BAB 1 PENDAHULUAN. Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan. tujuan membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang pada
|
|
- Deddy Kurnia
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang pada tubuh seseorang yang tidak dikenal, baik yang masih hidup ataupun sudah mati. Identifikasi personal sering merupakan suatu masalah dalam kasus pidana maupun perdata. Menentukan identitas personal dengan tepat, amat penting dalam penyidikan karena adanya kekeliruan dapat berakibat fatal dalam proses peradilan. 1 Selain hal tersebut, peran ilmu kedokteran forensik dalam identifikasi adalah terutama mengindentifikasi jenazah yang tidak dikenal, telah rusak, membusuk, hangus terbakar dalam kasus kecelakaan massal, bencana alam, ataupun huru-hara yang dapat mengakibatkan banyak korban meninggal, yang dapat berupa mayat yang masih utuh, potongan tubuh manusia atau kerangka. Dalam analisis forensik terdapat identifikasi barang bukti untuk memperkirakan identitas (ras, umur, jenis kelamin) atau menghubungkan seseorang dengan tempat kejadian perkara (TKP). Analisis terhadap barang bukti fisik mencakup obyek material berupa tubuh, senjata, jejak cairan tubuh, sidik jari, rambut, serat, dan lain-lain. Sejarah identifikasi dalam ilmu forensik bermula pada saat diperkenalkannya suatu metode yang disebut Bertillon System pada tahun
2 Metode ini memungkinkan pihak kepolisian mengidentifikasi korban atau tersangka dengan berpatokan pada ukuran tubuh mereka. Metode Bertillon ini mendasarkan proses identifikasinya atas 11 bagian tubuh yang ukurannya tidak akan berubah secara signifikan ketika seseorang beranjak dewasa. Kemudian, pada tahun 1910, diperkenalkan cara identifikasi seseorang melalui sidik jari. Sejak saat itu pula mulai dilakukan proses pengambilan sidik jari para tersangka oleh pihak kepolisian dan metode identifikasi dengan menggunakan sidik jari ini dinilai cukup akurat menurut data statistik. Metode pengidentifikasian manusia terus mengalami perkembangan seiring dengan digunakannya tipe golongan darah (A, B, AB, atau O) sebagai alat identifikasi. Namun, pengidentifikasian dengan metode ini dinilai tidak seakurat metode sidik jari karena tipe golongan darah yang hanya empat jenis ini tidak dapat digunakan sebagai alat pengenal bagi 7 miliar individu yang berbeda. Penemuan molekul DNA (deoxyribonucleic acid) telah membawa suatu lompatan besar pada dunia forensik. Molekul ini dapat ditemukan pada darah atau jaringan tubuh lainnya seperti sperma, tulang, dan rambut. Penggunaan DNA untuk identifikasi tersangka kejahatan menjadi perhatian publik pada kasus pembunuhan yang melibatkan pemain football terkenal AS, O.J. Simpson, pada tahun Agar identitas seseorang dapat dipastikan secara positif maka diperlukan minimal satu dari metode identifikasi primer dan atau didukung dengan minimal 2 dari metode identifikasi sekunder. 2 Metode identifikasi pada dasarnya dibagi atas 2 bagian:
3 1. Data sidik jari, gigi, dan DNA adalah metode identifikasi primer 2. Data medik, properti dan ciri fisik adalah metode identifikasi sekunder. Telah sering terjadi bencana di Indonesia akhir-akhir ini, baik yang sengaja ditimbulkan atau akibat kelalaian manusia maupun karena faktor alam seperti kejadian meledaknya bom di Kuta, Bali, tahun 2002 dan di Hotel J. W. Marriott, Jakarta tahun 200, gempa dan tsunami di Aceh tahun 2004, jatuhnya pesawat C-10 Hercules Alpha 125 TNI AU di Magetan, Jawa Timur tahun 2009 hingga penggerebekan teroris di Klaten Jawa Tengah bulan Juni Sumatera Utara juga telah mengalami banyak bencana antara lain beberapa kasus jatuh pesawat yaitu jatuhnya pesawat Garuda GA 152 di Sibolangit pada tanggal 26 September 1997, jatuhnya pesawat Mandala Airlines Penerbangan RI 091 di Medan pada tanggal 5 September 2005, jatuhnya pesawat Cassa di Bahorok pada tanggal 0 September 2011 dan kejadian terakhir yaitu jatuhnya pesawat Hercules C-10 dengan nomor A-110 di Medan pada tanggal 0 Juni 2015 yang lalu serta gempa dan tsunami di pulau Nias tahun Kejadian-kejadian tersebut di atas menimbulkan korban manusia meninggal yang jumlahnya relatif besar dan harus diidentifikasi. Dan ketika diperiksa, sering tubuh korban-korban tersebut telah mengalami pembusukan atau rusak berat ataupun hanya merupakan potongan tubuh yang akan semakin memperberat tugas dokter untuk mengidentifikasinya. Pemeriksaan sidik jari dapat dilakukan sebagai tes awal identifikasi karena spesifik, mudah dilakukan, dan murah sehingga dapat membantu proses 2, 1 2
