pada cairan ini. Ada 2 jenis alkohol yang teridentifikasi yaitu 1-(3,4- Dimethoxyphenyl)-1-ethanol dan cis-isoeugenol. Dalam pangan, alkohol dapat berfungsi sebagai flavouring agent. Puncak kromatogram yang terbentuk dan fungsi masing-masing komponen disajikan pada Lampiran 7. Hasil analisa GC-MS cairan pada suhu 550 o C dan penambahan katalis 2.21% merupakan satu-satunya cairan yang mengandung senyawa furan, yatu senyawa yang berfungsi sebagai pembentuk aroma. Hasil analisa GC-MS cairan ini disajikan pada Gambar 21. Jumlah Komponen Perlakuan 550 o C ; katalis 2.21% Asam Fenol Aldehid Keton Furan 10% 20% 30% 30% 10% Gambar 21. Komponen pada suhu 550 o C dan penambahan katalis 2.21% 52

24 Cairan ini didominasi komponen-komponen dari senyawa fenol dan keton sebesar masing-masing 3 komponen. Keton merupakan komponen yang terdeteksi pada waktu retensi akhir setelah fenol, furan, dan aldehid. Pada umumnya, keton berfungsi sebagai flavour baik itu rasa maupun aroma. Kromatogram analisa cairan dengan GC-MS menunjukkan peak-peak dengan luas area yang cukup seragam yaitu antara 6-8%. Senyawa keton merupakan sennyawa dengan luas area terbesar diikuti aldehid, kemudian asam. Asam heksadekanoat atau asam palmitat memiliki luas area 7.71% merupakan komponen yang memiliki waktu retensi paling akhir dari ketiga perlakuan yang berbeda. Asam palmitat dapat digunakan sebagai pengawet, flavour, manufactur metallic palmitat, sabun, lube oil, defoaming agent, lubricant, texturizer untuk sampo, obat, dan antioksidan. Puncak kromatogram yang terbentuk dan fungsi masing-masing komponen disajikan pada Lampiran 8. Hasil analisa cairan pada suhu 650 o C dan penambahan katalis 2% bahan baku merupakan cairan yang paling banyak mengandung fenol. Ada lima jenis fenol yang teridentifikasi pada cairan ini dan masing-masing memiliki kuantitas dan kualitas yang besar. Banyaknya fenol yang terdapat pada cairan ini juga didukung dengan hasil pengukuran ph. Pengukuran ph menunjukkan bahwa cairan pirolisis pada suhu 650 o C dengan penambahan katalis 2% memiliki nilai ph terendah dibandingkan dengan ketiga cairan lainnya yang diukur komponennya menggunakan GC-MS yaitu Nilai ph berbanding terbalik dengan banyaknya kandungan fenol. Semakin banyak fenol dalam suatu bahan, semakin rendah phnya (Darmaji, 2002), Nilai ph masing-masing cairan beserta grafiknya disajikan pada Lampiran 13. Sedangkan hasil analisa GC-MS disajikan pada Gambar

25 Jumlah Komponen Perlakuan 650 o C ; katalis 2% Asam Hidrokarbon Fenol Aldehid 11% 11% 22% 56% Gambar 22. Komponen pada suhu 650 o C dan penambahan katalis 2% Cyclodecane dan Pentadecane merupakan dua jenis senyawa hidrokarbon yang teridentifikasi. Keduanya memiliki waku retensi paling lama dibanding komponen lain terutama Pentadecane yang berfungsi sebagai zat anti kanker. Komponen ini biasa terdapat pada tanaman-tanaman yang digunakan sebagai herbal. Sedangkan Cyclodecane berfungsi sebagai bio-oil. Apabila diurutkan berdasarkan waktu terdeteksinya mulai senyawa paling awal adalah fenol, furan, aldehid, alkohol, keton, asam, dan terakhir hidrokarbon. Kromatogram yang terbentuk memiliki luas area yang cukup besar dengan kualitas sebagian besar komponen di atas 90. Phenol, 4-ethyl merupakan komponen yang memiliki luas area terbesar yaitu 13.73% dengan kualitas sebesar 94. Puncak kromatogram yang terbentuk dan fungsi masing-masing komponen disajikan pada Lampiran 9. Penggolongan komponen berdasarkan kelompok senyawanya disajikan pada Lampiran 10. Komponen-komponen yang terdapat dalam cairan hasil pirolisis tongkol jagung kemudian dikelompokkan berdasarkan fungsinya. Salah satu fungsi cairan ini adalah sebagai bahan tambahan pangan alami terutama pengawet, flavour, dan antioksidan. Secara umum, yang dimaksud bahan tambahan pangan adalah bahanbahan yang ditambahkan ke dalam makanan selama produksi, pengolahan, pengemasan, atau penyimpanan untuk tujuan tertentu. Menurut Codex 54

