KARAKTERISASI DAN EKSPRESI GEN COAT PROTEIN Tomato infectious chlorosis virus PADA Escherichia coli FITRIANINGRUM KURNIAWATI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KARAKTERISASI DAN EKSPRESI GEN COAT PROTEIN Tomato infectious chlorosis virus PADA Escherichia coli FITRIANINGRUM KURNIAWATI"

Transkripsi

1 KARAKTERISASI DAN EKSPRESI GEN COAT PROTEIN Tomato infectious chlorosis virus PADA Escherichia coli FITRIANINGRUM KURNIAWATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

2

3 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Karakterisasi Dan Ekspresi Gen Coat Protein Tomato infectious chlorosis virus Pada Escherichia coli adalah karya saya sendiri, dengan arahan Komisi Pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir tesis ini. Bogor, Januari 2012 FITRIANINGRUM KURNIAWATI NIM: A

4

5 ABSTRACT FITRIANINGRUM KURNIAWATI. Characterization and Expression of Tomato infectious chlorosis virus Coat Protein Gene in Escherichia coli. Supervised by GEDE SUASTIKA and GIYANTO. Tomato infectious chlorosis virus (TICV) is a member of Crinivirus genus. TICV infects tomato crop in Garut and Cipanas, West Java Indonesia. Tomato initially showed bright interveinal yellowing symptoms. The coat protein gene (CP-TICV) was amplified by RT-PCR from total RNA extracted from infected tomato leaves and the amplified fragment was cloned and completely sequenced. The fragment was subsequently subcloned into the pet-21b expression vector. The recombinant plasmid was transformed to Escherichia coli strain BL21(DE3)pLysS to express the coat protein. The coat protein fused to a 6xhistag, was purified by affinity chromatography using a NiNTA spin column. The identity of the purified protein was confirmed by SDS-PAGE. In this experiment, 792 bp of CP-TICV gene of TICV virus has been successfully cloned, sequenced, and expressed in E. coli. Based on nucleotide sequences alignment analysis, TICV-Indonesia strain showed 100% identity to TICV Spain strain and 99% identity to North America, France, and California strains and based on amino acid sequences alignment analysis, TICV-Indonesia strain showed 100% identity to TICV Spain, North America, France strains and 99.2% identity to California strain. CP-TICV showed over expressed in E. coli when it is induced with 1 mm IPTG and incubated at 37 o C. Purified CP-TICV-Histag recombinants protein sized 29 kda based on SDS- PAGE analysis. Keyword : Tomato infectious chlorosis virus (TICV), coat protein gene, expression

6

7 RINGKASAN FITRIANINGRUM KURNIAWATI. Karakterisasi dan Ekspresi Gen Coat Protein Tomato infectious chlorosis virus pada Escherichia coli. Dibimbing oleh GEDE SUASTIKA dan GIYANTO. Penyakit klorosis pada tanaman tomat telah ditemukan di Indonesia. Penyebab penyakit klorosis ini adalah Tomato infectious chlorosis virus (TICV) anggota dari genus Crinivirus (famili Closteroviridae). Pada tanaman tomat, infeksi TICV menyebabkan berbagai gejala antara lain: klorosis antar tulang daun (interveinal yellowing), nekrotik, daun rapuh, ukuran buah mengecil, dan proses pemasakan buah terganggu. Deteksi virus dapat dilakukan dengan reverse transcription polymerase chain reaction (RT-PCR) dan dengan pendekatan serologi yaitu enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA), tissue blot immunosorbent assay (TBIA), dan dot blot immunosorbent assay (DIBA). Antiserum merupakan komponen utama dalam uji serologi, namun demikian antiserum terhadap TICV belum tersedia di Indonesia. Usaha penyediaan antiserum bermanfaat sebagai sarana dalam mendeteksi TICV. Ekspresi gen coat protein (CP) TICV pada Escherichia coli menjanjikan tersedianya antigen dalam jumlah yang cukup untuk produksi antiserum. Penelitian ini bertujuan untuk: mendeteksi penyakit klorosis yang disebabkan oleh TICV dengan RT-PCR, mengarakterisasi gen CP-TICV isolat Indonesia dan melakukan ekspresi gen CP-TICV pada bakteri E. coli. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Maret 2009 April 2011 di Laboratorium Virologi Tumbuhan Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Biokimia Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian. Tanaman sumber virus dikumpulkan dari tanaman bergejala klorosis di sentra produksi tomat Cikajang- Garut dan Cipanas-Cianjur, Jawa Barat. Untuk mengarakterisasi gen CP-TICV dilakukan ekstraksi RNA total dengan Qiagen Rneasy plant mini kits. RNA hasil ekstraksi digunakan sebagai cetakan dalam sintesis complementary (c)dna melalui reaksi RT. cdna hasil RT digunakan sebagai cetakan dalam reaksi PCR menggunakan primer spesifik. Hasil PCR langsung dirunut nukleotidanya di PT. Macrogen Incorporation-Korea Selatan. Runutan nukleotida tersebut dianalisis dengan program Basic Local Alignment Search Tools (BLAST). Gen CP-TICV disisipkan ke dalam vektor ekspresi pet-21b pada situs pemotongan BamHI dan HindIII yang terletak antara T7 pada ujung depan setelah start kodon dan 6xhistag pada ujung belakang sebelum stop kodon. Transformasi dilakukan pada bakteri E. coli strain BL21(DE3)pLysS. Konfirmasi transforman dilakukan dengan pemotongan menggunakan enzim restriksi BamHI dan HindIII pada plasmid rekombinan pet21b-cp dan PCR menggunakan primer spesifik TICV. Ekspresi CP-TICV dilakukan dengan menginduksinya menggunakan 1 mm isopropil-thio-d-galaktoside (IPTG) pada suhu 37 o C semalam. Purifikasi protein CP-TICV dilakukan dengan nickel-nitrilotriacetic (NiNTA) spin column (Qiagen, Germany) dan hasilnya dianalisis dengan Sodium Dedocyl Sulfate-Polyacrylamide Gel Electrophoresis (SDS-PAGE). Pada penelitian ini gen CP-TICV isolat asal Cipanas berhasil diisolasi dengan RT-PCR, nukleotidanya berhasil dirunut dan

8 diketahui berukuran 792 bp. Berdasarkan hasil analisis alignment two sequence runutan nukleotida gen CP tersebut, TICV isolat Indonesia mempunyai kemiripan 100% dengan TICV isolat Spanyol, dan 99% dengan isolat Amerika Utara, Perancis, dan California. Sedangkan berdasarkan hasil analisis alignment two sequence runutan asam amino protein CP tersebut, TICV isolat Indonesia mempunyai kemiripan 100% dengan Spanyol, Amerika Utara, dan perancis, serta 99.2% dengan California. Ekspresi gen CP-TICV berhasil dilakukan pada E. coli dengan menginduksinya menggunakan 1 mm IPTG pada 37 o C selama semalam. Protein CP-TICV berhasil dipurifikasi dengan NiNTA spin column dan melalui analisis SDS-PAGE CP-TICV diketahui berukuran 29 kda. Kata kunci: Tomato infectious chlorosis virus (TICV), gen coat protein (CP), ekspresi.

9 Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2012 Hak cipta dilindungi Undang Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

10

11 KARAKTERISASI DAN EKSPRESI GEN COAT PROTEIN Tomato infectious chlorosis virus PADA Escherichia coli FITRIANINGRUM KURNIAWATI Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Entomologi-Fitopatologi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

12 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Tri Asmira Damayanti, MAgr

13 Judul Tesis : Karakterisasi dan Ekspresi Gen Coat Protein Tomato infectious chlorosis virus pada Escherichia coli Nama Mahasiswa : FITRIANINGRUM KURNIAWATI NIM : A Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Ir. Gede Suastika, M.Sc Ketua Dr. Ir. Giyanto, M.Si Anggota Diketahui Ketua Program Studi Fitopatologi Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, M.Sc Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc Agr Tanggal Ujian: Tanggal Lulus:

14

15 PRAKATA Puji dan syukur alkhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahuwata ala karena berkat dan rahmat-nya sehingga tesis yang berjudul Karakterisasi dan Ekspresi Gen Coat Protein Tomato infectious chlorosis virus pada Escherichia coli dapat terselesaikan. Penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada Dr. Ir. Gede Suastika, M.Sc selaku ketua komisi pembimbing dan Dr. Ir. Giyanto, M.Si selaku anggota komisi pembimbing, atas segala kesabaran, bimbingan, nasihat, kritik, dan sarannya sehingga tesis ini dapat terselesaikan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, M.Sc selaku Ketua program studi Fitopatologi dan semua dosen Departemen Proteksi Tanaman IPB atas ilmu yang bermanfaat. Terimaksih juga penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Tri Asmira Damayanti, M. Agr selaku dosen penguji tamu. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ketua Kelompok Peneliti (Kelti) Biokimia Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB-BIOGEN) Dr. I Made Samudera, yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk mengerjakan penelitian di Laboratorium Biokimia BB-BIOGEN, dan kepada Dr. Ir. Tri Puji Priyatno M.Sc, Dr. Ifa Manzila, M.Si terimakasih atas bimbingan, arahan, dan masukan selama penulis mengerjakan penelitian di BB-BIOGEN. Penulis juga menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan kepada teman-teman Laboratorium Virologi, Pak Edi, Mbak Tuti Susanti Legiastuti, S.Si, Ibu Dr. Ifa Manzila, M. Si, Irwan Lakani M. Si, Ibu Dra. Rita Noveriza, M. Sc, Budi Sri Utami SP, Devi Agustina M. Si, Mbak Damayanti SP, Mbak Miftachurohmah SP, Aceu SP, Mbak Melinda SP, Mbak Dwi S.Si, dan Adik-adik mahasiswa S1. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada teman-teman seperjuangan PS Entomologi-Fitopatologi 2008 (Kak Linda M. Si, Kak Nilda M. Si, Mas Tri M. Si, Wawan M.Si, Kak Kiki SP, Mia M. Si, Yani M. Si, Bang Dedi M. Si, Pak Aser, Pak Gatot, Kak Nela M. Si, Kak Rika M. Si, dan Umbu SP), teman-teman Fito 2007 (Eva M. Si, Donna M. Si, Teh Rika M. Si, dan Bruce M. Si) dan teman-teman Fito 2009.

16 Secara khusus penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada yang tercinta ayahanda dan ibunda atas segala pengertian, dorongan, dan doa yang tiada henti sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan, serta kepada bapak dan ibu mertua terimakasih atas doa dan semangatnya. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada suami Bangun Sulistyobudi, ST dan ananda tersayang Ayazid Iqbal Budialbani atas segala semangat, pengertian, kasih sayang, motivasi dan inspirasi selama penulis menempuh studi. Akhirnya penulis berharap mudah-mudahan tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Bogor, Januari 2012 Fitrianingrum Kurniawati

17 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sukoharjo, Jawa Tengah pada tanggal 28 Juni 1983 dari pasangan Bapak Kumpul Hermawan dan ibu Tri Budiarsi. Penulis merupakan putri pertama dari empat bersaudara. Tahun 2001 penulis lulus dari SMU Negeri 3 Sukoharjo dan pada tahun yang sama masuk Institut Pertanian Bogor, Departemen Proteksi Tanaman melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Tahun 2005 penulis mendapat gelar Sarjana Pertanian. Tahun penulis bekerja di perusahaan tanaman hias CV. Salsabiila Nursery Cipanas-Cianjur Jawa Barat. Tahun 2008 penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan studi Program Magister Sains di Program Pascasarjana IPB dengan biaya dari orangtua. Selama melaksanakan studi, penulis aktif di forum wacana Ento-Fito sebagai bendahara. Penulis menjadi asisten dosen penyakit kelapa sawit program D3 IPB ( ). Tahun 2009 penulis mengikuti seminar internasional Perhimpunan Fitopatologi Indonesia di Universitas Hassanudin Makassar, dan pada tahun yang sama penulis menikah dengan Bangun Sulistyobudi, ST dan dikaruniai satu orang anak, Ayazid Iqbal Budialbani.

18

19 DAFTAR TABEL No Halaman 1. Tingkat kesamaan isolat TICV dari beberapa negara berdasarkan perunutan nukleotida Tingkat kesamaan isolat TICV dari beberapa negara berdasarkan asam amino... 31

20

21 19 DAFTAR GAMBAR No Halaman 1. Partikel TICV berbentuk seperti benang memanjang (filamentous) dan lentur Organisasi genom TICV Vektor ekspresi pet-21b Gejala penyakit klorosis di lapangan Deteksi RT-PCR TICV dan ToCV dengan primer spesifik pada tanaman tomat yang bergejala klorosis Amplifikasi gen CP-TICV Hasil Alignment nukleotida antara genom TICV- Indonesia dengan genom TICV yang terdapat pada Genbank Hasil Alignment asam amino antara genom TICV- Indonesia dengan genom TICV yang terdapat pada Genbank Pohon filogenetik berdasarkan runutan nukleotida (A) dan asam amino (B) gen protein selubung isolat TICV-Indonesia Hasil elektroforesis 1% gel agarose A) pemotongan plasmid rekombinan pet-21b-cp, B) hasil PCR koloni tunggal E. coli rekombinan Optimasi ekspresi protein CP TICV pada beberapa suhu Analisis SDS-PAGE ekspresi CP-TICV pada bakteri E. coli strain BL21(DE3)pLysS yang diinduksi dengan IPTG dan yang tidak diinduksi IPTG Analisis sodium deodecyl sulfat-polyacrilamid gel electrophoresis (SDS-PAGE) protein-protein yang diekstraksi dari E. coli BL

22

23 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI... Halaman xiii xiv xv PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 3 TINAJAUAN PUSTAKA... 4 Tomato infectious chlorosis virus... 4 Kloning... 9 Ekspresi Gen BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Tanaman Sumber Virus Koleksi dan Pengumpulan Tanaman Sakit Deteksi TICV dan ToCV dengan RT-PCR Karakterisasi Gen CP-TICV Ekstraksi RNA Total Sintesis cdna Amplifikasi Gen CP-TICV dengan PCR Perunutan Nukleotida dan Asam Amino Gen CP-TICV 18 Ekspresi Gen CP-TICV pada E. coli Strain BL21(DE3)pLysS. 18 Kloning CP-TICV Konstruksi Vektor Ekspresi Persiapan Kompeten Sel Transformasi Konfirmasi Transforman Isolasi Plasmid dengan Metode Alkalin Lisis Koloni PCR Pemotongan pet-21b-cp dengan Enzim Restriksi. 21 Purifikasi CP-TICV Kultur Ekspresi Purifikasi dengan NiNTA Spin Column pada Kondisi Denaturasi 21 Analisis SDS-PAGE HASIL DAN PEMBAHASAN TICV Isolat Indonesia Karakterisasi Gen CP-TICV Amplifikasi Gen CP-TICV 27 Perunutan Nukleotida dan Asam Amino Gen CP-TICV 27 Ekspresi Gen CP-TICV pada E. coli. 33 Konfirmasi Transformasi Ekspresi CP-TICV pada E. coli Strain BL21(DE3)pLysS Purifikasi CP-TICV dengan NiNTA Spin Column KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA... 39

24 21

25 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman tomat (Lycopersicon esculentum Mill. ) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang penting di Indonesia. Tomat mempunyai kandungan zat gizi yang banyak, seperti vitamin A, C, karbohidrat, lemak, protein, dan kalsium. Selain kaya kandungan gizinya, tomat juga mengandung likopen yang berfungsi sebagai antioksidan, mengobati gangguan pencernaan, memulihkan fungsi lever dan mencegah penggumpalan dan pembekuan darah (Astawan 2008). Penyakit klorosis merupakan salah satu penyakit yang menyerang tomat. Penyakit klorosis sudah banyak dilaporkan menyerang tanaman tomat di berbagai negara. Di Indonesia, penyakit ini telah ditemukan di beberapa sentra produksi tomat, seperti di Garut, Cianjur, Bogor, Magelang, dan Yogyakarta (Fitriasari 2010; Hartono & Wijonarko 2007). Penyakit klorosis disebabkan oleh Tomato infectious chlorosis virus (TICV) (Dalmon et al. 2005; Tsai et al. 2004). TICV merupakan anggota dari genus Crinivirus (famili Closteroviridae) (Wisler et al. 1996; Li et al. 1998; Jacquemond et al. 2008). Gejala serangan TICV pada tanaman tomat ditunjukan oleh klorosis pada bagian antara tulang daun (interveinal yellowing). Jika gejala klorosis sangat parah, daun akan mengalami nekrotik (kematian jaringan) dan menjadi rapuh, serta ukuran buah menjadi lebih kecil, mudah gugur dan proses pemasakan terganggu sehingga hasil panen menurun (Wisler et al. 1998a; Wisler et al. 1998b; Vaira et al. 2002). TICV ditularkan dari satu tanaman ke tanaman lainnya oleh serangga vektor Trialeurodes vaporariorum (Hemiptera: Aleyrodidae) yang dikenal dengan nama kutu kebul. Penularan dapat terjadi secara cepat ke seluruh areal pertanaman karena serangga vektor bersifat aktif. TICV ditularkan oleh serangga vektor secara semipersisten (Duffus et al. 1994; Wintermantel 2004). Sampai saat ini deteksi TICV dapat dilakukan dengan pendekatan molekuler yaitu Reverse transcription-polymerase chain reaction (RT-PCR) yang hasilnya sangat cepat dan akurat, namun memerlukan bahan-bahan dan peralatan

