BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada saat ini perawatan ortodonti tidak hanya terfokus pada susunan gigi dan relasi rahang saja tetapi juga pada estetika wajah. 1,4 Pemeriksaan wajah merupakan suatu hal yang sangat perlu diperhatikan untuk menghindari potensi penurunan proporsi wajah dan untuk meningkatkan diagnosis, rencana perawatan dan kualitas hasil yang diperoleh. Pasien diperiksa dalam posisi kepala yang alami, hubungan rahang posisi relasi sentris, dan postur bibir yang rileks untuk mendapatkan ciri-ciri skeletal wajah yang jelas. 5 Para seniman dan ahli kesehatan sampai saat ini terus berusaha untuk mendefinisikan proporsi wajah yang ideal. Mereka mengakui keindahan, namun masih sulit menentukan standar yang objektif. Dengan munculnya radiografi sefalometri, berbagai analisis dapat dikembangkan dalam upaya untuk meningkatkan kualitas dan kuantitatif estetika profil wajah. 3,5 Terdapat dua metode pengukuran yang dapat digunakan untuk menganalisis wajah yaitu fotometri dan sefalometri. 10, Fotometri Bidang ilmu kedokteran gigi khususnya ortodonti, banyak menggunakan metode fotometri untuk mengevaluasi konfigurasi fasial, baik dalam arah frontal maupun lateral. 20,21 Penggunaan fotometri dapat menganalisis proporsi wajah, simetri wajah, konveksitas jaringan lunak wajah, serta bentuk wajah. 11 Fotometri merupakan salah satu metode penting yang digunakan untuk menegakkan diagnosis, rencana perawatan serta untuk dokumentasi. Manfaat fotografi di bidang ortodonti yaitu sebagai media untuk memonitor perkembangan perawatan dan melihat kemajuan perawatan. 22

2 2.1.1 Fotometri Frontal Fotometri frontal digunakan untuk menganalisis proporsi dan simetri wajah terhadap bidang vertikal dan horizontal serta menentukan morfologi tipe wajah. 23 Proporsi wajah secara frontal dapat dianalisis dengan menggunakan bidang vertikal dan horizontal. Penggunaan bidang horizontal, wajah dapat dibagi menjadi tiga bagian, bagian atas dari batas garis rambut (trichion) ke titik glabella, bagian tengah dari titik glabella ke titik subnasal dan bagian bawah dari titik subnasal ke titik menton. Untuk mengevaluasi lebar dari wajah dapat dilakukan dengan cara membagi wajah menjadi lima bagian yang sama secara vertikal (Gambar 1). 23 Simetri wajah dapat dianalisis dengan cara membagi wajah menjadi dua bagian yang sama dengan menggunakan garis simetri wajah yang melalui titik glabella, puncak hidung (pronasale), titik tengah bibir atas (labrale superius) dan titik tengah dagu (gnathion) (Gambar 2). 11 (a) (b) Gambar 1. Proporsi wajah secara frontal. (a) Pembagian wajah berdasarkan bidang horizontal (b) Pembagian wajah berdasarkan bidang vertikal. 23

3 Gambar 2. Garis Simetri Wajah 23 Bentuk wajah dapat dievaluasi berdasarkan indeks morfologi wajah yaitu facial index, upper facial index, lower facial index dan chin index. Bentuk morfologi wajah terdiri dari beberapa jenis yaitu brachicephali/euryprosopic, mesocephali/mesoprosopic, dan dolichocephali/leptoprosopic (Gambar 3). 21,22 Gambar 3. Bentuk morfologi wajah manusia 22

4 2.1.2 Fotometri Lateral Fotometri lateral dalam bidang ortodonti digunakan untuk menganalisis profil wajah (konveksitas), proporsi wajah serta analisis hidung. 21 Analisis konveksitas wajah pada metode fotometri ini menggunakan dua garis penuntun, yaitu garis yang menghubungkan antara dahi dengan perbatasan septum nasal dengan bibir atas (Subnasale) dan garis yang menghubungkan antara dagu (Pogonion) dengan perbatasan septum nasal dengan bibir atas (Subnasale) (Gambar 4). 21,24 Proporsi wajah secara lateral dapat dianalisis menjadi tiga bagian, yaitu sepertiga atas (trichion - glabella), sepertiga tengah (glabella - subnasal) dan sepertiga bawah (subnasal menton) (gambar 5). 23,25 Gambar 4. Konveksitas wajah dengan metode fotometri 24 Gambar 5. Proporsi wajah secara lateral 23,25

5 Analisis hidung secara sefalometri lateral dapat dilakukan dengan menggunakan sudut nasofrontal dan sudut nasofacial. Sudut nasofrontal digunakan untuk menganalisis hubungan hidung dan dahi (sekitar 120 o ) sedangkan sudut nasofacial digunakan untuk mengevaluasi derajat proyeksi hidung secara tidak langsung (sekitar 36 o ) (Gambar 6). 19,25 (a) (b) Gambar 6. Analisis hidung secara fotometri lateral. (a) Sudut nasofrontal (b) Sudut nasofacial. 25 Fotometri tidak dapat digunakan untuk melihat hubungan antara gigi-gigi, tulang rahang dan struktur kraniofasial lainnya. Berdasarkan pengetahuan antropometrik dan gnatostatik, maka para ahli antropologi menemukan suatu alat yang dapat digunakan untuk mempelajari hubungan gigi-gigi dan struktur tulang muka secara ekstrakranial dan intrakranial yang disebut sefalometri radiografi Sefalometri Radiografi sefalometri merupakan sarana penting dalam bidang kedokteran gigi. Radiografi sefalometri ini merupakan sarana penunjang dalam mendiagnosis, menentukan rencana perawatan, menganalisis kelainan kraniofasial serta mengevaluasi pertumbuhan dan perkembangan kraniofasial. 20

6 Sefalometri dapat menghasilkan pengukuran-pengukuran yang bersifat kuantitatif terhadap bagian-bagian tertentu dari kepala untuk mendapatkan informasi tentang pola kraniofasial. Analisis pada radiografi sefalometri dilakukan dengan cara menetapkan lokasi titik-titik referensi pada bagian-bagian skeletal dan jaringan lunak kraniofasial yang akan menghasilkan garis, bidang dan sudut. 21 Menurut analisisnya, sefalometri terbagi menjadi dua tipe yaitu (Gambar 7): 1 a. Sefalogram frontal adalah gambaran frontal atau anteroposterior dari tengkorak kepala (Gambar 7a). b. Sefalogram lateral adalah gambaran lateral dari tengkorak kepala (Gambar 7b). Sefalogram lateral dapat digunakan untuk menganalisis profil jaringan lunak aspek lateral, yaitu analisis profil jaringan lunak wajah. (a) (b) Gambar 7. Sefalogram (a) frontal, (b) lateral 11 Sefalometri mempunyai berbagai fungsi dan kegunaan, yaitu: 1 1. Mempelajari pertumbuhan dan perkembangan kraniofasial.