26 Alimentarius, bahan tambahan makanan didefinisikan sebagai bahan yang tidak lazim dikonsumsi sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komposisi khas makanan, dapat bernilai gizi atau tidak bernilai gizi, ditambahkan ke dalam makanan dengan sengaja untuk membantu teknik pengolahan makanan (termasuk organoleptik) baik dalam proses pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, pengangkutan, dan penyimpanan produk makanan olahan, agar menghasilkan atau diharapkan menghasilkan (langsung atau tidak langsung) suatu makanan yang lebih baik atau secara nyata mempengaruhi sifat khas makanan tersebut (Winarno dan Rahayu, 1994). Pengelompokan komponen cairan hasil pirolisis berdasarkan fungsinya disajikan pada Gambar 23. Fungsi Komponen Jumlah oC ; 2% 550oC ; 0.79% 550oC ; 2.21% 650oC ; 2% Pengawet Flavour Antioksidan Perlakuan Gambar 23. Fungsi komponen cairan hasil pirolisis Gambar 23 memperlihatkan semua cairan hasil pirolisis memiliki fungsi sebagai pengawet, flavour, dan antioksidan dengan jumlah berbeda untuk masing-masing perlakuan. Jumlah komponen terbanyak yang berfungsi sebagai pengawet, flavour, dan antioksidan ada pada cairan yang dipirolisis dengan suhu 550 o C dan penambahan katalis sebesar 0.79% dari bahan baku. Penggunaan suhu dan konsentrasi katalis yang tepat akan menghasilkan cairan dan keragaman jumlah komponen yang besar. 55

27 Jumlah fungsi terkecil berada pada cairan yang dipirolisis pada suhu 450 o C dan penambahan katalis 1%. Hanya terdapat 1 jenis komponen untuk masingmasing fungsi bahan tambahan pangan. Hal ini dikarenakan belum semua bagian lignoselulosa terdekomposisi sehingga keragaman komponen dan fungsi BTP pun menjadi kecil. Pengawet adalah bahan tambahan makanan yang dapat mencegah atau menghambat fermentasi, pengasam, atau peruraian lain terhadap makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Bahan tambahan makanan ini biasanya ditambahkan ke dalam makanan yang mudah rusak, atau makanan yang disukai oleh medium tumbuhnya bakteri atau jamur misalnya pada produk daging, buahbuahan, dsb (Winarno dan Rahayu, 1994). Komponen yang dapat berfungsi sebagai pengawet sebagian besar merupakan senyawa asam, fenol, dan alkohol. Senyawa asam memiliki ph rendah yang tidak mendukung kehidupan mikroorganisme tertentu, sedangkan fenol dan alkohol pada konsetrasi tertentu dapat merusak dinding sel mikroorganisme. Berdasarkan fungsi inilah ketiganya dapat digunakan sebagai pengawet karena dapat memperpanjang umur simpan suatu makanan. Jumlah komponen yang berfungsi sebagai pengawet mengalami kenaikan dari cairan suhu 450 o C dengan penambahan katalis 1.5% ke cairan suhu 550 o C dengan penambahan katalis 0.79% di mana terdapat enam komponen yang dapat digunakan sebagai pengawet. Jumlah tersebut kemudian menurun menjadi empat jenis komponen pada suhu 550 o C dan penambahan katalis sebesar 2.21%. jumlah ini kemudian naik kembali menjadi enam komponen pada suhu 650 o C dan penambahan katalis 2%. Menurut Winarno dan Rahayu (1994), flavour adalah bahan tambahan makanan yang dapat memberikan, menambah, dan mempertegas rasa dan aroma suatu makanan. Komponen yang berfungsi sebagai flavour sebagian besar merupakan senyawa fenol, aldehid, furan, asam, dan keton. Ketiganya tergolong senyawa aromatik yang dapat memberikan kesan aroma maupun rasa pada makanan. Sebagian besar komponen yang terdapat dalam cairan hasil pirolisis dapat digunakan sebagai flavour, bahkan jumlahnya paling banyak dibanding fungsi 56

28 yang lain. Flavour pada cairan pirolisis suhu 450 o C dan penambahan katalis hanya berasal dari komponen asam heksadekanoat. Jumlahnya mengalami kenaikan drastis pada cairan dengan suhu 550 o C dan penambahan katalis 0.79% di mana terdapat sebelas komponen yang didominasi oleh senyawa fenol dan aldehid. Jumlah komponen yang berfungsi sebagai flavour mengalami penurunan menjadi sepuluh komponen pada cairan pirolisis suhu 550 o C dengan penambahan katalis 2.21%, kemudian menjadi enam komponen pada cairan pirolisis suhu 650 o C dengan penambahan katalis 2%. Semakin banyak komponen yang dapat digunakan sebagai flavour, semakin kompleks aroma yang dihasilkan. Komponen-komponen seperti acetid acid, 2-methylpropanoic acid, 3- methylbutanoic acid, pentanoic acid, heptanoic acid, octanoid acid, dan decanoid acid merupakan komponen yang umum ditentukan dalam produk-produk fermentasi seperti keju dan anggur. Pentanoic acid berkarakteristik aroma purgent, hepatonic acid beraroma keju, octanoic acid beraroma animal like, dan decanoic acid beroma soapy. Antioksidan adalah bahan tambahan makanan yang digunakan untuk mencegah atau menghambat terjadinya proses oksidasi. Antioksidan biasa digunakan pada minyak, lemak, dan makanan yang mengandung minyak atau lemak, misalnya produk ikan dan daging. Selain itu, dapat juga digunakan pada produk buah dan sari buah dalam kaleng (Winarno dan Rahayu, 1994). Antioksidan digunakan untuk melindungi unsur-unsur yang terdapat dalam makanan terutama lemak serta unsur lain seperti vitamin yang juga perlu untuk dilindungi (Taylor, 1980). Antioksidan merupakan fungsi terbanyak kedua dari komponen cairan hasil pirolisis setelah flavour. Senyawa golongan fenol mendominasi fungsi ini. Senyawa antioksidan alami tumbuhan umumnya adalah senyawa fenolik atau polifenolik yang dapat berupa golongan flavonoid, turunan asam sinamat, kumarin, tokoferol dan asam-asam organik polifungsional. Golongan flavonoid yang memiliki aktivitas antioksidan meliputi flavon, flavonol, isoflavon, 57