26 2 yang mahal. Selain RT-PCR, pendekatan serologi enzyme linked immunosorbent assay (ELISA), tissue blot immunosorbent assay (TBIA), dan dot blot immunosorbent assay (DIBA) juga diterapkan untuk deteksi virus tanaman karena lebih murah namun tetap cepat. Deteksi secara serologi ini memerlukan antiserum. Antiserum TICV belum tersedia di Indonesia, sehingga menyulitkan dalam mendeteksi virus ini. Usaha ke arah penyediaan antiserum akan sangat bermanfaat sebagai sarana dalam mendeteksi TICV. Secara konvensional, siapan virus murni digunakan sebagai antigen dalam produksi antiserum. Untuk mendapatkan siapan virus murni diperlukan titer virus yang tinggi pada jaringan tanaman sumber virus. Syarat ini tidak dapat dipenuhi oleh TICV dalam jaringan tanaman tomat. TICV adalah virus yang penyebarannnya di dalam tanaman inang terbatas pada jaringan floem, oleh karena itu konsentrasi partikelnya sangat rendah dalam keseluruhan jaringan tanaman. Penyebaran yang terbatas pada jaringan floem ini menyebabkan TICV sangat sulit untuk diekstraksi agar mendapatkan jumlah yang memadai. Kemajuan teknologi di bidang biologi molekuler telah menyediakan metode ekspresi suatu gen tertentu yang disisipkan dalam vektor ekspresi (plasmid) pada Escherichia coli. Ekspresi gen CP TICV pada E. coli menjanjikan tersedianya immunogen dalam jumlah yang cukup untuk produksi antiserum. Keunggulan penyediaan antiserum dengan metode ini antara lain: protein yang dihasilkan bersifat spesifik sehingga tidak bereaksi terhadap protein tanaman, dapat tersedia antigen dalam jumlah yang mencukupi setiap saat apabila diperlukan untuk produksi antiserum, (Cotillon et al. 2005). Melihat keunggulan diatas maka diperlukan suatu metode untuk dapat mengekspresikan gen CP TICV yang akan digunakan sebagai antigen dalam produksi antiserum. Ketersediaan antiserum yang mencukupi sangat diperlukan untuk mewujudkan pendeteksian TICV yang cepat dan akurat yang akhirnya sangat menentukan tindakan pengendalian penyakit pada tanaman tomat secara tepat.

27 3 Tujuan Penelitian Penelitian ini mempunyai beberapa tujuan, yaitu untuk mendeteksi penyakit klorosis yang disebabkan oleh TICV dengan RT-PCR, mengarakterisasi gen CP-TICV, dan melakukan ekspresi gen CP-TICV pada bakteri E. coli.

28

29 4 TINJAUAN PUSTAKA Tomato infectious chlorosis virus (TICV) Tomato infectious chlorosis virus (TICV) pertama kali ditemukan pada tahun 1993 di daerah Irvine Orange, California. Pengamatan pertama kali dilakukan oleh Bill Glover (Crops Production Service-Riverside menunjukkan adanya gejala serangan TICV pada pertanaman tomat). Tanaman yang sakit ini menunjukkan gejala menguning pada bagian di antara tulang daun (interveinal yellowing) dan nekrosis. Survei untuk mengetahui kejadian penyakit yang disebabkan oleh TICV dilakukan di daerah dekat Irvine dan sebelah selatan Irvine pada musim semi tahun Survei penyakit ini dilakukan kembali di Orange, San Diego dan Carlsbad. Pada bulan Juli 1994 Dr. Bryce Falk menemukan gejala serangan TICV yang sama pada pertanaman tomat di daerah Yolo, California (pertanian organik Universitas California). TICV diisolasi dari pertanaman tomat di lapang dan rumah kaca di kampus Davis. Penyakit kemudian ditemukan di pembibitan tomat komersial rumah kaca, 15 mil dari Davis bagian utara dan California Tengah (daerah San Benito) (Duffus et al. 1996). Penyakit ini menyebar dan menimbulkan kerugian yang sangat besar di Negara penghasil tomat seperti Yunani (Dovas et al. 2002), Italia dan Jepang (Hartono et al. 2003), Taiwan (Tsai et al. 2004) dan Spanyol (Font et al. 2004). Survei lapang terhadap penyakit ini telah dilakukan di Indonesia pada tahun 2005 sampai awal 2006, yaitu di daerah Magelang, Jawa Tengah dan Purwakarta, Jawa Barat. Penyakit yang disebabkan TICV ini sering disebut dengan penyakit ungu oleh petani di Magelang. Rata-rata intensitas penyakit ini di Magelang mencapi 30% sampai 80% (Hartono dan Wijonarko 2007). Serangan TICV telah ditemukan di dataran tinggi di Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut, Jawa Barat (Fitriasari 2010). TICV adalah salah satu anggota Genus Crinivirus. Crinivirus berasal dari kata crinis (Bahasa Latin, yang artinya rambut) yang berarti virus yang partikelnya tampak seperti benang yang sangat panjang. Virion terdiri atas kapsid, kapsidnya tidak punya envelope, kapsid atau nukleokapsid memanjang

30 5 dengan simetri helix. Menurut Wisler et al. (1996) partikel virus TICV, yang dilihat pada siapan murni hasil ekstraksi tanaman tomat sakit, berbentuk seperti benang (threadlike), memanjang (filamentous), dan lentur (flexuous). Partikel TICV memiliki panjang nm (Duffus et al. 1996, Liu et al. 2000). Gambar 1 Partikel TICV berbentuk seperti benang (threadlike), memanjang (filamentous) dan lentur (flexuous) (Liu 2000). Genom TICV bersegmen (segmented). TICV mempunyai dua genom (bipartite), positif sense. Single stranded (ss) RNA, yaitu RNA 1 (7.8 kb) dan RNA 2 (7.4 kb). Pada RNA genom tersebut terdapat beberapa open reading frame (ORF) yang menyandi beberapa protein struktural dan non struktural. RNA 1 mengandung ORF yang mengkode dua jenis protein yang terlibat dalam replikasi virus, sedangkan RNA 2 mengandung ORF untuk sebuah protein kecil yang hidrofobik (small hydrophobic protein), heat shock protein 70 homologue (HSP70h), sebuah protein berukuran sekitar 60 kda, dan dua jenis protein mantel yaitu main capsid protein (CP) dan minor capsid protein (CPm) (Wintermantel et al. 2009).

31 6 Gambar 2 Organisasi genom TICV (Wintermantel et al. 2009). Infeksi TICV pada tanaman tomat menyebabkan daun-daun tomat klorosis, yaitu menguning di antara tulang daun (interveinal yellowing) yang berasosiasi dengan berkurangnya kemampuan fotosintesisnya. Pada perkembangan selanjutnya daun-daun menjadi rapuh (leaf brittleness), mengalami nekrotik pada beberapa bagian dan warna bagian yang nekrotik menjadi merah keunguan (bronzing), kebugaran (vigor) tanaman menjadi sangat berkurang, dan apabila menghasilkan buah maka ukurannya jauh lebih kecil dari normal dan proses pematangannya terganggu, serta mudah gugur (early senescence) sehingga sangat menurunkan bahkan meniadakan nilai ekonomi tanaman yang terinfeksi (Duffus et al. 1996; Dalmon et al. 2005). TICV tidak dapat ditularkan secara mekanis, tetapi dapat ditularkan dengan serangga vektor (kutu kebul rumah kaca (Trialeurodes vaporariorum Westwood.) (Hemiptera: Aleyrodidae)) secara semipersisten. Berdasarkan ketidakmampuan virus tumbuhan melakukan sirkulasi dalam vektor, virus semipersisten sama non-persisten. Sebaliknya, berdasarkan kemampuan penularannya virus semipersisten lebih menyerupai virus persisten, yaitu membutuhkan waktu yang relative lama. Menurut Wisler et al. (1998a) TICV memiliki periode persistensi selama 4 hari. Periode makan akuisisi di atas 48 jam. TICV dapat ditularkan dengan waktu yang terbatas antara 1-9 hari tergantung dari virusnya. TICV memiliki inang yang luas. TICV mampu menyerang 26 spesies dari delapan keluarga yang berbeda. Inang TICV mencakup beberapa tanaman penting

32 7 yang meliputi: famili Solanaceae (Tomat (Lycopersicon esculentum Mill., tomatillo (Physalis ixocarpa Brot.), Physalis alkekengi L., P. floridana. Rybd., P. wrightii Gray., dan kentang (Solanum tuberosum L.), Nicotiana benthamiana Domin., N. clevelandii Gray., N. glauca Graham., petunia (Petunia hybrida Vilm.)) ; Chenopodiaceae (Chenopodium capitatum L., C. murale L.) ; Compositae (artichoke (Cynara scolymus L.), Cynara scolymus L., lettuce (Lactuca sativa L.), Picris echioides L., Senecio vulgaris L., Sonchus oleraceus L., Zinnia elegans Jacq) ; Cruciferae (Capsella bursa-pastoris (L.) Medic)) ; Geraniaceae (Erodium cicutarium (L.)L Her., Geranium dissectum L.) ; Leguminosae (Trifolium subterraneum L.) ; Malvaceae ( Anoda cristata (L.) Schlecht.) ; Umbelliferae (Conium maculatum L.) (Duffus et al. 1996; Wisler et al. 1996; Li et ai. 1998). Deteksi TICV pada tomat sangat diperlukan dalam strategi pengendalian. Seiring dengan pesatnya kemajuan pada bidang bioteknologi, metode deteksi virus tumbuhan juga berkembang sangat cepat. Teknik RT-PCR dikembangkan untuk melakukan analisis terhadap molekul RNA hasil transkripsi yang terdapat dalam jumlah sangat sedikit di dalam sel. Oleh karena PCR tidak dapat dilakukan dengan menggunakan RNA sebagai cetakan, maka terlebih dahulu dilakukan proses transkripsi balik (reverse transcription) terhadap molekul RNA sehingga diperoleh molekul cdna (complementary DNA). Molekul cdna tersebut kemudian digunakan sebagai cetakan dalam proses PCR. Teknik RT-PCR ini sangat berguna untuk mendeteksi ekspresi gen, untuk amplifikasi RNA sebelum dilakukan kloning dan analisis, maupun untuk diagnosis agensia infektif maupun penyakit genetik (Yuwono 2006). Teknik RT-PCR memerlukam enzim transkriptase balik (reverse transcriptase). Enzim transkriptase balik adalah enzim DNA polymerase yang menggunakan molekul RNA sebagai cetakan untuk menyintesis molekul DNA (cdna) yang komplementer dengan molekul RNA tersebut. Beberapa enzim transkriptase balik yang dapat digunakan antara lain mesophilic viral reverse transcriptase (RTase) yang dikode oleh Avian myoblastosis virus (AMV) maupun oleh Moloney murine leukemia virus (M-MuLV), dan Tth DNA polymerase. RTase yang dikode oleh AMV maupun M-MuLV bersifat sangat prosesif dan

33 8 mampu menyintesis cdna sampai sepanjang 10 kb, sedangkan Tth DNA polymerase mampu menyintesis cdna sampai sepanjang 1-2 kb (Yuwono 2006). Teknik deteksi TICV dengan RT-PCR telah dilakukan oleh para peneliti menggunakan beberapa primer. Hartono & Wijonarko (2007) dan Jaquemond (2008) telah melakukan deteksi TICV dengan teknik RT-PCR menggunakan primer HSP-70 h, Fitriasari (2010) mendeteksi TICV dengan primer CP, serta Andini (2011) dan Nurulita (2011) dengan primer CPm. Teknik serologi juga merupakan salah satu cara deteksi dan identifikasi suatu patogen dalam suatu inang. Teknik serologi dengan hibridisasi dot blot menggunakan label digoxigenin TICV probe crna, ELISA (Enzyme linked immunosorbent assay), western blot telah dikembangkan dan digunakan untuk mendeteksi TICV pada tanaman tembakau (Nicotiana clevelandii), Physalis wrightii, dan tomat di laboratorium (Duffus et al. 1996; Wisler 1996, dan Li et al. 1998). Uji serologi merupakan pengujian berdasarkan sifat protein suatu virus. Pada dasarnya uji serologi adalah suatu uji yang memerlukan antigen dan antibodi, yang kemudian reaksi akan terjadi antara antigen dan antibodi dalam suatu substrat (Bos 1994 ; Wahyuni 2005). Prinsip dari uji serologi adalah reaksi spesifik antara antibodi dengan antigen yang membentuk kompleks antigen-antibodi. Antibodi yang digunakan dalam teknik serologi untuk deteksi virus tanaman diperoleh melalui penyuntikan hewan (imunisasi) dengan antigen yang berasal dari hasil pemurnian virus. Darah hewan yang sudah mengandung antibodi terhadap virus yang disuntikkan tersebut kemudian akan diproses lebih lanjut untuk memperoleh antiserum yang spesifik terhadap virus yang bersangkutan. Adanya kompleks antigen-antibodi dapat diperhatikan dengan pengujian in vitro. Teknik serologi yang lazim digunakan untuk diagnosis virus tumbuhan didasarkan pada interaksi antigen-antibodi yang berupa ikatan primer, yaitu ELISA, DIBA, TBIA atau ikatan sekunder yaitu uji presipitasi atau aglutinasi (Akin 2006).

34 9 Kloning Salah satu teknologi DNA rekombinan yang dikembangkan saat ini adalah kloning gen. Menurut Glick & Pasternak (2003) kloning gen adalah sejumlah eksperimen yang bertujuan memindahkan DNA dari satu organism ke organism lain. Eksperimen DNA rekombinan secara umum meliputi: (1) ekstraksi DNA sisipan dari organisme donor, (2) pemotongan dan penyambungan secara enzimatis ke DNA vektor untuk membentuk molekul DNA rekombinan baru, (3) pemindahan hasil konstruksi vektor kloning-dna sisipan ke dalam suatu sel inang dan pemeliharaan di dalam sel tersebut, dan (4) penyeleksian sel-sel inang yang membawa konstruksi DNA. Prinsip dari ekstraksi DNA dalam proses kloning adalah menghancurkan dinding sel, baik secara mekanis atau enzimatis; melisis sel dengan menambahkan deterjen (seperti: SDS; membersihkan debris sel menggunakan pelarut organik fenol dan chloroform-isoamilalkohol; dan mengendapkan DNA dari lisat jernih dengan menambahkan etanol dan garam natrium (Old & Primrose 2003). DNA sisipan dan DNA vektor dipotong menjadi fragmen linear. Pemotongan DNA merupakan kerja enzim restriksi yang bersifat spesifik sehingga menghasilkan DNA dengan potongan unik, baik berujung tumpul (blunt-end) ataupun lancip (sticky-end). Bakteri menghasilkan enzim yang menghancurkan DNA fag sebelum fag ini sempat mengadakan replikasi dan mengarahkan sintesis partikel fag baru. DNA bakteri sendiri terlindung dari enzim ini, hal ini dikarenakan DNA mempunyai gugus metil tambahan yang menghalangi kerja degradatif enzim. Enzim-enzim degradatif ini disebut endonuklease restriksi dan disintesis oleh banyak spesies bakteri. Jenis-jenis enzim restriksi antara lain: Hindlll, Kpnl, Sacl, BamHl, spel, BstXl, EcoRl, EcoV,Notl, Xhol, Nsil, Xbal dan Apal (Brown 2003; Glick & Pasternak 2003). Penyambungan DNA sisipan dengan DNA vektor dilakukan oleh enzim ligase. Konstruksi DNA sisipan-vektor plasmid ditransfer ke sel inang melalui proses transformasi. Prinsip transformasi adalah membuat suatu kondisi yang mempengaruhi sel hidup sehingga dapat menarik dan membiarkan molekul DNA

35 10 asing masuk kedalam sel melalui membran sel dari lingkungannya (sel kompeten). Sel kompeten dibuat dengan menurunkan suhu pertumbuhan sel beberapa lama, lalu memberikan kejutan panas. Kemungkinan DNA asing masuk kedalam sel menjadi lebih besar jika pada lingkungannya terdapat ion-ion divalen Ca 2+ dan Mg 2+. Suatu inang yang baik hendaknya memenuhi prasyarat: pertumbuhan cepat, non patogenik, mampu menangkap molekul DNA dan stabil dalam kultur memiliki enzim yang sesuai untuk replikasi vektor rekombinan, mempunyai informasi genetik selengkap mungkin, dan mempunyai genotip spesifik untuk efektifitas hasil kloning (Glick & Pasternak 2003) Sistem inang E.coli popular digunakan. Galur E.coli DH5α adalah E.coli yang dimutasi pada bagian lacz (lacz M15) sehingga dapat dimanfaatkan sebagai penseleksi transforman, Jika galur ini ditransformasikan oleh plasmid yang membawa daerah regulator operon lac yaitu gen penyandi ß-galaktosidasedan suatu segmen pendek DNA penyadi ujung animo terminal plasmid tersebut berkombinasi dengan produk ß-galaktosidase tidak lengkap yang dihasilkan galur lacz M15, menghasilkan ß-galaktosidase yang fungsional. Peristiwa penggabungan potongan protein lacz menjadi lacz fungsional ini disebut komplementasi-α. Enzim ß-galaktosidase fungsional ini dapat diinduksi oleh IPTG. Fenotip ini dapat diamati sebagai warna biru yang dihasilkan dari reaksi dengan substrat kromogenik X-gal (5-bromo-4chloro-3indoly-ß-D-galactoside). Telah dirancang tepat pada bagian hilir lacz suatu multiple cloning region atau multiple cloning sites (MCS), yaitu suatu daerah sempit sebagai situs penyisipan suatu fragmen DNA. Jika DNA terklon pada daerah tersebut, maka aktivitas fungsional lacz di plasmid terganggu, sehingga tidak dihasilkan ß-galaktosidase yang fungsional, akibat substrat tidak bereaksi menghasilkan warna biru. Prinsip seleksi koloni biru putih bermanfaat untuk membedakan transforman dengan koloni lainya (Glick & Pasternak 2003). Seleksi transforman hanya menggambarkan masuk tidaknya konstruksi DNA ke dalam inang. Untuk membedakan rekombinasi yaitu koloni yang membawa konstruksi DNA dengan plasmid non rekombinasi perlu dilakukan uji ekspresi klon gen pada media tertentu.