7 Dengan membandingkan sefalogram-sefalogram yang diambil dalam interval waktu yang berbeda, untuk mengetahui arah pertumbuhan dan perkembangan kraniofasial. 2. Diagnosis atau analisis kelainan kraniofasial. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab maloklusi (seperti ketidakseimbangan struktur tulang muka). 3. Mempelajari tipe fasial. Relasi rahang dan posisi gigi-gigi berhubungan erat dengan tipe fasial. Ada 2 hal penting yaitu : posisi maksila dalam arah antero-posterior terhadap kranium dan relasi mandibula terhadap maksila, sehingga akan mempengaruhi bentuk profil : cembung, lurus atau cekung. 4. Merencanakan perawatan ortodonti. Analisis dan diagnosis yang didasarkan pada perhitungan-perhitungan sefalometrik dapat diprakirakan hasil perawatan ortodontik yang dilakukan. 5. Evaluasi kasus-kasus yang telah dirawat. Dengan membandingkan sefalogram yang diambil sebelum, sewaktu dan sesudah perawatan ortodonti. 6. Analisis fungsional. Fungsi gerakan mandibula dapat diketahui dengan membandingkan posisi kondilus pada sefalogram yang dibuat pada waktu mulut terbuka dan posisi istirahat. 7. Sebagai sarana untuk penelitian. 2.3 Analisis Jaringan Keras dan Jaringan Lunak dengan Sefalogram Lateral Analisis terhadap jaringan keras dan lunak wajah dapat dilakukan pada sefalogram lateral. Titik-titik yang digunakan dalam analisis jaringan keras (Gambar 8): 2,11,19 Sella (S) : titik ditengah-tengah fossa pituitary (sella turcica) Nasion (N/Na) : titik perpotongan sutura frontonasalis

8 Orbitale (Or) : titik paling rendah pada tepi bawah tulang orbita Sub-spina (A) : titik paling cekung di antara spina nasalis anterior dan prosthion Supra-mental (B) : titik paling cekung di antara infra dental dan pogonion Pogonion (Pog) : titik paling depan dari tulang dagu Gnathion (Gn) : titik di antara pogonion dan menton Menton (Me) : titik paling bawah atau inferior dari tulang dagu Articulare (Ar) : titik perpotongan antara tepi bawah dari basis kranium dan permukaan posterior kondilus mandibula. Gonion (Go) : titik bagi yang dibentuk oleh garis dari sudut yang dibentuk oleh bidang mandibula dan ramus mandibula Porion (Po) : titik paling superior dari porus accusticus externus Pterygomaxilary Fissure (PTM) : Bayangan radiolusen yang menyerupai tetes air mata,bagian anterior dari bayangan tersebut adalah permukaan posterior dari tuber maksilaris. Spina Nasalis Posterior (PNS) : Titik paling posterior dari palatum durum. Gambar 8. Titik-titik dalam analisis jaringan keras 11

9 Titik-titik yang digunakan dalam jaringan lunak (Gambar 9): 2,11,19,26 Glabella (G) : titik paling anterior dari dahi pada dataran midsagital. Nasion kulit (N ) : titik paling cekung pada pertengahan dahi dan hidung. Pronasale (Pr) : titik paling anterior dari hidung. Subnasale (Sn) : titik dimana septum nasal berbatasan dengan bibir atas. Labrale superius (Ls) : titik perbatasan mukokutaneus dari bibir atas. Superior labial sulkus (SLS) : titik tercekung di antara Sn dan Ls. Stomion superius (Stms) : titik paling bawah dari vermilion bibir atas. Stomion inferius (Stmi) : titik paling atas dari vermilion bibir bawah. Labrale inferius (Li) : titik perbatasan dari membran bibir bawah. Inferior labial sulkus (ILS) : titik paling cekung di antara Li dan Pog. Pogonion kulit (Pog ) : titik paling anterior jaringan lunak dagu. Menton kulit (Me ) : titik paling inferior dari jaringan lunak dagu. Gambar 9. Titik-titik dalam analisis jaringan lunak 12,27

10 Titik-titik di atas dapat digunakan untuk berbagai analisis terhadap jaringan keras dan jaringan lunak wajah. 2,11,19,26 Yang tergolong dalam analisis jaringan lunak secara lateral antara lain 1/3 tengah-bawah wajah, perbandingan tinggi bibir atas dan bibir bawah, penilaian terhadap hidung, sudut nasomental, sudut nasolabial, prognasi maksila dan mandibula, tebal bibir atas dan bibir bawah, celah antara bibir atas dan bibir bawah, tebal dagu, kontur dagu-leher, sudut konveksitas wajah, bidang Estetis (Garis-E), garis-s dan sudut-z Merrifield. 11, Analisis Konveksitas Wajah Konveksitas skeletal merupakan salah satu sudut yang dapat dianalisis dari profil wajah pada pandangan anteroposterior yang juga menyatakan relasi skeletal rahang atas dan rahang bawah yang lebih spesifiknya dianalisis melalui sefalometri lateral. Analisis konveksitas skeletal yang ideal telah dilakukan oleh ahli ortodonti dan telah diterapkan pada analisis-analisis perawatan ortodonti, antara lain analisis yang dikemukakan oleh Downs, Ricketts dan Holdaway. Analisis terhadap konveksitas skeletal diperoleh dari titik A dan bidang fasial (N-Pog). 11,14, Analisis Downs Menurut Downs, konveksitas skeletal diperoleh dari sudut yang dibentuk oleh garis Nasion-A ke garis A-Pogonion. Jika garis A-Pogonion berada di anterior garis Nasion- A, sudut ini bernilai positif yaitu maksila berada di anterior mandibula. Dan sebaliknya, sudut ini bernilai negatif yaitu mandibula berada di anterior maksila. Nilai interval dari sudut N-A-Pog ini adalah -8,5 o o, dengan nilai ideal 0 o jika kedua garis berimpit (Gambar 10). 11,28

11 2.4.2 Analisis Ricketts Gambar 10. Konveksitas skeletal menurut Downs. Diperoleh dari sudut yang dibentuk oleh garis N-A ke garis A-Pog. 11,29 Analisis Ricketts terhadap konveksitas skeletal diperoleh dari jarak titik A terhadap bidang fasial (N-Pog) dalam mm. Nilai ideal jarak titik A terhadap bidang fasial (N-Pog) adalah 2 ± 2 mm. Jika nilainya positif dan lebih besar dari 2 mm, maka diperoleh relasi Kelas II skeletal dan jika bernilai negatif, maka diperoleh relasi Kelas III skeletal. Nilai ideal yang dinyatakan Ricketts adalah 2 mm (Gambar 11). 11,29,30