4 identifikasi lebih lanjut. Sidik jari juga merupakan salah satu metode identifikasi primer. 4 Sidik jari yang ditemukan di TKP juga merupakan barang bukti yang sangat penting dan pengidentifikasiannya dapat dipergunakan untuk mengkonfirmasi keberadaan seseorang di TKP. Penelitian tentang penentuan jenis kelamin berdasarkan kepadatan alur sidik jari telah banyak lakukan oleh para peneliti di luar negeri antara lain oleh Sudesh Gungadin di India pada tahun , Vinod C. Nayak MD dkk untuk populasi India pada tahun , Intira Suthiprapha dkk pada orang Thailand pada tahun , dan Lalit Kumar dkk untuk daerah Uttarakhand di India pada tahun 201. Di dalam penelitiannya, Vinod C. Nayak MD dkk mendapatkan bahwa kepadatan rata-rata alur sidik jari 12 alur/25 mm 2 cenderung berasal dari lakilaki dan kepadatan rata-rata alur sidik jari > 12 alur/25 mm 2 cenderung dari perempuan. 2 Hasil penelitian Sudesh Gungadin di India pada tahun 2006 didapatkan bahwa kepadatan rata-rata alur sidik jari 1 alur/25 mm 2 cenderung berasal dari laki-laki dan kepadatan rata-rata alur sidik jari > 14 alur/25 mm 2 cenderung dari perempuan. Hasil penelitian Intira Suthiprapha dkk pada orang Thailand pada tahun didapatkan bahwa persentasi terbanyak laki-laki yaitu 1,54% dengan 15 alur/25 mm 2 dan sebanyak 26,92% pada perempuan dengan 16 alur/25 mm 2. Lalit Kumar dkk untuk daerah Uttarakhand di India pada tahun 201 mendapatkan hasil penelitian yaitu bahwa kepadatan rata-rata alur sidik jari 12 alur/25 mm 2 cenderung berasal dari laki-laki dan kepadatan rata-rata alur sidik jari 4
5 > 14 alur/25 mm 2 cenderung dari perempuan. Dari penelitian-penelitian tersebut didapatkan bahwa jumlah alur sidik jari pada perempuan kecenderungan lebih banyak dibandingkan pada laki-laki. Gambaran salur-salur dermal ditentukan oleh banyak gen yang pengaruhnya saling menambah dan mungkin beberapa diantaranya bersifat dominandan tidak dipengaruhi oleh faktor luar setelah lahir (Rafi ah dkk,,1980), sidik jari merupakan obyek yang menarik untuk diselidiki dan telah digunakan baik untuk keperluan identifikasi,hubungan keturunan,maupun membantu diagnosis (Suryadi, 1999), Mukerjee dan Shaheb mengemukakan bahwa ada pengaruh kuat pada penurunan tipe pola ujung jari tangan terutama diantara keluarga terdekat (Rafi ah 198). Suku atau ras adalah suatu golongan manusia yang anggota-anggotanya mengidentifikasikan dirinya dengan sesamanya, biasanya berdasarkan garis keturunan yang dianggap sama. sekumpulan atau kelompok yang merupakan satu asal muasal.begitu banyaknya suku dan ras yang tersebar diseluruh dunia ini bahkan di Indonesia sendiri suku dan ras itu juga banya sekali hingga ratusan banyaknya maka perlu dilkaukan suatu penelitian tentang suku dan ras di Indonesia yang berkaitan dengan sidik jari. India merupakan salah satu negara yang mempunyai banyak suku-suku di dalam negara mereka yang tersebar keseluruh dunia termasuk ke Indonesia yang mana ciri khas dari orang India di Indonesia adalah mempunyai kulit hitam dan hidung yang mancung diamana ciri ini tidak dimiliki oleh banyak suku di nindonesia yang pada umumnya hanya dimiliki oleh orang india saja yang sudah
6 dari dulu nenek moyangnya merantau ke negara Indonesia dan orang ini sangat banyak ditemukan di kota Medan. Sedangkan orang Indonesia juga merupakan salah satu negara yang juga mempunyai ciri khas tertentu juga dan sangat berbeda dengan suku India ini karena orang indonesia pada umumnya mempunyai kulit yang berwarna sawo matang dan hidungnya juga tidak mancung dan inilah yang dapat kita lihat perbedaan yang jelas kita lihat dari orang India dan orang Indonesia selain itu orang indonesia juga banyak mempunyai suku-suku yang tersebar di seluruh wilayah indonesia. Karena belum banyak dilakukan penelitian yang membahas tentang hubungan antara sidik jari orang India dan sidik jari orang Indonesia maka untuk itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian tersebut khususnya untuk daerah Kota Madya Medan di mana penulis sekarang sedang menjalani tugas sebagai seorang peserta PPDS Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal di FK USU Medan, Sumatera Utara yang berjudul Menentuk Perbedaan Sidik Jari Orang India Dengan Orang Indonesia Berdasarkan Alur Kerapatan Sidik Jari. Penelitian ini akan dilakukan dengan meminta keikutsertaan partisipan yaitu para mahasiswa/i yang sedang menjalani Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di RSUPH. Adam Malik dan RSUD dr. Pirngadi Medan. 1.2 Rumusan Masalah Apakah ada perbedaan sidik jari orang India dengan orang Indonesia berdasarkan kerapatan alur sidik jari?