36 11 Keberhasilan transformasi dipengaruhi oleh: jenis plasmid yang digunakan, suhu, jumlah dan ukuran DNA, lama perlakuan, adanya enzim nuclease pada sel inang, lama dan cara pemberiannya kejutan panas, spesifitas panas, kekuatan ion, konformasi dan konsentrasi DNA. Untuk menghindari religasi vektor plasmid maka alkalin fosfatase dapat digunakan sehingga tidak muncul transforman yang tidak mengandung insert (Glick & Pasternak 2003). Ekspresi Gen Proses ekspresi gen merupakan proses transformasi informasi genetik melalui transkripsi dan translasi, untuk pembentukan protein atau enzim. Protein dan enzim sangat penting dalam proses metabolisme, sehingga ekspresi gen sebenarnya merupakan proses pengendalian metabolisme oleh gen (Jusuf 2009). Secara umum dikenal dua sistem regulasi ekspresi gen, yaitu regulasi positif dan negatif. Regulasi ekspresi gen melibatkan suatu operon lac. Operon lac adalah operon yang dibutuhkan dalam transpor dan metabolisme dari laktosa di E.coli. Operon ini diregulasi oleh berbagai faktor seperti adanya glukosa dan laktosa. Gen struktural pada operan lac tersebut baru akan aktif bila ada induksi dari laktosa. Sistem regulasinya terjadi pada tahapan transkripsinya karena energi yang diperlukan akan menjadi lebih sedikit dan efisien. Bila tidak ada laktosa, gen laci akan menghasilkan protein represor yang mengikat operator lac dan mencegah terjadinya transkripsi karena enzim RNA polimerase tidak lagi dapat melekat di situs tersebut. Akan tetapi, saat laktosa ditambahkan ke dalam mediumnya, represor LacI akan terlepas karena terikat pada alolaktosa lalu transkripsi ketiga gen struktural akan berjalan (Kimball 2006). Setiap protein rekombinan yang diekspresikan pada E. coli dapat mengganggu dalam fungsi sel secara normal, dan bahkan ada yang beracun bagi bakteri. Vektor plasmid sebagai pembawa DNA sisipan adalah molekul DNA yang telah terkarakterisasi dengan baik, yang memungkinkan introduksi molekul DNA rekombinan ke sel inang yang sesuai, serta memungkinkan bertahan stabil dalam sel iang. Sebuah vektor plasmid harus memiliki fungsi (1) origin of replication (ori) dan gen-gen lain yang memungkinkan molekul ini bereplikasi

37 12 sebagai elemen ekstra kromosomal, (2) penanda seleksi, biasanya merupakan gen-gen penyandi resistensi terhadap senyawa toksik, seperti antibiotik, dan (3) situs-situs enzim restriksi unik sebagai situs kloning sisipan DNA. Plasmid yang berkualitas tinggi biasanya berukuran kecil, berbentuk sirkular, dan mempunyai banyak jumlah kopi (Glick & Pasternak 2003). Salah satu pendekatan untuk mengendalikan ekspresi adalah dengan menggunakan vektor ekspresi yang mengandung T7 lac promoter (Studier et al. 1990). Sistem pet adalah alat ekspresi protein yang kuat, karena dapat mengatur ekspresi protein dengan T7 / T7 lac promoter, plyss atau host plyss E (Novagen 2003). Vektor pet-21b merupakan vektor ekspresi yang memiliki promoter T7, yang semakin optimal dengan adanya elemen operator yang mengandung runutan operator lac yang mampu meningkatkan ikatan repressor lac dan memastikan rendahnya represi promoter T7. pet-21b berukuran sekitar 5.4 kb yang memiliki promoter T7, laco, synthetic ribosome-binding site (RBS), ATG (start codon), runutan 6xhis-tag, multiple cloning site (MCS) dan stop codons (Gambar 5). Vektor ini memiliki situs yang resisten terhadap ampisilin. Plasmid pet-21b dapat ditransformasi dalam sel E. coli BL21(DE3)pLysS. Ekspresi protein diinduksi dengan penambahan isopropyl-thio-d-galactoside (IPTG). Gambar 3 Vektor ekspresi pet-21b (Novagen 2003).

38 13 Vektor pet-21b menghasilkan 6xhis-tag pada ujung C dari protein yang terekspresi. His-tag ini memudahkan dalam proses purifikasi karena afinitasnya terhadap resin nickel-nitrilotriacetic (Ni-NTA) (Qiagen 2003). pet-21b mempunyai kelebihan antara lain: mampu mengatur transkripsi gen target, hanya membutuhkan induser dengan konsentrasi yang kecil untuk dapat mengekspresikan gen target, dan hampir semua sel dari gen target terekspresi (Novagen 2003). Menurut Glick & Pasternak (2003), penyisipan gen dalam suatu vektor tidak memberikan jaminan bahwa gen yang bersangkutan akan diekspresikan. Proses-proses dalam ekspresi suatu protein antara lain: (1) transkripsi, (2) translasi, (3) proses proteolitik dan degradasi, (4) lokalisasi seluler, (5) pelipatan protein, dan (6) pertumbuhan sel. Laju ekspresi gen asing sangat tergantung pada karakteristik organisme inang yang digunakan. Pada umumnya produksi protein rekombinan masih menggunakan E.coli sebagai inang. Keunggulan produksi protein rekombinan dengan E. coli adalah produksi cepat dan murah, informasi genetik, karakteristik biologi molekuler, biokimia, dan fisiologinya paling banyak diketahui dan diteliti. Namun demikian, penggunaan sistem inang dengan E. coli mempunyai kelemahan. Kelemahan tersebut antara lain: (1) Sinyal transkripsi dan translasi spesies lain tidak dikenali dengan baik oleh inang E. coli, sehingga ekspresi gengen heterolog di E. coli lemah, (2) sulit mempelajari fungsi gen-gen dengan lintasan metabolic dan pengaturan yang tidak terdapat di E. coli, seperti degradasi hidrokarbon, dan (3) kemungkinan toksisitas dari produk-produk gen-gen heterolog terhadap sel E. coli. Selain hal-hal tersebut di atas, ada masalah serius pada ekspresi protein rekombinan pada E. coli, yaitu degradasi protein produk secara cepat dan seringkali protein rekombinan terakumulasi dalam sel inang dalam bentuk agregat kompak, bersifat inaktif tak larut, yang disebut badan inklusi (inclusion bodies). Hal ini terjadi akibat keterbatasan E. coli membentuk struktur tiga dimensi protein secara benar dalam proses pelipatan pasca translasi (Glick & Pasternak 2003). Ekspresi gen pada E. coli untuk produksi antibodi suatu virus tanaman telah dilakukan oleh Kubota et al. (2011) untuk membuat antibodi terhadap Cucurbit

39 14 chlorotic yellow virus (CCYV), Fajardo et al. (2007) Grapevine leafroll associated virus 3 (GLRaV-3), Abouzid et al. (2002) terhadap empat Begomovirus, yaitu Bean golden mosaic virus (BGMV) isolat Brazil, Cabbage leaf curl virus (CabLCV), Tomato yellow leaf curl virus (TYLCV), dan Tomato mottle virus (ToMV), Cotillon et al. (2005) Cucurbit yellow stunting disorder crinivirus (CYSDV), dan Nickel et al. (2004) Apple stem grooving virus (ASGV). Keunggulan penyediaan antibodi dengan metode ini antara lain: protein yang dihasilkan bersifat spesifik sehingga tidak bereaksi terhadap protein tanaman, dapat tersedia antigen dalam jumlah yang mencukupi setiap saat apabila diperlukan untuk produksi antiserum, (Cotillon et al. 2005).

40

41 15 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Virologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Biokimia Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian (BB-BIOGEN) sejak Maret 2009 hingga April Tanaman Sumber Virus Koleksi dan Pengumpulan Tanaman Sakit. Koleksi dan pengumpulan tanaman sakit dilakukan di sentra produksi tomat di Cikajang-Garut (pada ketinggian 1287 m dpl), Cipanas-Cianjur (1225 m dpl). Pengamatan ditujukan terhadap tanaman tomat yang bergejala klorosis, yaitu klorosis diantara tulang daun, daun berwarna keunguan dan nekrotik, serta mudah rapuh. Tanaman tomat yang menunjukkan gejala tersebut kemudian diambil bagian pucuk daun yang berkembang penuh, dan ditempatkan di dalam coolbox agar daun tersebut tetap segar sampai di laboratorium sebelum diberi perlakuan lebih lanjut. Keberadaan TICV pada sampel daun yang diambil dipastikan melalui metode RT-PCR. Deteksi TICV dan ToCV dengan RT-PCR. Sebanyak 0.1 g jaringan daun tomat didinginkan dengan nitrogen cair, kemudian dilumatkan dengan mortar sampai menjadi tepung halus dan RNA total diekstraksi menggunakan RNeasy Plant Mini Kits (Qiagen). RNA hasil ekstraksi disintesis menjadi cdna dengan menggunakan teknik RT. Reaksi RT dibuat dengan total volume 10 µl yang mengandung 2 µl RNA total, 1 µl buffer RT 10X, 0,35 µl 50 mm DTT (dithiothreitol), 2 µl 10 mm dntp (deoksiribonukleotida triphosphat), 0,35 µl M- MuLV Rev, 0,35 µl RNase inhibitor, 0,75 µl oligo (dt), dan 3,2 µl H 2 O. Reaksi RT dilakukan dalam sebuah Automated Thermal cycler (Gene Amp PCR System 9700; PE Applied Biosystem, USA) yang diprogram untuk satu siklus pada suhu 25ºC selama 5 menit, 42ºC selama 60 menit, dan 70ºC selama 15 menit. Siapan cdna hasil RT digunakan sebagai template dalam reaksi PCR. Reaktan PCR dengan total volume 25 µl terdiri atas 1 µl masing-masing primer spesifik ToCV (ToCV-CP R-Hind: 5 -

42 16 AATTAAAAGCTTTTAGCAACCAGTTATCGATGCAAG-3 dan ToCV-CP F- Bam no ATG: 5 -AATTAAGGATCCGAGAACGATGCTGTTAC-3 ) dan spesifik TICV (TICV CP F-Bam no ATG ( 5 - AATTAAGGATCCGAAAACTTATCTGGTAATGCAAAC-3 dan TICV CP R-Hind 5 -AATTAAAAGCTTTTAGCATGGGTGTTTCATATCAGCC-3 ), 2,5 µl buffer PCR 10X + Mg 2+, 0,5 µl 10 mm dntp, 2,5 µl sucrose cresol 10X, 0,3 µl Taq DNA polymerase, 14,2 µl H 2 O, dan 1 µl DNA template. PCR dilakukan pada Automated Thermal cycler (Gene Amp PCR System 9700; PE Applied Biosystem, USA). Proses ini didahului dengan denaturasi awal pada 94ºC selama 4 menit, dilanjutkan dengan 30 siklus yang terdiri dari denaturasi pada 94ºC selama 1 menit, penempelan primer (annealing) pada 55ºC selama 1 menit, dan pemanjangan (Extension) pada 72ºC selama 2 menit, dan diikuti pemanjangan akhir pada 72ºC selama 10 menit. Amplikon hasil PCR dielektroforesis dengan 1% agarose gel yang mengandung ethidium bromida (EtBr) dan TAE bufer dengan voltase 50V selama 60 menit. Hasil elektroforesis divisualisasikan dengan Transluminator UV dan didokumentasikan dengan kamera digital. Karakterisasi Gen CP TICV Ekstraksi RNA Total. Ekstraksi RNA total dilakukan dengan menggunakan RNeasy Plant Mini Kits (Qiagen) dan dikerjakan sesuai dengan protokol yang diberikan (Qiagen 2003). Sebanyak 0.1 g daun tomat yang didinginkan dengan nitrogen cair dilumatkan sampai menjadi tepung halus dengan menggunakan mortar steril. Hasil gerusan dimasukkan dalam tabung mikro 2 ml dan ditambahkan buffer ekstraksi (RLT) yang mengandung 1% merkaptoetanol. Setelah divortek 1 menit, sampel diinkubasi pada suhu 56 C selama 10 menit, kemudian dimasukkan ke dalam QIA shredder spin column yang ditempatkan pada tabung koleksi 2 ml dan disentrifugasi pada kecepatan rpm selama 2 menit. Selanjutnya supernatan dipindahkan ke dalam tabung mikro 2 ml dan ditambah dengan 0.5 volume etanol 96% (± 225 µl), lalu dimasukan ke dalam RNeasy mini column pink di dalam tabung koleksi 2 ml. Setelah disentrifugasi dengan kecepatan rpm selama 15 detik, mini column dicuci dua kali dengan 700 µl buffer RW1 dan 500 µl bufer RPE serta disentrifugasi dengan kecepatan yang sama selama 2 minit. Cairan yang ada dalam tabung koleksi

43 17 dibuang dan mini column diletakan balik dalam tabung koleksi untuk dikeringkan dengan cara disentrifugasi dengan kecepatan rpm selama 2 menit. RNA total yang terikat dalam mini column dielusi dengan 40 µl RNAse free water ke dalam Rneasy dan disentrifugasi dengan kecepatan rpm selama 1 menit dalam tabung mikro yang baru setelah didiamkan selama 10 menit. Sintesis complementary (c) DNA. RNA hasil ekstraksi disintesis menjadi cdna dengan menggunakan teknik Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction (RT-PCR). Reaktan RT-PCR dibuat dengan total volume 10 µl yang mengandung 2 µl RNA total, 1 µl buffer RT 10X, 0,35 µl 50 mm DTT (dithiothreitol), 2 µl 10 mm dntp (deoksiribonukleotida triphosphat), 0,35 µl M- MuLV Rev, 0,35 µl RNase inhibitor, 0,75 µl oligo (dt), dan 3,2 µl H 2 O. Komponen-komponen tersebut digunakan untuk satu kali reaksi RT. Reaksi RT dilakukan dalam sebuah Automated Thermal cycler (Gene Amp PCR System 9700; PE Applied Biosystem, USA) yang diprogram untuk satu siklus pada suhu 25ºC selama 5 menit, 42ºC selama 60 menit, dan 70ºC selama 15 menit. Siapan cdna hasil RT digunakan sebagai template dalam reaksi PCR. Amplifikasi Gen CP-TICV dengan PCR. Reaktan PCR dengan total volume 25 µl terdiri atas 1 µl masing-masing primer, 2,5 µl buffer PCR 10X + Mg 2+, 0,5 µl 10 mm dntp, 2,5 µl sucrose cresol 10X, 0,3 µl Taq DNA polymerase, 14,2 µl H 2 O, dan 1 µl cdna. PCR dilakukan pada Automated Thermal cycler (Gene Amp PCR System 9700; PE Applied Biosystem, USA). Proses ini didahului dengan denaturasi awal pada 94ºC selama 4 menit, dilanjutkan dengan 30 siklus yang terdiri dari denaturasi pada 94ºC selama 1 menit, penempelan primer (annealing) pada 55ºC selama 1 menit, dan pemanjangan (Extension) pada 72ºC selama 2 menit. Khusus untuk siklus terakhir ditambahkan 10 menit pada 72ºC untuk sintesis poliadenalin (poli A) yang diperlukan kloning ke dalam T-A cloning vector (pgemt-easy (Promega)), dan siklus berakhir pada suhu 4ºC. Produk PCR dielektroforesis dalam 1% agarose gel yang mengandung ethidium bromida dan TAE bufer dengan voltase 50V selama 60 menit. Hasil elektroforesis divisualisasikan dengan Transluminator UV dan didokumentasikan dengan kamera digital.