29 kateksin, dan kalkon. Sementara turunan asam sinamat meliputi asam kafeat, asam ferulat, asam klorogenat, dan lain-lain (Anonim, 2007). Aktivitas antioksidasi dari polifenol ini ditandai dengan aktivitas yang relatif tinggi sebagai donor hidrogen atau elektron dan kemampuan dari turunan radikal polifenol untuk menstabilkan dan memindahkan elektron yang tidak berpasangan (fungsi pemutusan rantai) juga kemampuan untuk mengkelat transisi logam (Apak et al., 2007 di dalam Sandrasari 2008). Beberapa jenis asam dan hidrokarbon juga dapat dijadikan sebagai antioksidan karena berfungsi sebagai zat anti kanker dan biasa terdapat pada tanaman herbal seperti pentadecane, asam heksadekanoat, pentadecane, nonadecane, dll. Hanya ada satu komponen pada cairan suhu 450 o C dan penambahan katalis 1% yang berfungsi sebagai antioksidan yaitu asam heksadekanoat. Jumlah komponen yang berfungsi sebagai antioksidan meningkat tajam pada cairan suhu 550 o C dan penambahan katalis 0.79% yaitu sebanyak tujuh yang terdiri dari komponen fenol, hidrokarbon, dan asam. Kemudian jumlahnya sedikit menurun pada cairan suhu 550 o C dan penambahan katalis 2.21% menjadi empat komponen kemudian naik kembali menjadi tujuh komponen pada cairan suhu 650 o C dan penambahan katalis 2%. Pola jumlah antioksidan pada suatu cairan sama denagn pola flavour. Pada umumnya, cairan yang mengandung banyak senyawa fenol akan banyak berfungsi sebagai antioksidan. 58

IV. PEMBAHASAN A. KARAKTERISIK BAHAN BAKU

IV. PEMBAHASAN A. KARAKTERISIK BAHAN BAKU IV. PEMBAHASAN A. KARAKTERISIK BAHAN BAKU Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah tongkol jagung yang merupakan varietas jagung Hawaii dan memiliki umur tanam 9 hari. Varietas jagung ini

Lebih terperinci

Gambar 7. Alat pirolisis dan kondensor

Gambar 7. Alat pirolisis dan kondensor III. METODOLOGI PENELITIAN A. ALAT DAN BAHAN 1. Alat Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah alat pirolisis, kondensor, plastik, nampan, cawan aluminium, oven, timbangan, cawan porselen, parang,

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Katalis CaO Terhadap Kuantitas Bio Oil

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Katalis CaO Terhadap Kuantitas Bio Oil BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Katalis CaO Terhadap Kuantitas Bio Oil Kuantitas bio oil ini menunjukkan bahwa banyaknya dari massa bio oil, massa arang dan massa gas yang dihasilkan dari proses pirolisis

Lebih terperinci

Gambar 4.1. Perbandingan Kuantitas Produk Bio-oil, Gas dan Arang

Gambar 4.1. Perbandingan Kuantitas Produk Bio-oil, Gas dan Arang Persentase hasil BAB IV PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Persentase Plastik dan Cangkang Sawit Terhadap Kuantitas Produk Pirolisis Kuantitas bio-oil ini menunjukkan seberapa banyak massa arang, massa biooil, dan

Lebih terperinci

OPTlMASl PEMURNIAN ASAP CAIR DENGAN METODA REDISTILAS1

OPTlMASl PEMURNIAN ASAP CAIR DENGAN METODA REDISTILAS1 Catatan Teknis (Technical Notes) 3umal.TeknoL dun Zndustd Pangan, Vol. Xm, No. 3 Th. 2002 OPTlMASl PEMURNIAN ASAP CAIR DENGAN METODA REDISTILAS1 [Optimation of Liquid Smoke Purification by Redistilation

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pengawet pada produk makanan atau minuman sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan di dalam industri makanan. Apalagi perkembangan zaman menuntut produk makanan

Lebih terperinci

Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia

Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia PENGARUH PEMANASAN TERHADAP PROFIL ASAM LEMAK TAK JENUH MINYAK BEKATUL Oleh: Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia Email:

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 35 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Distribusi Temperatur Pirolisis Terhadap Waktu Pirolisis dilakukan dengan variasi tiga temperatur yaitu 400 C, 450 C, dan 500 C pada variasi campuran batubara dan plastik

