BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 10 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Ekstrak Kayu dan Kulit Jati (Tectona grandis L.f) Ekstraktif kayu terdiri dari banyak senyawa dengan sifat kimia yang berbeda, mulai dari yang bersifat polar sampai non polar. Senyawa ekstraktif yang berhasil diisolasi dipengaruhi oleh sifat kepolaran pelarut yang digunakan. Pelarut bersifat polar akan melarutkan senyawa kimia yang bersifat polar dan senyawa yang bersifat non polar dapat larut dalam pelarut non polar. Pelarut campuran etanol/toluena dapat melarutkan ekstraktif yang bersifat polar sampai non polar, karena etanol merupakan pelarut yang bersifat polar dan toluena pelarut yang bersifat non polar. Kadar ekstrak dari kayu Jati berbeda untuk perbandingan campuran pelarut etanol/toluena yang berbeda (Gambar 2). Perbedaan perbandingan pelarut etanol dan toluena menyebabkan campuran pelarut memiliki sifat kepolaran yang berbeda. Kadar Ekstrak (%) ,86 8,91 7,76 6,79 6,09 5,47 E:T (1:1) E:T (1:2) E:T (2:1) Pelarut Etanol:Toluena Jawa Barat Jawa Timur Gambar 2 Kadar ekstraktif kayu teras Jati Jawa Barat dan Jawa Timur yang diisolasi dengan menggunakan berbagai perbandingan komposisi pelarut. Kadar ekstrak tertinggi dihasilkan dari kayu Jati Jawa Timur dengan campuran pelarut etanol/toluena 1:2 (8,91%), dan terendah dihasilkan dari kayu Jati Jawa Barat dengan pelarut etanol/toluena 2:1 (5,47%). Pelarut etanol/toluena

2 11 dengan perbandingan 1:2 mampu melarutkan zat ekstraktif tertinggi. Hal ini menunjukkan bahwa komposisi ekstrak kayu Jati terdiri dari senyawa-senyawa bersifat polar terlarut etanol dan senyawa-senyawa non polar terlarut toluena. Pelarut alkohol dapat melarutkan senyawa karbohidrat, protein, tanin, dan flavanoid. Pelarut toluena dapat melarutkan senyawa resin, minyak, lemak, dan lilin (Fengel dan Wegener 1984). Kadar ekstrak yang diperoleh dalam penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian Suyono (2010) dan Nugraha (2011), akan tetapi tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Leyva et al. (1998) dan Lukmandaru dan Takahashi (2009). Ekstraksi serbuk kayu Jati dangan pelarut toluena dan toluena-etanol menghasilkan ekstrak 6,7% (Leyva et al. 1998), sedangkan Lukmandaru dan Takahashi (2009) memperoleh kadar ekstrak 7,01% dan 8,04% dari kayu Jati berumur 30 dan 51 tahun dengan pelarut etanol/benzena 1:2. Selain disebabkan perbedaan pelarut atau campuran pelarut, perbedaan kadar ekstrak juga dapat disebabkan oleh perbedaan kondisi bahan baku kayu, seperti lokasi tempat tumbuh, umur pohon, dan bagian pada pohon (Sjostrom 1991). Gambar 2 menunjukkan pula bahwa kayu Jati pada lokasi tempat tumbuh yang berbeda menghasilkan kadar ekstrak yang berbeda. Untuk umur yang hampir sama, kayu Jati asal Jawa Timur menghasilkan kadar ekstrak sekitar 2,39% lebih tinggi dibandingkan kayu Jati asal Jawa Barat. Hal yang sejalan ditemukan pula oleh Siregar et al. (2008), bahwa kelarutan etanol-benzena kayu Jati Jawa Timur lebih tinggi dibandingkan dengan kayu Jati Jawa Barat. Hal ini diduga berkaitan dengan perbedaan riap tumbuh yang mempengaruhi proporsi kayu teras. Selain itu, faktor lingkungan, tempat tumbuh, dan genetis kayu merupakan faktor-faktor yang berperan terhadap perbedaan karakteristik kayu (Barnett dan Jeronimidis 2003 dalam Siregar et al. 2008). Kondisi sebaliknya terjadi pada kulit kayu Jati, dimana kulit kayu Jati asal Jawa Barat menghasilkan kadar ekstrak yang lebih tinggi dibandingkan dengan kulit Jati asal Jawa Timur (Gambar 3). Kadar ekstrak tertinggi dihasilkan kulit Jati Jawa Barat dengan pelarut etanol/toluena 2:1 (10,11%), dan terendah dihasilkan kulit Jati Jawa Timur dengan pelarut etanol/toluen 2:1 (4,72%). Sementara itu,

3 12 perbedaan perbandingan pelarut etanol terhadap toluena tidak menyebabkan perbedaan besar terhadap kadar ekstrak yang dihasilkan. Kadar Ekstrak (%) ,10 9,98 10,11 5,69 4,85 4,72 E:T (1:1) E:T (1:2) E:T (2:1) Pelarut Etanol:Toluena Jawa Barat Jawa Timur Gambar 3 Kadar ekstraktif kulit Jati Jawa Barat dan Jawa Timur yang diisolasi dengan menggunakan berbagai perbandingan komposisi pelarut. Perbedaan kadar ekstraktif antara kulit kayu Jati Jawa Barat dan Jawa Timur dapat disebabkan adanya perbedaan kondisi tempat tumbuh. Selain itu, oleh karena sampel kulit yang diuji berasal dari limbah industri pengolahan kayu Jati sehingga tidak diperoleh data pasti umur pohon asal kulit tersebut, maka ada kemungkinan perbedaan kadar ekstraktif tersebut juga dipengaruhi oleh umur pohon. Dari hasil kadar ekstrak kulit Jati Jawa Barat dan Jawa Timur yang jauh berbeda, diduga limbah kulit Jati Jawa Barat umurnya lebih tua dibandingkan dengan limbah Jati Jawa Timur. Hal ini didasarkan pada adanya peningkatan kadar ekstraktif dalam kulit kayu Jati dengan bertambahnya umur pohon (Maryati 2000). Menurut Sjostrom (1991) umur pohon, lokasi tempat tumbuh, dan bagian pada pohon dapat menyebabkan kandungan dan jumlah zat ekstraktif yang berbeda. Hasil analisis sidik ragam (Tabel 1) menunjukkan bahwa masing-masing faktor pelarut, bagian pohon, lokasi tempat tumbuh, dan interaksi antara faktor pelarut dan faktor bagian pohon tidak berpengaruh signifikan terhadap kadar ekstrak. Oleh sebab itu, secara statistik kayu Jati Jawa Barat dan Jawa Timur dengan umur yang sama memiliki kadar ekstraktif terlarut etanol-toluena yang