44 18 Perunutan Nukleotida dan Asam Amino Gen CP-TICV. Sebanyak 50µl PCR sampel yang positif mengandung CP-TICV dikirim ke PT. Macrogen Incorporation (Korea Selatan). Hasil perunutan nukleotida dan asam amino kemudian digunakan untuk analisis kesejajaran dengan runutan nukleotida dan asam amino TICV yang telah dipublikasikan di GenBank dengan program BLAST (Basic Local Alignment Search Tools) (NCBI 2010). Analisis filogenetika dilakukan menggunakan program PHYLIP versi 3.6 (University of Washington). Sebelum dianalisis, runutan nukleotida semua isolat yang terpilih dimodifikasi dengan software Clustal X 1.83 untuk menyamakan format runutannya. Matrik jarak genetika dihitung dengan menggunakan matrik parameter dalam program komputer DNA ML dan untuk runutan asam amino CP menggunakan ProML. Pohon filogenetika digambarkan dengan program DRAWTREE dalam paket program PHYLIP. Analisis boostrap dengan 1000 ulangan dilakukan menggunakan program SEQBOOT dan konsensus pohon filogenetika dibuat dengan program CONSENSE. Pohon filogenetik digambarkan dengan program Mega 4 dalam paket program PHYLIP. Ekspresi Gen CP-TICV pada E. coli strain BL21(DE3)pLysS Kloning CP-TICV. Kloning gen CP-TICV telah dilakukan di Jepang (kerjasama dengan Utsunomiya University). Hasilnya plasmid pgem-cp yang ditransformasi ke dalam E.coli strain DH5α. Konstruksi Vektor Ekspresi. Ekpresi gen CP-TICV dalam pet-21b(+) dilakukan dengan menggunakan promoter T7. Gen CP-TICV disisipkan pada tempat pemotongan BamHI/HindIII yang terletak antara promoter T7 pada ujung depan setelah start kodon dan 6xhis-tag pada ujung belakang sebelum stop kodon dari pet-21b(+) sehingga terbentuk pet21-cp. Persiapan Kompeten Sel E. coli strain BL21(DE3)pLysS. Stok E. coli strain BL21(DE3)pLysS dalam gliserol digores pada media LB agar yang mengandung antibiotik Ampisilin 50 µg/ml dan Kloramfenikol 20 µg/ml, kemudian diinkubasi pada suhu 37 C semalam. Satu kultur biakan E. coli semalam dipindahkan ke dalam 5 ml LB broth yang mengandung antibiotik

45 19 kemudian diinkubasi pada suhu 37 C semalam. Sekitar 2 ml kultur semalam tersebut diambil dan dipindahkan ke dalam 40 ml media A (LB, MgSO 4 7H 2 O 10 mm, gukosa 0.2%), lalu diinkubasi selama 2 jam. Setelah 2 jam kultur bakteri dipindahkan ke tabung Falcon steril dan diinkubasi dalam es selama 10 menit. Sentrifugasi biakan yang berada pada tabung Falcon dengan kecepatan 4000 rpm, selama 15 menit pada suhu 4 C. Supernatan dibuang dan diambil peletnya. Pelet diresuspensi dengan 2.5 ml media B (LB, glyserol 36%, PEG %, dan MgSO 4 7H 2 O 12 mm). Siapan bakteri tersebut kemudian dipindahpisahkan masing-masing 100 µl ke tabung eppendorf 1.5 ml dan disimpan di freezer -80 C sampai digunakan untuk transformasi (Nishimura et al. 2003). Transformasi. Sebelum dilakukan transformasi terlebih dahulu dilakukan ligasi antara fragmen CP-TICV dengan vektor ekspresi pet-21b(+) (Novagen, Germany) yang masing-masing telah dipotong dengan enzim restriksi BamH1 dan HindIII. Ligasi dilakukan dalam volume 10 µl yang terdiri dari plasmid pet- 21b 2 µl, CP-TICV 2 µl, buffer T4 DNA ligase 2x sebanyak 5 µl, dan T4 DNA ligase 1 µl (3 U/µl). Kemudian diinkubasi pada suhu 4 o C selama 16 jam. Transformasi dilakukan dengan mencampur 10 µl hasil ligasi dengan 100 µl sel kompeten BL21(DE3)pLySs. Terhadap siapan ini berturut-turut dilakukan diinkubasi dalam es batu selama 20 menit, heat shock pada suhu 42 C selama 1 menit, didinginkan dalam es batu selama 2 menit, ditambahkan 500 µl LB cair, dan diinkubasi dengan dishaker pada suhu 37 C selama 4 jam, kemudian disentrifuse rpm 1 menit, supernatan dibuang, pelet dan LB yang masih tersisa sampai 100 µl dihomogenasi, dan terakhir ditumbuhkan dalam media LB agar yang telah diberi ampisilin 50 µg/ml dan kloramfenikol 20 µg/ml. (Sambrook & Russel 2001). Konfirmasi Transforman. Untuk mengonfirmasi transforman yang membawa plasmid pet21-cp maka transforman ditumbuhkan pada media LB cair yang mengandung 50 μg/ml ampisilin dan 20 μg/ml kloramfenikol. Sel dari biakan yang berumur 18 jam dipanen dan diisolasi palsmidnya dengan metode alkalin lisis (Sambrook & Russel 2001). Plasmid pet21-cp dipotong dengan enzim restriksi BamHI dan HindIII. Selain dicek dengan pemotongan menggunakan enzim restriksi, klon rekombinan dicek dengan PCR.

46 20 Isolasi Plasmid dengan Metode Alkalin Lisis. Satu koloni bakteri diinokulasi ke dalam 10 ml LB dan diinkubasi semalam pada suhu 37 C, kemudian dipindahkan ke tabung eppendorf 1.5 ml dan disentrifugasi rpm pada 4 C selama 2 menit. Setelah itu supernatan dibuang. Resuspensi pelet dengan 100 µl larutan I (50 mm glukosa, 10 mm EDTA, 25 mm Tris ph 8.0, 2 mg/ml lisozyme (ditambahkan saat akan digunakan)), kemudian divortex, ditambahkan 200 µl larutan II (0.2 M NaOH, 1% SDS dibuat saat akan digunakan), divortex, ditambahkan 150 µl larutan III (3 M NaOAc ph 4.8), tabungnya dibolak-balik agar bercampur, disentrifuse rpm selama 5 menit. Supernatan dipindahkan ke tabung eppendorf baru, ditambahkan 300 µl phenol kloroform, vortex, sentrifuse rpm 5 menit. Larutan yang paling atas dipindahkan ke tabung yang baru, kemudian ditambahkan etanol absolut 2 x volume, sentrifuse rpm selama 20 menit, supernatan dibuang, dicuci dengan 800 µl etanol 70%, vortex, disentrifuse rpm 5 menit, supernatan dibuang, pelet dikering-anginkan, kemudian diresuspensi dengan 30 µl buffer TE atau ddh 2 O (Sambrook & Russel 2001). Koloni PCR. Satu klon transforman diambil dengan tusuk gigi, kemudian dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang telah diisi dengan ddh 2 O 10 µl, kemudian diinkubasi pada suhu 95 C selama 10 menit, setelah itu dimasukkan ke dalam komponen PCR. Koloni tersebut digunakan sebagai templatenya. Reaktan PCR dilakukan dengan volume total 12.5 µl, terdiri dari 2.5 µl buffer PCR (500 mm KCl; 100 mm Tris-HCl, ph 9; 1% Triton X-100), dan 0.3 µl taq DNA polymerase, H 2 O 7.2 µl, dntp 10 mm 0.5 µl, primer forward TICV CP AATTAAGGATCCGAAAACTTATCTGGTAATGCAAAC dan primer reverse TICV CP AATTAAAAGCTTTTAGCATGGGTGTTTCATATCAGCC masing-masing 1 µl. Reaksi PCR dilakukan dengan Perkin Elmer 480 Thermocycler dan dikondisikan untuk denaturasi inisiasi pada 94 C selama 4 menit, kemudian dilanjutkan 30 siklus yang terdiri dari denaturasi 94 C selama 1 menit, penempelan primer (annealing) pada suhu 55 C selama 1 menit, pemanjangan pada suhu 72 C selama 2 menit, dan diikuti pemanjangan akhir pada suhu 72 C selama 10 menit. Hasil koloni PCR dielektroforesis pada gel agarose 1% dalam TAE buffer yang mengandung EtBr dengan voltase 90 V

47 21 selama 30 menit. Hasil elektroforesis divisualisasikan dengan Transluminator UV dan didokumentasikan dengan kamera digital. Pemotongan pet-21cp dengan Enzim Restriksi. Plasmid pet 21-b(+) dipisahkan dengan insertnya (CP-TICV) dengan menggunakan enzim restriksi BamHI dan HindIII dengan komposisi 1 µl plasmid pet 21-CP, 1 µl enzim restriksi BamHI dan HindIII, 1 µl buffer 2, dan dd H 2 O 7 µl. Larutan tersebut diinkubasi 37 C selama 3 jam. Hasil pemotongan dengan enzim restriksi dielektroforesis pada gel agarose 1% dalam TAE buffer yang mengandung EtBr dengan voltase 90 V selama 30 menit. Hasil elektroforesis divisualisasikan dengan Transluminator UV dan didokumentasikan dengan kamera digital. Purifikasi Protein CP-TICV Kultur Ekspresi. E.coli strain BL21 (DE3)pLysS yang membawa plasmid rekombinan pet21-cp diinokulasi ke dalam 3 ml media LB yang mengandung 50 μg/ml ampisilin dan 20 μg/ml kloramfenikol. Biakan diinkubasi di dalam orbital shaker (75 rpm) pada suhu 37 o C semalam. Kemudian sebanyak 100 μl biakan di inokulasikan ke dalam 10 ml media LB yang mengandung antibiotik dan diinkubasikan di dalam orbital shaker (75 rpm) pada suhu 37 o C. Setelah pertumbuhan bakteri mencapai OD (kira-kira 5-6 jam), biakan diinduksi dengan 1 mm IPTG dan diinkubasikan semalam. Sel bakteri yang mengekpresikan protein rekombinan dipanen dengan sentrifugasi ( rpm, 4 o C, 15 menit) dan dilisis dengan buffer B-7M Urea 300 µl dan turbonuclease 3 Unit/ml kultur (0.4 µl) (Nacalai, Japan). Sel hasil lisis disentrifugasi dengan kecepatan rpm pada suhu 4 o C selama 15 menit. Protein rekombinan yang ada dalam supernatan (soluble protein) dan pelet (insoluble protein) dianalisis dengan analisis SDS-PAGE. Purifikasi dengan NiNTA Spin Column pada Kondisi Denaturasi. Sel dicairkan selama 15 menit dan diresusupensi dengan 300 µl buffer B-7M urea dan ditambahkan dengan 0.4 µl turbonuclease (Nacalai, Japan), kemudian sel diinkubasi dengan agitasi selama 15 menit pada suhu 20 o C. Lysate disentrifugasi pada rpm selama 30 menit pada suhu ruang, supernatan diambil. Ekuilibrasi NI-NTA (Nickel nitrilotriacetic acid) spin column (Qiagen) dengan 600 µl buffer B-7M urea, disentrifugasi dengan kecepatan 2900 rpm selama 2

48 22 menit. 600 µl supernatan jernih yang mengandung protein 6xHis-tagged diambil dan dimasukkan pada Ni-NTA spin column (Qiagen). Kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 1600 rpm selama 5 menit dan diambil bawahnya, dimasukkan ke tabung mikro untuk dianalisis SDS-PAGE. Kemudian Ni-NTA spin column dicuci dengan 600 µl buffer C, disentrifugasi 2900 rpm selama 2 menit, dilakukan sebanyak dua kali. Kemudian protein dimurnikan (elusi) dua kali dengan menambahkan 200 µl buffer E, disentrifugasi 2900 rpm selama 2 menit dan hasil elusi disimpan pada -20 o C sampai digunakan untuk analisis SDS-PAGE. Analisis SDS-PAGE. Setelah diperoleh protein murni, dilakukan analisis SDS-PAGE (Laemmli 1970). Sebanyak µl separating gel 12,5% M tris ph 8.8 dibuat dengan mencampur akuades 3355 µl, tris HCl 1.5 M ph µl, SDS 10% 100 µl, acrylamide/bis 4000 µl, amonium persulfat (APS) 10% 35 µl, dan temed (Merck) 10 µl, kemudian dipipet pada cetakan gel. Setelah separating gel membeku maka stacking gel 4% M tris ph 6.8 dibuat dengan mencampur akuades µl, tris HCl 0.5 M ph µl, SDS 10% 50 µl, acrylamide/bis 650 µl, APS 10% 17.5 µl, dan temed (Merck) 5 µl, kemudian dipipet dan diletakkan diatas separating gel yang sudah membeku dan stacking gel ditunggu sampai membeku. Setelah stacking gel membeku, dipindahkan ke dalam alat elektroforesis. Sebanyak 10 µl marker protein (Fermentas) dan 60 µl (30 µl hasil purifikasi + 30 µl loading buffer (Sigma)) didenaturasi pada suhu 95 o C selama 10 menit. Sekitar 10 µl marker dipipet dan dimasukkan ke dalam gel yang diletakkan pada alat elektroforesis, sedangkan untuk hasil purifikasi yang telah dicampur dengan loading buffer diambil 15 µl dan dimasukkan ke dalam gel yang diletakkan pada alat elektroforesis. Elektroforesis dilakukan dengan Biorad power pac 300 selama 2 jam dengan voltase 150 V. Kemudian gel hasil elektroforesis dilepas dari cetakannya dan dimasukkan ke dalam larutan staining (coomassie brilliant blue R-250, metanol, asam asetat glasial) dan dishaker semalaman, setelah itu dicuci dengan larutan distaining (metanol, asam asetat glasial, aquades) sampai gel terlihat bening dan pita protein terlihat berwarna biru, hasilnya kemudian difoto.

