IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS ASAP CAIR TEMPURUNG KELAPA 1. Komponen spesifik pada asap cair Analisis komponen spesifik pada asap cair dilakukan dengan GC-MS. Campuran senyawa yang dilewatkan pada kromatografi gas akan terpisah menjadi komponen-komponen individual. Tujuh senyawa dominan dari masing-masing sampel dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Senyawa Dominan Asap Cair Tempurung Kelapa Hasil Deteksi GC- MS Komponen Senyawa Spesifik Waktu Retensi (menit) Nilai Persen Area (%) Fenol methoxy fenol furfural,2- furancarboxaldehid methyl fenol methoxy,4-methyl fenol methyl fenol methoxy benzeneethanol Hasil analisis GC-MS menunjukkan bahwa senyawa dominan pada asap cair tempurung kelapa adalah fenol (C6H6O, BM = 94) dengan luas area bervariasi dengan rata-rata 21,55 %. Hasil ini sesuai dengan penelitian Luditama (2006), dimana senyawa asap cair tempurung kelapa paling dominan yang dihasilkan adalah fenol, dengan luas area 31,93 % untuk suhu pembakaran 500 ºC dan luas area 34,45 % untuk suhu pembakaran 300 ºC. Demikian pula Tranggono, et al., (1996) dimana senyawa dominan dari asap cair hasil penelitiannya adalah fenol dengan luas area sebesar 44,13 %. Fenol dan turunannya menjadi senyawa paling dominan pada asap cair tempurung kelapa. Hal ini, dikarenakan komponen paling dominan pada komposisi kimia tempurung kelapa adalah lignin. Menurut Djatmiko et al., (1985) komposisi kimia paling dominan pada tempurung kelapa adalah lignin dengan konsentrasi sebesar 33,30 %. Fenol dihasilkan dari dekomposisi lignin 17

2 yang terjadi pada suhu 300 ºC dan berakhir pada suhu 450 ºC (Girrard, 1992). Kadar maksimum senyawa fenol tercapai pada suhu pirolisis 600 ºC (Hamm dan Potthast, 1976 dalam Girrard, 1992). Pada lampiran 3 dapat dilihat hasil lengkap senyawa penyusun dominan asap cair tempurung kelapa hasil deteksi GC-MS. Nilai Persen (%) Gambar 2. Histogram Senyawa Dominan Asap Cair Tempurung Kelapa Darmadji (1995), menyebutkan bahwa senyawa fenol berperan sebagai antimikrobial. Sifat bakteriosidal dari pengasapan adalah faktor nyata dalam perlindungan nilai gizi produk yang diasap terhadap perusakan biologis (Harris dan Karmas, 1989). Efek fungisidal dalam asap disebabkan oleh fenol dan formaldehid (Daun, 1979; Toth dan Potthast, 1984). Fenol selain bersifat bakteriosidal juga sebagai antioksidan. Sifat ini terutama pada senyawa fenol dengan titik didih tinggi, seperti 2,6-dimethoksi fenol, 2,6-dimethoksi-4-metilfenol dan 2,6-dimethoksi-4-ethyl fenol (Pearson dan Tauber, 1973). 2. Nilai ph Salah satu yang menjadi parameter bagus tidaknya kualitas asap cair yang dihasilkan adalah nilai ph. Nilai ph juga menunjukkan tingkat proses penguraian komponen kayu yang terjadi untuk menghasilkan asam organik pada asap cair. Jika nilai ph asap cair rendah hal ini menunjukkan bahwa kualitas asap cair yang digunakan tinggi, karena secara keseluruhan berpengaruh terhadap nilai awet dan daya simpan produk asap maupun sifat organoleptiknya. Nilai ph diukur dengan ph meter. 18

3 Hasil pengukuran nilai ph pada asap cair tempurung kelapa adalah 3,29. Nilai pengukuran ph ini menunjukkan bahwa kualitas asap cair yang digunakan sebagai pengawet memiliki kualitas yang tinggi. Hal ini karena nilai ph yang dihasilkan memiliki nilai yang rendah. Selain itu nilai ph asap cair yang digunakan sesuai dengan kualitas Wood Vinegar asal Jepang. Menurut Japan Wood Vinegar Association (2001) nilai ph standar asap cair berkisar antara 1,5 3,7. Menurut Luditama (2006), nilai ph asap cair tempurung kelapa memiliki nilai ph yang lebih rendah dibandingkan asap cair yang berbahan baku sabut kelapa. Hal ini dikarenakan tempurung kelapa memiliki komponen hemiselulosa dan selulosa lebih besar daripada sabut kelapa sehingga jumlah asam yang dihasilkan lebih besar. Hemiselulosa dan selulosa adalah komponen kayu yang apabila terdekomposisi akan menghasilkan senyawasenyawa asam organik seperti asam asetat yang merupakan turunan dari asam karboksilat. Menurut Grimwood (1975), tempurung kelapa mengandung hemiselulosa 8,8 % dan selulosa sebesar 19,24 %, sedangkan sabut kelapa memiliki kandungan hemiselulosa, yang merupakan penghasil asam organik ketika dibakar, sebesar 7,69 % dan selulosa sebesar 18,24 %. Selain itu, menurut Luditama (2006), tinggi rendahnya nilai ph pada asap cair dipengaruhi oleh kadar fenol, suhu pirolisis dan sitem destilasi. Semakin tinggi kadar fenol, suhu pirolisis dan suhu destilasi dari asap cair, semakin rendah pula nilai ph dari asap cair tersebut. 3. Kadar asam Kadar asam merupakan salah satu sifat kimia yang menentukan kualitas dari asap cair yang diproduksi. Asam asetat merupakan senyawa asam organik yang memiliki peranan tinggi dalam asap cair. Asam asetat kemungkinan terbentuk sebagian dari lignin dan sebagian dari komponen karbohidrat dari selulosa. Browning (1963) menggambarkan pembentukan asam asetat sebagai berikut : 19

4 CH2OH CH2OH CH2OH HO O HOH OH OH OH OH CH2OH OH OH CH2 CH2OH HO HO OH OH OH HO -H2O -H2O HO OH CH2OH CH2OH CH2 HOH HOCH O OH OH O OH OH -H2O C6H10O5 Dedidration and Charring Sumber : Browning (1963) Gambar 3. Formulasi Produksi Asam Asetat Lalu jika (C6H10O5)n dihidrolisis akan membentuk glukosa : (C6H10O5) + nh2o (C6H12O6) C6H12O6 C6H12O6 CH3COOH CH3CH2CH2COOH + 2HCOOH 20

5 Sifat senyawa-senyawa asam pada asap cair bersifat antimikroba. Jika asam organik berada bersama fenol maka sifat antimikroba senyawa-senyawa asam semakin meningkat. Senyawa asam organik terbentuk dari pirolisis komponen-komponen kayu seperri hemiselulosa dan selulosa. Penentuan kadar asam ini dilakukan dengan GC-MS. Hasil lengkap penentuan kadar asam disajikan di Lampiran 4. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa asap cair tempurung kelapa memiliki kadar asam sebesar 37 %. Kadar asam yang diperoleh pada penelitian ini sesuai dengan penelitian Luditama (2006) yaitu berkisar antara berkisar antara 9,58 sampai 59,93 %. Menurut Luditama (2006), keasaman dari asap cair dipengaruhi oleh kadar fenol pada asap cair tersebut. Semakin tinggi kadar fenol, maka asap cair akan menjadi semakin asam. Selain itu menurut Luditama (2006), kadar asam dari asap cair dipengaruhi oleh suhu fraksi destilasi dan suhu pirolisis sebelum destilasi. Semakin tinggi suhu fraksi destilasi, maka kadar asamnya semakin besar. Semakin rendah suhu pirolisis maka kadar asamnya semakin besar. Perbedaan jumlah kadar asam ini dikarenakan asam organik yang dihasilkan dari dekomposisi komponen hemiselulosa dan selulosa mengalami proses pirolisis pada suhu pembakaran dibawah 300 ºC. Asap cair pada suhu pembakaran 500 ºC memiliki kadar asam yang lebih rendah karena menurut Maga (1988) pada suhu pembakaran diatas 300 ºC senyawa-senyawa fenol, guaikol, dan siringol telah terdekomposisi dari lignin sehingga mempengaruhi kadar asam asap cair. 4. Kadar fenol Kadar fenol merupakan zat aktif yang memiliki sifat antimikroba dan efek antibakteri pada asap cair. Selain itu, fenol juga dapat memberikan efek antioksidan kepada bahan makanan yang diawetkan. Identifikasi fenol terhadap kualitas asap cair yang dihasilkan, diharapkan dapat mewakili kriteria dari mutu asap cair tersebut, sehingga dapat dinyatakan bahwa asap cair yang digunakan sangat sesuai dengan aplikasi produk yang diawetkan. Pengukuran kadar fenol pada asap cair dilakukan dengan GC-MS. Hasil lengkap penentuan kadar fenol disajikan di Lampiran 4. Kadar fenol yang dihasilkan sebesar 38 %. Hasil ini sangat berbeda dengan hasil penelitian 21

