KERAGAMAN GENETIK Artemisia annua L. DAN Artemisia Vulgaris L. BERDASARKAN AMPLIFIED FRAGMENT LENGTH POLYMORPHISM (AFLP) DAN SIFAT MORFOLOGI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KERAGAMAN GENETIK Artemisia annua L. DAN Artemisia Vulgaris L. BERDASARKAN AMPLIFIED FRAGMENT LENGTH POLYMORPHISM (AFLP) DAN SIFAT MORFOLOGI"

Transkripsi

1 KERAGAMAN GENETIK Artemisia annua L. DAN Artemisia Vulgaris L. BERDASARKAN AMPLIFIED FRAGMENT LENGTH POLYMORPHISM (AFLP) DAN SIFAT MORFOLOGI MEDIKCA TANJUNG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Keragaman Genetik Artemisia annua L. dan Artemisia vulgaris L. Berdasarkan Amplified Fragment Length Polymorphism (AFLP) dan Sifat Morfologi merupakan karya bersama saya dengan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Agustus 2011 Medikca Tanjung G

3 ABSTRACT MEDIKCA TANJUNG. Genetic Diversity of Artemisia annua L. and Artemisia vulgaris L. Based on Amplified Fragment Length Polymorphism (AFLP) and Morphological Traits. Under supervision of UTUT WIDYASTUTI and SUHARSONO Malaria remains a serious problem in Indonesia. Artemisinin is an antimalarial compound that is able to treat malaria disease. Until now, Artemisia annua is still the only one source of artemisinin. On the other hand Artemisia vulgaris is Artemisia species that grows widely in Indonesia. The introduction of A. annua from China to Indonesia produces diverse phenotypes and unstable artemisinin content. The objective of this research was to analyse the genetic diversity of A. annua and A. vulgaris based on Amplified Fragment Length Polymorphism (AFLP) and morphological traits. Amplification was performed by using the labeled P11 primer IRD 700 and three selective primers, M-CAC, M- CAG and M-CAT. Three morphological traits were observed. The data from AFLP and morphological traits were translated into binary data. Similarity matrix analysis was carried out by using the software NTSYSpc version 2.02i. Principal Component Analysis was done by using the Minitab 14 program. By using these three selective primers, 111 AFLP loci were amplified. These loci can not clustered Artemisia into its species. There is not any specific loci addressed to specific accession from 111 AFLP loci, but from 48 AFLP loci, locus number 38 can be used as specific marker for three accessions consist of A. vulgaris accession which has light brown stems and wide leaves (VCOL), A. vulgaris accession which has light brown stems and narrow leaves (VCOS) and A. annua accession which has purple green stems and narrow leaves (AHUS). Analysis of 63 AFLP loci consist of loci number , showed that loci number 101, 103 and 109 addressed to A. annua accession which has purple green stems and wide leaves that arranged like a roset (AHULr). Based on morphological traits, the diversity between A. annua and A. vulgaris was 39%, while the diversity within A. annua species was 29%. Analysis of morphological traits and 48 AFLP loci showed that the A. annua accession which has purple green stems and wide leaves that arranged like a roset (AHULr) not cluster into A. annua species or A. vulgaris species. Key Word: Artemisia annua L., Artemisia vulgaris L., Genetic diversity, Amplified Fragment Length Polymorphism (AFLP)

4 RINGKASAN MEDIKCA TANJUNG. Keragaman Genetik Artemisia annua L. dan Artemisia vulgaris L. Berdasarkan Amplified Fragment Length Polymorphism (AFLP) dan Sifat Morfologi. Dibimbing oleh UTUT WIDYASTUTI, SUHARSONO. Penyakit malaria masih merupakan masalah serius di Indonesia. Artemisinin merupakan senyawa antimalaria yang mampu mengobati penyakit malaria. Sampai saat ini Artemisia annua masih merupakan satu-satunya sumber artemisinin. A. annua adalah tanaman hari pendek yang berasal dari China. Introduksi A. annua ke daerah tropik menyebabkan tanaman cepat berbunga sehingga kandungan artemisinin turun. Di Indonesia ada lima aksesi A. annua hasil introduksi yang dikoleksi oleh Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (BBPPTO-OT) Tawangmangu, Solo. Aksesi ini bervariasi pada warna batang, ukuran relatif daun dan susunan daun pada batang. Selain itu terdapat perbedaan kerapatan trikoma kelenjar dan kandungan artemisinin antara aksesi hijau dan aksesi ungu. Belum ada data mengenai keragaman genetik antar aksesi A. annua hasil introduksi di Indonesia. Artemisia vulgaris adalah jenis Artemisia yang ada di Indonesia yang dikenal dengan nama daerahnya sudamala. Herba ini tersebar hampir di semua dataran tinggi di Indonesia namun paling banyak ditemukan di Papua. BBPPTO- OT Tawangmangu, Solo, memiliki dua aksesi A. vulgaris, yaitu aksesi berdaun lebar dan aksesi berdaun sempit. Kandungan artemisinin A. vulgaris jauh lebih rendah dibandingkan dengan A. annua, namun spesies ini memiliki potensi sebagai sumber artemisinin lokal karena tumbuh secara alami di Indonesia. Belum ada laporan mengenai hubungan kekerabatan A. annua hasil introduksi di Indonesia dengan A. vulgaris. Kekerabatan dapat dilihat dari persamaan-persamaan dan perbedaanperbedaan morfologi yang dimiliki oleh individu yang dibandingkan. Penanda morfologi memberikan hasil yang bias, sebab genotipe yang berbeda dapat menampilkan fenotipe yang sama. Penanda molekuler dapat memberikan hasil yang lebih baik karena hasilnya konsisten dan tidak dipengaruhi oleh lingkungan. Penanda Amplified Fragment Legth Polymorphism (AFLP) dapat digunakan untuk mengetahui keragaman genetik antar klon dan antar spesies. Pengetahuan tentang keragaman genetik tanaman dapat digunakan untuk keperluan evaluasi dan seleksi tanaman yang akan dikonservasi dan dibudidayakan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keragaman genetik antara A. annua dengan A. vulgaris berdasarkan Amplified Fragment Length Polymorphism (AFLP) dan sifat morfologi. Bahan tanaman yang digunakan adalah lima tumbuhan A. annua dan dua tumbuhan A. vulgaris koleksi BBPPTO-OT Tawangmangu, Solo. Buffer CTAB 2% digunakan untuk isolasi DNA total dari daun. Enzim restriksi Pst1 dan Mse1 digunakan untuk memotong DNA total. Enzim T4 ligase digunakan untuk menyambung hasil reaksi restriksi dengan Pst1 adaptor dan Mse1 adaptor. Primer P00 (5 GACTGCGTACATGCAG3 ) dan primer M02 ( 5 GATGAGTCCTG

5 AGTAAC3 ) digunakan untuk reaksi pre-amplifikasi sedangkan primer P11 IRD 700 (5 GACTGCGTACATGCAGAA3 ) dengan 3 primer selektif digunakan untuk reaksi amplifikasi selektif. Primer selektif yang digunakan adalah primer M- CAC(5 GATGAGTCCTGAGTAAACAC3 ), primer M-CAG (5 GATGAGTCCTGA GTAAACAG3 ) dan primer M-CAT (5 GATGAGTCCTGAGTAAACAT3 ). Karakter morfologi yang diamati terdiri dari empat kelas warna batang, dua kelas tipe daun dan dua kelas susunan daun pada batang. Analisis keragaman menggunakan program NTSYSpc 2-02i dan program Minitab 14. Hasil amplifikasi DNA pada analisis AFLP menggunakan primer P11 IRD 700 dengan tiga primer selektif M-CAC, M-CAG dan M-CAT adalah 657 fragmen dengan ukuran pb yang terdiri dari 111 lokus. Fragmen berukuran pb yang terdiri atas 48 lokus diamplifikasi paling banyak oleh masing-masing aksesi. Analisis terhadap 111 lokus AFLP dengan ukuran pb tidak menghasilkan satu lokus yang benar-benar spesifik untuk aksesi tertentu. Lokus ke -38 menjadi penciri aksesi VCOL, VCOS dan AHUS pada analisis terhadap 48 lokus AFLP dengan ukuran pb. Analisis terhadap 63 lokus AFLP dengan ukuran pb menunjukkan bahwa lokus ke -101, -103 dan adalah penciri aksesi AHULr. Analisis morfologi menunjukkan keragaman antara A. annua dan A. vulgaris sebesar 39% dan keragaman di dalam spesies A. annua sebesar 29%. Analisis gabungan data morfologi dan 48 lokus AFLP menghasilkan keragaman antara A. annua dengan A. vulgaris sebesar 29% dan menunjukkan bahwa aksesi AHULr tidak mengelompok ke spesies A. annua maupun A. vulgaris. Kata kunci: Artemisia annua, Artemisia vulgaris, AFLP

6 Hak Cipta milik IPB dan Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (BBPPTO-OT) Tawangmangu, Solo, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB dan BBPPTO-OT Tawangmangu, Solo Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB dan BBPPTO-OT Tawangmangu, Solo

7 KERAGAMAN GENETIK Artemisia annua L. DAN Artemisia Vulgaris L. BERDASARKAN AMPLIFIED FRAGMENT LENGTH POLYMORPHISM (AFLP) DAN SIFAT MORFOLOGI MEDIKCA TANJUNG Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Biologi Tumbuhan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

8 Judul Tesis Nama NIM : Keragaman Genetik Artemisia annua L. dan Artemisia vulgaris L. Berdasarkan Amplified Fragment Length Polymorphism (AFLP) dan Sifat Morfologi : Medikca Tanjung : G Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Ir. Utut Widyastuti, M.Si. Ketua Prof. Dr. Ir. Suharsono, DEA Anggota Diketahui Ketua Program Studi Biologi Tumbuhan Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Miftahudin, M.Si. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr. Tanggal Ujian : 12 Agustus 2011 Tanggal Lulus :

9 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Tatik Chikmawati, M.Si.

10 PRAKATA Puji dan Syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Penelitian yang berjudul Keragaman Genetik Artemisia annua L. dan Artemisia vulgaris L. Berdasarkan Amplified Fragment Length Polymorphism (AFLP) dan Sifat Morfologi telah diselesaikan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Utut Widyastuti, M. Si. dan Prof. Dr. Ir. Suharsono, DEA, selaku pembimbing atas saran, bimbingan serta dukungannya dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini. Terima kasih juga disampaikan kepada Dr. Ir. Tatik Chikmawati, M. Si. yang telah bersedia menjadi penguji luar komisi pada ujian tesis dan memberikan saran untuk kelengkapan informasi pada tesis ini, dan kepada Dr. Ir. Ence Darmo Jaya Supena atas saran dan bimbingannya. Terima kasih kepada Dra. Yuli Widyastuti, M. Si dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (BBPPTO-OT) Tawangmangu, Solo untuk sampel tanaman yang sudah diberikan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Hibah Penelitian Fundamental No: 25/I / SPP/PF/2011 a. n. Utut Widyastuti yang telah mendukung dalam pendanaan proyek penelitian ini dan Departemen Agama Republik Indonesia melalui program beasiswa utusan daerah (BUD Depag). Terima kasih kepada Laboratorium BIORIN (Biotechnology Research Indonesian Netherlands), Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB) IPB Dramaga atas fasilitas penelitian yang diberikan. Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada Kementerian Agama Republik Indonesia yang telah mengadakan program beasiswa Pascasarjana. Terima kasih kepada Ibu Pepi atas bantuan dan kebersamannya, juga kepada teman-teman di biologi tumbuhan yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Akhirnya ucapan terima kasih juga disampaikan kepada suami tercinta Syahrinal Efendi, S. T. atas kekuatan, kesabaran, pengorbanan, dan ketulusannya dalam memberi motivasi dan semangat. Kepada Ibunda yang mulia Asnawati, Ayahanda Chandra Irawan serta seluruh keluarga atas doa dan kasih sayangnya. Semoga Allah senantiasa membalas kebaikan semuanya dengan pahala yang berlipat ganda, amin. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat, terutama bagi dunia kesehatan Indonesia. Bogor, Agustus 2011 Medikca Tanjung

11 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Medan, Sumatera Utara, pada tanggal 12 Oktober 1982 sebagai anak satu satunya pasangan Bapak Chandra Irawan dan Ibu Asnawati. Tahun 2001 penulis lulus dari MAN 1 Koto Baru Padang Panjang dan pada tahun yang sama penulis diterima di Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Negeri Padang. Penulis lulus dari Universitas Negeri Padang pada tahun Saat ini penulis bekerja sebagai staf pengajar Biologi di MAN 1 Koto Baru Padang Panjang. Tahun 2009 penulis mendapatkan kesempatan melanjutkan studi pada Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Mayor Biologi Tumbuhan, melalui beasiswa pendidikan Pascasarjana dari Kementerian Agama Republik Indonesia.

12 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR LAMPIRAN... PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 3 TINJAUAN PUSTAKA Artemisia annua L... 4 Artemisia vulgaris L... 5 Artemisinin... 5 Penanda Morfologi... 7 Amplified Fragment Length Polymorfism (AFLP)... 8 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Metode Penelitian Pengamatan Karakter Morfologi Isolasi DNA Kuantifikasi dan Kualifikasi DNA Total Analisis AFLP Restriksi dan Ligasi Pre-amplifikasi Amplifikasi Selektif Visualisai Fragmen DNA Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Penanda Morfologi Analisis Kemiripan Analisis Gerombol Analisis 111 Lokus AFLP Analisis Kemiripan 111 Lokus AFLP Analisis Gerombol 111 Lokus AFLP Analisis Komponen Utama 111 Lokus AFLP Analisis 48 Lokus AFLP (lokus 1-48) Analisis Kemiripan 48 Lokus AFLP Analisis Gerombol 48 Lokus AFLP Analisis Komponen Utama 48 Lokus AFLP Analisis 63 Lokus AFLP (lokus ke ) Analisis Kemiripan 63 Lokus AFLP Analisis Gerombol 63 Lokus AFLP Analisis Komponen 63 Lokus AFLP xvi

13 Analisis Karakter Morfologi dan 48 Lokus AFLP Analisis Kemiripan Karakter Morfologi dan 48 Lokus AFLP Analisis Gerombol Karakter Morfologi dan 48 Lokus AFLP Analisis Komponen Utama Karakter Morfologi dan 48 Lokus AFLP 40 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 48

14 DAFTAR TABEL Halaman 1 Karakter kualitatif 7 sampel Artemisia Analisis komponen utama lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris Nilai mutlak komponen utama terbesar dari 111 lokus dari lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris Analisis komponen utama lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris berdasarkan data 48 lokus AFLP Nilai mutlak Komponen Utama (KU) terbesar dari 48 lokus AFLP dari lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris Analisis komponen utama lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris berdasarkan 63 lokus AFLP Nilai mutlak komponen utama (KU) terbesar pada 63 lokus AFLP dari lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris Analisis komponen utama lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris berdasarkan karakter morfologi dan 48 lokus AFLP Nilai mutlak komponen utama (KU) terbesar pada 56 karakter lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris berdasarkan karakter morfologi dan AFLP... 42

