BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pertumbuhan dan Perkembangan Wajah Perkembangan wajah manusia terjadi pada minggu ke-4 setelah fertilisasi dengan penampakan 5 buah tonjolan atau swelling yang mengelilingi stomodeum. Facial prominence adalah hasil dari akumulasi sel mesenkim yang berada di bawah permukaan epitel. Mesenkim ini merupakan ektomesenkimal dan berkontribusi terhadap perkembangan struktur orofasial seperti saraf, gigi, tulang serta mukosa mulut. Penonjolan yang berada di hujung stomodeum disebut mandibular prominence, memberikan kontribusi terhadap perkembangan rahang bawah serta bibir. Maxillary prominence yang berada dibawah stomodeum dan diatas mandibular prominence, berkontribusi dalam perkembangan rahang atas bibir (Gambar 1). 15 Gambar 1. Wajah dilihat dari aspek frontal. A. Embrio 5 minggu. B. Embrio 6 minggu. Tonjol nasal sedikit demi sedikit terpisah dari tonjol maksila dengan alur yang dalam 15

2 7 Gambar 2. Wajah dilihat dari aspek frontal. A. Embrio 7 minggu. B. Embrio 10 minggu. Tonjol maksila berangsur-angsur bergabung dengan lipatan nasal dan alur terisi dengan mesenkim 15 Perkembangan embriologi hidung, bibir dan palatum terjadi antara minggu ke- 5 hingga minggu ke-10. Gambar 1 dan Gambar 2 menunjukkan perkembangan wajah embrio dari minggu ke-5 hingga ke-10 dilihat dari aspek frontal. Pada minggu ke-5, dua penonjolan maxillary prominence akan meneruskan pertumbuhannya kearah tengah dan menekan medial nasal prominence kearah midline. Dalam proses ini, celah antara medial nasal prominence dan maxillary prominence akan hilang, dan kedua penonjolan tersebut akan menyatu. Penyatuan kedua penonjolan ini akan membentuk philtrum dan bibir atas. Lateral nasal prominence tidak terlibat dalam pembentukan bibir atas. Bibir bawah dan rahang bawah terbentuk dari mandibular prominence yang menyatu sepanjang midline. Pembentukan hidung dan palatal akan terjadi selepas pembentukan bibir hingga minggu ke Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan dan Perkembangan Wajah Menurut Mudiyah Mokhtar (cited in Rahtio 2013), pertumbuhan wajah dapat dipengaruhi oleh: i. Genetik: Faktor keturunan yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan dapat dipelajari pada data-data anak kembar baik monozigotik maupun dizigotik. Gen

3 8 dapat mempengaruhi sifat-sifat pertumbuhan, ukuran, kecepatan, kapan mulai terjadinya perubahan erupsi gigi dan sebagainya. Penyelidikan pada anak kambar bahwa ukuran gigi, lebar kepala dan lebar mandibula sangat dipengaruhi oleh faktor keturunan dibandingkan dengan ukuran antero posterior. b. Nutrisi: Malnutrisi yang terjadi pada anak-anak yang sedang tumbuh akan memperlambat pertumbuhan. Malnutrisi dapat dipengaruhi ukuran bagian badan, sehingga terjadi perbandingan ukuran badan yang berbeda-beda dan kualitas jaringan yang berbeda seperti kualitas gigi dan tulang. c. Penyakit: Penyakit sistemik yang berlangsung lama dan berat dapat mempengaruhi pertumbuhan anak. Gangguan kelenjar endokrin yang ikut berperan pada pertumbuhan seperti: hipofise, tiroidea, suprarenalis dan gonad dapat menyebabkan kemunduran pertumbuhan. d. Perbedaan ras dan Etnik Pada ras dan Etnik yang berbeda-beda terlihat adanya perbedaan kongenital, kecepatan tinggi dan berat badan, pertumbuhan pada masingmasing ras dan etnik juga berbeda, begitu juga waktu maturasi, pembentukan tulang, kalsifikasi gigi, dan waktu erupsi gigi. e. Pengaruh hormon: Pertumbuhan badan manusia prinsipnya di pengaruhi oleh hormon pertumbuhan yang dihasilkan oleh kelenjar hipofise. Pada masa pubertas dimana hormon sex mulai aktif, maka hormon ini juga mempengaruhi perkembangan wajah Anatomi Bibir Bibir merupakan dua lipatan otot yang membentuk gerbang mulut, terdiri dari bibir bagian atas dan bibir bagian bawah. Bibir luar ditutup oleh jaringan kulit, sedangkan bagian dalam ditutupi oleh mukosa mulut. Menurut The American Join Committee of Cancer, bibir merupakan bagian dari cavum oris, mulai dari perbatasan vermilion-kulit dan meliputi seluruh vermilion saja (Gambar 3). Bibir terdiri dari tiga bagian, yaitu kulit, vermilion dan mukosa. Bibir bagian atas disusun oleh tiga unit,

4 9 yaitu 2 lateral dan 1 medial. Cuspid bow adalah proyeksi ke bawah dari unit philtrum yang memberi bentuk bibir, batas bibir atas dan bawah secara melingkar pada batas kutaneus dan vermilion disebut white roll. Bibir bagian bawah memiliki 1 unit yaitu bagian labiomental groove yang memisahkan bibir dengan dagu. 4 Gambar 3. Vermilion Border 4 Pesarafan sensoris bibir atas berasal dari cabang saraf kranialis V (Nervus trigeminus) dan Nervus infraorbitalis. Bibir bawah mendapat inervasi sensoris dari Nervus mentalis. Inervasi motorik bibir berasal dari saraf kranialis VII(Nervus facialis). Ramus bukalis Nervus facialis mempersarafi Muscularis orbicularis dan Musculus levator labii. Ramus mandibularis Nervus facialis menginervasi Musculus orbicularis oris dan Musculus depressor labii. 17 Otot bibir terdiri dari kelompok otot sfingter bibir (orbicularis oris) dan otot dilator yang terdiri dari satu seri otot kecil yang menyebar keluar dari bibir (Gambar 5). Fungsi otot sfingter bibir adalah untuk merapatkan bibir, sedangkan fungsi otot dilator bibir adalah untuk membuka bibir. 17

5 10 Gambar 4. Otot Orbicularis Oris 4 Bibir merupakan jaringan lunak yang melindungi mulut. Bibir memiliki variasi dalam bentuk dan warna. Bibir dalam keseharian memiliki peran penting antara lain berbicara, minum, menghisap, meniup dan sebagainya. Pada tubuh yang terbakar sering dijumpai bibir tertutup rapat bila sudah meninggal sebelum api membakar tubuh mereka, teapi akan ditemukan bibir terbuka lebar pada kasus terbakar hidup-hidup. Dalam kekerasan pada bayi seing ditemukan luka robek pada frenulum bagian atas Histologi Bibir Permukaan luar bibir ditutupi kulit dengan folikel rambut, kelenjar sebasea dan keringat. Kemudian pada tepi vermilion yang merupakan peralihan antara kulit dan membran mukosa, bibir berubah menjadi kulit yang sangat tipis tanpa rambut, dengan epidermis yang transparan. 12 Bagian dalam bibir meliputi mukosa yang tersusun atas epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk, terletak diatas jaringan ikat lamina propriadengan papilla yang tinggi. Lapisan submukosa mengandung serat elastin yang melanjutkan diri di sekitar otot rangka di tengah bibir dan di dalam lamina propria. Serat elastin ini mengikat erat membran mukosa sehingga mencegah terbentuknya lipatan mukosa yang tergigit saat

6 11 gigi geligi atas dan bawah berkontak. Bagian epidermis dari tepian vermilion bibir yang transparan serta dermis yang memiliki banyak pleksus pembuluh datah membuat bibir berwarna merah. 19 Gambar 5. Histologi Bibir Cheiloscopy / Sidik Bibir Sidik bibir dapat dijadikan sebagai salah satu metode potensial untuk identifikasi individu diungkap pertama kali oleh R. Fischer pada tahun Pada tahun 1930, Diou de Lille mengembangkan beberapa jenis penelitian yang nanti menyebabkan penggunaan sidik bibir dalam kasus kriminolog. Kriminolog terkenal asal Perancis Edmond Locard mendukung dan membuktikan bahwa sidik bibir dapat digunakan sebagai metode penunjang dalam proses identifikasi pada tahun ,21 Walau bagaimanapun, sebelum tahun 1950 antropolog jarang menyebut kewujudan alur-alur dan fungsinya secara praktis. Ide menggunakan sidik bibir sebagai cara identifikasi manusia pertama kali diperkenalkan oleh LeMoyne Snyder yang memperkenalkan kegunaan sidik bibir dalam membantu ilmuwan forensik dengan cara luar biasa. 22 Seterusnya, Martin Santos, pada tahun 1960, mencadangkan bahwa alur-