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi Bahan Baku 4.1.2 Karet Crepe Lateks kebun yang digunakan berasal dari kebun percobaan Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Ciomas-Bogor. Lateks kebun merupakan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PENELITIAN PENDAHULUAN 4.1.1. Analisis Kandungan Senyawa Kimia Pada tahap ini dilakukan analisis proksimat terhadap kandungan kimia yang terdapat dalam temulawak kering yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 6. Komposisi kimia batang dan daun jagung.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 6. Komposisi kimia batang dan daun jagung. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISASI BAHAN BAKU 1. Sifat Fisik-Kimia Batang dan Daun Jagung Batang dan daun jagung yang digunakan dalam penelitian ini dikeringkan terlebih dahulu untuk menurunkan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Judul Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN Judul Penelitian 1.1. Judul Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN Eksperimen Dan Pemodelan Kesetimbangan Termodinamika Pada Ekstraksi Fenol Dari Bio-Oil Hasil Pirolisis Tempurung Kelapa. 1.2. Latar Belakang Indonesia memiliki potensi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memiliki potensi perikanan terbesar ketiga dengan jumlah produksi ,84

I. PENDAHULUAN. memiliki potensi perikanan terbesar ketiga dengan jumlah produksi ,84 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi yang memiliki potensi sumber daya perikanan laut cukup besar. Kota Bandar Lampung merupakan daerah yang memiliki

Lebih terperinci

KARAKTERISASI ASAP CAIR HASIL PIROLISIS AMPAS TEBU SERTA PENGUJIANNYA UNTUK PENGAWETAN DAGING AYAM

KARAKTERISASI ASAP CAIR HASIL PIROLISIS AMPAS TEBU SERTA PENGUJIANNYA UNTUK PENGAWETAN DAGING AYAM KARAKTERISASI ASAP CAIR HASIL PIROLISIS AMPAS TEBU SERTA PENGUJIANNYA UNTUK PENGAWETAN DAGING AYAM Ayu Saputri *, dan Setiadi Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Depok 16424,

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISASI AWAL BAHAN Karakterisistik bahan baku daun gambir kering yang dilakukan meliputi pengujian terhadap proksimat bahan dan kadar katekin dalam daun gambir kering.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asap cair pertama ka1i diproduksi pada tahun 1980 oleh sebuah pabrik farmasi di Kansas, yang dikembangkan dengan metode destilasi kering (pirolisis) dari bahan kayu,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi 2 dikeringkan pada suhu 105 C. Setelah 6 jam, sampel diambil dan didinginkan dalam eksikator, lalu ditimbang. Hal ini dilakukan beberapa kali sampai diperoleh bobot yang konstan (b). Kadar air sampel ditentukan

Lebih terperinci

Bab IV Pembahasan. Pembuatan Asap cair

Bab IV Pembahasan. Pembuatan Asap cair Bab IV Pembahasan Asap cair yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari hasil pirolisis tempurung kelapa, yaitu suatu proses penguraian secara kimia bahan organik melalui proses pemanasan pada suhu

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Bentonit diperoleh dari bentonit alam komersiil. Aktivasi bentonit kimia. Aktivasi secara kimia dilakukan dengan merendam bentonit dengan menggunakan larutan HCl 0,5 M yang bertujuan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 22 BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Produksi Furfural Bonggol jagung (corn cobs) yang digunakan dikeringkan terlebih dahulu dengan cara dijemur 4-5 hari untuk menurunkan kandungan airnya, kemudian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi penting dan terbesar

I. PENDAHULUAN. Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi penting dan terbesar I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi penting dan terbesar di Indonesia. Lampung adalah salah satu sentra perkebunan karet di Indonesia. Luas areal

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) pada penelitian ini dilakukan melalui proses hidrolisis pada autoklaf bertekanan 1 atm. Berbeda dengan proses hidrolisis glukosamin

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Secara umum ketergantungan manusia akan kebutuhan bahan bakar

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Secara umum ketergantungan manusia akan kebutuhan bahan bakar BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Secara umum ketergantungan manusia akan kebutuhan bahan bakar yang berasal dari fosil dari tahun ke tahun semakin meningkat, sedangkan ketersediaannya semakin berkurang

Lebih terperinci

% SDN = %NDF = c b a Residu dibakar dengan tanur listrik ( o C ) dinginkan, timbang (d gram).