12 Gambar 11. Konveksitas skeletal menurut Ricketts. Diperoleh dari jarak titik A terhadap bidang fasial (N-Pog). 11, Analisis Holdaway Menurut Holdaway, konveksitas skeletal diukur jarak dari titik A ke garis Nasion-Pogonion skeletal (N-Pog). Analisis ini sangat berguna dalam penentuan konveksitas wajah skeletal dalam hubungannya dengan konveksitas jaringan lunak (sudut-h). Konveksitas skeletal wajah ideal jika jarak antara garis N-Pog ke titik A -3mm sampai +4 mm (Gambar 15) Analisis Konveksitas Jaringan Lunak Analisis konveksitas jaringan lunak wajah dengan posisi bibir yang ideal telah dilakukan penelitian oleh ahli-ahli ortodonti antara lain Steiner, Ricketts, Merrifeld dan Holdaway yang merupakan penentuan bentuk profil jaringan lunak cembung, lurus atau cekung. Masing-masing ahli menggunakan referensi yang bervariasi dalam menganalisis profil jaringan lunak wajah. Steiner menggunakan garis S, Ricketts garis estetis (garis E), Merrifeld menggunakan sudut Z dan Holdaway menggunakan garis Harmoni (garis-h). 11,14,27-29

13 2.5.1 Analisis Menurut Steiner (Garis S) Garis S merupakan garis yang ditarik dari titik Pog ke pertengahan kurva S yang terletak diantara Pronasal (Pr) ke titik Subnasales (Sn) (Gambar 12). Menurut Steiner, dalam keadaan normal titik Labrale superior (Ls) dan Labrale inferior (Li) berada pada garis S. Jika bibir berada di belakang garis S dinyatakan profil wajahnya cekung. Sedangkan jika berada di depan garis S, profil wajahnya terlalu tebal atau cembung. 14,17,29,31 Gambar 12. Analisis jaringan lunak wajah menurut Steiner (Garis S). 11, Analisis Menurut Ricketts (Garis E) Menurut Ricketts, analisis konveksitas jaringan lunak wajah seseorang dipengaruhi oleh garis E. Garis E merupakan garis yang ditarik dari titik pogonion kulit (Pog ) ke titik Pronasale (Pr) (Gambar 13). Seseorang mempunyai profil yang harmonis jika titik Labrale superior (Ls) terletak 2-4 mm di belakang garis E dan titik Labrale inferior (Li) 1-2 mm di belakang garis E. Apabila letak titik Ls lebih dari 4 mm di belakang garis E maka profil wajah tampak cekung, juga sebaliknya profil wajah akan tampak cembung jika Li terletak di depan garis E. 11,14,30

14 Gambar 13. Analisis jaringan lunak wajah menurut Rickets (Garis E). 14, Analisis Menurut Merrifield (Sudut Z) Menurut Merrifield, garis profil wajah merupakan garis yang ditarik dari titik Pogonion kulit (Pog ) dengan titik paling depan dari Labrale superior (Ls) dan Labrale inferior (Li). Sudut Z dibentuk oleh perpotongan antara bidang Frankfurt horizontal dengan garis profil tersebut. (Gambar 14). Nilai ideal sudut ini berkisar 80 ± 9 o. 11,28 Gambar 14. Analisis jaringan lunak wajah menurut Merrifield (Sudut Z). 11

15 2.5.4 Analisis Menurut Holdaway (Sudut H) Holdaway menggunakan garis-h untuk menganalisis keseimbangan dan keharmonisan profil jaringan lunak. Garis-H ini diperoleh dengan menarik garis dari titik Pogonion kulit (Pog ) ke titik Labial superior (Ls) (Gambar 15). 2,5,27-29 Menurut Jacobson dan Vlachos, analisis Holdaway lebih berani, terperinci, jelas dan luas dalam pembahasannya mengenai profil jaringan lunak yang seimbang dan harmonis, yaitu terdiri dari jarak Pronasale (Pr) terhadap garis-h, kedalaman sulkus Labialis superior (Ls), kedalaman sulkus Labialis inferior (Li), jarak bibir bawah ke garis-h, tebal bibir atas, kurvatura bibir atas, besar sudut fasial, tebal dagu, strain bibir atas, besar sudut-h dan konveksitas skeletal. Oleh karena itu penelitian ini secara khusus akan membahas mengenai konveksitas skeletal dan konveksitas jaringan lunak wajah berdasarkan sudut-h. 11,26,27 Yang dimaksud dengan sudut-h adalah sebuah sudut yang dibentuk oleh perpotongan garis-h dengan garis N -Pog (Gambar 15). Sudut-H juga digunakan dalam penentuan konveksitas jaringan lunak adalah cembung, lurus atau cekung. Besar sudut-h yang harmonis dan seimbang berkisar 7 o - 15 o. Apabila sudut-h lebih besar dari 15 o maka konveksitas profil wajah menunjukkan cembung sedangkan jika sudut-h lebih kecil dari 7 o menunjukkan bentuk profil konveksitas yang cekung oleh karena letak Pog lebih ke posterior atau letak titik Ls lebih ke anterior. 11 Berdasarkan analisis Holdaway, 10 o merupakan sudut-h yang paling ideal dengan nilai konveksitas wajah 0 mm. Profil yang harmoni dapat dilihat jika nilai konveksitas skeletal dan sudut-h seimbang. Apabila konveksitas skeletal lebih besar dari besar sudut-h atau tidak sesuai maka kemungkinan yang terjadi adalah pertumbuhan fasial yang tidak seimbang. 2,11

16 Gambar 15. Analisis jaringan lunak wajah menurut Holdaway 11,27, Suku Proto Melayu Suku atau ras adalah sekelompok manusia yang dapat dibedakan dari kelompok lain dengan ciri-ciri jasmaniah tertentu yang diperoleh dari keturunan, sesuai dengan hukum genetika. 19 Sebagian besar populasi penduduk Indonesia didominasi oleh suku Paleomongoloid atau disebut juga suku Melayu. Suku Paleomongoloid terdiri atas suku Proto Melayu (Melayu tua) dan suku Deutro Melayu (Melayu muda). Pada tahun 2000SM., suku Proto Melayu pertama kalinya datang ke Indonesia kemudian pada tahun 1500SM, suku Deutro Melayu mulai berdatangan ke Indonesia. 19 Suku Proto Melayu terdiri dari suku Batak di Sumatera Utara, Dayak di Kalimantan Barat dan Toraja di Sulawesi Barat pada awalnya menempati pesisir pantai. Sedangkan suku Deutro Melayu terdiri dari suku Aceh, Melayu, Minangkabau, Betawi, Sunda, Jawa, Lampung, Madura, Bali, Makasar, Bugis dan Manado. 18,19

17 Suku Proto Melayu yang menempati pulau Sumatera adalah suku Batak. Suku Batak memiliki beberapa sub suku yang masih memiliki ikatan kuat antara satu dengan lainnya, yaitu sub suku Toba, Mandailing, Karo, Simalungun, dan Pakpak. Namun, ada juga yang menyebut sebelas, yaitu kelima sub tersebut ditambah dengan Pasisir, Angkola, Padang Lawas, Melayu, Nias, dan Alas Gayo. Kelompok Proto Melayu memiliki bentuk kepala yang panjang (dolichocephali) sedangkan kelompok Deutro Melayu memiliki bentuk kepala yang pendek (brachycephali). 19