7 12 alur pada permukaan bibir bisa dibagikan ke dalam kelompok yang berbeda. Renaud pada tahun 1972 mengamati 4000 sidik bibir untuk mengkonfirmasi keunikan sidik bibir, tidak ada individu yang mempunyai sidik bibir yang sama. 23 Menentukan identitas seseorang bisa menjadi suatu proses yang sangat sulit. Cetakan gigi, sidik jari dan perbandingan DNA mungkin merupakan teknik yang paling umum digunakan dalam hal ini, karena prosesnya berlangsung dengan cepat dan aman. Namun dalam beberapa keadaan tertentu, biasanya terkait dengan investigasi kriminal, teknik yang telah disebutkan diatas tidak selalu dapat digunakan. Oleh karena itu, mungkin boleh diterapkan teknik lain yang berbeda dan mungkin kurang dikenal, yaitu sidik bibir. 24 Sidik bibir merupakan alur-alur yang terdapat pada vermilion atau bagian merah bibir. Alur-alur tersebut diantaranya dapat berupa garis vertikal, bercabang, perpotongan dan lain-lain. 25 Sidik bibir sampai saat ini belum diketahui dengan pasti kapan pembentukannya, namun ada yang berpendapat bahwa sidik bibir telah dapat diamati saat bayi berusia empat bulan. Ilmu yang mempelajari sidik bibir dinamakan Cheiloscopy. 6 Cheiloscopy, yang berasal dari perkataan Yunani yaitu cheilos yang bermaksud bibir, dan episkopi yang bermaksud melihat. 24 Setiap manusia dilahirkan dengan ciri fisik yang berbeda-beda satu dengan yang lainnya. Salah satu perbedaan yang khas yaitu alur atau pola yang terdapat pada bibir masih banyak belum mengetahuinya. Salah satu peneliti dari Jepang yang bernama Suzuki telah meneliti sidik bibir untuk mengidentifikasi forensik dan studi pewarisan sifat. 4 Sidik bibir didefinisikan sebagai gambaran alur pada mukosa bibir atas dan bawah, dan oleh Suzuki dinamakan figura linearum labiorum rubrorum. Garis-garis normal atau alur pada bibir memiliki karakteristik yang individual sama halnya seperti yang terdapat pada sidik jari. 26 Sidik bibir dapat digunakan sebagai salah satu metode penunjang dalam proses identifikasi karena memiliki pola tekstur mukosa bibir yang stabil. Tsuchihashi berpendapat bahwa sidik bibir bersifat tetap. 22,27 Selain stabil, sidik bibir juga memiliki

8 13 sifat yang unik. Adamu dan Taura (Kaduna State, 2015) berpendapat bahwa pola sidik bibir antara individu tidak ada yang sama dan dapat dipengaruhi oleh variasi ras. 27,28 Sifat unik dan stabil sidik bibir dapat menjadi suatu alat bukti dalam identifikasi individu. Meskipun persentase kriminal menggunakan mulut atau bibir lebih rendah dibandingkan dengan menggunakan tangan, namun tidak dapat mengabaikan kemungkinan pada kasus-kasus tertentu seperti pemerkosaan dan perampokan, pelaku bisa meninggalkan jejak berupa sidik bibir pada makanan, alat makan ataupun benda lainnya Jenis Sidik Bibir Menurut kriminolog terkenal Perancis Edmond Locard, apabila dua benda bersentuhan maka, masing-masing benda akan meninggalkan bekas atau jejas pada benda lain yang disentuhnya. Prinsip ini merupakan prinsip yang dianut dalam pemeriksaan barang bukti tindak pidana dalam hal persentuhan bibir dengan benda lain yang dilakukan dengan sengaja ataupun tidak sengaja. 28 Pada kasus kriminal, ditemukan sidik bibir pada suatu benda menunjukkan bahwa bibir seseorang telah menyentuh benda lain yang dapat dikaitkan dengan kemungkinan orang tersebut terkait dengan kasus kriminal tersebut. Bibir tanpa lipstik yang menyentuh benda lain dapat meninggalkan bekas atau jejak pada benda yang disentuhnya namun tidak dapat terlihat secara kasat mata, sidik bibir ini disebut sidik bibir laten. Untuk membuktikan bahwa adanya sidik bibir tersebut maka harus digunakan beberapa alat bantu supaya sidik bibir tersebut dapat terlihat dan nantinya dapat dianalisis. Sidik bibir yang tertinggal pada suatu benda dan dapat terlihat disebut sidik bibir tampak, sidik bibir ini sering tertinggal jika bibir orang yang memakai lipstik menyentuh benda lain. Hal ini disebabkan lipstik mengandungi substansi kompleks yang mengandung beberapa komponen, seperti minyak dan malam (wax), sehingga dapat terlihat. 28

9 jelas. 19 Tersangka yang diduga sebagai orang yang meninggalkan sidik bibir, harus Metode Pengambilan Sidik Bibir Penelitian tentang sidik bibir sampai sekarang belum banyak dilakukan. Salah satu faktor penyebabnya kemungkinan adalah sidik bibir merupakan lapangan studi yang baru dikembangkan. Hal lainnya yang belum adanya kesepakatan mengenai metode pencetakan antara satu peneliti dengan peneliti lainnya. 20 Teknik pembuatan gambaran atau cetakan sidik bibir masih memerlukan perbaikan melalui percobaan lebih lanjut, demikian pula dengan penyimpangannya sehingga diperoleh cetakan yang akurat. 20 Beberapa metode pengambilan sidik bibir diantaranya yaitu menggunakan kertas karton tipis dan lipstik, lateks, scotch tape (selotip bening), fotografi, bahan cetak gigi, kaca preparat dan fingerprint hinge lifter. Berdasarkan hasil pengambilan sidik bibir, pengambilan sidik bibir yang paling mudah dilakukan yaitu dengan menggunakan kertas karton dan hasil yang didapatkan cukup diperiksa dan dianalisis sidik bibirnya. Pengambilan dan pendokumentasian sidik bibir dapat dilakukan secara langsung. Untuk mendapatkan hasil yang optimal pemilihan metode pengambilan sidik bibir harus dilakukan dengan benar Metode Lipstik Metode pendokumentasian dan pengambilan sidik bibir menggunakan lipstik dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu metode single motion dan metode Prabhu. Dalam metode single motion dibutuhkan beberapa alat dan bahan antara lain, lipstik berwarna merah, selotip bening lebar, gunting, kertas putiih polos kaca pembesar dan kertas tisu. 28 Sedangkan pada metode Prabhu diperlukan alat dan bahan antara lain kertas putih, lipstik, glass plate, dan kaca pembesar. 30

10 15 Gambar 6: Alat dan bahan yang digunakan dalam metode lipstik 28 Tahapan pengambilan dan pendokumentasian sidik bibir dengan menggunakan metode lipstik yaitu, lipstik dioleskan pada bibir subjek secara merata, kemudian selotip ditempelkan pada bibir yang telah diolesi lipstik, lalu ditekan secara perlahan setelah itu selotip ditarik satu arah, dari kanan ke kiri atau sebaliknya. 28 Gambar 7. Prosedur teknik pengambilan sidik bibir dengan menggunakan metode lipstik. 28 Perbedaan antara metode single motion dan metode Prabhu terletak pada cara penempelan selotip ke bibir subjek, jika pada metode single motion selotip ditempelkan searah dari arah kanan ke kiri atau sebaliknya kemudian selotip dilepas searah, akan tetapi jika metode Prabhu, selotip ditempelkan pada bibir bagian tengah kemudian baru selotip ditekankan pada bibir bagian kanan dan kiri. 28,31

11 Metode bahan cetak gigi Pengambilan dan pendokumentasian sidik bibir dapat dilakukan dengan menggunakan bahan cetak kedokteran gigi seperti alginate, dan elastomer (polyvinyl siloxane). Munakhir (1995, cited in Atmaji) melaporkan bahwa hasil cetakan sidik bibir menggunakan alginat memberikan hasil yang cukup detail sehingga mudah dianalisis dan dapat bertahan lama. Dalam metode ini dibutuhkan alat dan bahan antara lain, rubber bowl, spatula, alginat dan sendok cetak perorangan (custom tray). 28 Gambar 8. Alat dan bahan yang digunakan dalam metode bahan cetak alginat. 28 Tahapan pencetakan sidik bibir dengan menggunakan alginat dilakukan dengan cara pertama-tama bibir subjek penelitian diolesi vaselin, kemudian adonan alginat diaduk dan dituangkan ke seluruh permukaan bibir kemudian ditekan dengan menggunakan sendok cetak perorangan yang telah disesuaikan dengan ukuran bibir subjek, setelah alginat agak mengeras, sendok cetak diangkat dan akhirnya didapatkan cetakan negatif dari sidik bibir. Setelah itu cetakan tersebut diisi dengan menggunakan gips biru. 28

12 17 Gambar 9. Prosedur pencetakan sidik bibir dengan menggunakan alginat 28 Pengambilan dan pendokumentasian sidik bibir dapat dilakukan dengan bahan cetak lain yaitu polyvinyl siloxane. Verghese melaporkan bahwa dengan menggunakan bahan cetak elastomer dapat dihasilkan hasil cetakan sidik bibir yang sangat detail. Dalam metode ini dibutuhkan alat dan bahan antara lain rubber bowl, spatula, polyvinyl siloxane, sendok cetak perorangan (custom tray), vaselin dan applicating gun. 12,28 Gambar 10. Alat dan bahan yang digunakan dalam metode pencetakan dengan menggunakan polyvinyl siloxane 28 Tahapan pencetakan sidik bibir dengan menggunakan polyvinyl siloxane dilakukan dengan pertama-tama bibir subjek diolesi vaselin, kemudian bahan light body dioleskan ke seluruh permukaan bibir dengan menggunakan alat bantu applicating gun, lalu sendok cetak perorangan yang telah isi dengan heavy body

13 18 ditekankan ke bibir yang telah diolesi light body, kemudian ditunggu 15 sampai 20 menit, setelah agak mengeras sendok cetak diangkat dan akhirnya didapatkan cetakan negatif sidik bibir dan cetakan tersebut diisi dengan dental plaster. 28 Gambar 11. Prosedur pencetakan sidik bibir dengan menggunakan polyvinyl siloxane Metode Fotografi Sidik bibir dapat didokumentasikan secara langsung dengan menggunakan foto konvensional maupun foto digital. Pemanfaatan foto digital lebih sering digunakan sehingga pengambilan foto dapat diulang jika hasilnya kurang bagus. Selain itu hasil foto dapat menggunakan beberapa bantuan software seperti Adobe Photoshop. Tsuchihashi (Tokyo, 1974) merupakan salah satu peneliti yang mengembangkan metode fotografi untuk pengambilan dan pendokumentasian sidik bibir dengan menggunakan kamera medical Nikon F Metode Bahan Bubuk Sidik Jari Sidik bibir dapat tertinggal pada sebuah benda seperti kain atau kemeja yang tidak dapat terlihat kasat mata. Dalam kasus ini sidik bibir dapat divisualisasikan dengan menggunakan bantuan bahan bubuk sidik jari serta bahan pewarna seperti