% SDN = %NDF = c b a Residu dibakar dengan tanur listrik ( o C ) dinginkan, timbang (d gram). LAMPIRAN Lampiran 1. Karakterisasi Bahan Baku 1. Analisa Kadar air (AOAC, 1999) Penetapan kadar air dilakukan dengan metode oven. Prinsip kadar air adalah menguapkan air yang ada dalam bahan pangan dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Total Fenolat Senyawa fenolat merupakan metabolit sekunder yang banyak ditemukan pada tumbuh-tumbuhan, termasuk pada rempah-rempah. Kandungan total fenolat dendeng sapi yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 5. Reaksi Transesterifikasi Minyak Jelantah Persentase konversi metil ester dari minyak jelantah pada sampel MEJ 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian I. Optimasi Proses Asetilasi pada Pembuatan Selulosa Triasetat dari Selulosa Mikrobial

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian I. Optimasi Proses Asetilasi pada Pembuatan Selulosa Triasetat dari Selulosa Mikrobial HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian I. Optimasi Proses Asetilasi pada Pembuatan Selulosa Triasetat dari Selulosa Mikrobial Selulosa mikrobial kering yang digunakan pada penelitian ini berukuran 10 mesh dan

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Peneltian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Limbah kayu tersedia dalam jumlah yang besar, karena sebanyak 37-43% dari penebangan pohon menjadi limbah, antara lain berupa serbuk kayu, potongan kayu dan sisa ketaman

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Asap cair merupakan suatu hasil kondensasi atau pengembunan dari uap hasil pembakaran secara langsung maupun tidak langsung dari bahan-bahan yang banyak mengandung lignin, selulosa,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Perlakuan Terhadap Sifat Fisik Buah Pala Di Indonesia buah pala pada umumnya diolah menjadi manisan dan minyak pala. Dalam perkembangannya, penanganan pascapanen diarahkan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1.

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1. BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada awal penelitian dilakukan determinasi tanaman yang bertujuan untuk mengetahui kebenaran identitas botani dari tanaman yang digunakan. Hasil determinasi menyatakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 10 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Ekstrak Kayu dan Kulit Jati (Tectona grandis L.f) Ekstraktif kayu terdiri dari banyak senyawa dengan sifat kimia yang berbeda, mulai dari yang bersifat polar sampai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. hemiselulosa dan lignin dan telah dikondensasi. Asap cair masih mengandung

PENDAHULUAN. hemiselulosa dan lignin dan telah dikondensasi. Asap cair masih mengandung I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asap cair merupakan hasil pirolisis bahan yang mengandung selulosa, hemiselulosa dan lignin dan telah dikondensasi. Asap cair masih mengandung senyawa tar dan polisiklis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saus cabai atau yang biasa juga disebut saus sambal adalah saus yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saus cabai atau yang biasa juga disebut saus sambal adalah saus yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Saus Cabai Saus cabai atau yang biasa juga disebut saus sambal adalah saus yang diperoleh dari bahan utama cabai (Capsicum sp) yang matang dan baik, dengan atau tanpa penambahan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1.

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1. PEMBAHASAN Pengaruh Pencucian, Delignifikasi, dan Aktivasi Ampas tebu mengandung tiga senyawa kimia utama, yaitu selulosa, lignin, dan hemiselulosa. Menurut Samsuri et al. (2007), ampas tebu mengandung

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Preparasi Sampel Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kerbau adalah hewan tergolong memamah biak subkeluarga bovinae dan

TINJAUAN PUSTAKA. Kerbau adalah hewan tergolong memamah biak subkeluarga bovinae dan TINJAUAN PUSTAKA Daging Kerbau Kerbau adalah hewan tergolong memamah biak subkeluarga bovinae dan mempunyaikebiasaan berendam di sungai dan lumpur. Ternak kerbau merupakan salah satu sarana produksi yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Tempat yang digunakan dalam melakukan penelitian ini adalah : a. Laboratorium Bioenergi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Untuk melakukan penelitian tentang

Lebih terperinci

Senyawa Alkohol dan Senyawa Eter. Sulistyani, M.Si

Senyawa Alkohol dan Senyawa Eter. Sulistyani, M.Si Senyawa Alkohol dan Senyawa Eter Sulistyani, M.Si sulistyani@uny.ac.id Konsep Dasar Senyawa Organik Senyawa organik adalah senyawa yang sumber utamanya berasal dari tumbuhan, hewan, atau sisa-sisa organisme

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Pembuatan Asap Cair Asap cair dari kecubung dibuat dengan teknik pirolisis, yaitu dekomposisi secara kimia bahan organik melalui proses pemanasan tanpa atau sedikit oksigen

Lebih terperinci

PIROLISIS CANGKANG SAWIT MENJADI ASAP CAIR (LIQUID SMOKE)

PIROLISIS CANGKANG SAWIT MENJADI ASAP CAIR (LIQUID SMOKE) PIROLISIS CANGKANG SAWIT MENJADI ASAP CAIR (LIQUID SMOKE) Padil, Sunarno. Tri Andriyasih Palm Industry and Energy Research Group (PIEReG) Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau Kampus Bina

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini akan dibahas tentang sintesis katalis Pt/Zr-MMT dan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini akan dibahas tentang sintesis katalis Pt/Zr-MMT dan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini akan dibahas tentang sintesis katalis Pt/Zr-MMT dan uji aktivitas katalis Pt/Zr-MMT serta aplikasinya sebagai katalis dalam konversi sitronelal menjadi mentol

Lebih terperinci

4 Pembahasan Degumming

4 Pembahasan Degumming 4 Pembahasan Proses pengolahan biodiesel dari biji nyamplung hampir sama dengan pengolahan biodiesel dari minyak sawit, jarak pagar, dan jarak kepyar. Tetapi karena biji nyamplung mengandung zat ekstraktif