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dalam melakukan perawatan tidak hanya terfokus pada susunan gigi dan rahang saja

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dalam melakukan perawatan tidak hanya terfokus pada susunan gigi dan rahang saja BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Saat ini bidang ilmu ortodonti mengalami kemajuan begitu pesat sehingga dalam melakukan perawatan tidak hanya terfokus pada susunan gigi dan rahang saja tetapi juga pada estetis

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oklusi Oklusi merupakan hubungan statis antara gigi atas dan gigi bawah selama interkuspasi dimana pertemuan tonjol gigi atas dan bawah terjadi secara maksimal. Dikenal dua

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 17 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Perawatan ortodonti modern merupakan tujuan yang digunakan untuk mencapai suatu keselarasan estetika wajah, keseimbangan struktural pada wajah dan fungsional pengunyahan. 2 Penampilan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Ukuran lebar mesiodistal gigi permanen menurut Santoro dkk. (2000). 22

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Ukuran lebar mesiodistal gigi permanen menurut Santoro dkk. (2000). 22 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lebar Mesiodistal Gigi Geligi Lebar mesiodistal gigi adalah jarak terbesar yang diukur dari titik kontak anatomis mesial sampai ke titik kontak anatomis distal pada masing-masing

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Radiografi Sefalometri Ditemukannya sinar X di tahun 1985 oleh Roentgen merupakan suatu revolusi di bidang kedokteran gigi yang merupakan awal mula dari ditemukannya radiografi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suku Deutro-Melayu Sebagian besar penduduk Indonesia termasuk suku Paleomongoloid atau suku Melayu. Pada tahun 2000 s.m., suku Proto Melayu atau Melayu tua yang pertama datang

Lebih terperinci

Gambar 1. Fotometri Profil 16. Universitas Sumatera Utara

Gambar 1. Fotometri Profil 16. Universitas Sumatera Utara BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Profil jaringan lunak terbentuk dari beberapa komponen, antara lain komponen skeletal, dental dan jaringan lunak (hidung, dagu dan bibir). Analisis profil wajah yang baik dapat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. perawatan ortodonti dan mempunyai prognosis yang kurang baik. Diskrepansi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. perawatan ortodonti dan mempunyai prognosis yang kurang baik. Diskrepansi BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Kasus maloklusi yang disertai diskrepansi vertikal cenderung sulit dalam perawatan ortodonti dan mempunyai prognosis yang kurang baik. Diskrepansi vertikal dapat bermanifestasi pada

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. susunannya akan mempengaruhi penampilan wajah secara keseluruhan, sebab

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. susunannya akan mempengaruhi penampilan wajah secara keseluruhan, sebab BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Gigi geligi adalah bagian dari wajah sehingga bila ada kelainan dalam susunannya akan mempengaruhi penampilan wajah secara keseluruhan, sebab susunan gigi-geligi dan hubungan rahang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dalam lingkup luas, ada beberapa alasan-alasan dilakukannya sebuah perawatan ortodonti, sesuai frekuensinya, yang dijadikan pasien sebagai alasan dalam mencari perawatan ortodonti

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sefalometri Sefalometri rontgenografi atau yang lebih dikenal dengan sefalometri dibidang ortodonti dimulai sekitar awal tahun 1930 oleh Hofrath di Jerman dan Broadbent di Amerika

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Filosofi perawatan ortodonti menurut Riedel bertujuan untuk mencapai hubungan fungsional yang ideal, keseimbangan struktur skeletal dan dental, dan keselarasan estetis jaringan lunak

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Keberhasilan perawatan ortodonti sering kali dikaitkan dengan adanya perbaikan penampilan wajah termasuk morfologi vertikal skeletal. Morfologi vertikal skeletal wajah merupakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Radiografi Sefalometri Sefalometri adalah ilmu yang mempelajari pengukuran kuantitatifbagianbagian tertentu kepala untukmendapatkan informasi tentang polakraniofasial.sefalometri

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menghasilkan bentuk wajah yang harmonis jika belum memperhatikan posisi jaringan

BAB 1 PENDAHULUAN. menghasilkan bentuk wajah yang harmonis jika belum memperhatikan posisi jaringan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini, ilmu ortodonsia tidak hanya terfokus pada susunan jaringan keras tetapi juga pada estetis jaringan lunak wajah. Susunan gigi geligi yang baik tidak akan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 MALOKLUSI Maloklusi adalah bentuk hubungan rahang atas dan bawah yang menyimpang dari bentuk normal. Menurut Salzman (1957), maloklusi adalah susunan gigi dalam lengkung gigi,

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan rancangan crosssectional yang bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara konveksitas skeletal

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Skeletal Vertikal Wajah Basis kranii anterior (Sella-Nasion) sering digunakan sebagai garis acuan untuk menentukan kemiringan bidang mandibula (MP). Individu dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tiga puluh orang menggunakan sefalogram lateral. Ditemukan adanya hubungan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tiga puluh orang menggunakan sefalogram lateral. Ditemukan adanya hubungan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Retraksi Gigi Anterior Maksila Beberapa penelitian yang telah dilakukan semenjak tahun 1950-an sampai sekarang menunjukkan perawatan ortodonti berpengaruh terhadap perubahan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Penggunaan fotografi di bidang ortodonti telah ada sejak sekolah kedokteran

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Penggunaan fotografi di bidang ortodonti telah ada sejak sekolah kedokteran BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fotografi Ortodonti Penggunaan fotografi di bidang ortodonti telah ada sejak sekolah kedokteran gigi dibuka pada tahun 1839. 4 Dalam bidang ortodonti, foto merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 23 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif analitik dengan pengambilan data cross sectional. 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sefalometri Sefalometri radiografi dimulai sekitar awal tahun 1930 oleh Hofrath di Jerman dan Broadbent di Amerika Serikat untuk penelitian dan mempelajari maloklusi beserta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sejak tahun 1922 radiografi sefalometri telah diperkenalkan oleh Pacini dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sejak tahun 1922 radiografi sefalometri telah diperkenalkan oleh Pacini dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Radiografi Sefalometri. 22,23 Sejak tahun 1922 radiografi sefalometri telah diperkenalkan oleh Pacini dan Carrera dan kemudian dikembangkan oleh Hofrath (Jerman) dan Broadbent

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah dan Manfaat Sefalometri Sejak beberapa abad lalu antropolog mempelajari tubuh manusia dengan melakukan pengukuran dan pengukurannya dinamakan antropometri. Kepala manusia

Lebih terperinci

Tugas Online 2 Fisika 2 Fotometri

Tugas Online 2 Fisika 2 Fotometri Tugas Online 2 Fisika 2 Fotometri Beberapa penerapan fotometri disekitar kita yaitu : 1. Lampu jalanan dapat menyala otomatis ketika malam hari. Hal ini terjadi karena karena dilengkapi dengan LDR ( Light