14 19 lysochrome dye. Penggunaan bahan lysochrome dye akan sangat optimal jika diaplikasikan pada bahan yang memiliki porositas, seperti kain, kertas tisu. Beberapa alat dan bahan yang dibutuhkan dalam metode ini adalah kuas, bubuk sidik jari atau bahan pewarna lysochrome dye. 31 Tahapan pengambilan sidik bibir dengan menggunakan bubuk sidik jari yaitu subjek diinstruksikan untuk menempelkan bibir ke sebuah kertas, kemudian kertas yang telah terdapat sidik bibir laten tersebut, ditaburkan bubuk sidik jari, lalu diratakan dengan menggunakan kuas sampai terlihat sidik bibir yang menempel pada kertas tersebut Keunggulan dan Kelemahan Beberapa Metode Pengambilan dan Pendokumentasian Sidik Bibir Untuk kepentingan identifikasi sidik bibir harus dapat ditampilkan dan didokumentasikan dengan baik sehingga mudah dianalisis. Hasil dokumentasi dan analisis sidik bibir yang baik, akan dapat menjadi alat bukti di persidangan. Dari beberapa metode pengambilan dan pendokumentasian sidik bibir, masing-masing terdapat keunggulan dan kelemahan Keunggulan dan Kelemahan Metode Pengambilan Lipstik Pengambilan sidik bibir tersangka atau korban yang terlibat dalam suatu kasus kriminal dapat dilakukan dengan menggunakan alat bantu lipstik. Keunggulan dari metode lipstik adalah alat dan bahan yang digunakan sederhana, tidak mahal, mudah dan praktis dalam aplikasinya karena tidak membutuhkan waktu yang terlalu lama. Kelemahan dari metode lipstik ini adalah belum terdapat standar warna baku dari lipstik yang digunakan dan tidak semua subjek yang mau diaplikasikan lipstik, terutamanya yang laki-laki Keunggulan dan Kelemahan Metode Pengambilan dengan menggunakan Bahan Cetak Alginat Pengambilan sidik bibir dari korban atau tersangka dapat dilakukan dengan menggunakan bahan cetak hidrokoloid irreversible yaitu alginat. Keunggulan metode dengan menggunakan alginat adalah dapat menghasilkan cetakan yang tiga dimensi,

15 20 sehingga memudahkan proses analisis, hasil cetakan tahan lama, dan bahan alginat mudah didapatkan. Kelemahan dari metode ini adalah kurang praktis dan waktu pencetakan lama, kurang lebih 30 menit. Selain itu, alginat juga tidak sesuai untuk dipakai pada jaringan lunak seperti bibir Keunggulan dan Kelemahan Metode Pengambilan dengan menggunakan Bahan Cetak Elastomer (polyvinyl siloxane) Pengambilan sidik bibir dari korban atau tersangka dapat dilakukan dengan menggunakan bahan cetak gigi seperti elastomer. Keunggulan metode ini adalah dapat menghasilkan cetakan tiga dimensi yang sangat akurat dan hasil cetakan yang tahan lama. Kelemahan dari metode menggunakan bahan cetak elastomer adalah kurang praktis, biaya mahal dan waktu pencetakan yang lama, kurang lebih 45 menit Keunggulan dan Kelemahan Metode Pengambilan dan Pendokumentasian Sidik Bibir menggunakan Fotografi Dalam metode fotografi ini diperlukan keahlian dari fotografer, dan juga beberapa aspek dalam fotografi seperti cahaya, fokus dan jarak. Metode ini direkomendasikan pertama kali oleh Tsuchihashi. 21 Keunggulan dari metode ini antara lain hasil dokumentasi sidik bibir tahan lama sehingga dapat digunakan untuk second opinion di kemudian hari, proses pengambilan praktis dan tidak membutuhkan waktu yang lama. Beberapa kelemahan pada metode ini antara lain, belum adanya standar baku Standard Operational Procedure dari teknik fotografi, jika hasil foto kurang maksimal akan menyulitkan dalam proses analisa, alat dan bahan yang digunakan relatif mahal Keunggulan dan Kelemahan Metode Pengambilan Cetakan Sidik Bibir dengan menggunakan Bubuk Sidik Jari dan Reagen Pewarna Pengambilan sidik bibir laten dapat dilakukan dengan menggunakan bahan bubuk, seperti bubuk sidik jari, bubuk aluminium, cobalt oxide, dan bubuk magnetik. Penelitian mengenai efektifitas bubuk sidik jari dan lysochrome dye pernah dilakukan oleh beberapa peneliti. Neeti Kapoor (India, 2005) melaporkan bahwa reagen

16 21 lysochrome dye lebih efektif daripada bubuk sidik jari dalam mevisualisasikan sidik bibir laten. 28,32 Pada penelitian yang dilakukan Castello (Sepanyol, 2005) pada sebuah kertas tisu melaporkan bahwa perbedaan antara penggunaan bahan bubuk dan reagen pada pengambilan sidik bibir laten pada suatu benda, dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain porositas dan ketahuan dari sidik bibir yang diambil dan hasil yang didapatkan dengan menggunakan reagen lysochrome dye lebih efektif dan tahan lama daripada penggunaan bubuk sidik jari. 28,33 Keunggulan metode ini adalah dapat memvisualisasikan sidik bibir laten, sehingga dapat didokumentasikan dan dianalisis, namun kekurangan metode ini, bahan yang digunakan baik bubuk sidik jari maupun lysochrome dye relatif mahal dan kurang praktis Posisi Bibir Sidik bibir sering kali ditemukan di TKP kasus kriminal pada permukaan sendok, alat musik tiup, gelas dan juga pada buah-buahan yang dianalogkan dengan sidik bibir pada posisi terbuka, tersenyum dan mengecup. Posisi yang berbeda mungkin akan menyebabkan perbedaan pada sidik bibir karena terjadi kontraksi otot-otot di bibir yang akan menyebabkan alur-alur yang horizontal (melintang) tidak dapat diamati sehingga hanya alur-alur yang vertikal (tegak lurus) saja yang teramati Klasifikasi Sidik Bibir Beberapa peneliti melakukan identifikasi dan mengklasifikasikan pola sidik bibir, namun belum ada kesepakatan mengenai pola sidik bibir yang digunakan sebagai acuan internasional. Bibir manusia memiliki sejumlah elevasi dan depresi pada permukaan luarnya yang membentuk suatu pola karakteristik, yang disebut sebagai sidik bibir. Titik acuan anatomis dari bibir meliputi chelion (titik paling lateral saat mulut dalam posisi terbuka), stomion (titik pertemuan antara bibir bawah dan bibir atas pada bidang midsagittal), dan labrale superius serta labrale inferius (titik tertinggi dan terendah dari tepi bibir atas dan bibir bawah pada bidang mid-sagital). 24

17 22 Berbagai faktor dapat memengaruhi perekaman sidik bibir. Sidik bibir harus diperoleh dalam waktu 24 jam setelah waktu kematian untuk mencegah terjadinya kekeliruan dalam pengambilan data akibat perubahan post-mortem pada bibir. Pola sidik bibir yang diambil bergantung dari posisi mulut, terbuka atau tertutup. Bila mulut berada dalam keadaan tertutup, alur alur atau celah celah pada bibir akan tampak lebih jelas, sementara bila mulut berada dalam keadaan terbuka, alur alur atau celah celah tersebut akan menjadi kurang jelas dan sulit untuk diinterpretasi. 23 Adanya ketidaknormalan pada bibir seperti mukokel atau perubahan pasca operatif pada bibir dapat merubah pola sidik bibir. Demikian juga dengan adanya debris atau cairan pada permukaan bibir, aplikasi pemulas bibir dalam lapisan yang tebal atau peregangan berlebihan dari selotip dapat merubah rekaman sidik bibir Klasifikasi Suzuki dan Tsuchihashi Suzuki dan Tsuchihashi mempertimbangkan 6 jenis pola sidik bibir yang berbeda: 23,35 a. Tipe I : Tampak alur vertikal pada seluruh bagian bibir. b. Tipe I : Mirip dengan tipe I namun alur tidak pada seluruh bagian bibir, vertikal parsial. c. Tipe II : Menunjukkan alur yang bercabang seperti huruf Y. d. Tipe III : Terlihat pola alur yang interseksi. e. Tipe IV : Terlihat pola alur yang retikuler. f. Tipe V : Merupakan pola-pola alur yang lainnya.