6 Luditama (2006) yang berkisar antara 0,44 0,78 % dan hasil penelitian Maga (1988) yaitu antara 0,2 2,9 %. Menurut Luditama (2006), suhu pirolisis atau pembakaran 300 ºC dan 500 ºC dari suatu bahan tidak mempengaruhi kadar fenol dari asap cair. Akan tetapi, perbedaan kadar fenol pada asap cair dipengaruhi oleh perbedaan kandungan lignin pada bahan pengasap. Lignin merupakan komponen kayu yang apabila terdekomposis akan menghasilkan senyawa fenol. Menurut Djatmiko, et al. (1985), tempurung kelapa memiliki lignin sebesar 33,30 %, sedangkan menurut Joseph dan Kindagen (1993), sabut kelapa mengandung lignin sebesar 29,23 %. Faktor utama yang menentukan kadar fenol dalam asap cair adalah banyaknya asap yang dihasilkan selama pembakaran. Hal ini terkait pada faktor suhu dan bahan pengasap yang digunakan. Intensitas pirolisis berhubungan langsung dengan suhu yang dicapai yang terdiri dari transfer panas dan keberadan oksigen (reaksi oksidasi). Sedangkan bahan pengasap berhubungan langsung dengan jenis bahan yang terdiri atas kayu keras ataupun bahan yang dapat dibakar yaitu selulosa, hemiselulosa, lignin, persenyawaan protein dan mineral yang mempengaruhi keberadaan senyawasenyawa kimia asap (Djatmiko et al., 1985). B. ANALISIS IKAN TERI NASI (Stolephorus commersonii, Lac.) SEGAR Analisis pada ikan teri nasi (Stolephorus commersonii, Lac.) segar berupa analisa komponen gizi atau analisa proksimat. Hasil analisis komponen gizi ikan teri nasi (Stolephorus commersonii, Lac.) dapat dilihat pada Tabel 5. Analisa yang dilakukan yaitu analisa kadar abu, kadar air, kadar protein, dan kadar lemak. Tabel 5. Hasil Analisis Proksimat Ikan Teri Nasi Komposisi Gizi Ikan Teri Nasi Segar Nilai Persen (%) Kadar Air Kadar Abu 3.25 Kadar Protein Kadar Lemak

7 Tabel 6. Hasil Analisis Proksimat Menurut Hardinsyah dan Briawan (1990) Komposisi Gizi Ikan Teri Nasi Segar Nilai Persen (%) Kadar Air 80 Kadar Abu Kadar Protein 16 Kadar Lemak 1 Bahan makanan tersusun dari empat komponen utama, yaitu air, protein, karbohidrat, dan lemak. Selain empat hal tersebut, makanan memiliki komponen lain berupa senyawa organik seperti mineral, vitamin atau pigmen-pigmen. Abu merupakan residu organik dari pembakaran senyawa organik bila bahan dibakar sempurna dalam tungku pengabuan. Kandungan abu total termasuk kadar logam merupakan parameter nilai nutrisi dari makanan. Kadar air adalah kandungan suatu bahan yang dapat dinyatakan berdasarkan berat basah dan berat kering. Kadar air sangat berpengaruh terhadap mutu bahan pangan, dan hal ini merupakan salah satu sebab mengapa di dalam pengolahan pangan, air tersebut sering dikurangi ataupun dikeluarkan dengan cara penguapan atau pengeringan. Menurut Winarno et al. (1984), keawetan bahan pangan memiliki hubungan yang erat dengan kadar air yang dikandungnya. Protein merupakan zat makanan yang penting bagi tubuh karena zat ini disamping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur (Winarno, 1997). Lemak dan minyak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga tubuh manusia. Selain itu, lemak dan minyak merupakan sumber energi yang lebih efektif dibandingkan karbohidrat dan protein (Winarno, 1997). Hasil uji proksimat atau kandungan gizi ikan teri nasi (Stolephorus commersonii, Lac.) menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Hardinsyah dan Briawan (1990) pada ikan teri. Hasil uji kadar air diperoleh sebesar 80,39 %, sedangkan hasil penelitian kadar air Hardinsyah dan Briawan (1990) yaitu sebesar 80 %. Hasil uji kadar protein sebesar 13,74, sedangkan hasil penelitian kadar protein Hardinsyah dan Briawan (1990) yaitu sebesar 16 %. Pada hasil uji lemak diperoleh sebesar 2,45 %, sedangkan hasil penelitian kadar lemak Hardinsyah dan Briawan (1990) yaitu sebesar 1 %. 23

8 Selain dilakukan uji proksimat, pada ikan teri nasi juga diuji jumlah total mikroba melalui uji TPC dan uji kapang dan khamir. Data hasil uji total mikroba awal dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Hasil Uji Jumlah Total Mikroba Awal Ikan Teri Nasi (Stolephorus commersonii, Lac.) Analisa Jumlah (koloni/gram) TPC (Total Plate Count) 5.85 x 10³ Kapang dan Khamir 3.45 x 10³ Berdasarkan uji proksimat, ikan teri nasi (Stolephorus commersonii, Lac.) segar memiliki kandungan gizi yang sangat baik, yaitu kadar protein sebesar 13,74 % dan kadar lemak sebesar 2,45 %. Hal ini karena kandungan gizi yang dihasilkan tidak jauh berbeda dengan kriteria kandungan gizi ikan teri (Stolephorus. Sp) segar pada Direktorat Gizi Depkes (1981), yaitu kadar protein 16 % dan kadar lemak 1 %. Hasil uji jumlah total mikroba pada Tabel 7, diperoleh uji TPC sebesar 5.85 x 10³ koloni/gram dan uji kapang dan khamir sebesar 3.45 x 10³ koloni/gram. Hasil ini menunjukkan bahwa produk ikan teri nasi masih bisa dinyatakan sebagai produk yang layak dikonsumsi dan bisa dipertahankan keawetan atau kesegarannya. Hal ini karena hasil uji masih berada dibawah zona aman konsumsi yakni 5 x 10 berdasarkan SNI (BSN, 1992). C. PROSES PERENDAMAN (ANALISIS KADAR FENOL) Pada proses perlakuan ini ikan teri nasi (Stolephorus commersonii, Lac.) direndam di dalam asap cair dengan konsentrasi yang berbeda dan lama waktu perendaman yang berbeda. Setelah proses perendaman dilakukan proses pengukuran kadar fenol. Hasil analisis terhadap kadar fenol dapat dilihat pada Tabel 8. 24