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ada berbagai pedoman, norma dan standar yang telah diajukan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ada berbagai pedoman, norma dan standar yang telah diajukan untuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Golden Proportion 2.1.1.Sejarah Golden Proportion Ada berbagai pedoman, norma dan standar yang telah diajukan untuk menggambarkan proporsi ideal pada wajah manusia dan salah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tulang Vertebra Servikalis Tulang vertebra servikalis merupakan bagian dari tulang belakang yang terdiri atas tujuh bagian (CV 1 -CV 7 ). Tulang vertebra servikalis merupakan

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Nesturkh (1982) mengemukakan, manusia di dunia dibagi menjadi

I.PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Nesturkh (1982) mengemukakan, manusia di dunia dibagi menjadi I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nesturkh (1982) mengemukakan, manusia di dunia dibagi menjadi beberapa golongan ras. Masyarakat negara Indonesia termasuk ke dalam golongan ras Mongoloid. Jacob

Lebih terperinci

SEFALOMETRI. Wayan Ardhana Bagian Ortodonsia FKG UGM

SEFALOMETRI. Wayan Ardhana Bagian Ortodonsia FKG UGM SEFALOMETRI Wayan Ardhana Bagian Ortodonsia FKG UGM TIK Setelah mengikuti pokok bahasan ini, mahasiswa diharapkan mampu: Menyebutkan tentang materi pengenalan sefalometri radiografik, Menyebutkan tentang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pernafasan Normal Fungsi utama pernafasan adalah untuk memperoleh O 2 agar dapat digunakan oleh sel-sel tubuh dan mengeliminasi CO 2. 19 Normalnya, Hidung merupakan jalan utama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi-gigi dengan wajah (Waldman, 1982). Moseling dan Woods (2004),

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi-gigi dengan wajah (Waldman, 1982). Moseling dan Woods (2004), I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Motivasi pasien dalam menjalani ortodontik pada umumnya adalah karena ingin memperbaiki keserasian dentofasial, yaitu keserasian antara gigi-gigi dengan wajah (Waldman,

Lebih terperinci

MATERI KULIAH ORTODONSIA I. Oleh Drg. Wayan Ardhana, MS, Sp Ort (K) Bagian Ortodonsia

MATERI KULIAH ORTODONSIA I. Oleh Drg. Wayan Ardhana, MS, Sp Ort (K) Bagian Ortodonsia MATERI KULIAH ORTODONSIA I Oleh Drg. Wayan Ardhana, MS, Sp Ort (K) Bagian Ortodonsia FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS GADJAH MADA 2011 SEFALOMETRI PENDAHULUAN Mahasiswa dituntut untuk menguasai pengetahuan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya, perawatan ortodonti adalah usaha pengawasan untuk membimbing dan mengoreksi struktur dentofasial yang sedang tumbuh atau yang sudah dewasa. Perawatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dengan estetis yang baik dan kestabilan hasil perawatan (Graber dkk., 2012).

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dengan estetis yang baik dan kestabilan hasil perawatan (Graber dkk., 2012). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan perawatan ortodontik adalah untuk mendapatkan oklusi gigi yang optimal dengan adaptasi fisiologik dan fungsi normal, perbaikan dentofasial dengan estetis yang baik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perawatan ortodontik bertujuan memperbaiki fungsi oklusi dan estetika

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perawatan ortodontik bertujuan memperbaiki fungsi oklusi dan estetika I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perawatan ortodontik bertujuan memperbaiki fungsi oklusi dan estetika wajah. Pengetahuan tentang pertumbuhan kraniofasial meliputi jaringan keras dan jaringan lunak yang

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi. syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi. Oleh : MELISA NIM :

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi. syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi. Oleh : MELISA NIM : HUBUNGAN SUDUT INTERINSISAL DENGAN PROFIL JARINGAN LUNAK WAJAH MENURUT ANALISIS HOLDAWAY PADA MAHASISWA FKG USU RAS CAMPURAN PROTO DENGAN DEUTRO-MELAYU SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cepat berkembang. Masyarakat makin menyadari kebutuhan pelayanan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cepat berkembang. Masyarakat makin menyadari kebutuhan pelayanan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan jaman membuat pemikiran masyarakat semakin maju dan cepat berkembang. Masyarakat makin menyadari kebutuhan pelayanan kesehatan, karena pengetahuan masyarakat tentang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Maloklusi Maloklusi merupakan penyimpangan baik dari segi estetis dan/atau fungsional dari oklusi ideal. 10 Maloklusi bukan merupakan penyakit, tapi sebuah disabiliti yang berpotensi

Lebih terperinci

Nama: Tony Okta Wibowo Nrp : Dosen Pembimbing : Bp. Moch Hariadi, ST M.Sc PhD Bp. Dr. I ketut eddy Purnama, ST,MT

Nama: Tony Okta Wibowo Nrp : Dosen Pembimbing : Bp. Moch Hariadi, ST M.Sc PhD Bp. Dr. I ketut eddy Purnama, ST,MT Analisa Keakurasian Titik Sefalometrik Berbasis 3D dengan Softwere Amira untuk Data MRI Nama: Tony Okta Wibowo Nrp : 2208 100 553 Dosen Pembimbing : Bp. Moch Hariadi, ST M.Sc PhD Bp. Dr. I ketut eddy Purnama,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lengkung Gigi Lengkung gigi merupakan suatu garis imajiner yang menghubungkan sederetan gigi pada rahang atas dan rahang bawah yang dibentuk oleh mahkota gigigeligi dan merupakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dentofasial termasuk maloklusi untuk mendapatkan oklusi yang sehat, seimbang,

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dentofasial termasuk maloklusi untuk mendapatkan oklusi yang sehat, seimbang, PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu Ortodontik merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari pertumbuhan struktur jaringan pendukung gigi dan kraniofasial, perkembangan oklusi gigi geligi serta mempelajari

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pertumbuhan Vertikal Skeletal Wajah Basis kranii anterior (Sella-Nasion) sering digunakan sebagai garis acuan untuk menentukan kemiringan bidang mandibula (MP). 17 Individu dengan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisa Profil Jaringan Lunak Wajah Analisa profil jaringan lunak wajah yang tepat akan mendukung diagnosa secara keseluruhan pada analisa radiografi sefalometri lateral. Penegakkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. displasia dan skeletal displasia. Dental displasia adalah maloklusi yang disebabkan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. displasia dan skeletal displasia. Dental displasia adalah maloklusi yang disebabkan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pola Skeletal Maloklusi Klas I Maloklusi dibagi dalam tiga golongan yaitu dental displasia, skeleto dental displasia dan skeletal displasia. Dental displasia adalah maloklusi

Lebih terperinci

BAB 2 MALOKLUSI KLAS III. hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi

BAB 2 MALOKLUSI KLAS III. hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi BAB 2 MALOKLUSI KLAS III 2.1 Pengertian Angle pertama kali mempublikasikan klasifikasi maloklusi berdasarkan hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi apabila tonjol