49 23 HASIL DAN PEMBAHASAN TICV Isolat Indonesia Penyakit klorosis saat ini sudah ditemukan di Indonesia. Pertama kali ditemukan di sentra pertanaman tomat di Magelang, Jawa Tengah dan Purwakarta, Jawa Barat (Hartono & Wijonarko 2007). Berdasarkan hasil survei Fitriasari (2010), penyakit klorosis telah ditemukan menyerang areal pertanaman tomat di daerah Bogor, Cianjur, dan Garut dengan persentase kejadian penyakit yang berbeda-beda. Koleksi dan pengumpulan tanaman bergejala klorosis yang dilakukan di daerah Cipanas-Cianjur dan Cikajang-Garut Jawa Barat berhasil mendapatkan tanaman tomat yang terinfeksi TICV. Varietas tanaman tomat yang ditanam antara lain: Synta, Marta, dan Warani. Menurut pengamatan di lapangan, semua varietas yang ditanam oleh petani di Cikajang-Garut dan Cipanas dapat menunjukkan gejala klorosis akibat infeksi TICV. Hal ini menunjukkan bahwa varietas yang ditanam diwilayah tersebut rentan terhadap TICV. Selain varietas yang ditanam rentan, sistem pertanaman yang dilakukan oleh petani adalah monokultur, sehingga menyebabkan tingkat serangan TICV yang tinggi, karena sumber inokulumnya selalu ada. Adanya serangga vektor TICV T. vaporariorum memperluas penyebaran virus ini dari satu tanaman ke tanaman yang lain. Populasi T. vaporariorum sangat tinggi pada musim kemarau sehingga penyebaran virus terjadi secara meluas dan merata pada pertanaman tomat, hal ini sesuai dengan penelitian Fitriasari (2010). Korelasi antara penyebaran penyakit klorosis dengan populasi kutukebul T. vaporariorum juga telah dibuktikan dalam penelitian Navas-Castillo et al. (2000) yang menyatakan bahwa tingkat kejadian penyakit klorosis di lapangan berkorelasi positif dengan tingkat populasi kutukebul. Budidaya tanaman tomat di Indonesia selalu mendapatkan cekaman infeksi TICV karena varietas tanaman yang ditanam rentan, sehingga petani terancam menanggung kerugian. Gejala penyakit klorosis di lapangan ditunjukkan adanya warna kuning pada bagian tulang daun (interveinal yellowing) yang dimulai pada daun

50 24 terbawah, kemudian berkembang cepat secara merata ke daun-daun bagian atasnya (Gambar 4 A dan D). Pada serangan klorosis yang parah akan menyebabkan daun menjadi rapuh dan berubah warna menjadi ungu keabu-abuan (bronzing) (Gambar 4 E) dan lama kelamaan daun mengalami nekrotik (Gambar 4 B dan F). Hal ini menyebabkan proses fotosintesis terganggu sehingga ukuran buah mengecil dan mengakibatkan penurunan produksi (Gambar 4 C) (Wisler et al. 1998). Walaupun gejala klorosis yang disebabkan TICV ini sangat khas pada tanaman tomat, namun pada kondisi lingkungan tertentu gejala klorosis mirip dengan gejala kekurangan unsur hara tertentu (Duffus et al. 1994). Selain sering dikacaukan dengan gejala kekurangan unsur hara tertentu, gejala penyakit klorosis pada tanaman tomat di lapangan, juga dapat sama dengan gejala yang disebabkan oleh virus lain yang sering berasosiasi dengan TICV di lapangan. Virus ini adalah Tomato chlorosis virus (ToCV) yang juga merupakan anggota dari genus Crinivirus. Pada pengamatan di lapangan, ToCV juga telah ditemukan, akan tetapi gejala penyakit klorosis yang disebabkan oleh TICV maupun ToCV dilapangan tidak dapat dibedakan. Sehingga untuk memastikan penyebab penyakit klorosis pada tomat di lapangan dilakukan deteksi RT-PCR dengan primer yang spesifik. Oleh karena itu, agar tidak terjadi kesalahan diagnosis yang kemudian mengakibatkan kesalahan dalam tindakan pengendalian, maka diperlukan metode deteksi yang akurat.

51 25 A B C D E F Gambar 4 Gejala penyakit klorosis di lapangan, A dan D: interveinal yellowing, B dan F: nekrotik, C: produksi buah menurun, dan E: bronzing. Gejala penyakit yang disebabkan oleh TICV maupun ToCV tidak dapat dibedakan (Dovas et al. 2002). Namun, jika dilakukan deteksi melalui deteksi molekuler dengan menggunakan metode RT-PCR, maka akan diperoleh hasil yang berbeda. Berdasarkan hasil penelitian, setelah dilakukan amplifikasi, ternyata panjang fragmen DNA TICV lebih panjang daripada panjang fragmen DNA ToCV (Gambar 5). Deteksi RT-PCR menggunakan primer spesifik ToCV berhasil mendapatkan fragmen DNA ToCV yang berukuran 700 bp dan dengan primer spesifik TICV berhasil mendapatkan fragmen DNA TICV yang berukuran 792 bp (Gambar 5). Teknik RT-PCR merupakan modifikasi dari teknik PCR. Metode RT-PCR merupakan metode yang sangat sensitif karena dapat mendeteksi virus pada konsentrasi rendah (Ram et al. 2005).

52 26 M bp 792 bp Gambar 5 Deteksi RT-PCR TICV dan ToCV dengan primer spesifik pada tanaman tomat yang bergejala klorosis. Lajur M = 1kb DNA ladder (Fermentas), lajur 3 dan 6 = ToCV berukuran 700 bp, lajur 8 = TICV berukuran 792 bp. Karakterisasi Gen CP-TICV Amplifikasi Gen CP-TICV Gen CP-TICV isolat Cipanas (lajur 3 dan 4) dan Cikajang (lajur 2) berhasil diamplifikasi menggunakan sepasang primer spesifik TICV. Produk PCR berukuran 792 bp yang disajikan dalam Gambar 7, sesuai dengan hasil penelitian Orillio & Navas-Castillo (2009). Fragmen gen CP-TICV isolat Cipanas hasil PCR selanjutnya digunakan dalam perunutan nukleotida dan asam amino, serta digunakan untuk kloning dan ekspresi gen. M bp 750 bp 792 bp

53 27 Gambar 6 Amplifikasi Gen CP-TICV berhasil mendapatkan fragmen DNA yang berukuran sekitar 792 bp menggunakan pasangan primer spesifik terhadap daun tomat yang sakit dari Cipanas (lajur 3 dan 4)), dan Cikajang (lajur 2 dan 4). Lajur 1 adalah 1 kb DNA ladder (Fermentas). Metode deteksi virus yang akurat dan banyak dikembangkan saat ini adalah berdasarkan pendekatan molekuler. Teknik PCR merupakan cara cepat untuk mengamplifikasi DNA secara invitro. Identifikasi virus dengan teknik PCR didasarkan pada sifat primer yang spesifik (Sambrook et al. 1989). Perunutan Nukleotida dan Asam Amino Gen CP-TICV Hasil perunutan menunjukkan kualitas yang sangat baik dan tidak ada sequencing error berdasarkan analisis alignment two sequences ( Analisis kekerabatan TICV isolat Indonesia yang dibandingkan dengan empat sikuen gen CP-TICV pada Genbank ( menunjukkan hubungan tingkat kesamaan yang tinggi (99-100%) (Tabel 1). Isolat TICV Indonesia memiliki hubungan kekerabatan yang dekat dengan isolat lainnya dari beberapa negara. Isolat TICV Indonesia memiliki kesamaan dan dapat dikatakan merupakan strain yang sama dengan isolat Spanyol (100%). Jika dibandingkan dengan tiga isolat lainnya yaitu isolat Amerika Utara, Perancis dan California tingkat kesamaan juga masih sangat tinggi (99%). Fauquet et al. (2005) menyatakan bahwa apabila terdapat persamaan runutan nukleotida dari gen CP antara satu virus dengan virus yang lain dengan nilai lebih dari 90%, maka virus-virus tersebut merupakan spesies virus yang sama. Berdasarkan hasil tersebut maka dapat dikatakan bahwa isolat virus yang menyerang sejumlah pertanaman tomat di beberapa negara termasuk Indonesia adalah spesies yang sama. Homologi yang tinggi menunjukkan bahwa runutan CP-TICV isolat Indonesia dan negara lain masih conserved dan terdapat kemungkinan bahwa isolat-isolat TICV dari berbagai negara mempunyai epitope yang relatif homogen, sehingga antiserum yang dihasilkan akan dapat mendeteksi seluruh isolat tersebut. Hasil alignment menjelaskan bahwa tidak ada perbedaan runutan nukleotida dengan isolat Spanyol (Gambar 7). Alignment nukleotida

54 28 menunjukkan tidak terjadi mutasi pada isolat TICV Indonesia jika dibandingkan dengan isolat Spanyol. Perbedaan runutan hanya terjadi dengan tiga isolat lainnya (Amerika Utara, Perancis, dan Caifornia) (Gambar 7). Terjemahan sikuen nukleotida ke asam amino antara semua sikuen menunjukkan bahwa TICV Indonesia hanya mempunyai perbedaan dua asam amino (posisi ke-10 dan ke-69) dengan TICV asal California (kesamaan 99.2%) sedangkan dengan isolat lainnya tidak terjadi perbedaan (kesamaan 100%) (Gambar 8) dan (Tabel 2). Dengan demikian terjadi mutasi tak bermakna pada isolat USA Amerika Utara dan Isolat Perancis karena mutasi nukleotida yang terjadi pada triplet kodon tidak menyebabkan perubahan pada asam amino. Tabel 1 Tingkat kesamaan isolat TICV dari beberapa negara berdasarkan perunutan nukleotida Tingkat Kesamaan (%) Asal Isolat No Aksesi Amerika Indonesia Utara Spanyol Perancis California Indonesia - - Amerika Utara FJ Spanyol FJ Perancis EU California FJ TICVIndonesia TICVSpanyol TICVAmerut TICVPerancis TICVCalifornia 1 ATGGAAAACTTATCTGGTAATGCAAACTATGATGAAACTAACACCAGTCGTGTGAACTCT 1 ATGGAAAACTTATCTGGTAATGCAAACTATGATGAAACTAACACCAGTCGTGTGAACTCT 1 ATGGAAAACTTATCTGGTAATGCAAACTATGATGAAACTAACACCAGTCGTGTAAACTCT 1 ATGGAAAACTTATCTGGTAATGCAAACTATGATGAAACTAACACCAGTCGTGTAAACTCT 1 ATGGAAAACTTATCTGGTAATGCAAACTTTGATGAAACTAACACCAGTCGTGTAAACTCT TICVIndonesia 61 GATGGAATTGGAAGTCACATGGAGCATGATGATGATGACAGGTCAGTCAACGGACCTCCA TICVSpanyol 61 GATGGAATTGGAAGTCACATGGAGCATGATGATGATGACAGGTCAGTCAACGGACCTCCA TICVAmerut 61 GATGGAATTGGAAGTCACATGGAGCATGATGATGATGACAGGTCAGTCAACGGACCTCCA TICVPerancis 61 GATGGAATTGGAAGTCACATGGAGCATGATGATGATGACAGGTCAGTCAACGGACCTCCA TICVCalifornia 61 GATGGAATTGGAAGTCACATGGAGCATGATGATGATGACAGGTCAGTCAACGGACCTCCA TICVIndonesia 121 AGTGATGAGATAAACAATCATACTACGAGATCTGTTCATGGTAGAGATCACACGTCAGGT TICVSpanyol 121 AGTGATGAGATAAACAATCATACTACGAGATCTGTTCATGGTAGAGATCACACGTCAGGT TICVAmerut 121 AGTGATGAGATAAACAATCATACTACGAGATCTGTTCATGGTAGAGATCACACGTCAGGT TICVPerancis 121 AGTGATGAGATAAACAATCATACTACGAGATCTGTTCATGGTAGAGATCACACGTCAGGT TICVCalifornia 121 AGTGATGAGATAAACAATCATACTACGAGATCTGTTCATGGTAGAGATCACACGTCAGGT TICVIndonesia 181 AATATAGGAGATTACTCAAAAGCTGACTTGAATAGAATTATGGTCAAAGTCAGTAGACCG TICVSpanyol 181 AATATAGGAGATTACTCAAAAGCTGACTTGAATAGAATTATGGTCAAAGTCAGTAGACCG TICVAmerut 181 AATATAGGAGATTACTCAAAAGCTGACTTGAATAGAATTATGGTCAAGGTCAGTAGACCG TICVPerancis 181 AATATAGGAGATTACTCAAAAGCTGACTTGAATAGAATTATGGTCAAGGTCAGTAGACCG TICVCalifornia 181 AATATAGGAGATTACTCAAAAGCTGACTTGAGTAGAATTATGGTCAAGGTCAGTAGACCG TICVIndonesia 241 GATGCTATGAGTGAATCCGATAGTAACTTGTATAAAGAGGTGATTGTTGAATATCTGAAA TICVSpanyol 241 GATGCTATGAGTGAATCCGATAGTAACTTGTATAAAGAGGTGATTGTTGAATATCTGAAA TICVAmerut 241 GATGCTATGAGTGAATCCGATAGTAACTTGTATAAAGAGGTGATTGTTGAATATCTGAAA TICVPerancis 241 GATGCTATGAGTGAATCCGATAGTAACTTGTATAAAGAGGTGATTGTTGAATATCTGAAA TICVCalifornia 241 GATGCTATGAGTGAATCCGATAGTAACTTGTATAAAGAGGTGATTGTTGAATATCTGAAA TICVIndonesia 301 AACAATTGTACTGGAGGTGCGGAACCGGATAAAGTTTTAGTGGTTGCATTTTTTGTTGCA TICVSpanyol 301 AACAATTGTACTGGAGGTGCGGAACCGGATAAAGTTTTAGTGGTTGCATTTTTTGTTGCA

55 29 TICVAmerut 301 AACAATTGTACTGGAGGTGCGGAACCGGATAAAGTTTTAGTGGTTGCATTTTTTGTTGCA TICVPerancis 301 AACAATTGTACTGGAGGTGCGGAACCGGATAAAGTTTTAGTGGTTGCATTTTTTGTTGCA TICVCalifornia 301 AACAATTGTACTGGAGGTGCGGAACCGGATAAAGTTTTAGTGGTTGCATTTTTTGTTGCA TICVIndonesia 361 CTATGTCAGTATGCTCTCAACTCTGGCACTTCGGTTAAAGCAATAAGTGACAGGACTGTG TICVSpanyol 361 CTATGTCAGTATGCTCTCAACTCTGGCACTTCGGTTAAAGCAATAAGTGACAGGACTGTG TICVAmerut 361 CTATGTCAGTATGCTCTCAACTCTGGCACTTCGGTTAAAGCAATAAGTGACAGGACTGTG TICVPerancis 361 CTATGTCAGTATGCTCTCAACTCTGGCACTTCGGTTAAAGCAATAAGTGACAGGACTGTG TICVCalifornia 361 CTATGTCAGTATGCTCTCAACTCTGGCACTTCGGTTAAAGCAATAAGTGACAGGACTGTG TICVIndonesia 421 GATTTGAGTTTTGGGTATGACAATCAAAAATATACAGTTAAAGCGGGACATTTTTTATCA TICVSpanyol 421 GATTTGAGTTTTGGGTATGACAATCAAAAATATACAGTTAAAGCGGGACATTTTTTATCA TICVAmerut 421 GATTTGAGTTTTGGGTATGACAATCAAAAATATACAGTTAAAGCGGGACATTTTTTATCA TICVPerancis 421 GATTTGAGTTTTGGGTATGACAATCAAAAATATACAGTTAAAGCGGGACATTTTTTATCA TICVCalifornia 421 GATTTGAGTTTTGGGTATGACAATCAAAAATATACAGTTAAAGCGGGACATTTTTTATCA TICVIndonesia 481 TATGCTCAATCTAGAACGTCAGGTCACCCAAACGCTCTAAGGAGGTTCATGCGATCTAGT TICVSpanyol 481 TATGCTCAATCTAGAACGTCAGGTCACCCAAACGCTCTAAGGAGGTTCATGCGATCTAGT TICVAmerut 481 TATGCTCAATCTAGAACGTCAGGTCACCCAAACGCTCTAAGGAGGTTCATGCGATCTAGT TICVPerancis 481 TATGCTCAATCTAGAACGTCAGGTCACCCAAACGCTCTAAGGAGATTCATGCGATCTAGT TICVCalifornia 481 TATGCTCAATCTAGAACGTCAGGTCACCCAAACGCTCTAAGGAGGTTCATGCGATCTAGT TICVIndonesia 541 CTGGAAACAGTTAAACAACTACAAGATGTTGGGCTGATATATTCTAATGGAGTCGTGGCC TICVSpanyol 541 CTGGAAACAGTTAAACAACTACAAGATGTTGGGCTGATATATTCTAATGGAGTCGTGGCC TICVAmerut 541 CTGGAAACAGTTAAACAACTACAAGATGTTGGGCTGATATATTCTAATGGAGTCGTGGCC TICVPerancis 541 CTGGAAACAGTTAAACAACTACAAGATGTTGGGCTGATATATTCTAATGGAGTCGTGGCC TICVCalifornia 541 CTGGAAACAGTTAAACAACTACAAGATGTTGGGCTGATATATTCTAATGGAGTCGTGGCC TICVIndonesia 601 GCGAAACATGGGGTTGTGAAAGAATTCAGAAACAGCTATGCAGACTTTGACACTGGTCAT TICVSpanyol 601 GCGAAACATGGGGTTGTGAAAGAATTCAGAAACAGCTATGCAGACTTTGACACTGGTCAT TICVAmerut 601 GCGAAACATGGGGTTGTGAAAGAATTCAGAAACAGCTATGCAGACTTTGACACTGGTCAT TICVPerancis 601 GCGAAACATGGGGTTGTGAAAGAATTCAGAAACAGCTATGCAGACTTTGACACTGGTCAT TICVCalifornia 601 GCGAAACATGGGGTTGTGAAAGAATTCAGAAACAGCTATGCAGACTTTGACACTGGTCAT TICVIndonesia 661 CTAGACAGAATGTCTAACGACGATCTGGCTGCGTTGATGTTAGCTAAATGTCATGCATTG TICVSpanyol 661 CTAGACAGAATGTCTAACGACGATCTGGCTGCGTTGATGTTAGCTAAATGTCATGCATTG TICVAmerut 661 CTAGACAGAATGTCTAACGACGATCTGGCTGCGTTGATGTTAGCTAAATGTCATGCATTG TICVPerancis 661 CTAGACAGAATGTCTAACGACGATCTGGCTGCGTTGATGTTAGCTAAATGTCATGCATTG TICVCalifornia 661 CTAGACAGAATGTCTAACGACGATCTGGCTGCGTTGATGTTAGCTAAATGTCATGCATTG TICVIndonesia 721 AAGAAATCCGAAGGTAATAGTAGAACTATATACAATACGGTGCAATTGGCTGATATGAAA TICVSpanyol 721 AAGAAATCCGAAGGTAATAGTAGAACTATATACAATACGGTGCAATTGGCTGATATGAAA TICVAmerut 721 AAGAAATCCGAAGGTAATAGTAGAACTATATACAATACGGTGCAATTGGCTGATATGAAA TICVPerancis 721 AAGAAATCCGAAGGTAATAGTAGAACTATATACAATACGGTGCAATTGGCTGATATGAAA TICVCalifornia 721 AAGAAATCCGAAGGTAATAGTAGAACTATATACAATACGGTGCAATTGGCTGATATGAAA TICVIndonesia 781 CACCCATGCTAA TICVSpanyol 781 CACCCATGCTAA TICVAmerut 781 CACCCATGCTAA TICVPerancis 781 CACCCATGCTAA TICVCalifornia 781 CACCCATGCTAA Gambar 7 Hasil Alignment nukleotida antara gen CP-TICV- Indonesia dengan TICV yang terdapat pada Genbank. Basa dengan latar belakang hitam menunjukkan kesamaan runutan, basa dengan latar belakang warna berbeda menunjukkan ketidaksamaan runutan. Penyejajaran (Alignment) menggunakan program Clustal W.