7 1. Tujuan Penelitian 1..1 Tujuan Umum Untuk menentukan apakah ada perbedaan sidik jari orang India dan orang Indonesia berdasarkan kerapatan alur sidik jari Tujuan Khusus 1. Untuk menentukan perbedaan sidik jari suku-suku orang India berdasarkan kerapatan alur sidik jari. 2. Untuk menentukan perbedaan sidik jari suku-suku orang indonesia berdasarkan alur kerapatan sidik jari.. Menentukan Alur kerapatan sidik jari kesatu sampai jari kelima dari satu Individu. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Sebagai alat bantu untuk menentukan identifikasi suku orang Indonesia dari barang bukti berupa sidik jari yang diperoleh dari mayat ataupun sisa tubuh manusia yang termutilasi, terbakar ataupun telah mengalami pembusukan yang mana hanya menyisakan jari-jari tangan yang dapat diperiksa ataupun dari ditemukannya sidik jari di TKP. 2. Sebagai bahan acuan untuk penelitian selanjutnya.
BAB 1 PENDAHULUAN. Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan. tujuan membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang pada
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang pada tubuh seseorang yang tidak dikenal, baik
Lebih terperinciBAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL 3.1 Kerangka Konsep Penelitian Sidik Jari Jenis Kelamin Suku 3. Defenisi Operasional No. Defenisi Cara Penilaian Alat Ukur Hasil Ukur 1. Kepadatan alur Menghitung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dikalangan masyarakat kerap terjadi peristiwa pelanggaran hukum yang menyangkut tubuh dan nyawa manusia. Untuk pengusutan dan penyidikan serta penyelesaian masalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Fenomena maraknya kriminalitas di era globalisasi. semakin merisaukan segala pihak.
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Fenomena maraknya kriminalitas di era globalisasi semakin merisaukan segala pihak. Wikipedia mendefinisikan kriminalitas adalah segala sesuatu perbuatan manusia yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tinggi badan ditentukan olah kombinasi faktor genetik dan faktor. antropologis untuk menentukan perbedaan rasial (Patel, 2012).
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tinggi badan ditentukan olah kombinasi faktor genetik dan faktor lingkungan. Tinggi badan merupakan penjumlahan dari panjang tulangtulang panjang dan tulang-tulang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyidik untuk menentukan identitas seseorang. Identifikasi personal sering merupakan suatu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang. Identifikasi personal sering merupakan suatu
Lebih terperinciREFERAT ILMU KEDOKTERAN FORENSIK PERANAN TES DNA DALAM IDENTIFIKASI FORENSIK
REFERAT ILMU KEDOKTERAN FORENSIK PERANAN TES DNA DALAM IDENTIFIKASI FORENSIK KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO RSUP DR. KARIADI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Pada kejadian bencana alam banyak korban yang tidak. dikenal hal tersebut menyebabkan kesulitan dalam
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pada kejadian bencana alam banyak korban yang tidak dikenal hal tersebut menyebabkan kesulitan dalam menentukan identitas mayat seseorang dalam identifikasi forensik.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Odontologi forensik adalah ilmu di kedokteran gigi yang terkait dalam
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Odontologi forensik adalah ilmu di kedokteran gigi yang terkait dalam suatu data penyidikan untuk mengetahui identitas korban bencana massal seperti kecelakaan pesawat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat kita salah satu diantaranya adalah bencana alam, kecelakaan, ledakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pada era gobalisasi banyak terjadi permasalahan yang meresahkan masyarakat kita salah satu diantaranya adalah bencana alam, kecelakaan, ledakan bom dan lain-lain. Masyarakat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pada tahun 2014 terdapat banyak kasus mutilasi yang terungkap di Indonesia.