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. M yang berupa cairan berwarna hijau jernih (Gambar 4.1.(a)) ke permukaan Al 2 O 3

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. M yang berupa cairan berwarna hijau jernih (Gambar 4.1.(a)) ke permukaan Al 2 O 3 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sintesis Katalis Katalis Ni/Al 2 3 diperoleh setelah mengimpregnasikan Ni(N 3 ) 2.6H 2 0,2 M yang berupa cairan berwarna hijau jernih (Gambar 4.1.(a)) ke permukaan Al 2

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama fermentasi berlangsung terjadi perubahan terhadap komposisi kimia substrat yaitu asam amino, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral, selain itu juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komposisi buah kelapa terdiri dari 35% sabut, 12% tempurung, 28% daging buah dan 25% air. Industri pengolahan buah kelapa masih terfokus pada pengolahan hasil daging

Lebih terperinci

SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN PEMAKAIAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOGAS

SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN PEMAKAIAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOGAS SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN PEMAKAIAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOGAS Oleh : Selly Meidiansari 3308.100.076 Dosen Pembimbing : Ir.

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 25 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Ekstraksi simplisia segar buah duku dilakukan dengan cara dingin yaitu maserasi karena belum ada data tentang kestabilan komponen ekstrak buah duku terhadap panas.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan III. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan preparasi sampel, bahan, alat dan prosedur kerja yang dilakukan, yaitu : A. Sampel Uji Penelitian Tanaman Ara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi hasil pertanian yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi hasil pertanian yang keberadaannya sangat penting dan dibutuhkan di Indonesia. Tanaman karet sangat

Lebih terperinci

Studi Konversi Pelepah Nipah menjadi Bio-Oil dengan Katalis Natural Zeolite dealuminated (NZA) pada Proses Pyrolysis

Studi Konversi Pelepah Nipah menjadi Bio-Oil dengan Katalis Natural Zeolite dealuminated (NZA) pada Proses Pyrolysis Studi Konversi Pelepah Nipah menjadi Bio-Oil dengan Katalis Natural Zeolite dealuminated (NZA) pada Proses Pyrolysis Adrian Fitra, Syaiful Bahri, Sunarno Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

PIROLISIS CANGKANG SAWIT MENJADI ASAP CAIR DENGAN KATALIS BENTONIT: VARIABEL WAKTU PIROLISIS DAN RASIO KATALIS/CANGKANG SAWIT

PIROLISIS CANGKANG SAWIT MENJADI ASAP CAIR DENGAN KATALIS BENTONIT: VARIABEL WAKTU PIROLISIS DAN RASIO KATALIS/CANGKANG SAWIT PIROLISIS CANGKANG SAWIT MENJADI ASAP CAIR DENGAN KATALIS BENTONIT: VARIABEL WAKTU PIROLISIS DAN RASIO KATALIS/CANGKANG SAWIT Padil, Sunarno, Komalasari, Yoppy Widyandra Jurusan Teknik Kimia Universitas

Lebih terperinci

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri PENANGANAN Jenis Kerusakan Bahan Pangan Kerusakan mikrobiologis Kerusakan mekanis Kerusakan fisik Kerusakan biologis Kerusakan kimia Kerusakan

Lebih terperinci

PENGASAPAN. PENGASAPAN merupakan perlakuan terhadap produk makanan dengan gas yang dihasilkan dari pemanasan material tanaman (contoh : kayu)

PENGASAPAN. PENGASAPAN merupakan perlakuan terhadap produk makanan dengan gas yang dihasilkan dari pemanasan material tanaman (contoh : kayu) PENGASAPAN PENGASAPAN merupakan perlakuan terhadap produk makanan dengan gas yang dihasilkan dari pemanasan material tanaman (contoh : kayu) Tujuan Pengasapan: Pengawetan (Antibakteri, Antioksidan) Pengembangan

Lebih terperinci

2. Tinjauan Pustaka. 2.1 Asap Cair Cara Pembuatan Asap Cair

2. Tinjauan Pustaka. 2.1 Asap Cair Cara Pembuatan Asap Cair 2. Tinjauan Pustaka 2.1 Asap Cair Asap cair dibuat dari hasil pirolisis yang terkontrol. Asap yang dihasilkan kemudian dikondensasi yang akan mengubah asap tersebut menjadi berbentuk cairan. Asap adalah

Lebih terperinci

KROMATOGRAFI. Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc.

KROMATOGRAFI. Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc. KROMATOGRAFI Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc. Tujuan Pembelajaran 1. Mahasiswa memahami pengertian dari kromatografi dan prinsip kerjanya 2. Mahasiswa mengetahui jenis-jenis kromatografi dan pemanfaatannya

Lebih terperinci

Struktur Aldehid. Tatanama Aldehida. a. IUPAC Nama aldehida dinerikan dengan mengganti akhiran a pada nama alkana dengan al.