15 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Struktur artemisinin ( 6 2 Struktur trikoma kelenjar Artemisia annua (Olsson et al. 2009) Diagram skematis teknik AFLP menggunakan enzim restriksi EcoR 1 dan Mse 1 (Vos et al. 1995) Bagan alir penelitian identifikasi keragaman genetik Artemisia annua L. berdasarkan penanda morfologi dan AFLP dengan menggunakan enzim restriksi Pst 1 dan Mse Variasi warna batang pada Artemisia. a: coklat terang, b: hijau, c: hijau ungu, d: ungu. a: A. vulgaris, b, c, d: A. annua I = 5 cm Tipe daun Artemisia. a: tunggal lebar, b: tunggal sempit, c: majemuk ganda 2 lebar, d. majemuk ganda 2 sempit. a, b: A. vulgaris, c, d: A. annua I = 1 cm Tipe susunan daun Artemisia pada batang. a: berselang-seling, b: menyerupai roset. I = 5 cm Dendogram dari lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris berdasarkan karakter morfologi Profil pita AFLP hasil amplifikasi DNA Artemisia menggunakan primer P11 IRD 700 dan Primer selektif M-CAC, M-CAG dan M-CAT. 1:VCOL, 2: AHUL, 3: AUNL, 4: AHIL, 5: AHUS, 6: VCOS, 7: AHULr Dendogram dari lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris berdasarkan data 111 lokus AFLP Plot dua dimensi lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris berdasarkan data 111 lokus AFLP Dendogram lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris berdasarkan data 48 lokus AFLP Plot dua dimensi lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris berdasarkan data 48 lokus AFLP Dendogram dari lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris berdasarkan 63 lokus AFLP

16 15 Plot dua dimensi lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris berdasarkan 63 lokus AFLP Dendogram dari lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris berdasarkan karakter morfologi dan 48 lokus AFLP Plot dua dimensi lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris berdasarkan karakter morfologi dan 48 lokus AFLP... 41

17 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Habitus lima aksesi A. annua dan dua aksesi A.vulgaris yang digunakan dalam penelitian Nilai koefisien kemiripan genetik lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris berdasarkan data morfologi Skor fragmen DNA hasil AFLP lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris Skor karakter morfologi lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris Jumlah dan sebaran lokus yang teramplifikasi pada masing-masing aksesi 53 6 Nilai koefisien kemiripan genetik lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris berdasarkan data 111 lokus AFLP Nilai koefisien kemiripan genetik lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris berdasarkan data 48 lokus AFLP Nilai koefisien kemiripan genetik lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris berdasarkan 63 lokus AFLP Dendogram lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris berdasarkan karakter morfologi dan 111 lokus AFLP Dendogram lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris berdasarkan karakter morfologi dan 63 lokus AFLP (lokus ) Nilai koefisien kemiripan genetik lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris berdasarkan data morfologi dan 48 lokus AFLP... 56

18 PENDAHULUAN Latar Belakang Penyakit malaria disebabkan oleh Plasmodium spp. merupakan satu dari sepuluh penyakit yang paling mematikan di dunia. Lebih dari 600 juta kasus di dunia terinfeksi malaria, dan menyebabkan juta orang/tahun mengalami kematian. Empat puluh persen dari jumlah tersebut terdapat di negara berkembang, antara lain India, Indonesia, Amerika Latin dan negara-negara di Afrika (Graz et al. 2011). Pil kina (quinine) dan senyawa sintesisnya (kloroquinine) selama ini menjadi obat yang diandalkan untuk mengatasi penyakit malaria, namun pemakaian jangka panjang menyebabkan Plasmodium falciparum menjadi resisten terhadap obat tersebut (WHO 2004). Sampai tahun 2008, 80% kabupaten di Indonesia masih merupakan wilayah endemis malaria dan 50% diantaranya endemis P. falcifarum (Depkes 2010). Upaya untuk mencari obat malaria pengganti kina telah banyak dilakukan. Klayman (1985) melaporkan bahwa pada tahun 1972 peneliti telah berhasil mengidentifikasi artemisinin sebagai senyawa antimalaria pada ekstrak daun Artemisia annua. Artemisinin mampu mengobati penyakit malaria yang sudah resisten terhadap quinine dan kloroquinine. Tahun 2001 WHO menganjurkan penggunaan terapi kombinasi berbasis artemisinin untuk penanganan malaria, terutama malaria resisten kloroquinine. Artemisia annua merupakan herba annual yang memiliki banyak percabangan yang berasal dari daerah China dan sudah diintroduksi ke banyak Negara seperti Vietnam, Argentina, Brasilia, Indonesia dan USA. Tinggi batang dapat mencapai 300 cm. Daun majemuk menyirip ganda dengan panjang mencapai 12 cm. Di China A. annua dikenal dengan nama qinghao (QACRG 1979). Di Indonesia terdapat 4 aksesi A. annua introduksi dari China yang sudah beradaptasi dengan iklim Indonesia yang merupakan koleksi Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (BBPPTO-OT), Tawangmangu Solo. Masing-masing aksesi bervariasi pada warna batang, ukuran relatif daun, kerapatan trikoma kelenjar (Juliarni dan Ermayanti 2007) dan kandungan

19 2 artemisinin pada aksesi hijau dan aksesi ungu (Widyastuti 2009). DePadua et al. (1999) menyatakan bahwa A. annua merupakan satu-satunya jenis Artemisia yang menghasilkan artemisinin. Artemisia annua merupakan tanaman hari pendek. Introduksi A. annua dari daerah asalnya yang beriklim subtropik ke daerah tropik menyebabkan tanaman cepat berbunga sehingga produktivitas artemisinin turun. Artemisia vulgaris adalah jenis Artemisia lokal Indonesia yang dikenal dengan nama daerahnya sudamala. Herba ini tersebar hampir di semua dataran tinggi di Indonesia namun paling banyak ditemukan di Papua. BBPPTO-OT Tawangmangu, Solo, memiliki dua aksesi A. vulgaris, yaitu aksesi berdaun lebar dan aksesi berdaun sempit. Aryanti et al. (2006) telah berhasil memperoleh 2.55 ppm artemisinin dari daun A. vulgaris jauh lebih rendah dibandingkan kandungan artemisinin A. annua (4.99 ppm) dan membuktikan bahwa A. vulgaris juga memiliki daya antimalaria terhadap P. falcifarum. Hasil penelitian ini membuka peluang pengembangan sumber artemisinin lokal yang cukup potensial. Untuk keperluan ini hubungan kekerabatan antar aksesi dalam spesies A. annua dan hubungan kekerabatan antara A. annua dengan A. vulgaris perlu diketahui. Hubungan kekerabatan secara sederhana dapat dilihat dengan menggunakan penanda morfologi. Kekerabatan dapat dilihat dari persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan yang dimiliki oleh individu yang diperbandingkan. Semakin banyak persamaan yang dimiliki semakin dekat hubungan kekerabatannya. Seringkali penanda morfologi memberikan hasil yang bias, sebab genotipe yang berbeda dapat menampilkan fenotipe yang sama. Penanda molekuler dapat digunakan untuk menganalisis keragaman genetik lebih baik, karena hasilnya konsisten dan tidak dipengaruhi oleh lingkungan (Azrai 2005). Penanda Amplified Fragment Length Polymorfism (AFLP) merupakan salah satu penanda DNA yang dapat digunakan untuk mengenali hubungan kekerabatan yang sangat dekat antar genotipe, perbedaan antar klon dalam satu kultivar, keragaman yang disebabkan oleh mutasi yang sangat sedikit atau adanya perbedaan genetik yang sangat kecil (Cabrita et al. 2001). Identifikasi keragaman tanaman dengan menggunakan AFLP telah banyak dilakukan, diantaranya keragaman genetik

20 3 nenas (Surtiningsih 2008), jarak pagar (Dewi 2008) dan jamur tiram putih budidaya (Jusuf 2010). Pengetahuan tentang keragaman genetik tanaman dapat digunakan untuk keperluan evaluasi dan seleksi tanaman yang akan dibudidayakan. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaman genetik beberapa aksesi A. annua hasil introduksi dan A. vulgaris berdasarkan Amplified Fragment Length Polymorfism (AFLP) dan sifat morfologi dengan menggunakan tiga primer selektif, M-CAC, M-CAG dan M-CAT, berdasarkan enzim restriksi Pst1 dan Mse1.

21 TINJAUAN PUSTAKA Genus Artemisia L. termasuk ke dalam famili Asteraceae, terdiri dari hampir 200 spesies. Artemisia annua, Artemisia capilaris dan Artemisia vulgaris adalah tiga spesies dominan. Genus ini berasal dari daerah subtropis Asia Barat Daya yang kemudian menyebar ke Malesiana dan Amerika Selatan (DePadua et al. 1999). Artemisia dimanfaatkan sejak lama dalam pengobatan tradisional. Di Cina A. annua digunakan sebagai obat demam. Orang Jepang mengunakan A. capilaris untuk mengobati radang hati, sedangkan orang India menggunakan A. vulgaris untuk mengobati rematik. Artemisia annua L. Artemisia annua L. atau sweet wormwood telah digunakan dalam sistem pengobatan tradisional Cina sejak tahun 40M sebagai obat demam (QACRG 1979). Terdapat 131 senyawa metabolit sekunder pada A. annua yang sudah diidentifikasi ( salah satunya adalah artemisinin yang diakumulasi pada trikoma kelenjar. Artemisia annua berasal dari China yang dikenal dengan nama Qinghao. Tumbuhan ini sudah dibudidayakan di banyak Negara seperti Argentina, Bulgaria, Prancis, Brasilia dan USA. Artemisia annua merupakan herba semusim yang tumbuh baik pada daerah dataran tinggi dengan ketinggian m dpl. Artemisia annua hidup baik pada tanah berpasir atau berlempung dengan drainase baik dengan ph dengan curah hujan berkisar mm per tahun (Gusmaini & Nurhayati 2007). Batang utama memiliki banyak percabangan dengan tinggi mencapai 300 cm. Daun majemuk menyirip ganda yang tersusun selang-seling. Panjang daun mencapai 12 cm. Artemisia annua memiliki bunga majemuk biseksual yang tersusun berbentuk panikula dengan warna mahkota bunga kekuningan (DePadua et al. 1999). Bunga muncul 13 minggu setelah tanam (Gusmaini & Nurhayati 2007). Artemisia annua merupakan tanaman hari pendek dengan titik kritis 13 jam, artinya tanaman ini akan berbunga bila sinar matahari kurang dari 13 jam perhari

22 5 (Gusmaini & Nurhayati 2007). Hal ini menjadi suatu kelemahan ketika A. annua diintroduksikan ke daerah tropik dengan lama siang kurang dari 13 jam. Tanaman akan cepat berbunga sehingga produktivitas artemisinin turun. Selain itu A. annua bersifat spesifik lokasi. Klon unggul dari Vietnam memiliki kandungan artemisinin yang lebih rendah ketika diintroduksi di Brasilia dan USA (Gusmaini & Nurhayati 2007). Artemisia vulgaris L. Artemisia vulgaris adalah jenis Artemisia yang ada di Indonesia. Tumbuhan ini berbentuk herba perennial yang memiliki batang tegak dan stolon. Batang umumnya tidak bercabang dengan tinggi mencapai 200 cm. Daunnya bertulang menyirip dengan tepi bercangap. Panjang daun berkisar 7-10 cm (DePadua et al. 1999). Artemisia vulgaris dikenal dengan nama daerah Sudamala. Herba ini banyak terdapat di Papua, namun tersebar hampir merata di dataran tinggi di Indonesia (Aryanti et al. 2006). Ekstrak A. vulgaris bersifat insektisida dan mempunyai aktivitas anthemintik. Ekstrak cair A. vulgaris dapat menghambat pertumbuhan bakteri gram positif dan gram negatif secara in vitro, namun tidak ditemukan aktivitas antimalaria (DePadua et al. 1999). Aryanti et al. (2006) menguji daya antimalaria Artemisia spp. terhadap Plasmodium falcifarum dan menyatakan bahwa A. vulgaris memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan P. falcifarum dan memiliki kandungan artemisinin 2.55 ppm, jauh lebih rendah dibanding kandungan artemisinin A. annua, 4.99 ppm. Artemisinin Artemisinin adalah suatu senyawa sesquiterpen lakton dengan jembatan peroksida (Gambar 1). Senyawa ini bersifat anti malaria karena kemampuannya yang bersifat sitotoksik dengan cara melepaskan radikal bebas dan aldehid reaktif sehingga membunuh Plasmodium. Selain itu artemisinin dapat menyebabkan kerusakan membran, mengoksidasi protein dan lemak dan menghambat sintesis asam nukleat pada parasit. Akibatnya parasit tidak dapat memperbanyak diri (Graz et al. 2011).

23 6 Gambar 1 Struktur artemisinin ( Biosintesis artemisinin dimulai dengan konversi farnesil diposfat (FPP) menjadi artemisinin dengan bantuan enzim amorpha-4,11-diene synthase yang kemudian dilanjutkan dengan enzim amorpha-4,11-diene hydroxylase, cytochrome P450 monoxygenase (CYP71AV1) dan artemisinic aldehyde Δ11(13) reductase (Teoh et al. 2006). Proses biosintesis artemisinin terjadi di trikoma kelenjar. Trikoma merupakan struktur khusus yang terdapat pada permukaan tumbuhan yang berada di atas tanah. Artemisia annua memiliki dua jenis trikoma, yaitu trikoma kelenjar dan trikoma non kelenjar. Trikoma kelenjar A. annua terdiri dari sepuluh sel, yang terdiri atas: dua pasang sel basal, dua pasang sel sub apikal dan sepasang sel apikal (Gambar 2). Jumlah trikoma kelenjar yang paling banyak terdapat pada daun. Gambar 2 Struktur trikoma kelenjar Artemisia annua (Olsson et al. 2009).

24 7 Penanda Morfologi Penanda morfologi adalah penanda yang berdasarkan sifat morfologi yang tampak. Penanda morfologi dapat digunakan untuk mengukur besarnya keragaman pada tanaman berdasarkan karakter fenotipe, baik pada fase vegetatif mapun pada fase generatif. Karakter morfologi pada fase vegetatif dapat dilihat pada pengamatan batang dan daun, sedangkan pada fase generatif dapat dilihat melalui bunga, buah dan biji. Penanda morfologi sering digunakan untuk deskripsi taksonomi karena lebih mudah, murah, sederhana dan cepat (Chen 2004). Informasi yang akurat mengenai hubungan kekerabatan antar spesies atau antar aksesi dalam satu spesies tidak dapat diperoleh hanya dengan pengamatan secara morfologi, karena karakter morfologi memiliki beberapa kelemahan, antara lain: hanya memperlihatkan sifat pewarisan dominan dan resesif, tingkat polimorfismenya sedikit dan sangat dipengaruhi oleh lingkungan (Tanskley 1983). Akibatnya individu yang memiliki genotipe yang berbeda dapat menampilkan fenotipe yang sama dan individu yang mempunyai genotipe yang sama dapat menunjukkan fenotipe yang berbeda bila lingkungannya berbeda. Kemiripan pada tingkat fenotipe belum tentu menunjukkan kemiripan pada tingkat DNA (Chen 2004) Informasi genetik tanaman tersimpan dalam genom inti maupun organel (mitokondria dan kloroplas). Genom dapat didefinisikan sebagai keseluruhan gen yang dimiliki oleh suatu organisme dan mengatur seluruh proses metabolisme sehingga organisme tersebut dapat hidup. Gen pada organisme dapat mengalami mutasi tetapi tidak menyebabkan perubahan pada tingkat fenotipe. Hal ini dapat terjadi pada mutasi satu basa yang menghasilkan kodon sinonim sehingga menghasilkan asam amino yang sama dengan kodon aslinya, sehingga tidak mengubah fenotipe organisme (Jusuf 2001). Oleh karena itu identifikasi menggunakan penanda morfologi saja kurang akurat, sehingga perlu dikombinasikan dengan identifikasi pada tingkat DNA dengan menggunakan penanda DNA.