I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pada tahun 2014 terdapat banyak kasus mutilasi yang terungkap di Indonesia. Beberapa kasus tersebut antara lain kasus mutilasi di Malang dan Klaten pada bulan Februari,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. faktor lingkungan. Tinggi badan adalah ukuran kumulatif yang terdiri atas
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tinggi badan seseorang ditentukan oleh gabungan faktor genetik dan faktor lingkungan. Tinggi badan adalah ukuran kumulatif yang terdiri atas tinggi kepala dan leher,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. mayat korban susah untuk dapat diidentifikasi. yaitu adalah bencana alam. Kejadian bencana massal
BAB 1 PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Di Indonesia salah satu penyebab dimana mayat korban susah untuk dapat diidentifikasi yaitu adalah bencana alam. Kejadian bencana massal akan menghasilkan keadaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi ternyata. membawa dampak sampingan terhadap jenis, kualitas dan
BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi ternyata membawa dampak sampingan terhadap jenis, kualitas dan kuantitas kejahatan. Seiring dengan adanya perkembangan tindak
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 1
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang mempunyai 17.504 pulau dengan jumlah penduduk mencapai 249 juta jiwa lebih dan memiliki luas wilayah 1.913.578,68 km 2. Banyaknya jumlah
Lebih terperinciAbdul Gafar Parinduri RSUD Sultan Sulaiman Dinas Kesehatan Serdang Bedagai
MENENTUKAN TINGGI BADAN DARI TINGGI STERNUM Determine the Strature from the Sternal Length Abdul Gafar Parinduri RSUD Sultan Sulaiman Dinas Kesehatan Serdang Bedagai Abstrak Latar Belakang. Menentukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh keadaan geografis dan demografisnya. Menurut Kementrian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu kawasan rawan bencana di dunia. Kondisi ini disebabkan oleh keadaan geografis dan demografisnya. Menurut Kementrian Sekretariat Negara
Lebih terperinciPengertian Maksud dan Tujuan Pembuatan Visum et Repertum Pembagian Visum et Repertum
VISUM et REPERTUM Pengertian Menurut bahasa: berasal dari kata latin yaitu visum (sesuatu yang dilihat) dan repertum (melaporkan). Menurut istilah: adalah laporan tertulis yang dibuat oleh dokter berdasarkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai 17.508 pulau dengan jumlah penduduk 237 juta jiwa lebih. Wilayah Indonesia terbentang sepanjang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN pulau dengan keanekaragaman suku yang tinggi (Kementerian
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki 17.508 pulau dengan keanekaragaman suku yang tinggi (Kementerian Kesehatan RI, 2013). Setiap suku
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Indoaustralia dan Pasifik serta terletak pada zona Ring of Fire. Kondisi ini
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara rawan bencana karena kondisi geografisnya. Indonesia berada pada jalur pertemuan tiga lempeng raksasa yaitu lempeng Eurasia, Indoaustralia
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Antropometri Antropometri adalah pengukuran manusia dan lebih cenderung terfokus pada dimensi tubuh manusia. Ilmu pengetahuan mengenai antropometri berkembang terutama dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A.Latar belakang. orang yang sudah meninggal, kegunaan golongan darah lebih tertuju pada
1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar belakang Golongan darah sistem ABO yang selanjutnya disebut golongan darah merupakan salah satu indikator identitas seseorang. Pada orang hidup, golongan darah sering digunakan
Lebih terperinciMANAGEMEN OF DECEASED IN DISASTER (PENATALAKSANAAN KORBAN MATI KARENA BENCANA) D R. I. B. G D S U R Y A P U T R A P, S P F
MANAGEMEN OF DECEASED IN DISASTER (PENATALAKSANAAN KORBAN MATI KARENA BENCANA) D R. I. B. G D S U R Y A P U T R A P, S P F D I P R E S E N T A S I K A N P A D A : P E M B E K A L A N F A S I L I T A T
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Proses identifikasi dari jenazah dan sisa-sisa. makhluk hidup yang telah meninggal merupakan ranah yang
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Proses identifikasi dari jenazah dan sisa-sisa makhluk hidup yang telah meninggal merupakan ranah yang sangat penting di masyarakat modern pada saat ini untuk konsekuensi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Diantaranya adalah korban kriminalitas dan korban kecelakaan lalu lintas.