9 Tabel 8. Nilai Rata-Rata Kadar Fenol Ikan Teri Nasi (Stolephorus commersonii, Lac.) setelah Direndam dalam Asap Cair Konsentrasi asap Cair (%) Lama Perendaman (menit) 20% 30% 15 menit menit menit Pada Tabel 8 dapat dilihat bahwa perlakuan konsentrasi asap cair dan lama perendaman dapat mempengaruhi kadar fenol dari ikan teri nasi (Stolephorus commersonii, Lac.) asap cair. Semakin besar konsentrasi asap cair semakin meningkat kadar fenol ikan teri nasi, semakin lama perendaman dalam asap cair semakin meningkat kadar fenol dari ikan teri nasi. Hal ini diduga disebabkan karena pada konsentrasi asap cair lebih tinggi terdapat kandungan fenol yang lebih tinggi pula dan semakin lama perendaman mempengaruhi pencapaian titik keseimbangan antara permukaan luar ikan dengan titik pusat dalam ikan terhadap konsentrasi fenol. Hasil ini sesuai dengan penelitian Haras (2004) yang menyatakan bahwa semakin besar konsentrasi asap cair dan semakin lama perendaman dalam asap cair, maka semakin meningkat kadar fenol dari ikan teri nasi. Menurut Reinhold (1993), sebagai antiseptik banyaknya fenol dalam makanan mempengaruhi pertumbuhan bakteri. Selain itu, sebagai antioksidan banyaknya fenol dalam makanan mempengaruhi proses oksidasi sehingga dapat mempengaruhi mutu bahan makanan tersebut (Girrard, 1992 ; Pszczola, 1995). Pada Tabel 8 dapat dilihat bahwa penggunaan asap cair dengan konsentrasi 30 % dan lama perendaman 45 menit memiliki kadar fenol tertinggi yaitu 0,68 % dan masih dalam batas aman fenol untuk dikonsumsi yaitu 0,02 1,00 % (Davidson and Branen, 1981). Berdasarkan uji Anova didapatkan perbedaan nyata pada perlakuan konsentrasi asap cair, perlakuan lama perendaman dalam asap cair, dan interaksi 25

10 kedua perlakuan tersebut dengan nilai F hitung masing-masing sebesar 7200, 1158, dan 72 dan sangat layak untuk dilakukan uji lanjut. (Lampiran 5). Berdasarkan uji lanjut Beda Nyata Jujur didapatkan perbedaan nyata terhadap kadar fenol pada perlakuan lama perendaman yang digunakan, perbedaan tertinggi terdapat pada perlakuan lama perendaman 45 menit dan 15 menit yaitu sebesar 0,125. Pada perlakuan konsentrasi tidak perlu dilakukan uji lanjut karena perlakuan konsentrasi hanya terdapat dua taraf yaitu 20 % dan 30 %, sedangkan uji Anova menunjukkan bahwa kedua konsentrasi sudah memberikan perbedaan nyata. Berdasarkan Tabel 8 jika dihitung nilai rata-rata kadar fenol pada tiap perlakuan konsentrasi diperoleh bahwa pada perlakuan konsentrasi 30 % memiliki nilai rata-rata tertinggi yaitu 0,62 % daripada perlakuan konsentrasi 20 % yaitu 0,43 %. Hal ini dikarenakan kandungan fenol lebih banyak pada konsentrasi asap cair yang tinggi berdasarkan data spesifikasi liquid smoke dari International Flavor and Fragrances. Pada uji lanjut interaksi perlakuan antara konsentrasi asap cair dan lama perendaman asap cair perbedaan tertinggi terdapat pada perlakuan konsentrasi asap cair 20 % lama perendaman 15 menit (kode perlakuan 101) dengan perlakuan konsentrasi asap cair 30 % lama perendaman 45 menit (kode perlakuan 106) sebesar 0,315. Hal ini menunjukkan kuatnya interaksi antara perlakuan konsentrasi asap cair dan lama perendaman asap cair terhadap kadar fenol pada ikan teri nasi (Stolephorus commersonii, Lac.). Hasil ini sesuai dengan penelitian Haras (2004), yang menunjukkan bahwa perbedaan nyata tertingi terdapat pada kombinasi antara konsentrasi asap cair paling tinggi dengan waktu perendaman paling lama (konsentrasi asap cair 2,0 % dan lama perendaman 15 menit) dan konsentrasi asap cair terendah dengan waktu lama perendaman terendah (konsentrasi asap cair 0,5 % dan lama perendaman 5 menit). Adapun kombinasi yang tidak menunjukkan perbedaan nyata antara lain : pada kode perlakuan 103 (konsentrasi 20% 30 menit) dengan 105 (konsentrasi 20% 45 menit) dan 104 (konsentrasi 30% 30 menit) dengan 106 (konsentrasi 30% 45 menit). 26

11 D. ANALISIS SELAMA PENYIMPANAN SUHU RUANG Berdasarkan uji kadar fenol pada proses perendaman didapatkan perlakuan terbaik yaitu konsentrasi asap cair 30 % lama perendaman 45 menit. Analisa yang dilakukan selama penyimpanan adalah kadar air, kadar TPC dan kapang khamir, dan uji protein. 1. Analisis kadar air Kadar air bahan pangan merupakan jumlah air yang dikandung tersebut dan sangat berpengaruh pada mutu dan keawetan pangan (Martinez et al, 2007). Analisis kadar air bertujuan untuk mengetahui pengaruh perendaman asap cair terhadap perubahan kadar air ikan teri nasi (Stolephorus commersonii, Lac.) segar. Hasil pengukuran kadar air selama penyimpanan disajikan pada Tabel 9 dan Gambar 6. Tabel 9. Nilai Rata-Rata Kadar Air Selama Penyimpanan Pengamatan Rata-rata (%) Hari Hari Hari Hari Hari Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa makanan. Selain itu, air merupakan sumber utama yang menjadi pemicu kecepatan mikrobiologi untuk merusak sumber pangan. Istilah umum yang sering dipakai untuk air yang terdapat dalam bahan pangan adalah air terikat (bound water). Menurut derajat keterikatan air, Winarno (1992) menyatakan bahwa air terikat dibagi atas empat tipe. Tipe I, adalah molekul air yang terikat pada molekul-molekul lain melalui suatu ikan hidrogen yang berenergi besar. Molekul air membentuk hidrat dengan 27

12 molekul-molekul lain yang mengandung atom-atom O dan N seperti karbohidrat, protein, atau garam. Air tipe ini tidak dapat membeku pada proses pembekuan, tetapi sebagian air ini dapat dihilangkan dengan cara pengeringan biasa. Air tipe ini terikat kuat dan sering kali disebut air terikat dalam arti sebenarnya. Derajat pengikatan air sedemikian rupa sehingga reaksi-reaksi yang terjadi sangat lambat dan tidak terukur. Tipe II, yaitu molekul-molekul air membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air lain, terdapat dalam mikrokapiler dan sifatnya agak berbeda dari air murni. Air jenis ini lebih sukar dihilangkan dan penghilangan air tipe II akan mengakibatkan penurunan aw (water activity). Bila sebagian air tipe II dihilangkan, pertumbuhan mikroba dan reaksi-reaksi kimia yang bersifat merusak bahan makanan seperti browning, hidrolisis, atau oksidasi lemak akan dikurangi. Tipe III, adalah air yang secara spesifik terikat dalam jaringan matriks bahan seperti membran, kapiler, serat, dan lain-lain. Air tipe III inilah yang sering kali disebut air bebas. Air tipe ini mudah diuapkan dan dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan mikroba dan media bagi reaksi-reaksi kimiawi. Tipe IV, adalah air yang tidak terikat dalam jaringan suatu bahan atau air murni, dengan sifat-sifat air biasa dan keaktifan penuh. Selain itu, Winarno (1992) membagi tipe-tipe air dibagi menjadi dua, yaitu air imbibisi dan air kristal. Air imbibisi merupakan air yang masuk ke dalam bahan pangan dan akan menyebabkan pengembangan volume, tetapi air ini tidak merupakan komponen penyusun bahan tersebut. Misalnya air dengan beras bila dipanaskan akan membentuk nasi, atau pembentukan gel dari bahan pati. Air kristal adalah air terikat dalam semua bahan, baik pangan maupun nonpangan yang berbentuk kristal, seperti gula, garam, CuSO4 dan lain-lain. Adanya kandungan air yang lebih tinggi akan menunjang meningkatnya pertumbuhan bakteri serta aktivitas bakteri tersebut dalam merombak senyawa-senyawa kompleks menjadi senyawa-senyawa sederhana yang disebut pembusukan. Pada Tabel 9 dapat dilihat bahwa pada hari ke-1 proses perendaman dalam asap cair memberikan perubahan terhadap nilai kadar air pada ikan teri nasi segar yaitu dari 80,39 % (analisa proksimat Tabel 5) menjadi 79,24 %. Hal ini menunjukkan berdifusinya asap cair ke dalam 28