25 8 Amplified Fragment Length Polymorfism (AFLP) Amplified Fragment Length Polymorfism (AFLP) merupakan jenis penanda yang didasarkan pada amplifikasi selektif potongan DNA hasil restriksi genom total dengan enzim restriksi endonuklease. Prinsip utama AFLP terdiri dari empat langkah, yaitu: preparasi DNA cetakan, restriksi dan ligasi, pre-amplifikasi dan amplifikasi selektif. Visualisasi fragmen dilakukan dengan gel poliakrilamid. Prosedur AFLP terdiri dari beberapa tahap yang dimulai dengan pemotongan DNA genom dengan sepasang enzim restriksi. Kedua enzim restriksi tersebut memiliki tipe yang berbeda yaitu pemotong jarang dan pemotong sering. Enzim pemotong jarang mengenali 6 basa. Jumlah fragmen yang dihasilkan dari pemotongan enzim ini sedikit dan ukuran fragmennya besar. Enzim pemotong sering mengenali 4 basa. Jumlah fragmen yang dihasilkan dari pemotongan enzim ini banyak dan ukuran fragmennya kecil. Alasan digunakannya dua enzim restriksi yang berbeda tipe adalah dapat memberikan fleksibilitas yang tinggi dalam pengaturan jumlah fragmen yang akan diamplifikasi dan dihasilkannya sejumlah besar sidik jari yang berbeda (Vos et al. 1995). Setelah dilakukan pemotongan dengan enzim restriksi, oligonukleotida adaptor utas ganda diligasikan pada frgamen DNA. Adaptor terdiri dari sekuen inti adaptor dan sekuen spesifik enzim restriksi (Gambar 3). Enzim akan menggabungkan adaptor dengan fragmen hasil pemotongan sehingga diperoleh fusi antara adaptor dan fragmen. Primer dalam proses pre-amplifikasi didesain berdasarkan urutan DNA pada adaptor yang mengandung situs restriksi. Primer AFLP terdiri dari tiga bagian, yaitu sekuen inti, sekuen situs restriksi dan pemanjangan selektif yang terdiri dari satu sampai tiga basa. Proses pre-amplifikasi menggunakan primer yang hanya memiliki satu nukleotida selektif sedangkan proses amplifikasi selektif menggunakan primer yang memiliki tiga nukleotida selektif. Proses amplifikasi selektif menggunakan sepasang primer yang salah satunya diberi label dengan bahan kimia yang bersifat fluoresen, Infra Red Dye (IRD) 700. IRD 700 merupakan pelabel fluoresen dengan panjang absorbansi maksimal pada 685 nm yang lebih mudah penanganannya dan lebih aman dibandingkan pelabel radioaktif namun memiliki sensitifitas yang sama (Ying et al. 2007).

26 9 Fragmen restriksi 22 pb sekuen umum Ligasi adaptor 19 pb sekuen umum Primer AFLP Basa selektif amplifikasi Primer AFLP Basa selektif Gambar 3 Diagram skematis teknik AFLP menggunakan enzim restriksi EcoR1 dan Mse 1 (Vos et al. 1995). Visualisasi fragmen AFLP menggunakan gel poliakrilamid. Fragmen DNA hasil AFLP dapat dideteksi dengan sekuenser DNA otomatis (LI-COR 4300 DNA Analizer). Polimorfisme yang terdeteksi berupa ada atau tidak ada pita yang dimiliki oleh masing-masing individu, sehingga AFLP termasuk ke dalam marka dominan (Muller & Wolfenbarger 1999). Teknik AFLP mempunyai tingkat kesulitan yang tinggi dan biaya yang mahal. Namun teknik ini memiliki beberapa keunggulan dibanding penanda DNA lainnya. Keunggulan teknik AFLP antara lain (1) tidak memerlukan informasi sekuen dari genom dan perangkat (kit) oligonukleotida yang sama ketika dilakukan analisis dan dapat diaplikasikan pada semua organisme termasuk tanaman, (2) hasil amplifikasinya bersifat stabil, tingkat pengulangan dan variabilitasnya sangat tinggi, (3) sangat efisien dalam pemetaan lokus karena dapat meliputi beberapa lokus dalam satu kali amplifikasi, (4) dapat digunakan untuk menganalisis sidik jari semua DNA dengan mengabaikan kompleksitas dan asal-usulnya, (5) serta dapat bertindak sebagai

27 10 jembatan informasi antara peta genetik dan peta fisik pada kromosom (Vos at al. 1995). Teknik AFLP telah banyak digunakan untuk analisis keragaman secara molekuler. Jusuf (2010) menggunakan AFLP untuk menganalisis keragaman jamur tiram putih budidaya. AFLP juga telah digunakan dalam menganalisis keragaman genetik pada tanaman nenas (Surtiningsih 2008), jarak pagar (Dewi 2008) dan klon karet (Zulkifli 2001) yang dikombinasikan dengan penanda RAPD. Mechanda et al. (2004) juga telah menggunakan penanda AFLP untuk mengetahui keragaman pada populasi alami dan populasi unggul tanaman Echinaceae, sedangkan Baydar et al. (2004) telah menggunakan penanda AFLP untuk mengetahui hubungan genetika diantara tumbuhan Rosa damascena yang tumbuh di Turki yang dikombinasikan dengan penanda mikrosatelit.

28 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan September 2010 hingga April 2011 di Laboratorium BIORIN (Biotechnology Research Indonesian Netherlands), Pusat Penelitian Sumber Daya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB) IPB Dramaga. Bahan Bahan tanaman yang digunakan untuk isolasi DNA adalah daun tumbuhan A. annua dan A. vulgaris koleksi Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (BBPPTO-OT) Tawangmangu, Solo. Penelitian ini menggunakan lima aksesi A. annua, yaitu: A. annua berbatang hijau, bentuk anak daun lebar (AHIL), A. annua berbatang ungu, bentuk anak daun lebar (AUNL), A. annua berbatang hijau ungu, bentuk anak daun lebar (AHUL), A. annua berbatang hijau ungu, bentuk anak daun lebar yang tersusun menyerupai roset (AHULr) dan A. annua berbatang hijau ungu, bentuk anak daun sempit (AHUS). Aksesi A. vulgaris yang digunakan adalah A. vulgaris berbatang coklat, bentuk daun lebar (VCOL) dan A. vulgaris berbatang coklat bentuk daun sempit (VCOS). Setiap aksesi diambil satu tanaman sebagai bahan analisis. Buffer CTAB (Cetylmethilammonium bromida) ditambah dengan Polyvinilpolypirollidone (PVPP) dan β-merkaptoetanol digunakan untuk isolasi DNA total. Enzim restriksi Pst1 dan Mse1 digunakan untuk memotong DNA total. Enzim T4 ligase digunakan untuk menyambung hasil reaksi restriksi dengan Pst1 adaptor (3 ACGTACATGCGTCAGATGCTC5 komplemen mulai pada basa urutan keempat dari sekuen 5 TGTACGCAGTCTAC3 ) dan Mse1 adaptor (5 GACGATGAGTCCT GAG3 komplemen pada basa keempat dangan sekuen 3 TACTCAGGACTCAT5 ). Primer P00 (5 GACTGCGTACATGCAG3 ) dan primer M02 ( 5 GATGAGTCCTG AGTAAC3 ) digunakan untuk reaksi pre-amplifikasi sedangkan primer P11 IRD 700 (5 GACTGCGTACATGCAGAA3 ) dengan 3 primer selektif digunakan untuk reaksi amplifikasi selektif. Primer selektif yang digunakan adalah primer M-CAC

29 12 (5 GATGAGTCCTGAGTAAACAC3 ), primer M-CAG (5 GATGAGTCCTGAGT AAACAG3 ) dan primer M-CAT (5 GATGAGTCCTGAGTAAACAT3 ). Metode Penelitian Penelitian ini meliputi beberapa tahapan yang disajikan dalam bentuk bagan alir penelitian (Gambar 4). Bahan Tanaman Analisis Morfologi Analisis AFLP 1. Warna batang 2. Tipe daun 3. Ukuran relatif daun 4. Tipe susunan daun pada batang 1. Pemotongan DNA genom dan ligasi adaptor (menggunakan enzim restriksi Pst1 dan Mse1 serta adaptor yang cocok dengan kedua enzim) 2. Amplifikasi dengan PCR a. Preamplifikasi b. Amplifikasi Selektif 3. Visualisasi fragmen hasil amplifikasi Data Biner Data Biner Analisis Kemiripan Analisis Gerombol Analisis Komponen Utama Kesimpulan Gambar 4 Bagan alir penelitian identifikasi keragaman genetik A. annua L. dan Artemisia vulgaris L. berdasarkan AFLP dengan menggunakan enzim restriksi Pst 1 dan Mse 1 dan sifat morfologi.

30 13 Pengamatan Karakter Morfologi. Tujuh sampel Artemisia yang digunakan memiliki beberapa perbedaan morfologi. Perbedaan morfologi yang digunakan sebagai parameter pengamatan adalah: warna batang, susunan daun pada batang, tipe daun dan ukuran relatif daun. Data morfologi hasil pengamatan kemudian diubah menjadi data biner. Isolasi DNA Total. Isolasi DNA dilakukan dengan menggunakan metode CTAB (Cetil Trimetil Amonium Bromida) menurut Doyle dan Doyle (1990) yang dimodifikasi oleh Manoj et al. (2007). Sebanyak 0.5 g daun ditambahkan nitrogen cair kemudian digerus dalam lumpang porselin sampai menjadi serbuk lalu dimasukkan kedalam tabung ependorf yang berisi 600 μl campuran buffer ekstrak [ CTAB 2% (b/v), EDTA (Ethylen Diamine Tetra Acetic acid) 0.02 M, Tris-HCL 1 M ph 8, NaCl 1.4 M, PVP (PolyVinilPyrilidon) 2%] serta 2 μl β-merkaptoetanol. Ekstrak diinkubasi pada suhu 65 C selama 1 jam. Pemurnian dilakukan di dalam campuran larutan kloroform dan isoamil alkohol (CIAA) dengan perbandingan 24:1 sebanyak satu kali volume ekstrak. Suspensi dibolak-balik secara perlahan. Suspensi disentrifugasi pada kecepatan rpm (Jouan BR4i) pada suhu 4 C selama 20 menit. Supernatan yang diperoleh ditambahkan dengan 1 kali volume campuran larutan PCI (Phenol: Kloroform: Isoamilalkohol) dengan perbandingan 25:24:1 lalu dibolak-balik. Campuran disentrifugasi dengan kecepatan rpm pada suhu 4 C selama 20 menit. Supernatan diendapkan dengan sodium asetat 2 M ph 5.2 sebanyak 0.1 kali volume dan etanol absolut sebanyak 2 kali volume dan dibilas dengan 500 μl alkohol 70 %(v/v). Pelet yang diperoleh kemudian dikeringkan dengan vakum, lalu disuspensikan dengan 50 μl ddh 2 O. Selanjutnya ditambahkan 0.1 kali RNAse (10 mg/ml), diinkubasi semalam pada suhu 37 C, kemudian disimpan sebagai stok pada suhu -20 C. Kuantifikasi dan Kualifikasi DNA Total. Kuantitas DNA total dianalisis dengan menggunakan spektrofotometer, absorbansi diukur pada panjang gelombang 260 (λ260), dan 280 (λ280). Keutuhan DNA total dianalisis secara kualitatif menggunakan metode elektroforesis, dengan memigrasikan DNA pada gel agarosa 1% (b/v) di dalam bufer TAE 1X.

31 14 Analisis AFLP. Analisis AFLP menggunakan metode Vos et al. (1995) yang dimodifikasi pada pelabelan primer dengan IRD 700 (Chen et al. 2004). Tahap-tahap AFLP terdiri dari restriksi dan ligasi, pre-amplifikasi, amplifikasi selektif dan visualisasi fragmen. Restriksi dan Ligasi(RL). Untuk satu kali reaksi restriksi dan ligasi dibutuhkan 2.5 μl buffer reaksi 10x (Tris-HCL 50 mm ph 7.5, Mg-asetat 5 mm, K-asetat 250 mm), 10 μl DNA (100 ng/μl ), μl Pst1 (20U/μl ) dan 0.25 Mse1 (5U/μl ), 0.5 μl Pst1 adaptor (5 pmol/μl ), 0.5 μl Mse1 adaptor (50 pmol/μl ), 0.5 μl ATP (10 mm), 0.16 μl T4 ligase (3U/μl ), dan μl dh 2 O sehingga total volume reaksi menjadi 25 μl. Campuran diinkubasi semalam pada 37 0 C. Campuran kemudian diencerkan 5x dengan dh 2 O sehingga diperoleh diluted RL. Pre-Amplifiksi. Proses pre-amplifikasi menggunakan 10 μl diluted RL ditambah dengan 1.2 μl primer P00 (30 ng/μl ), 1.2 μl primer M02 (30 ng/μl ), 0.8 μl dntp (10 mm), 4.0 μl super buffer 10x, 0.4 μl super Taq (5U/μl ) dan 22.4 μl dh 2 O sehingga volume total reaksi menjadi 40 μl. Campuran kemudian diamplifikasi melalui mesin PCR sebanyak 24 siklus yang terdiri dari 30 detik denaturasi pada suhu 94 C, 30 detik penempelan primer pada suhu 56 C, dan 60 detik pemanjangan pada suhu 72 C. Produk pre-amplifikasi kemudian diencerkan 3x dengan dh 2 O sehingga diperoleh diluted pre-amp. Amplifikasi Selektif. Amplifikasi selektif dilakukan dengan menggunakan 3 primer selektif (M-CAC, M-CAG, M-CAT) dan satu primer yang diberi label dengan IRD 700 dengan diluted pre-amp sebagai cetakan. Amplifikasi selektif dilakukan dengan mencampur 10 μl diluted pre-amp, 0.6 μl primer selektif (50 ng/μl ), 1.0 μl primer P11 IRD 700 (1 pmol/ μl ), 0.4 μl dntp 10 mm, 2.0 μl super buffer 10x, 0.2 μl Taq polymerase (5U/μl ), dan 5.8 μl dh 2 O sehingga volume total reaksi menjadi 20 μl. Reaksi amplifikasi selektif dilakukan dengan mesin PCR sebanyak 36 siklus dengan kondisi 30 detik denaturasi pada suhu 94 C, 30 detik penempelan primer dan 60 detik pemanjangan pada suhu 72 C. Suhu penempelan primer pada siklus pertama adalah 65 C yang dikurangi 0.7 C setiap siklus sampai 12 siklus berikutnya dan dilanjutkan dengan suhu 56 C untuk 23 siklus sisanya.

32 15 Visualisasi Fragmen DNA. Elektroforesis hasil amplifikai selektif menggunakan gel poliakrilamid 6% dengan peralatan LI-COR DNA Analyzer. Gel yang digunakan untuk elektroforesis dibuat dengan mencampur 20 ml KB plus 6.5%, 15 μl Tetrametil-ethilenediamine (TEMED) dan 150 μl Amonium persulfat (APS) 10% (b/v). Campuran tersebut dimasukkan pada plat kaca dan didiamkan selama 1 jam hingga membeku. Plat kaca yang berisi gel kemudian dipasang pada peralatan elektroforesis kemudian ditambahkan TBE 1x. Campuran diencerkan 10 kali untuk mendapatkan TBE 1x. Produk amplifikasi selektif sebanyak 10 μl, ditambah dengan 10 μl loading buffer formamid 2x (formamid 98% b/v), EDTA 10 mm, bromofenol biru 0.025% (b/v). Campuran tersebut didenaturasi pada suhu 90 C selama 3 menit dan segera diinkubasi ke dalam es selama 60 menit. Permukaan plat kaca dibersihkan dan dipasang pada peralatan LI-COR DNA Analyzer, kemudian sisir dipasang pada gel. Sebanyak 1 μl sampel dimasukkan kedalam sela-sela sisir, dielektroforesis selama 180 menit dengan daya 12 watt, 1500 volt sehingga pita dapat dideteksi melalui komputerisasi. Analisis Data Analisis similaritas. Hasil pengamatan morfologi diskoring dan diubah ke dalam data biner. Satu sifat diasumsikan dikendalikan oleh satu lokus. Data pita hasil amplifikasi DNA dengan metode AFLP diterjemahkan kedalam data biner dengan ketentuan nilai 0 jika tidak ada pita dan nilai 1 jika ada pita. Pita-pita yang terbentuk dari hasil amplifikasi dianggap sebagai satu karakter. Semua pita DNA dengan laju migrasi yang sama diasumsikan sebagai lokus yang homolog. Data AFLP dan data morfologi dari 7 aksesi Artemisia dengan menggunakan tiga primer selektif, M-CAC, M-CAG dan M-CAT diolah dengan NTSYSpc versi 2.02i dengan proses Similarity for Qualitative Data (SIMQUAL) dan dihitung berdasarkan metode Simple Matching Coefficient (SM) ( Rohlf 1990). Analisis Gerombol. Data AFLP dari 7 aksesi Artemisia dengan menggunakan tiga primer selektif dan data morfologi selanjutnya dianalisis dengan menggunakan Sequential Aglomerative Hierarchical and Nested (SAHN) Unweighted Pair Group

33 16 Method Arithmatic (UPGMA) pada program NTSYSpc versi 2.02i. Hasil analisis disajikan dalam bentuk dendogram. Analisis Komponen Utama. Analisis Komponen Utama bertujuan untuk menyederhanakan variabel sehingga variabel baru menjadi lebih sedikit, namun informasi yang diperoleh relatif tidak berubah. Analisis Komponen Utama dilakukan dengan program Minitab 14. Hasil Analisis Komponen Utama berdasarkan AFLP dan sifat morfologi ditampilkan dalam bentuk plot dua dimensi.