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini jumlah angka kematian di Indonesia terus saja meningkat. Diantaranya adalah korban kriminalitas dan korban kecelakaan lalu lintas. Terkadang korban
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. merupakan lipatan anatomik berupa garis jaringan ikat fibrous yang iregular dan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rugae palatina atau disebut plicae palatinae transversae dan palatal rugae merupakan lipatan anatomik berupa garis jaringan ikat fibrous yang iregular dan asimetris
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian. Kejahatan merupakan perilaku anti sosial dan juga
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Kejahatan merupakan perilaku anti sosial dan juga gejala sosial yang bersifat universal. Pembunuhan, penganiayaan, pemerkosaan, hingga kejahatan-kejahatan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. baik masih hidup ataupun telah mati, dari yang masih utuh dan belum mengalami
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Identifikasi 2.1.1 Defenisi Identifikasi adalah usaha pengenalan kembali korban yang tidak dikenal, baik masih hidup ataupun telah mati, dari yang masih utuh dan belum mengalami
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan dengan populasi manusia yang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan dengan populasi manusia yang beranekaragam baik suku, budaya, bahasa, dan lain-lain. Keadaan geografis dari suku-suku yang berbeda
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS SIDIK JARI SEBAGAI SARANA PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN. A. Analisis Pembuktian Tindak Pidana Pembunuhan Dengan
BAB IV ANALISIS SIDIK JARI SEBAGAI SARANA PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN A. Analisis Pembuktian Tindak Pidana Pembunuhan Dengan Menggunakan Sidik Jari Dalam Perspektif Hukum Positif membuktikan suatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1. Latar belakang. Di rumah sakit Dr. Sardjito, angka kejadian kasus forensik klinik (hidup) yang dilakukan
1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar belakang Di rumah sakit Dr. Sardjito, angka kejadian kasus forensik klinik (hidup) yang dilakukan dengan kekerasan tajam maupun tumpul atau keduanya, seksual, kecelakaan lalu
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Rugae palatina disebut juga dengan plica palatine transversa atau palatal rugae
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Rugae palatina disebut juga dengan plica palatine transversa atau palatal rugae adalah tonjolan pada bagian anterior dari mukosa palatal, terdapat di tiap sisi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Rekam medis harus memuat informasi yang cukup dan akurat tentang identitas
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan semakin berkembangnya dunia kesehatan di Indonesia rekam medis memiliki peranan penting dalam menunjang sistem kesehatan nasional, rekam medis merupakan
Lebih terperinciPENENTUAN TINGGI BADAN BERDASARKAN PANJANG LENGAN ATAS
1 PENENTUAN TINGGI BADAN BERDASARKAN PANJANG LENGAN ATAS T E S I S OLEH : ROSMAWATY 080149001/IKF PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS DEPARTEMEN KEDOKTERAN FORENSIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA
Lebih terperinciSurjit Singh Instalasi/SMF Kedokteran Forensik dan Medicolegal Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan/FK-USU Medan
Instalasi/SMF Kedokteran Forensik dan Medicolegal Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan/FK-USU Medan Abstrak: DVI atau Disaster Victim Identification adalah suatu defenisi yang diberikan sebagai prosedur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bencana alam, pesawat jatuh, ledakan bom dan lain-lain, menyebabkan banyak
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Berbagai masalah dihadapi masyarakat Indonesia saat ini antara lain bencana alam, pesawat jatuh, ledakan bom dan lain-lain, menyebabkan banyak korban meninggal secara
Lebih terperinciPENENTUAN TINGGI BADAN BERDASARKAN PANJANG TELAPAK TANGAN TESIS ISMURRIZAL / IKF PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I
PENENTUAN TINGGI BADAN BERDASARKAN PANJANG TELAPAK TANGAN TESIS ISMURRIZAL 057113001/ IKF PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Lebih terperincihandayani dwi utami Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia,
handayani dwi utami Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia, haniforensic@gmail.com Lingkup delik kesusilaan Pelanggaran kesusilaan dimuka umum (281)
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan 2.1.1. Definisi. Pengetahuan adalah hasil tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui
Lebih terperinciPERAN DOKTER AHLI FORENSIK DALAM MENGUNGKAP PERKARA PIDANA SAMPAI PADA TINGKAT PENYIDIKAN. Skripsi
PERAN DOKTER AHLI FORENSIK DALAM MENGUNGKAP PERKARA PIDANA SAMPAI PADA TINGKAT PENYIDIKAN Skripsi Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Menyelesaikan Program Studi Strata 1 Ilmu Hukum Di Fakultas
Lebih terperinciDefinisi Forensik Kedokteran Gigi
Definisi Forensik Kedokteran Gigi Ilmu kedokteran gigi forensik, atau dapat juga disebut dengan forensic dentistry atau odontology forensic. Forensik odontologi adalah suatu cabang ilmu kedokteran gigi
Lebih terperinciP U T U S A N Nomor : 543/PID/2015/PT.MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