4 13 hampir sama. Berdasarkan nilai rataan kadar ekstrak kayu Jati Jawa Timur lebih tinggi dibandingkan dengan kayu Jati Jawa Barat, sedangkan kadar ekstrak kulit Jawa Barat lebih tinggi dibandingkan dengan kulit Jawa Timur (Gambar 2 dan 3). Tabel 1 Kandungan Ekstrak Kayu Jati (Tectona grandis) 1) Etanol/Toluena Jawa Barat Jawa Timur Kayu Kulit Kayu Kulit Rataan 2) 1:01 6,09 10,10 8,86 5,69 7,69 (A) 1:02 6,79 9,98 8,91 4,85 7,63 (A) 2:01 5,47 10,11 7,76 4,72 7,01 (A) Rataan 2) 6,12 (a A ) 10,06 (a A ) 8,51 (a A ) 5,09 (a A ) 7,44 1) rataan dari 3 kali ulangan, % berat kering tanur 2) A dan B hasil uji lanjut Duncan pada pelarut yang digunakan a dan b hasil uji lanjut Duncan pada lokasi tembat tumbuh selang kepercayaan 95% 4.2 Kadar Kuinon Ekstraktif kayu dapat berbeda dalam jumlah dan komposisinya. Kayu tertentu yang mengandung kadar ekstrak yang sama dengan kayu lainnya dapat memiliki komposisi senyawa ekstraktif yang berbeda. Ekstraktif kayu Jati telah dilaporkan didominasi oleh senyawa-senyawa yang termasuk kelompok kuinon (Lukmandaru dan Takahashi 2009), walaupun jenis dan kelimpahannya dapat beragam antar pohon berbeda (Lukmandaru 2012 dalam Salih & Celikbicak 2012). Keragaman jenis dan konsentrasi senyawa kuinon hasil Pyrolisis-Gas Chromatography Mass Spectrometry (Pyr-GC-MS) terjadi antar kayu Jati dari lokasi berbeda dan antar bagian kayu dan kulit kayu (Gambar 4). Selain itu, perbedaan komposisi campuran pelarut etanol dan toluena juga menghasilkan ekstrak dengan komposisi dan konsentrasi kuinon yang berbeda pula. Campuran pelarut etanol dan toluena dengan perbandingan 1:1 menghasilkan komposisi senyawa kuinon yang lebih tinggi dibandingkan dengan perbandingan campuran pelarut lainnya (Lampiran 1). Ekstrak etanol/toluena 1:1 kayu Jati terutama terdiri dari senyawa hydroquinone monomethyl ether, alphanaphthoquinhydrone, naphthoquinone, 9,10-anthraquinone, 2,3- dimethylnaphthoquinone, 2-methyl anthraquinone, 2-tert-butylanthraquinone, 9,10-anthracenedione 1,4-diamino, chrysophanol, 2-methylnaphthoquinone,

5 14 lapachol, 1-ethyl anthraquinone, 1-methoxyanthraquinone, phthiocol, dan lawsone. Komposisi senyawa tersebut berbeda dengan yang terdapat pada ekstrak etanol-benzena 1:2 seperti yang dilaporkan oleh Sumthong (2006) dan Lukmandaru dan Takahashi (2009). Sumthong (2006) menemukan 6 senyawa kuinon dalam ekstrak kayu Jati, yaitu deoxylapachol, tectoquinone (2-methylAQ), tectol, hemitectol, 2-hydroxy methylanthraquinone, dan 3 -Ohdeoxyisolapachol, sedangkan Lukmandaru dan Takahashi (2009) menemukan senyawa-senyawa utama, yaitu lapachol, tectoquinone, desoxylapachol dan isomer (isodesoxylapachol), squalene, tectol, palmitat. Selain karena perbedaan pelarut yang digunakan, perbedaan komposisi senyawa kuinon dalam ekstrak kayu Jati tersebut juga kemungkinan dipengaruhi oleh lokasi tempat tumbuh. Senyawa-senyawa kuinon dapat dikelompokkan ke dalam kelompok naftokuinon dan antrakuinon. Naftokuinon merupakan senyawa organik yang berasal dari naphthalene dengan rumus C 10 H 6 O 2, berwarna kuning, mudah menguap, memiliki bau yang tajam mirip dengan benzokuinon, mudah menguap dalam pelarut organik polar (Anonim 2012). Antrakuinon merupakan senyawa organik aromatik dengan rumus C 14 H 8 O 2, dalam berbentuk kristal padat atau bubuk memiliki warna berkisar dari abu-abu menjadi kuning dan hijau, dan larut dalam pelarut organik panas (Anonim 2012). Senyawa-senyawa kuinon tersebut berperan dalam keawetan alami kayu Jati. Naftokuinon dilaporkan berperan sebagai pencegah pembusukan pada Jati (Thulasidas dan Bhat dalam Niamke et al. 2011), dan memiliki sifat antimikroba (Guiraud et al. 1994, Gafner et al dalam Sumthong et al. 2006). Antrakuinon memiliki sifat anti rayap (Lukmandaru dan Takehashi 2008), dapat berperan sebagai katalis untuk proses pulping (Leyva et al. 1998), dan menjadi produksi zat warna (Anonim 2012). Senyawa kuinon pada kulit Jati lebih sedikit jumlah dan jenisnya dibandingkan dengan kayu. Selain itu, pada ekstrak kulit kayu ditemukan senyawa quinhydrone yang tidak terdapat pada ekstrak kayu. Senyawa ini hanya terdapat pada ekstrak yang diisolasi dengan pelarut etanol/toluena 1:1 dan 2:1. Diduga quinhydrone bersifat cenderung polar sehingga tidak dapat larut pada pelarut yang non polar. Secara keseluruhan komponen kuinon Jati Jawa Timur lebih beragam dibandingkan dengan Jati Jawa Barat.