34 HASIL DAN PEMBAHASAN Penanda Morfologi Pengamatan karakter morfologi dilakukan terhadap empat aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris koleksi Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (BBPPTO-OT) Tawangmangu (Lampiran 1). Pengamatan morfologi dilakukan terhadap karakter vegetatif saja yaitu warna batang, tipe daun dan susunan daun pada batang untuk lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris (Tabel 1 ). Tabel 1 Karakter kualitatif tujuh sampel Artemisia No Kode Spesies Warna Susunan Daun Tipe Daun Batang pada Batang 1 VCOL A. vulgaris coklat terang tunggal selang seling 2 VCOS A. vulgaris coklat terang tunggal selang seling 3 AHIL A. annua hijau majemuk ganda 2 selang seling 4 AHUL A. annua hijau ungu majemuk ganda 2 selang seling 5 AHULr A. annua hijau ungu majemuk ganda 2 menyerupai roset 6 AUNL A. annua ungu majemuk ganda 2 selang seling 7 AHUS A. annua hijau ungu majemuk ganda 2 selang seling Pengamatan terhadap karakter morfologi pada tujuh sampel Artemisia memperlihatkan bahwa pada karakter warna batang terdapat empat karakter ciri warna batang, yaitu coklat terang, hijau, hijau ungu dan ungu (Gambar 5). Ι Ι a b c d Gambar 5 Variasi warna batang pada Artemisia. a: coklat terang, b: hijau, c: hijau ungu, d: ungu. a: A. vulgaris, b, c, d: A. annua I = 5 cm Ι Ι

35 18 Artemisia vulgaris memiliki warna batang coklat terang, sedangkan A. annua memiliki variasi pada warna batang, yaitu: hijau, hijau ungu, dan ungu. Variasi warna batang mulai terlihat ketika tanaman sudah berumur ± 4 minggu dengan tinggi batang ± 15 cm. Ada dua tipe daun Artemisia, yaitu daun tunggal dan daun mejemuk ganda dua. A. vulgaris memiliki tipe daun tunggal sedangkan A. annua memiliki tipe daun majemuk ganda dua (Gambar 6). Susunan daun A. vulgaris pada batang berselang seling sedangkan A. annua memiliki dua tipe susunan daun pada batang yaitu berselang seling dan ada yang menyerupai roset (Gambar 7). Ι a b Gambar 6 Tipe daun Artemisia. a: A. vulgaris, tunggal lebar, b: A. annua, tunggal sempit, I = 1 cm Ι a b Gambar 7 Tipe susunan daun Artemisia pada batang. a: berselang-seling, b: menyerupai roset. I = 5 cm Ι Ι

36 19 Analisis Kemiripan Hasil matriks koefisien kemiripan berdasarkan karakter morfologi antara lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris rentang nilainya berkisar (Lampiran 2). Nilai koefisien terendah ditemukan antara aksesi VCOS dengan AHULr, sedangkan nilai koefisien tertinggi ditemukan antara aksesi VCOS dengan VCOL, AHUL dengan AHUS dan antara AHUL dengan AHULr. Hal ini berarti bahwa hubungan genetik antara aksesi VCOS dengan AHULr jauh, karena hanya mempunyai kemiripan 28.5%. Aksesi VCOL dengan VCOS, AHUL dengan AHUS dan AHUL dengan AHLr memiliki hubungan genetik yang dekat karena mempunyai kemiripan 85.7%. Semakin besar koefisien kemiripan diantara dua aksesi maka semakin dekat hubungan genetik diantara keduanya (Dewi 2008). VCOS dan AHULr memiliki nilai kemiripan terendah dibandingkan dengan lima aksesi lain. Keduanya berasal dari spesies yang berbeda sehingga secara morfologi sangat berbeda. VCOL dan VCOS memiliki nilai kemiripan yang paling tinggi. Perbedaan morfologi kedua aksesi ini terdapat pada ukuran relatif daun. Secara taksonomis VCOL dan VCOS berasal dari spesies yang sama. Demikian juga dengan aksesi AHUL dan AHUS serta aksesi AHUL dan AHULr, yang juga memiliki koefisien kemiripan yang paling tinggi, juga hanya berbeda pada ukuran relatif daun saja. Analisis Gerombol Analisis gerombol berdasarkan karakter morfologi membentuk dendogram dengan koefisien kemiripan berkisar (Gambar 8). Pada koefisien kemiripan 0.61 terbentuk dua kelompok yaitu kelompok I terdiri atas aksesi VCOS dan VCOL, sedangkan kelompok II terdiri atas aksesi AHUL, AHUS, AHULr, AUNL, dan AHIL. Koefisien kemiripan 0.61 dapat dipakai untuk membedakan aksesi yang berasal dari spesies A. vulgaris dengan aksesi yang berasal dari spesies A. annua. Berdasarkan karakter morfologi keragaman antara A. annua dengan A. vulgaris pada penelitian ini adalah 39%. Pada koefisien 0.71 lima aksesi A. annua terbagi menjadi dua kelompok berdasarkan warna batang. Kelompok I terdiri atas aksesi AHUL,

37 20 AHUS dan AHULr dan kelompok II terdiri atas aksesi AHIL dan AUNL. Kelompok I merupakan kumpulan aksesi A. annua yang memiliki warna batang hijau ungu, sedangkan kelompok II merupakan kumpulan aksesi A. annua yang memiliki warna batang selain hijau ungu. Aksesi AUNL dan aksesi AHIL terpisah dari aksesi AHUL, AHUS dan AHULr karena tidak memiliki warna batang hijau ungu. Aksesi AHUL, AHUS dan AHULr memiliki persamaan pada karakter warna batang tetapi berbeda pada karakter susunan daun pada batang. Sedangkan satu-satunya karakter pembeda pada aksesi AUNL dan aksesi AHIL adalah karakter warna batang. Oleh karena itu, berdasarkan karakter morfologi keragaman di dalam spesies A. annua yang diperoleh dalam penelitian ini adalah 29% dan karakter yang paling berpengaruh terhadap keragaman adalah karakter warna batang. Menurut Park et al. (2004) nilai keragaman yang kecil dari 50% menunjukkan bahwa aksesi yang dibandingkan memiliki kekerabatan yang dekat. koefisien Gambar 8 Dendogram dari lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris berdasarkan karakter morfologi. Posisi ovarium bunga A. annua inferior terhadap posisi kepala sari. Tangkai sari menjulur keluar lebih tinggi dari tepi mahkota bunga dan penyerbukannya dibantu oleh serangga (DePadua et al. 1999). Struktur ini memungkinkan terjadi penyerbukan tetangga antara satu indivudu dengan individu lainnya di dalam spesies A. annua. Diduga persilangan terbuka yang terjadi secara terus menerus pada A. annua

38 21 menyebabkan terbentuknya keragaman morfologi yang antara lain dapat terlihat pada warna batang, lebar daun dan tipe susunan daun pada batang. Analisis 111 Lokus AFLP Analisis AFLP dengan tiga primer selektif menghasilkan fragmen DNA dengan ukuran berkisar ~50 - ~650 pasang basa. Analisis hanya dilakukan pada fragmen yang berukuran pb (Gambar 9). Visualisai fragmen yang berukuran dibawah 100 pb tumpang tindih sehingga sulit dibedakan, sedangkan fragmen berukuran diatas 650 pb tidak jelas terlihat. Pada gel juga terlihat perbedaan tebal dan tipisnya fragmen yang dihasilkan. Fragmen tebal merupakan tumpukan dari beberapa fragmen yang memiliki ukuran yang sama. Jumlah fragmen antara pb adalah 657 fragmen. Analisis AFLP dengan menggunakan primer selektif M-CAC, M-CAG, dan M-CAT terhadap tujuh sampel Artemisia dapat mendeteksi 111 lokus (Lampiran 3). Perbedaan jumlah fragmen yang teramplifikasi pada masing-masing primer menunjukkan bahwa sebagian genom Artemisia yang dipelajari pada penelitian ini memiliki keragaman pada daerah yang berdekatan dengan ujung tiga situs restriksi enzim Mse1. Data ini sekaligus menunjukkan bahwa genom Artemisia yang berdekatan dengan ujung tiga situs restriksi enzim Mse1 memiliki nukleotida G yang lebih dominan dibandingkan dengan nukleotida C dan A. Masing-masing aksesi teramplifikasi secara beragam pada setiap primer. Aksesi VCOS teramplifikasi dengan baik dari lokus yang berukuran pb pada ketiga primer yang digunakan. Enam aksesi lainnya teramplifikasi dengan baik dari lokus yang berukuran pb, kecuali aksesi AHIL yang teramplifikasi sangat sedikit pada ketiga primer yang digunakan dan aksesi AHULr yang teramplifikasi pada lokus yang lebih besar dari 400 pb walaupun dalam jumlah yang lebih sedikit dari aksesi VCOS. Amplifikasi paling baik terlihat pada fragmen yang berukuran lebih kecil dari 255 pb. Hal ini dapat dilihat jika 111 lokus yang teramplifikasi dibagi menjadi tiga kelompok. Kelompok 1 terdiri atas fragmen yang berukuran pb, mengamplifikasi 372 fragmen.

39 pb 530 pb 460 pb 400 pb 364 pb 350 pb 300 pb 255 pb 200 pb 145 pb 100 pb M-CAC M-CAG M-CAT Gambar 9 Profil pita AFLP hasil amplifikasi DNA Artemisia menggunakan primer P11 IRD 700 dan Primer selektif M-CAC, M-CAG dan M-CAT. 1:VCOL, 2: AHUL, 3: AUNL, 4: AHIL, 5: AHUS, 6: VCOS, 7: AHULr.

40 23 Kelompok 2 terdiri atas fragmen yang berukuran lebih besar dari pb, mengamplifikasi 208 fragmen. Kelompok 3 terdiri atas fragmen yang berukuran lebih besar dari 400 pb, mengamplifikasi 77 fragmen. Jumlah total fragmen yang teramplifikasi dari pb adalah 657 fragmen. Fragmen-fragmen pada kelompok 1 dan kelompok 2 teramplifikasi pada ketujuh sampel yang digunakan, sedangkan fragmen pada kelompok 3 didominasi oleh aksesi VCOS dan diikuti oleh aksesi AHULr, sedangkan aksesi VCOL dan empat aksesi A. annua lainnya teramplifikasi sangat sedikit pada kelompok ini (Lampiran 5). DNA genom lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris telah berhasil diisolasi dengan menggunakan metode CTAB dan dimigrasikan pada gel agarosa 1% (b/v). Penggunaan buffer CTAB dalam ekstraksi DNA bertujuan untuk memisahkan polisakarida dengan DNA. CTAB bekerja optimum pada suhu 65 0 C, oleh karena itu CTAB dipanaskan terlebih dahulu. Proses ekstraksi dengan CTAB dimodifikasi dengan penambahan Polyvinil-polypirollidone (PVP) dan β merkaptoetanol (Manoj et al. 2007). PVP berfungsi untuk mencegah reaksi oksidasi yang dapat menyebabkan pencoklatan jaringan. Beta merkaptoetanol berfungsi untuk memutus ikatan disulfida enzim polifenol oksidase. Keberadaan enzim polifenol oksidase dapat mendegradasi rantai DNA. Polisakarida dan polifenol tinggi dapat menurunkan kuantitas DNA yang diperoleh. Polisakarida dan senyawa organik yang sudah keluar dari jaringan dipisahkan dari DNA dengan penggunaan fenol, kloroform dan isoamilalkohol (25:24:1). Setelah itu DNA diendapkan dengan alkohol absolut, sementara senyawa lain tetap terlarut (Sambrook et al. 1989). Teknik AFLP membutuhkan DNA yang memiliki kualitas dan kuantitas yang baik. DNA yang berkualitas rendah menyebabkan hilangnya beberapa situs restriksi sehingga mengganggu pengenenalan situs oleh enzim restriksi (Vos et al. 1995). Pemotongan DNA dengan kombinasi dua enzim restriksi Pst1 dan Mse1 menghasilkan fragmen yang memiliki ujung pemotongan yang berbeda. Penambahan sekuen adaptor Pst1 dan Mse1 bertujuan agar primer memiliki situs pelekatan sehingga komplemen dengan adaptor, situs restriksi dan genom. Pasangan primer

41 24 yang digunakan pada pre-amlifikasi adalah P00 dan M02, sedangkan pada amplifikasi selektif adalah M-CAC, M-CAG dan M-CAT yang masing-masingnya dipasangkan dengan P11. Primer P00 komplemen dengan situs enzim Pst1 sedangkan primer M02 komplemen dengan situs enzim Mse1, dengan tambahan satu nukleotida selektif. Primer P11 memiliki tambahan dua nukleotida selektif dan dilabel dengan IRD 700, sedangkan primer M-CAC, M-CAG dan M-CAT memiliki tambahan masing-masing tiga nukleotida selektif. Penambahan nukleotida selektif bertujuan untuk meningkatkan spesifitas dan polimorfisme DNA yang teramplifikasi (Vos et al. 1995). Semakin banyak nukleotida selektif yang ditambahkan maka akan semakin sedikit fragmen yang teramplifikasi namun lebih spesifik. Fragmen DNA yang berhasil diamplifikasi dianggap satu karakter yang mewakili satu lokus. Fragmen DNA yang memiliki laju migrasi yang sama dianggap sebagai lokus yang homolog. Analisis Kemiripan 111 Lokus AFLP Hasil matriks koefisien kemiripan penanda AFLP antara tujuh aksesi Artemisia berdasarkan 111 lokus yang teramplifikasi dengan menggunakan tiga primer spesifik rentang nilainya berkisar (Lampiran 6). Nilai koefisien terendah ditemukan antara aksesi AHIL dengan VCOS, sedangkan nilai koefisien tertinggi ditemukan antara aksesi AHUL dengan AUNL. Hal ini berarti bahwa jarak genetik antara aksesi AHIL dengan VCOS tidak terlalu jauh, karena mempunyai kemiripan 52.3%. Aksesi AHUL dengan AUNL memiliki jarak genetik yang dekat, karena mempunyai kemiripan 82.9%. Analisis Gerombol 111 Lokus AFLP Analisis gerombol berdasarkan data AFLP membentuk dendogram dengan koefisien kemiripan berkisar (Gambar 10). Pada koefisien kemiripan 0.65 terbentuk dua kelompok yaitu kelompok I terdiri atas aksesi VCOS dan kelompok II aksesi VCOL, AHUL, AUNL, AHIL, AHUS dan AHULr. Dua aksesi A. vulgaris, VCOS dan VCOL tidak mengelompok kedalam satu kelompok. Hal yang sama juga terjadi pada lima aksesi A. annua. Aksesi VCOL lebih mengelompok ke spesies A.