P U T U S A N Nomor : 543/PID/2015/PT.MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam Peradilan Tingkat Banding, telah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia tidak terlepas dari kejadian-kejadian yang sering terjadi di
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia tidak terlepas dari kejadian-kejadian yang sering terjadi di luar dugaan, antara lain bencana alam dan kasus-kasus kriminal yang menyebabkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pemeriksaan identifikasi memegang peranan cukup penting dalam ilmu
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemeriksaan identifikasi memegang peranan cukup penting dalam ilmu kedokteran forensik. Identifikasi diperlukan untuk mencari kejelasan identitas personal pada jenazah
Lebih terperinciRELEVANSI Skm gatra
SURAT KETERANGAN DOKTER DIVISI BIOETIKA DAN MEDIKOLEGAL FK USU RELEVANSI Skm gatra SURAT KETERANGAN DOKTER Dalam menjalankan tugas profesinya, seorang dokter kadang kalanya harus menerbitkan surat-surat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan di segala bidang, baik pembangunan fisik maupun pembangunan mental spiritual
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Berbagai peristiwa yang terjadi ditanah air seperti. kecelakaan pesawat, kecelakaan mobil, pencurian organ,
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Berbagai peristiwa yang terjadi ditanah air seperti kecelakaan pesawat, kecelakaan mobil, pencurian organ, bom bunuh diri, mutilasi, dan pemerkosaan tidak pernah lepas
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME [LN 2002/106, TLN 4232]
PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME [LN 2002/106, TLN 4232] BAB III TINDAK PIDANA TERORISME Pasal 6 Setiap orang yang dengan sengaja
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terdakwa melakukan perbuatan pidana sebagaimana yang didakwakan Penuntut. tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembuktian merupakan tahap paling menentukan dalam proses peradilan pidana mengingat pada tahap pembuktian tersebut akan ditentukan terbukti tidaknya seorang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat diungkap karena bantuan dari disiplin ilmu lain. bantu dalam penyelesaian proses beracara pidana sangat diperlukan.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akibat kemajuan teknologi baik dibidang informasi, politik, sosial, budaya dan komunikasi sangat berpengaruh terhadap tujuan kuantitas dan kualitas tindak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan 5 besar negara dengan populasi. penduduk terbanyak di dunia. Jumlah penduduk yang
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan 5 besar negara dengan populasi penduduk terbanyak di dunia. Jumlah penduduk yang banyak ini tentu akan menyebabkan Indonesia memiliki perilaku dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dermatoglifi atau pola sidik jari merupakan gambaran guratan-guratan yang menonjol khas pada ujung jari manusia, bersifat unik dan berbeda-beda bagi setiap individu.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. yang diduga meninggal akibat suatu sebab yang tidak wajar. Pemeriksaan ini
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Autopsi forensik adalah satu pemeriksaaan yang dilakukan terhadap mayat yang diduga meninggal akibat suatu sebab yang tidak wajar. Pemeriksaan ini penting dilakukan
Lebih terperinciBAB V IDENTIFIKASI FORENSIK
Panduan Belajar Ilmu Ke eran F k & Me BAB V IDENTIFIKASI FORENSIK A. Tujuan pembelajaran Para mahasiswa diharapkan mampu : Memeriksa ciri khas tubuh korban. Mengumpulkan data-data ante mortem. Menentukan
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107 TAHUN 2013 TENTANG
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN TERTENTU BERKAITAN DENGAN KEGIATAN OPERASIONAL KEMENTERIAN PERTAHANAN, TENTARA NASIONAL INDONESIA, DAN KEPOLISIAN
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN TERTENTU BERKAITAN DENGAN KEGIATAN OPERASIONAL KEMENTERIAN PERTAHANAN, TENTARA NASIONAL INDONESIA, DAN KEPOLISIAN
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. Berdasarkan data dunia yang dihimpun oleh WHO, pada 10 dekade terakhir ini,
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana dan keadaan gawat darurat telah mempengaruhi aspek kehidupan masyarakat secara signifikan, terutama yang berhubungan dengan kesehatan. Berdasarkan data dunia
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA. No.251, 2013 KESEHATAN. Pelayanan. Operasional. Kemenhan. TNI. POLRI.
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.251, 2013 KESEHATAN. Pelayanan. Operasional. Kemenhan. TNI. POLRI. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN TERTENTU
Lebih terperinciP U T U S A N. Nomor : 316 /PID/2015/PT-MDN.- DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
P U T U S A N Nomor : 316 /PID/2015/PT-MDN.- DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PENGADILAN TINGGI MEDAN, yang mengadili perkara-perkara Pidana pada peradilan tingkat banding telah menjatuhkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rekam medis merupakan berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan lainnya yang diberikan kepada
Lebih terperinciMENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 436 / MENKES / SK / VI / Tentang
Lampiran 1 MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 436 / MENKES / SK / VI / 1993 Tentang BERLAKUNYA STANDAR PELAYANAN RUMAH SAKIT DAN STANDAR PELAYANAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tegaknya negara hukum menjadi tugas dan tanggung jawab dari