6 15 Kadar Kuinon (%) Gambar 4 Kadar kuinon pada ekstrak kayu dan kulit Jati Jawa Barat dan Jawa Timur Jabar Jatim Jabar Jatim Jabar Jatim E:T (2:1) E:T (1:1) E:T (1:2) Pelarut Etanol:Toluena Kulit Kayu Konsentrasi relatif total kuinon tertinggi terdapat pada ekstrak kayu Jati yang diisolasi dengan pelarut etanol/toluena 1:1 (31,82%). Perbedaan lokasi tempat tumbuh dan bagian pohon mempengaruhi komponen dan kadar kuinon yang terisolasi. Ekstrak yang diisolasi dengan pelarut etanol/toluena 1:1 memiliki jumlah kuinon lebih tinggi yang menandakan bahwa komponen kuinon pada Jati lebih mudah terisolasi dengan pelarut yang semipolar Kadar Antrakuinon Dalam kayu Jati terdapat berbagai kuinon yang termasuk kelompok naftokuinon (lapakol, dehidrolapakol) dan antrakuinon (tektokuinon). Konsentrasi relatif antrakuinon dalam ekstrak kayu dan kulit Jati Jawa Barat dan Jawa Timur dengan pelarut yang berbeda disajikan pada Gambar 5.

7 Kadar Antrakuinon (%) Jabar Jatim Jabar Jatim Jabar Jatim Kulit Kayu E:T (2:1) E:T (1:1) E:T (1:2) Pelarut Etanol:Toluena Gambar 5 Kadar antrakuinon pada ekstrak kayu dan kulit Jati Jawa Barat dan Jawa Timur. Sama halnya dengan kuinon, konsentrasi relatif kelompok antrakuinon berbeda menurut lokasi tempat tumbuh dan bagian kayu serta kulit Jati. Konsentrasi relatif antrakuinon tertinggi terdapat pada ekstrak kayu Jati Jawa Timur yang diisolasi dengan pelarut etanol/toluena 1:1 (27,49%), sedangkan konsentrasi relatif total antrakuinon terendah terdapat pada ekstrak kulit Jati Jawa Timur yang diisolasi dengan pelarut etanol/toluena 2:1 (0,24%). Pada ekstak kulit kayu, konsentrasi relatif antrakuinon tertinggi terdapat pada kulit Jati Jawa Timur dengan pelarut etanol/toluena 1:2. Penambahan proporsi toluena pada campuran pelarut menyebabkan kadar antrakuinon dalam ekstrak lebih tinggi. Berdasarkan hasil tersebut, pada ekstrak kulit komponen antrakuinon akan terisolasi dengan baik dalam pelarut campuran yang cenderung bersifat non polar. Secara keseluruhan kulit Jati Jawa Timur memiliki kadar antrakuinon yang lebih tinggi dibandingkan dengan kulit Jati Jawa Barat, maka jumlah rendemen kadar ekstrak tidak menentukan jumlah konsentrasi relatif kadar antrakuinonnya.

8 Kadar Tektokuinon (2-Metilantrakuinon) 2-Metilantrakuinon merupakan kelompok senyawa antrakuinon yang dikenal pula dengan nama tektokuinon. Konsentrasi relatif 2-metilantrakuinon dalam ekstrak kayu dan kulit Jati dengan pelarut yang berbeda disajikan pada Gambar 6. Kadar 2-metil antrakuinon (%) Jabar Jatim Jabar Jatim Jabar Jatim E:T (2:1) E:T (1:1) E:T (1:2) Pelarut Etanol:Toluena Kulit Kayu Gambar 6 Kadar tektokuinon pada ekstrak kayu dan kulit Jati Jawa Barat dan Jawa Timur. Konsentrasi relatif 2-metilantrakuinon tertinggi terdapat pada ekstrak kayu Jati Jawa Barat yang diisolasi dengan pelarut etanol/toluena 1:1 (24,67%) (Gambar 6). Konsentrasi relatif 2-metilantrakuinon terendah terdapat pada ekstrak kulit Jati Jawa Timur yang diisolasi dengan pelarut etanol/toluena 2:1 (0,24%). Berdasarkan nilai rataan, konsentrasi relatif 2-metilantrakuinon tertinggi terdapat pada bagian kayu teras Jati Jawa Timur. Konsentrasi tektokuinon ini lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian Lukmandaru (2012) dalam Salih dan Celikbicak (2012) yang menemukan kadar tektokuinon kayu Jati dari Jawa Barat (Purwakarta), Jawa Tengah dan Yogyakarta masing-masing 14,61%, 8,05%, dan 11,31% dengan pelarut etanol-benzena 1:2. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh perbedaan pelarut dan bagian sampel kayu Jati yang diteliti. Menurut Sjostrom

9 18 (1991) perbedaan kadar dan jenis ekstraktif dalam kayu dapat dipengaruhi oleh tempat tumbuh, umur, dan bagian kayu yang dipakai. Konsentrasi relatif tektokuinon dalam kayu Jati yang diteliti lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian Suyono (2010). Konsentrasi tektokuinon pada kayu Jati asal Malang berumur sekitar 50 tahun sebesar 28,98% dengan menggunakan pelarut etanol/toluena 1:2. Berdasarkan hal tersebut pelarut etanol/toluena 1:1 sampai 1:2 cukup baik untuk mengisolasi ekstrak kayu Jati dengan konsentrasi 2-metilantrakuinon yang tinggi. Hasil ini mendukung hasil penelitian sebelumnya bahwa pelarut yang bersifat semipolar lebih efektif melarutkan 2-metilantrakuinon, seperti yang ditemukan pada ekstrak aseton, kayu Jati Panama mengandung 2-metilantrakuinon lebih besar dibandingkan dengan pelarut petroleum (Windeisen et al dalam Gori et al. 2009), walaupun dilaporkan pula pelarut kloroform dan campuran etanol-benzena dapat mengekstrak senyawa tektokuinon (Ohi 2001). Pelarut etanol/toluena 1:1 merupakan pelarut yang paling efektif untuk mengisolasi 2-metilantrakuinon dari kayu Jati dibanding komposisi pelarut lainnya. Pada kromatogram analisis pirolisis GC-MS memperlihatkan peak area dari 2-metilantrakuinon adalah yang paling dominan (Lampiran 2). Secara keseluruhan senyawa 2-metilantrakuinon merupakan komponen utama dalam ekstraktif kayu Jati dengan nilai rataan 14,67% (Jati Jawa Barat) dan 22,19% (Jati Jawa Timur) atau setara dengan konsentrasi 0,76% dan 1,77% berdasarkan bobot kayu. Hasil ini lebih tinggi dengan hasil penelitian Leyva et al. (1988) yang menemukan konsentrasi 2-metilantrakuinon sebesar 0,33% dari berat kayu Jati. Telah diketahui, tektokuinon adalah senyawa utama yang dianggap bertanggung jawab terhadap keawetan alami kayu Jati (Lukmandaru dan Ogiyama 2005). Selain itu, tektokuinon juga bersifat bio-larvasida terhadap jentik nyamuk demam berdarah seperti yang ditemukan pada kayu Cryptomeria japonica (Cheng et al. 2008). Hasil penelitian Leyva et al. (1998) menemukan bahwa 2- metilantrakuinon (tektokuinon) merupakan antrakuinon tersubtitusi yang memiliki sifat katalis yang sama dengan antrakuinon dalam proses pulping alkali. Berdasarkan hal itu limbah kayu Jati selain berpotensi untuk berbagai produk kayu dan energi, juga berpotensi besar sebagai sumber bahan kimia alami yang