13 ikan teri nasi memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap perubahan konsentrasi nilai kadar air pada ikan teri nasi (Stolephorus commersonii, Lac.). Pada pengamatan hari ke-3 nilai kadar air menjadi bertambah tinggi yaitu 81,63 %, hal ini diduga pada ikan teri nasi sudah mulai terjadi perombakan senyawa-senyawa kimia dalam bahan pangan, sehingga air yang terikat pada jaringan bahan pangan memisahkan diri dan meningkatkan nilai kadar air. Penurunan nilai kadar air secara terus menerus terjadi hari ke-3 sampai hari ke-9, yaitu dari 81,63 % menurun menjadi 81,59 % (hari ke-5), menjadi 81,28 % (hari ke-7), dan menjadi 79,03 % (hari ke-9). Dilihat dari nilai dari Tabel 9, nilai penurunan kadar air ini sebenarnya tidak sangat signifikan. Akan tetapi nilai penurunan kadar air ini bisa disebabkan dua hal, yaitu pengaruh pemanasan suhu dari sinar matahari pada ruang penyimpanan dan keasaman dari asap cair. Hal ini karena posisi lemari penyimpanan berada pada posisi masuknya sinar matahari pada ruangan. Suhu panas dari sinar matahari akan menyebabkan air yang ada dipermukaan daging (tubuh) ikan akan menguap terlebih dahulu. Hal ini akan menyebabkan pengkerutan jaringan daging sehingga mempersempit rongga-rongga antar sel dan pipapipa kapiler. Akibatnya air dibagian dalam daging ikan akan lambat menguap (Van Arsdel and Coplay, 1963). Penguapan air selama penyimpanan erat kaitannya dengan keadaan keseimbangan antara kelembaban relatif, suhu, dan kadar air. Aliran udara dapat menyebabkan tekanan parsial uap air di atas permukaan daging ikan menurun. Hal ini menyebabkan penguapan air dari daging ikan (Van Arsdel and Copley, 1963). Sedangkan pengaruh tingkat keasaman asap cair menurut Gomez-Guillen at al. (2003) dapat menyebabkan ketidaklarutan protein daging, sehingga berakibat pada keluarnya air dari daging ikan. 2. Analisis mikrobiologi (TPC, Kapang dan Khamir) Kandungan bakteri dalam suatu produk merupakan salah satu parameter mikrobiologis dalam menentukan layak tidaknya produk tersebut dikonsumsi (Kristinsson et al., 2007). Kontaminasi mikroba pada produk perikanan dapat terjadi saat panen, penanganan, distribusi maupun penyimpanan, dan proses pengolahan. Analisis terhadap jumlah bakteri 29

14 bertujuan untuk mengetahui jumlah total bakteri dalam suatu produk dan mengetahui tingkat pertumbuhannya selama penyimpanan. Hasil analisis TPC terhadap ikan teri nasi (Stolephorus commersonii, Lac.) selama penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Nilai Rata-Rata TPC Ikan Teri Nasi Selama Penyimpanan Pengamatan Jumlah (koloni/gram) Hari 1 1 x 10² Hari x 10² Hari x 10² Hari 7 5 x 10² Hari 9 7 x 10² Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat bahwa hasil analisis pada hari ke-1 jumlah mikroba mengalami penurunan dari keadaan awal 5,85 x 10³ koloni/gram (Tabel 7) menjadi 1 x 10² koloni/gram (Tabel 10). Hasil ini menggambarkan bahwa fenol dalam asap cair dapat bekerja sebagai antiseptik, dimana mikroba tidak dapat tumbuh secara maksimal. Menurut Daun (1979), cara kerja fenol dalam menghambat pertumbuhan mikroba adalah dengan cara mengganggu metabolisme dari mikroba dengan menghambat pembentukan spora dari mikroba tersebut dan memperpanjang fase lag. Pada hari ke3 terjadi kenaikan jumlah mikroba pada sampel ikan teri nasi (Stolephorus commersonii, Lac.) dari 1 x 10² koloni/gram (hari ke-1) menjadi 6.5 x 10² koloni/gram (hari ke-3). Demikian pula pada hari ke-5 terjadi kenaikan jumlah mikroba dari 6.5 x 10² koloni/gram (hari ke-3) menjadi 7.5 x 10² koloni/gram (hari ke-5). Peningkatan jumlah mikroba pada hari ke-3 dan hari ke-5 dikarenakan oleh sudah mulai menurunnya aktivitas dari fenol dari asap cair yang terdifusi ke dalam ikan teri nasi (Stolephorus commersonii, Lac.). Selain itu, terjadinya kenaikan ini menunjukkan bahwa mikroba sudah melewati zona adaptasi dimana mikroba sudah menyesuaikan 30

15 diri dengan kondisi lingkungan yang ada. Salah satu faktor yang menjadi alat atau media yang mendukung proses adaptasi pada mikroba adalah adanya penggunaan suhu penyimpanan yang sesuai untuk pertumbuhan mikroba yaitu pada suhu kamar (37 ºC), sehingga akan semakin mempercepat pertumbuhan mikroba. Hal lain yang menjadi nilai positif bagi mikroba untuk mengalami kenaikan jumlah mikroba adalah terjadinya kenaikan kadar air dari hari ke-1 sampai hari ke-5 (Tabel 9). Semakin tinggi kadar air dalam suatu bahan pangan maka nilai aw makin meningkat, sehingga kemampuan aktivitas mikroba untuk tumbuh semakin meningkat. Menurut Winarno (1992) bakteri dapat tumbuh dengan baik pada aw minimum 0,9. Akan tetapi, kenaikan jumlah mikroba yang terjadi pada hari ke-3 dan hari ke-5 jumlah kenaikannya tidak terlalu signifikan karena masih berada pada jumlah pangkat 10². Mulai dari hari ke-5 sampai hari ke-9 terjadi perubahan jumlah mikroba yang bersifat fluktuatif atau tidak terjadi kecenderungan naik atau turun. Jumlah mikroba dari 7.5 x 10² koloni/gram (hari ke-5) berubah atau menurun menjadi 5 x 10² koloni/gram (hari ke-7), sedangkan dari hari ke-7 terjadi kenaikan dari jumlah 5 x 10² koloni/gram menjadi 7 x 10² koloni/gram (hari ke-9). Terjadinya penurunan jumlah mikroba pada hari ke-7 dari hari ke- 5 disebabkan oleh penurunan jumlah kadar air pada ikan teri nasi (Stolephorus commersonii, Lac.) dari 81,59 % (hari ke-5) menjadi 81,28 %. (hari ke-7) (Tabel 9). Penurunan jumlah kadar air ini menyebabkan nilai aw mengalami penurunan, sehingga hal ini menyebabkan terhambatnya proses pertumbuhan mikroba. Sedangkan penyebab terjadinya kenaikan jumlah mikroba pada hari ke-9 disebabkan oleh mulai menurunnya pengaruh keasaman dari asap cair, sehingga nilai ph-nya menjadi naik dan berada pada nilai ph optimum pertumbuhan bakteri. Bakteri tumbuh pada ph antara 4,0 8,0. Pada hari pengamatan terakhir (hari ke-9) jumlah mikroba sebesar 7 x 10² koloni/gram. Jumlah ini menunjukkan bahwa jumlah mikroba pada hari ke-9 masih berada pada di bawah zona aman konsumsi yaitu 5 x 10 koloni/gram berdasarkan SNI (BSN, 1992). Mengenai hasil analisis jumlah kapang dan khamir ikan teri nasi (Stolephorus commersonii, Lac.) bisa dilihat pada Tabel