18 23 Gambar 12. Klasifikasi Suzuki dan Tsuchihashi Klasifikasi Renaud Merupakan klasifikasi paling lengkap yang membagi bibir menjadi kanan dan kiri, dan setiap alur berdasarkan bentuknya memiliki penomoran. Kemudian dilakukan formulasi dengan mendeskripsikan bagian bibir atas terlebih dahulu menggunakan huruf capital untuk kanan (R), kiri (L), dan huruf kecil sesuai topologi alur, kemudian bagian bibir bawah huruf kecil untuk kanan (r), kiri (l) dan huruf kapital untuk topologi alurnya. Dalam hal ini dilihat dibawah: 23,35 A: Vertikal penuh B: Vertikal tidak penuh C: Bifurkasi lengkap D: Bifurkasi tidak lengkap E: Percabangan lengkap F: Percabangan tidak lengkap G: Bentuk retikuler H: Bentuk X atau koma I: Horizontal J: Bentuk lain (segitiga, elips)

19 24 Gambar 13. Klasifikasi Renaud Klasifikasi Kasprzak Kasprzak pada tahun 2000 telah mengumpulkan sampel sidik bibir dari 1500 individu dan memeriksa masing-masing sidik bibir secara mikroskopik. Kasprzak mengklasifikasikan pola yang didapatinya kepada 23 jenis, yakni: 35 Tabel 1. Klasifikasi Kasprzak 22,35

20 Klasifikasi José Maria Dominguez Klasifikasi ini dibuat berdasarkan klasifikasi Suzuki dan Tsuchihashi. Alur yang diklasifikasikan sebagai tipe II dalam klasifikasi Suzuki dan Tsuchihashi, menurut José Maria Dominiguez dan para rekan penelitinya mendapati bahwa dalam sampel mereka terdapat sedikit variasi, yaitu alur yang bercabang biasa bercabang ke arah atas untuk bibir atas, dan bercabang ke arah bawah untuk bibir bawah. Pernyataan ini didukung oleh Suzuki dan Tsuchihashi tetapi mereka juga menyadari bahwa ada segelintir alur yang namanya tipe II yang bercabang sebaliknya.35 B A Gambar 14. Klasifikasi José Maria Dominguez. Dalam kurungan A dapat terlihat alur bercabang ke bawah untuk bibir bawah merupakan alur tipe II dan dalam kurungan B terlihat alur bercabang ke atas untuk bibir atas, alur ini dinamakan sebagai alur tipe II Klasifikasi Martin Santos Pembagian klasifikasi ini cukup sederhana dimana hanya 2 kelompok yakni:35 1. Sederhana apabila terdiri dari satu saja elemen topologis seperti garis, kurva, sudut dan sinusoid. 2. Majemuk apabila terdiri daripada beberapa elemen topologis walaupun terdapat berbagai klasifikasi lain yang merupakan variasi dari klasifikasi utama yang ada, namun perbedaan yang ditunjukkan tidaklah signifikan.

21 Klasifikasi Afchar-Bayat Klasifikasi ini dibuat pada tahun 1979, berdasarkan 6 jenis alur sidik bibir, yakni: 23,35 A1: Alur vertikal dan lurus meluas sepanjang bibir. A2: Seperti A1, tetapi tidak meluas sepanjang bibir. B1: Alur bercabang yang lurus. B2: Alur bercabang yang bersudut. C: Alur yang bertemu di suatu tempat. D: Alur pola retikuler. E: Alur bentuk lain. 2.7 Metode Pengamatan Sidik Bibir Pengamatan Pola Sidik Bibir secara Keseluruhan Metode ini pertama kali dilakukan oleh Tsuchihasi pada 22 laki-laki dan 42 perempuan yang tinggal di Yokohama, Jepang. Setelah dilakukan pengamatan yang lebih mendetail, terlihat bahwa pola sidik bibir bukanlah sebuah pola tunggal, tetapi gabungan dari beberapa pola. Untuk itu, Tsuchihasi menyarankan agar pola sidik bibir dibagi ke dalam 4 kuadran terlebih dahulu sebelum diamati Pengamatan Pola Sidik Bibir setelah Dibagi Menjadi 4 Kuadran Pada metode ini dibuat garis horizontal untuk memisahkan bibir atas dan bibir bawah, selanjutnya dibuat garis vertikal pada median bibir untuk memisahkan belahan bibir sebelah kiri dan kanan, kedua garis ini tegak lurus satu sama lain. Dengan demikian, sidik bibir terbagi menjadi 4 kuadran, Penamaan kuadran-kuadran tersebut mulai dari kuadran 1 sampai kuadran 4 mulai dari kuadran kanan atas, kiri atas, kiri bawah, dan kanan bawah (searah dengan jarum jam). 36 Ada dua metode pencatatan pola sidik bibir yang muncul pada masing-masing kuadran. Metode pertama mencatat semua pola yang muncul di tiap-tiap kuadran sehingga dalam 1 kuadran didapatkan lebih dari 1 pola sidik bibir. Metode ini adalah metode yang disarankan oleh Tsuchihashi untuk identifikasi individu yang spesifik. Selain itu metode ini disarankan untuk pengamatan pola hereditas sidik bibir. Metode

22 27 kedua mencatat pola dominan yang muncul di tiap-tiap kuadran. Jadi dalam 1 kuadran terdapat 1 pola sidik bibir yang dominan. Metode ini digunakan oleh Saraswathi (India, 2016) dan Gupta (India, 2011) untuk meneliti hubungan antara sidik bibir dengan jenis kelamin. 6,26,36 I II IV III Gambar 15. Metode pengamatan sidik bibir pada 4 kuadran oleh Tsuchihashi Ras, Suku dan Etnis Menurut Hinton dkk., ras adalah segolongan manusia yang merupakan suatu kesatuan karena memiliki kesamaan sifat jasmani dan rohani yang diturunkan, sehingga berdasarkan itu dapat dibedakan dari kesatuan lain. Haldane menyatakan satu kesatuan karakter fisik dan asal geografis dalam area tertentu. 37 Dalam ensiklopedi Indonesia disebut istilah etnis berarti kelompok sosial dalam sistem sosial atau kebudayaan yang mempunyai arti atau kedudukan tertentu karena keturunan, adat, agama, bahasa dan sebagainya. Anggota-anggota suatu kelompok etnis memiliki kesamaan dalam hal sejarah (keturunan), bahasa (baik yang digunakan maupun tidak), sistem nilai, serta adat-istiadat dan tradisi. 38 Menurut Frederich Barth (1988) istilah etnis menunjukkan pada suatu kelompok tertentu yang kesamaan ras, agama, asal-usul bangsa, ataupun kombinasi dari kategori tersebut terikat pada sistem nilai budayanya. Kelompok etnis adalah kelompok orang-orang sebagai suatu populasi yang: 38

23 28 i. Dalam populasi kelompok mereka mampu melestarikan kelangsungan kelompok dengan berkembang biak. ii. Mempunyai nilai-nilai budaya yang sama, dan sadar akan rasa kebersamaannya dalam suatu bentuk budaya. iii. Membentuk jaringan komunikasi dan interaksi sendiri. iv. Menentukan ciri kelompoknya sendiri yang diterima oleh kelompok lain dan dapat dibedakan dari kelompok populasi lain. Suku merupakan golongan masyarakat yang masih memiliki hubungan biologis. Pada akhir-akhir ini, istilah suku mulai ditinggalkan karena berasosiasi dengan keprimitifan sedangkan istilah etnis dirasa lebih netral. 39 Menurut perspektif teori situasional, etnis merupakan hasil dari adanya pengaruh yang berasal dari luar kelompok. Salah satu faktor luar yang dapat membentuk sebuah etnisitas adalah kolonialisme. Untuk kepentingan administratif colonial membagi-bagi masyarakat kedalam kelompok-kelompok etnis dan ras yang kemudian warisan kolonial tersebut terus diwariskan Karakteristik Ras dan Etnis Kelompok ras mayor di dunia diklasifikasikan menjadi Kaukasoid, Mongoloid, Negroid dan Australoid. Masyarakat Malaysia merupakan masyarakat multietnis. Jumlah penduduk di Malaysia mencapai 28,3 juta jiwa. Diantara 3 etnis terbesar di Malaysia adalah etnis Melayu (67.4%), etnis Tionghoa (24,6%) dan etnis India (7,3%). 40 Etnis Melayu dan etnis Tionghoa tergolong dalam ras Mongoloid manakala etnis India tergolong dalam ras Kaukasoid. Perbedaan antara etnis Melayu dan etnis Tionghoa adalah sub-ras. Etnis Melayu tergolong dalam sub-ras Malayan Mongoloid, yang mempunyai ciri-ciri fisik seperti berambut hitam lurus hingga bergelombang, bermata besar dan berkulit kuning langsat hingga kecokelatan. Etnis Tionghoa tergolong dalam sub-ras Asiatic Mongoloid yang mempunyai ciri-ciri fisik seperti berambut hitam lurus, bermata sipit dan berkulit putih kekuningan. 41

24 29 Masyarakat Malaysia pada asalnya terbagi kepada dua fase yaitu prasejarah dan modern. Terdapat dua model yang berguna dari fase prasejarah untuk menggambarkan populasi yang bermigrasi dan populasi asal. Jacob memperkenalkan dual layer model dimana pertama menyatakan perpindahan dan masuknya orang-orang Mongoloid ke Asia Tenggara melalui Tiongkok Selatan. Sewaktu periode Neolitik telah menyebabkan pencampuran genetik baru terhadap penduduk asal yang pada mulanya memiliki profil seperti orang Australomelanesoid. Model kedua menyatakan bahwa penduduk Asia Tenggara modern berasal dari orang-orang terdahulu yang tinggal di Sundaland yang mengalami perubahan evolusi lokal tanpa pencampuran genetik. Menurut Zainuddin sejarah modern populasi Malaysia termasuklah migrasi orangorang Tionghoa dari Tiongkok Selatan dan orang-orang India dari India Selatan ke Malaysia sewaktu abad ke-19. Migrasi etnis Tionghoa dan etnis India ini membawa kepada masyarakat modern Malaysia pada masa sekarang. 42, Latar Belakang Etnis Tionghoa Malaysia Kebanyakan pendatang Tionghoa di Tanah Melayu berasal dari Tiongkok selatan, terutamanya wilayah Fujian dan Guangdong. Pada abad ke-19, kebanyakan mereka datang untuk bekerja sebagai "buruh terikat" melalui perjanjian bertulis (indentured labour), dikenali sebagai kuli ( 苦力, "kuasa susah-payah"). Yang selainnya datang secara bebas untuk bekerja, dan didukung oleh Persatuan Etnis Kaum. Populasi orang Tionghoa di Tanah Melayu mencapai 269,854 jiwa pada tahun 1911, dan kira-kira sejuta sekitar tahun Faktor Usia Sidik bibir setiap individu unik dan tidak berubah disebabkan faktor usia, namun dikarenakan faktor lain seperti pasca kecelakaan atau tindakan bedah.