10 19 bermanfaat untuk berbagai penggunaan, seperti pengawet alami, insktisida alami, dan sebagai aditif pada proses pulping. Hal ini diharapkan dapat mendorong peningkatan diversifikasi produk pengolahan kayu dan peningkatan efisiensi pemanfaatan sumberdaya alam biomassa.

KADAR TEKTOKUINON PADA EKSTRAK KAYU DAN KULIT JATI (Tectona grandis L.f) JAWA BARAT DAN JAWA TIMUR ADE YUNIA PURNAMA PUTERI

KADAR TEKTOKUINON PADA EKSTRAK KAYU DAN KULIT JATI (Tectona grandis L.f) JAWA BARAT DAN JAWA TIMUR ADE YUNIA PURNAMA PUTERI KADAR TEKTOKUINON PADA EKSTRAK KAYU DAN KULIT JATI (Tectona grandis L.f) JAWA BARAT DAN JAWA TIMUR ADE YUNIA PURNAMA PUTERI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 i RINGKASAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Zat Ekstraktif Mindi Kadar ekstrak pohon mindi beragam berdasarkan bagian pohon dan jenis pelarut. Berdasarkan bagian, daun menghasilkan kadar ekstrak tertinggi yaitu

Lebih terperinci

Oleh : Ridwanti Batubara, S.Hut., M.P. NIP DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2009

Oleh : Ridwanti Batubara, S.Hut., M.P. NIP DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2009 KARYA TULIS NILAI ph DAN ANALISIS KANDUNGAN KIMIA ZAT EKSTRAKTIF BEBERAPA KULIT KAYU YANG TUMBUH DI KAMPUS USU, MEDAN Oleh : Ridwanti Batubara, S.Hut., M.P. NIP. 132 296 841 DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

ISOLASI BAHAN ALAM. 2. Isolasi Secara Kimia

ISOLASI BAHAN ALAM. 2. Isolasi Secara Kimia ISOLASI BAHAN ALAM Bahan kimia yang berasal dari tumbuhan atau hewan disebut bahan alam. Banyak bahan alam yang berguna seperti untuk pewarna, pemanis, pengawet, bahan obat dan pewangi. Kegunaan dari bahan

Lebih terperinci

Ekstrak Kayu Jati sebagai Katalis Delignifikasi Pulping Soda (Teak Extracts as a Delignification Catalyst of Soda Pulping)

Ekstrak Kayu Jati sebagai Katalis Delignifikasi Pulping Soda (Teak Extracts as a Delignification Catalyst of Soda Pulping) Ekstrak Kayu Jati sebagai Katalis Delignifikasi Pulping Soda (Teak Extracts as a Delignification Catalyst of Soda Pulping) Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor Kampus IPB

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISASI AWAL BAHAN Karakterisistik bahan baku daun gambir kering yang dilakukan meliputi pengujian terhadap proksimat bahan dan kadar katekin dalam daun gambir kering.

Lebih terperinci

FRAKSINASI KOPAL DENGAN BERBAGAI PELARUT ORGANIK

FRAKSINASI KOPAL DENGAN BERBAGAI PELARUT ORGANIK FRAKSINASI KOPAL DENGAN BERBAGAI PELARUT ORGANIK Ganis Lukmandaru Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada E-mail : ganisarema@lycos.com ABSTRAK Getah kopal dari pohon Agathis (damar) termasuk klasifikasi

Lebih terperinci

Ekstrak dan Serbuk Kayu Jati sebagai Larvasida Aedes aegypti. (Larvicide Activity of Teak Wood Powder and Its Extract to Dengue Fever Mosquito)

Ekstrak dan Serbuk Kayu Jati sebagai Larvasida Aedes aegypti. (Larvicide Activity of Teak Wood Powder and Its Extract to Dengue Fever Mosquito) (Larvicide Activity of Teak Wood Powder and Its Extract to Dengue Fever Mosquito) Deded S Nawawi*, Anne Carolina, Cahyo Werdiningsih Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel)

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel) HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel) Minyak nabati (CPO) yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak nabati dengan kandungan FFA rendah yaitu sekitar 1 %. Hal ini diketahui

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 25 HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Zat Ekstraktif Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan ekstrak aseton yang diperoleh dari 2000 gram kulit A. auriculiformis A. Cunn. ex Benth. (kadar air 13,94%)

Lebih terperinci

IV PEMBAHASAN 4.1 Nilai ph dan Kadar Ekstraktif Kayu (Kelarutan Air Panas)

IV PEMBAHASAN 4.1 Nilai ph dan Kadar Ekstraktif Kayu (Kelarutan Air Panas) 17 IV PEMBAHASAN 4.1 Nilai ph dan Kadar Ekstraktif Kayu (Kelarutan Air Panas) Nilai ph merupakan ukuran konsentrasi ion-h (atau ion-oh) dalam larutan yang digunakan untuk menentukan sifat keasaman, basa

Lebih terperinci

PEMBUATAN DAN KUALITAS ARANG AKTIF DARI SERBUK GERGAJIAN KAYU JATI

PEMBUATAN DAN KUALITAS ARANG AKTIF DARI SERBUK GERGAJIAN KAYU JATI C7 PEMBUATAN DAN KUALITAS ARANG AKTIF DARI SERBUK GERGAJIAN KAYU JATI (Tectona grandis L.f) DAN TONGKOL JAGUNG (Zea mays LINN) SEBAGAI ADSORBEN MINYAK GORENG BEKAS (MINYAK JELANTAH) Oleh : J.P. Gentur