16 Tabel 11. Nilai Rata-Rata Jumlah Kapang dan Khamir Ikan Teri Nasi (Stolephorus commersonii, Lac.) Selama Penyimpanan. Pengamatan Jumlah (koloni/gram) Hari 1 1 x 10² Hari 3 6 x 10² Hari x 10² Hari 7 2 x 10² Hari 9 2 x 10² Dari Tabel 11 dapat dilihat bahwa pada hari ke-1 jumlah total kapang dan khamir mengalami penurunan dari kondisi analisis awal sebesar 3.45 x 10³ koloni/gram (Tabel 7) menjadi 1 x 10² koloni/gram. Nilai penurunan ini sama dengan penurunan pada hari ke-1 pada analisis jumlah total bakteri. Hal ini menunjukkan bahwa sifat antimikroba pada asap cair oleh fenol pada kapang dan khamir juga bekerja secara maksimal. Hal ini sesuai dengan pendapat Reinhold (1993) yang menyatakan bahwa fenol merupakan senyawa antiseptik dan desinfektan terhadap berbagai mikroba. Kemudian pada hari ke-1 sampai hari ke-5 terjadi kenaikan jumlah total kapang dan khamir menjadi 6,5 x 10² koloni/gram. Faktor yang paling berkaitan dengan naiknya jumlah total kapang dan khamir adalah terjadinya kenaikan jumlah kadar air dari hari ke1 sampai hari ke-5 (Tabel 9). Hal ini menyebabkan naiknya nilai aw, sehingga meningkatkan aktivitas pertumbuhan mikroorganisme kapang dan khamir. Menurut Winarno (1992) kapang dapat tumbuh pada aw minimum 0,6 0,7 dan khamir dapat tumbuh pada aw minimum 0,8 0,9. Selanjutnya hasil analisis dari hari ke-5 sampai hari ke-7 jumlah total kapang dan khamir menurun menjadi 2 x 10² koloni/gram, dan dari hari ke-7 sampai hari ke-9 jumlah total kapang dan khamir bersifat konstan sebesar 2 x 10² koloni/gram. Nilai penurunan ini disebabkan oleh 32

17 menurunnya nilai kadar air pada pengamatan hari ke-7, sehingga hal ini akan menyebabkan menurunnya nilai aw dan secara simultan akan menghambat pertumbuhan kapang dan khamir. Sedangkan dari hari ke-7 sampai hari ke-9 nilai penurunan air tidak mempengaruhi jumlah penurunan total kapang dan khamir. Hal ini dikarenakan kapang dan khamir sudah mengalami titik jenuh dan berada pada fase lag optimum pertumbuhan atau berada dalam fase pertumbuhan tetap (statis). Hal ini bisa dilihat dari jumlah total kapang dan khamir dari hari ke-7 sampai hari ke-9 jumlahnya konstan yaitu 2 x 10² koloni/gram. Jumlah total kapang dan khamir pada hari pengamatan terakhir (hari ke-9) sebesar 2 x 10² koloni/gram, dan masih berada di bawah batas aman konsumsi yaitu 1 x 10 koloni/gram. 3. Analisis kadar protein Kadar protein merupakan salah satu komponen komposisi gizi terpenting dalam sebuah produk pangan, terutama pada ikan teri nasi (Stolephorus commersonii, Lac.). Analisis kadar protein bertujuan untuk mengetahui pengaruh pengaruh perendaman asap cair terhadap perbahan kadar protein ikan teri nasi (Stolephorus commersonii, Lac.) segar selama penyimpanan. Hasil analisis kadar protein terhadap ikan teri nasi (Stolephorus commersonii, Lac.) selama penyimpanan 9 hari dapat dilihat pada Tabel 12 dan Gambar 8 di bawah ini : Tabel 12. Nilai Rata-Rata Kadar Protein Selama Penyimpanan Pengamatan Kadar Protein (%) Hari Hari Hari Hari Hari Hari

18 Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsurunsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Protein mempunyai bermacam-macam fungsi bagi tubuh, yaitu sebagai enzim, zat pengatur pergerakan, pertahanan tubuh, alat pengangkut dan lain-lain (Winarno, 1992). Molekul protein mengandung pula fosfor, belerang, dan ada jenis protein yang mengandung unsur-unsur logam, seperti besi dan tembaga. Protein dalam bahan makanan yang dikonsumsi manusia diserap oleh usus dalam bentuk asam amino. Bila suatu protein dihidrolisis dengan asam, alkali, atau enzim, akan dihasilkan campuran asam-asam amino. Protein yang terdapat di dalam ikan dengan bantuan bakteri pembusuk akan terurai menjadi amoniak, amines yang lazim disebut basa-basa volatil (Buckle et al., 1985). Senyawa-senyawa yang tidak diinginkan dalam proses pembusukan yaitu senyawa-senyawa yang berbau busuk, seperti indol, skatol, merkaptan, putresin, dan asam sulfida atau H2S. Pada Tabel 12 dan Gambar 8 dapat dilihat, bahwa pada hari ke1 jumlah kadar protein pada ikan teri nasi (Stolephorus commersonii, Lac.) mengalami penurunan dari keadaan awal 13,74 % (Tabel 5) mnjadi 12,35%. Penurunan ini disebabkan mikroorganisme pembusuk pengurai protein mulai memecah protein atau mendegradasi protein menjadi asam amino. Nilai penurunan kadar protein yang terjadi tidak terlalu signifikan, hal ini dikarenakan jumlah mikroorganisme yang ada pada hari ke-1 masih terlalu sedikit, sehingga tingkat penguraian protein menjadi asam amino jumlahnya tidak terlalu maksimal. Pada hari ke-3 sampai hari ke-5 jumlah kadar protein menurun dari 12,35 % (hari ke-1) menjadi 11,69 % (hari ke-3) dan 11,36 % (hari ke-5). Penurunan ini terjadi karena mikroorganisme yang ada pada hari ke-3 dan hari ke-5 mulai tumbuh dan bertambah meningkat (Tabel 10 dan Tabel 11). Hal itu ditandai dengan meningkatnya jumlah kadar air yang menunjang atau mempercepat pertumbuhan mikroorganisme serta aktivitas pembusuk pada pangan. Pengamatan dari hari ke-5 sampai hari ke-9 menunjukkan terjadinya kenaikan nilai kadar protein menjadi 12,63 % (hari ke-7) dan 13,17 % (hari 34

19 ke-9). Terjadinya kecenderungan kenaikan nilai dari kadar protein ini disebabkan oleh menurunnya jumlah mikroorganisme dari hari ke-5 sampai hari ke-9 (Tabel 10 dan Tabel 11) yang ditandai dengan menurunnya kadar air pada periode waktu yang sama. Hal ini menyebabkan asam amino yang terbentuk berubah lagi menjadi protein. Menurut Winarno (1992) kumpulan asam amino (> 100 buah) dapat membentuk ikatan peptida dan membentuk rantai polipeptida yang tidak bercabang. Nilai kadar protein pada hari ke-9 yaitu 13,17 % tidak jauh berbeda dengan nilai kadar protein awal yaitu 13,74 % (Tabel 5), sehingga produk ikan teri nasi segar yang diawetkan melalui proses perendaman dalam asap cair masih layak untuk dikonsumsi. Hal ini sesuai dengan penelitian Febriani (2006) dimana ikan belut yang direndam asap cair tempurung kelapa dapat awet pada suhu kamar sampai hari ke-9. 35

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan bahan yang sangat penting dalam kehidupan manusia dan fungsinya tidak pernah digantikan oleh senyawa lain. Sebuah molekul air terdiri dari sebuah atom

Lebih terperinci

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA BAHAN AJAR KIMIA DASAR

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA BAHAN AJAR KIMIA DASAR No. BAK/TBB/SBG201 Revisi : 00 Tgl. 01 Mei 2008 Hal 1 dari 9 BAB X AIR Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa makanan kita.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan melakukan preparasi ikan. Selanjutnya diberi perlakuan penggaraman

Lebih terperinci

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri PENANGANAN Jenis Kerusakan Bahan Pangan Kerusakan mikrobiologis Kerusakan mekanis Kerusakan fisik Kerusakan biologis Kerusakan kimia Kerusakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Organoleptik Bakso Ikan Nila Merah Uji organoleptik mutu sensorik yang dilakukan terhadap bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas yang berbeda selama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memiliki potensi perikanan terbesar ketiga dengan jumlah produksi ,84

I. PENDAHULUAN. memiliki potensi perikanan terbesar ketiga dengan jumlah produksi ,84 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi yang memiliki potensi sumber daya perikanan laut cukup besar. Kota Bandar Lampung merupakan daerah yang memiliki

Lebih terperinci

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN EFEK PENGERINGAN TERHADAP PANGAN HASIL TERNAK PERLAKUAN SEBELUM

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya terdiri atas perairan, dan mempunyai laut serta potensi perikanan yang sangat besar. Oleh

Lebih terperinci

Oleh : Dr. Ai Nurhayati, M.Si. AIR

Oleh : Dr. Ai Nurhayati, M.Si. AIR Oleh : Dr. Ai Nurhayati, M.Si. AIR Air bahan yang sangat penting bagi kehidupan manusia Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena mempengaruhi penampakan, tekstur serta cita rasa makanan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan Pengamatan suhu alat pengering dilakukan empat kali dalam satu hari selama tiga hari dan pada pengamatan ini alat pengering belum berisi ikan (Gambar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Daging Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Daging Sapi IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Daging Sapi Hasil penelitian pengaruh berbagai konsentrasi sari kulit buah naga merah sebagai perendam daging sapi terhadap total bakteri