42 25 annua (AHUL, AUNL, AHIL, AHUS dan AHULr) dibandingkan ke spesies A. vulgaris (VCOS). Aksesi VCOS teramplifikasi dengan baik pada lokus yang berukuran pb, sementara aksesi VCOL tidak teramplifikasi sebaik amplifikasi aksesi VCOS pada lokus yang berukuran pb namun kembali teramplifikasi dengan baik pada lokus yang berukuran pb. Aksesi AHULr terpisah dari empat aksesi A. annua lainnya karena aksesi AHULr teramplifikasi dengan baik pada lokus yang berukuran pb sedangkan empat aksesi A. annua lainnya hanya teramplifikasi dengan baik sampai lokus yang berukuran 400 pb. Namun demikian amplifikasi aksesi AHULr pada lokus yang lebih besar dari 400 pb tidak sebaik amplifikasi aksesi VCOS. Hal ini dapat dilihat dari jumlah fragmen yang teramplifikasi pada masing-masing aksesi pada masing-masing kelompok lokus tersebut (Lampiran 5). VCOL dan VCOS secara taksonomis berasal dari spesies yang sama dengan nilai kemiripan yang diperoleh dalam penelitian ini 65.8%. Karakteristik pembeda antara kedua aksesi pada taraf molekuler berdasarkan penelitian ini adalah pola amplifikasi AFLP pada lokus pb. Lima aksesi A. annua tidak mengelompok ke dalam satu kelompok, melainkan terbagi menjadi dua kelompok pada koefisien kemiripan Aksesi AHULr memisah dari empat aksesi A. annua lainnya (AHUL, AHIL, AUNL dan AHUS) yang lebih mengelompok. Hal ini disebabkan aksesi AHULr masih teramplifikasi sampai lokus yang yang berukuran 565 pb walaupun dalam jumlah yang lebih sedikit dibanding aksesi VCOS, sedangkan empat aksesi A. annua lainnya hanya teramplifikasi dengan baik sampai lokus 400 pb, sehingga sebagian genom Artemisia yang dipelajari berdasarkan situs restriksi Pst1 dan Mse1 menunjukkan aksesi VCOL lebih mengelompok ke spesies A. annua dibanding spesies A. vulgaris, sedangkan aksesi AHULr tidak mengelompok kepada empat aksesi dari spesies A. annua lainnya.

43 26 koefisien Gambar 10 Dendogram dari lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris berdasarkan data 111 lokus AFLP. Adanya perbedaan amplifikasi pada lokus yang berukuran lebih besar dari 255 pb, baik pada aksesi A. annua mapupun aksesi A. vulgaris, meyebabkan lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris tidak mengelompok berdasarkan spesiesnya. Pengelompokan aksesi yang berasal dari spesies A. annua dengan aksesi yang berasal dari spesies A. vugaris pada analisis dengan menggunakan 111 lokus AFLP menyebabkan tidak dapat dijelaskan keragaman antara A. annua dengan A. vulgaris. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian genom Artemisia yang dipelajari berdasarkan situs restriksi Pst1 dan Mse1 dengan menggunakan tiga primer selektif belum cukup untuk menjelaskan keragaman keseluruhan genom A. annua maupun A. vulgaris. Analisis Komponen Utama 111 Lokus AFLP Analisis Komponen Utama berdasarkan penanda 111 lokus AFLP menunjukkan bahwa karakter yang diamati memiliki nilai keragaman 100% pada karakter ke 6 (Tabel 2). Berdasarkan analisis ini terdapat 105 karakter yang diasumsikan tidak berpengaruh terhadap keragaman lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris.

44 27 Tabel 2 Analisis komponen utama lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris berdasarkan data 111 lokus AFLP Karakter Nilai Ciri Persentase Persentase Akumulasi Keragaman Keragaman Hasil plot dua dimensi hanya dapat menggambarkan keragaman sebanyak 63%. Plot dua dimensi menunjukkan bahwa lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok. Pola pengelompokan berdasarkan Analisis Komponen Utama serupa dengan pola pengelompokan berdasarkan dendogram dengan koefisien kemiripan 0.65 (Gambar 11) AHULr 7.5 komponen kedua AHUL AUNL VCOL -2.5 AHIL AHUS -5.0 VCOS komponen pertama Gambar 11 Plot dua dimensi lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris berdasarkan data 111 lokus AFLP Hasil Analisis Komponen Utama berdasarkan data 111 lokus hasil amplifikasi AFLP terhadap lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris menunjukkan nilai

45 28 ciri lebih dari satu diperoleh pada karakter satu sampai karakter enam (Tabel 2). Komponen Utama I dapat menerangkan keragaman lokus hasil AFLP sebesar 44%, sedangkan Komponen Utama II, Komponen Utama III, Komponen Utama IV, Komponen Utama V, dan Komponen Utama VI berturut-turut sebesar 19%, 12%, 10%, 9% dan 6%. Analisis Komponen Utama dari matriks peragam data biner hasil AFLP menggunakan primer M-CAC, M-CAG dan M-CAT pada lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris berhasil mengidentifikasi sepuluh lokus yang mempunyai nilai mutlak Komponen Utama terbesar pada Komponen Utama I, II, III, IV, V, dan VI (Tabel 3). Nilai terbesar pada Komponen Utama I terdapat pada lokus ke 53. Nilai terbesar pada KU Komponen Utama II terdapat pada lokus ke 20, 101, 103 dan 109. Nilai terbesar pada Komponen Utama III, terdapat pada lokus ke 98. Nilai terbesar pada Komponen Utama IV terdapat pada lokus ke 34 dan 35. Nilai terbesar pada Komponen Utama V terdapat pada lokus ke 9. Nilai terbesar pada Komponen Utama VI terdapat pada lokus ke 4. Tabel 3 Nilai mutlak Komponen Utama (KU) terbesar dari 111 lokus AFLP lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris No Lokus KU I KU II KU III KU IV KU V KU VI Ke (44%) (19%) (12%) (10%) (9%) (6%) Masing-masing lokus teramplifikasi secara beragam pada ketiga primer. Lokus ke 4 teramplifikasi pada VCOL, AUNL, VCOS dan AHULr. Lokus -9 teramplifikasi pada AHUL dan AUNL. Lokus ke -20, -101, -103 dan -109 teramplifikasi pada

46 29 AHULr dan VCOL. Lokus ke -34, -35, -53 dan -98 teramplifikasi pada semua sampel, kecuali AHIL. Analisis Komponen Utama pada 111 lokus AFLP menunjukkan bahwa aksesi VCOL yang lebih mengelompok ke aksesi AHUL, AUNL, AHUS, AHIL dan AHULr (berdasarkan dendogram) memiliki hubungan paling dekat dengan aksesi AHULr berdasarkan amplifikasi lokus ke -20, -101, -103 dan Analisis 48 Lokus AFLP(lokus 1-48) Analisis berdasarkan 48 lokus AFLP yang terdiri atas fragmen yang berukuran pb, perlu dilakukan karena dari 657 fragmen total yang teramplifikasi dari pb lebih separuhnya, 372 fragmen, berada pada daerah yang berukuran pb (Lampiran 5). Selain itu sebaran amplifikasi pada masing-masing aksesi hampir merata. Pada daerah pb semua aksesi mempunyai hasil amplifikasi yang baik sehingga dilakukan analisis untuk daerah ini. Hasil analisis diharapkan dapat lebih menggambarkan keragaman antara A. annua dengan A. vulgaris dan keragaman diantara spesies A. annua sendiri. Analisis Kemiripan 48 Lokus AFLP Hasil matriks koefisien kemiripan penanda AFLP antara lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris berdasarkan 48 lokus yang teramplifikasi dengan menggunakan primer M-CAC, M-CAG dan M-CAT, rentang nilainya berkisar (Lampiran 7). Nilai koefisien terendah ditemukan antara aksesi AHIL dengan VCOS, sedangkan nilai koefisien tertinggi ditemukan antara aksesi AHUL dengan AHUS dan VCOL dan AHUS. Hal ini berarti bahwa jarak genetik antara aksesi AHIL dengan VCOS tidak terlalu jauh, karena mempunyai kemiripan 54.2%. Aksesi AHUL dengan AHUS dan VCOL dan AHUS memiliki jarak genetik yang dekat, karena mempunyai kemiripan 76.4%.

47 30 Analisis Gerombol 48 Lokus AFLP Analisis gerombol berdasarkan data AFLP membentuk dendogram dengan koefisien kemiripan berkisar (Gambar 12). Pada koefisien kemiripan 0.68 dapat dibentuk dua kelompok. Kelompok I terdiri atas aksesi VCOS dan AHULr. Kelompok II terdiri atas aksesi VCOL, AHUS, AHUL, AUNL dan AHIL. koefisien Gambar 12 Dendogram lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris berdasarkan data 48 lokus AFLP Analisis menggunakan 48 lokus AFLP memberikan hasil yang berbeda dengan hasil analisis 111 lokus AFLP. Perbedaan paling jelas terlihat pada aksesi VCOS dan AHULr yang mengelompok pada koefisien kemiripan 68% terpisah dari lima aksesi lainnya. Analisis 111 lokus menunjukkan bahwa aksesi VCOS tidak mengelompok ke spesies A. vulgaris ataupun ke spesies A. annua. Diduga hal ini terjadi karena aksesi VCOS teramplifikasi lebih baik pada lokus yang berukuran pb daripada aksesi AHULr, sedangkan empat aksesi lainnya kecuali aksesi VCOL hanya teramplifikasi dengan baik pada lokus yang berukuran pb. Analisis 48 lokus AFLP menunjukkan bahwa dugaan tersebut benar. Tidak dianalisisnya lokus-lokus yang lebih besar dari 255 pb pada analisis 48 lokus AFLP menyebabkan aksesi VCOS mengelompok ke aksesi AHULr.

48 31 Secara taksonomis VCOS dan AHULr berasal dari spesies yang berbeda dan karakter morfologinya berbeda. Secara molekuler, dengan menggunakan 48 lokus AFLP hasil penelitian ini, aksesi VCOS memiliki hubungan kekerabatan yang lebih dekat dengan aksesi AHULr dibandingkan dengan lima aksesi lainnya dengan keragaman sebesar 32%. Analisis Komponen Utama 48 Lokus AFLP Analisis Komponen Utama berdasarkan 48 lokus AFLP menunjukkan bahwa karakter yang diamati memiliki nilai keragaman 100% pada karakter ke 6 (Tabel 4). Berdasarkan analisis ini terdapat 42 karakter yang diasumsikan tidak berpengaruh terhadap keragaman 5 aksesi A. annua dan 2 aksesi A. vulgaris. Tabel 4 Analisis komponen utama lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris berdasarkan data 48 lokus AFLP Karakter Nilai Ciri Persentase Keragaman Persentase Akumulasi Keragaman Hasil plot dua dimensi hanya dapat menggambarkan keragaman Artemisia berdasarkan 48 lokus AFLP sampai 63%. Plot dua dimensi menunjukkan bahwa lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok. Kelompok I terdiri atas aksesi AHUS, VCOS dan VCOL. Kelompok II terdiri atas aksesi AUNL, AHUL dan AHULr. Kedua kelompok ini terpisah jauh dari aksesi AHIL. Pola pengelompokan berdasarkan Analisis Komponen Utama (Gambar 13) berbeda dengan pola pengelompokan berdasarkan dendogram pada koefisien kemiripan Perbedaan dapat dilihat pada aksesi VCOS yang lebih mengelompok ke aksesi VCOL, dibandingkan ke aksesi AHULr sedangkan pada dendogram aksesi

49 32 VCOS mengelompok ke aksesi AHULr pada koefisien Tetapi pengelompokan AUNL dan AHIL kedalam satu kelompok dan tetap terpisahnya aksesi AHIL dari aksesi A. annua lainnya mirip dengan pola pengelompokan berdasarkan dendogram pada koefisien kemiripan AHUS 4 3 VCOS komponen kedua AHIL VCOL -2-3 AHUL AUNL AHULr komponen pertama Gambar 13 Plot dua dimensi lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris berdasarkan data 48 lokus AFLP Hasil Analisis Komponen Utama berdasarkan data 48 lokus hasil amplifikasi AFLP terhadap lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris menunjukkan nilai ciri lebih dari 1 diperoleh pada karakter 1 sampai karakter 6 (Tabel 4). Komponen Utama I dapat menerangkan keragaman lokus hasil AFLP sebesar 43%, sedangkan Komponen Utama II, Komponen Utama III, Komponen Utama IV, Komponen Utama V, dan Komponen Utama VI dapat menerangkan keragaman lokus hasil AFLP berturut-turut sebesar 20%, 12%, 10%, 8% dan 7%. Analisis Komponen Utama dari matriks peragam data biner hasil AFLP menggunakan lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris berdasarkan penanda AFLP dengan menggunakan primer M-CAC, M-CAG dan M-CAT berhasil mengidentifikasi tujuh lokus yang mempunyai nilai mutlak Komponen Utama terbesar pada Komponen Utama I, II, III, IV, V, dan VI (Tabel 5). Nilai terbesar pada

50 33 Komponen Utama I terdapat pada lokus ke -25. Nilai terbesar pada Komponen Utama II terdapat pada lokus ke -5. Nilai terbesar pada Komponen Utama III terdapat pada lokus ke -34 dan -35. Nilai terbesar pada Komponen Utama IV terdapat pada lokus ke -36. Nilai terbesar pada Komponen Utama V terdapat pada lokus ke -38. Nilai terbesar pada Komponen Utama VI terdapat pada lokus ke -7. Tabel 5 Nilai mutlak Komponen Utama (KU) terbesar dari 48 lokus AFLP dari lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris No Lokus Ke KU I KU II KU III KU IV KU V KU VI (43%) (20%) (12%) (10%) (8%) (7%) Masing-masing lokus teramplifikasi secara beragam pada ketiga primer. Lokus ke -5 teramplifikasi pada sampel VCOL, AHUL, AUNL, VCOS dan AHULr. Lokus ke -7 teramplifikasi pada sampel AUNL, AHUS dan VCOS. Lokus ke -25, -34 dan - 35 terampliikasi pada semua sampel, kecuali AHIL. Lokus ke -36 spesifik untuk AHUL karena lokus ini tidak teramplifikasi pada 6 sampel lainnya. Lokus ke -38 teramplifikasi pada VCOL, AHUS dan VCOS. Analisis Komponen Utama pada 48 lokus AFLP menunjukkan bahwa aksesi VCOL, VCOS dan AHUS mengelompok kedalam satu kelompok berdasarkan amplifikasi lokus ke -38. Selanjutnya gambaran plot dua dimensi menunjukkan bahwa aksesi VCOS lebih dekat dengan aksesi VCOL karena berada pada kuadran yang sama. Aksesi AHIL terpisah jauh dari enam aksesi lainnya karena tidak mampu mengamplifikasi lokus ke -25, -34 dan -35. Analisis Komponen Utama 48 lokus AFLP menunjukkan pola pengelompokan yang berbeda dengan Analisis Komponen Utama 111 lokus AFLP. Hasil Analisis

51 34 Komponen Utama pada 111 lokus AFLP yang menunjukkan bahwa aksesi VCOL memiliki hubungan paling dekat dengan aksesi AHULr berdasarkan amplifikasi lokus ke -20, -101, -103 dan -109, sedangkan hasil Analisis Komponen Utama 48 lokus AFLP menunjukkan bahwa aksesi VCOL memiliki hubungan paling dekat dengan aksesi VCOS berdasarkan amplifikasi lokus ke -38. Tidak dianalisisnya lokus yang lebih besar dari lokus ke 48 (255 pb) menyebabkan aksesi VCOL yang semula mengelompok ke aksesi AHULr menjadi lebih mengelompok ke aksesi VCOS. Diduga lokus-lokus yang lebih besar dari 255 pb merupakan lokus pembeda antara aksesi VCOL dengan aksesi AHULr. Analisis 63 Lokus AFLP (lokus ke ) Perbedaan analisis gerombol dan hasil Analisis Komponen Utama antara 111 lokus AFLP dengan 48 lokus AFLP hanya menunjukkan bahwa aksesi VCOL, VCOS dan AHULr memiliki perbedaan pola amplifikasi pada lokus yang lebih besar dari 255 pb, namun tidak dapat menunjukkan lokus-lokus yang dapat membedakan aksesi-aksesi tersebut. Analisis 63 lokus AFLP yang dimulai dari lokus ke dengan ukuran pb dilakukan untuk mengetahui lokus pembeda antara aksesi VCOL, VCOS dan AHULr. Analisis Kemiripan 63 Lokus AFLP Hasil matriks koefisien kemiripan 63 lokus AFLP antara lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris dengan menggunakan primer M-CAC, M-CAG dan M- CAT rentang nilainya berkisar (Lampiran 8). Nilai koefisien terendah ditemukan antara aksesi AHIL dengan VCOS, sedangkan nilai koefisien tertinggi ditemukan antara aksesi AUNL dan AHIL. Hal ini berarti bahwa jarak genetik antara aksesi AHIL dengan VCOS tidak terlalu jauh, karena mempunyai kemiripan 50.7%. Aksesi AUNL dan AHIL memiliki jarak genetik yang sangat dekat karena mempunyai kemiripan sampai 91%, sebab semakin besar koefisien kemiripan diantara dua aksesi maka semakin dekat jarak genetik diantara keduanya.