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 46 HASIL DAN PEMBAHASAN Komponen Non Struktural Sifat Kimia Bahan Baku Kelarutan dalam air dingin dinyatakan dalam banyaknya komponen yang larut di dalamnya, yang meliputi garam anorganik, gula, gum, pektin,

Lebih terperinci

Kadar Kinon dalam Kayu Teras Jati yang Diisolasi dengan Ekstraksi Rendaman Dingin (Quinone Contents in Teak Heartwood Isolated by Cold Extraction)

Kadar Kinon dalam Kayu Teras Jati yang Diisolasi dengan Ekstraksi Rendaman Dingin (Quinone Contents in Teak Heartwood Isolated by Cold Extraction) Kadar Kinon dalam Kayu Teras Jati yang Diisolasi dengan Ekstraksi Rendaman Dingin (Quinone Contents in Teak Heartwood Isolated by Cold Extraction) Jurusan Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Universitas

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Minyak Atsiri Surian (Toona Sinensis Roemor) Minyak atsiri Surian ini didapatkan dengan cara penyulingan menggunakan metode air dan uap atau biasanya disebut metode kukus.

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Tumbuhan labu dideterminasi untuk mengetahui kebenaran identitas botani dari tumbuhan yang digunakan. Hasil determinasi menyatakan bahwa tanaman yang diteliti adalah Cucubita

Lebih terperinci

V HASIL DAN PEMBAHASAN

V HASIL DAN PEMBAHASAN V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kadar Air Kadar air merupakan berat air yang dinyatakan dalam persen air terhadap berat kering tanur (BKT). Hasil perhitungan kadar air pohon jati disajikan pada Tabel 6. Tabel

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Asap cair merupakan suatu hasil kondensasi atau pengembunan dari uap hasil pembakaran secara langsung maupun tidak langsung dari bahan-bahan yang banyak mengandung lignin, selulosa,

Lebih terperinci

IV. PEMBAHASAN A. KARAKTERISIK BAHAN BAKU

IV. PEMBAHASAN A. KARAKTERISIK BAHAN BAKU IV. PEMBAHASAN A. KARAKTERISIK BAHAN BAKU Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah tongkol jagung yang merupakan varietas jagung Hawaii dan memiliki umur tanam 9 hari. Varietas jagung ini

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pengawet pada produk makanan atau minuman sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan di dalam industri makanan. Apalagi perkembangan zaman menuntut produk makanan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji karet, dan bahan pembantu berupa metanol, HCl dan NaOH teknis. Selain bahan-bahan di atas,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PENELITIAN PENDAHULUAN 4.1.1. Analisis Kandungan Senyawa Kimia Pada tahap ini dilakukan analisis proksimat terhadap kandungan kimia yang terdapat dalam temulawak kering yang

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 19 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Bagian Kimia Hasil Hutan Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan, Laboratorium Kimia Organik Departemen Kimia Fakultas MIPA

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Lignin Klason Lignin Klason merupakan residu reaksi hidrolisis kayu yang mendegradasi dan melarutkan polisakarida kayu dengan menggunakan asam sulfat 72% (Yasuda et al.

Lebih terperinci

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PENANGANAN PASCA PANEN KUNYIT. Feri Manoi

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PENANGANAN PASCA PANEN KUNYIT. Feri Manoi STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PENANGANAN PASCA PANEN KUNYIT Feri Manoi PENDAHULUAN Untuk memperoleh produk yang bermutu tinggi, maka disusun SPO penanganan pasca panen tanaman kunyit meliputi, waktu panen,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Susut Bobot Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan penurunan mutu buah. Muchtadi (1992) mengemukakan bahwa kehilangan bobot pada buah-buahan yang disimpan

Lebih terperinci

Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia

Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia PENGARUH PEMANASAN TERHADAP PROFIL ASAM LEMAK TAK JENUH MINYAK BEKATUL Oleh: Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia Email:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diutamakan. Sedangkan hasil hutan non kayu secara umum kurang begitu

BAB I PENDAHULUAN. diutamakan. Sedangkan hasil hutan non kayu secara umum kurang begitu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber daya alam hutan. Hasil hutan dapat berupa hasil hutan kayu dan hasil hutan non kayu. Hasil hutan kayu sudah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. untuk peningkatan devisa negara. Indonesia merupakan salah satu negara

I. PENDAHULUAN. untuk peningkatan devisa negara. Indonesia merupakan salah satu negara I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Kakao merupakan salah satu komoditas ekspor yang dapat memberikan kontribusi untuk peningkatan devisa negara. Indonesia merupakan salah satu negara pemasok

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 25 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Ekstraksi simplisia segar buah duku dilakukan dengan cara dingin yaitu maserasi karena belum ada data tentang kestabilan komponen ekstrak buah duku terhadap panas.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Buah Kurma Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah kurma dalam bentuk yang telah dikeringkan dengan kadar air sebesar 9.52%. Buah kurma yang

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP RENDEMEN DAN KUALITAS MINYAK ATSIRI DAUN LEDA (Eucalyptus deglupta)

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP RENDEMEN DAN KUALITAS MINYAK ATSIRI DAUN LEDA (Eucalyptus deglupta) PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP RENDEMEN DAN KUALITAS MINYAK ATSIRI DAUN LEDA (Eucalyptus deglupta) Ganis Lukmandaru, Denny Irawati dan Sri Nugroho Marsoem Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada,

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1.

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1. BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada awal penelitian dilakukan determinasi tanaman yang bertujuan untuk mengetahui kebenaran identitas botani dari tanaman yang digunakan. Hasil determinasi menyatakan

Lebih terperinci

atsiri dengan nilai indeks bias yang kecil. Selain itu, semakin tinggi kadar patchouli alcohol maka semakin tinggi pula indeks bias yang dihasilkan.

atsiri dengan nilai indeks bias yang kecil. Selain itu, semakin tinggi kadar patchouli alcohol maka semakin tinggi pula indeks bias yang dihasilkan. 1. Warna Sesuai dengan SNI 06-2385-2006, minyak atsiri berwarna kuning muda hingga coklat kemerahan, namun setelah dilakukan penyimpanan minyak berubah warna menjadi kuning tua hingga coklat muda. Guenther

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Tanaman-tanaman yang diteliti adalah Ricinus communis L. (jarak) dan Eclipta prostrata (L.) L. (urang-aring). Pada awal penelitian dilakukan pengumpulan bahan tanaman,

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Katalis CaO Terhadap Kuantitas Bio Oil