25 Landasan Teori Perkembangan wajah terjadi pada minggu keempat setelah fertilisasi dengan penampakan 5 buah tonjolan atau swelling yang mengelilingi stomodeum. Penonjolan frontonasal prominence dan maxillary prominence berkontribusi dalam perkembangan rahang dan bibir. Pada minggu ke-5 janin, tumbuh dua penonjolan maxillary prominence akan tumbuh kearah tengah dan menekan frontonasal prominence kearah midline. Penyatuan kedua penonjolan frontonasal ini akan membentuk bibir. 16 Bibir merupakan dua lipatan otot yang membentuk gerbang mulut, terdiri dati bibir bagian atas dan bibir bagian bawah. Bibir luar ditutup oleh jaringan kulit, sedangkan bagian dalam ditutupi oleh mukosa mulut. 4 Sidik bibir merupakan kumpulan alur-alur yang terdapat pada vermilion atau bagian merah bibir. Alur-alur tersebut diantaranya dapat berupa garis vertikal, bercabang, perpotongan dan retikuler. 25 Sidik bibir sampai saat ini belum diketahui dengan pasti kapan pembentukannya, namun ada yang berpendapat bahwa sidik bibir telah dapat diamati saat bayi berusia empat tahun. Ilmu yang mempelajari sidik bibir dinamakan Cheiloscopy. 6 Bibir tanpa lipstik yang menyentuh benda lain dapat meninggalkan bekas atau jejak pada benda yang disentuhnya namun tidak dapat terlihat secara kasat mata, sidik bibir ini disebut sidik bibir laten. Sedangkan sidik bibir yang tertinggal pada suatu benda dan dapat terlihat disebut sidik bibir tampak. 28 Beberapa metode pengambilan sidik bibir seperti metode lipstik, metode bahan cetak gigi, metode fotografi dan metode bahan bubuk sidik jari, metode yang dipilih untuk penelitian ini adalah metode lipstik karena terdapat kelemahan daripada metodemetode lain dan metode lipstik merupakan metode yang paling sesuai karena hasil sidik bibir yang didapati cukup baik, waktu yang diperlukan relatif singkat, lipstik mudah diperoleh dan dari segi ekonomi lebih menjimatkan. Klasifikasi Suzuki dan Tsuchihashi dijadikan klasifikasi sidik bibir penelitian ini karena klasifikasi Suzuki dan Tsuchihashi memiliki rentang lebih luas dari segi pola sidik bibir, memiliki gambaran yang jelas dan juga lebih umum dipakai oleh peneliti dari seluruh dunia.

26 Kerangka Teori Pertumbuhan dan Perkembangan Identifikasi Forensik Faktor yang Memengaruhi Kraniofasial Wajah Bibir Vermilion Border Faktor Internal Usia Ras Jenis Kelamin Genetik Faktor Eksternal Gaya Hidup Lingkungan Primer Sekunder Odontologi Sidik Jari Pemeriksaan DNA Sidik Bibir Anatomi Histologi Cheiloscopy Sidik Bibir Laten Tampak Fungsi Forensik Non-Forensik Faktor yang Memengaruhi Metode Lipstik; Bahan Cetak Gigi; Fotografi; Bahan Bubuk Sidik Jari Klasifikasi Suzuki dan Tsuchihashi; Renaud; José Maria Dominiguez; Afchar-Bayat; Martin Santos Jenis Kelamin Ras Tipe Pola Sidik Bibir

27 Kerangka Konsep Etnis Tionghoa Malaysia usia tahun laki-laki atau perempuan di Sidik bibir Klasifikasi Suzuki dan Tsuchihashi Tipe I Lurus penuh Tipe I Lurus Parsial Tipe II Bercabang Tipe III Interseksi Tipe IV Retikuler Tipe V Lain-lain Laki-laki Perempuan Tipe pola sidik bibir Tipe pola sidik bibir dominan

Metode pengambilan sidik bibir untuk kepentingan identifikasi individu

Metode pengambilan sidik bibir untuk kepentingan identifikasi individu Vol. 62, No. 3, September-Desember l 2013, Hal. 64-70 ISSN 0024-9548 64 64 Metode pengambilan sidik bibir untuk kepentingan identifikasi individu (Lip print taking methods for the benefit of individual

Lebih terperinci

Identifikasi Individu dan Jenis Kelamin Berdasarkan Pola Sidik Bibir

Identifikasi Individu dan Jenis Kelamin Berdasarkan Pola Sidik Bibir JURNAL KEDOKTERAN DAN KESEHATAN, VOLUME 2, NO. 2, APRIL 2015: 231-236 Identifikasi Individu dan Jenis Kelamin Berdasarkan Pola Sidik Bibir Indri Seta Septadina Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran, Universitas

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pertumbuhan dan Perkembangan Rahang Tumbuh-kembang adalah suatu proses keseimbangan dinamik antara bentuk dan fungsi. Prinsip dasar tumbuh-kembang antara lain berkesinambungan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Odontologi forensik adalah ilmu di kedokteran gigi yang terkait dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Odontologi forensik adalah ilmu di kedokteran gigi yang terkait dalam 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Odontologi forensik adalah ilmu di kedokteran gigi yang terkait dalam suatu data penyidikan untuk mengetahui identitas korban bencana massal seperti kecelakaan pesawat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda, tetapi saling berkaitan dan sulit dipisahkan. Soetjiningsih (1995)

BAB I PENDAHULUAN. berbeda, tetapi saling berkaitan dan sulit dipisahkan. Soetjiningsih (1995) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah tumbuh kembang sebenarnya mencakup 2 peristiwa yang sifatnya berbeda, tetapi saling berkaitan dan sulit dipisahkan. Soetjiningsih (1995) berpendapat bahwa pertumbuhan

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Nesturkh (1982) mengemukakan, manusia di dunia dibagi menjadi

I.PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Nesturkh (1982) mengemukakan, manusia di dunia dibagi menjadi I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nesturkh (1982) mengemukakan, manusia di dunia dibagi menjadi beberapa golongan ras. Masyarakat negara Indonesia termasuk ke dalam golongan ras Mongoloid. Jacob

Lebih terperinci

Lampiran 1. Skema Alur Pikir

Lampiran 1. Skema Alur Pikir Lampiran 1 Skema Alur Pikir 1. Ilmu kedokteran gigi forensik merupakan cabang dari ilmu kedokteran forensik yang belajar tentang cara-cara penanganan dan pemeriksaan bukti-bukti melalui gigi, jaringan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indoaustralia dan Pasifik serta terletak pada zona Ring of Fire. Kondisi ini

BAB 1 PENDAHULUAN. Indoaustralia dan Pasifik serta terletak pada zona Ring of Fire. Kondisi ini BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara rawan bencana karena kondisi geografisnya. Indonesia berada pada jalur pertemuan tiga lempeng raksasa yaitu lempeng Eurasia, Indoaustralia

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dentofasial termasuk maloklusi untuk mendapatkan oklusi yang sehat, seimbang,

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dentofasial termasuk maloklusi untuk mendapatkan oklusi yang sehat, seimbang, PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu Ortodontik merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari pertumbuhan struktur jaringan pendukung gigi dan kraniofasial, perkembangan oklusi gigi geligi serta mempelajari

Lebih terperinci

Gambar 1. Anatomi Palatum 12

Gambar 1. Anatomi Palatum 12 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Palatum 2.1.1 Anatomi Palatum Palatum adalah sebuah dinding atau pembatas yang membatasi antara rongga mulut dengan rongga hidung sehingga membentuk atap bagi rongga mulut. Palatum

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Foramen Mentale Foramen mentale adalah suatu saluran terbuka pada korpus mandibula. Melalui foramen mentale dapat keluar pembuluh darah dan saraf, yaitu arteri, vena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan serangkaian pulau besar-kecil dengan lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan serangkaian pulau besar-kecil dengan lingkungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan serangkaian pulau besar-kecil dengan lingkungan yang berbeda-beda terletak diantara dua benua yaitu Australia dan Asia. Bangsa Indonesia pada awalnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Pada kejadian bencana alam banyak korban yang tidak. dikenal hal tersebut menyebabkan kesulitan dalam

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Pada kejadian bencana alam banyak korban yang tidak. dikenal hal tersebut menyebabkan kesulitan dalam BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pada kejadian bencana alam banyak korban yang tidak dikenal hal tersebut menyebabkan kesulitan dalam menentukan identitas mayat seseorang dalam identifikasi forensik.