52 35 Analisis Gerombol 63 Lokus AFLP Analisis gerombol berdasarkan 63 lokus AFLP membentuk dendogram dengan koefisien kemiripan berkisar (Gambar 14). Pada koefisien kemiripan 0.66 terbentuk dua kelompok yaitu kelompok I terdiri atas aksesi VCOS dan kelompok II terdiri atas aksesi VCOL, AHUL, AUNL, AHIL, AHUS dan AHULr. Analisis gerombol pada 63 lokus AFLP sama dengan analisis gerombol pada 111 lokus AFLP. koefisien Gambar 14 Dendogram dari lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris berdasarkan 63 lokus AFLP. Analisis Komponen Utama 63 Lokus AFLP Analisis Komponen Utama berdasarkan 63 lokus AFLP menunjukkan bahwa nilai keragaman 100% diperoleh pada karakter ke 6 (Tabel 6). Berdasarkan analisis ini terdapat 57 karakter yang diasumsikan tidak berpengaruh terhadap keragaman lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris.

53 36 Tabel 6 Analisis komponen utama lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris berdasarkan 63 lokus AFLP. Komponen Utama Nilai Ciri Persentase Keragaman Persentase Akumulasi Keragaman Plot dua dimensi berdasarkan Analisis Komponen Utama dapat menjelaskan keragaman pada tujuh aksesi Artemisia sebanyak 71% (Gambar 15). Plot dua dimensi menunjukkan bahwa lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu kelompok aksesi VCOL, AHUL, AUNL, AHIL, AHUS dan AHULr yang terpisah dari aksesi VCOS. Pola pengelompokan berdasarkan Analisis Komponen Utama serupa dengan pola pengelompokan berdasarkan dendogram dengan koefisien kemiripan AHULr 5.0 komponen kedua AHIL AUNL AHUL AHUS VCOL -2.5 VCOS komponen pertama 10.0 Gambar 15 Plot dua dimensi lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris berdasarkan 63 lokus AFLP

54 37 Karakter yang paling berpengaruh terhadap keragaman ditentukan berdasarkan nilai mutlak yang paling tinggi pada masing-masing komponen utama. Analisis Komponen Utama dari matriks peragam data biner berdasarkan 63 lokus AFLP pada lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris berhasil mengidentifikasi delapan lokus yang mempunyai nilai mutlak Komponen Utama terbesar pada komponen I, II, III, IV, V, dan VI (Tabel 7). Nilai terbesar pada Komponen Utama I terdapat pada lokus ke -71. Nilai terbesar pada Komponen Utama II terdapat pada lokus ke -101, dan Nilai terbesar pada Komponen Utama III terdapat pada lokus ke -98. Nilai terbesar pada Komponen Utama IV terdapat pada lokus ke -50. Nilai terbesar pada Komponen Utama V terdapat pada lokus ke -97 dan nilai terbesar pada Komponen Utama VI terdapat lokus ke -66. Tabel 7 Nilai mutlak komponen utama (KU) terbesar pada 63 lokus AFLP dari lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris No Lokus Ke KU I (49%) KU II (22%) KU III (15%) KU IV (6%) KU V (5%) KU VI (3%) Masing-masing lokus teramplifikasi secara beragam pada ketiga primer. Lokus ke -50 teramplifikasi pada aksesi AUNL, AHIL, VCOS, dan VCOL. Lokus ke -66 teramplifikasi pada aksesi AUNL dan AHULr. Lokus ke -71 teramplifikasi pada aksesi VCOS, AHULr dan VCOL. Lokus ke -97 menjadi penciri aksesi AHUL. Lokus ke -98 menjadi penciri aksesi VCOL dan Lokus ke -101, -103 dan -109 menjadi penciri aksesi AHULr. Hasil Analisis Komponen Utama pada 63 lokus AFLP yang dimulai dari lokus ke lokus AFLP dengan ukuran pb dapat menjelaskan perbedaan hasil

55 38 Analisis Komponen Utama pada 111 lokus AFLP dan 48 lokus AFLP. Hasil Analisis Komponen Utama pada 63 lokus AFLP menunjukkan bahwa Lokus ke -101, -103 dan -109 merupakan lokus penciri aksesi AHULr. Lokus-lokus inilah yang memisahkan aksesi AHULr dari empat aksesi A. annua lainnya pada analisis 111 lokus. Lokus ke -98 menjadi penciri aksesi VCOL, sehingga ketika lokus tersebut tidak dianalisis (analisis 48 lokus) VCOL menjadi lebih mengelompok ke aksesi VCOS. Analisis Karakter Morfologi dan 48 Lokus AFLP Analisis gabungan antara karakter morfologi dan data AFLP dilakukan untuk melihat kontribusi karakter morfologi terhadap keragaman lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris. Analisis gabungan karakter morfologi dan 111 lokus AFLP tidak menunjukkan perbedaan dengan hasil analisis pada 111 lokus AFLP saja (Lampiran 9). Demikian juga dengan analisis gabungan karakter morfologi dengan 63 lokus AFLP (Lampiran 10). Hal ini dikarenakan jumlah karakter ciri morfologi yang dianalisis sangat sedikit dibandingkan dengan jumlah lokus AFLP. Jumlah karakter ciri morfologi yang dianalisis adalah delapan karakter, sehingga ketika digabungkan dengan 111 lokus AFLP atau 48 lokus AFLP tidak terlihat kontribusinya terhadap keragaman. Analisis gabungan delapan karakter ciri morfologi dengan jumlah lokus yang lebih sedikit namun tetap mewakili keragaman lokus AFLP diharapkan dapat menunjukkan kontribusi karakter morfologi terhadap keragaman lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris. Selain itu analisis gerombol dengan menggunakan data 48 lokus AFLP pada lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris menunjukkan pola pengelompokan yang berbeda dengan Analisis Komponen Utamanya. Sehingga analisis ini belum cukup untuk menjelaskan keragaman pada lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris. Analisis dengan menggunakan 48 lokus AFLP dan ditambahkan dengan delapan karakter ciri morfologi dilakukan untuk melihat pola keragaman pada lima aksesi A. annua dan A. vulgaris yang belum bisa dijelaskan pada analisis dengan

56 39 menggunakan 48 lokus AFLP saja serta melihat kontribusi karakter morfologi pada keragaman Artemisia. Analisis Kemiripan Karakter Morfologi dan 48 Lokus AFLP Hasil matriks koefisien kemiripan berdasarkan gabungan karakter morfologi dan 48 lokus AFLP antara lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris dengan menggunakan primer M-CAC, M-CAG dan M-CAT rentang nilainya berkisar (Lampiran 11). Nilai koefisien terendah ditemukan antara aksesi AHIL dengan VCOS, sedangkan nilai koefisien tertinggi ditemukan antara aksesi AHUL dan AHUS. Hal ini berarti bahwa jarak genetik antara aksesi AHIL dengan VCOS tidak terlalu jauh, karena mempunyai kemiripan 53.6%. Aksesi AHUL dengan AUNL memiliki jarak genetik yang dekat karena mempunyai kemiripan 76.8%. Semakin besar koefisien kemiripan diantara dua aksesi maka semakin dekat jarak genetik diantara keduanya. Analisis Gerombol Karakter Morfologi dan 48 Lokus AFLP Analisis gerombol berdasarkan karakter morfologi dan 48 lokus AFLP membentuk dendogram dengan koefisien kemiripan berkisar (Gambar 16). Pada koefisien kemiripan 0.65 terbentuk dua kelompok yaitu kelompok I terdiri atas aksesi AHULr dan kelompok II terdiri atas aksesi VCOS, VCOL AHUL, AHUS, AUNL, AHIL, dan AHULr. Kelompok II terbagi menjadi dua sub kelompok pada koefisien kemiripan Sub kelompok yang pertama terdiri dari aksesi VCOL dan VCOS yang berasal dari spesies A. vulgaris dan sub kelompok yang kedua terdiri dari aksesi AHUL, AHUS, AUNL, dan AHIL yang berasal dari spesies A. annua. Oleh karena itu keragaman antara spesies A. annua dengan A. vulgaris adalah 29%. Aksesi AHIL memisah dari sub kelompok A. annua pada keofisien kemiripan 0.7, dengan demikian keragaman di dalam spesies A. annua hanya 27%.

57 40 koefisien Gambar 16 Dendogram dari lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris berdasarkan karakter morfologi dan 48 lokus AFLP. Analisis karakter morfologi mengelompokkan aksesi AHULr kedalam kelompok A. annua. Analisis 111 lokus AFLP tidak dapat menunjukkan pola pengelompokan aksesi AHULr kespesies A. annua atau A. vulgaris, namun Analisis Komponen Utama yang dilakukan pada 111 lokus AFLP menunjukkan bahwa aksesi AHULr lebih mengelompok dengan aksesi VCOL. Sebaliknya analisis 48 lokus AFLP menunjukkan bahwa aksesi AHULr lebih dekat dengan aksesi VCOS, sedangkan Analisis Komponen Utama yang dilakukan pada 48 lokus AFLP mengelompokkan aksesi VCOS dan VCOL kedalam satu kelompok bersama-sama dengan aksesi AHUS. Analisis gabungan karakter morfologi dan 48 lokus AFLP tidak mengelompokkan aksesi AHULr kedalam spesies A. annua maupun A. vulgaris. Hal ini menunjukkan bahwa aksesi AHULr tidak mirip dengan keduanya. Berdasarkan hasil penelitian ini diduga aksesi AHULr adalah bentuk mutasi dari spesies A. annua. Analisis Komponen Utama Karakter Morfologi dan 48 Lokus AFLP Analisis Komponen Utama berdasarkan gabungan karakter morfologi dan 48 lokus AFLP menunjukkan bahwa nilai keragaman 100% diperoleh pada karakter ke 6

58 41 (Tabel 8). Berdasarkan analisis ini terdapat 50 karakter yang diasumsikan tidak berpengaruh terhadap keragaman lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris. Tabel 8 Analisis komponen utama lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris berdasarkan karakter morfologi dan 48 lokus AFLP. Komponen Utama Nilai Ciri Persentase Keragaman Persentase Akumulasi Keragaman Hasil plot dua dimensi berdasarkan Analisis Komponen Utama hanya dapat menjelaskan keragaman pada tujuh aksesi Artemisia sebanyak 61% (Gambar 17) AUNL AHUL AHULr komponen kedua AHIL VCOL -3-4 AHUS VCOS komponen pertama Gambar 17 Plot dua dimensi lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris berdasarkan karakter morfologi dan 48 lokus AFLP Karakter yang paling berpengaruh terhadap keragaman ditentukan berdasarkan nilai mutlak yang paling tinggi pada masing-masing komponen utama. Analisis Komponen Utama dari matriks peragam data biner berdasarkan karakter morfologi

59 42 dan 48 lokus AFLP pada lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris berhasil mengidentifikasi empat lokus dan dua karakter morfologi yang mempunyai nilai mutlak Komponen Utama terbesar pada komponen I, II, III, IV, V, dan VI (Tabel 9). Nilai terbesar pada Komponen Utama I terdapat pada lokus ke -25. Nilai terbesar pada Komponen Utama II terdapat pada lokus ke -5. Nilai terbesar pada Komponen Utama III terdapat pada karakter warna batang hijau ungu. Nilai terbesar pada Komponen Utama IV terdapat pada karakter tipe susunan daun pada batang yang menyerupai roset. Nilai terbesar pada Komponen Utama V terdapat pada lokus ke -36 dan nilai terbesar pada Komponen Utama VI terdapat lokus ke -28. Tabel 9 Nilai mutlak komponen utama (KU) terbesar pada 56 karakter lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris berdasarkan karakter morfologi dan AFLP No Karakter KU I KU II KU III KU IV KU V KU VI (41%) (20%) (14%) (10%) (8%) (7%) 1 Lokus ke Lokus ke Lokus ke Lokus ke Warna batang hijau ungu susunan daun menyerupai roset Masing-masing lokus teramplifikasi secara beragam pada ketiga primer. Lokus 5 teramplifikasi pada AUNL, VCOS, VCOL, AHUL dan AHULr. Lokus ke -25 teramplifikasi pada semua aksesi kecuali AHIL. Lokus ke -28 teramplifikasi pada AUNL, AHUS, AHULr dan VCOS. Lokus ke -36 menjadi penciri aksesi AHUL. Karakter warna batang hijau ungu menjadi penciri aksesi AHUL, AHUS dan AHULr. Karakter susunan daun menyerupai roset menjadi penciri aksesi AHULr.

60 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Analisis AFLP pada lima aksesi Artemisia annua dan dua aksesi Artemisia vulgaris berdasarkan situs restriksi Pst1 dan Mse1 menggunakan primer selektif M- CAC, M-CAG dan M-CAT menghasilkan 111 lokus AFLP, terdiri 657 fragmen yang dapat dianalisis, dengan ukuran pb. Primer M-CAC mengamplifikasi lokus paling banyak yaitu 253 fragmen, diikuti oleh primer M-CAT yaitu 207 fragmen, dan terakhir primer M-CAG, 197 fragmen. Aksesi AHIL tidak teramplifikasi dengan baik pada ketiga primer. Analisis berdasarkan tiga karakter morfologi menunjukkan keragaman antara A. annua dan A. vulgaris sebesar 39% dan keragaman di dalam spesies A. annua sebesar 29%. Analisis 111 lokus AFLP dengan ukuran pb tidak ditemukan satu lokus yang benar-benar spesifik untuk aksesi tertentu. Analisis 48 lokus AFLP dengan ukuran pb menunjukkan lokus ke -38 menjadi penciri aksesi A. vulgaris yang memiliki warna batang coklat terang dan daun lebar (VCOL), A. vulgaris yang memiliki warna batang coklat terang dan daun sempit (VCOS) dan A. annua yang memiliki warna batang hijau ungu dan daun sempit (AHUS). Analisis 63 lokus AFLP dengan ukuran pb menunjukkan lokus ke -101, -103 dan -109 sebagai penciri aksesi A. annua yang memiliki warna batang hijau ungu dan daun lebar yang tersusun menyerupai roset (AHULr). Analisis gabungan data tiga karakter morfologi yang terdiri dari delapan karakter ciri morfologi dan 48 lokus AFLP dengan ukuran pb dengan menggunakan primer M-CAC, M-CAG dan M-CAT menghasilkan keragaman antara A. annua dengan A. vulgaris sebesar 29% dan menunjukkan bahwa aksesi A. annua yang memiliki warna batang hijau ungu dan daun lebar yang tersusun menyerupai roset (AHULr) tidak mengelompok ke spesies A. annua maupun A. vulgaris. Lokus ke -36 dapat digunakan sebagai penciri aksesi A. annua yang memiliki warna batang hijau ungu dan daun lebar (AHUL). Karakter warna batang hijau ungu menjadi penciri aksesi A. annua yang memiliki warna batang hijau ungu dan daun lebar

61 44 (AHUL), A. annua yang memiliki warna batang hijau ungu daun sempit (AHUS) dan A. annua yang memiliki warna batang hijau ungu dan daun lebar yang tersusun menyerupai roset (AHULr) sedangkan susunan daun menyerupai roset menjadi penciri aksesi A. annua yang memiliki warna batang hijau ungu dan daun lebar yang tersusun menyerupai roset (AHULr). Saran Analisis AFLP lanjutan dengan primer selektif yang lain dan menggunakan aksesi yang lebih banyak perlu dilakukan sehingga diperoleh lokus yang lebih beragam.