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Katalis CaO Terhadap Kuantitas Bio Oil BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Katalis CaO Terhadap Kuantitas Bio Oil Kuantitas bio oil ini menunjukkan bahwa banyaknya dari massa bio oil, massa arang dan massa gas yang dihasilkan dari proses pirolisis

Lebih terperinci

Sifat Kimia Kayu Jati (Tectona grandis) pada Laju Pertumbuhan Berbeda (Chemical Properties of Teak Wood on Different Growth-rates)

Sifat Kimia Kayu Jati (Tectona grandis) pada Laju Pertumbuhan Berbeda (Chemical Properties of Teak Wood on Different Growth-rates) Sifat Kimia Kayu Jati (Tectona grandis) pada Laju Pertumbuhan Berbeda (Chemical Properties of Teak Wood on Different Growth-rates) Jurusan Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah

Lebih terperinci

I. ISOLASI EUGENOL DARI BUNGA CENGKEH

I. ISOLASI EUGENOL DARI BUNGA CENGKEH Petunjuk Paktikum I. ISLASI EUGENL DARI BUNGA CENGKEH A. TUJUAN PERCBAAN Mengisolasi eugenol dari bunga cengkeh B. DASAR TERI Komponen utama minyak cengkeh adalah senyawa aromatik yang disebut eugenol.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. bahwa hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. bahwa hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan memegang peranan penting dalam setiap lini kehidupan manusia. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk maka akan meningkat pula kebutuhan hidup manusia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagian besar masyarakat Jatisrono berwirausaha sebagai pedagang ayam, para pedagang tersebut menjualnya dalam bentuk daging mentah dan ada pula yang matang.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering 30 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering Kecernaan adalah banyaknya zat makanan yang tidak dieksresikan di dalam feses. Bahan pakan dikatakan berkualitas apabila

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 27 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Api-api (Avicennia marina (Forks.)Vierh.) Pohon api-api (Avicennia marina (Forks.)Vierh.) merupakan tumbuhan sejati yang hidup di kawasan mangrove. Morfologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dengan pasokan energi dalam negeri. Menurut Pusat Data dan Informasi Energi dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dengan pasokan energi dalam negeri. Menurut Pusat Data dan Informasi Energi dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan energi di Indonesia terus meningkat namun belum sebanding dengan pasokan energi dalam negeri. Menurut Pusat Data dan Informasi Energi dan Sumber Daya Mineral

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan

I. PENDAHULUAN. sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pakan merupakan faktor utama penentu keberhasilan usaha peternakan, karena sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan biaya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kehilangan Berat (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keawetan Alami Hasil perhitungan kehilangan berat ke empat jenis kayu yang diteliti disajikan pada Gambar 4. Data hasil pengukuran disajikan pada Lampiran

Lebih terperinci

dari tanaman mimba (Prijono et al. 2001). Mordue et al. (1998) melaporkan bahwa azadiraktin bekerja sebagai ecdysone blocker yang menghambat serangga

dari tanaman mimba (Prijono et al. 2001). Mordue et al. (1998) melaporkan bahwa azadiraktin bekerja sebagai ecdysone blocker yang menghambat serangga PEMBAASAN Proses ekstraksi daun ambalun dilakukan dengan metode maserasi. Ekstraksi awal dilakukan dengan pelarut n-heksana yang bersifat nonpolar. Tujuan penggunaan pelarut ini adalah untuk mendapatkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi,

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Ubi Kayu Ubi kayu yang sering pula disebut singkong atau ketela pohon merupakan salah satu tanaman penghasil bahan makanan pokok di Indonesia. Tanaman ini tersebar

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) Abstrak Kulit buah langsat diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut yang berbeda

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Perlakuan Terhadap Sifat Fisik Buah Pala Di Indonesia buah pala pada umumnya diolah menjadi manisan dan minyak pala. Dalam perkembangannya, penanganan pascapanen diarahkan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

Gambar 4.1. Perbandingan Kuantitas Produk Bio-oil, Gas dan Arang

Gambar 4.1. Perbandingan Kuantitas Produk Bio-oil, Gas dan Arang Persentase hasil BAB IV PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Persentase Plastik dan Cangkang Sawit Terhadap Kuantitas Produk Pirolisis Kuantitas bio-oil ini menunjukkan seberapa banyak massa arang, massa biooil, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak beberapa tahun terakhir ini Indonesia mengalami penurunan

BAB I PENDAHULUAN. Sejak beberapa tahun terakhir ini Indonesia mengalami penurunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak beberapa tahun terakhir ini Indonesia mengalami penurunan produksi minyak bumi nasional yang disebabkan oleh berkurangnya cadangan minyak bumi di Indonesia. Cadangan

Lebih terperinci

II. DESKRIPSI PROSES

II. DESKRIPSI PROSES II. DESKRIPSI PROSES A. Jenis-Jenis Proses Proses pembuatan pulp adalah pemisahan lignin untuk memperoleh serat (selulosa) dari bahan berserat. Oleh karena itu selulosa harus bersih dari lignin supaya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian Empat Jenis Kayu Rakyat berdasarkan Persentase Kehilangan Bobot Kayu Nilai rata-rata kehilangan bobot (weight loss) pada contoh uji kayu sengon, karet, tusam,

Lebih terperinci

TEKNIK PENGOLAHAN BIO-OIL

TEKNIK PENGOLAHAN BIO-OIL PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HASIL HUTAN BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN SERI PAKET IPTEK TEKNIK PENGOLAHAN BIO-OIL DARI BIOMASSA Santiyo Wibowo,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. KARAKTERISASI SIMPLISIA Simplisia yang digunakan pada penelitian ini adalah tanaman sambiloto yang berasal dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Boiler merupakan salah satu unit pendukung yang penting dalam dunia

BAB I PENDAHULUAN. Boiler merupakan salah satu unit pendukung yang penting dalam dunia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Boiler merupakan salah satu unit pendukung yang penting dalam dunia industri. Boiler berfungsi untuk menyediakan kebutuhan panas di pabrik dengan mengubah air menjadi

Lebih terperinci

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering. Jumlah Rata-Rata (menit)

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering. Jumlah Rata-Rata (menit) 29 IV HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh terhadap Kecernaan Bahan Kering Hasil penelitian nilai rataaan kecernaan bahan kering dari tiap perlakuan perendaman NaOH dan waktu perendaman biji sorgum

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang

I. PENDAHULUAN. penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Daging ayam merupakan salah satu bahan pangan yang memegang peranan cukup penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang berkualitas tinggi

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu 1. Analisis Kadar Air (Apriyantono et al., 1989) Cawan Alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya diisi sebanyak 2 g contoh lalu ditimbang

Lebih terperinci

KOMPOSISI EKSTRAKTIF PADA KAYU JATI JUVENIL

KOMPOSISI EKSTRAKTIF PADA KAYU JATI JUVENIL KIMIA KAYU, PULP DAN KERTAS KOMPOSISI EKSTRAKTIF PADA KAYU JATI JUVENIL Ganis Lukmandaru dan IGN Danu Sayudha Bagian Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada ABSTRAK Seiring dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. perendam daging ayam broiler terhadap awal kebusukan disajikan pada Tabel 6.