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kerbau adalah hewan tergolong memamah biak subkeluarga bovinae dan

TINJAUAN PUSTAKA. Kerbau adalah hewan tergolong memamah biak subkeluarga bovinae dan TINJAUAN PUSTAKA Daging Kerbau Kerbau adalah hewan tergolong memamah biak subkeluarga bovinae dan mempunyaikebiasaan berendam di sungai dan lumpur. Ternak kerbau merupakan salah satu sarana produksi yang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Untuk mengetahui mutu kerupuk ikan Selais (Crytopterus bicirhis) hasil

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Untuk mengetahui mutu kerupuk ikan Selais (Crytopterus bicirhis) hasil IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Untuk mengetahui mutu kerupuk ikan Selais (Crytopterus bicirhis) hasil Fortifikasi dengan penambahan Jamur Tiram Putih (Pleurotus Ostreatus) selama penyimpanan, dilakukan analisa

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi Tepung Onggok Karakterisasi tepung onggok dapat dilakukan dengan menganalisa kandungan atau komponen tepung onggok melalui uji proximat. Analisis proximat adalah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengasapan Ikan. Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengasapan Ikan. Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengasapan Ikan Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan untuk mempertahankan daya awet ikan dengan mempergunakan bahan bakar kayu sebagai penghasil

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama fermentasi berlangsung terjadi perubahan terhadap komposisi kimia substrat yaitu asam amino, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral, selain itu juga

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah TINJAUAN PUSTAKA Ampas Sagu Pemanfaatan limbah sebagai bahan pakan ternak merupakan alternatif dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah mempunyai proporsi pemanfaatan yang besar

Lebih terperinci

KARAKTERISASI ASAP CAIR HASIL PIROLISIS AMPAS TEBU SERTA PENGUJIANNYA UNTUK PENGAWETAN DAGING AYAM

KARAKTERISASI ASAP CAIR HASIL PIROLISIS AMPAS TEBU SERTA PENGUJIANNYA UNTUK PENGAWETAN DAGING AYAM KARAKTERISASI ASAP CAIR HASIL PIROLISIS AMPAS TEBU SERTA PENGUJIANNYA UNTUK PENGAWETAN DAGING AYAM Ayu Saputri *, dan Setiadi Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Depok 16424,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Sosis Sapi Nilai ph Sosis Sapi Substrat antimikroba yang diambil dari bakteri asam laktat dapat menghasilkan senyawa amonia, hidrogen peroksida, asam organik (Jack

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang

I. PENDAHULUAN. Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang kedelai (Glycine max) yang diolah melalui proses fermentasi oleh kapang. Secara umum,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pengawet pada produk makanan atau minuman sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan di dalam industri makanan. Apalagi perkembangan zaman menuntut produk makanan

Lebih terperinci

KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI

KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI 1 Sebagian besar dikonsumsi dalam bentuk olahan Pengolahan : Menambah ragam pangan Perpanjang masa simpan bahan pangan Bahan Pangan 2 Komponen Utama Penyusun Bahan Pangan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Bahan pangan sumber protein hewani berupa daging ayam mudah diolah, dicerna dan mempunyai citarasa yang enak sehingga disukai banyak orang. Daging ayam juga merupakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. karena rasanya lezat dan mengandung nilai gizi tinggi. (Sudarisman, 1996). Pramono (2002)

II. TINJAUAN PUSTAKA. karena rasanya lezat dan mengandung nilai gizi tinggi. (Sudarisman, 1996). Pramono (2002) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daging Itik Daging merupakan bahan makanan hewani yang digemari oleh seluruh lapisan masyarakat karena rasanya lezat dan mengandung nilai gizi tinggi. (Sudarisman, 1996). Pramono

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Buah naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan buah yang saat ini cukup populer

I. PENDAHULUAN. Buah naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan buah yang saat ini cukup populer I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Buah naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan buah yang saat ini cukup populer di Indonesia. Buah naga mengandung antara lain vitamin C, betakaroten, kalsium,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nanas (Ananas comosus L. Merr) Nanas merupakan tanaman buah yang banyak dibudidayakan di daerah tropis dan subtropis. Tanaman ini mempunyai banyak manfaat terutama pada buahnya.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. nucifera ) Terhadap Jumlah Total Bakteri (TPC) dan Kadar Protein pada Ikan Gurami (Ospronemus gouramy)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. nucifera ) Terhadap Jumlah Total Bakteri (TPC) dan Kadar Protein pada Ikan Gurami (Ospronemus gouramy) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Konsentrasi Asap Cair Tempurung Kelapa (Cocos nucifera ) Terhadap Jumlah Total Bakteri (TPC) dan Kadar Protein pada Ikan Gurami (Ospronemus gouramy) 4.1.1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komposisi buah kelapa terdiri dari 35% sabut, 12% tempurung, 28% daging buah dan 25% air. Industri pengolahan buah kelapa masih terfokus pada pengolahan hasil daging

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian, dan (1.7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian, dan (1.7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan: (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tepung Tulang Ikan Rendemen tepung tulang ikan yang dihasilkan sebesar 8,85% dari tulang ikan. Tepung tulang ikan patin (Pangasius hypopthalmus) yang dihasilkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering Uji pembedaan segitiga dilakukan untuk melihat perbedaan ikan teri hasil perlakuan dengan ikan teri komersial.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah,(3) Maksud dan tujuan penelitian, (4) Manfaat penelitian, (5) Kerangka Berpikir, (6) Hipotesa penelitian dan (7)

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis IV. HASIL DA PEMBAHASA A. Penelitian Pendahuluan 1. Analisis Karakteristik Bahan Baku Kompos Nilai C/N bahan organik merupakan faktor yang penting dalam pengomposan. Aktivitas mikroorganisme dipertinggi

Lebih terperinci

5.1 Total Bakteri Probiotik

5.1 Total Bakteri Probiotik V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Total Bakteri Probiotik Berdasarkan hasil pengamatan (Lampiran 3) menunjukkan bahwa perlakuan penambahan bakteri L. acidophilus pada perbandingan tepung bonggol pisang batu

Lebih terperinci

9/6/2016. Hasil Pertanian. Kapang; Aspergillus sp di Jagung. Bakteri; Bentuk khas, Dapat membentuk spora

9/6/2016. Hasil Pertanian. Kapang; Aspergillus sp di Jagung. Bakteri; Bentuk khas, Dapat membentuk spora KULIAH KE 8: PERKEMBANGAN TEKNOLOGI PASCA PANEN & NILAI TAMBAH TIK: Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa akan dapat menjelaskan berbagai teknologi pasca panen untuk memberi nilai tambah. Agricultural

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ikan Selais (O. hypophthalmus). Sumber : Fishbase (2011)

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ikan Selais (O. hypophthalmus). Sumber : Fishbase (2011) 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Selais (Ompok hypophthalmus) Ikan Ompok hypophthalmus dikenal dengan nama daerah selais, selais danau dan lais, sedangkan di Kalimantan disebut lais

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan yang digunakan Kerupuk Udang. Pengujian ini adalah bertujuan untuk mengetahui kadar air dan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGERINGAN BEKATUL Proses pengeringan bekatul dilakukan dengan pengering rak karena cocok untuk bahan padat, suhu udara dapat dikontrol, dan terdapat sirkulator udara. Kipas

Lebih terperinci

ISOLASI DAN PEMURNIAN ASAP CAIR BERBAHAN DASAR TEMPURUNG DAN SABUT KELAPA SECARA PIROLISIS DAN DISTILASI

ISOLASI DAN PEMURNIAN ASAP CAIR BERBAHAN DASAR TEMPURUNG DAN SABUT KELAPA SECARA PIROLISIS DAN DISTILASI ISOLASI DAN PEMURNIAN ASAP CAIR BERBAHAN DASAR TEMPURUNG DAN SABUT KELAPA SECARA PIROLISIS DAN DISTILASI Erliza Noor 1), Candra Luditama 1), Gustan Pari 2) Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang dewasa ini sudah banyak dikenal dan dikonsumsi oleh berbagai kalangan masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama

BAB I PENDAHULUAN. Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama dalam penyimpanannya membuat salah satu produk seperti keripik buah digemari oleh masyarat. Mereka

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Parameter sensori sangat penting pada tahap penelitian dan pengembangan produk pangan baru. Produk baru yang dihasilkan harus memiliki penanganan yang tepat agar

Lebih terperinci

OPTIMASI KECUKUPAN PANAS PADA PASTEURISASI SANTAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP MUTU SANTAN YANG DIHASILKAN

OPTIMASI KECUKUPAN PANAS PADA PASTEURISASI SANTAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP MUTU SANTAN YANG DIHASILKAN OPTIMASI KECUKUPAN PANAS PADA PASTEURISASI SANTAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP MUTU SANTAN YANG DIHASILKAN Oleh : Ermi Sukasih, Sulusi Prabawati, dan Tatang Hidayat RESUME Santan adalah emulsi minyak dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merupaka pelarut yang kuat, melarutkan banyak zat kimia. Zat-zat yang larut dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merupaka pelarut yang kuat, melarutkan banyak zat kimia. Zat-zat yang larut dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Air dalam Bahan Pangan Air bersifat tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau pada kondisi standar, yaitu pada tekanan 100 kpa (1 bar) dan temperature 273,15 K (0ºC). Air

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING (Laporan Penelitian) Oleh PUTRI CYNTIA DEWI JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PETANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pangan adalah mencegah atau mengendalikan pembusukan, dimana. tidak semua masyarakat melakukan proses pengawetan dengan baik dan

BAB I PENDAHULUAN. pangan adalah mencegah atau mengendalikan pembusukan, dimana. tidak semua masyarakat melakukan proses pengawetan dengan baik dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Afrianto (2002), banyak bahan makanan yang mudah busuk atau tidak tahan lama sehingga terbatasnya lama penyimpanan dan daerah pemasarannya tidak begitu luas.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Total Fenolat Senyawa fenolat merupakan metabolit sekunder yang banyak ditemukan pada tumbuh-tumbuhan, termasuk pada rempah-rempah. Kandungan total fenolat dendeng sapi yang

Lebih terperinci

PENGASAPAN. PENGASAPAN merupakan perlakuan terhadap produk makanan dengan gas yang dihasilkan dari pemanasan material tanaman (contoh : kayu)

PENGASAPAN. PENGASAPAN merupakan perlakuan terhadap produk makanan dengan gas yang dihasilkan dari pemanasan material tanaman (contoh : kayu) PENGASAPAN PENGASAPAN merupakan perlakuan terhadap produk makanan dengan gas yang dihasilkan dari pemanasan material tanaman (contoh : kayu) Tujuan Pengasapan: Pengawetan (Antibakteri, Antioksidan) Pengembangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asap cair pertama ka1i diproduksi pada tahun 1980 oleh sebuah pabrik farmasi di Kansas, yang dikembangkan dengan metode destilasi kering (pirolisis) dari bahan kayu,

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Asap cair merupakan suatu hasil kondensasi atau pengembunan dari uap hasil pembakaran secara langsung maupun tidak langsung dari bahan-bahan yang banyak mengandung lignin, selulosa,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data hasil penelitian pengaruh penambahan garam terhadap nilai organoleptik

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data hasil penelitian pengaruh penambahan garam terhadap nilai organoleptik Nilai Organoleptik BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Nilai Organoleptik Data hasil penelitian pengaruh penambahan garam terhadap nilai organoleptik ikan lolosi merah (C. chrysozona) dapat di lihat pada analisis

Lebih terperinci

Bakteri memerlukan Aw relatif tinggi untuk pertumbuhan > 0,90

Bakteri memerlukan Aw relatif tinggi untuk pertumbuhan > 0,90 Firman Jaya Bakteri memerlukan Aw relatif tinggi untuk pertumbuhan > 0,90 Khamir memerlukan Aw minimal lebih rendah daripada bakteri ±0,88 KECUALI yang bersifat osmofilik Kapang memerlukan Aw minimal

Lebih terperinci

Pengeringan Untuk Pengawetan

Pengeringan Untuk Pengawetan TBM ke-6 Pengeringan Untuk Pengawetan Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau mengilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang di kandung melalui penggunaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C,

Lebih terperinci

Pengawetan bahan pangan

Pengawetan bahan pangan Pengawetan bahan pangan SMA Negeri 5 Mataram Dhita Fajriastiti Sativa, S.Pd. Prinsip pengawetan pangan Mencegah atau memperlambat laju proses dekomposisi (autolisis) bahan pangan Mencegah kerusakan yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. alot (Chang et al., 2005). Daging itik mempunyai kandungan lemak dan protein lebih

II. TINJAUAN PUSTAKA. alot (Chang et al., 2005). Daging itik mempunyai kandungan lemak dan protein lebih II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daging Itik Afkir Daging itik mempunyai kualitas rendah karena bau amis, bertekstur kasar dan alot (Chang et al., 2005). Daging itik mempunyai kandungan lemak dan protein lebih

Lebih terperinci

PENGAWETAN PANGAN. Oleh: Puji Lestari, S.TP Widyaiswara Pertama

PENGAWETAN PANGAN. Oleh: Puji Lestari, S.TP Widyaiswara Pertama Oleh: Puji Lestari, S.TP Widyaiswara Pertama PENGAWETAN PANGAN I. PENDAHULUAN Makanan merupakan kebutuhan pokok bagi setiap manusia, karena didalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Bakteriosin HASIL DAN PEMBAHASAN Bakteriosin merupakan senyawa protein yang berasal dari Lactobacillus plantarum 2C12. Senyawa protein dari bakteriosin telah diukur konsentrasi dengan menggunakan

Lebih terperinci

PROSES FERMENTASI DENGAN BAKTERI ASAM LAKTAT TERHADAP SIFAT KIMIA DENDENG SAPI IRIS DAN GILING. Oleh : Akram Hamidi

PROSES FERMENTASI DENGAN BAKTERI ASAM LAKTAT TERHADAP SIFAT KIMIA DENDENG SAPI IRIS DAN GILING. Oleh : Akram Hamidi PROSES FERMENTASI DENGAN BAKTERI ASAM LAKTAT TERHADAP SIFAT KIMIA DENDENG SAPI IRIS DAN GILING Oleh : Akram Hamidi 1. Pendahuluan Daging merupakan salah satu bahan pangan bergizi tinggi yang sangat bermanfaat

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT (Na2S2O5) DAN LAMA PERENDAMAN TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG KECAMBAH KEDELAI

PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT (Na2S2O5) DAN LAMA PERENDAMAN TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG KECAMBAH KEDELAI PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT (Na2S2O5) DAN LAMA PERENDAMAN TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG KECAMBAH KEDELAI SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Teknologi

Lebih terperinci

Gambar 4. Diagram batang nilai rata-rata sensori penampakan fillet belut asap

Gambar 4. Diagram batang nilai rata-rata sensori penampakan fillet belut asap 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui konsentrasi garam terpilih yang ditentukan melalui uji sensori. onsentrasi garam yang diberikan terdiri

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi. Pemikiran, (6) Hipotesis, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

1 I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi. Pemikiran, (6) Hipotesis, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis, dan (7) Waktu

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan tentang : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dari pada daging domba dan sapi sehingga tingkat konsumsi daging itik di

TINJAUAN PUSTAKA. dari pada daging domba dan sapi sehingga tingkat konsumsi daging itik di TINJAUAN PUSTAKA Daging Itik Itik manila (entog) merupakan unggas air yang banyak tersedia dipasar setia budi. Selama ini entok masih dimanfaatkankan sebagai penghasil telur dan sebagai sarana pengeram

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi awal blotong dan sludge pada penelitian pendahuluan menghasilkan komponen yang dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Karakteristik blotong dan sludge yang digunakan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Proses Pengolahan Bumbu Pasta Ayam Goreng Proses pengolahan bumbu pasta ayam goreng meliputi tahapan sortasi, penggilingan, penumisan, dan pengentalan serta pengemasan. Sortasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi Bahan Baku 4.1.2 Karet Crepe Lateks kebun yang digunakan berasal dari kebun percobaan Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Ciomas-Bogor. Lateks kebun merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman labu kuning adalah tanaman semusim yang banyak ditanam di Indonesia dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu kuning tergolong