56 30 Tabel 2 Tingkat kesamaan isolat TICV dari beberapa negara berdasarkan perunutan asam amino Tingkat No Aksesi kesamaan (%) Amerika Asal Isolat Indonesia Spanyol Utara Perancis California Indonesia - - Spanyol FJ Amerika Utara FJ Perancis EU California FJ ,2 99,2 99,2 99,2 - TICVindonesia TICVSpanyol TICVAmerut TICVPerancis TICVCalifornia 1 MENLSGNANYDETNTSRVNSDGIGSHMEHDDDDRSVNGPPSDEINNHTTRSVHGRDHTSG 1 MENLSGNANYDETNTSRVNSDGIGSHMEHDDDDRSVNGPPSDEINNHTTRSVHGRDHTSG 1 MENLSGNANYDETNTSRVNSDGIGSHMEHDDDDRSVNGPPSDEINNHTTRSVHGRDHTSG 1 MENLSGNANYDETNTSRVNSDGIGSHMEHDDDDRSVNGPPSDEINNHTTRSVHGRDHTSG 1 MENLSGNANFDETNTSRVNSDGIGSHMEHDDDDRSVNGPPSDEINNHTTRSVHGRDHTSG TICVindonesia 61 NIGDYSKADLNRIMVKVSRPDAMSESDSNLYKEVIVEYLKNNCTGGAEPDKVLVVAFFVA TICVSpanyol 61 NIGDYSKADLNRIMVKVSRPDAMSESDSNLYKEVIVEYLKNNCTGGAEPDKVLVVAFFVA TICVAmerut 61 NIGDYSKADLNRIMVKVSRPDAMSESDSNLYKEVIVEYLKNNCTGGAEPDKVLVVAFFVA TICVPerancis 61 NIGDYSKADLNRIMVKVSRPDAMSESDSNLYKEVIVEYLKNNCTGGAEPDKVLVVAFFVA TICVCalifornia 61 NIGDYSKADLSRIMVKVSRPDAMSESDSNLYKEVIVEYLKNNCTGGAEPDKVLVVAFFVA TICVindonesia 121 LCQYALNSGTSVKAISDRTVDLSFGYDNQKYTVKAGHFLSYAQSRTSGHPNALRRFMRSS TICVSpanyol 121 LCQYALNSGTSVKAISDRTVDLSFGYDNQKYTVKAGHFLSYAQSRTSGHPNALRRFMRSS TICVAmerut 121 LCQYALNSGTSVKAISDRTVDLSFGYDNQKYTVKAGHFLSYAQSRTSGHPNALRRFMRSS TICVPerancis 121 LCQYALNSGTSVKAISDRTVDLSFGYDNQKYTVKAGHFLSYAQSRTSGHPNALRRFMRSS TICVCalifornia 121 LCQYALNSGTSVKAISDRTVDLSFGYDNQKYTVKAGHFLSYAQSRTSGHPNALRRFMRSS TICVindonesia 181 LETVKQLQDVGLIYSNGVVAAKHGVVKEFRNSYADFDTGHLDRMSNDDLAALMLAKCHAL TICVSpanyol 181 LETVKQLQDVGLIYSNGVVAAKHGVVKEFRNSYADFDTGHLDRMSNDDLAALMLAKCHAL TICVAmerut 181 LETVKQLQDVGLIYSNGVVAAKHGVVKEFRNSYADFDTGHLDRMSNDDLAALMLAKCHAL TICVPerancis 181 LETVKQLQDVGLIYSNGVVAAKHGVVKEFRNSYADFDTGHLDRMSNDDLAALMLAKCHAL TICVCalifornia 181 LETVKQLQDVGLIYSNGVVAAKHGVVKEFRNSYADFDTGHLDRMSNDDLAALMLAKCHAL TICVindonesia 241 KKSEGNSRTIYNTVQLADMKHPC TICVSpanyol 241 KKSEGNSRTIYNTVQLADMKHPC TICVAmerut 241 KKSEGNSRTIYNTVQLADMKHPC TICVPerancis 241 KKSEGNSRTIYNTVQLADMKHPC TICVCalifornia 241 KKSEGNSRTIYNTVQLADMKHPC Gambar 8 Hasil Alignment asam amino antara CP-TICV- Indonesia dengan TICV yang terdapat pada Genbank. Asam amino dengan latar belakang hitam menunjukkan kesamaan runutan, asam amino dengan latar belakang warna berbeda menunjukkan ketidaksamaan runutan. Penyejajaran (Alignment) menggunakan program Clustal W.

57 31 (A) TICVSP5131 TICV Spanyol TICV Indonesia TICVINA TICVCA4 TICVCPerancis TICV USA (California) TICV USA (Amerika Utara) TICVCA (B) Gambar 9 Pohon filogenetika berdasarkan runutan nukleotida (A) dan asam amino (B) gen CP-TICV isolat Indonesia. Dianalisis berdasarkan metode neighbor-joining menggunakan software Mega 4 dalam paket program PHYLIP. Garis pada bagian bawah melambangkan perubahan nukleotida per situs. Hasil analisis filogenetika berdasarkan runutan nukleotida memperlihatkan TICV isolat Indonesia sangat dekat dengan isolat Spanyol dan mengelompok dalam satu kelompok utama dengan tiga isolat lainnya (Amerika Utara, Perancis, dan Caifornia) (Gambar 9 A dan B). Tidak terdapat perbedaan pengelompokkan antara hasil runutan asam amino. Perbedaan terjauh dalam kelompok terjadi antara isolat Indonesia dan isolat California yang menegaskan kesamaan hasil antara tingkat kesamaan (Tabel 2) dan alignment nukleotida dan asam amino (Gambar 7 dan 8).

58 32 Ekspresi Gen CP-TICV pada E. Coli Konfirmasi Transforman Plasmid rekombinan pet21b-cp yang membawa gen CP-TICV berhasil dikonstruksi dengan menyisipkan gen tersebut pada situs pemotongan BamHI/HindIII. Hasil pemotongan plasmid rekombinan pet21b-cp dengan BamHI/HindIII menghasilkan 2 band berukuran 5400 bp dan 792 bp yang masing-masing adalah vektor dan gen CP TICV (Gambar 10). Gen CP-TICV disisipkan pada vektor ekspresi pet-21b diantara start kodon segera setelah T7 promotor dan 6xhis-tag sebelum stop kodon. Fusi 6xhis ke dalam protein target berfungsi untuk proses purifikasi dan deteksi protein rekombinan yang diekspresikan. Klon E.coli strain BL21(DE3)pLySs yang positif membawa plasmid rekombinan telah berhasil diseleksi dengan PCR (Gambar 10). Satu band tunggal dengan ukuran 792 bp berhasil diamplifikasi dari koloni tunggal klon rekombinan dengan primer TICV CP F-BamHI no ATG dan TICV CP R- HindIII bp 5400 bp 3000 bp 792 bp bp A B Gambar 10 Hasil elektroforesis pada 1% gel agarose dari (A) pemotongan plasmid rekombinan pet21b-cp dengan enzim restriksi BamHI dan HindIII. Lajur 1 : 1 kb DNA ladder (Gibco), lajur 2 : pet21b-cp yang tidak dipotong, lajur 3 : pet-21 CP yang dipotong dan (B) hasil PCR terhadap koloni tunggal E. coli rekombinan yang membawa plasmid pet21b-cp. Lajur 1-5 : koloni PCR pet-21b-cp dengan primer spesifik TICV CP F-BamHI no ATG dan TICV CP R-HindIII, lajur 6 : 1 kb DNA ladder (Gibco). Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan transformasi antara lain: jenis plasmid yang digunakan, suhu, jumlah dan ukuran DNA, lama perlakuan, adanya enzim nuclease pada sel inang, lama dan cara pemberian kejutan panas, derajat panas, kekuatan ion, konformasi dan konsentrasi DNA (Glick & Pasternak 2003).

59 33 Ekspresi Gen CP-TICV pada E. coli strain BL21(DE3)pLysS Ekspresi gen merupakan proses transformasi informasi genetik melalui transkripsi dan translasi, untuk pembentukan protein (Jusuf 2009). Sistem pengekspresian pet berada dibawah kendali promoter T7 dari bakteriofage yang sangat kuat. Hal ini berarti hanya dalam waktu yang singkat saja dapat dihasilkan jumlah kopi protein yang banyak. Aktivitas operon lac dapat diinduksi dengan adanya laktosa dalam media tumbuh. Dalam transformasi, induksi operon lac dilakukan oleh IPTG. IPTG berperan sebagai induser sistem kloning yang terlibat dalam ekspresi lacz pada plasmid pet-21-cp (Hogg 2005). Menurut Jusuf (2009), kehadiran laktosa pada media tumbuh akan mendorong terjadinya ekspresi operon laktosa atau sintesis ß-galaktosidase. Kehadiran laktosa mampu melepaskan protein regulator dari promoter agar terjadi ekspresi gen lacz untuk menghasilkan ß-galaktosidase. Dalam sistem regulasi ini laktosa diambil oleh bakteri dapat berinteraksi dengan protein regulator dan asosiasi yang akan mengubah konfigurasi molekul protein regulator. Perubahan konfigurasi pada protein represor menyebabkan protein tersebut menjadi tidak mampu berasosiasi dengan operator. Dengan tidak adanya inhibitor pada promoter maka transkriptase menjadi tidak terhalang untuk melakukan inisiasi transkripsi, dan terjadi ekspresi gen-gen pada operon laktosa. Faktor-faktor yang mempengaruhi ekspresi gen CP-TICV antara lain: waktu inkubasi, konsentrasi IPTG, dan suhu inkubasi. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa waktu inkubasi yang optimum untuk ekspresi CP-TICV adalah semalam (overnight). Konsentrasi IPTG 1mM merupakan konsentrasi yang optimum untuk ekspresi CP-TICV, sedangkan suhu inkubasi yang optimum adalah 37 C (Gambar 11). Pertumbuhan bakteri yang cepat dalam media ekspresi tidak selalu berkorelasi dengan ekspresi gen yang optimum. Optimasi terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi ekspresi perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil ekspresi yang bagus (over expression).

60 34 Un In In Un In Un In In Un In Un MW A B C Gambar 11 Optimasi ekspresi protein CP TICV pada beberapa suhu ( 20 C (A), 30 C (B), dan 37 C (C) dengan konsentrasi IPTG 1 mm dan waktu inkubasi semalam. Un : tidak diinduksi, In : diinduksi dengan IPTG, MW : berat molekul protein (kda) (Fermentas). E. coli adalah salah satu inang yang digunakan untuk mengekspresikan protein rekombinan. E. coli paling baik digunakan untuk ekspresi protein intraseluler yang relatif kecil dan tidak memerlukan modifikasi pascatranslasi (posttranslational modification). Protein diekspresikan dengan bantuan vektor plasmid untuk ekspresi, yang dapat diinduksi dengan pemberian IPTG (yang akan melepas represi promoter) untuk menghasilkan ekspresi dalam jumlah tinggi sebelum kemudian dipurifikasi. Melekatkan protein tertentu pada molekul lain, misalnya ß-galaktosidase kadang-kadang dapat lebih menstabilkan protein, yang jika tidak dilekatkan mungkin akan terdegradasi dalam E.coli. Salah satu keuntungan sistem ekspresi pada E. coli adalah mudah untuk melakukan manipulasi DNA rekombinan dan proses seleksi dan ekspresi nya cepat. Kerugiannya adalah ketidakmampuan untuk melakukan prosesing kompleks seperti glikosilasi, dan ada beberapa protein yang bersifat toksik pada inang, selain itu protein besar biasanya tidak diproduksi atau tidak terlipat (folding) dengan efisien (Novagen 2003). Protein rekombinan yang terekspresi ditranslokasikan ke dalam membran periplasma (Novagen 2003). Ekstraksi protein dalam membran periplasma dilakukan dengan buffer fosfat yang mengandung urea. Hasil analisis dengan SDS-PAGE menunjukkan over ekpresi gen CP-TICV dalam sistem ekspresi pet21b(+) (Gambar 11 C dan 12). Pita protein berukuran 29 kda yang diduga

61 35 sebagai CP TICV terdeteksi pada klon yang diinduksi dengan IPTG dibanding klon yang tidak diinduksi. Hal ini menunjukkan bahwa gen CP TICV telah berhasil diekspresikan dalam pet21b(+) dengan E. coli strain BL21(DE3)pLySs. Pelet In Un In Un Supernatan In Un In Un MW Gambar 12 Analisis SDS-PAGE ekspresi CP-TICV pada bakteri E. coli strain BL21(DE3)pLysS yang mengandung pet-21b-cp pada pelet dan supernatan baik yang diinduksi (In) semalam dengan IPTG 1mM pada suhu 37 C, dan tidak diinduksi (Un), MW: berat molekul protein (kda) (Fermentas). Purifikasi CP-TICV dengan NiNTA Spin Column Purifikasi protein rekombinan dilakukan dengan NiNTA spin column yang mengandung his-trap di dalam resinnya. Protein CP-TICV rekombinan yang mengandung 6xhistag pada ujung N runutan asam aminonya dapat diikat oleh histrap, sedangkan protein lainnya akan terlepas. Setelah melalui proses pencucian, protein rekombinan dalam his-trap dilepaskan dengan menggunakan buffer E (8M urea, 0.1 M NaH 2 PO 4, Tris-Cl ph 4.5) sehingga didapatkan protein rekombinan murni yang berukuran sekitar 29 kda (Gambar 15). Urutan DNA yang menetapkan serangkaian enam sampai sembilan residu histidin (His) sering digunakan dalam vektor untuk produksi protein rekombinan. Hasilnya adalah ekspresi protein rekombinan dengan 6xHis atau poli His-tag yang digabung pada N atau C terminal. Ekspresi protein His-tag dapat dimurnikan dan dideteksi dengan mudah karena benang atau ikatan residu histidin mengikat untuk beberapa tipe atau jenis ion logam seperti Ni, Cu, dan Co di bawah kondisi bufer tertentu. Selain itu anti His-tag antibodi tersedia secara komersial untuk

62 36 digunakan dalam metode pengujian yang melibatkan protein His-tag (Thermo 2011). Un In FT W E MW kda 14.4 Gambar 13 Analisis sodium dodecyl sulphate-polyacrylamide gel electrophoresis (SDS-PAGE) protein-protein yang diekstraksi dari E. coli BL21(DE3)pLySs tanpa diinduksi (Un), diinduksi IPTG (In), setelah proses flow through dalam purifikasi menggunakan NiNTA spin column, setelah dicuci dengan buffer C (W), hasil elusi (E), dan MW: Marker protein (Fermentas).