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tegaknya negara hukum menjadi tugas dan tanggung jawab dari seluruh warga Negara Indonesia dari generasi ke generasi, oleh karena itu hukum harus dijunjung
Lebih terperinciPERBEDAAN RASIO D2:D4 ANTARA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN USU. Oleh : RATNA MARIANA TAMBA
PERBEDAAN RASIO D2:D4 ANTARA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN USU Oleh : RATNA MARIANA TAMBA 110100241 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014 PERBEDAAN RASIO
Lebih terperinci2011, No Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia tentang Kedokteran Kepolisian; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepo
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.466, 2011 KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA. Kedokteran Kepolisian. Kegiatan. Pengawasan dan Pengendalian. PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Identifikasi manusia adalah hal yang sangat. penting di bidang forensik karena identifikasi
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Identifikasi manusia adalah hal yang sangat penting di bidang forensik karena identifikasi merupakan hal yang sangat mendasar dalam kehidupan manusia baik dari sisi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. jalan yang cukup serius, menurut data dari Mabes Polri pada tahun 2008
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dewasa ini menghadapi permasalahan kecelakaan lalu lintas jalan yang cukup serius, menurut data dari Mabes Polri pada tahun 2008 tercatat 9.856 orang meninggal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Dengan meningkatnya jumlah penduduk dunia, jumlah. kriminalitas yang disertai kekerasan juga ikut
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Dengan meningkatnya jumlah penduduk dunia, jumlah kriminalitas yang disertai kekerasan juga ikut meningkat. Di Indonesia, Wakil Kepala Badan Reserse Kriminal Polri
Lebih terperinciDNA FINGERPRINT. SPU MPKT B khusus untuk UI
DNA FINGERPRINT SPU MPKT B khusus untuk UI 1 Pengertian umum Bioteknologi : seperangkat teknik yang memanfaatkan organisme hidup atau bagian dari organisme hidup, untuk menghasilkan atau memodifikasi produk,
Lebih terperinciI. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN
Lebih terperinciKORELASI PANJANG LENGAN ATAS DENGAN TINGGI BADAN PADA WANITA SUKU BANJAR
Amalia, F.dkk. Korelasi Panjang Lengan Atas... KORELASI PANJANG LENGAN ATAS DENGAN TINGGI BADAN PADA WANITA SUKU BANJAR Tinjauan Terhadap Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat Fitria
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian. Di Indonesia menurut laporan hak asasi manusia
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Di Indonesia menurut laporan hak asasi manusia triwulan ke 2 tahun 1998 yang dikeluarkan oleh ELSAM (Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat) tercatat 102
Lebih terperinciMENENTUKAN TINGGI BADAN BERDASARKAN PANJANG TUNGKAI ATAS TESIS
MENENTUKAN TINGGI BADAN BERDASARKAN PANJANG TUNGKAI ATAS TESIS OLEH: RAHMAWATI 097113005/IKF PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS DEPARTEMEN KEDOKTERAN FORENSIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi tingginya.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan Kesehatan adalah bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud
Lebih terperinciP U T U S A N Nomor : 38/PID/2012/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Umur / Tgl. Lahir : 15 Tahun / 15 Februari 1996;
P U T U S A N Nomor : 38/PID/2012/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PENGADILAN TINGGI SUMATERA UTARA di MEDAN, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam Peradilan Tingkat
Lebih terperinciTinjauan Hukum (Isi KUHP) 1. KUHP pasal 285 Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar
Perkosaan Oleh : Dr. H. Mistar Ritonga, Sp.F Dr.H.Guntur Bumi Nasution, Sp.F Perkosaan Hal hal yang termasuk kedalam kejahatan seksual, memiliki unsur : Tanda kekerasan (+ / -) Tanda persetubuhan (+ /
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keselarasan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. kepentingan itu mengakibatkan pertentangan, dalam hal ini yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum merupakan suatu norma/kaidah yang memuat aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan yang menjamin hak dan kewajiban perorangan maupun masyarakat. Dengan adanya hukum
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dan mengevaluasi keberhasilan perawatan yang telah dilakukan. 1,2,3 Kemudian dapat
BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Pemahaman mengenai pertumbuhan dan perkembangan gigi merupakan salah satu hal penting untuk seorang dokter gigi khususnya dalam melakukan perawatan pada anak,
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.844, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNN. Rehabilitasi. Penyalahgunaan. Pencandu. Narkotika. Penanganan. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG TATA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan bahwa Negara Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum dan tidak berdasar atas kekuasaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Infantisid yaitu pembunuhan dengan sengaja. terhadap bayi baru lahir oleh ibunya (Knight, 1997).