Lebih terperinci

BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN A. HASIL 1. Laju pertumbuhan miselium Rata-rata Laju Perlakuan Pertumbuhan Miselium (Hari)

BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN A. HASIL 1. Laju pertumbuhan miselium Rata-rata Laju Perlakuan Pertumbuhan Miselium (Hari) BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN A. HASIL Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan selama satu bulan penanaman jamur tiram putih terhadap produktivitas (lama penyebaran miselium, jumlah badan buah dua kali

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Peneltian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai

I. PENDAHULUAN. Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai sifat mudah rusak. Oleh karena itu memerlukan penanganan pascapanen yang serius

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjangkau oleh berbagai kalangan. Menurut (Rusdi dkk, 2011) tahu memiliki

BAB I PENDAHULUAN. terjangkau oleh berbagai kalangan. Menurut (Rusdi dkk, 2011) tahu memiliki 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tahu, merupakan salah satu makanan yang digemari oleh hampir semua kalangan masyarakat di Indonesia, selain rasanya yang enak, harganya pun terjangkau oleh

Lebih terperinci

PENYIMPANAN DAN PENGGUDANGAN PENDAHULUAN

PENYIMPANAN DAN PENGGUDANGAN PENDAHULUAN PENYIMPANAN DAN PENGGUDANGAN PENDAHULUAN Kegunaan Penyimpangan Persediaan Gangguan Masa kritis / peceklik Panen melimpah Daya tahan Benih Pengendali Masalah Teknologi Susut Kerusakan Kondisi Tindakan Fasilitas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi

PENDAHULUAN. bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya kebutuhan susu merupakan salah satu faktor pendorong bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi peningkatan konsumsi susu

Lebih terperinci

PAPER BIOKIMIA PANGAN

PAPER BIOKIMIA PANGAN PAPER BIOKIMIA PANGAN BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu kimia terkait erat dengan kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari urusan sandang dan pangan, bahan bakar, obat-obatan sampai bahan konstruksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pengawetan dengan suhu rendah bertujuan untuk memperlambat atau menghentikan metabolisme. Hal ini dilakukan berdasarkan fakta bahwa respirasi pada buah dan sayuran tetap

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Salami Daging Kelinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Salami Daging Kelinci IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Salami Daging Kelinci Hasil penelitian penggunaan starter yogurt terhadap total bakteri Salami daging kelinci disajikan pada Tabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berupa pengawet yang berbahaya (Ismail & Harahap, 2014). Melihat dari

BAB I PENDAHULUAN. berupa pengawet yang berbahaya (Ismail & Harahap, 2014). Melihat dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Makanan merupakan salah satu kebutuhan primer bagi manusia, di Indonesia banyak sekali makanan siap saji yang dijual di pasaran utamanya adalah makanan olahan daging.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Data rata-rata parameter uji hasil penelitian, yaitu laju pertumbuhan spesifik (LPS), efisiensi pemberian pakan (EP), jumlah konsumsi pakan (JKP), retensi protein

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN JASAD RENIK

PERTUMBUHAN JASAD RENIK PERTUMBUHAN JASAD RENIK DEFINISI PERTUMBUHAN Pertumbuhan dapat didefinisikan sebagai pertambahan secara teratur semua komponen di dalam sel hidup. Pada organisme multiselular, yang disebut pertumbuhan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi PENDAHULUAN Latar Belakang Daging merupakan salah satu komoditi pertanian yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan protein, karena daging mengandung protein yang bermutu tinggi, yang mampu menyumbangkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. protein yang lebih baik bagi tubuh dibandingkan sumber protein nabati karena mengandung

I. PENDAHULUAN. protein yang lebih baik bagi tubuh dibandingkan sumber protein nabati karena mengandung I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daging merupakan bahan makanan hewani yang digemari oleh seluruh lapisan masyarakat karena rasanya yang lezat dan mengandung nilai gizi yang tinggi. Daging merupakan

Lebih terperinci

Proses Pembuatan Madu

Proses Pembuatan Madu MADU PBA_MNH Madu cairan alami, umumnya berasa manis, dihasilkan oleh lebah madu dari sari bunga tanaman (floral nektar); atau bagian lain dari tanaman (ekstra floral nektar); atau ekskresi serangga cairan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi Proksimat Komposisi rumput laut Padina australis yang diuji meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar abu tidak larut asam dilakukan

Lebih terperinci

Menerapkan Teknik Pemanasan Tidak Langsung dalam Pengolahan KD 1: Melakukan Proses Pengasapan Ikan

Menerapkan Teknik Pemanasan Tidak Langsung dalam Pengolahan KD 1: Melakukan Proses Pengasapan Ikan 1 P a g e Menerapkan Teknik Pemanasan Tidak Langsung dalam Pengolahan KD 1: Melakukan Proses Pengasapan Ikan Pengasapan Ikan Menurut perkiraan FAO,2 % dari hasil tangkapan ikan dunia diawetkan dengan cara

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN. Pertemuan ke : 2 Mata Kuliah : Kimia Makanan / BG 126

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN. Pertemuan ke : 2 Mata Kuliah : Kimia Makanan / BG 126 RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Pertemuan ke : 2 Mata Kuliah : Kimia Makanan / BG 126 Program Studi : Pendidikan Tata Boga Semester / Tahun : 2l/2007-2008 Alokasi Waktu : 2 X 50 menit I. Tujuan Pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kandungan gizi pada ikan adalah protein, lemak, vitamin-vitamin, mineral,

BAB I PENDAHULUAN. Kandungan gizi pada ikan adalah protein, lemak, vitamin-vitamin, mineral, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan merupakan pangan yang memiliki kandungan zat gizi yang tinggi. Kandungan gizi pada ikan adalah protein, lemak, vitamin-vitamin, mineral, karbohidrat, serta kadar

Lebih terperinci

III. TINJAUAN PUSTAKA

III. TINJAUAN PUSTAKA III. TINJAUAN PUSTAKA A. SUSU BUBUK Menurut Chandan (1997), susu segar secara alamiah mengandung 87.4% air dan sisanya berupa padatan susu sebanyak (12.6%). Padatan susu terdiri dari lemak susu (3.6%)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang

I. PENDAHULUAN. penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Daging ayam merupakan salah satu bahan pangan yang memegang peranan cukup penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang berkualitas tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak beberapa tahun terakhir ini Indonesia mengalami penurunan

BAB I PENDAHULUAN. Sejak beberapa tahun terakhir ini Indonesia mengalami penurunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak beberapa tahun terakhir ini Indonesia mengalami penurunan produksi minyak bumi nasional yang disebabkan oleh berkurangnya cadangan minyak bumi di Indonesia. Cadangan

Lebih terperinci

Analisa Kadar Air (Moisture Determination) Oleh: Ilzamha Hadijah Rusdan, S.TP., M.Sc

Analisa Kadar Air (Moisture Determination) Oleh: Ilzamha Hadijah Rusdan, S.TP., M.Sc Analisa Kadar Air (Moisture Determination) Oleh: Ilzamha Hadijah Rusdan, S.TP., M.Sc 90 Pemaparan dan Tanya Jawab 10 Practice problem Toleransi keterlambatan 30 menit Kontrak Kuliah Materi dapat diunduh

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Nutrien Konsumsi pakan merupakan faktor penting untuk menentukan kebutuhan hidup pokok dan produksi karena dengan mengetahui tingkat konsumsi pakan maka dapat ditentukan kadar

Lebih terperinci

Penggolongan minyak. Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri

Penggolongan minyak. Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri Penggolongan minyak Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri Definisi Lemak adalah campuran trigliserida yang terdiri atas satu molekul gliserol yang berkaitan dengan tiga molekul asam lemak.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terdapat dalam bahan makanan. Istilah yang umumnya dipakai hingga sekarang ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terdapat dalam bahan makanan. Istilah yang umumnya dipakai hingga sekarang ini BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air dalam Bahan Makanan Sampai sekarang belum diperoleh suatu istilah yang tepat untuk air yang terdapat dalam bahan makanan. Istilah yang umumnya dipakai hingga sekarang ini

Lebih terperinci