Struktur Aldehid. Tatanama Aldehida. a. IUPAC Nama aldehida dinerikan dengan mengganti akhiran a pada nama alkana dengan al. Kamu tentunya pernah menyaksikan berita tentang penyalah gunaan formalin. Formalin merupakan salah satu contoh senyawa aldehid. Melalui topik ini, kamu tidak hanya akan mempelajari kegunaan aldehid yang

Lebih terperinci

Penggolongan minyak. Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri

Penggolongan minyak. Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri Penggolongan minyak Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri Definisi Lemak adalah campuran trigliserida yang terdiri atas satu molekul gliserol yang berkaitan dengan tiga molekul asam lemak.

Lebih terperinci

5. STUDI PUSTAKA/KEMAJUAN YANG TELAH DICAPAI DAN STUDI PENDAHULUAN YANG SUDAH DILAKSANAKAN

5. STUDI PUSTAKA/KEMAJUAN YANG TELAH DICAPAI DAN STUDI PENDAHULUAN YANG SUDAH DILAKSANAKAN 5. STUDI PUSTAKA/KEMAJUAN YANG TELAH DICAPAI DAN STUDI PENDAHULUAN YANG SUDAH DILAKSANAKAN 5.1 Studi Pustaka Indonesia dalam menghadapi tahun 2007 memproyeksikan produksi minyak sawit kasar (crude palm

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian, dan (1.7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian, dan (1.7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan: (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel)

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel) HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel) Minyak nabati (CPO) yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak nabati dengan kandungan FFA rendah yaitu sekitar 1 %. Hal ini diketahui

Lebih terperinci

PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG )

PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG ) PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG ) Antonius Hermawan Permana dan Rizki Satria Hirasmawan Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketersediaan sumber bahan bakar fosil yang terus menipis mendorong para

BAB I PENDAHULUAN. Ketersediaan sumber bahan bakar fosil yang terus menipis mendorong para 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ketersediaan sumber bahan bakar fosil yang terus menipis mendorong para peneliti untuk mengembangkan usaha dalam menanggulangi masalah ini diantaranya menggunakan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Pada penelitian ini, proses pembuatan monogliserida melibatkan reaksi gliserolisis trigliserida. Sumber dari trigliserida yang digunakan adalah minyak goreng sawit.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan Pengeringan yang dilakukan dua kali dalam penelitian ini bertujuan agar pengeringan pati berlangsung secara merata. Setelah dikeringkan dan dihaluskan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Minyak dan Lemak Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang artinya lemak). Lipida larut dalam pelarut nonpolar dan tidak larut dalam air.

Lebih terperinci

Proses Pembuatan Madu

Proses Pembuatan Madu MADU PBA_MNH Madu cairan alami, umumnya berasa manis, dihasilkan oleh lebah madu dari sari bunga tanaman (floral nektar); atau bagian lain dari tanaman (ekstra floral nektar); atau ekskresi serangga cairan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terpenting di dalam menunjang kehidupan manusia. Aktivitas sehari-hari

BAB I PENDAHULUAN. terpenting di dalam menunjang kehidupan manusia. Aktivitas sehari-hari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semakin menipisnya sumber daya alam yang berasal dari sisa fosil berupa minyak bumi diakibatkan karena kebutuhan manusia yang semakin meningkat dalam penggunaan energi.

Lebih terperinci

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Definisi Asap Cair Bab II Tinjauan Pustaka Asap diartikan sebagai suatu suspensi partikel-partikel padat dan cair dalam medium gas. Asap dari kayu berisi beberapa komponen seperti partikel gas, cairan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS ASAP CAIR TEMPURUNG KELAPA 1. Komponen spesifik pada asap cair Analisis komponen spesifik pada asap cair dilakukan dengan GC-MS. Campuran senyawa yang dilewatkan pada

Lebih terperinci

KAJIAN OPTIMASI PROSES PIROLISIS TONGKOL JAGUNG UNTUK PRODUKSI ASAP CAIR

KAJIAN OPTIMASI PROSES PIROLISIS TONGKOL JAGUNG UNTUK PRODUKSI ASAP CAIR KAJIAN OPTIMASI PROSES PIROLISIS TONGKOL JAGUNG UNTUK PRODUKSI ASAP CAIR Oleh : ASRI PURWANINGTYAS F34061837 2010 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR Asri Purwaningtyas. F34061837.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sirup 2.1.1 Defenisi Sirup Sirup adalah larutan pekat dari gula yang ditambah obat dan merupakan larutan jernih berasa manis. Dapat ditambah gliserol, sorbitol atau polialkohol

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 13 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan karakteristik fisik dan kimianya, tanaman jagung (Zea mays) memiliki banyak kegunaan, berpotensi sebagai sumber bio energi dan produk samping yang bernilai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN Pada tahap ini, digunakan 4 (empat) tingkat suhu dan 4 (empat) tingkat waktu dalam proses penggorengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya di era modern ini banyak hasil pengolahan ikan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya di era modern ini banyak hasil pengolahan ikan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai banyak kekayaan alamnya terutama laut. Berbagai macam spesies sudah teridentifikasi dan bahkan terdapat beberapa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang

I. PENDAHULUAN. penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Daging ayam merupakan salah satu bahan pangan yang memegang peranan cukup penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang berkualitas tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Tanaman kelapa (Cocos nucifera L) sering disebut tanaman kehidupan karena bermanfaat bagi kehidupan manusia diseluruh dunia. Hampir semua bagian tanaman