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. A. Latar belakang. waktu yang diharapkan (Hupp dkk., 2008). Molar ketiga merupakan gigi terakhir

BAB I. Pendahuluan. A. Latar belakang. waktu yang diharapkan (Hupp dkk., 2008). Molar ketiga merupakan gigi terakhir 1 BAB I Pendahuluan A. Latar belakang Gigi impaksi adalah gigi yang gagal erupsi ke dalam rongga mulut pada waktu yang diharapkan (Hupp dkk., 2008). Molar ketiga merupakan gigi terakhir yang tumbuh pada

Lebih terperinci

Gambar 1. Fotometri Profil 16. Universitas Sumatera Utara

Gambar 1. Fotometri Profil 16. Universitas Sumatera Utara BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Profil jaringan lunak terbentuk dari beberapa komponen, antara lain komponen skeletal, dental dan jaringan lunak (hidung, dagu dan bibir). Analisis profil wajah yang baik dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permukaan oklusal gigi geligi rahang bawah pada saat rahang atas dan rahang

BAB I PENDAHULUAN. permukaan oklusal gigi geligi rahang bawah pada saat rahang atas dan rahang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Oklusi adalah berkontaknya permukaan oklusal gigi geligi rahang atas dengan permukaan oklusal gigi geligi rahang bawah pada saat rahang atas dan rahang bawah menutup.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Rugae palatina disebut juga dengan plica palatine transversa atau palatal rugae

BAB 1 PENDAHULUAN. Rugae palatina disebut juga dengan plica palatine transversa atau palatal rugae BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Rugae palatina disebut juga dengan plica palatine transversa atau palatal rugae adalah tonjolan pada bagian anterior dari mukosa palatal, terdapat di tiap sisi

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan pada penelitian ini adalah Ilmu Penyakit Gigi

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan pada penelitian ini adalah Ilmu Penyakit Gigi BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup keilmuan pada penelitian ini adalah Ilmu Penyakit Gigi Mulut dan Ilmu Kedokteran Forensik. 4.2. Tempat dan waktu penelitian Penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan mengevaluasi keberhasilan perawatan yang telah dilakukan. 1,2,3 Kemudian dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. dan mengevaluasi keberhasilan perawatan yang telah dilakukan. 1,2,3 Kemudian dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Pemahaman mengenai pertumbuhan dan perkembangan gigi merupakan salah satu hal penting untuk seorang dokter gigi khususnya dalam melakukan perawatan pada anak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh keadaan geografis dan demografisnya. Menurut Kementrian

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh keadaan geografis dan demografisnya. Menurut Kementrian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu kawasan rawan bencana di dunia. Kondisi ini disebabkan oleh keadaan geografis dan demografisnya. Menurut Kementrian Sekretariat Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia tidak terlepas dari kejadian-kejadian yang sering terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia tidak terlepas dari kejadian-kejadian yang sering terjadi di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia tidak terlepas dari kejadian-kejadian yang sering terjadi di luar dugaan, antara lain bencana alam dan kasus-kasus kriminal yang menyebabkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. Ilmu Ortodonti menurut American Association of Orthodontics adalah

I. PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. Ilmu Ortodonti menurut American Association of Orthodontics adalah 1 I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Ilmu Ortodonti menurut American Association of Orthodontics adalah cabang ilmu kedokteran gigi yang mempelajari pertumbuhan dan perkembangan gigi geligi dan hubungannya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesimetrisan Diagnosis dalam ilmu ortodonti, sama seperti disiplin ilmu kedokteran gigi dan kesehatan lainnya memerlukan pengumpulan informasi dan data yang adekuat mengenai

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Ukuran lebar mesiodistal gigi permanen menurut Santoro dkk. (2000). 22

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Ukuran lebar mesiodistal gigi permanen menurut Santoro dkk. (2000). 22 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lebar Mesiodistal Gigi Geligi Lebar mesiodistal gigi adalah jarak terbesar yang diukur dari titik kontak anatomis mesial sampai ke titik kontak anatomis distal pada masing-masing

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Ukuran lebar mesiodistal gigi bervariasi antara satu individu dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Ukuran lebar mesiodistal gigi bervariasi antara satu individu dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ukuran lebar mesiodistal gigi bervariasi antara satu individu dengan individu lainnya, antara satu populasi dengan populasi lainnya. 1 Adanya variasi ukuran lebar

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Dibentuk oleh processus palatines ossis maxilla dan lamina horizontalis

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Dibentuk oleh processus palatines ossis maxilla dan lamina horizontalis BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Palatum Palatum merupakan bagian yang memisahkan rongga mulut, rongga hidung, dan sinus maksilaris. Terdiri dari : 2.1.1. Platum durum Dibentuk oleh processus palatines ossis

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Lengkung gigi terdiri dari superior dan inferior dimana masing-masing

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Lengkung gigi terdiri dari superior dan inferior dimana masing-masing 20 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Lengkung gigi terdiri dari superior dan inferior dimana masing-masing dikenal sebagai maksila dan mandibula. 6 Lengkung gigi adalah berbeda pada setiap individu, tidak ada seorang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oklusi Oklusi merupakan hubungan statis antara gigi atas dan gigi bawah selama interkuspasi dimana pertemuan tonjol gigi atas dan bawah terjadi secara maksimal. Dikenal dua

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. atau rasa. Istilah aesthetic berasal dari bahasa Yunani yaitu aisthetike dan

BAB 1 PENDAHULUAN. atau rasa. Istilah aesthetic berasal dari bahasa Yunani yaitu aisthetike dan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aesthetic dentistry merupakan bidang ilmu dalam kedokteran gigi yang bertujuan untuk memperbaiki estetis rongga mulut pasien, di samping perawatan dan pencegahan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lengkung Gigi Menurut DuBRUL (1980), bentuk lengkung gigi sangat bervariasi, akan tetapi secara umum lengkung gigi rahang atas berbentuk elips dan lengkung gigi rahang bawah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kanalis Mandibularis Kanalis mandibularis adalah saluran yang memanjang dari foramen mandibularis yang terletak pada permukaan medial ramus. Kanalis ini dialiri oleh inferior

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Setiap individu terdapat 20 gigi desidui dan 32 gigi permanen yang. 2.1 Pertumbuhan dan Perkembangan Gigi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Setiap individu terdapat 20 gigi desidui dan 32 gigi permanen yang. 2.1 Pertumbuhan dan Perkembangan Gigi BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Setiap individu terdapat 20 gigi desidui dan 32 gigi permanen yang berkembang dari interaksi antara sel epitel rongga mulut dan sel bawah mesenkim. Setiap gigi berbeda secara anatomi,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Ukuran lebar mesiodistal gigi setiap individu adalah berbeda, setiap

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Ukuran lebar mesiodistal gigi setiap individu adalah berbeda, setiap BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Ukuran lebar mesiodistal gigi setiap individu adalah berbeda, setiap populasi juga berbeda dengan populasi lainnya. 1 Data lebar mesiodistal gigi penting sebagai informasi sebelum

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Gigi berjejal merupakan jenis maloklusi yang paling sering ditemukan. Gigi berjejal juga sering dikeluhkan oleh pasien dan merupakan alasan utama pasien datang untuk melakukan perawatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. mayat korban susah untuk dapat diidentifikasi. yaitu adalah bencana alam. Kejadian bencana massal

BAB 1 PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. mayat korban susah untuk dapat diidentifikasi. yaitu adalah bencana alam. Kejadian bencana massal BAB 1 PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Di Indonesia salah satu penyebab dimana mayat korban susah untuk dapat diidentifikasi yaitu adalah bencana alam. Kejadian bencana massal akan menghasilkan keadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bencana alam, pesawat jatuh, ledakan bom dan lain-lain, menyebabkan banyak

BAB I PENDAHULUAN. bencana alam, pesawat jatuh, ledakan bom dan lain-lain, menyebabkan banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Berbagai masalah dihadapi masyarakat Indonesia saat ini antara lain bencana alam, pesawat jatuh, ledakan bom dan lain-lain, menyebabkan banyak korban meninggal secara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perawatan ortodontik dapat dicapai jika diagnosis dan rencana perawatan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perawatan ortodontik dapat dicapai jika diagnosis dan rencana perawatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perawatan ortodontik dapat dicapai jika diagnosis dan rencana perawatan ditegakkan secara tepat sebelum perawatan dilakukan. Diagnosis ortodontik dapat diperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hubungan yang ideal yang dapat menyebabkan ketidakpuasan baik secara estetik

BAB I PENDAHULUAN. hubungan yang ideal yang dapat menyebabkan ketidakpuasan baik secara estetik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Maloklusi secara umum dapat diartikan sebagai deviasi yang cukup besar dari hubungan yang ideal yang dapat menyebabkan ketidakpuasan baik secara estetik maupun secara

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dalam lingkup luas, ada beberapa alasan-alasan dilakukannya sebuah perawatan ortodonti, sesuai frekuensinya, yang dijadikan pasien sebagai alasan dalam mencari perawatan ortodonti

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan rancangan crosssectional yang bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara konveksitas skeletal

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suku Deutro-Melayu Sebagian besar penduduk Indonesia termasuk suku Paleomongoloid atau suku Melayu. Pada tahun 2000 s.m., suku Proto Melayu atau Melayu tua yang pertama datang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada tinjauan pustaka akan diuraikan mengenai suku Batak, foramen mentalis, radiografi panoramik, kerangka teori dan kerangka konsep. 2.1 Suku Batak Penduduk Indonesia termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diri atau tidak melalui bentuk gigi dan bentuk senyuman. Penting bagi dokter gigi

BAB I PENDAHULUAN. diri atau tidak melalui bentuk gigi dan bentuk senyuman. Penting bagi dokter gigi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Senyum adalah kunci percaya diri pada seseorang. Seseorang merasa percaya diri atau tidak melalui bentuk gigi dan bentuk senyuman. Penting bagi dokter gigi untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ortodonsia menurut American Association of Orthodontists adalah bagian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ortodonsia menurut American Association of Orthodontists adalah bagian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ortodonsia menurut American Association of Orthodontists adalah bagian Ilmu Kedokteran Gigi yang terkonsentrasi untuk mengawasi, membimbing, dan mengoreksi pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lengkung Gigi Lengkung gigi merupakan suatu garis imajiner yang menghubungkan sederetan gigi pada rahang atas dan rahang bawah yang dibentuk oleh mahkota gigigeligi dan merupakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dalam melakukan perawatan tidak hanya terfokus pada susunan gigi dan rahang saja