HASIL DAN PEMBAHASAN. perendam daging ayam broiler terhadap awal kebusukan disajikan pada Tabel 6. 1 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Terhadap Awal Kebusukan Daging Ayam Broiler Hasil penelitian pengaruh berbagai konsentrasi daun salam sebagai perendam daging ayam broiler terhadap awal kebusukan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ransum merupakan campuran bahan pakan yang disusun untuk memenuhi kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting dalam pemeliharaan ternak,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memiliki potensi perikanan terbesar ketiga dengan jumlah produksi ,84

I. PENDAHULUAN. memiliki potensi perikanan terbesar ketiga dengan jumlah produksi ,84 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi yang memiliki potensi sumber daya perikanan laut cukup besar. Kota Bandar Lampung merupakan daerah yang memiliki

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi Proksimat Komposisi rumput laut Padina australis yang diuji meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar abu tidak larut asam dilakukan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan bahan baru yang berasal dari sumber berbasis alam telah menjadi sebuah kebutuhan. Salah satu sumber bahan alam yang cukup potensial adalah tanin. Tanin merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelapa Sawit dan Tandan Kosong Sawit Kelapa sawit (Elaeis quineensis, Jacq) dari family Araceae merupakan salah satu tanaman perkebunan sebagai sumber minyak nabati, dan merupakan

Lebih terperinci

HIDROKARBON (C dan H)

HIDROKARBON (C dan H) BAB 8 IDROKARBON ( dan ) Keunikan atom Mampu berikatan dengan atom karbon lain membentuk rantai yang panjang terdiri dari berjuta atom Katenasi, Bercabang, Melingkar ALKANA : idrokarbon jenuh Ikatan tunggal

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produk Fermentasi Fermentasi merupakan teknik yang dapat mengubah senyawa kompleks seperti protein, serat kasar, karbohidrat, lemak dan bahan organik lainnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Judul Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN Judul Penelitian 1.1. Judul Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN Eksperimen Dan Pemodelan Kesetimbangan Termodinamika Pada Ekstraksi Fenol Dari Bio-Oil Hasil Pirolisis Tempurung Kelapa. 1.2. Latar Belakang Indonesia memiliki potensi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun. Menurut data yang diperoleh dari Kementerian

I. PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun. Menurut data yang diperoleh dari Kementerian I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Kertas merupakan salah satu kebutuhan yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan yang dilakukan manusia. Hal ini ditunjukan dari tingkat konsumsinya yang makin

Lebih terperinci

Gambar 7. Alat pirolisis dan kondensor

Gambar 7. Alat pirolisis dan kondensor III. METODOLOGI PENELITIAN A. ALAT DAN BAHAN 1. Alat Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah alat pirolisis, kondensor, plastik, nampan, cawan aluminium, oven, timbangan, cawan porselen, parang,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 17 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemenuhan kebutuhan protein hewani yang tinggi dan kesadaran masyarakat dalam pemenuhan gizi tenyata telah meninggkatkan permintaan akan daging. Beberapa alternative

Lebih terperinci

SERBUK GERGAJIAN KAYU JATI (Tectona grandis) SEBAGAI BAHAN PENGAWET KAYU DURIAN (Durio zibethinus)

SERBUK GERGAJIAN KAYU JATI (Tectona grandis) SEBAGAI BAHAN PENGAWET KAYU DURIAN (Durio zibethinus) SERBUK GERGAJIAN KAYU JATI (Tectona grandis) SEBAGAI BAHAN PENGAWET KAYU DURIAN (Durio zibethinus) SAWDUST OF TEAK WOOD (Tectona grandis) AS WOOD PRESERVATIVE FOR DURIAN WOOD (Durio zibethinus) Sulaiman

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Upaya mengurangi ketergantungan konsumsi beras masyarakat Indonesia adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Upaya mengurangi ketergantungan konsumsi beras masyarakat Indonesia adalah 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras Analog Upaya mengurangi ketergantungan konsumsi beras masyarakat Indonesia adalah dengan mengembangkan alternatif pangan. Program diversifikasi pangan belum dapat berhasil

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL PENELITIAN PEMBUATAN BRIKET ARANG DARI LIMBAH BLOTONG PABRIK GULA DENGAN PROSES KARBONISASI SKRIPSI

LAPORAN HASIL PENELITIAN PEMBUATAN BRIKET ARANG DARI LIMBAH BLOTONG PABRIK GULA DENGAN PROSES KARBONISASI SKRIPSI LAPORAN HASIL PENELITIAN PEMBUATAN BRIKET ARANG DARI LIMBAH BLOTONG PABRIK GULA DENGAN PROSES KARBONISASI SKRIPSI OLEH : ANDY CHRISTIAN 0731010003 PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daratan Malaya. Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) banyak ditemui

I. PENDAHULUAN. daratan Malaya. Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) banyak ditemui I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Belimbing wuluh merupakan salah satu tanaman buah asli Indonesia dan daratan Malaya. Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) banyak ditemui sebagai tanaman pekarangan

Lebih terperinci

Kadar Zat Ekstraktif dan Susut Kayu Nangka ( Arthocarpus heterophyllus ) dan Mangium ( Acacia mangium

Kadar Zat Ekstraktif dan Susut Kayu Nangka ( Arthocarpus heterophyllus ) dan Mangium ( Acacia mangium Kadar Zat Ekstraktif dan Susut Kayu (Arthocarpus heterophyllus) dan (Acacia mangium) (Extractives Content and Shrinkage of (Arthocarpus heteroohyllus) and (Acacia mangium) Woods) Departemen Hasil Hutan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jaringan serat-serat selulosa yang saling bertautan. Kertas, pada awalnya dibuat oleh