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Survei penyakit klorosis dan koleksi sampel tanaman tomat sakit dilakukan di sentra produksi tomat di daerah Cianjur, Cipanas, Lembang, dan Garut. Deteksi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tomato infectious chlorosis virus (TICV)

TINJAUAN PUSTAKA Tomato infectious chlorosis virus (TICV) 4 TINJAUAN PUSTAKA Tomato infectious chlorosis virus (TICV) Tomato infectious chlorosis virus (TICV) pertama kali ditemukan pada tahun 1993 di daerah Irvine Orange, California. Pengamatan pertama kali

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN TICV Isolat Indonesia

HASIL DAN PEMBAHASAN TICV Isolat Indonesia 23 HASIL DAN PEMBAHASAN TICV Isolat Indonesia Penyakit klorosis saat ini sudah ditemukan di Indonesia. Pertama kali ditemukan di sentra pertanaman tomat di Magelang, Jawa Tengah dan Purwakarta, Jawa Barat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Gejala penyakit klorosis pada tanaman tomat yang disebabkan oleh ToCV

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Gejala penyakit klorosis pada tanaman tomat yang disebabkan oleh ToCV 3 TINJAUAN PUSTAKA Tomato Chlorosis Virus (ToCV) ToCV merupakan virus tanaman tomat yang termasuk ke dalam genus Crinivirus, famili Closteroviridae yang terbatas pada jaringan floem. Virus ini pertama

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Partikel TICV berbentuk seperti benang, memanjang (filamentous) dan lentur (flexuous) (Liu et al. 2000)

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Partikel TICV berbentuk seperti benang, memanjang (filamentous) dan lentur (flexuous) (Liu et al. 2000) 4 TINJAUAN PUSTAKA Tomato infectious chlorosis virus Tomato infectious chlorosis virus (TICV) diklasifikasikan dalam famili Closteroviridae yang terdiri dari 2 genus yaitu Closterovirus dan Crinivirus

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Metode Penelitian Pengambilan Sampel Kutukebul dan Tanaman Tomat Sumber TICV

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Metode Penelitian Pengambilan Sampel Kutukebul dan Tanaman Tomat Sumber TICV BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Kegiatan survei dan pengambilan sampel kutukebul dilakukan di sentra produksi tomat di Kecamatan Cikajang (kabupaten Garut), Kecamatan Pacet (Kabupaten Cianjur), Kecamatan

Lebih terperinci

EKSPRESI GEN PROTEIN SELUBUNG TOMATO INFECTIOUS CHLOROSIS VIRUS PADA ESCHERICHIA COLI

EKSPRESI GEN PROTEIN SELUBUNG TOMATO INFECTIOUS CHLOROSIS VIRUS PADA ESCHERICHIA COLI J. HPT Tropika. ISSN 1411-7525 114 J. HPT Tropika Vol. 15 No. 2, 2015: 114-121 Vol. 15, No. 2: 114 121, September 2015 EKSPRESI GEN PROTEIN SELUBUNG TOMATO INFECTIOUS CHLOROSIS VIRUS PADA ESCHERICHIA COLI

Lebih terperinci

Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri. Isolasi DNA kromosom bakteri. Kloning DNA

Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri. Isolasi DNA kromosom bakteri. Kloning DNA LAMPIRAN 15 15 Lampiran 1 Tahapan penelitian Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri Isolasi DNA kromosom bakteri Pemotongan DNA dengan enzim restriksi Kloning DNA Isolasi DNA plasmid hasil

Lebih terperinci

TOMATO INFECTIOUS CHLOROSIS VIRUS (TICV) DENGAN REVERSE-TRANSCRIPTION POLYMERASE CHAIN REACTION

TOMATO INFECTIOUS CHLOROSIS VIRUS (TICV) DENGAN REVERSE-TRANSCRIPTION POLYMERASE CHAIN REACTION DETEKSI DIFERENSIAL TOMATO CHLOROSIS VIRUS (ToCV) DAN TOMATO INFECTIOUS CHLOROSIS VIRUS (TICV) DENGAN REVERSE-TRANSCRIPTION POLYMERASE CHAIN REACTION (RT-PCR) AMELIA ANDRIANI DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan program komputer berdasarkan metode sintesis dua arah TBIO, dimana proses sintesis daerah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan termasuk dalam penelitian dasar yang. dilakukan dengan metode deskriptif (Nazir, 1998).

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan termasuk dalam penelitian dasar yang. dilakukan dengan metode deskriptif (Nazir, 1998). BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan termasuk dalam penelitian dasar yang dilakukan dengan metode deskriptif (Nazir, 1998). B. Populasi dan Sampel 1. Populasi yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode deskriptif (Nazir, 1983). B. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian 14 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Unit Pelayanan Mikrobiologi Terpadu, Bagian Mikrobiologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Genomik Sengon

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Genomik Sengon HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Genomik Sengon DNA genomik sengon diisolasi dari daun muda pohon sengon. Hasil uji integritas DNA metode 1, metode 2 dan metode 3 pada gel agarose dapat dilihat pada Gambar

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi Fragmen DNA Penyandi CcGH Mature Plasmid pgem-t Easy yang mengandung cdna GH ikan mas telah berhasil diisolasi. Hal ini ditunjukkan dengan adanya pita DNA pada ukuran

Lebih terperinci

Pengertian TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN. Cloning DNA. Proses rekayasa genetik pada prokariot. Pemuliaan tanaman konvensional: TeknologiDNA rekombinan:

Pengertian TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN. Cloning DNA. Proses rekayasa genetik pada prokariot. Pemuliaan tanaman konvensional: TeknologiDNA rekombinan: Materi Kuliah Bioteknologi Pertanian Prodi Agroteknologi Pertemuan Ke 9-10 TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN Ir. Sri Sumarsih, MP. Email: Sumarsih_03@yahoo.com Weblog: Sumarsih07.wordpress.com Website: agriculture.upnyk.ac.id

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jenderal Hortikultura, 2013). Buah tomat banyak dimanfaatkan sebagai sayuran,

I. PENDAHULUAN. Jenderal Hortikultura, 2013). Buah tomat banyak dimanfaatkan sebagai sayuran, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tomat ( Lycopersicon esculentum Mill.) adalah komoditas unggulan hortikultura yang mempunyai nilai ekonomis penting di Indonesia (Direktorat Jenderal Hortikultura, 2013).

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan PCR, terlebih dahulu dilakukan perancangan primer menggunakan program DNA Star. Pemilihan primer dilakukan dengan mempertimbangkan parameter spesifisitas,

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Autentikasi Bahan Baku Ikan Tuna (Thunnus sp.) dalam Rangka Peningkatan Keamanan Pangan dengan Metode Berbasis DNA dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN IV (ISOLASI RNA DARI TANAMAN) KHAIRUL ANAM P051090031/BTK BIOTEKNOLOGI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 0 ISOLASI RNA DARI TANAMAN TUJUAN Tujuan

Lebih terperinci

BAB 3 PERCOBAAN. Alat elektroforesis agarosa (Biorad), autoklaf, cawan Petri, GeneAid High Speed Plasmid

BAB 3 PERCOBAAN. Alat elektroforesis agarosa (Biorad), autoklaf, cawan Petri, GeneAid High Speed Plasmid BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Alat Alat elektroforesis agarosa (Biorad), autoklaf, cawan Petri, GeneAid High Speed Plasmid Mini kit, inkubator goyang (GSL), jarum Ose bundar, kit GFX (GE Healthcare), kompor listrik

Lebih terperinci

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI 1 ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI PENDAHULUAN Polimerase Chain Reaction (PCR) PCR adalah suatu reaksi invitro untuk menggandakan jumlah molekul DNA pada target tertentu

Lebih terperinci

TUGAS TERSTRUKTUR BIOTEKNOLOGI PERTANIAN VEKTOR DNA

TUGAS TERSTRUKTUR BIOTEKNOLOGI PERTANIAN VEKTOR DNA TUGAS TERSTRUKTUR BIOTEKNOLOGI PERTANIAN VEKTOR DNA Oleh: Gregorius Widodo Adhi Prasetyo A2A015009 KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN PROGRAM

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan metode

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan metode 16 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan metode deskriptif. Penelitian deskriptif adalah suatu metode penelitian untuk membuat deskripsi,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian dasar dengan metode deskriptif (Nazir, 1988). B. Populasi dan sampel Populasi pada penelitian ini adalah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pemotongan Parsial dan Penyisipan Nukleotida pada Ujung Fragmen DNA Konstruksi pustaka genom membutuhkan potongan DNA yang besar. Untuk mendapatkan fragmen-fragmen dengan ukuran relatif

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI ISOLASI TOTAL DNA TUMBUHAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA PHYTOPURE Halaman : 1 dari 5 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan tumbuhan, dapat dari daun, akar, batang,

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN 14 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Konfirmasi bakteri C. violaceum dan B. cereus dilakukan dengan pewarnaan Gram, identifikasi morfologi sel bakteri, sekuensing PCR 16s rdna dan uji kualitatif aktivitas

Lebih terperinci

BAB IX. DASAR-DASAR TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN

BAB IX. DASAR-DASAR TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN BAB IX. DASAR-DASAR TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN Di dalam bab ini akan dibicarakan pengertian teknologi DNA rekombinan beserta tahapan-tahapan kloning gen, yang secara garis besar meliputi isolasi DNA kromosom

Lebih terperinci

Di dalam bab ini akan dibicarakan pengertian teknologi DNA rekombinan. beserta tahapan-tahapan kloning gen, yang secara garis besar meliputi

Di dalam bab ini akan dibicarakan pengertian teknologi DNA rekombinan. beserta tahapan-tahapan kloning gen, yang secara garis besar meliputi Di dalam bab ini akan dibicarakan pengertian teknologi DNA rekombinan beserta tahapan-tahapan kloning gen, yang secara garis besar meliputi isolasi DNA kromosom dan DNA vektor, pemotongan DNA menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian deskriptif. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode B. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah sampel DNA koleksi hasil

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Produksi Protein Rekombinan Hormon Pertumbuhan (rgh)

BAHAN DAN METODE. Produksi Protein Rekombinan Hormon Pertumbuhan (rgh) 11 BAHAN DAN METODE Penelitian ini terdiri atas 2 tahapan utama, yaitu produksi protein rekombinan hormon pertumbuhan (rgh) dari ikan kerapu kertang, ikan gurame, dan ikan mas, dan uji bioaktivitas protein

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS Test Seleksi Calon Peserta International Biology Olympiad (IBO) 2014 2 8 September

Lebih terperinci

Kloning Domain KS dan Domain A ke dalam Sel E. coli DH5α. Analisis Bioinformatika. HASIL Penapisan Bakteri Penghasil Senyawa Antibakteri

Kloning Domain KS dan Domain A ke dalam Sel E. coli DH5α. Analisis Bioinformatika. HASIL Penapisan Bakteri Penghasil Senyawa Antibakteri 3 selama 1 menit, dan elongasi pada suhu 72 0 C selama 1 menit. Tahap terakhir dilakukan pada suhu 72 0 C selama 10 menit. Produk PCR dielektroforesis pada gel agarosa 1 % (b/v) menggunakan tegangan 70

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI Halaman : 1 dari 5 ISOLASI TOTAL DNA HEWAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan hewan, dapat dari insang, otot, darah atau jaringan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Vektor Kloning Protein rgh Isolasi Plasmid cdna GH. Plasmid pgem-t Easy yang mengandung cdna; El-mGH, Og-mGH dan Cc-mGH berhasil diisolasi dari bakteri konstruksi E. coli DH5α dengan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Tanaman mentimun berasal dari benua Asia, tepatnya dari Himalaya Asia

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Tanaman mentimun berasal dari benua Asia, tepatnya dari Himalaya Asia 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Mentimun Tanaman mentimun berasal dari benua Asia, tepatnya dari Himalaya Asia Utara (Rukmana, 1994). Saat ini, budidaya mentimum sudah meluas ke seluruh dunia, baik

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. ISOLASI DNA GENOM PADI (Oryza sativa L.) KULTIVAR ROJOLELE,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. ISOLASI DNA GENOM PADI (Oryza sativa L.) KULTIVAR ROJOLELE, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. ISOLASI DNA GENOM PADI (Oryza sativa L.) KULTIVAR ROJOLELE, NIPPONBARE, DAN BATUTEGI Isolasi DNA genom padi dari organ daun padi (Oryza sativa L.) kultivar Rojolele, Nipponbare,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 individu udang Jari yang diambil dari Segara Anakan Kabupaten Cilacap Jawa Tengah.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. SINTESIS DAN AMPLIFIKASI FRAGMEN GEN tat HIV-1 MELALUI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. SINTESIS DAN AMPLIFIKASI FRAGMEN GEN tat HIV-1 MELALUI BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. SINTESIS DAN AMPLIFIKASI FRAGMEN GEN tat HIV-1 MELALUI TEKNIK PCR OVERLAPPING 1. Sintesis dan amplifikasi fragmen ekson 1 dan 2 gen tat HIV-1 Visualisasi gel elektroforesis

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel 16 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menggambarkan tahapan penelitian yang terdiri dari pengambilan sampel, penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel, amplifikasi D-loop mtdna dengan teknik

Lebih terperinci

Gambar 1. Struktur organisasi promoter pada organisme prokariot [Sumber: University of Miami 2008: 1.]

Gambar 1. Struktur organisasi promoter pada organisme prokariot [Sumber: University of Miami 2008: 1.] Gambar 1. Struktur organisasi promoter pada organisme prokariot [Sumber: University of Miami 2008: 1.] Gambar 2. Struktur organisasi promoter pada organisme eukariot [Sumber: Gilbert 1997: 1.] Gambar 3.

Lebih terperinci

3 METODE. Tempat dan Waktu

3 METODE. Tempat dan Waktu 13 3 METODE Tempat dan Waktu Penelitian terdiri atas dua kegiatan utama, yaitu (1) survei kejadian penyakit di lapangan dan (2) deteksi virus dan identifikasi kutukebul. Kegiatan pertama dilakukan di areal

Lebih terperinci

Metode-metode dalam biologi molekuler : isolasi DNA, PCR, kloning, dan ELISA

Metode-metode dalam biologi molekuler : isolasi DNA, PCR, kloning, dan ELISA Metode-metode dalam biologi molekuler : isolasi DNA, PCR, kloning, dan ELISA Dr. Syazili Mustofa, M.Biomed Lektor mata kuliah ilmu biomedik Departemen Biokimia, Biologi Molekuler, dan Fisiologi Fakultas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Konstruksi vektor over-ekspresi gen OsWRKY 1.1 Amplifikasi dan purifikasi fragmen gen OsWRKY76

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Konstruksi vektor over-ekspresi gen OsWRKY 1.1 Amplifikasi dan purifikasi fragmen gen OsWRKY76 HASIL DAN PEMBAHASAN Kegiatan rekayasa genetik tanaman keberhasilannya tergantung pada beberapa hal, diantaranya adalah gen yang akan diintroduksikan, metode transformasi, sistem regenerasi tanaman dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap BAB III METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap penyiapan templat mtdna, amplifikasi fragmen mtdna pada daerah D-loop mtdna manusia dengan teknik PCR, deteksi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Kerjasama Bioteknologi Indonesia- Belanda (BIORIN) dan Laboratorium Biologi Molekuler dan Seluler Tanaman (BMST), Pusat

Lebih terperinci

REKAYASA GENETIKA. Genetika. Rekayasa. Sukarti Moeljopawiro. Laboratorium Biokimia Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada

REKAYASA GENETIKA. Genetika. Rekayasa. Sukarti Moeljopawiro. Laboratorium Biokimia Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada REKAYASA GENETIKA Sukarti Moeljopawiro Laboratorium Biokimia Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada Rekayasa Genetika REKAYASA GENETIKA Teknik untuk menghasilkan molekul DNA yang berisi gen baru yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN bp bp bp

HASIL DAN PEMBAHASAN bp bp bp HASIL DAN PEBAHASAN Purifikasi dan Pengujian Produk PCR (Stilbena Sintase) Purifikasi ini menggunakan high pure plasmid isolation kit dari Invitrogen. Percobaan dilakukan sesuai dengan prosedur yang terdapat

Lebih terperinci

URAIAN MATERI 1. Pengertian dan prinsip kloning DNA Dalam genom sel eukariotik, gen hanya menempati sebagian kecil DNA kromosom, selain itu merupakan

URAIAN MATERI 1. Pengertian dan prinsip kloning DNA Dalam genom sel eukariotik, gen hanya menempati sebagian kecil DNA kromosom, selain itu merupakan URAIAN MATERI 1. Pengertian dan prinsip kloning DNA Dalam genom sel eukariotik, gen hanya menempati sebagian kecil DNA kromosom, selain itu merupakan sekuen non kode (sekuen yang tidak mengalami sintesis