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dalam melakukan perawatan tidak hanya terfokus pada susunan gigi dan rahang saja BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Saat ini bidang ilmu ortodonti mengalami kemajuan begitu pesat sehingga dalam melakukan perawatan tidak hanya terfokus pada susunan gigi dan rahang saja tetapi juga pada estetis

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Antropometri Antropometri adalah pengukuran manusia dan lebih cenderung terfokus pada dimensi tubuh manusia. Ilmu pengetahuan mengenai antropometri berkembang terutama dalam

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Lengkung gigi merupakan suatu garis lengkung imajiner yang menghubungkan sederetan gigi pada rahang atas dan bawah. 7,9 Bentuk lengkung gigi ini berhubungan dengan bentuk kepala

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebiasaan Buruk Kebiasaan adalah suatu tindakan berulang yang dilakukan secara otomatis atau spontan. Perilaku ini umumnya terjadi pada masa kanak-kanak dan sebagian besar selesai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menghasilkan bentuk wajah yang harmonis jika belum memperhatikan posisi jaringan

BAB 1 PENDAHULUAN. menghasilkan bentuk wajah yang harmonis jika belum memperhatikan posisi jaringan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini, ilmu ortodonsia tidak hanya terfokus pada susunan jaringan keras tetapi juga pada estetis jaringan lunak wajah. Susunan gigi geligi yang baik tidak akan

Lebih terperinci

BAB 2 ANATOMI SEPERTIGA TENGAH WAJAH. berhubungan antara tulang yang satu dengan tulang yang lainnya. 7

BAB 2 ANATOMI SEPERTIGA TENGAH WAJAH. berhubungan antara tulang yang satu dengan tulang yang lainnya. 7 BAB 2 ANATOMI SEPERTIGA TENGAH WAJAH Sepertiga tengah wajah dibentuk oleh sepuluh tulang, dimana tulang ini saling berhubungan antara tulang yang satu dengan tulang yang lainnya. 7 2.1 Tulang-tulang yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Molar Dua Mandibula Fungsi molar dua mandibula permanen adalah melengkapi molar satu mandibula. Seluruh bagian molar dua mandibula lebih kecil sekitar 1mm daripada molar satu.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan lipatan anatomik berupa garis jaringan ikat fibrous yang iregular dan

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan lipatan anatomik berupa garis jaringan ikat fibrous yang iregular dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rugae palatina atau disebut plicae palatinae transversae dan palatal rugae merupakan lipatan anatomik berupa garis jaringan ikat fibrous yang iregular dan asimetris

Lebih terperinci

BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR. 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior

BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR. 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior Protrusi anterior maksila adalah posisi, dimana gigi-gigi anterior rahang atas lebih ke depan daripada gigi-gigi anterior

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 18 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Embriologi Gigi Pembentukan gigi dimulai dengan terbentuknya lamina dental dari epitel oral. Lamina dental kemudian berkembang menjadi selapis sel epitel dan berpenetrasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan. tujuan membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan. tujuan membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang pada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang pada tubuh seseorang yang tidak dikenal, baik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ortodonsia merupakan bagian dari Ilmu Kedokteran Gigi yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ortodonsia merupakan bagian dari Ilmu Kedokteran Gigi yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ortodonsia merupakan bagian dari Ilmu Kedokteran Gigi yang mempelajari pertumbuhan dan perkembangan yang disebabkan oleh pergerakan gigi. Ortodonsia mencakup diagnosis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Proses identifikasi dari jenazah dan sisa-sisa. makhluk hidup yang telah meninggal merupakan ranah yang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Proses identifikasi dari jenazah dan sisa-sisa. makhluk hidup yang telah meninggal merupakan ranah yang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Proses identifikasi dari jenazah dan sisa-sisa makhluk hidup yang telah meninggal merupakan ranah yang sangat penting di masyarakat modern pada saat ini untuk konsekuensi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Radiografi Sefalometri Ditemukannya sinar X di tahun 1985 oleh Roentgen merupakan suatu revolusi di bidang kedokteran gigi yang merupakan awal mula dari ditemukannya radiografi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saluran pernafasan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saluran pernafasan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Saluran Pernafasan Saluran pernafasan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa komponen yang saling berhubungan. Pada bagian anterior saluran pernafasan terdapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi geligi dan struktur yang menyertainya dari suatu lengkung gigi rahang atas

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi geligi dan struktur yang menyertainya dari suatu lengkung gigi rahang atas I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gigi tiruan lengkap adalah protesa gigi lepasan yang menggantikan seluruh gigi geligi dan struktur yang menyertainya dari suatu lengkung gigi rahang atas dan rahang bawah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada tahun 2014 terdapat banyak kasus mutilasi yang terungkap di Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Pada tahun 2014 terdapat banyak kasus mutilasi yang terungkap di Indonesia. I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pada tahun 2014 terdapat banyak kasus mutilasi yang terungkap di Indonesia. Beberapa kasus tersebut antara lain kasus mutilasi di Malang dan Klaten pada bulan Februari,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Antropometri adalah suatu cabang ilmu antropologi fisik yang mempelajari tentang teknik pengukuran tubuh manusia meliputi cara untuk mengukur dan melakukan pengamatan

Lebih terperinci

SENI RUPA 2 DIMENSI DAN 3 DIMENSI

SENI RUPA 2 DIMENSI DAN 3 DIMENSI SENI RUPA 2 DIMENSI DAN 3 DIMENSI Disusun Oleh : Nama : Kelas : X Mipa 6 Pelajaran : Seni Budaya SMA TAHUN AJARAN 2016/2017 Seni Rupa Seni rupa adalah salah satu cabang seni yang membentuk sebuah karya

Lebih terperinci

BAB 2 TUMOR GANAS PADA 2/3 WAJAH. Tumor ganas yang sering terjadi pada wajah terdiri atas dua jenis yaitu: basal

BAB 2 TUMOR GANAS PADA 2/3 WAJAH. Tumor ganas yang sering terjadi pada wajah terdiri atas dua jenis yaitu: basal BAB 2 TUMOR GANAS PADA 2/3 WAJAH Tumor ganas yang sering terjadi pada wajah terdiri atas dua jenis yaitu: basal sel karsinoma dan skuamous sel karsinoma. Tumor ganas yang sering terjadi pada bagian bibir,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 1

BAB 1 PENDAHULUAN. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang mempunyai 17.504 pulau dengan jumlah penduduk mencapai 249 juta jiwa lebih dan memiliki luas wilayah 1.913.578,68 km 2. Banyaknya jumlah

Lebih terperinci

3. Bahan cetak elastik. -Reversible hidrokolloid (agaragar).

3. Bahan cetak elastik. -Reversible hidrokolloid (agaragar). 1 PENCETAKAN Setelah dilakukan perawatan pendahuluan dan luka pencabutan sudah sembuh maka terhadap pasien dapat dilakukan. Sebelumnya terlebih dahulu dijelaskan kepada pasien, bahwa dalam pengambilan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemeriksaan identifikasi memegang peranan cukup penting dalam ilmu

I. PENDAHULUAN. Pemeriksaan identifikasi memegang peranan cukup penting dalam ilmu I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemeriksaan identifikasi memegang peranan cukup penting dalam ilmu kedokteran forensik. Identifikasi diperlukan untuk mencari kejelasan identitas personal pada jenazah

Lebih terperinci

BIONATOR Dikembangkan oleh Wilhelm Balters (1950-an). Populer di Amerika Serikat tahun

BIONATOR Dikembangkan oleh Wilhelm Balters (1950-an). Populer di Amerika Serikat tahun BIONATOR DRG.NAZRUDDIN C.ORT. PH.D. 1 BIONATOR Dikembangkan oleh Wilhelm Balters (1950-an). Populer di Amerika Serikat tahun 1970-1980. 2 Bionator Balters 3 BIONATOR Merawat retrusi mandibula Menghasilkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sederetan gigi pada rahang atas dan rahang bawah (Mokhtar, 2002). Susunan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sederetan gigi pada rahang atas dan rahang bawah (Mokhtar, 2002). Susunan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lengkung gigi adalah lengkung yang dibentuk oleh mahkota gigi geligi. Lengkung gigi merupakan suatu garis lengkung imajiner yang menghubungkan sederetan gigi pada rahang

Lebih terperinci

BAB 2 MALOKLUSI KLAS III. hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi

BAB 2 MALOKLUSI KLAS III. hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi BAB 2 MALOKLUSI KLAS III 2.1 Pengertian Angle pertama kali mempublikasikan klasifikasi maloklusi berdasarkan hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi apabila tonjol

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Foramen Mentale Foramen mentale adalah suatu saluran terbuka pada korpus mandibula. Foramen ini dilalui saraf mental, arteri dan vena. Nervus mentalis adalah cabang terkecil

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ditimbulkan oleh gangguan erupsi gigi di rongga mulut, sudah selayaknya bagi dokter

BAB 1 PENDAHULUAN. ditimbulkan oleh gangguan erupsi gigi di rongga mulut, sudah selayaknya bagi dokter BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Besarnya pengaruh erupsi gigi dan banyaknya kelainan yang mungkin ditimbulkan oleh gangguan erupsi gigi di rongga mulut, sudah selayaknya bagi dokter gigi mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Fenomena maraknya kriminalitas di era globalisasi. semakin merisaukan segala pihak.