BAB I PENDAHULUAN. jaringan serat-serat selulosa yang saling bertautan. Kertas, pada awalnya dibuat oleh 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kertas adalah lembaran yang terutama terbuat dari pulp kayu dan tersusun dari jaringan serat-serat selulosa yang saling bertautan. Kertas, pada awalnya dibuat oleh

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi 24 Rancangan ini digunakan pada penentuan nilai KHTM. Data yang diperoleh dianalisis dengan Analysis of Variance (ANOVA) pada tingkat kepercayaan 95% dan taraf α 0.05, dan menggunakan uji Tukey sebagai

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 14 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Langkah Kerja Penelitian Studi literatur merupakan input dari penelitian ini. Langkah kerja peneliti yang akan dilakukan meliputi pengambilan data potensi, teknik pemanenan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi 2 dikeringkan pada suhu 105 C. Setelah 6 jam, sampel diambil dan didinginkan dalam eksikator, lalu ditimbang. Hal ini dilakukan beberapa kali sampai diperoleh bobot yang konstan (b). Kadar air sampel ditentukan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. tebu, bit, maple, siwalan, bunga dahlia dan memiliki rasa manis. Pohon aren adalah

I PENDAHULUAN. tebu, bit, maple, siwalan, bunga dahlia dan memiliki rasa manis. Pohon aren adalah I PENDAHULUAN Pada bab ini akan diuraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bioetanol merupakan salah satu alternatif energi pengganti minyak bumi

BAB I PENDAHULUAN. Bioetanol merupakan salah satu alternatif energi pengganti minyak bumi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bioetanol merupakan salah satu alternatif energi pengganti minyak bumi yang ramah lingkungan. Selain dapat mengurangi polusi, penggunaan bioetanol juga dapat menghemat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging di Indonesia setiap tahunnya terus meningkat. Hal ini

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging di Indonesia setiap tahunnya terus meningkat. Hal ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan daging di Indonesia setiap tahunnya terus meningkat. Hal ini disebabkan oleh bertambahnya jumlah penduduk yang diikuti dengan meningkatnya taraf

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 17 IV HSIL N PMHSN 4.1 Pengamatan Secara Visual Pengamatan terhadap damar mata kucing dilakukan secara visual. Mutu damar mata kucing yang semakin tinggi umumnya memiliki warna yang semakin kuning bening

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri. Pemanis yang umumnya digunakan dalam industri di Indonesia yaitu

BAB I PENDAHULUAN. industri. Pemanis yang umumnya digunakan dalam industri di Indonesia yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanis merupakan bahan yang sering digunakan untuk keperluan produk olahan pangan seperti makanan dan minuman baik skala rumah tangga maupun industri. Pemanis yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. maupun tujuan lain atau yang dikenal dengan istilah back to nature. Bahan

I. PENDAHULUAN. maupun tujuan lain atau yang dikenal dengan istilah back to nature. Bahan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang terkenal akan kekayaan alamnya dengan berbagai macam flora yang dapat ditemui dan tentunya memiliki beberapa manfaat, salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Limbah merupakan hasil sisa produksi dari pabrik maupun rumah tangga yang sudah tidak dimanfaatkan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Limbah merupakan hasil sisa produksi dari pabrik maupun rumah tangga yang sudah tidak dimanfaatkan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Limbah merupakan hasil sisa produksi dari pabrik maupun rumah tangga yang sudah tidak dimanfaatkan. Sisa hasil produksi tersebut jika tidak dimanfaatkan kembali akan

Lebih terperinci

EKSTRAKSI MINYAK SEREH DAPUR SEBAGAI BAHAN FLAVOR PANGAN I N T I S A R I

EKSTRAKSI MINYAK SEREH DAPUR SEBAGAI BAHAN FLAVOR PANGAN I N T I S A R I EKSTRAKSI MINYAK SEREH DAPUR SEBAGAI BAHAN FLAVOR PANGAN I N T I S A R I Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan suatu teknologi proses ekstraksi minyak sereh dapur yang berkualitas dan bernilai ekonomis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Organik Cair Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab pencemaran berupa zat atau bahan yang dianggap tidak memiliki manfaat bagi masyarakat.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Minyak atsiri dikenal dengan nama minyak eteris (Essential oil volatile) yang

I. PENDAHULUAN. Minyak atsiri dikenal dengan nama minyak eteris (Essential oil volatile) yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Minyak atsiri merupakan zat yang memberikan aroma pada tumbuhan. Minyak atsiri dikenal dengan nama minyak eteris (Essential oil volatile) yang merupakan salah satu hasil

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang kaya akan sumber daya alamnya, sehingga menjadi negara yang sangat potensial dalam bahan baku obat, karena

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Uji Identifikasi Fitokimia Uji identifikasi fitokimia hasil ekstraksi lidah buaya dengan berbagai metode yang berbeda dilakukan untuk mengetahui secara kualitatif kandungan senyawa

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kadar Air Kayu Dalam proses pertumbuhannya tumbuhan memerlukan air yang berfungsi sebagai proses pengangkutan hara dan mineral ke seluruh bagian tubuh tumbuhan. Kadar air

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering 33 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering Hasil penelitian mengenai pengaruh biokonversi biomassa jagung oleh mikroba Lactobacillus plantarum, Saccharomyces cereviseae,

Lebih terperinci

Perubahan Warna Pada Kayu Teras Jati 15. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan 2(1): (2009)

Perubahan Warna Pada Kayu Teras Jati 15. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan 2(1): (2009) Perubahan Warna Pada Kayu Teras Jati 15 PERUBAHAN WARNA PADA KAYU TERAS JATI (TECTONA GRANDIS) DORENG MELALUI EKSTRAKSI BERTURUTAN The Color Change in Black Streaked Heartwood of Teak (Tectona grandis)

Lebih terperinci

KARAKTERISASI ASAP CAIR HASIL PIROLISIS AMPAS TEBU SERTA PENGUJIANNYA UNTUK PENGAWETAN DAGING AYAM

KARAKTERISASI ASAP CAIR HASIL PIROLISIS AMPAS TEBU SERTA PENGUJIANNYA UNTUK PENGAWETAN DAGING AYAM KARAKTERISASI ASAP CAIR HASIL PIROLISIS AMPAS TEBU SERTA PENGUJIANNYA UNTUK PENGAWETAN DAGING AYAM Ayu Saputri *, dan Setiadi Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Depok 16424,

Lebih terperinci