Lebih terperinci

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan 3.2 Alat

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan 3.2 Alat BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan Bahan yang digunakan memiliki kualitas pro analisis atau pro biologi molekular, yaitu : primer M. tuberculosis forward: 5 GGATCCGATGAGCAAGCTGATCGAA3 (Proligo) dan primer M. tuberculosis

Lebih terperinci

DETEKSI DAN IDENTIFIKASI Pineapple Mealybug Wilt-associated Virus PENYEBAB PENYAKIT LAYU PADA TANAMAN NANAS DI INDONESIA RENO TRYONO

DETEKSI DAN IDENTIFIKASI Pineapple Mealybug Wilt-associated Virus PENYEBAB PENYAKIT LAYU PADA TANAMAN NANAS DI INDONESIA RENO TRYONO DETEKSI DAN IDENTIFIKASI Pineapple Mealybug Wilt-associated Virus PENYEBAB PENYAKIT LAYU PADA TANAMAN NANAS DI INDONESIA RENO TRYONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di Laboratorium Institute of Human Virology and

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di Laboratorium Institute of Human Virology and 23 BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Institute of Human Virology and Cancer Biology of the University of Indonesia (IHVCB-UI), Jl. Salemba

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah D-loop

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 39 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif. Penelitian membuat deskripsi secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan

Lebih terperinci

Gambar 2 Vektor pengklonan pgem T Easy

Gambar 2 Vektor pengklonan pgem T Easy BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dari bulan September 2007 sampai dengan bulan April 2008. Penelitian dilakukan di Laboratorium Biologi Molekuler Seluler Tanaman, dan Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang mengangkat fenomena alam sebagai salah satu masalah dalam penelitian. Penelitian ini dapat menerangkan

Lebih terperinci

4.1. Alat dan Bahan Penelitian a. Alat Penelitian. No. URAIAN ALAT. A. Pengambilan sampel

4.1. Alat dan Bahan Penelitian a. Alat Penelitian. No. URAIAN ALAT. A. Pengambilan sampel 7 IV. METODE PENELITIAN Ikan Lais diperoleh dari hasil penangkapan ikan oleh nelayan dari sungaisungai di Propinsi Riau yaitu S. Kampar dan S. Indragiri. Identifikasi jenis sampel dilakukan dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Survei penyakit mosaik dan koleksi sampel tanaman nilam sakit dilakukan di Kebun Percobaan Balai Tanaman Obat dan Aromatik (BALITTRO) di daerah Gunung Bunder

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Identitas Kutukebul Pengkoloni Pertanaman Tomat Kutukebul yang dikumpulkan dari pertanaman tomat di daerah Cisarua, Bogor diperbanyak di tanaman tomat dalam kurungan kedap serangga

Lebih terperinci

KEEFEKTIFAN KUTUKEBUL DALAM MENULARKAN VIRUS PENYEBAB PENYAKIT KUNING PADA TANAMAN TOMAT EVA DWI FITRIASARI

KEEFEKTIFAN KUTUKEBUL DALAM MENULARKAN VIRUS PENYEBAB PENYAKIT KUNING PADA TANAMAN TOMAT EVA DWI FITRIASARI 35 KEEFEKTIFAN KUTUKEBUL DALAM MENULARKAN VIRUS PENYEBAB PENYAKIT KUNING PADA TANAMAN TOMAT EVA DWI FITRIASARI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 i PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri patogen penyebab tuberkulosis.

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri patogen penyebab tuberkulosis. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri patogen penyebab tuberkulosis. Secara umum penyebaran bakteri ini melalui inhalasi, yaitu udara yang tercemar oleh penderita

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu pengumpulan sampel berupa akar rambut, ekstraksi mtdna melalui proses lisis akar rambut, amplifikasi

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium BIORIN (Biotechnology Research Indonesian - The Netherlands) Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB. Penelitian

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 19 3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juni 2010 di Laboratorium Mikrobiologi, Biokimia dan Bioteknologi Hasil Perairan Departemen Teknologi Hasil

Lebih terperinci

Dr. Tri Asmira Damayanti (Institut Pertanian Bogor ) Dr. Giyanto (Institut Pertanian Bogor )

Dr. Tri Asmira Damayanti (Institut Pertanian Bogor ) Dr. Giyanto (Institut Pertanian Bogor ) Dr. Tri Asmira Damayanti (Institut Pertanian Bogor ) Dr. Giyanto (Institut Pertanian Bogor ) Ir. Lilik Koesmihartono Putra, M.AgSt (Pusat Penelitian dan Pengembangan Gula Indonesia) Tahun-3 1. Konstruksi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan Metode Isolasi C. gloeosporioides dari Buah Avokad

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan Metode Isolasi C. gloeosporioides dari Buah Avokad 15 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Besar Karantina Pertanian (BBKP) Tanjung Priok Wilayah Kerja Bogor, mulai bulan Oktober 2011 sampai Februari 2012. Bahan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling 16 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling sel folikel akar rambut. Sampel kemudian dilisis, diamplifikasi dan disekuensing dengan metode dideoksi

Lebih terperinci

Bab III Bahan dan Metode III.1 Bahan III. 2 Alat

Bab III Bahan dan Metode III.1 Bahan III. 2 Alat Bab III Bahan dan Metode III.1 Bahan Pada penelitian ini, sampel yang digunakan dalam penelitian, adalah cacing tanah spesies L. rubellus yang berasal dari peternakan cacing tanah lokal di Sekeloa, Bandung.

Lebih terperinci

EKSTRAKSI DNA. 13 Juni 2016

EKSTRAKSI DNA. 13 Juni 2016 EKSTRAKSI DNA 13 Juni 2016 Pendahuluan DNA: polimer untai ganda yg tersusun dari deoksiribonukleotida (dari basa purin atau pirimidin, gula pentosa,dan fosfat). Basa purin: A,G Basa pirimidin: C,T DNA

Lebih terperinci

BIO306. Prinsip Bioteknologi

BIO306. Prinsip Bioteknologi BIO306 Prinsip Bioteknologi KULIAH 6. TEKNIK DASAR KLONING Percobaan pertama penggabungan fragmen DNA secara in vitro dilakukan sekitar 30 tahun yang lalu oleh Jackson et al. (1972). Melakukan penyisipan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut:

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut: BAB III METODE PENELITIAN Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel, lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh, amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan

Lebih terperinci

REKAYASA GENETIKA ( VEKTOR PLASMID )

REKAYASA GENETIKA ( VEKTOR PLASMID ) MAKALAH REKAYASA GENETIKA ( VEKTOR PLASMID ) Disusun oleh: NAMA : LASINRANG ADITIA NIM : 60300112034 KELAS : BIOLOGI A TUGAS : REKAYASA GENETIKA JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Metode penelitian Isolasi RNA total

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Metode penelitian Isolasi RNA total METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Februari 2005 hingga bulan Maret 2008 di Laboratorium Biologi Molekuler dan Seluler Tanaman dan Laboratorium BIORIN (Biotechnology

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian Isolasi Aktinomiset

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian Isolasi Aktinomiset BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dari bulan Februari sampai dengan

Lebih terperinci

GENETIKA DASAR Rekayasa Genetika Tanaman. Definisi. Definisi. Definisi. Rekayasa Genetika atau Teknik DNA Rekombinan atau Manipulasi genetik

GENETIKA DASAR Rekayasa Genetika Tanaman. Definisi. Definisi. Definisi. Rekayasa Genetika atau Teknik DNA Rekombinan atau Manipulasi genetik Definisi GENETIKA DASAR Rekayasa Genetika Tanaman Oleh: Dr. Ir. Dirvamena Boer, M.Sc.Agr. HP: 081 385 065 359 e-mail: dirvamenaboer@yahoo.com Fakultas Pertanian, Universitas Haluoleo, Kendari Dipublikasi

Lebih terperinci

YOHANES NOVI KURNIAWAN KONSTRUKSI DAERAH PENGKODE INTERFERON ALFA-2B (IFNα2B) DAN KLONINGNYA PADA Escherichia coli JM109

YOHANES NOVI KURNIAWAN KONSTRUKSI DAERAH PENGKODE INTERFERON ALFA-2B (IFNα2B) DAN KLONINGNYA PADA Escherichia coli JM109 YOHANES NOVI KURNIAWAN 10702026 KONSTRUKSI DAERAH PENGKODE INTERFERON ALFA-2B (IFNα2B) DAN KLONINGNYA PADA Escherichia coli JM109 Program Studi Sains dan Teknologi Farmasi INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2007

Lebih terperinci

REKAYASA GENETIKA. By: Ace Baehaki, S.Pi, M.Si

REKAYASA GENETIKA. By: Ace Baehaki, S.Pi, M.Si REKAYASA GENETIKA By: Ace Baehaki, S.Pi, M.Si Dalam rekayasa genetika DNA dan RNA DNA (deoxyribonucleic Acid) : penyimpan informasi genetika Informasi melambangkan suatu keteraturan kebalikan dari entropi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. penelitian ini

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE. Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di

II. MATERI DAN METODE. Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di II. MATERI DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di enam desa yaitu tiga desa di Kecamatan Grokgak dan tiga desa di Kecamatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Cabai rawit (Capsicum frutescens) merupakan salah satu sayuran penting

I. PENDAHULUAN. Cabai rawit (Capsicum frutescens) merupakan salah satu sayuran penting I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cabai rawit (Capsicum frutescens) merupakan salah satu sayuran penting terutama daerah tropis dan subtropis. Tanaman ini dapat digunakan sebagai bahan bumbu masak (rempah-rempah),

Lebih terperinci

BAB 4. METODE PENELITIAN

BAB 4. METODE PENELITIAN BAB 4. METODE PENELITIAN Penelitian penanda genetik spesifik dilakukan terhadap jenis-jenis ikan endemik sungai paparan banjir Riau yaitu dari Genus Kryptopterus dan Ompok. Penelitian ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Reaksi Antiserum terhadap TICV pada Jaringan Tanaman Tomat

HASIL DAN PEMBAHASAN Reaksi Antiserum terhadap TICV pada Jaringan Tanaman Tomat 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Reaksi Antiserum terhadap TICV pada Jaringan Tanaman Tomat Reaksi antiserum TICV terhadap partikel virus yang terdapat di dalam jaringan tanaman tomat telah berhasil diamati melalui

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang mengangkat fenomena alam sebagai salah satu masalah dalam penelitian, sehingga dapat menerangkan arti

Lebih terperinci

Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella ( )

Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella ( ) Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella (10.2011.185) Identifikasi gen abnormal Pemeriksaan kromosom DNA rekombinan PCR Kromosom waldeyer Kromonema : pita spiral yang tampak pada kromatid Kromomer : penebalan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR...... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI... ABSTRACT... PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang...

Lebih terperinci

Sari Nurulita, Gede Suastika* Institut Pertanian Bogor, Bogor ABSTRAK ABSTRACT

Sari Nurulita, Gede Suastika* Institut Pertanian Bogor, Bogor ABSTRAK ABSTRACT ISSN: 2339-2479 Volume 9, Nomor 4, Agustus 2013 Halaman 107 115 DOI: 10.14692/jfi.9.4.107 Identifikasi Tomato infectious chlorosis virus dan Tomato chlorosis virus melalui Reverse Transcription Polymerase

Lebih terperinci

RATNA ANNISA UTAMI

RATNA ANNISA UTAMI RATNA ANNISA UTAMI 10703022 AMPLIFIKASI DAN KLONING DNA PENGKODE PROTEIN CHAPERONIN 60.1 MYCOBACTERIUM TUBERCULOSIS KE DALAM VEKTOR pgem-t PADA ESCHERICHIA COLI PROGRAM STUDI SAINS DAN TEKNOLOGI FARMASI

Lebih terperinci

KLONING DAN OVEREKSPRESI GEN celd DARI Clostridium thermocellum ATCC DALAM pet-blue VECTOR 1

KLONING DAN OVEREKSPRESI GEN celd DARI Clostridium thermocellum ATCC DALAM pet-blue VECTOR 1 PROPOSAL METODOLOGI PENELITIAN (BM-3001) KLONING DAN OVEREKSPRESI GEN celd DARI Clostridium thermocellum ATCC 27405 DALAM pet-blue VECTOR 1 Penyusun: Chandra 10406014 Dosen Narasumber: Dra. Maelita Ramdani

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan 32 Bab IV Hasil dan Pembahasan Penggunaan α-amilase dalam beberapa sektor industri mengalami peningkatan dan sekarang ini banyak diperlukan α-amilase dengan sifat yang khas dan mempunyai kemampuan untuk

Lebih terperinci

SINTESIS DAN PENGKLONAAN FRAGMEN GEN tat (TRANSAKTIVATOR) HIV-1 KE DALAM VEKTOR EKSPRESI PROKARIOT pqe-80l EKAWATI BETTY PRATIWI

SINTESIS DAN PENGKLONAAN FRAGMEN GEN tat (TRANSAKTIVATOR) HIV-1 KE DALAM VEKTOR EKSPRESI PROKARIOT pqe-80l EKAWATI BETTY PRATIWI SINTESIS DAN PENGKLONAAN FRAGMEN GEN tat (TRANSAKTIVATOR) HIV-1 KE DALAM VEKTOR EKSPRESI PROKARIOT pqe-80l EKAWATI BETTY PRATIWI 0304040257 UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR;

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR; BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar, langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah HVI mtdna

Lebih terperinci

BAB in. METODE PENELITIAN

BAB in. METODE PENELITIAN BAB in. METODE PENELITIAN Waktu Dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan dari April sampai November 2009 di laboratorium Biologi Molekular dan Rekayasa Genetika, Balai Penelitian Bioteknologi

Lebih terperinci

Asam Asetat Glacial = 5,7 ml EDTA 0,5 M ph 8.0 = 10 ml Aquades ditambahkan hingga volume larutan 100 ml

Asam Asetat Glacial = 5,7 ml EDTA 0,5 M ph 8.0 = 10 ml Aquades ditambahkan hingga volume larutan 100 ml 36 Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer A. Pembuatan Larutan Stok Tris HCL 1 M ph 8.0 (100 ml) : Timbang Tris sebanyak 12,114 g. Masukkan Tris ke dalam Erlenmeyer dan ditambahkan 80 ml aquades.

Lebih terperinci

1 0,53 0,59 2 0,3 0,2 3 0,02 0,02 4 0,04 0,04 5 0,3 0,3 Ilustrasi rangkaian isolasi DNA tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.

1 0,53 0,59 2 0,3 0,2 3 0,02 0,02 4 0,04 0,04 5 0,3 0,3 Ilustrasi rangkaian isolasi DNA tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 berikut. PERBANDINGAN BEBERAPA METODE ISOLASI DNA UNTUK PENENTUAN KUALITAS LARUTAN DNA TANAMAN SINGKONG (Manihot esculentum L.) Molekul DNA dalam suatu sel dapat diekstraksi atau diisolasi untuk berbagai macam

Lebih terperinci

TRANSFORMASI DAN EKSPRESI pet-endo-β-1,4-xilanase DALAM Escherichia coli BL21 SKRIPSI. Oleh : Eka Yuni Kurniawati NIM

TRANSFORMASI DAN EKSPRESI pet-endo-β-1,4-xilanase DALAM Escherichia coli BL21 SKRIPSI. Oleh : Eka Yuni Kurniawati NIM TRANSFORMASI DAN EKSPRESI pet-endo-β-1,4-xilanase DALAM Escherichia coli BL21 SKRIPSI Oleh : Eka Yuni Kurniawati NIM 101810301003 JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Deteksi genom virus avian influenza pada penelitian dilakukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Deteksi genom virus avian influenza pada penelitian dilakukan 30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KONDISI OPTIMAL REAKSI AMPLIFIKASI Deteksi genom virus avian influenza pada penelitian dilakukan menggunakan primer NA. Primer NA dipilih karena protein neuraminidase,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang Karakterisasi genetik Udang Jari (Metapenaeus elegans De Man, 1907) hasil tangkapan dari Laguna Segara Anakan berdasarkan haplotipe

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth III. MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Pengambilan sampel darah domba dilakukan di Kecamatan Koto Tengah Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober 2012. Amplifikasi gen Growth Hormone menggunakan

Lebih terperinci

PEMBUATAN DNA REKOMBINAN

PEMBUATAN DNA REKOMBINAN PEMBUATAN DNA REKOMBINAN 1 Nama enzim restriksi o Berdasarkan nama organisme dari mana enzim diisolasi, mis.: n Eco dari Escherichia coli n Hin dari Haemophilus influenzae n Hae dari Haemophilus aegyptius

Lebih terperinci