Lebih terperinci

TEKNIK PENGOLAHAN BIO-OIL

TEKNIK PENGOLAHAN BIO-OIL PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HASIL HUTAN BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN SERI PAKET IPTEK TEKNIK PENGOLAHAN BIO-OIL DARI BIOMASSA Santiyo Wibowo,

Lebih terperinci

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN EFEK PENGERINGAN TERHADAP PANGAN HASIL TERNAK PERLAKUAN SEBELUM

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Hasil pengukuran bilangan peroksida sampel minyak kelapa sawit dan minyak kelapa yang telah dipanaskan dalam oven dan diukur pada selang waktu tertentu sampai 96 jam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa

Lebih terperinci

EKSTRAKSI MINYAK SEREH DAPUR SEBAGAI BAHAN FLAVOR PANGAN I N T I S A R I

EKSTRAKSI MINYAK SEREH DAPUR SEBAGAI BAHAN FLAVOR PANGAN I N T I S A R I EKSTRAKSI MINYAK SEREH DAPUR SEBAGAI BAHAN FLAVOR PANGAN I N T I S A R I Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan suatu teknologi proses ekstraksi minyak sereh dapur yang berkualitas dan bernilai ekonomis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Asam asetat dalam ilmu kimia disebut juga acetid acid atau acidum aceticum,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Asam asetat dalam ilmu kimia disebut juga acetid acid atau acidum aceticum, BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Asam Asetat 1. Definisi Asam asetat dalam ilmu kimia disebut juga acetid acid atau acidum aceticum, akan tetapi di kalangan masyarakat asam asetat biasa disebut

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Nopember 2012 sampai Januari 2013. Lokasi penelitian di Laboratorium Riset dan Laboratorium Kimia Analitik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biomassa Biomassa diartikan sebagai material tanaman, tumbuh-tumbuhan, atau sisa hasil pertanian yang digunakan sebagai bahan bakar atau sumber bahan bakar. Secara umum sumber-sumber

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Tahap Sintesis Biodiesel Pada tahap sintesis biodiesel, telah dibuat biodiesel dari minyak sawit, melalui reaksi transesterifikasi. Jenis alkohol yang digunakan adalah metanol,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. populer di kalangan masyarakat. Berdasarkan (SNI ), saus sambal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. populer di kalangan masyarakat. Berdasarkan (SNI ), saus sambal 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Saus Sambal Saus Sambal merupakan salah satu jenis pangan pelengkap yang sangat populer di kalangan masyarakat. Berdasarkan (SNI 0129762006), saus sambal didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

4.2. Kadar Abu Kadar Metoksil dan Poligalakturonat

4.2. Kadar Abu Kadar Metoksil dan Poligalakturonat Kualitas pektin dapat dilihat dari efektivitas proses ekstraksi dan kemampuannya membentuk gel pada saat direhidrasi. Pektin dapat membentuk gel dengan baik apabila pektin tersebut memiliki berat molekul,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 AREN (Arenga pinnata) Pohon aren (Arenga pinnata) merupakan pohon yang belum banyak dikenal. Banyak bagian yang bisa dimanfaatkan dari pohon ini, misalnya akar untuk obat tradisional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia memiliki hasil perkebunan yang cukup banyak, salah satunya hasil perkebunan ubi kayu yang mencapai 26.421.770 ton/tahun (BPS, 2014). Pemanfaatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara agraris (agriculture country) yang mempunyai berbagai keragaman hasil pertanian mulai dari padi, ubi kayu, sayursayuran, jagung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Minyak Goreng 1. Pengertian Minyak Goreng Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau hewan yang dimurnikan dan berbentuk cair dalam suhu kamar dan biasanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beras kencur dikenal sebagai minuman tradisional khas Indonesia yang terbuat dari bahan-bahan herbal segar. Komposisi utamanya ialah beras dan rimpang kencur yang memiliki

Lebih terperinci

ANALISIS KADAR GLUKOSA PADA BIOMASSA BONGGOL PISANG MELALUI PAPARAN RADIASI MATAHARI, GELOMBANG MIKRO, DAN HIDROLISIS ASAM

ANALISIS KADAR GLUKOSA PADA BIOMASSA BONGGOL PISANG MELALUI PAPARAN RADIASI MATAHARI, GELOMBANG MIKRO, DAN HIDROLISIS ASAM ANALISIS KADAR GLUKOSA PADA BIOMASSA BONGGOL PISANG MELALUI PAPARAN RADIASI MATAHARI, GELOMBANG MIKRO, DAN HIDROLISIS ASAM Oleh: Qismatul Barokah 1 dan Ahmad Abtokhi 2 ABSTRAK: Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kelapa (Cocos Nucifera Linn.) merupakan tanaman yang tumbuh di negara yang beriklim tropis. Indonesia merupakan produsen kelapa terbesar di dunia. Menurut Kementerian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel Temulawak Terpilih Pada penelitian ini sampel yang digunakan terdiri atas empat jenis sampel, yang dibedakan berdasarkan lokasi tanam dan nomor harapan. Lokasi tanam terdiri

Lebih terperinci