62 DAFTAR PUSTAKA Aryanti, Ermayanti TM, Prinadi KI, Dewi RM Uji daya antimalaria Artemisia spp. Terhadap Plasmodium falcifarum. Majalah Farmasi Indonesia 17 (2): Baydar NG, Baydar H, Debener T Analysis of genetic relationships among Rosa damascena plants grow in Turkey by using AFLP and microsatellite markers. Journal of Biotechnology 111: Cabrita LF, Aksoy, Hepaksoy, Eitao JL Suitability of isozyme, RAPD and AFLP markers to assess genetic differences and relatedness among Fig (Ficus carica L.) clones. Horticultural Science 87: Chen J et al Genetic relationships of Aglonema spesies and cultivars inferred from AFLP markers. Annals of Botany 93: DePadua LS, Bunyapraphatsara N, Lemmens RHMJ Plant Resources of South- East Asia 12. Medicinal and Poisonous Plants 1. Bogor: Prosea. [Depkes] Departemen Kesehatan Pengendalian Malaria Masih Hadapi Tantangan. depkes. go.id/index.php/press release/1488. html. [28 Jul 2011] Dewi KP Identifikasi keragaman genetik Jarak Pagar (Jatropa curcas L.) berdasarkan karakter bunga dan DNA menggunakan teknik Amplified Fragment Length Polymorphism (AFLP). [tesis]. Bogor: Sekolah pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Doyle JJ, Doyle JL Isolation of plant DNA from fresh tissue. Focus 12: Graz B, Kitua A, Malebo HM To what extent can traditional medicine contribute a complementary or alternative solution to malaria control programmes? Malaria Journal 10: 1-6. Gusmaini, Nurhayati H Potensi pengembangan budidaya Artemisia annua L. di Indonesia. Perspektif 6(2): Juliarni, Ermayanti TM Penentuan waktu matang fisiologi trikoma kelenjar Artemisia annua L. dalam hubungannya dengan produksi artemisinin. [laporan hasil penelitian Hibah Fundamental IPB 2007]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Jusuf M Genetika I Struktur dan Ekspresi Gen. Jakarta: Sagung Seto.

63 46 Jusuf M Amplified Fragment Length Polymophism diversity of cultivated white oyster mushroom Pleorotus ostreatus. Hayati 17 (1): Klayman DL Qinghaosu (artemisinin): an antimalarial drug from China. Science. 228 : Manoj K, Tushar B, Sushama C Isolation and purification of genomic DNA from Black Plum (Eugenia jambolana Lamp.) for analytical applications. International Journal of Biotechnology and Biochemistry 3 (1): Mechanda SM, Baun BR, Johnson DA, Arnason JT Analysis of diversity of natural populations and commercial lines of Echinaceae using AFLP. Cannadian Journal of Botany 82(4): Muller UG, Wolfenbarger LR AFLP genotyping and fingerprinting. TREE 14 (10): Olsson ME et al Localization of enzymes of artemisinin biosynthesis to the apical cells of glandular secretory tricomes of Artemisia annua L. Phytochemistry 70 (9): Park YH, West MAL, Clair DAS Eavaluation of AFLPs for germplasm fingerprinting and assessment of genetic diversity in cultivars of tomato (Lycopersicon esculentum L.). Genome 47: [QACRG] Qinghaosu Antimalaria Coordinating Research Group Antimlaria studies on qinghaosu. Chinese Medicinal Journal 92: Rohlf F NTSYS-pc: Numerical Taxonomy and Multivariate Analysis System, version 2.02i. Exeter Publishing, Ltd, New York. Sambrook J, Fritsh EF, Maniatis T Molecular Cloning. New York: Cold Spring harbor Laboratory Prees. Surtiningsih P Keragaman genetik Nenas (Ananas comosus (L.) Merr) berdasarkan penanda morfologi dan Amplified Fragment Length Polymorphism (AFLP). [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Tanskley SD Molecular markers in plant breeding. Plant Molecular Biology 1: 3-5 Teoh. KH, Polichuk DR, Reed DW, Nowak G, Covello PS Artemisia annua L. (Asteraceae) trichome-specific cdnas reveal CYP71AV1, a cytochrome P450

64 47 with a key role in the biosynthesis of the antimalarial sesquiterpene lactone artemisinin. FEBS Letters 580: Vos et al AFLP: A new technique for DNA fingerprinting. Nucleic Acids Research 23 (21): [WHO] World Health Organization More than 600 million people need effective malaria treatment to prevent unacceptably high death rates. who.int/ Press release. html. [12 Agu 2010] Widyastuti U, Juliarni, Widyastuti Y Penentuan kriteria daun layak petik berdasarkan kematangan fisiologi trikoma kelenjar dan produksi artemisinin pada Artemisia annua L. [laporan hasil penelitian DIPA IPB 2009]. Bogor: Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Institut Pertanian Bogor. Ying BW, Fourmy D, Yoshizawa S Subsitution of the use of radioactivity by fluorescence for biochemical studies of RNA. RNA Society 13: Zulkifli L Analisis pembeda klon karet tahan dan rentan penyakit gugur daun Corynespora serta analisis keragaman genetik dengan AFLP dan RAPD [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

65 49 Lampiran 1 Habitus lima aksesi A. annua dan dua aksesi A.vulgaris yang digunakan dalam penelitian. AHIL AHUS AUNL AHUL AHULr Keterangan: Ι = 20 cm Keterangan: Ι = 10 cm VCOL VCOS

TINJAUAN PUSTAKA Artemisia annua L.

TINJAUAN PUSTAKA Artemisia annua L. TINJAUAN PUSTAKA Genus Artemisia L. termasuk ke dalam famili Asteraceae, terdiri dari hampir 200 spesies. Artemisia annua, Artemisia capilaris dan Artemisia vulgaris adalah tiga spesies dominan. Genus

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap BAB III METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap penyiapan templat mtdna, amplifikasi fragmen mtdna pada daerah D-loop mtdna manusia dengan teknik PCR, deteksi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian deskriptif. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode B. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah sampel DNA koleksi hasil

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang mengangkat fenomena alam sebagai salah satu masalah dalam penelitian. Penelitian ini dapat menerangkan

Lebih terperinci

Asam Asetat Glacial = 5,7 ml EDTA 0,5 M ph 8.0 = 10 ml Aquades ditambahkan hingga volume larutan 100 ml

Asam Asetat Glacial = 5,7 ml EDTA 0,5 M ph 8.0 = 10 ml Aquades ditambahkan hingga volume larutan 100 ml 36 Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer A. Pembuatan Larutan Stok Tris HCL 1 M ph 8.0 (100 ml) : Timbang Tris sebanyak 12,114 g. Masukkan Tris ke dalam Erlenmeyer dan ditambahkan 80 ml aquades.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 individu udang Jari yang diambil dari Segara Anakan Kabupaten Cilacap Jawa Tengah.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium BIORIN (Biotechnology Research Indonesian - The Netherlands) Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB. Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode 24 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode penelitian deskriptif. B. Objek Penelitian Empat spesies burung anggota Famili

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. (a)

HASIL DAN PEMBAHASAN. (a) 8 tampak diskor secara manual. Kriteria penskoran berdasarkan muncul tidaknya lokus, lokus yang muncul diberi skor 1 dan yang tidak muncul diberi skor 0. Data biner yang diperoleh selanjutnya diolah menjadi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut:

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut: BAB III METODE PENELITIAN Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel, lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh, amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI ISOLASI TOTAL DNA TUMBUHAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA PHYTOPURE Halaman : 1 dari 5 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan tumbuhan, dapat dari daun, akar, batang,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat 12 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dari bulan April 2006 sampai dengan bulan April 2007. Penelitian dilakukan di rumah kaca, laboratorium Biologi Molekuler Seluler Tanaman, dan

Lebih terperinci

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI 1 ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI PENDAHULUAN Polimerase Chain Reaction (PCR) PCR adalah suatu reaksi invitro untuk menggandakan jumlah molekul DNA pada target tertentu

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 1 Bahan tanaman : (a) Tetua IR64; (b) tetua Hawarabunar, dan (c) F 1 (IRxHawarabunar) c a b

METODOLOGI. Gambar 1 Bahan tanaman : (a) Tetua IR64; (b) tetua Hawarabunar, dan (c) F 1 (IRxHawarabunar) c a b METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dua tahap yaitu penanaman padi dan analisis fisiologi dan marka molekuler. Penanaman padi secara gogo pada tanah masam dilakukan di rumah kaca Cikabayan

Lebih terperinci

BIO306. Prinsip Bioteknologi

BIO306. Prinsip Bioteknologi BIO306 Prinsip Bioteknologi KULIAH 7. PUSTAKA GENOM DAN ANALISIS JENIS DNA Konstruksi Pustaka DNA Pustaka gen merupakan sumber utama isolasi gen spesifik atau fragmen gen. Koleksi klon rekombinan dari

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode 22 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode penelitian deskriptif. B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR;

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR; BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar, langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah HVI mtdna

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel 16 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menggambarkan tahapan penelitian yang terdiri dari pengambilan sampel, penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel, amplifikasi D-loop mtdna dengan teknik

Lebih terperinci

PRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas

PRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas PRAKATA Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas segala nikmat dan karunia-nya, penulisan Tugas Akhir dengan judul Keragaman Genetik Abalon (Haliotis asinina) Selat Lombok

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang mengangkat fenomena alam sebagai salah satu masalah dalam penelitian, sehingga dapat menerangkan arti

Lebih terperinci

BAB 4. METODE PENELITIAN

BAB 4. METODE PENELITIAN BAB 4. METODE PENELITIAN Penelitian penanda genetik spesifik dilakukan terhadap jenis-jenis ikan endemik sungai paparan banjir Riau yaitu dari Genus Kryptopterus dan Ompok. Penelitian ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

KARAKTERISASI VARIASI GENETIK Jatropha curcas L. DENGAN MENGGUNAKAN MARKA MOLEKULAR AMPLIFIED FRAGMENT LENGTH POLYMORPHISM (AFLP) ANDREAS AGUSTIAN

KARAKTERISASI VARIASI GENETIK Jatropha curcas L. DENGAN MENGGUNAKAN MARKA MOLEKULAR AMPLIFIED FRAGMENT LENGTH POLYMORPHISM (AFLP) ANDREAS AGUSTIAN KARAKTERISASI VARIASI GENETIK Jatropha curcas L. DENGAN MENGGUNAKAN MARKA MOLEKULAR AMPLIFIED FRAGMENT LENGTH POLYMORPHISM (AFLP) ANDREAS AGUSTIAN 0303040105 UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE. Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di

II. MATERI DAN METODE. Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di II. MATERI DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di enam desa yaitu tiga desa di Kecamatan Grokgak dan tiga desa di Kecamatan

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Agustus sampai September tahun 2011. Sampel ikan berasal dari 3 lokasi yaitu Jawa (Jawa Barat), Sumatera (Jambi),

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dari empat primer yang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dari empat primer yang BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dari empat primer yang digunakan hanya primer GE 1.10 dengan suhu annealing sebesar 49,5 o C yang dapat dianalisis

Lebih terperinci

Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella ( )

Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella ( ) Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella (10.2011.185) Identifikasi gen abnormal Pemeriksaan kromosom DNA rekombinan PCR Kromosom waldeyer Kromonema : pita spiral yang tampak pada kromatid Kromomer : penebalan

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer

LAMPIRAN. Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer LAMPIRAN Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer A. LARUTAN STOK CTAB 5 % (100 ml) - Ditimbang NaCl sebanyak 2.0 gram - Ditimbang CTAB sebanyak 5.0 gram. - Dimasukkan bahan kimia ke dalam erlenmeyer

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah D-loop

Lebih terperinci

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD Herdiyana Fitriani Dosen Program Studi Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP

Lebih terperinci

4.1. Alat dan Bahan Penelitian a. Alat Penelitian. No. URAIAN ALAT. A. Pengambilan sampel

4.1. Alat dan Bahan Penelitian a. Alat Penelitian. No. URAIAN ALAT. A. Pengambilan sampel 7 IV. METODE PENELITIAN Ikan Lais diperoleh dari hasil penangkapan ikan oleh nelayan dari sungaisungai di Propinsi Riau yaitu S. Kampar dan S. Indragiri. Identifikasi jenis sampel dilakukan dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu pengumpulan sampel berupa akar rambut, ekstraksi mtdna melalui proses lisis akar rambut, amplifikasi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

DAFTAR ISI DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG DAFTAR ISI ABSTRAK... Error! ABSTRACT... Error! KATA PENGANTAR... Error! DAFTAR ISI... i DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG... Error! BAB I PENDAHULUAN... Error! 1.1 Latar Belakang... Error! 1.2 Rumusan Masalah...