Lebih terperinci

PERBANDINGAN LIMA GARIS REFERENSI DARI POSISI HORIZONTAL BIBIR ATAS DAN BIBIR BAWAH PADA MAHASISWA FKG DAN FT USU SUKU BATAK

PERBANDINGAN LIMA GARIS REFERENSI DARI POSISI HORIZONTAL BIBIR ATAS DAN BIBIR BAWAH PADA MAHASISWA FKG DAN FT USU SUKU BATAK PERBANDINGAN LIMA GARIS REFERENSI DARI POSISI HORIZONTAL BIBIR ATAS DAN BIBIR BAWAH PADA MAHASISWA FKG DAN FT USU SUKU BATAK SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar

Lebih terperinci

PENGENALAN SEFALOMETRI RADIOGRAFIK

PENGENALAN SEFALOMETRI RADIOGRAFIK IX. SEFALOMETRI PENDAHULUAN Mahasiswa dituntut untuk menguasai pengetahuan yang mendasari perawatan yang akan dilakukan, sebelum melakukan perawatan ortodontik. Mahasiswa juga dituntut untuk menguasai

Lebih terperinci

Hubungan antara derajat konveksitas profil jaringan keras dan jaringan lunak wajah pada suku Bugis dan Makassar

Hubungan antara derajat konveksitas profil jaringan keras dan jaringan lunak wajah pada suku Bugis dan Makassar Susilowati: Hubungan antara derajat konveksitas profil 125 Hubungan antara derajat konveksitas profil jaringan keras dan jaringan lunak wajah pada suku Bugis dan Makassar Susilowati Bagian Ortodonsia Fakultas

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Maloklusi adalah keadaan yang menyimpang dari oklusi normal dengan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Maloklusi adalah keadaan yang menyimpang dari oklusi normal dengan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Maloklusi adalah keadaan yang menyimpang dari oklusi normal dengan susunan gigi yang tidak harmonis secara estetik mempengaruhi penampilan seseorang dan mengganggu keseimbangan fungsi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Crossbite posterior adalah relasi transversal yang abnormal dalam arah

BAB 1 PENDAHULUAN. Crossbite posterior adalah relasi transversal yang abnormal dalam arah 17 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Crossbite posterior adalah relasi transversal yang abnormal dalam arah bukolingual atau bukopalatal antara gigi antagonis. Crossbite posterior dapat terjadi bilateral

Lebih terperinci

Penetapan Gigit pada Pembuatan Gigi Tiruan Lengkap

Penetapan Gigit pada Pembuatan Gigi Tiruan Lengkap Tugas Paper Penetapan Gigit pada Pembuatan Gigi Tiruan Lengkap Aditya Hayu 020610151 Departemen Prostodonsia Universitas Airlangga - Surabaya 2011 1 I. Sebelum melakukan penetapan gigit hendaknya perlu

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesimetrisan Diagnosis dalam ilmu ortodonti, sama seperti disiplin ilmu kedokteran gigi dan kesehatan lainnya memerlukan pengumpulan informasi dan data yang adekuat mengenai

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pernafasan Pernafasan (respirasi) adalah proses menghirup udara dari luar yang mengandung oksigen serta menghembuskan udara yang mengandung karbon dioksida sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. Ilmu Ortodonti menurut American Association of Orthodontics adalah

I. PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. Ilmu Ortodonti menurut American Association of Orthodontics adalah 1 I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Ilmu Ortodonti menurut American Association of Orthodontics adalah cabang ilmu kedokteran gigi yang mempelajari pertumbuhan dan perkembangan gigi geligi dan hubungannya

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif menggunakan rancangan cross sectional untuk mengetahui distribusi morfologi vertikal skeletal wajah suku

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. (Alexander,2001). Ortodonsia merupakan bagian dari ilmu Kedokteran Gigi yang

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. (Alexander,2001). Ortodonsia merupakan bagian dari ilmu Kedokteran Gigi yang I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perawatan ortodontik semakin berkembang seiring meningkatnya kesadaran masyarakat akan kesehatan dan penampilan fisik yang menarik (Alexander,2001). Ortodonsia merupakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Sebagian besar dari penduduk Indonesia termasuk ras Paleomongoloid yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Sebagian besar dari penduduk Indonesia termasuk ras Paleomongoloid yang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ras Deutro-Melayu Sebagian besar dari penduduk Indonesia termasuk ras Paleomongoloid yang disebut dengan ras Melayu. Ras Melayu terdiri dari kelompok Proto-Melayu (Melayu tua)

Lebih terperinci

BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR. 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior

BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR. 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior Protrusi anterior maksila adalah posisi, dimana gigi-gigi anterior rahang atas lebih ke depan daripada gigi-gigi anterior

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KONSISTENSI GARIS E RICKETTS DAN GARIS S STEINER DALAM ANALISIS POSISI HORIZONTAL BIBIR PADA MAHASISWA FKG USU SUKU INDIA

PERBANDINGAN KONSISTENSI GARIS E RICKETTS DAN GARIS S STEINER DALAM ANALISIS POSISI HORIZONTAL BIBIR PADA MAHASISWA FKG USU SUKU INDIA PERBANDINGAN KONSISTENSI GARIS E RICKETTS DAN GARIS S STEINER DALAM ANALISIS POSISI HORIZONTAL BIBIR PADA MAHASISWA FKG USU SUKU INDIA SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi Syarat guna memperoleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sagital, vertikal dan transversal. Dimensi vertikal biasanya berkaitan dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. sagital, vertikal dan transversal. Dimensi vertikal biasanya berkaitan dengan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tulang vertebra servikalis memiliki pengaruh dalam proses tumbuh kembang kraniofasial. Berdasarkan hal tersebut, memungkinkan tulang vertebra servikalis mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Hal yang penting dalam perawatan ortodonti adalah diagnosis, prognosis dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Hal yang penting dalam perawatan ortodonti adalah diagnosis, prognosis dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hal yang penting dalam perawatan ortodonti adalah diagnosis, prognosis dan rencana perawatan yang tepat untuk mendapatkan hasil maksimal. 1-5 Maloklusi Klas II merupakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asimetri Asimetri merupakan komposisi yang sering dikaitkan dalam dunia seni dan kecantikan, tetapi lain halnya dalam keindahan estetika wajah. Estetika wajah dapat diperoleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. wajah dan jaringan lunak yang menutupi. Keseimbangan dan keserasian wajah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. wajah dan jaringan lunak yang menutupi. Keseimbangan dan keserasian wajah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaringan lunak wajah memegang peranan penting dalam pertimbangan perawatan ortodontik. Keseimbangan dan keserasian wajah ditentukan oleh tulang wajah dan jaringan lunak

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pertumbuhan dan Perkembangan Kraniofasial Setiap manusia akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan kraniofasial. Meskipun bervariasi antar individu, tetapi kecepatan pertumbuhannya