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang Infantisid yaitu pembunuhan dengan sengaja terhadap bayi baru lahir oleh ibunya (Knight, 1997). Infantisid adalah pembunuhan orok (bayi) yang dilakukan oleh ibu kandungnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah. Masalah lalu lintas melalui darat, laut, dan udara
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Masalah lalu lintas melalui darat, laut, dan udara merupakan hal baru dalam kehidupan masyarakat, bahkan suatu kebutuhan penting yang saling terkait dan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. terhadap berbagai bencana alam karena secara geologis Indonesia terletak di pertemuan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia adalah salah satu negara di dunia yang mewakili wilayah paling rentan terhadap berbagai bencana alam karena secara geologis Indonesia terletak di pertemuan
Lebih terperinciPERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG
PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENANGANAN TERSANGKA DAN/ATAU TERDAKWA PECANDU NARKOTIKA DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA KE DALAM LEMBAGA REHABILITASI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berawal dari aksi teror dalam bentuk bom yang meledak di Bali pada
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berawal dari aksi teror dalam bentuk bom yang meledak di Bali pada tanggal 12 oktober 2002 hingga bom yang meledak di JW Marriott dan Ritz- Carlton Jumat pagi
Lebih terperinciVISUM ET REPERTUM No : 15/VRJ/06/2016
INSTALASI KEDOKTERAN FORENSIK DAN PEMULASARAN JENAZAH RUMAH SAKIT DR. KARIADI Jl. Dr. Sutomo No. 16 Semarang. Telp. (024) 8413993 PRO JUSTITIA VISUM ET REPERTUM No : 15/VRJ/06/2016 Atas permintaan tertulis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan pembunuhan mengalami peningkatan yang berarti dari segi kualitas dan kuantitasnya. Hal ini bisa diketahui dari banyaknya pemberitaan melalui media massa maupun
Lebih terperinciPERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG KEDOKTERAN KEPOLISIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG KEDOKTERAN KEPOLISIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2005 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2005 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa untuk memberikan
Lebih terperinciPENENTUAN UMUR BERDASARKAN OBLITERASI SUTURA TESIS OLEH INDRA SYAKTI NASUTION / IKK PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS
PENENTUAN UMUR BERDASARKAN OBLITERASI SUTURA TESIS OLEH INDRA SYAKTI NASUTION 067113001 / IKK PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS DEPARTEMEN KEDOKTERAN FORENSIK & MEDICOLEGAL FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
Lebih terperinciP U T U S A N. Nomor : 102/PID/2014/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
P U T U S A N Nomor : 102/PID/2014/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PENGADILAN TINGGI MEDAN, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam Peradilan Tingkat Banding, telah
Lebih terperinciNama : Novita Sitanggang. Jabatan : Peserta PPDS Ilmu Kesehatan Anak FK-USU/RSHAM. 3. dr. Wisman Dalimunthe, M.Ked(Ped), Sp.A (K)
44 LAMPIRAN 1 1. Personil Penelitian 1. Ketua Penelitian Nama : Novita Sitanggang Jabatan : Peserta PPDS Ilmu Kesehatan Anak FK-USU/RSHAM 2. Anggota Penelitian 1. dr. Ridwan M Daulay, Sp.A (K) 2. dr. Rita
Lebih terperinciP U T U S A N NOMOR : 424 / PID / 2012 / PT-MDN
P U T U S A N NOMOR : 424 / PID / 2012 / PT-MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA ------PENGADILAN TINGGI MEDAN, mengadili perkara pidana dalam tingkat banding, telah menjatuhkan putusan
Lebih terperinciIlmu Forensik? Ruang Lingkup. Kriminalistik
Pengantar Menuju Ilmu Forensik Ilmu Forensik? forensic science secara umum adalah the application of science to law. Secara umum ilmu dapat diartikan sebagai aplikasi atau pemanfaatan ilmu pengetahuan
Lebih terperinciKONSEP MATI MENURUT HUKUM
KONSEP MATI MENURUT HUKUM A. DEFINISI KEMATIAN Menurut UU no.36 tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 117, kematian didefinisikan sebagai Seseorang dinyatakan mati apabila fungsi system jantung-sirkulasi
Lebih terperinciHUBUNGAN TINGGI BADAN DENGAN PANJANG TULANG FEMUR PADA ETNIS SANGIHE DI MADIDIR URE. Novitasari Mangayun
HUBUNGAN TINGGI BADAN DENGAN PANJANG TULANG FEMUR PADA ETNIS SANGIHE DI MADIDIR URE Novitasari Mangayun George. N. Tanudjaja Taufiq Pasiak Bagian Anatomi Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Samratulangi
Lebih terperinciP U T U S A N NOMOR : 641/PID/2012/PT-MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
1 P U T U S A N NOMOR : 641/PID/2012/PT-MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA ----- PENGADILAN TINGGI MEDAN, yang memeriksa dan mengadili perkara perkara pidana dalam tingkat banding, telah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pribadi maupun makhluk sosial. Dalam kaitannya dengan Sistem Peradilan Pidana
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara berdasarkan hukum bukan semata-mata kekuasaan penguasa. Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, maka seluruh warga masyarakatnya
Lebih terperinciAngka Kejadian Korban Kecelakaan Lalu Lintas Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Luar Visum Et Repertum
Angka Kejadian Korban Kecelakaan Lalu Lintas Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Luar Visum Et Repertum di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2011-2013 Sharanjit Kaur Autar Singh 1, Indra Syakti Nasution
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana. hubungan seksual dengan korban. Untuk menentukan hal yang demikian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembuktian memegang peranan yang sangat penting dalam proses pemeriksaan sidang pengadilan, karena dengan pembuktian inilah nasib terdakwa ditentukan, dan hanya dengan
Lebih terperinci