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling 16 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling sel folikel akar rambut. Sampel kemudian dilisis, diamplifikasi dan disekuensing dengan metode dideoksi

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Laboratorium Biologi Molekuler, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan

TATA CARA PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Laboratorium Biologi Molekuler, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli hingga Agustus 2017 di Laboratorium Biologi Molekuler, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pemotongan Parsial dan Penyisipan Nukleotida pada Ujung Fragmen DNA Konstruksi pustaka genom membutuhkan potongan DNA yang besar. Untuk mendapatkan fragmen-fragmen dengan ukuran relatif

Lebih terperinci

LAPORAN II (ISOLASI DNA GENOM)

LAPORAN II (ISOLASI DNA GENOM) LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN II (ISOLASI DNA GENOM) KHAIRUL ANAM P051090031/BTK BIOTEKNOLOGI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 0 ISOLASI DNA GENOM TUJUAN 16s rrna. Praktikum

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer

LAMPIRAN. Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer LAMPIRAN Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer 1. Pembuatan Larutan Stok a. CTAB 5 % Larutan dibuat dengan melarutkan : - NaCl : 2.0 gr - CTAB : 5.0 gr - Aquades : 100 ml b. Tris HCl

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan program komputer berdasarkan metode sintesis dua arah TBIO, dimana proses sintesis daerah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : Curculionidae) Kumbang ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola), yakni

TINJAUAN PUSTAKA. Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : Curculionidae) Kumbang ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola), yakni TINJAUAN PUSTAKA Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : Curculionidae) Kumbang ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola), yakni siklus hidupnya terdiri dari telur larva pupa imago. E. kamerunicus

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang Karakterisasi genetik Udang Jari (Metapenaeus elegans De Man, 1907) hasil tangkapan dari Laguna Segara Anakan berdasarkan haplotipe

Lebih terperinci

Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri. Isolasi DNA kromosom bakteri. Kloning DNA

Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri. Isolasi DNA kromosom bakteri. Kloning DNA LAMPIRAN 15 15 Lampiran 1 Tahapan penelitian Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri Isolasi DNA kromosom bakteri Pemotongan DNA dengan enzim restriksi Kloning DNA Isolasi DNA plasmid hasil

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Kerjasama Bioteknologi Indonesia- Belanda (BIORIN) dan Laboratorium Biologi Molekuler dan Seluler Tanaman (BMST), Pusat

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI Halaman : 1 dari 5 ISOLASI TOTAL DNA HEWAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan hewan, dapat dari insang, otot, darah atau jaringan

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE. Betina BEST BB NB RB. Nirwana BN NN RN. Red NIFI BR NR RR

II. BAHAN DAN METODE. Betina BEST BB NB RB. Nirwana BN NN RN. Red NIFI BR NR RR II. BAHAN DAN METODE Ikan Uji Ikan uji yang digunakan adalah ikan nila hibrida hasil persilangan resiprok 3 strain BEST, Nirwana dan Red NIFI koleksi Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Sempur, Bogor.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Polimorfisme RAPD dan Mikrosatelit Penelitian ini menggunakan primer dari Operon Technology, dimana dari 10 primer acak yang diseleksi, primer yang menghasilkan pita amplifikasi yang

Lebih terperinci

Pengujian DNA, Prinsip Umum

Pengujian DNA, Prinsip Umum Pengujian DNA, Prinsip Umum Pengujian berbasis DNA dalam pengujian mutu benih memang saat ini belum diregulasikan sebagai salah satu standar kelulusan benih dalam proses sertifikasi. Dalam ISTA Rules,

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan PCR, terlebih dahulu dilakukan perancangan primer menggunakan program DNA Star. Pemilihan primer dilakukan dengan mempertimbangkan parameter spesifisitas,

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN II (ISOLASI DNA GENOM) KHAIRUL ANAM P051090031/BTK BIOTEKNOLOGI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 0 ISOLASI DAN IDENTIFIKASI DNA SEL MUKOSA

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan termasuk dalam penelitian dasar yang. dilakukan dengan metode deskriptif (Nazir, 1998).

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan termasuk dalam penelitian dasar yang. dilakukan dengan metode deskriptif (Nazir, 1998). BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan termasuk dalam penelitian dasar yang dilakukan dengan metode deskriptif (Nazir, 1998). B. Populasi dan Sampel 1. Populasi yang

Lebih terperinci

Teknik-teknik Dasar Bioteknologi

Teknik-teknik Dasar Bioteknologi Teknik-teknik Dasar Bioteknologi Oleh: TIM PENGAMPU Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Jember Tujuan Perkuliahan 1. Mahasiswa mengetahui macam-macam teknik dasar yang digunakan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 29 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik isolat bakteri dari ikan tuna dan cakalang 4.1.1 Morfologi isolat bakteri Secara alamiah, mikroba terdapat dalam bentuk campuran dari berbagai jenis. Untuk

Lebih terperinci

STUDI KEKERABATAN KULTIVAR KAMBOJA (Plumeria sp.) DENGAN TEKNIK RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD)

STUDI KEKERABATAN KULTIVAR KAMBOJA (Plumeria sp.) DENGAN TEKNIK RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD) STUDI KEKERABATAN KULTIVAR KAMBOJA (Plumeria sp.) DENGAN TEKNIK RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD) Skripsi Sebagai tugas akhir untuk memenuhi syarat mencapai derajat Sarjana S-1 Jurusan Biologi FMIPA

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian murni yang dilakukan dengan metode deskriptif, yaitu suatu metode penelitian untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim

III. MATERI DAN METODE. Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim III. MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Genetika dan Pemuliaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru

Lebih terperinci

ANALISIS POLA PITA ANDALIMAN (Zanthoxylum acanthopodium D.C) BERDASARKAN PRIMER OPC-07, OPD-03, OPD-20, OPM-20, OPN-09

ANALISIS POLA PITA ANDALIMAN (Zanthoxylum acanthopodium D.C) BERDASARKAN PRIMER OPC-07, OPD-03, OPD-20, OPM-20, OPN-09 ANALISIS POLA PITA ANDALIMAN (Zanthoxylum acanthopodium D.C) BERDASARKAN PRIMER OPC-07, OPD-03, OPD-20, OPM-20, OPN-09 SKRIPSI Oleh: ANN SINAGA 110301242/PEMULIAAN TANAMAN PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dari daun pertama pada pucuk. Genom merupakan seluruh materi DNA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dari daun pertama pada pucuk. Genom merupakan seluruh materi DNA BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. ISOLASI GENOM JARAK PAGAR Genom jarak pagar diisolasi dari daun jarak pagar muda yang diambil dari daun pertama pada pucuk. Genom merupakan seluruh materi DNA pada suatu

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika dan Molekuler Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mengekstraksi DNA dari dari beberapa spesimen herbarium Rafflesia arnoldii

BAB III METODE PENELITIAN. mengekstraksi DNA dari dari beberapa spesimen herbarium Rafflesia arnoldii 21 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif untuk mengekstraksi DNA dari dari beberapa spesimen herbarium Rafflesia arnoldii R.Br dan Rafflesia

Lebih terperinci

1 0,53 0,59 2 0,3 0,2 3 0,02 0,02 4 0,04 0,04 5 0,3 0,3 Ilustrasi rangkaian isolasi DNA tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.

1 0,53 0,59 2 0,3 0,2 3 0,02 0,02 4 0,04 0,04 5 0,3 0,3 Ilustrasi rangkaian isolasi DNA tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 berikut. PERBANDINGAN BEBERAPA METODE ISOLASI DNA UNTUK PENENTUAN KUALITAS LARUTAN DNA TANAMAN SINGKONG (Manihot esculentum L.) Molekul DNA dalam suatu sel dapat diekstraksi atau diisolasi untuk berbagai macam

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Survei penyakit klorosis dan koleksi sampel tanaman tomat sakit dilakukan di sentra produksi tomat di daerah Cianjur, Cipanas, Lembang, dan Garut. Deteksi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Sampel yang digunakan dalam penelitian

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Sampel yang digunakan dalam penelitian 12 METODE PEELITIA Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan April 2010, bertempat di Bagian Fungsi Hayati dan Perilaku Hewan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. penelitian ini

Lebih terperinci

PETUNJUK PRAKTIKUM BIOLOGI SEL DAN MOLEKULER Oleh: Ixora Sartika M ISOLASI DNA PLASMID

PETUNJUK PRAKTIKUM BIOLOGI SEL DAN MOLEKULER Oleh: Ixora Sartika M ISOLASI DNA PLASMID PETUNJUK PRAKTIKUM BIOLOGI SEL DAN MOLEKULER Oleh: Ixora Sartika M ixomerc@uny.ac.id ISOLASI DNA PLASMID Plasmid adalah DNA ekstrakromosom yang berbentuk sirkuler dan berukuran kecil (1 200 kb). Sebagian

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE 9 BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2011 sampai dengan Juli 2012. Kegiatan ekstraksi DNA sampai PCR-RFLP dilakukan di laboratorium Analisis

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Alat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Biokimia, Program Studi Kimia, Institut Teknologi Bandung. Peralatan yang digunakan pada penelitian ini diantaranya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Suhu Annealing pada Program PCR terhadap Keberhasilan Amplifikasi DNA Udang Jari (Metapenaeus elegans) Laguna Segara Anakan

Lebih terperinci

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Ria Maria (G34090088), Achmad Farajallah, Maria Ulfah. 2012. Karakterisasi Single Nucleotide Polymorphism Gen CAST pada Ras Ayam Lokal. Makalah Kolokium

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Autentikasi Bahan Baku Ikan Tuna (Thunnus sp.) dalam Rangka Peningkatan Keamanan Pangan dengan Metode Berbasis DNA dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian 14 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Unit Pelayanan Mikrobiologi Terpadu, Bagian Mikrobiologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan termasuk penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah metode penelitian yang bertujuan membuat gambaran secara sistematis,

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN TOLERANSI MELASTOMA TERHADAP ANTIBIOTIK KANAMISIN DAN HIGROMISIN SECARA IN VITRO NANI SUMARNI

PERTUMBUHAN DAN TOLERANSI MELASTOMA TERHADAP ANTIBIOTIK KANAMISIN DAN HIGROMISIN SECARA IN VITRO NANI SUMARNI PERTUMBUHAN DAN TOLERANSI MELASTOMA TERHADAP ANTIBIOTIK KANAMISIN DAN HIGROMISIN SECARA IN VITRO NANI SUMARNI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

Gambar 2 Vektor pengklonan pgem T Easy

Gambar 2 Vektor pengklonan pgem T Easy BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dari bulan September 2007 sampai dengan bulan April 2008. Penelitian dilakukan di Laboratorium Biologi Molekuler Seluler Tanaman, dan Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan termasuk ke dalam penelitian dasar dimana adanya

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan termasuk ke dalam penelitian dasar dimana adanya BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan termasuk ke dalam penelitian dasar dimana adanya keingintahuan peneliti terhadap hasil suatu aktivitas. Metode penelitian ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan sebagai salah satu sumber protein hewani mengandung semua jenis asam amino esensial yang diperlukan oleh tubuh manusia (Suhartini dan Nur 2005 dalam Granada 2011),

Lebih terperinci

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) ASAL JAWA BARAT DENGAN PENANDA RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA)

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) ASAL JAWA BARAT DENGAN PENANDA RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) ANALISIS KERAGAMAN GENETIK KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) ASAL JAWA BARAT DENGAN PENANDA RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) MUHAMMAD IQBAL SYUKRI DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai September 2014 di Green

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai September 2014 di Green BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai September 2014 di Green House dan Laboratorium Genetika dan Molekuler jurusan Biologi Fakultas Sains dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode penelitian deskriptif. 3.2 Objek Penelitian Tujuh puluh tiga kultivar mangga (Mangifera

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1. Peralatan Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah botol sampel, beaker glass, cool box, labu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Varietas unggul padi telah tersebar di seluruh dunia untuk dijadikan bibit yang digunakan oleh para petani. Pemerintah Republik Indonesia telah mengeluarkan lebih dari

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 29 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian meliputi Laut Sulawesi, Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores, Laut Banda, Teluk Tolo, Laut Maluku dan Teluk Tomini (Gambar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KONDISI OPTIMAL REAKSI AMPLIFIKASI Sintesis fragmen 688--1119 gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur A/Indonesia/5/2005 dilakukan dengan teknik overlapping extension

Lebih terperinci

INDUKSI KERAGAMAN GENETIK DENGAN MUTAGEN SINAR GAMMA PADA NENAS SECARA IN VITRO ERNI SUMINAR

INDUKSI KERAGAMAN GENETIK DENGAN MUTAGEN SINAR GAMMA PADA NENAS SECARA IN VITRO ERNI SUMINAR INDUKSI KERAGAMAN GENETIK DENGAN MUTAGEN SINAR GAMMA PADA NENAS SECARA IN VITRO ERNI SUMINAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 i ABSTRACT ERNI SUMINAR. Genetic Variability Induced

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan No. Bangsa Sapi Jenis Kelamin

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan No. Bangsa Sapi Jenis Kelamin MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung

Lebih terperinci

GAMBARAN RESTRICTION FRAGMENT LENGTH POLYMORPHISM (RFLP) GEN SITOKROM b DNA MITOKONDRIA DARI SEMBILAN SPESIES IKAN AIR TAWAR KONSUMSI DENNY SAPUTRA

GAMBARAN RESTRICTION FRAGMENT LENGTH POLYMORPHISM (RFLP) GEN SITOKROM b DNA MITOKONDRIA DARI SEMBILAN SPESIES IKAN AIR TAWAR KONSUMSI DENNY SAPUTRA GAMBARAN RESTRICTION FRAGMENT LENGTH POLYMORPHISM (RFLP) GEN SITOKROM b DNA MITOKONDRIA DARI SEMBILAN SPESIES IKAN AIR TAWAR KONSUMSI DENNY SAPUTRA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jenis kelamin menjadi salah satu studi genetik yang menarik pada tanaman

I. PENDAHULUAN. Jenis kelamin menjadi salah satu studi genetik yang menarik pada tanaman I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jenis kelamin menjadi salah satu studi genetik yang menarik pada tanaman dioecious. Jenis kelamin betina menjamin keberlangsungan hidup suatu individu, dan juga penting

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Virus Hepatitis B Gibbon Regio Pre-S1 Amplifikasi Virus Hepatitis B Regio Pre-S1 Hasil amplifikasi dari 9 sampel DNA owa jawa yang telah berstatus serologis positif terhadap antigen

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif.

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. 24 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. 3.2 Objek Penelitian DNA ikan gurame (Osphronemus goramy Lac.) yang resisten dan sensitif

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan metode

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan metode 16 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan metode deskriptif. Penelitian deskriptif adalah suatu metode penelitian untuk membuat deskripsi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai ekonomi untuk budidaya sapi pedaging. Sapi Pesisir dan sapi Simmental merupakan salah satu jenis

Lebih terperinci

DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN

DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN Darda Efendi, Ph.D Nurul Khumaida, Ph.D Sintho W. Ardie, Ph.D Departemen Agronomi dan Hortikultura, Faperta, IPB 2013 Marka = tanda Marka (marka biologi) adalah sesuatu/penanda

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Materi Sapi Perah FH

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Materi Sapi Perah FH 62 MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama sembilan bulan, yaitu dari bulan Oktober 2009 sampai dengan Juni 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler,

Lebih terperinci

PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER

PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER LATHIFATURRAHMAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER

Lebih terperinci

Lampiran 1 Ekstraksi dan isolasi DNA dengan metode GeneAid

Lampiran 1 Ekstraksi dan isolasi DNA dengan metode GeneAid LAMPIRAN 9 Lampiran 1 Ekstraksi dan isolasi DNA dengan metode GeneAid Satu ruas tungkai udang mantis dalam etanol dipotong dan dimasukkan ke dalam tube 1,5 ml. Ruas tungkai yang telah dipotong (otot tungkai)

Lebih terperinci

VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum

VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum Pendahuluan Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah suatu teknik

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah Berdasarkan aspek pewilayahan Kalimantan Tengah mempunyai potensi besar untuk pengembangan peternakan dilihat dari luas lahan 153.564 km 2 yang terdiri atas

Lebih terperinci

METODE EKSPLORATIF UNTUK MENGUJI KESAMAAN SPEKTRUM FTIR TEMULAWAK

METODE EKSPLORATIF UNTUK MENGUJI KESAMAAN SPEKTRUM FTIR TEMULAWAK METODE EKSPLO ORATIF UNTUK MENGUJI KESAMAAN SPEKTRUM FTIR TEMULAWAK EKO WAHYU WIBOWO SEKOLAH PASCASARJANAA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Uji Kualitatif dan Kuantitatif Hasil Isolasi RNA

HASIL DAN PEMBAHASAN. Uji Kualitatif dan Kuantitatif Hasil Isolasi RNA 6 konsentrasinya. Untuk isolasi kulit buah kakao (outer pod wall dan inner pod wall) metode sama seperti isolasi RNA dari biji kakao. Uji Kualitatif dan Kuantitatif Hasil Isolasi RNA Larutan RNA hasil

Lebih terperinci

The Genetic Fingerprint (Sidikjari Genetik)

The Genetic Fingerprint (Sidikjari Genetik) The Genetic Fingerprint (Sidikjari Genetik) Penting: Jangan lupa selalu memberi label pada tabung Eppi dengan hati-hati. Untuk pipet: Pipet 1000 (biru): gunakan tips biru dan hanya untuk memipet 100-1000

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN IV (ISOLASI RNA DARI TANAMAN) KHAIRUL ANAM P051090031/BTK BIOTEKNOLOGI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 0 ISOLASI RNA DARI TANAMAN TUJUAN Tujuan

Lebih terperinci