Lebih terperinci

ANALISA KONVEKSITAS WAJAH JARINGAN LUNAK SECARA SEFALOMETRI LATERAL PADA MAHASISWA DEUTRO-MELAYU FKG USU USIA TAHUN (TAHUN )

ANALISA KONVEKSITAS WAJAH JARINGAN LUNAK SECARA SEFALOMETRI LATERAL PADA MAHASISWA DEUTRO-MELAYU FKG USU USIA TAHUN (TAHUN ) ANALISA KONVEKSITAS WAJAH JARINGAN LUNAK SECARA SEFALOMETRI LATERAL PADA MAHASISWA DEUTRO-MELAYU FKG USU USIA 20-25 TAHUN (TAHUN 1999-2005) SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna

Lebih terperinci

Volume 46, Number 4, December 2013

Volume 46, Number 4, December 2013 179 Volume 46, Number 4, December 20 Research Report Profil jaringan lunak wajah kasus borderline maloklusi klas I pada perawatan ortodonti dengan dan tanpa pencabutan gigi (Facial soft tissue profile

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pertumbuhan dan perkembangan wajah dan gigi-geligi, serta diagnosis,

BAB 1 PENDAHULUAN. pertumbuhan dan perkembangan wajah dan gigi-geligi, serta diagnosis, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ortodonti adalah bidang kedokteran gigi yang berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan wajah dan gigi-geligi, serta diagnosis, pencegahan, dan perbaikan dari

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada tinjauan pustaka akan diuraikan mengenai suku Batak, foramen mentalis, radiografi panoramik, kerangka teori dan kerangka konsep. 2.1 Suku Batak Penduduk Indonesia termasuk

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Molar Dua Mandibula Fungsi molar dua mandibula permanen adalah melengkapi molar satu mandibula. Seluruh bagian molar dua mandibula lebih kecil sekitar 1mm daripada molar satu.

Lebih terperinci

ANALISA PROFIL JARINGAN LUNAK MENURUT METODE HOLDAWAY PADA MAHASISWA FKG USU SUKU DEUTRO MELAYU

ANALISA PROFIL JARINGAN LUNAK MENURUT METODE HOLDAWAY PADA MAHASISWA FKG USU SUKU DEUTRO MELAYU ANALISA PROFIL JARINGAN LUNAK MENURUT METODE HOLDAWAY PADA MAHASISWA FKG USU SUKU DEUTRO MELAYU TESIS Oleh : TJUT ROSTINA 047028009 PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS ORTODONSIA FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dari struktur wajah, rahang dan gigi, serta pengaruhnya terhadap oklusi gigi geligi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dari struktur wajah, rahang dan gigi, serta pengaruhnya terhadap oklusi gigi geligi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Ortodonti adalah kajian tentang variasi pertumbuhan dan perkembangan dari struktur wajah, rahang dan gigi, serta pengaruhnya terhadap oklusi gigi geligi (Grist,

Lebih terperinci

BAB 2 BEDAH ORTOGNATI PADA MAKSILA. akan terlihat jelas ketika masa tumbuh kembang ataupun juga akibat trauma. 7

BAB 2 BEDAH ORTOGNATI PADA MAKSILA. akan terlihat jelas ketika masa tumbuh kembang ataupun juga akibat trauma. 7 3 BAB 2 BEDAH ORTOGNATI PADA MAKSILA 2.1 Definisi Bedah ortognatik adalah tindakan pembedahan pada kelainan yang terjadi pada maksila, mandibula atau keduanya. Kelainan ini dapat terjadi kongenital dan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pharynx merupakan suatu kantong fibromuskuler yang berbentuk seperti

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pharynx merupakan suatu kantong fibromuskuler yang berbentuk seperti BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Pharynx Pharynx merupakan suatu kantong fibromuskuler yang berbentuk seperti corong yang besar di bagian atas dan sempit di bagian bawah. Pharynx terletak di belakang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fotografi Klinis Fotografi klinis telah berubah dalam beberapa tahun terakhir dengan adanya pengenalan desain kamera yang sesuai dengan kebutuhan fotografer dental. Fotografi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Lengkung gigi merupakan suatu garis lengkung imajiner yang menghubungkan sederetan gigi pada rahang atas dan bawah. 7,9 Bentuk lengkung gigi ini berhubungan dengan bentuk kepala

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian studi deskriptif analisis, dengan rancangan penelitian Studi Potong Lintang (Cross Sectional Study). 4.2

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Relasi Klas I Skeletal Pola Klas I skeletal memiliki besar sudut ANB berkisar antara 2-4º, dan bila sudut lebih besar dari 4º dapat dikatakan sebagai Klas II skeletal atau

Lebih terperinci

EVALUASI PENEMPATAN TITIK-TITIK CEPHALOMETRY 3D PADA CITRA MRI

EVALUASI PENEMPATAN TITIK-TITIK CEPHALOMETRY 3D PADA CITRA MRI 1 EVALUASI PENEMPATAN TITIK-TITIK CEPHALOMETRY 3D PADA CITRA MRI Tony Okta Wibowo Bidang Studi Teknik Komputer dan Telematika Jurusan Teknik Elektro FTI, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS,

Lebih terperinci

HUBUNGAN SUDUT INTERINSISAL DENGAN PROFIL JARINGAN LUNAK WAJAH MENURUT ANALISIS RICKETTS PADA MAHASISWA SUKU BATAK FKG DAN FT USU

HUBUNGAN SUDUT INTERINSISAL DENGAN PROFIL JARINGAN LUNAK WAJAH MENURUT ANALISIS RICKETTS PADA MAHASISWA SUKU BATAK FKG DAN FT USU HUBUNGAN SUDUT INTERINSISAL DENGAN PROFIL JARINGAN LUNAK WAJAH MENURUT ANALISIS RICKETTS PADA MAHASISWA SUKU BATAK FKG DAN FT USU SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tipe Wajah Penentuan tipe wajah merupakan salah satu prosedur penting dalam menentukan diagnosis ortodonti walaupun tidak memberikan keterangan secara lengkap mengenai tulang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini banyak pasien datang ke dokter gigi karena kondisi gigi yang kurang rapi. Gigi yang kurang rapi ini disebut juga dengan maloklusi. Maloklusi merupakan penyimpangan

Lebih terperinci

BAB 3 DIAGNOSA DAN PERAWATAN BINDER SYNDROME. Sindrom binder merupakan salah satu sindrom yang melibatkan pertengahan

BAB 3 DIAGNOSA DAN PERAWATAN BINDER SYNDROME. Sindrom binder merupakan salah satu sindrom yang melibatkan pertengahan BAB 3 DIAGNOSA DAN PERAWATAN BINDER SYNDROME Sindrom binder merupakan salah satu sindrom yang melibatkan pertengahan wajah. 16 Sindrom binder dapat juga disertai oleh malformasi lainnya. Penelitian Olow-Nordenram