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Fenomena maraknya kriminalitas di era globalisasi. semakin merisaukan segala pihak. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Fenomena maraknya kriminalitas di era globalisasi semakin merisaukan segala pihak. Wikipedia mendefinisikan kriminalitas adalah segala sesuatu perbuatan manusia yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. gigi dalam melakukan diagnosa dan perencanaan perawatan gigi anak. (4,6,7) Tahap

BAB 1 PENDAHULUAN. gigi dalam melakukan diagnosa dan perencanaan perawatan gigi anak. (4,6,7) Tahap BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses erupsi gigi telah banyak menarik perhatian peneliti yang sebagian besar berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan fisiologis anak. Kebanyakan orangtua menganggap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan manusia dari lahir hingga dewasa ditandai oleh adanya perubahan bentuk tubuh, fungsi tubuh, dan psikologis yang dipengaruhi oleh faktor genetik

Lebih terperinci

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL 3.1 Kerangka Konsep Penelitian Sidik Jari Jenis Kelamin Suku 3. Defenisi Operasional No. Defenisi Cara Penilaian Alat Ukur Hasil Ukur 1. Kepadatan alur Menghitung

Lebih terperinci

Penetapan Gigit pada Pembuatan Gigi Tiruan Lengkap

Penetapan Gigit pada Pembuatan Gigi Tiruan Lengkap Tugas Paper Penetapan Gigit pada Pembuatan Gigi Tiruan Lengkap Aditya Hayu 020610151 Departemen Prostodonsia Universitas Airlangga - Surabaya 2011 1 I. Sebelum melakukan penetapan gigit hendaknya perlu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau bergantian (Hamilah, 2004). Pertumbuhan berkaitan dengan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. atau bergantian (Hamilah, 2004). Pertumbuhan berkaitan dengan perubahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses tumbuh kembang pada anak bisa disebut masa rentan karena masa kanak-kanak merupakan masa kritis dalam proses tumbuh kembang. Pada umumnya proses tumbuh

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Grafik 1. Persentase pertumbuhan tulang kranium dan kartilago primer 16

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Grafik 1. Persentase pertumbuhan tulang kranium dan kartilago primer 16 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Pertumbuhan Kepala Pertumbuhan kepala sangat kompleks. Sebelum bayi dilahirkan, pusat-pusat pertumbuhan di kepala sudah bekerja aktif. Sewaktu lahir, kepala membentuk sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Identifikasi manusia adalah hal yang sangat. penting di bidang forensik karena identifikasi

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Identifikasi manusia adalah hal yang sangat. penting di bidang forensik karena identifikasi BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Identifikasi manusia adalah hal yang sangat penting di bidang forensik karena identifikasi merupakan hal yang sangat mendasar dalam kehidupan manusia baik dari sisi

Lebih terperinci

REKONTRUKSI CELAH BIBIR BILATERAL DENGAN METODE BARSKY

REKONTRUKSI CELAH BIBIR BILATERAL DENGAN METODE BARSKY REKONTRUKSI CELAH BIBIR BILATERAL DENGAN METODE BARSKY SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi Oleh: M. VIGNESVARY MANICKAM NIM: 080600167

Lebih terperinci

PEMBUATAN GIGI TIRUAN PENUH

PEMBUATAN GIGI TIRUAN PENUH PEMBUATAN GIGI TIRUAN PENUH Pembuatan Gigi Tiruan Penuh dimaksudkan untuk memperbaiki fungsi mastikasi (pengunyahan), fonetik (pengucapan kata), estetik (penampilan), menghilangkan rasa sakit, memelihara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Susunan gigi dan penampilan wajah memainkan peranan yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Susunan gigi dan penampilan wajah memainkan peranan yang penting dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Susunan gigi dan penampilan wajah memainkan peranan yang penting dalam estetika wajah karena dapat mempengaruhi daya tarik seseorang. 1 Masalah estetika wajah sangat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada saat ini perawatan ortodonti tidak hanya terfokus pada susunan gigi dan relasi rahang saja tetapi juga pada estetika wajah. 1,4 Pemeriksaan wajah merupakan suatu hal yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat kita salah satu diantaranya adalah bencana alam, kecelakaan, ledakan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat kita salah satu diantaranya adalah bencana alam, kecelakaan, ledakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pada era gobalisasi banyak terjadi permasalahan yang meresahkan masyarakat kita salah satu diantaranya adalah bencana alam, kecelakaan, ledakan bom dan lain-lain. Masyarakat

Lebih terperinci

Tujuan Instruksional Umum : Tujuan Instruksional Khusus :

Tujuan Instruksional Umum : Tujuan Instruksional Khusus : Tujuan Instruksional Umum : 1. Memberikan pemahaman pencahayaan dengan peralatan studio. 2. Memberikan pemahaman pengukuran pencahayaan pada model. 3. Memberikan pemahaman pencahyaan dengan satu sumber

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan. tujuan membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan. tujuan membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang pada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang pada tubuh seseorang yang tidak dikenal, baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan perkembangan dari wajah dan rongga mulut merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan perkembangan dari wajah dan rongga mulut merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan dari wajah dan rongga mulut merupakan suatu proses yang sangat kompleks. Kelainan yang sering terjadi pada wajah adalah celah bibir

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Sebagian besar dari penduduk Indonesia termasuk ras Paleomongoloid yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Sebagian besar dari penduduk Indonesia termasuk ras Paleomongoloid yang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ras Deutro-Melayu Sebagian besar dari penduduk Indonesia termasuk ras Paleomongoloid yang disebut dengan ras Melayu. Ras Melayu terdiri dari kelompok Proto-Melayu (Melayu tua)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sejak intra uterin dan terus berlangsung sampai dewasa. Pertumbuhan berlangsung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sejak intra uterin dan terus berlangsung sampai dewasa. Pertumbuhan berlangsung 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tumbuh kembang merupakan proses yang berkesinambungan yang terjadi sejak intra uterin dan terus berlangsung sampai dewasa. Pertumbuhan berlangsung relatif tinggi pada

Lebih terperinci

- Rakel dengan lebar sesuai kebutuhan. - Penggaris pendek atau busur mika untuk meratakan emulsi afdruk;

- Rakel dengan lebar sesuai kebutuhan. - Penggaris pendek atau busur mika untuk meratakan emulsi afdruk; CARA SABLON MANUAL ALAT DAN BAHAN CETAK SABLON Alat: - Meja sablon, selain digunakan untuk menyablon meja ini digunakan pada saat afdruk screen. Bagian utama meja adalah kaca (tebal 5 mm), lampu neon 2

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. gigi permanen bersamaan di dalam rongga mulut. Fase gigi bercampur dimulai dari

BAB 1 PENDAHULUAN. gigi permanen bersamaan di dalam rongga mulut. Fase gigi bercampur dimulai dari BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fase gigi bercampur adalah suatu fase ditemukan adanya gigi desidui dan gigi permanen bersamaan di dalam rongga mulut. Fase gigi bercampur dimulai dari usia 6 tahun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. studi. 7 Analisis model studi digunakan untuk mengukur derajat maloklusi,

BAB 1 PENDAHULUAN. studi. 7 Analisis model studi digunakan untuk mengukur derajat maloklusi, studi. 7 Analisis model studi digunakan untuk mengukur derajat maloklusi, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ortodonti adalah cabang ilmu kedokteran gigi yang berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Penggunaan fotografi di bidang ortodonti telah ada sejak sekolah kedokteran

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Penggunaan fotografi di bidang ortodonti telah ada sejak sekolah kedokteran BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fotografi Ortodonti Penggunaan fotografi di bidang ortodonti telah ada sejak sekolah kedokteran gigi dibuka pada tahun 1839. 4 Dalam bidang ortodonti, foto merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ekstraoral. Perubahan pada intraoral antara lain resorbsi prosesus alveolaris

BAB 1 PENDAHULUAN. ekstraoral. Perubahan pada intraoral antara lain resorbsi prosesus alveolaris BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasien edentulus mengalami perubahan morfologi baik intraoral maupun ekstraoral. Perubahan pada intraoral antara lain resorbsi prosesus alveolaris sedangkan dilihat

Lebih terperinci

PEDOMAN PRAKTIKUM. Nama : NIM : Kelompok : Kelas : Asisten :

PEDOMAN PRAKTIKUM. Nama : NIM : Kelompok : Kelas : Asisten : PEDOMAN PRAKTIKUM Nama : NIM : Kelompok : Kelas : Asisten : FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2015 KEGIATAN i MIKROSKOP Prosedur A. Memegang dan Memindahkan Mikroskop 1. Mikroskop dipindahkan

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah. Secara umum bentuk wajah (facial) dipengaruhi oleh bentuk kepala, jenis kelamin

I.PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah. Secara umum bentuk wajah (facial) dipengaruhi oleh bentuk kepala, jenis kelamin 1 I.PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Secara umum bentuk wajah (facial) dipengaruhi oleh bentuk kepala, jenis kelamin dan usia. Bentuk wajah setiap orang berbeda karena ada kombinasi unik dari kontur

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. didefenisikan sebagai masa kehidupan pertama ekstrauterin sampai dengan usia 28

BAB 1 PENDAHULUAN. didefenisikan sebagai masa kehidupan pertama ekstrauterin sampai dengan usia 28 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Neonatus bearti baru saja dilahirkan. Dalam dunia kedokteran, neonatus didefenisikan sebagai masa kehidupan pertama ekstrauterin sampai dengan usia 28 hari atau 4 minggu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dari struktur wajah, rahang dan gigi, serta pengaruhnya terhadap oklusi gigi geligi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dari struktur wajah, rahang dan gigi, serta pengaruhnya terhadap oklusi gigi geligi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Ortodonti adalah kajian tentang variasi pertumbuhan dan perkembangan dari struktur wajah, rahang dan gigi, serta pengaruhnya terhadap oklusi gigi geligi (Grist,

Lebih terperinci