Lebih terperinci

BAB 2 TI JAUA PUSTAKA

BAB 2 TI JAUA PUSTAKA 6 BAB 2 TI JAUA PUSTAKA Ortodonti adalah salah satu cabang ilmu kedokteran gigi yang berhubungan dengan estetika gigi, wajah, dan kepala. Berdasarkan American Board of Orthodontics (ABO), Ortodonti adalah

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat. memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi. Oleh: Ahmad Tommy Tantowi NIM:

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat. memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi. Oleh: Ahmad Tommy Tantowi NIM: PERUBAHAN KECEMBUNGAN JARINGAN LUNAK WAJAH PADA MALOKLUSI SKELETAL KLAS II DAN KLAS III SEBELUM DAN SESUDAH PERAWATAN PADA PASIEN DI KLINIK PPDGS ORTODONTI RSGMP FKG USU SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Maloklusi adalah istilah yang biasa digunakan untuk menggambarkan

BAB I PENDAHULUAN. Maloklusi adalah istilah yang biasa digunakan untuk menggambarkan 19 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Maloklusi adalah istilah yang biasa digunakan untuk menggambarkan penyimpangan dalam hubungan intermaksila dan atau intramaksila pada gigi dan atau rahang. Banyak

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah. Secara umum bentuk wajah (facial) dipengaruhi oleh bentuk kepala, jenis kelamin

I.PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah. Secara umum bentuk wajah (facial) dipengaruhi oleh bentuk kepala, jenis kelamin 1 I.PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Secara umum bentuk wajah (facial) dipengaruhi oleh bentuk kepala, jenis kelamin dan usia. Bentuk wajah setiap orang berbeda karena ada kombinasi unik dari kontur

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Desain penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan retrospective

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Desain penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan retrospective BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Desain penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan retrospective cross-sectional karena pengukuran variabel dilakukan pada satu saat atau setiap subyek

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Eksperimental kuasi dengan desain one group pre dan post. Tempat : Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Eksperimental kuasi dengan desain one group pre dan post. Tempat : Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Eksperimental kuasi dengan desain one group pre dan post. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Tempat : Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU Waktu : 3 bulan 3.3 Populasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dewasa ini masyarakat semakin menyadari akan kebutuhan pelayanan

BAB 1 PENDAHULUAN. Dewasa ini masyarakat semakin menyadari akan kebutuhan pelayanan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini masyarakat semakin menyadari akan kebutuhan pelayanan kesehatan. Pengetahuan masyarakat tentang arti pentingnya tubuh yang sehat semakin meningkat, tidak

Lebih terperinci

PERBEDAAN SUDUT MP-SN DENGAN KETEBALAN DAGU PADA PASIEN DEWASA YANG DIRAWAT DI KLINIK PPDGS ORTODONSIA FKG USU

PERBEDAAN SUDUT MP-SN DENGAN KETEBALAN DAGU PADA PASIEN DEWASA YANG DIRAWAT DI KLINIK PPDGS ORTODONSIA FKG USU PERBEDAAN SUDUT MP-SN DENGAN KETEBALAN DAGU PADA PASIEN DEWASA YANG DIRAWAT DI KLINIK PPDGS ORTODONSIA FKG USU SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran

Lebih terperinci

HUBUNGAN SUDUT INTERINSISAL DENGAN JARINGAN LUNAK WAJAH BERDASARKAN ANALISIS STEINER PADA MAHASISWA FKG USU RAS DEUTRO MELAYU

HUBUNGAN SUDUT INTERINSISAL DENGAN JARINGAN LUNAK WAJAH BERDASARKAN ANALISIS STEINER PADA MAHASISWA FKG USU RAS DEUTRO MELAYU HUBUNGAN SUDUT INTERINSISAL DENGAN JARINGAN LUNAK WAJAH BERDASARKAN ANALISIS STEINER PADA MAHASISWA FKG USU RAS DEUTRO MELAYU SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan harmonis.pada saat mendiagnosis dan membuat rencana perawatan perlu diketahui ada

BAB 1 PENDAHULUAN. dan harmonis.pada saat mendiagnosis dan membuat rencana perawatan perlu diketahui ada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Fundamental perawatan ortodonti adalah menciptakan penampilan wajah yang seimbang dan harmonis.pada saat mendiagnosis dan membuat rencana perawatan perlu diketahui ada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengukuran Maloklusi Suatu kriteria untuk menetapkan tingkat kesulitan perawatan pada American Board of Orthodontic (ABO) adalah kompleksitas kasus. ABO mengembangkan teknik

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asimetri Definisi simetri adalah persamaan salah satu sisi dari suatu objek baik dalam segi bentuk, ukuran, dan sebagainya dengan sisi yang berada di belakang median plate.

Lebih terperinci

BAB 2 ANATOMI SEPERTIGA TENGAH WAJAH. berhubungan antara tulang yang satu dengan tulang yang lainnya. 7

BAB 2 ANATOMI SEPERTIGA TENGAH WAJAH. berhubungan antara tulang yang satu dengan tulang yang lainnya. 7 BAB 2 ANATOMI SEPERTIGA TENGAH WAJAH Sepertiga tengah wajah dibentuk oleh sepuluh tulang, dimana tulang ini saling berhubungan antara tulang yang satu dengan tulang yang lainnya. 7 2.1 Tulang-tulang yang

Lebih terperinci

ANALISIS MORFOLOGI MANDIBULA MAHASISWA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA SUB-RAS DEUTRO MELAYU USIA TAHUN DITINJAU DARI RADIOGRAFI SEFALOMETRI

ANALISIS MORFOLOGI MANDIBULA MAHASISWA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA SUB-RAS DEUTRO MELAYU USIA TAHUN DITINJAU DARI RADIOGRAFI SEFALOMETRI ANALISIS MORFOLOGI MANDIBULA MAHASISWA SUB-RAS DEUTRO MELAYU USIA 18-25 TAHUN DITINJAU DARI RADIOGRAFI SEFALOMETRI SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan serangkaian pulau besar-kecil dengan lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan serangkaian pulau besar-kecil dengan lingkungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan serangkaian pulau besar-kecil dengan lingkungan yang berbeda-beda terletak diantara dua benua yaitu Australia dan Asia. Bangsa Indonesia pada awalnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saluran pernafasan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saluran pernafasan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Saluran Pernafasan Saluran pernafasan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa komponen yang saling berhubungan. Pada bagian anterior saluran pernafasan terdapat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. sampai CV7). Diantara ruas-ruas tersebut, ada tiga ruas servikal yang memiliki

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. sampai CV7). Diantara ruas-ruas tersebut, ada tiga ruas servikal yang memiliki 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Vertebra Servikalis Vertebra servikalis adalah bagian bawah kepala dengan ruas-ruas tulang leher yang berjumlah 7 buah (CV I CV VII). 13,14 Vertebra servikalis merupakan bagian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Antropometri adalah suatu cabang ilmu antropologi fisik yang mempelajari tentang teknik pengukuran tubuh manusia meliputi cara untuk mengukur dan melakukan pengamatan

Lebih terperinci